bab i pendahuluan 1.1 latar...
Post on 13-Mar-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, perasaan, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit dengan
media bahasa (Sumardjo,1988:3). Sastra mencerminkan dan mengekspresikan
kehidupan serta menunjukkan beberapa aspek realita sosial. Hal ini didukung oleh
Wellek dan Warren (1990: 109) yang mengatakan bahwa sastra berkaitan dengan
sistem politik, ekonomi, dan sosial tertentu.
Sastra, dalam penciptaannya akan menghasilkan karya sastra. Karya sastra
tidak hanya bertugas mencatat kehidupan sehari-hari, tetapi juga menafsirkan dan
memberi arti pada kehidupan tersebut. Sebuah karya sastra dihargai karena
berhasil menunjukkan segi-segi baru dari kehidupan yang dikenal sehari-hari.
Sumardjo (1988:5) menyatakan bahwa karya sastra merupakan suatu bentuk
penafsiran kehidupan yang tidak hanya menekankan pada ungkapannya yang
indah, tetapi juga menyangkut masalah isi, bahasa, dan ekspresinya.
Di dalam karya sastra dikenal adanya genre sastra. Genre sastra adalah suatu
hasil klasifikasi terhadap bentuk dan isi karya sastra yang terdapat dalam realitas
(Wiyatmi, 2009: 20). Genre sastra terbagi menjadi dua, yaitu sastra non-imajinatif
dan sastra imajinatif. Sastra imajinatif atau disebut juga dengan dichtung menurut
Wellek dan Warren (1990:300) terdiri dari fiksi, drama, dan puisi. Fiksi terdiri
dari novel, cerpen, dan epik. Novel merupakan salah satu bentuk sastra imajinatif
yang bentuknya panjang dan melibatkan banyak atau sedikit karakter dalam
2
situasi sosial yang rumit dan lebih mendetail (Stanton, 2007:90). Karya sastra
dalam bentuk novel dikenal luas di berbagai belahan dunia, termasuk di negara
Arab. Di Arab, novel disebut sebagai riwa>yah. Riwa>yah adalah cerita panjang
yang tebal halamannya sekitar 250-400 (Kamil, 2012:41-42).
Sebagai karya sastra, novel memotret berbagai aspek realita kehidupan, baik
masalah politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Selain masalah-masalah tersebut,
masalah yang juga diangkat dalam novel adalah masalah gender. Perbedaan
gender yang ada pada laki-laki dan perempuan sebenarnya tidak menjadi masalah
selama tidak terjadi ketidakadilan gender. Masalah ketidakadilan gender ini kerap
kali menjadi hal yang diangkat dalam novel-novel Arab, mengingat bahwa banyak
negara Arab yang menganut budaya patriarkat. Salah satu negara yang menganut
budaya tersebut adalah negara Mesir.
Salah satu penulis yang dikenal berani dalam mengangkat persoalan gender
adalah Nawa>l as-Sa‘da>wi>. Kebanyakan karya-karyanya baik berupa fiksi maupun
non-fiksi adalah mengenai isu feminisme dan perempuan dalam budaya patriarkat.
Salah satu karya fiksi Nawa>l as-Sa‘da>wi> dalam bentuk novel yang mengangkat
isu feminisme adalah Zi>nah. Novel ini diterbitkan oleh Da>r as-Sa>qi> pada tahun
2009.
Novel Zi>nah merupakan novel yang mengangkat tokoh-tokoh perempuan
dalam persoalan gender, suatu sistem yang dikonstruksi oleh masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka novel Zi>nah ini layak untuk dikaji dengan
analisis kritik sastra feminis.
3
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dibahas dalam
penelitian ini adalah apa saja bentuk bias gender yang dialami oleh tokoh
perempuan dalam novel Zi>nah.
1.3 Tujuan Penelitian
Berpijak pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui apa saja bentuk bias gender yang dialami oleh tokoh
perempuan dalam novel Zi>nah.
1.4 Tinjauan Pustaka
Sejauh pengamatan penulis, novel Zi>nah ini belum pernah diteliti dengan
analisis apa pun oleh mahasiswa sastra Asia Barat, tetapi ada beberapa penelitian
mengenai kritik sastra feminis dalam karya sastra Nawa>l as-Sa‘da>wi. Beberapa
penelitian tersebut telah dilakukan oleh Munawaroh (2004) dalam skripsinya yang
berjudul “Riwa>yatu Imra`atin ‘inda Nuqt}ati as}-S}ifri li Nawa>l as-Sa‘da>wi>: Dira>sah
Tah}li>liyyah Naqdiyyah Adabiyyah Nisa>i`yyah”. Dalam hal ini Munawaroh (2004)
menyatakan bahwa dalam novel tersebut perempuan hidup di bawah kendali
kekuasaan patriarkat. Sayangnya, perempuan menerima hal ini meskipun hal ini
membebani kaum perempuan, sedangkan kaum perempuan tidak bisa untuk
mengalahkan kekuasaan ini.
Kesimpulan yang sama juga dikemukakan oleh Rohmayani (2004) dalam
skripsinya yang berjudul “Mautu ar-Rajuli al-Wah}i>d ‘ala al-Ard}i li Nawa>l as-
Sa‘da>wi>: Dira>sah Tah}li>liyyah Naqdiyyah Adabiyyah Nisa>`iyyah” dan Nafisah
(2005) dalam skripsinya yang berjudul “Riwa>yatu Suqu>t}i al-Ima>m li Nawa>l as-
4
Sa‘da>wi>: Dira>sah Was}fiyyah Nisa>`iyyah”. Rohmayani (2004) dan Nafisah (2005)
menambahkan beberapa bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh
perempuan dalam novel tersebut, yaitu al-ha>misyiyyah (marjinalisasi), as|-
s|a>nawiyyah (subordinasi), al-mas}fah}ah (stereotipe), dan kekerasan terhadap
perempuan.
1.5 Landasan Teori
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, peneliti
memanfaatkan teori kritik sastra feminis. Feminis, secara etimologis berasal dari
kata femme (woman), berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk
memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam
pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak
segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh
kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan
sosial pada umumnya (Ratna, 2011:184).
Dalam ilmu sastra, feminisme berkaitan erat dengan konsep kritik sastra
feminis. Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang
lahir sebagai respons atas berkembang luasnya feminisme di penjuru dunia
(Sugihastuti, 2005:61).
Di dalam sebuah penelitian, yang tidak dapat disingkirkan adalah jiwa
analisisnya, yaitu analisis gender (Sugihastuti, 2005:23). Dalam analisis gender
tersebut, peneliti harus dapat membedakan konsep gender dengan seks (jenis
kelamin). Pengertian seks (jenis kelamin) merupakan pensifatan atau pembagian
dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada
5
jenis kelamin tertentu, laki-laki dan perempuan. Hal ini merupakan ketentuan
biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat. Sedangkan
konsep lainnya adalah konsep gender, yakni suatu sifat yang melekat pada kaum
laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Misalnya bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau
keibuan. Sementara laki-laki diaggap perkasa, kuat, rasional, dan jantan (Fakih,
2012:8).
Pendeknya, dalam analisis gender, penelitian harus melibatkan tokoh laki-
laki dan perempuan dalam mengungkapkan kehidupan tokoh perempuan. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan pembandingan peran, status, dan posisinya.
Persamaan persepsi antarjenis kelamin ini perlu disamakan. Seperti tertera dalam
konsep kritik sastra feminis, pemahaman feminisme sebagai gerakan kesadaran
perempuan terhadap pengabaian dan eksploitasi dirinya menjadi dasar jenis
penelitian ini (Sugihastuti, 2005:23-24).
Kritik feminis dalam sejarahnya memiliki beberapa ragam. Terdapat enam
ragam kritik sastra feminis (Djajanegara, 2000), yaitu kritik sastra feminis
ideologis, gynocritics atau ginokritik, kritik sastra feminis-sosialis atau kritik
sastra feminis-Marxis, kritik sastra feminis-psikoanalitik, kritik sastra feminis-
lesbian, dan kritik sastra feminis-ras atau kritik sastra feminis-etnik.
Dari berbagai ragam kritik sastra feminis tersebut, yang dianggap paling
tepat untuk penelitian novel ini adalah kritik sastra feminis ideologis. Kritik sastra
feminis ini memusatkan pada citra serta stereotype perempuan dalam karya sastra.
Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang perempuan dan sebab-sebab
6
mengapa perempuan sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama
sekali dalam kritik sastra (Djajanegara, 2000:28). Kritik sastra feminis ideologis
melihat bagaimana perempuan dicitrakan dalam karya sastra serta bagaimana
penafsiran yang dapat dimunculkan dari teks-teks sastra dalam menggambarkan
kaum perempuan.
1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kritik sastra
feminis ideologis. Penelitian sastra dengan perspektif feminis ini bersifat kualitatif.
Dengan demikian, jenis data yang diambil pun bersifat data kualitatif, misalnya
data-data yang mendeskripsikan sikap dan pandangan hidup tokoh perempuan,
karakter tokoh perempuan, status dan peran perempuan dalam keluarga,
masyarakat, dan lingkungan pekerjaan, serta menyoroti masalah yang dihadapi
tokoh perempuan.
Untuk dapat mengungkapkan data-data tersebut, ada tiga langkah yang
harus dilakukan. Seperti yang telah diungkapkan oleh Djajanegara (2000), ketiga
langkah tersebut yaitu pertama, mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh
perempuan di dalam karya sastra. Tokoh perempuan ini bisa berperan sebagai
tokoh utama, tokoh protagonis, atau pun tokoh bawahan. Selanjutnya, mencari
tahu watak dan perilaku tokoh perempuan tersebut. Watak dan perilaku tokoh
dapat diketahui berdasarkan gambaran yang langsung diberikan oleh penulis atau
ucapan tokoh tersebut (Djajanegara, 2000:51-52).
Langkah kedua yang dilakukan adalah meneliti tokoh lain, terutama tokoh
laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang diamati
7
(Djajanegara, 2000:53). Cara atau tahap kedua ini tidak banyak berbeda dari tahap
pertama dalam mengidentifikasi tokoh perempuan.
Langkah yang ketiga adalah mengamati sikap penulis karya sastra yang
sedang dikaji. Dalam tahapan ini, tidak perlu membedakan antara penulis laki-laki
atau penulis perempuan. Untuk mengetahui sikap penulis ini, dapat diperhatikan
nada atau suasana yang dihadirkan dalam karyanya. Selain melalui nada atau
suasana, untuk mengetahui sikap penulis juga dapat diketahui dari latar belakang
penulis melalui biografinya atau kritik tentang karya-karyanya (Djajanegara,
2000:53-54).
Dalam penelitian ini akan melalui tahap pertama dan kedua, tetapi tahap
ketiga tidak dilakukan, karena dalam penelitian ini hanya akan berfokus pada teks
karya sastra yang menjadi objek penelitian, yaitu novel Zi>nah.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan diuraikan dalam empat bab.
Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian,
dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi biografi pengarang dan karya-
karyanya serta sinopsis novel Zi>nah karya Nawa>l as-Sa‘da>wi>. Bab ketiga berisi
bias gender pada tokoh perempuan dalam novel Zi>nah karya Nawa>l as-Sa‘da>wi>.
Bab keempat berisi kesimpulan.
1.8 Transliterasi Arab-Latin
Pedoman transliterasi yang digunakan adalah pedoman transliterasi Arab-
Latin berdasarkan keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan
8
dan Kebudayaan no. 158 th. 1987 dan nomor 0534/ b/ U/ 1987 yang secara garis
besarnya adalah sebagai berikut.
1. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan
dengan tanda dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus.
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
ش
ص
ض
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
ك
ل
م
ن
و
ه
ء
ي
Alif
Ba‟
Ta‟
Sa‟
Jim
Ha‟
Kha‟
Dal
Zal
Ra‟
Zai
Sin
Syin
Sad
Dad
Ta‟
Za‟
„Ain
Gain
Fa‟
Qaf
Kaf
Lam
Mim
Nun
Wau
Ha‟
Hamzah
Ya‟
Tidak dilambangkan
B
T
S |
J
H{
Kh
D
Z|
R
Z
S
Sy
S {
D{
T{
Z{
„_
G
F
Q
K
L
M
N
W
H
`_
Y
Tidak dilambangkan
Be
Te
Es (dengan titik di atas)
Je
Ha (dengan titik di bawah)
Ka dan ha
De
Zet (dengan titik di atas)
Er
Zet
Es
Es dan ye
Es (dengan titik di bawah)
De (dengan titik di bawah)
Te (dengan titik di bawah)
Zet (dengan titik di bawah)
Koma terbalik (di atas)
G
Ef
Ki
Ka
El
Em
En
We
Ha
Apostrof
Ye
9
2. Vokal
Di dalam bahasa Arab terdapat tiga jenis huruf vokal, yaitu vokal tunggal
atau monoftong, vokal rangkap atau diftong, dan vokal panjang. Penulisan ketiga
huruf tersebut sebagai berikut.
Vokal Tunggal Vokal Rangkap Vokal Panjang
Tanda Huruf latin Tanda dan
huruf
Gabungan
huruf
Harakat
dan huruf
Huruf dan
tanda
_ A - أوو - Au -آ- A<
¯ I - أيو - Ai -إي- I<
_ U -و - U<
Contoh:
/qa>la/ قال /kaifa/ كيف /kataba/ كتب
3. Taˋ Marbu>t}ah
Transliterasi untuk taˋ marbu>t}ah ada dua, yaitu taˋ marbu>t}ah yang hidup
atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah /t/,
sedangkan taˋ marbu>t}ah mati atau mendapat harakat suku>n transliterasinya
adalah ha (h).
Contoh:
/raud}ah al-at}fa>l/ روضة األطفال
/raud}atul-at}fa>l/
4. Syaddah (Tasydi>d)
Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda, tanda syaddah atau tanda tasydi>d, dalam transliterasi ini tanda
syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan
huruf yang diberi tanda syaddah tersebut.
10
Contoh:
/nazzala/ نزل /<rabbuna/ ربنا
5. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu
al. Akan tetapi, dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata
sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan huruf qamariyyah. Kata sandang
yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya,
yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung
mengikuti kata sandang itu. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai
dengan bunyinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan
dihubungkan dengan tanda simpang (-).
Contoh:
/al-qalamu/ القلم /ar-rajulu/ الرجل
6. Hamzah
Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrof.
Akan tetapi, itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir
kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam
tulisan Arab berupa alif.
Contoh:
/inna/ إ /syaiˋun/ شيء /taˋkhuz|u/ تأخذ
11
7. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘l, ism, maupun h}arf, ditulis terpisah.
Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim
dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan
maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata
lain yang mengikutinya.
Contoh:
/Wa innalla>ha lahuwa khair ar-ra>ziqi>na/ و اهلل هلو خري الرازقني
/Wa innalla>ha lahuwa khairur-ra>ziqi>na/ فأوفو الكيل وامليزا /Fa aufu> al-kaila wa al-mi>za>na/
/Fa aufu>l-kaila wal-mi>za>na/
8. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti
apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya adalah huruf kapital digunakan untuk
menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu
didahului oleh kata sandang, maka yang dituliskan dengan huruf kapital tetap
huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.
Contoh:
/Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l/ وما حممد ال رسول
ي أنزل فيه القرآ ذشهر رمضا ال /Syahru Ramad}a>na al-laz|i> unzila fi>hi al-Qurˋa>n/
/Syahru Ramad}a>nal-laz|i> unzila fi>hil-Qurˋa>n/
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan
Arab-nya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan
12
kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak
dipergunakan.
Contoh:
/Nas}run minalla>hi wa fath}un qari>b/ نصر من اهلل وفتح قريب
/Lilla>hi al-amru jami>‘an/ هلل األمر مجيعا
/Lilla>hil-amru jami>‘an/
top related