bab i pendahuluan a. latar belakang...
Post on 09-Apr-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebanyakan orang pada umumnya mengenal video game hanya sebagai
sebuah sarana hiburan semata. Namun dalam ranah studi ilmu komunikasi, video
game dipahami sebagai salah satu media komunikasi baru atau new media. Hal ini
disebabkan karena adanya interaktivitas dalam bentuk komunikasi interpersonal
maupun komunikasi massa di dalam penggunaan sebuah video game. Tidak hanya
itu saja, video game juga memiliki sebuah karakteristik yang juga terdapat dalam
media komunikasi pada umumnya, yaitu adanya proses produksi konten dalam
sebuah video game. Melihat hal tersebut, maka industri video game juga menjadi
salah satu industri media dimana konten menjadi komoditas utama di dalamnya.
Sejarah video game dimulai pada tahun 1958 ketika Tennis for Two pertama
kali selesai dikembangkan dan kemudian dipresentasikan di Brookhaven National
Laboratory, sebuah badan riset pemerintah Amerika. Video game pertama ini pada
dasarnya diciptakan untuk kepentingan hiburan (Malliet dan de Meyer dalam
Raessens dan Goldstein, 2005: 23). Sejak saat itu video game terus dikembangkan
beriringan dengan perkembangan teknologi. Seiring dengan perkembangan
teknologi dan industri video game, maka berkembang pula peran video game
sebagai sebuah new media. Video game sebagai sebuah media komunikasi
memungkinkan untuk terjadinya komunikasi interpersonal maupun komunikasi
massal dengan teknologinya. Selain itu, video game juga berkembang menjadi
media komunikasi yang dapat mengkomunikasikan nilai-nilai budaya dan
hubungan antar manusia (Anonim, 2012).
Perkembangan industri video game ini tidak dilepaskan dari perkembangan
teknologi yang mengiringinya. Esposito (2005) menjelaskan definisi dari video
game: ... a video game is a game which we play thanks to an audiovisual
apparatus and which can be based on a story. Dalam pernyataannya, Esposito
menekankan pada bagaimana teknologi yang digunakan dalam aktivitas bermain
sebuah video game. Teknologi tersebut berupa piranti elektronik dengan
2
kapabilitas teknologi komputer dan digital maupun perangkat lunak berupa
program yang kemudian membentuk gameplay1 maupun alur cerita dalam sebuah
video game. Teknologi dalam video game didesain sedemikian rupa tidak hanya
untuk meningkatkan kualitas pengalaman bermain dari penggunanya namun juga
meningkatkan interaktivitas antara pengguna dan perangkat video game itu sendiri
maupun antar pengguna. Perkembangan video game sebagai sebuah new media
secara khusus dipengaruhi oleh teknologi komunikasi yang berintegrasi dengan
video game itu sendiri. Seperti halnya teknologi internet yang memungkinkan
terjadinya fenomena tren online gaming. Dalam online gaming, para pemain dapat
saling berinteraksi satu sama lain secara langsung dalam sebuah video game yang
dimainkan melalui berbagai macam platform2. Video game tidak lagi hanya dapat
dimainkan melalui perangkat khusus seperti konsol maupun personal computer
(PC), namun saat ini dapat jua dimainkan juga di perangkat-perangkat komunikasi
mobile seperti smartphone, tablet PC, pad, dan sebagainya. Komunikasi yang
terjalin melalui video game pun menjadi bersifat langsung dan interaktif.
Industri video game kini menjadi salah satu industri dengan skala besar.
Perkembangan industri video game dari tahun ke tahun cukup signifikan dan terus
mengalami peningkatan. Tercatat pendapatan dalam industri video game di
seluruh dunia pada tahun 2012 mencapai angka 63 milyar USD3, dan pada tahun
2013 mengalami peningkatan pendapatan hingga 76 milyar USD. Angka tersebut
diproyeksikan akan terus bertambah dan akan mencapai di atas angka 86 milyar
USD pada 2016 (Galarneau, 2014). Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini video
game dan budaya gaming sudah menjadi budaya populer di masyarakat. Berbagai
macam jenis video game diciptakan dan juga kemudahan untuk mengaksesnya
membuat hal tersebut memungkinkan.
Industri video game global memang sudah berjalan puluhan tahun, dan tidak
terkecuali di Indonesia. Di Indonesia, industri ini memiliki potensi yang besar,
1 Gameplay adalah sebuah terminologi dalam konteks video game yang menjelaskan sebuah cara spesifik bagaimana pemain berinteraksi dalam sebuah video game. 2 Platform adalah terminologi dalam konteks video game yang merujuk pada sebuah sistem yang digunakan untuk bermain video game. 3 Data berdasarkan informasi di situs http://vgsales.wikia.com/wiki/Video_game_industry #cite_ref-26, diakses pada tanggal 13 Februari 2014.
3
dapat dilihat dari pendapatan yang mencapai tidak kurang dari 190 juta USD pada
tahun 2013, meningkat sekitar 30% dari tahun 2012 dengan catatan pendapatan
mencapai 150 juta USD4. Meskipun industri video game sudah menjadi salah satu
industri besar di Indonesia, namun industri ini masih terbilang cukup muda jika
dilihat dari bagaimana para pelaku industri dalam negeri mulai terlibat dalam
kegiatan produksi sebuah video game. Industri video game di Indonesia saat ini
dapat dikatakan sedang dalam masa peralihan. Sejak tahun 1980, dimana video
game masuk dan dikenal masyarakat Indonesia pada umumnya, jika berbicara
mengenai industri video game lokal Indonesia, maka yang menjadi perhatian
adalah bagaimana perusahaan distributor video game mendistribusikan
permainan-permainan konsol di Indonesia, maupun publisher-publisher5 yang
melokalisasi judul-judul video game asal luar negeri dengan konten buatan
mereka sendiri untuk pasar lokal Indonesia. Namun beberapa tahun belakangan
ini, perhatian tersebut mulai bergeser kepada developer-developer6 lokal
Indonesia.
Perkembangan industri video game di Indonesia yang terus mengalami
peningkatan tentu menjadi magnet tersendiri bagi developer lokal untuk ikut
terjun dalam industri ini. Meskipun developer pertama di Indonesia, Matahari
Studio, berdiri pada tahun 1998, namun pertumbuhan developer lokal meningkat
cukup signifikan baru sejak tahun 2006 dimana saat itu banyak peluang terbuka
bagi developer lokal melalui potensi pasar flash game7. Hingga 2012, tidak
kurang dari 80 developer lokal yang sudah berkiprah di industri video game
(Priguna, 2012) dan angka tersebut dipastikan akan terus bertambah tiap
tahunnya. Yang menarik dari pertumbuhan developer-developer lokal di Indonesia
adalah mereka tidak hanya menargetkan pada pasar dalam negeri, namun 4 Data diakses melalui situs halaman web http://merdekasempurna.blogspot.com /2014/02/perkembangan-dan-prospek-games-di.html 5 Publisher dalam konteks industri video game adalah perusahaan yang menerbitkan judul video game, bertanggungjawab atas proses distribusi, pemasaran, dan juga maintenance dari judul-judul video game yang diterbitkan. 6 Developer adalah pihak yang mengembangkan perangkat lunak video game. Tidak terbatas jumlah, dapat terdiri dari hanya satu orang saja sampai sebuah perusahaan besar dengan pekerja-pekerja dengan tugas masing-masing seperti pemrograman, desain, testing, dll. 7 Flash game adalah video game yang dibuat untuk platform aplikasi mobile maupun aplikasi online menggunakan program Macromedia Flash milik perusahaan Adobe Systems, Inc.
4
langsung pada pasar internasional. Kemudahan pada akses dan distribusi video
game yang dikembangkan untuk pasar internasional menjadi salah satu faktor
penyebab hal ini. Selain itu, minimnya apresiasi dan juga awareness tentang
industri video game dari berbagai pihak dalam negeri juga menjadi faktor
penyebab mengapa developer memilih untuk langsung menargetkan produknya
pada pasar internasional. Industri video game di Indonesia memang masih muda
dan masih membutuhkan banyak perbaikan dalam berbagai macam aspek, seperti
dalam segi infrastruktur, pendidikan, dan khususnya dukungan dari pemerintah.
Peningkatan industri video game dalam negeri dapat dilihat dari prestasi-
prestasi yang diraih oleh developer-delevoper Indonesia di tingkat internasional.
Nama-nama seperti Altermyth Studio, Tinker Games, Digital Happiness, dan
Toge Production adalah beberapa studio developer asal Indonesia yang mampu
bersaing dengan studio developer beranggaran tinggi dari negara lain. Di samping
nama-nama tersebut ada pula Agate Studio yang sejak didirikan pada tahun 2009
di kota Bandung mengalami peningkatan signifikan tiap tahunnya dengan meraih
berbagai macam prestasi baik itu nasional maupun internasional. Berawal dari 15
orang founder dan hingga kini mencapai tidak kurang dari 70 orang karyawan
yang dapat mengerjakan lebih dari 20 proyek pengembangan video game
sekaligus secara paralel. Begitu banyak prestasi diraih Agate Studio hingga
akhirnya menarik perusahaan video game global, Square Enix, untuk menjalin
kerjasama dalam perilisan Sengoku IXA di Indonesia. Menjadi salah satu yang
terbaik di Indonesia tidak membuat mereka berhenti untuk mencari dan
mengembangkan talenta-talenta dalam negeri untuk perkembangan industri video
game Indonesia. Hal tersebut terlihat dari bagaimana Agate Studio melebarkan
jaringan studionya ke kota Yogyakarta, dan pada 1 Januari 2012 mendirikan
Agate Jogja.
Agate Jogja dapat dikatakan sebagai perpanjangan tangan dari Agate Studio,
namun Agate Jogja berjalan dengan manajemennya sendiri yang terpisah dan
independen dari Agate Studio. Yogyakarta dipilih karena memiliki banyak talent
yang berkualitas dalam pengembangan video game. Dengan itu, Agate Jogja
diproyeksikan menjadi studio developer yang dapat bersaing dalam industri video
5
game di Indonesia maupun internasional. Sudah dua tahun berjalan dengan
delapan orang anggota di dalamnya, sudah ada banyak judul video game yang
dikembangkan dan dirilis oleh Agate Jogja, namun belum ada satupun yang
benar-benar booming di pasaran. Meskipun begitu, Agate Jogja dapat terus
bertahan dan terus mengembangkan usahanya dengan mengerjakan proyek-proyek
kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar. Agate Jogja menyediakan servis
atau layanan dalam pembuatan berbagai macam jenis video game yang sesuai
dengan permintaan dan kebutuhan klien. Perusahaan maupun brand yang sudah
menjalin kerjasama dengan Agate Jogja sejauh ini adalah XL, BNI, CIMB Niaga,
Hydro Coco, dan juga Allianz.
Dengan kembali melihat konsep video game sebagai sebuah media
komunikasi massa dan new media, maka dapat diterapkan pula konsep-konsep
media massa lainnya dalam industri video game. Dalam konteks industri video
game, institusi media massa mengacu pada studio developer video game, dan
dalam sebuah institusi media massa terdapat manajemen media. Manajemen
media pada umumnya melihat bagaimana pengelolaan yang dilakukan oleh
institusi media dalam aktivitas menjual informasi kepada khalayak. Dalam
industri media, informasi adalah komoditas yang dikemas dalam bentuk konten
media dan didistribusikan kepada khalayak. Berdasarkan pemahaman tersebut,
konten dalam video game juga menjadi komoditas utama. Sebagai sebuah institusi
media massa, studio developer video game juga menerapkan manajemen produksi
konten media dalam proses development. Dengan proses development ini,
konstruksi konten media dalam video game dapat terbentuk. Proses kerja
development meliputi tahap-tahap mulai dari pra-produksi, produksi, hingga
distribusi yang dilakukan oleh studio developer video game.
Sebagai sebuah studio developer video game, tentu Agate Jogja juga
menerapkan manajemen media, yang di dalamnya juga termasuk pengelolaan
dalam proses produksi konten media dalam aktivitas development video game.
Tidak hanya sekadar membuat video game, namun dengan tagline yang berbunyi
“Live the Fun Way”, Agate Jogja ingin memberikan kontribusi pada dunia untuk
menjalani hidup dengan cara yang menyenangkan, tentu saja melalui judul-judul
6
video game yang mereka kembangkan. Tidak hanya itu pula, Agate Jogja juga
menyediakan layanan pembuatan video game bagi pihak manapun yang
membutuhkan video game sebagai alat untuk menjalin komunikasi dengan
khalayak. Tentunya bagi sebuah studio developer video game di Indonesia, tidak
mudah untuk bertahan dan terus meningkatkan usahanya. Untuk itu, tentunya
menarik untuk melihat lebih dalam mengenai bagaimana manajemen media yang
diterapkan di Agate Jogja untuk dapat bertahan dalam industri video game.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas dapat dirumuskan rumusan masalah
sebagai berikut:
Bagaimana manajemen media yang diterapkan Agate Jogja dalam upaya
untuk bersaing dalam industri video game di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen media
video game yang dilaksanakan oleh Agate Jogja. Secara spesifik dapat dirinci
sebagai berikut:
a. Menambah pemahaman tentang manajemen media yang dilakukan
oleh studio developer video game dan aplikasinya.
b. Mengetahui bagaimana hubungan setiap bagian atau aspek dalam
organisasi yang kemudian membentuk pola manajemen media studio
developer video game Agate Jogja
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, penulis memiliki pengharapan agar penelitian ini dapat
bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain:
a. Bagi institusi media video game, penelitian ini dapat digunakan
sebagai salah satu acuan referensi dalam menjalankan aktivitas di
industri video game.
7
b. Bagi para peneliti dan pembelajar studi video game dalam ranah ilmu
komunikasi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan
dalam melihat studio developer video game sebagai sebuah institusi
media massa, juga penerapan prinsip-prinsip manajemen media di
dalamnya
c. Bagi masyarakat pada umumnya, penelitian ini dapat menjadi salah
satu sarana untuk menambah sedikit wawasan mengenai dunia video
game, khususnya dalam ranah ilmu sosial. Selama ini video game
dianggap hanya sebagai sarana hiburan saja, tanpa melihat adanya
aspek-aspek penting di dalamnya seperti aspek ekonomi, politik, dan
juga sosial.
E. Kerangka Pemikiran
Video game kini tidak lagi menjadi sebuah perangkat teknologi sarana
hiburan semata, namun setidaknya dalam ranah ilmu komunikasi video game
menjadi salah satu kajian di dalamnya sebagai sebuah new media. Video game
dianggap sebagai sebuah media komunikasi yang memungkinkan terjadinya
interaksi tidak hanya dalam bentuk komunikasi interpersonal, namun juga dalam
bentuk komunikasi massa (Kline, Dyer-Withford, dan de Peuter dalam Yuwono,
2009). Artinya, video game juga adalah salah satu bentuk dari media massa.
Untuk itu, penting untuk lebih dulu mengetahui dasar-dasar yang menjadi
penjelasan bagaimana video game menjadi sebuah media komunikasi khususnya
new media, dan juga bagaimana video game sebagai salah satu bentuk dari sebuah
media massa.
a. Video Game dalam Ranah Ilmu Komunikasi
Studi mengenai media terus berkembang seiring dengan berjalannya
waktu. Salah satu bentuk perluasan studi mengenai media tersebut adalah
munculnya konsep new media. Dinamika perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi menjadi faktor penyebab munculnya konsep new
media, khususnya bagaimana teknologi komunikasi berbasis komputer dan
digital mulai menjadi elemen penting dalam kegiatan produksi, distribusi,
8
dan juga konsumsi media. Teknologi itu sendiri diciptakan dalam rangka
memenuhi kebutuhan manusia untuk mendapatkan kemudahan dalam
berkomunikasi. Dengan berkembanganya teknologi komunikasi dan
informasi membuat media mengalami perubahan menjadi subyek
komunikasi yang interaktif dan semakin dekat dengan manusia, dan
kemudian membentuk pola interaksi sosial yang baru (Hadi, 2009).
1. Video game sebagai New Media
Kajian studi media mengkategorikan berbagai bentuk media
komunikasi yang termasuk dalam new media. Seperti yang
diungkapkan oleh Manovich (2001: 30), yang termasuk dalam kategori
new media antara lain seperti internet, website, multimedia, CD-ROM
dan DVD, perangkat virtual reality, dan juga video game.
Dilihat dari fungsinya secara umum, video game yang merupakan
sebuah sarana hiburan, memang seperti bukan merupakan media
komunikasi. Dari sudut pandang ilmu komunikasi, video game
dipahami sebagai sebuah media yang di dalamnya terdapar unsur-
unsur interaksi, yang sesungguhnya jika hanya dilihat dari pemahaman
tersebut saja video game sudah dapat dikategorikan ke dalam media
komunikasi secara umum. Lebih spesifik, para pengkaji studi media
memasukkan videogame ke dalam kategori new media.
Video game dikategorikan ke dalam new media karena waktu
kemunculannya dan juga perkembangan teknologi yang digunakan.
Melihat video game sebagai sebuah new media dapat kita mulai dari
pendapat yang diungkapkan oleh Gane dan Beer (2008) yang
mengatakan bahwa media lama atau media konvensional dipahami
sebagai media-media yang masih menggunakan teknologi analog
sedangkan media baru atau new media dipahami sebagai media-media
berbasis komputer dan teknologi digital. Pernyataan tersebut berarti
mengarahkan kita pada video game sebagai sebuah media yang
menggunakan teknologi berbasis komputer dan digital dalam
9
penggunaannya. Kemudian dapat kita lihat dari definisi awal dari video
game seperti yang diungkapkan oleh Esposito (2005)... a video game is
a game which we play thanks to an audiovisual apparatus and which
can be based on a story. Salah satu kata kunci dari pernyataan tersebut
adalah audiovisual apparatus yang mengarah pada perangkat sistem
elektronik dan komputer. Hal ini cukup menjelaskan bagaimana video
game adalah sebuah media yang berbasis teknologi komputer dan
digital dan perkembangan video game secara signifikan dipengaruhi
oleh unsur-unsur teknologi yang menjadi perangkat utama di dalamnya
untuk dapat digunakan atau dimainkan.
Memahami karakteristik new media dapat membantu kita untuk
melihat video game sebagai sebuah new media. New media
mempunyai karakteristik yang menjadi pembeda antara new media
dengan media-media konvensional. Lister (2004) dalam Nahason
(2013: 28-29) memaparkan beberapa faktor yang menjadi karakteristik
new media:
Digital. Dalam new media, konten media disimpan dalam bentuk
digital. Konten tersebut dapat diolah dan diakses dengan perangkat
yang memiliki kapabilitas dalam teknologi komputer dan digital.
Dalam konteks video game, sebuah permainan disebut sebagai video
game ketika dalam penggunaannya menggunakan perangkat komputer
dan digital yang khusus seperti konsol, maupun yang umum seperti
PC, perangkat komunikasi mobile, dsb., dan dipresentasikan melalui
sebuah layar monitor.
Hypertext. New media menyediakan hypertext dalam konten
medianya. Hypertext sendiri adalah konten yang merujuk atau
menyediakan tautan kepada konten yang lainnya. Dengan kata lain,
konten-konten dalam new media terhubung satu dengan yang lainnya.
Dalam konteks video game, hypertext lebih kepada bagaimana pilihan-
pilihan keputusan pemain merujuk kepada informasi tertentu maupun
hasil tertentu yang akan didapatkan.
10
Virtual. Dalam jaringan komunikasi new media, segala bentuk
interaksi terjadi dan tergambarkan secara virtual dan tersimulasi
melalui perangkat teknologi komunikasi digital tertentu yang
digunakan. Selain itu, interaksi yang terjadi berada di ruang maya atau
disebut cyberspace. Video game menyajikan sebuah dunia virtual
dimana pemain dapat berinteraksi dengan objek virtual di dalamnya
maupun dengan pemain lainnya.
Dispersal. Proses produksi dan distribusi informasi dalam new
media terjadi secara desentralisasi dan sangat individual. Disini berarti
akses terhadap konten media melalui new media berada di tangan
pengguna sepenuhnya, dan new media memungkinkan penggunanya
untuk menjadi pembuat sekaligus penerima informasi. Dalam konteks
video game, konsep dispersal ini merujuk pada bagaimana pemain
memiliki preferensi pribadi mengenai video game yang dimainkannya.
Interactive. Pada dasarnya, Lister (2004) mengungkapkan bahwa
new media membuat penggunanya untuk tidak lagi pasif dalam
mengkonsumsi informasi atau konten media dan menjadi pengguna
yang aktif untuk memberikan feedback terhadap konten tersebut. New
media memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah yang terjadi
antar penggunanya. Berbeda dengan media konvensional yang hanya
menjadikan khalayak sebagai komunikan pasif, yang hanya menerima
pesan yang ditransmisikan searah dari komunikator. Dalam konteks
video game, konsep interaktivitas tersebut dapat dipahami dengan
pernyataan berikut ini:
“...a deeper at the content and user interaction reveals that video games are creating culture through gameplay. ... Thus, video games easily demonstrate their provenance as a communications media through the interaction offered between the player and the game, the player and other players, and the resulting culture that forms from the shared meaning players find through video games.” (Sukkau, 2012)
11
Secara teknis dapat dilihat bagaimana interaksi menjadi unsur
utama dalam video game. Unsur interaksi dalam video game terdiri
dari interaksi player atau pemain8 dengan konten video game dan juga
interaksi pemain dengan pemain lainnya ketika bermain. Yang pertama
adalah interaksi yang terjadi antara pemain dengan konten video game.
Sebuah video game memiliki konten-konten yang terkemas dalam
game design9, antara lain seperti storyline, gameplay, hingga unsur-
unsur art di dalamnya. Dengan konten-konten tersebutlah pemain
berinteraksi, tentunya untuk dapat memainkan video game dengan
baik. Yang kedua adalah interaksi yang terjadi antar pemain dalam
sebuah permainan video game. Kucklich (2003) menyatakan: ... games
can be seen as a media, i.e. as devices that enable players to interact
meaningfully with each other. Sebuah video game yang memiliki fitur
multiplayer10 menjadi sarana komunikasi yang lebih mendalam
melalui pesan-pesan yang terdapat dalam interaksi antar pemain.
Sesuai dengan genre, alur cerita, dan juga gameplay dari sebuah video
game, para pemain berinteraksi dengan pemain lain dengan berbagai
macam cara. Misalnya para pemain bisa saling bekerjasama untuk
mencapai tujuan atau menyelesaikan sebuah task atau quest11 dalam
sebuah video game, atau dapat saling berkompetisi satu sama lain
untuk menjadi yang terbaik di antara mereka.
8 Player atau pemain adalah sebutan untuk konsumen yang memainkan sebuah video game. Dalam konteks penelitian ini, posisi pemain sama dengan audiens dalam media massa, maupun user atau pengguna dalam new media. 9 Game design adalah bentuk struktur pola video game yang meliputi gameplay, game mechanic, art-style, dsb. 10 Multiplayer adalah fitur dalam sebuah video game, dimana videogame tersebut dimainkan oleh minimal dua pemain atau lebih. 11 Task dan quest adalah serangkaian tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemain dalam video game untuk mendapatkan upah atau hasil yang berupa poin pengalaman (experience point) dan atau mata uang dalam video game yang berguna dalam meningkatkan kualitas dan kapasitas bermain menuju tingkatan yang lebih tinggi.
12
2. Video Game sebagai Media Massa
Tidak hanya sebagai sebuah new media, dalam ranah ilmu
komunikasi, video game juga termasuk sebagai sebuah media massa.
Media massa, menurut Lule (2013), adalah sarana transmisi informasi
yang dirancang untuk menjangkau khalayak luas. Informasi dikemas
dalam bentuk konten media yang kemudian ditransmisikan melalui alat
perantara atau medium. Contoh media massa pada umumnya seperti
radio, televisi, surat kabar, buku, film, dsb. Video game juga dapat
dilihat sebagai sebuah media massa, karena jika melihat bagaimana
praktik dalam industrinya, video game juga digunakan untuk
mentrasmisikan suatu informasi tertentu melalui konten-konten di
dalamnya yang ditujukan untuk khalayak luas pengguna video game.
Penting untuk dilihat bahwa saat ini video game menjadi semakin tidak
eksklusif untuk pecinta video game saja. Saat ini video game sudah
berada dekat dengan segala jenis demografis pengggunanya seiring
dengan berkembangnya era budaya mobile. Perkembangan industri
video game mengarah pada tren konvergensi teknologi, dimana hampir
semua outlet media konvensional digabungkan dan berintegrasi satu
sama lain melalui sebuah perangkat presentasi digital, seperti pada
perangkat mobile misalnya. Video game dapat diakses dengan mudah
melalui perangkat mobile, yang notabene sangat dekat dengan
penggunanya, membuat hal tersebut memungkinkan. Video game
kemudian menjadi salah satu media yang dapat digunakan atau
dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk berkomunikasi dengan
khalayak luas.
Video game memiliki beberapa karakteristik yang mendekati
karakteristik media massa pada umumnya. Karakteristik media massa,
seperti yang diungkapkan oleh Cangara (2006) antara lain adalah:
Bersifat melembaga; artinya media massa dikelola oleh suatu
pihak yang berupa lembaga masyarakat atau organisasi mulai dari
produksi hingga distribusi konten media. Video game sendiri dikelola
13
oleh organisasi atau perusahaan terkait seperti studio developer,
publisher, dsb. dalam aktivitas industrinya.
Bersifat satu arah. Komunikasi pada media massa bersifat satu
arah dan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara komunikator
dan komunikan secara langsung. Reaksi atau tanggapan komunikan
terhadap komunikator memerlukan waktu yang lama atau tertunda.
Dalam konteks video game, merujuk pada saat perilisan video game.
Video game dirilis dan didistribusikan dengan konten-konten yang
berisi muatan informasi tertentu kepada khalayak. Reaksi atau
tanggapan terhadap konten dalam video game tersebut baru dapat
terjadi setelah pemain memainkannya.
Meluas dan serempak. Media massa memiliki kecepatan dan
jangkauan yang cepat dan luas, bergerak secara simultan dimana
informasi diterima oleh khalayak dalam waktu yang bersamaan.
Melihat skalanya yang besar, distribusi video game mencapai
jangkauan yang luas. Perkembangan teknologi komunikasi dan digital
semakin memudahkan proses distribusi video game. Distribusi video
game secara online dan digital dilakukan dengan melalui portal-portal
video game yang dapat dengan mudah oleh semua orang yang
terhubung dalam jaringan internet.
Memakai peralatan mekanis khusus. Seperti halnya dengan
radio, televisi, surat kabar, dll., video game dalam penggunaanya juga
membutuhkan perangkat khusus. Perangkat tersebut antara lain seperti
konsol, PC, maupun perangkat apapun yang memiliki kapabilitas dan
kompatibilitas untuk memainkan sebuah video game tertentu.
Bersifat terbuka. Terbuka di sini berarti pesan atau informasi
yang ditransmisikan dapat diterima siapa saja. Begitu pula dengan
video game, dimana saat ini video game dapat diakses oleh siapa saja.
Hanya kemudian yang menjadi perhatian khusus adalah bagaimana
mengontrol konten media dalam video game agar sesuai dengan target
pasarnya.
14
Fungsi media massa menurut Harold D. Laswell (dalam Romli,
2012) antara lain adalah untuk menginformasikan (to inform),
mendidik (to educate), dan menghibur (to entertain). Sedangkan
menurut Wright (dalam Romli, 2012), media massa juga memiliki
fungsi untuk menghubungkan (correlation) dan transmisi kultural.
Melihat fungsi-fungsi tersebut, tentu saja media massa dimanfaatkan
oleh berbagai macam pihak untuk berkomunikasi dengan masyarakat,
entah itu untuk kepentingan sosialisasi, publikasi, promosi,
propaganda, atau lainnya. Begitu pula dengan video game. Banyak
perusahaan, brand, maupun lembaga masyarakat yang menggunakan
video game sebagai media untuk berkomunikasi dengan khalayaknya.
Contoh yang terjadi adalah video game digunakan untuk media
promosi suatu brand atau perusahaan profit tertentu, atau badan
pemerintah menggunakan video game seuntuk sosialisasi pemilu,
bahkan lembaga masyarakat yang non-profit juga memanfaatkan video
game untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan lingkungan.
Video game yang pada dasarnya memiliki nilai hiburan menjadi cara
revolusioner bagi berbagai pihak untuk berinteraksi dengan
konsumennya maupun khalayaknya dan menjadi lebih kompetitif
sebagai hasilnya (Edery & Mollick, 2009: 1).
Pesan atau informasi yang akan disampaikan melalui video game
dikemas menjadi sebuah konten media video game yang berupa segala
aspek dalam video game yang meliputi storyline, gameplay, art, dan
sebagainya melalui proses development. Konten media video game,
seperti halnya dengan media lainnya, tidak dapat lepas dari pengaruh
maupun kepentingan suatu pihak, dimana industri media tidak dapat
dilepaskan dari pengiklan atau sponsor. Untuk itu, penting untuk
mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi konstruksi konten
media video game, dan bagaimana peran manajemen yang diterapkan
studio developer sebagai institusi medianya.
15
b. Konstruksi Konten Media dalam Video Game: Ideologi, Produksi,
dan Peran Manajemen Media
Industri media menjadi industri yang unik dan berbeda dari industri
pada umumnya. Salah satu penyebabnya adalah sifat dual product
marketplace. Sifat tersebut menjelaskan bahwa industri media memasarkan
sekaligus dua jenis produk yang berbeda kepada dua jenis konsumennya.
Industri media menjual konten kepada khalayak dan menjual khalayak
kepada pengiklan secara simultan (Owen & Wildman dalam Holt & Perren,
2009). Untuk dapat terus bertahan dalam industri video game, tentu saja
studio developer membutuhkan dukungan dana, yang didapatkan dari
pengiklan atau sponsor. Sedangkan untuk mendapatkan pengiklan, video
game yang dikembangkan juga harus memiliki konsumen. Meraih perhatian
konsumen di industri video game yang penuh dengan banyak saingan
membutuhkan suatu keunggulan dalam konten video game yang
dikembangkan sebagai komoditasnya.
Konten adalah komoditas utama dalam industri video game. Konten
dalam suatu media dibentuk atau diproduksi dengan dasar sebuah ideologi
yang dominan dari suatu wilayah kompetensi tertentu. Ideologi di sini yang
dimaksud adalah ide atau gagasan yang terkandung dalam konten media. Ide
dan gagasan yang terkandung dalam konten media berasal dari pihak-pihak
yang terkait dalam proses produksi konten media tersebut. Dengan kata lain,
konten media dipengaruhi oleh ideologi pihak-pihak yang terkait dalam
proses produksi konten media (Kieran, 1997). Dalam konteks produksi
konten media video game, para pekerja dalam tim development dari sebuah
studio developer tidak dapat mengembangkan sebuah video game tanpa
memuat ideologi dan kepentingan pihak-pihak yang terkait di dalam sebuah
proses development video game.
Altschull (dalam Fandia, 2013) mengatakan bahwa pihak pengiklan
atau sponsor dapat menentukan produksi konten media, sedangkan Entman
dan Meyer (dalam Fandia, 2013) menyatakan bahwa konsumen memiliki
peranan penting dalam produksi konten media. Dari kedua pernyataan
16
tersebut, konsumen adalah pasar yang menjadi target kepentingan pihak
sponsor yang menggunakan video game sebagai medianya. Dari situ
kemudian mengarah kepada ideologi berupa ide dan gagasan yang
bersumber dari pihak sponsor. Pihak sponsor memiliki pengaruh dalam
proses development yang dilakukan oleh studio developer. Misal, pihak
pengiklan memiliki pengaruh untuk memutuskan konsep game design
seperti apa yang nantinya akan dikembangkan oleh studio developer, karena
pada dasarnya pihak pengiklan ingin kepentingan mereka tersampaikan
melalui pesan-pesan maupun informasi yang terkandung dalam konten video
game yang dimainkan oleh konsumen.
Dalam dunia jurnalisme, Birowo (dalam Fandia, 2013) menyatakan
bahwa proses jurnalisme terdapat upaya menceritakan kembali suasana atau
keadaan, orang, dan benda, bahkan pendapat yang ada dan mengenai sebuah
peristiwa yang adalah upaya untuk mengkonstruksi realtias. Informasi atau
berita yang menjadi konten media dalam jurnalisme diproses dalam sebuah
proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh perangkat-perangkat
redaksional institusi medianya. Pernyataan ini menekankan kepada
bagaimana pengaruh ideologi dari perangkat institusi media sebagai
produsen konten media. Konten media yang diproduksi akan sangat
dipengaruhi juga oleh pengetahuan maupun perspektif yang dimiliki oleh
perangkat institusi media dalam mengkonstruksi konten media. Dalam
proses development video game, tim development memiliki pengaruh juga di
dalamnya. Sudah menjadi tugas tim development untuk mengkonstruksi
konten media sesuai dengan brief yang diberikan oleh pihak sponsor, namun
sebagai pihak yang berkompetensi dalam development video game, tentu
saja ada hal-hal yang tidak sesuai atau tidak mungkin untuk dilaksanakan
jika benar-benar harus menyesuaikan dengan kepentingan sponsor. Seperti
misalnya permintaan sponsor untuk gameplay yang unik dan selsesai dalam
waktu cepat, tapi ternyata membutuhkan pemrograman yang rumit dan
waktu yang lama. Maka tim development dapat menyampaikan kepada pihak
sponsor dengan memberikan opsi mengenai konsep gameplay lainnya yang
17
tidak kalah menarik namun dapat selesai dalam waktu singkat. Interaksi
dalam bentuk diskusi antara sponsor dengan tim development kemudian
menjadi proses pembentukan konstruksi konten media dalam video game.
c. Manajemen Media dalam Studio Developer Video game
Di dalam ranah ilmu komunikasi, konsep manajemen dapat diterapkan
dalam konteks industri media, khususnya di dalam institusi media. Institusi
media dipahami sebagai sebuah entitas bisnis, entitas budaya, entitas sosial,
dan juga entitas politik di dalam sebuah lingkungan masyarakat (Rahayu
dalam Sadasari, 2009: 12). Institusi media adalah bagian dari lingkungan
masyarakat, yang kemudian menimbulkan hubungan timbal balik antar
keduanya. Dinamika aspek sosial, budaya, politik, dan ekonomi dapat terjadi
dalam masyarakat. Untuk itu, institusi media perlu untuk melakukan
adaptasi agar dapat terus menjalankan aktivitas industrinya, dengan
menerapkan konsep manajemen pada level organisasinya. Manajemen
secara umum dipahami sebagai sebuah ilmu dan seni dalam mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara
efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Hasibuan, 1985).
Berdasarkan pemahaman tersebut, sama seperti institusi-institusi di dalam
industri bidang lainnya, prinsip-prinsip manajemen secara umum juga
berlaku dalam aktivitas institusi media. Bidang-bidang atau bagian dalam
institusi media dan sumber daya yang dimiliki perlu dikelola dan
diberdayakan kemampuan dan fungsinya agar mencapai hasil sesuai dengan
yang diharapkan. Setiap unsur-unsur dapat dijadikan parameter dalam
pengawasan mutu terpadu (total quality control) karena kejelasan proses dan
output yang dihasilkan (Fink, 1996).
Industri media memiliki karakteristik yang spesifik dan berbeda
dengan industri di bidang lain. Karakteristik tersebut adalah komoditas dari
industri media, yaitu konten media. Oleh karena itu, penerapan konsep
manajemen dalam sebuah institusi media membagi struktur kerja institusi
media menjadi dua bagian besar, yaitu bagian bisnis, dan juga bagian
18
produksi konten media. Studio developer video game adalah institusi media
yang berperan sebagai produsen dalam industri video game, dan secara
umum dipahami sebagai perusahaan pembuat video game. Pemahaman dasar
mengenai manajemen yang mengatakan bahwa manajemen diterapkan untuk
meraih tujuan perusahaan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan
tepat sasaran serta efektik dan efisien juga berlaku bagi studio developer.
Aplikasi konsep manajemen tampak pada tiap tahapannya yang melibatkan
anggota dalam tim dengan posisi dan peran khususnya masing-masing dan
fokus pada tujuan-tujuan yang spesifik. Sebagai sebuah perusahaan profit,
tentunya studio developer juga menerapkan konsep manajemen dalam segala
aktivitasnya dalam industri ini untuk meraih tujuan perusahaan.
Penerapan manajemen dalam studio developer dapat berbeda-beda
praktiknya dari satu studio dengan studio lainnya. Hal ini disebabkan karena
pada dasarnya sebuah video game dapat dibuat dengan hanya kemampuan
seorang programmer dan seorang artist, namun butuh lebih dari kemampuan
dalam hal-hal tersebut untuk membentuk sebuah pola kerja yang dapat
menjadi dasar video game yang sukses (Bethke, 2012: 319). Jumlah pekerja
dan workflow dalam proses development yang dimiliki setiap studio pun
berbeda-beda, namun pada dasarnya, terdapat pola yang sama dalam
manajemen yang diterapkan pada studio developer, yaitu penerapan
manajemen dalam studio developer video game yang terletak pada kedua
bagian besar dari struktur organisasinya. Dua bagian tersebut adalah bagian
bisnis dan bagian development.
Penerapan manajemen pada bagian bisnis dari studio developer adalah
untuk mengelola aspek-aspek di dalamnya dilihat dari perspektif bisnisnya.
Aspek-aspek tersebut antara lain meliputi pengelolaan pemasaran,
administrasi, human resources, hubungan masyarakat, dan lain-lain.
Sedangkan untuk bagian lain yang terpisah, adalah divisi development.
Divisi development mengurusi segala keperluan pembuatan atau produksi
video game melalui proses yang biasa disebut dengan development. Proses
development adalah sebuah proses produksi video game bertahap yang harus
19
dilakukan untuk menghasilkan sebuah produk video game. Tahapan-tahapan
dalam proses ini dimulai dari tahap konsep, pra-produksi, prototype,
produksi, alpha, beta, gold, dan juga pasca-produksi (Novak, 2012: 352 –
265). Penerapan konsep manajemen dalam aktivitas pengembangan ini dapat
dilihat dari bagaimana tim development dalam studio developer mengelola
sumber daya manusia, sumber daya informasi, sumber daya finansial, dan
juga sumber daya teknologi yang dimilikinya pada tiap-tiap tahap proses
produksi.
F. Kerangka Konseptual
Untuk dapat menjawab rumusan masalah dari penelitian ini maka diperlukan
kerangka konsep yang menjadi pisau analisis dalam mengkaji objek penelitian.
Bagian ini akan menjelaskan konsep manajemen media yang diterapkan dalam
sebuah institusi media studio developer video game dan juga aspek-aspek penting
di dalamnya secara umum.
Kajian manajemen yang diterapkan ke dalam institusi media memiliki dasar-
dasar yang serupa dengan manajemen organisasi pada umumnya. Manajemen
sendiri menurut Hasibuan (1985) secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah
ilmu dan seni dalam mengatur proses pemanfaatan sumber daya organisasi secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Pemahaman tersebut kemudian
dapat ditarik ke dalam konteks manajemen media. Menurut Siregar (2010),
manajemen media dipahami sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana
pengelolaan media dengan prinsip-prinsip dan seluruh proses manajemennya
dilakukan, baik terhadap media sebagai industri yang bersifat komersial maupun
sosial, dan juga media sebagai institusi komersial maupun sebagai institusi sosial.
Secara lebih spesifik, manajemen media diterapkan untuk mengelola segala
sumber daya yang dimiliki institusi media untuk meraih tujuan yang sudah
ditentukan sebelumnya.
Konsep manajemen yang diterapkan di dalam institusi media membagi
stuktur organisasinya menjadi dua bagian besar, yaitu bagian bisnis, dan juga
bagian produksi konten media. Hal ini menjadi salah satu faktor pembeda antara
20
institusi media massa dengan institusi atau perusahaan di bidang lainnya. Sebuah
institusi media massa, termasuk juga studio developer video game, memiliki dua
bagian di dalamnya. Kedua bagian tersebut antara lain adalah bagian bisnis yang
mengatur semua aspek bisnis seperti administrasi, human resource, public
relation, dsb. Dan bagian yang lain adalah bagian produksi konten, dalam konteks
studio developer video game, adalah bagian development yang mengurusi segala
aspek yang berhubungan dengan proses development mulai dari praproduksi,
produksi, dan paska-produksi.
Konten media yang menjadi komoditas utama dalam industri media. Konten
media dibentuk atau dikonstruksi melalui sebuah proses produksi konten. Proses
produksi ini dilaksanakan di bawah pengelolaan atau manajemen yang diterapkan
oleh institusi media terkait. Dalam konteks media cetak, terdapat konsep
manajemen redaksional, sedangkan dalam konteks media penyiaran, terdapat pula
konsep manajemen penyiaran. Masing-masing jenis media memiliki sistem
pengelolaan proses produksi konten medianya. Dalam konteks institusi media
video game, yaitu sebuah studio developer, proses produksi konten media terdapat
dalam proses development video game. Dalam proses development, video game
yang diproduksi ini dikembangkan dan dibentuk sedemikian rupa untuk dapat
menyampaikan pesan-pesan yang terkandung dalam aktivitas bermain video game
tersebut. Proses development ini juga dilaksanakan dengan sistem pengelolaan
atau manajemen produksi yang berfungsi untuk mengelola sumber-sumber daya
yang dimiliki studio developer secara efektif dan efisien untuk memproduksi
sebuah video game.
Proses produksi atau development video game dikelola oleh studio developer
dengan menerapkan konsep manajemen di dalamnya, tentu dengan tujuan untuk
menghasilkan sebuah produk video game. Konsep kunci manajemen yaitu prinsip
POAC atau fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling) seperti yang diutarakan
oleh Handoko (2005), diterapkan sedemikian rupa dalam proses development
untuk mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki studio developer video game.
Fungsi-fungsi tersebut kemudian diterapkan menjadi tahapan-tahapan proses
21
development video game, yang meliputi tahap praproduksi, produksi, dan juga
paskaproduksi. Adapun yang menjadi indikator pelaksanaan manajemen dalam
proses development video game antara lain adalah bagaimana pengelolaan sumber
data organisasi yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya informasi,
sumber daya teknologi, dan juga sumber daya finansial.
G. Metodologi Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Seperti yang
diungkapkan oleh Umar Husein (2002), bahwa penelitian studi kasus adalah
penelitian dimana dilakukan sebuah eksplorasi dan analisa secara rinci,
mendalam, dan menyeluruh mengenai suatu objek tertentu dalam sebuah
lingkungan sosial, dalam kurun waktu tertentu. Ditambahi pula dalam
bukunya, bahwa melakukan riset dengan menggunakan metode studi kasus,
maka peneliti akan menemukan faktor-faktor dominan yang berhubungan
dengan permasalahan penelitiannya, dan juga akan menemukan hubungan-
hubungan yang tadinya tidak terpikirkan atau belum direncanakan
sebelumnya.
Sedangkan menurut Robert K. Yin seperti dikutip Therese L. Baker
(1999) dalam bukunya, menjelaskan bahwa studi kasus menginvestigasi
sebuah fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata, dimana
batasan antara fenomena dan konteks yang ada tidaklah terlihat dengan jelas,
dan dengan menggunakan banyak sumber untuk mendapatkan bukti-bukti
yang dibutuhkan dalam pemecahan sebuah kasus. Tujuan dari penelitian
dengan metode studi kasus adalah tidak hanya menjelaskan objek apa yang
dikaji namun lebih kritis dan mendalam mengenai bagaimana dan mengapa
objek tersebut. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kasus, seperti sifat
alamiah kasus, kegiatan, fungsi, kesejarahan, kondisi lingkungan fisik kasus,
dan berbagai hal lain yang berkaitan dan mempengaruhi kasus harus diteliti,
agar tujuan untuk menjelaskan dan memahami keberadaan kasus tersebut
dapat tercapai secara menyeluruh dan komprehensif. Selain itu, seperti apa
22
yang diungkapkan oleh Stake (2005), studi kasus bertujuan untuk
mengungkapkan kekhasan atau keunikan yang melingkupi objek atau kasus
yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti juga mencoba untuk melihat
kekhasan atau keunikan tersebut, antara lain seperti bagaimana Agate Jogja
sebagai independent developer yang merupakan anak cabang dari Agate
Studio, yang notabene adalah sebuah studio developer lokal Indonesia yang
sudah memiliki skala, reputasi, dan presatasi yang cukup luas secara
nasional. Bahkan Agate Studio sudah menjalin kerjasama dengan
perusahaan video game internasional, Square Enix, untuk merilis web-
browser video game berjudul Sengokuixa di Indonesia12. Pemilihan tempat
pendirian anak cabang di kota Yogyakarta pun menjadi salah satu nilai
keunikan lain dari objek penelitan ini.
Melalui penggunaan metode penelitian studi kasus ini, diharapkan
dapat menjawab rumusan masalah dan mencapai tujuan-tujuan dari
penelitian ini, seperti mengidentifikasi dan mendeskripsikan praktek
manajemen media video game yang dilakukan Agate Jogja, faktor-faktor,
elemen-elemen, peran dan fungsi dari manajemen media tersebut.
b. Objek dan Narasumber Penelitian
Objek penelitian yang akan dikaji adalah manajemen media yang
diterapkan dalam studio developer Agate Jogja. Yang menjadi informan
dalam penelitian ini adalah orang-orang yang memiliki hubungan atau
berpartisipasi secara langsung dalam objek penelitian. Dengan begitu,
informan dapat memberikan informasi yang utuh dan objektif sehingga
dapat menjadi data penelitian yang benar. Informan-informan tersebut antara
lain adalah anggota-anggota dari Agate Jogja yang menjalankan kegiatan
development video game. Teknik purposive sampling digunakan untuk
menentukan informan dari penelitian ini. Penentuan informan dipilih
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
12 Seperti informasi yang tertera pada situs web http://agatestudio.com/company/history. Homepage dari video game Sengokuixa bisa diakses melalui alamat http://sengokuixa.co.id/lp/
23
Informan utama dalam penelitian ini adalah Studio Manager Agate
Jogja, Frida Dwi Iswantoro. Selain informan utama, penelitian ini juga
melibatkan informan-informan lain untuk melengkapi data-data yang
dibutuhkan dalam penelitian. Informan-informan tersebut antara lain adalah
para anggota yang masing-masing memiliki peran yang berbeda dalam
organisasi studio developer video game Agate Jogja; Estu Galih (Project
Manager, game designer, & artist), Lafran Pane (Project Manager &
programmer), dan Agung Andrian (artist).
c. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi dilakukan dengan mendatangi lokasi kantor atau studio
Agate Jogja dan melalukan pengamatan aktivitas di dalamnya.
Observasi ini tidak bersifat partisipatoris agar tidak mengganggu
jalannya aktivitas yang biasanya berjalan dan dapat mempengaruhi
data-data acuan dan bukti-bukti yang berguna bagi penelitian. Peneliti
akan melakukan observasi pada kegiatan di Agate Jogja berjalan,
seperti pada kegiatan-kegiatan rapat anggota, kegiatan pengembangan
dan produksi, dan sebagainya. Melalui observasi langsung peneliti
dapat mengamati dan diharapkan dapat menambah informasi. Hasil
dari pengamatan akan dikumpulkan dan digunakan sesuai dengan
kebutuhan penulisan laporan penelitian.
2. Wawancara
Melalui wawancara, peneliti dapat mendapatkan data yang lebih
mendalam mengenai objek penelitian. Wawancara dilakukan secara
tatap muka antara peneliti dengan informan. Metode wawancara yang
digunakan adalah metode depth interview, yang berfungsi untuk
menggali lebih dalam informasi yang dibutuhkan sebagai data
penelitian. Informan dipilih berdasarkan relevansinya dengan topik
penelitian.
24
3. Studi Dokumen
Data dan acuan analisis didapatkan melalui buku-nuku, makalah
seminar, newsletter, maupun sumber-sumber dari internet. Selain itu
pula bahan-bahan tertulis lainnya yang juga berkaitan dengan
penelitian antara lain arsip-arsip dokumen, laporan, notulensi, dan lain-
lain.
d. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengolah data-data kualitatif yang
sudah didapatkan dari lapangan. Data yang didapat kemudian dianalisis
secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah
seperti yang dikemukakan oleh Bungin (2003:70), yaitu data collection,
data reduction, display data, conclution drawing & verification.
Secara rinci, tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis data penelitian
ini adalah yang pertama, data dikumpulkan melalui observasi, wawancara,
dan juga studi dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian. Data yang
sudah didapatkan kemudian disusun dan diorganisasikan, dengan melakukan
proses seleksi data berdasarkan pedoman-pedoman yang dimaksudkan untuk
membatasi dan menyisihkan data-data maupun informasi yang tidak relevan
dengan penelitian. Setelah itu, data akan dijabarkan secara tersusun dan
sistematis untuk mempermudah pengambilan kesimpulan. Deskripsi data
dilakukan dalam bentuk teks naratif dan juga dalam bentuk penyajian
lainnya seperti diagram, tabel, maupun bagan yang informatif. Langkah
terakhir adalah dengan mengintepretasi makna dari deskripsi data-data
tersebut.
top related