bab i pendahuluan a. latar belakang...
Post on 24-Sep-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pembangunan suatu negara diukur dari pertumbuhan
ekonomi dan kemiskinannegara tersebut. Setiap negara selalu berusaha untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal dan akan menurunkan angka
kemiskinan.Pada dasarnya setiap negara di dunia syaratutama terciptanya
penurunan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, kondisi
dinegara-negara berkembang termasuk Indonesia pertumbuhan ekonomi yang
dicapai ternyata jugadiiringi dengan munculnya permasalahan dengan
meningkatnya jumlah penduduk yang hidupdibawah garis kemiskinan dan
pengangguran. Kemiskinan sudah sejak lama menjadi permasalahanbangsa
yang hingga sekarang masih belum teratasi secara optimal. Menurut BPS
(2011) Jumlahpenduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan
tahun 2011 tercatat masih cukup besaryakni, sekitar 32,5 juta jiwa atau lebih
kurang 14,2 persen.
Kondisi masyarakat yang hidup dalamkemiskinan pada umumnya
yaitu keterbatasan penyediaan lapangan pekerjaan yang berdampakpada
tingkat pengangguran yang semakin tinggi. Indonesia sudah lama mengalami
masalahketenagakerjaan, yang disebabkan oleh tidak terserapnya sebagian
besar angkatan kerja yangtumbuh cepat dan besar jumlahnya.Bahkan dalam
masa pertumbuhan ekonomi yang pesat,ketenagakerjaan terlihat tidak begitu
2
membaik. Sebaliknya kondisinya menjadi lebih buruk karenakrisis ekonomi
yang meluas ke penurunan kualitas pendidikan, kesehatan dan tingkat
kehidupan pada umumnya.
Sektor yang diharapkan dapat menjadi leading sector salah satunya
adalah sektor industry manufaktur. Dengan adanya pembangunan industri
maka diharapkan dapat mengangkat sektorsektorlainnya seperti sektor
pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan,persewaan
dan jasa dan sektor lainnya sehingga dapat memberikan peluang kesempatan
peluangkerja untuk menekan tingkat pengangguran dan diharapkan untuk
meningkatkan pertumbuhanekonomi, juga meningkatkan penyerapan tenaga
kerja di Indonesia. Maju mundurnyaperekonomian suatu bangsa biasanya
diukur dengan keberhasilannya dalam melaksanakan proses industrialisasi.
Industri sangat penting bagi perekonomian nasional, dimana kita bisa
melihatnegara yang maju secara ekonomi biasanya industrinya juga maju.
Industrialisasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kemajuan perekonomian. Prosesini dapat terlaksana dengan memperhatikan
berbagai aspek.Termasuk memperhatikan efekketerkaitan kedepan (forward
lingkage effect) dan efek keterkaitan belakang (backward lingkageeffect)
yang menunjukkan pemerataan akibat dorongan suatu sektor terhadap sektor-
sektor lainnyadalam perekonomian.
Salah satu pemegang peranan yang sangat berpengaruh terhadap PDB
Indonesia yaitu ProvinsiJawa Timur yang merupakan nilai PDB Provinsi
Jawa Timur ialah salah satu PDB yang terbaikdari provinsi-provinsi yang
terdapat di Indonesia dan menduduki peringkat kedua setelah ProvinsiDKI
3
Jakarta. Hal ini di faktorkan karena letak Provinsi Jawa Timur yang strategis
antara ProvinsiBali, Provinsi DI Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Tengah
sehingga memudahkan mobilisasi barangyang menjadikan terjadinya
industrialisasi.Provinsi Jawa Timur juga menjadi kawasan yangsangat
berpengaruh penting dalam kawasan pertumbuhan industri dan perdagangan
mengingatProvinsi Jawa Timur memiliki pelabuhan Tanjung Perak yang
merupakan salah satu pelabuhanyang padat di Indonesia.
Tabel 1.1 Tiga Sektor Penyumbang PDRB Terbesar Di Jawa Timur 2010
- 2014
SEKTOR 2010 2011 2012 2013 2014
Industri manufacturing 29,55 29,15 29,28 28,79 28,90
Perdagangan besar dan eceran 17,64 17,97 17,67 17,70 17,24
Pertanian,kehutanan,perikan 13,48 13,28 13,47 13,46 13,73
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (2014)
Letak Provinsi Jawa Timur yang strategis ini menjadikan
pertumbuhan pada sektor industri manufaktur mengalami peningkatan dan
memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB. Pada tahun 2010 industri
manufaktur Provinsi Jawa Timur memberikan pangsa PDRB sebesar 29,55
persen dan pada tahun 2011 hingga 2012 terjadi penurunan dikarenakan
adanya permasalah pada kondisi alam yang sangat berpengaruh terhadap
industri manufaktur sehingga menghambat mobilitas industrialisasi.
Permasalahan yang terjadi memunculkan dampak krisis keuangan industri
manufaktur yang mengalami kerugian sehingga menghambat proses distribusi
4
yang pada akhirnya juga berdampak pada faktor produksi perusahaan terkait.
Akan tetapi, dengan adanya penurunan kontribusi terhadap PDRB tersebut,
sektor industri manufaktur ini menjadi penyumbang pertama terbesar di
Provinsi Jawa Timur.
Sektor industri semakin menunjukkan bahwa sektor ini mampu
menjadi penggerak utama bagi kegiatan-kegiatan pembangunan dimasa yang
akan datang sebagaimana kita ketahui bahwa sektor industri ini memiliki
peranan yang sangat besar bagi perekonomian. Sektor industri juga menjadi
lapangan pekerjaan utama bagi penduduk perkotaan karena mampu menyerap
tenaga kerja paling banyak. Hal ini semakin menunjukkan bahwa peranan
sektor industri, khususnya industri manufaktur semakin penting. Akan tetapi
perlu dipahami bahwa semakin besar peranan suatu sektor, maka tantangan
yang muncul juga akan semakin besar mulai dari aspek keterbatasan sumber
daya terutama ketersediaannya tenaga ahli yang terampil, sarana dan
prasarana, investasi yang perlu di tingkatkan, kondisi keamanan dalam negeri,
serta pemerataan dalam perkembangan industri yang menjadi tantangan
dalam negeri. Kendala luar negri juga merupakan menjadi permasalahan yang
serius yaitu dengan adanya persaingan global, seperti produk-produk negara
berkembang yang harus ekstra bersaing dengan produk-produk negara maju.
5
Tabel 1.2 Distribusi Presentase PDRB Provinsi Jawa Timur 2010 – 2014 (persen)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2014
Tabel 1.2menunjukkan bahwa industri manufaktur merupakan
pemegang peranan yang sangat penting pada distribusi PDRB Provinsi Jawa
Timur. Peran inilah yang sangat menarik untuk dijadikan penelitian. Sektor
industri manufaktur selalu mendapatkan peringkat pertama dalam
penyumbang PDRB terbesar yang memiliki kontribusi sebesar 29,55 persen
Lapangan usaha/industry 2010 2011 2012 2013 2014
A
Pertanian, kehutanan, dan
Perikanan 13,48 13,28 13,47 13,46 13,73
B Pertambangan dan penggalian 5,45 5,86 5,30 5,34 5,19
C
Industri
pengolahan/Manufakturing 29,55 29,15 29,28 28,79 28,90
D Pengadaan listrik dan gas 0,45 0,50 0,48 0,37 0,36
E
Pengadaan air, pengolaan
sampah, limbah dan daur ulang 0,11 0,11 0,10 0,10 0,09
F Konstruksi 9,05 9,04 9,18 9,22 9,47
G Perdagangan besar dan eceran 17,64 17,97 17,67 17,70 17,24
H Transportasi dan pergudangan 2,73 2,79 2,88 3,07 3,20
I
Penyediaan akomodasi dan
makan 4,75 4,78 4,82 4,91 5,19
J Informasi dan komunikasi 4,80 4,65 4,73 4,78 4,54
K Jasa keuangan dan asuransi 2,23 2,28 2,44 2,64 2,69
L Real estat 1,65 1,64 1,61 1,63 1,57
6
pada tahun 2010 setelah sektor perdagangan yang memiliki kontribusi 17,04
persen pada tahun 2010.
Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2014 sebesar 5,86
persen, melambat dibanding tahun 2013 mencapai 6,08 persen. Pertumbuhan
ekonomi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Akomodasi dan Makanan
Minuman sebesar 8,88 persen. Disusul lapangan usaha Jasa Perusahaan
sebesar 8,52 persen dan lapangan usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Lainnya sebesar 8,17 persen.
Adapun lapangan usaha lainnya yang mengalami pertumbuhan di atas
5 persen ialah lapangan usaha Industri Pengolahan sebesar 7,66 persen;
Kontruksi sebesar 5,44 persen; Transportasi dan Pergudangan sebesar 6,40
persen; Informasi dan Komunikasi sebesar 6,34 persen; Jasa Keuangan dan
Asuransi sebesar 6,95 persen; Real Estate sebesar 6,97 persen; Jasa
Pendidikan sebesar 6,48 persen; dan Jasa lainnya sebesar 5,46 persen.
Sedangkan lapang usaha yang mengalami pertumbuhan paling rendah adalah
kategori Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbag dan Daur Ulang yang
hanya tumbuh 0, 25 persen, melambat dibanding tahun sebelumnya yang
tumbuh 4,15 persen.
Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur tahun 2014 digambarkan
BPS dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja maupun jumlah penduduk
yang bekerja yang berimbas menurunkan tingkat pengangguran terbuka
selama setahun terakhir. Jumlah angkatan kerja berkurang sekitar 282,45 ribu
orang dalam kurun waktu setahun. Sementara jumlah pengangguran juga
turun sebanyak 35,05 ribu orang jika disbanding keadaan setahun
7
sebelumnya. Dari penduduk usia 15 tahun ke atas yang termasuk sebagai
angkatan kerja di Jawa Timur tahun 2014 berjumlah 20.149.990 orang.
Diantaranya 19,306.510 orang diantaranya bekerja dan 843.490 orang masih
menganggur. Penduduk yang bekerja tersebut berkurang sebanyak 247 ribu
orang dibanding keadaan tahun 2013 yang jumlahnya sebanyak 19,55 juta
orang.
Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur penduduk yang
bekerja usia 15 tahun keatas menurut lapangan pekerjaan utama yaitu lebih
didominasi oleh sector pertanian sedangankan sector industry manufaktur
masih menduduki peringkat ketiga setelah sector perdagangan.Dengan
adanya data tersebut jelas bahwa industri manufaktur seharusnya dapat lebih
banyak menyerap tenaga kerja mengingat bahwa dengan adanya industri
maka tentu saja akan mendorong sektor-sektor lain dan juga mengingat
bahwa sektor industri manufaktur merupakan penyumbang PDRB kedua
terbesar setalah sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Dari hasil yang telah di jelaskan bahwa pengangguran di Provinsi
Jawa Timur dari tahun 2010 hingga 2014 semakin menurun. Namun, jika
dilihat pada kontribusinya industri manufaktur menjadi penyumbang PDRB
terbesar kedua setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran akan tetapi jika
dilihat dari penduduk yang bekerja sektor industri manufaktur menduduki
peringkat ketiga. Dalam hal ini sektor industri manufaktur seharusnya
memiliki potensi untuk menyerap tenaga kerja lebih tinggi dan menjadi sektor
yang paling berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diketetahui rumusan
masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah
1. Seberapa besar pengaruh tingkat upah (UMR), investasi, dan PDRB
terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri manufaktur
besar/sedang di koridor tengah Provinsi Jawa Timur.
2. Variabel manakah dari tingkat upah (UMR), investasi, dan PDRB yang
pengaruhnya paling dominan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor
industri manufaktur besar/sedang di koridor tengah Provinsi Jawa Timur.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan diatas maka didapatkan tujuan
pada penelitian ini adalahsebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat upah (UMR),
investasi, dan PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri
manufaktur besar/sedang di koridor tengah Provinsi Jawa Timur.
2. Untuk mengetahui variabel manakah dari tingkat upah (UMR), investasi,
dan PDRB yang pengaruhnya paling dominan terhadap penyerapan
tenaga kerja di sektor industri manufaktur besar/sedang di koridor tengah
Provinsi Jawa Timur.
9
D. Batasan Masalah
Agar penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam dan terfokus,
maka tidak semua masalah akan diteliti, untuk itu maka peneliti memberikan
batasan, variabel yang akan diteliti serta bagaimana pengaruh variabel
tersebut dengan variabel yang lain, maka peneliti membatasi permasalahan
yang diangkat hanya pada variabel jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor
industri manufaktur besar atau sedang di koridor tengah Provinsi Jawa Timur.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini
adalah dengan mengetahui adanya pengaruh, jumlah indutri, tingkat upah,
modal, biaya input terhadap penyerapan tenaga kerja pada industry
manufaktur di jawa timur diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
pemerintah setempat dalam membuat dan menentukan kebijakan-kebijakan
yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan permintaan tenaga kerja, dan
fungsi produksi dan penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dapat digunakan sebagai perbandingan hasil
penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian yang sedang dilakukan
oleh peneliti, berikut beberapa penelitian terdahulu yang mendukung judul
penelitian ini :
1. Analisis yang dilakukan oleh Luh Diah Citraresmi Cahyadi yang berjudul
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja
Industri Kreatif Kota Denpasar” dengan hasil modal, investasi, dan
teknologi berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi tapi tidak
berpengaruh tidak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja pada
industry pakaian jadi di kota denpasar. Sedangkan tingkat upah
berpengaruh tidak signifikan terhadap jumlah produksi pada industry
pakaian jadi di kota denpasar.
2. Analisis yang dilakukan oleh Siti Zulfiyah yang berjudul “Analisis
Kontribusi Sektor Industri Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor
Industri Di Indonesia” dengan hasil variable upah minimum berpengaruh
signifikan dan bertanda negative terhadap penyerapan tenaga kerja di
sector industry, artinya dengan adanya kenaikan upah minimum maka
terjadi penurunan terhadap penyerapan tenaga kerja.
3. Analisis yang dilakukan oleh Rezal Wicaksono yang berjudul “Pngaruh
PDB Sktor Riil, Suku Bunga Riil, Jumlah Unit Usaha Terhadap Tingkat
Penyerapan Tenaga Kerja Pda Industri Manufaktur Sedang Dan Besar Di
11
Indonesia Tahun 1990-2008” Penlitian ini mengguanakan metode
analisis regresi dengan data yang akan diolah merupakan data time series.
4. Analisis yang dilakukan oleh Bobby Anggriawan yang berjudul “Analisis
Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Manufaktur (Besar &
Sedang) Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011” Penelitian ini
menggunakan metode analisis regresi dengan data yang akan diolah
merupakan data panel.
B. Tinjauan Teori
1. Teori Tenaga Kerja
Simanjuntak (1985) menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah
penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan
dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah atau mengurus rumah tangga
dengan batasan umur 15 tahun.
Teori permintaan menurut Simanjuntal (1985) menerangkan
tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dengan harga. Sehubungan
dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja berarti hubungan antara tingkat
upah dengan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki untuk diperkerjakan.
Permintaan pengusaha atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan
masyarakat terhadap barang dan jasa. Masyarakat membeli barang dan jasa
karena barang tersebut memberikan kepuasan kepadanya. Sementara
pengusaha memperkerjakan seseorang karena orang tersebut membantu
memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Dengan kata
12
lain, pertambahan permintaan terhadap tenaga kerja bergantung pertambahan
permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang diproduksi. Permintaan
tenaga kerja seperti itu dinamakan derived demand.
Pengusaha memperkerjakan seseorang karena membantu
memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Oleh karena
itu, kenaikan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari
permintaan masyarakat akan barang yang akan diproduksi. Simanjuntak
(1985) mendefinisikan yang dimaksud dengan permintaan adalah keseluruhan
hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah permintaan. Sedangkan
jumlah yang diminta berarti banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga
tertentu.
2. Permintaan Tenaga Kerja
Bellante dan Jackson (1990) menjelaskan seberapa banyak suatu
lapangan usaha akan mempekerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat
upah pada suatu periode tertentu. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja
berlainan dengan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.
Masyarakat membeli barang karena barang tersebut memberikan keunaan
kepada konsumen. Akan tetapi bagi pengusaha memperkerjakan seseorang
bertujuan untuk membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada
masyarakat. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap
tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap
barang yang diproduksinya. Oleh karena itu, permintaan akan tenaga kerja
merupakan permintaan turunan.
13
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori
ekonomi neoklasik, dimanadalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa
pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga pasar (pricetaker). Dalam hal
memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah
tenagakerja yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan tenaga kerja
didasarkan pada :
a. Tambahanhasil marjinal
Yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh dengan penambahan
seorang pekerjaatau istilah lainnya disebut Marjinal Physical
Product dari tenaga kerja (MPPL).
b. Penerimaanmarjinal
Yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan
hasil marjinaltersebut atau istilah lainnya disebut Marginal Revenue
(MR). Penerimaan marjinal di sinimerupakan besarnya tambahan
hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR
=VMPPL = MPPL. P, dan
c. Biaya marjinal
Yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusahadengan
mempekerjakan tambahan seorang pekerja, dengan kata lain upah
karyawan tersebut.Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih
besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakanorang tersebut akan
menambah keuntungan pemberi kerja, sehingga ia akan terus
menambahjumlah pekerja selama MR lebih besar dari tingkat upah.
14
3. Penawaran Tenaga Kerja
Anonim (1990) berpendapat penawaran adalah suatu hubungan
antara suatu subyek dengan harga yang dikenakan terhadab obyek tersebut.
Yang merupakan syarat utama dari penawaran adalah adanya obyek yang
ditawarkan dan kesepakatan harga dari obyek yang ditawarkan tersebut.
Penawaran tenaga kerja adalah suatu hubungan antara tenaga kerja sebagai
obyek (yang ditawarkan) dengan besarnya upah yang sesuai dengan
keinginan tenaga kerja sebagai harga dari tenaga kerja tersebut.
Seperti halnya dengan penawaran yang lain, penawaran tenaga
kerja juga mempunyai hubungan positif dengan upah. Hubungan positif disini
mempunyai pengertian bahwa jika upah yang diberikan semakin tinggi, maka
semakin tinggi pula tenaga kerja yang ditawarkan. Anonim (1990)
menyimpulkan bahwa penawaran adalah hubungan antara harga dan
kuantitas.Dalam hal tenaga kerja, penawaran adalah hubungan antara tingkat
upah dan jumlah tenaga kerja yang siap disediakan oleh pemilik tenaga kerja.
Tenaga kerja memiliki dua pilihan dalam mengalokasi waktu
mereka, yaitu untuk bekerja dalam tujuan mendapatkan imbalan upah yang
tinggi dan untuk waktu luang. Upah sebagai harga dari tenaga kerja dalam
pengertian tersebut menjadi acuan utama bagi tenaga utama mau melakukan
suatu pekerjaan. Dari sini dapat dikatakan bahwa upah merupakan tujuan
utama dari sebuah penawaran tenaga kerja. Semakin tinggi upah yang
dikenakan terhadap tenaga kerja maka akan semakin tinggi pula penawaran
yang di lakukan. Seperti sifat setiap individu dalam memenuhi kebutuhan,
15
seorang tenaga kerja juga selalu berusaha untuk memaksimalkan
kepuasannya, yaitu berusaha untuk mencari upah yang tinggi.
Model klasik mengasumsikan setiap penawaran jasa tenaga kerja
anak selalu berusaha memaksimalkan tingkat kepuasan mereka, yaitu
mendapatkan upah yang tinggi. Sementara itu tingkat kepuasan itu sendiri
dipengaruhi oleh pendapatan riil dan waktu luang. Ada trade off antara
pendapatan riil dan waktu luang, yaitu semakin banyak waktu yang
digunakan untuk bekerjadalam rangka mendapatkan pendapatan tinggi maka
waktu luang menjadi sedikit.
4. Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja
Elastisitas permintaan tenaga kerja adalah persentase perubahan
permintaan akan tenaga kerja dan tingkat pendapatan yang berlaku adalah
berbanding terbalik sehingga jika tingkat pendapatan naik akan menyebabkan
jumlah orang yang dipekerjakan akan menurun. Maka persamaan elastisitas
permintaan tenaga kerja secara umum adalah ;
𝒆 =𝚫𝐍
𝚫𝐖𝐗
𝑾
𝑵
Dimana :
e : elastisitas permintaan tenaga kerja
ΔN : perubahan jumlah tenaga kerja
ΔW : perubahan tingkat upah
𝑊 : tingkat upah berlaku
16
N : jumlah pekerja awal
Elastisitas permintaan tenaga kerja menurut simanjuntak (1985)
dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain :
a. Kemungkinan subtitusi tenaga kerja dengan factor produksi yang lain,
seperti modal, semakin kecil kemungkinan modal untuk menggantikan
factor tenaga kerja maka semakin kecil pula elastisitas permintaan
akan tenaga kerja. Tapi hal ini juga dipengaruhi oleh teknologi dan
skill atau kemampuan tenaga kerja.
b. Elastisitas terhadap barang atau jasa yang dihasilkan. Misalnya terjadi
peningkatan terhadap permintaan barang atau jasa suatu perusahaan
dalam masyarakat maka elastisitas permintaan akan tenaga kerja akan
meningkat.
c. Proporsi biaya karyawan (upah) terhadap seluruh biaya produksi.
Biaya terhadap tenaga kerja merupakan biaya terbesar dari total biaya
produksi, dan hal ini pasti menjadi pertimbangan bagi manajemen
suatu usaha. Yang pada akhirnya akan mempengaruhi elastisitas
permintaan tenaga kerja.
d. Elastisitas persediaan dari factor pelengkap lainnya. Misalnya listrik,
bahan baku, peralatan dan lain-lain. Makin banyak factor
pelengkaptersebut biasanya pasti diperlukan tenaga kerja yang lebih
banyak untuk menanganinya, sehingga elastisitas permintaan akan
tenaga kerja juga akan semakin besar.
17
5. Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja
Menurut Sumarsono (2003) dalam Subekti (2007), permintaan
tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh
suatu lapangan usaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga
kerja adalah tingkat upah, nilai produksi dan investasi. Perubahan pada
faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang diserap
suatu lapangan usaha. Tingkat upah akan mempengaruhi tingkat biaya
produksi.
Nicholson (1999) dalam teori Pasar Tenaga Kerja dan Dampak
Upah Minimum menjelaskan bahwa tenaga kerja dalam perekonomian
ditentukan oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja. Keseimbangan
mekanisme pasar kerja ini akan menghasilkan tingkat upah dan tenaga kerja
keseimbangan. Kenaikan dalam penawaran tenaga kerja yang didorong oleh
bertambahnya Angkatan kerja akan menyebabkan penurunan dalam tingkat
upah dan kenaikan dalam penyerapan tenaga kerja. Pergeseran keseimbangan
pasar kerja ini didasarkan pada asumsi, jika sektor riil memiliki rencana untuk
melakukan ekspansi produksi.
Menurut Sudarsono (1988) dalam Subekti (2007) nilai produksi
adalah tingkat produksi ataukeseluruhan jumlah barang yang merupakan hasil
akhir proses produksi pada suatu unit usaha yang selanjutnya akan dijual atau
sampai ke tangan konsumen. Apabila permintaan hasil produksi perusahaan
atau industri meningkat, produsen cenderung untuk menambah kapasitas
produksinya. Untuk maksud tersebut produsen akan menambah penggunaan
tenaga kerjanya. Perubahan yang mempengaruhi permintaan hasil produksi,
18
antara lain adalah naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari
perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi,
dan harga barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan
dalam proses produksi.
Dalam Subekti (2007) Nilai output suatu daerah diperkirakan akan
mengalami peningkatan hasil produksi dengan bertambahnya jumlah
perusahaan yang memproduksi barang yang sama. Para pengusaha akan
membutuhkan sejumlah uang yang akan diperoleh dengan tambahan
perusahaan tersebut, demikian juga dengan tenaga kerja. Perusahaan yang
jumlahnya lebih besar akan menghasilkan output yang besar pula, sehingga
semakin banyak jumlah perusahaan/unit yang berdiri maka akan semakin
banyak kemungkinan untuk terjadi penambahan output produksi.
Menurut Sudarsono (1988) Dalam Subekti (2007), perubahan
faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain
adalah naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan
yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga
barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses
produksi. Lain halnya dengan Simanjuntak (1985) yang menyatakan bahwa
pengusaha memperkerjakan seseorang karena itu membantu memproduksi
barang/jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan
permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari kenaikan
permintaan masyarakat akan barang yang diproduksi.
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan
penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang
19
modal, mesin-mesin dan perlengkapanperlengkapan produksi yang yang akan
dioperasikan oleh tenaga manusia untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian
(Sukirno, 1997 dalam Subekti 2007). Sedangkan menurut Dumairy (1996)
investasi adalah penambahan barang modal secara neto positif. Seseorang
yang membeli barang modal tetapi ditujukan untuk mengganti barang modal
yang telah mengalami kerusakan dalam proses produksibukanlah merupakan
investasi, tetapi disebut dengan pembelian barang modal untuk mengganti
(replacement). Pembelian barang modal ini merupakan investasi pada waktu
yang akan datang.
6. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri
Menurut Boediono (2000) penyerapan tenaga kerja merupakan
jumlah tertentu dari tenaga kerja yangdigunakan dalam suatu unit usaha
tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga
kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha. Dalam penyerapantenaga kerja ini
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
eksternal tersebut antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,
pengangguran dan tingkat bunga. Dalam dunia usaha tidaklah memungkinkan
mempengaruhi kondisi tersebut, maka hanyalah pemerintah yang dapat
menangani dan mempengaruhi factor eksternal. Dengan melihat keadaan
tersebut maka dalam mengembangkan sektor industri kecil dapat dilakukan
dengan menggunakan faktor internal dari industri yang meliputi tingkat
upah,produktivitas tenaga kerja, modal, serta pengeluaran tenaga kerja non
upah. Adapun factor tersebut diuraikan sebagai berikut:
20
a. Tingkat Upah
Upah merupakan penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja
kepada penerima kerja untuk pekerjaan atau jasa yang telah atau akan
dilakukan. Berfungsi sebagai kelangsungan kehidupan yang layak bagi
kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk yang
ditetapkan sesuai persetujuan, Undang-undang dan peraturan, dan
dibayar atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan
penerima kerja. Menurut Boediono (2000) tenaga kerja merupakan salah
satu faktor produksi yang digunakan dalam melaksanakan proses
produksi. Dalam proses produksi tenaga kerja memperoleh pendapatan
sebagai balas jasa dari usaha yang telah dilakukannya yakni upah. Maka
pengertian permintaan tenaga kerja adalah tenaga kerja yang diminta oleh
pengusaha pada berbagai tingkat upah.
Ehrenberg ( 1998) menyatakan apabila terdapat kenaikan tingkat
upah rata-rata, maka akan diikuti oleh turunnya jumlah tenaga kerja yang
diminta, berarti akan terjadi pengangguran. Atau kalau dibalik, dengan
turunnya tingkat upah rata-rata akan diikuti oleh meningkatnya
kesempatan kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja
mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat upah. Pendapat serupa
juga dikemukakan oleh Haryo Kuncoro (2001), di mana kuantitas tenaga
kerja yang diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikan upah.
Apabila tingkat upah naik sedangkan harga input lain tetap, berarti harga
tenaga kerja relatif lebih mahal dari input lain. Situasi ini mendorong
pengusaha untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja yang relatif mahal
21
dengan input-input lain yang harga relatifnya lebih murah guna
mempertahankan keuntungan yang maksimum.
Fungsi upah secara umum, terdiri dari :
1) Untuk mengalokasikan secara efisien kerja manusia,
menggunakan sumber daya tenaga manusia secara efisien,
untuk mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
2) Untuk mengalokasikan secara efisien sumber daya manusia
Sistem pengupahan (kompensasi) adalah menarik dan
menggerakkan tenaga kerja ke arah produktif, mendorong
tenaga kerja pekerjaan produktif ke pekerjaan yang lebih
produktif.
3) Untuk menggunakan sumber tenaga manusia secara efisien
Pembayaran upah (kompensasi) yang relative tinggi adalah
mendorong manajemen memanfaatkan tenaga kerja secara
ekonomis dan efisien. Dengan cara demikian pengusaha dapat
memperoleh keuntungan dari pemakaian tenaga kerja. Tenaga
kerja mendapat upah (kompensasi) sesuai dengan keperluan
hidupnya.
4) Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Akibat alokasi
pemakaian tenaga kerja secara efisien, sistem perupahan
(kompensasi) diharapkan dapat merangsang, mempertahankan
stabilitas, dan pertumbuhan ekonomi.
22
b. Modal
Modal dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting
dan kedua duanya dapat bersifat saling mengganti. Hal ini diperkuat
teori Henderson dan Qiuandt (1986 ) yang dibentuk dalam persamaan
Q = (L,K,N)
dimana :
Q = Output
L = Labour
K = Kapital
N = Sumber Daya
Modal adalah dana yang digunakan dalam proses produksi saja,
tidak termasuk nilai tanah dan bangunan yang ditempati atau biasa
disebut dengan modal kerja. Masalah modal sering kali disoroti sebagai
salah satu factor utama penghambat produksi dan dengan demikian juga
penggunaan tenaga kerja.Pernyataan "Working Capital Employee
Labour" berarti bahwa tersedianya modal kerja yang cukup mempunyai
efek yang besar terhadap penggunaan tenaga kerja.
Modal juga dapat digunakan untuk membeli mesin-mesin atau
peralatan untuk melakukan peningkatan proses produksi. Dengan
penambahan mesin-mesin atau peralatan produksi akan berpengaruh
terhadap penyerapan tenaga kerja hal ini dikarenakan mesin-mesin atau
peralatan produksi dapat menggantikan tenaga kerja. Jadi semakin
23
banyak modal yang digunakan untuk membeli mesin-mesin atau
peraralatan maka menurunkan penyerapan tenaga kerja.
Pengertian Modal Kerja
Gambaran yang lebih jelas mengenai modal kerja ada
beberapa pendapat menurut para ahli mengenai pengertian modal
kerja diantaranya :
1) Menurut Sofyan Syafri Harahap (2001:266) yang
menyatakan bahwa: “ Modal kerja adalah aktiva lancar
dikurangi hutang lancar”.Menurut Agnes Sawir
(2005:129) yang menyatakan bahwa modal kerja
adalah: “ Keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki
perusahaan atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana
yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi
perusahaan sehari-hari”.
2) Menurut Sutrisno (2007:39) menyatakan bahwa
:“Modal kerja adalah dana yang diperlukan oleh
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan operasional
perusahaan sehari-hari, seperti pembelian bahan baku,
pembayaran upah buruh, membayar hutang dan
pembayaran lainnya”.
3) Menurut Bambang Riyanto (2001:57) mengemukakan
tiga konsep pengertian modal kerja, yaitu:
a. Konsep Kuantitatif
24
Konsep ini didasarkan atas kualitas dana yang ditanam
dalam unsur-unsur aktiva lancar, yaitu aktiva yang
dipakai sekali dan akan kembali menjadi bentuk
semula, atau aktiva dengan dana yang tertanam didalam
yang akan bebas lagi dalam waktu singkat. Konsep ini
sering disebut Gross Working Capital.
b. Konsep Kualitatif
Konsep ini didasarkan pada aspek kualitatif, yaitu
kelebihan aktiva lancar dari hutang lancarnya. Modal
kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva
lancar yang benar-benar digunakan untuk membiayai
operasi perusahaan yang bersifat rutin tanpa
menggangu likuditasnya. Konsep ini sering disebut Net
Working Capital.
c. Konsep Fungsional
Konsep ini didasarkan pada fungsi dana dalam
menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang digunakan
dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan
pendapatan, dengan kalkulasi sebagian dana digunakan
untuk menghasilkan pendapatan pada periode tersebut
(current income) dan sebagian lagi digunakan untuk
menghasilkan pendapatan pada periode-periode
berikutnya (future income).
25
Menurut definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas,
pengertiaan modal tidaklah sama, hal tersebut dikarenakan perbedaan cara
pandang para ahli tersebut tentang modal itu sendiri. Pada awal mulanya
para ahli melihat bahwa modal itu hanya ditinjau dari wujudnya (konkrit)
saja namun seiring dengan perkembangannya, maka pengertiaan modal itu
tidak hanya dilihat dari wujudnya saja tetapi modal juga dapat ditinjau dari
bentuk tidak wujudnya (abstrak) yakni ditekankan pada kekuasaan memakai
atau menggunakan barang-barang modal.
Jenis-Jenis Modal Kerja
Menurut Bambang Riyanto (2001:61) menyatakan jenis-jenis
modal kerja adalah sebagai berikut :
1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)
merupakan modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan
agar dapat menjalankan fungsinya. Dengan kata lain modal kerja
yang terus menerus diperlukan bagi kelancaran usaha. Model
kerja permanen dapat dibedakan menjadi :
a) Modal Kerja Primer (Primary Working Capital)
Modal kerja primer merupakan jumlah modal kerja minimum
yang harus tersedia pada perusahaan untuk menjamin
kontinuitas usaha atau operasinya.
b) Modal Kerja Normal (Normal Working Capital)
26
Modal kerja normal merupakan jumlah modal kerja yang
diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang
normal.
2. Modal Kerja Variabel (Variabel Working Capital) merupakan
modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena keadaan
darurat yang tidak diketahui sebelumnya. Modal kerja variabel
dapat dibedakan menjadi :
a) Modal Kerja Musiman (Seasonal working Capital)
Modal kerja musiman merupakan modal kerja yang
jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi
musim.
b) Modal Kerja Siklus (Cyclical Working Capital)
Modal kerja siklus merupakan modal kerja yang jumlahnya
berubah-ubah yang disebabkan fluktuasi konyungtur.
c) Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital)
Modal kerja darurat merupakan modal kerja yang besarnya
berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak
diketahui sebelumnya.
a. Faktor-Faktor Modal Kerja
Menurut Munawir (2001:117) modal kerja dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantanya adalah:
27
1. Sifat atau tipe perusahaan
Modal kerja suatu perusahaan dagang relative lebih rendah bila
dibandingkan dengan modal kerja perusahaan industri, karena
tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang
maupun persediaan kebutuhan uang tunai pada perusahaan
dagang. Untuk membelanjai operasi dapat dipenuhi dari
penghasilan atau penerimaan saat itu juga.
2. Usaha yang dubutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh
barang yang akan dijual serta harga per satuan barang tersebut.
Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung
dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang
akan dijual maupun bahan baku yang akan diproduksi sampai
barang itu dijual. Semakin panjang waktu yang dibutuhkan
untuk memproduksi atau memperoleh barang tersebut semakin
besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Disamping itu pula
harga pokok per satuan barang itu juga mempengaruhi besar
kecilnya modal kerja yang dibutuhkan. Semakin besar harga
pokok per satuan barang yang akan dijual semakin besar pula
kebutuhan modal kerja.
3. Syarat pembelian bahan baku
Syarat pembelian bahan baku yang akan digunakan untuk
memproduksi barang atau barang dagang sangat mempengaruhi
28
jumlah modal kerja yang dibutuhkan untuk perusahan yang
bersangkutan. Jika syarat yang diterima pada waktu pembelian
menguntungkan, makin sedikit dana yang diinvestasikan dalam
persedian bahan baku atau barang dagangan, sebaliknya bila
pembayaran atas bahan atau barang yang akan dibeli tersebut
harus dilakukan dalam jangka waktu pendek maka uang kas
diperlukan untuk membiayai semakin besar pula.
4. Syarat penjualan
Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada
para pembeli akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah
modal kerja yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang.
Untuk memperendah jumlah modal kerja yang harus
diinvestasikan yang harus di sektorkan dalam bentuk piutang
dan untuk memperkecil resiko adanya piutang yang akan
tartagih sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai
kepada para pembeli, karena dengan demikian pembeli akan
tertarik untuk segera membayar utangnya dalam periode diskon
tersebut.
5. Tingkat pertukaran persedian (inventory turnover)
Menunjukan berapa kali persediaan tersebut diganti, semakin
tinggi tingkat pertukaran persediaan maka jumlah modal kerja
yang diinvestasikan dalam persediaan semakin rendah. Untuk
dapat mencari tingkat perputaran persediaan yang tinggi maka
harus diadakan perencanaan dan pengendalian persediaan secara
29
teratur dan efisien. Semakin cepat atau semakin tinggi tingkat
perputaran persediaan akan memperkecil resiko terhadap
kerugian yang disebabkan penurunan mutu atau karena
perubahan selera konsumen, disamping menghemat ongkos
menyimpan dan pemeliharaan terhadap persediaan barang
tersebut.
b. Manfaat Modal Kerja
Modal kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup agar
memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan
tidak mengalami kesulitan keuangan. Adapun manfaat dari
tersedianya modal kerja yang cukup menurut Jumingan (2001:67)
adalah sebagai berikut :
1. Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai
aktiva lancar, seperti adanya kerugian karena debitur tidak
membayar, turunnya nilai persediaan karena harganya merosot.
2. Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-
kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya.
3. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang dengan
tunai sehingga mendapatkan keuntungan berupa potongan harga.
4. Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat
mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga seperti kebakaran,
pencurian dan sebagainya.
5. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang
cukup guna melayani permintaan konsumennya.
30
6. Memungkinkan perusahaan dapat memberikan syarat kredit
yang menguntungkan kepada pelanggan.
7. Memungkinkan perusahaan dapat beroperasi dengan lebih
efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan
baku, jasa, dan suplai yang dibutuhkan.
8. Memungkinkan perusahaan mampu bertahan dalam periode
resesi atau depresi.
7. Teori Produksi
Menurut Mankiw (2003) produksi dapat diartikan sebagai kegiatan
optimalisasi dari factor-faktor produksi seperti, tenaga kerja, modal, dan lain
lainnya oleh perusahaan untuk menghasilkan produk berupa barang-barang
dan jasa-jasa. Secara teknis, kegiatan produksi dilakukan dengan
mengombinasikan beberapa input untuk menghasilkan sejumlah output.
Dalam pengertian ekonomi, produksi didefinisikan sebagai usaha manusia
untuk menambah atau menciptakan daya atau nilai suatu barang atau benda
untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Contoh produksi adalah menanam padi, menggiling padi,
mengangkut beras, memperdagangkan beras, dan menjual nasi dan makanan.
Contoh yang lebih modern adalah produksi pembuatan benang, produksi
pembuatan kain, produksi pembuatan kendaraan bermotor, dan produksi
pembuatan computer dan sebagainya.
31
8. Tori Kurva Philips
Terdapat suatu trade-off antara tingkat inflasi dan tingkat
pengangguran, yaitu bila tingkat pengangguran tinggi, laju inflasi rendah;
sedangkan bila tingkat pengangguran rendah, laju inflasi tinggi. Keadaan ini
pertama kali dikemukakan oleh A.W. Phillips pada tahun 1958 yang mulanya
melukiskan hubungan antara tingkat perubahan upah dengan tingkat
perubahan kesempatan kerja.
Kurva Phillips ini memiliki tiga ciri yaitu :
1. mempunyai lereng yang negatif , sehingga kurva ini turun dari
kiri atas ke kanan bawah.
2. Kurva Phillips mempunyai intersep pada sumbu horizontal pada
tingkat pengangguran natural, di mana pada saat itu tingkat
inflasi sama degan nol.
3. Kurva ini menunjukkan tanggapan tingkat pengangguran
terhadap perubahan tingkat inflasi. Ini ditunjukkan oleh besar
kecilnya lereng kurva Phillips tersebut.
Kurva Phillips ini tidak selalu tetap letaknya, tetapi seperti pendapat
Friedman dan Phelps, bahwa kurva Phillips tidak menunjukkan suatu
hubungan jangka panjang yang stabil. Kurva Phillips itu akan bergeser ke luar
bila pengambil keputusan mencoba mempertahankan tingkat pengangguran di
bawah tingkat pengangguran natural, dan sebaliknya bila tingkat
pengangguran dibiarkan berada di atas tingkat pengangguran natural, maka
kurva Phillips akan bergeser ke bawah. Selanjutnya Friedman dan Phelps
seperti halnya dengan Phillips sendiri menyatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pengangguran semakin cepat kenaikan tingkat upah dan harga; dan
semakin tinggi inflasi akan semakin cepat pada kenaikan tingkat upah.
32
9. Industri Manufaktur
Manufacturing atau Manufaktur berasal dari bahasa
Latin,manus(tangan) dan factus (membuat) sehingga dapat diartikan membuat
dengan tangan atau manual. Modern manufaktur dapat di artikan sebagai
pengerjaan secara automatis dan mesinnya di kontrol komputer dengan
pengawasan manual.
Manufaktur merupakan suatu cabang industri yang
mengaplikasikan peralatan dan suatu medium proses untuk transformasi
bahan mentah menjadi barang jadi untuk dijual. Upaya ini melibatkan semua
proses antara yang dibutuhkan untuk produksi dan integrasi komponen-
komponen suatu produk.
Manufaktur dapat di definisikan dari dua sisi yaitu Teknologi dan Ekonomi.
a. Darisisi Teknologi
Manufaktur merupakan aplikasi dari proses fisika dan kimia untuk
mengubah geometri, property dan / atau tampilan material awal
menjadi part atau produk, manufaktur termasuk juga perakitan
beberapapart menjadi produk. Proses manufakur melibatkan kombinasi
dari machinery, tools, power dan tenaga kerja
b. Dari sisi Ekonomi
Manufaktur merupakan transformasi material menjadi item yang
mempunyai penambahan nilai (value) melalui suatu proses dan / atau
perakitan. Misalkan pasir di ubah menjadi kaca (glass).
33
Menurut Heizer, dkk (2005), manufaktur berasal dari kata
manufacture yang berarti membuat dengan tangan (manual) atau dengan
mesin sehingga menghasilkan sesuatu barang.Manufaktur juga dapat
diartikan sebagai kegiatan-kegiatan memproses pengolahan input menjadi
output.Kegiatan manufaktur dapat dilakukan oleh perorangan (manufacturer)
maupun oleh perusahaan (manufacturing company). Sedangkan industri
manufaktur adalah kelompok perusahaan sejenis yang mengolah bahan-bahan
menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang bernilai tambah lebih
besar. Contoh industri manufaktur, misalnya:
1. Pakaian dan Tekstil
2. Minyak, Kimia dan Plastik
3. Elektronika, Komputer dan Transportasi
4. Makanan
5. Logam
6. Kayu, Kulit dan Kertas
Berdasarkan jenis proses produksi atau berdasarkan sifat
manufakturnya, perusahaan manufaktur dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yakni
a. Perusahaan dengan jenis proses produksi terus-
menerus (continuous process atau continuous
manufacturing).
b. Perusahaan dengan proses produksi yang
terputus-putus (intermitten process atau
intermitten manufacturing).
34
Strategi respons terhadap permintaan konsumen mendefinisikan
bagaimana suatu perusahaan industri manufaktur akan memberikan
tanggapan atau respons terhadap permintaan konsumen. Pada dasarnya
strategi respons terhadap permintaan konsumen dapat diklasifikasikan dalam
kategori: Design-to-Order, Make-to-Order, Assemble-to-Order, Make-to-
Stock.
10. Teori Industri
Arsyad (1992) mengungkapkan sektor industri disebut sebagai
leading sector atau sector pemimpin. Hal ini dikarenakan dengan adanya
pembangunan industri, maka akan memacu dan mengangkat pembangunan
sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian dan sektor jasa. Pertumbuhan
industri yang pesat akan merangsang sektor pertanian untuk menyediakan
bahan baku bagi industri. Sektor jasa juga turut berkembang dengan berdirinya
lembaga keuangan, lembaga pemasaran, dan sebagainya, yang semuanya akan
mendukung lajunya pertumbuhan industri.
Klasifikasi Industri
1. Jenis industri berdasarkan pengelompokan tenaga kerja
Pengelompokan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja
dibedakan menjadi empat kriteria, antara lain (BPS, 2003):
a) Industri Besar
Industri yang menggunakan tenaga kerja 100 orang
ataulebih
b) Industri menegah
35
Industri yang menggunakan tenaga kerja antara 20-99 orang
c) Industri kecil
Industri yang mengunakan tenaga kerja antara 5-19 orang
d) Industri mikro/rumah tang
Industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 5
orang.
2. Jenis industri berdasarkan nilai asset netto yang diatur dalam
undang undang No.9 Tahun 1995, dimana:
a) Industri Besar
Usaha yang memiliki asset netto (tanpa gedung dan tanah)
sebesar Rp 10.000.000.000 keatas.
b) Industri menegah
Usaha yang memiliki asset netto (tanpa gedung dan tanah)
antaraRp 200.000.000–Rp 10.000.000.000
c) Industri kecil dan Mikro
Usaha yang memiliki asset neto (tanpa gedung dan tanah )
tidak lebih dari Rp 200.000.000
3. Jenis industry berdasarkan klasifikasi
Berdasarkan Internasional standart of industrial Clasification
(ISIC), dengan berdasarkan pendekatan kelompok komoditas
industry manufaktur terbagi atas beberapa kelompok
komoditas.
36
11. Teori upah
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
pengertian upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha
kepada buruh atau pekerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau
dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut
suatu persetujuan, atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas
dasar perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh atau pekerja.Menurut
Simanjuntak (1985) pada dasarnya teori yang mendasari sistem pengupahan
adalah:
a. Upah Menurut Kebutuhan
Ajaran Karl Marx pada dasarnya berpusat pada 3 hal, yaitu :
1) Teori Nilai
Karl Marx berpendapat bahwa hanya buruh yang merupakan
sumber nilai ekonomi. Jadi nilai suatu barang adalah nilai dari
jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang digunakan untuk
memproduksi barang tersebut. akibat dari teori ini adalah harga
barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan
untuk seluruh proses produksi tersebut.
2) Teori Pertentangan Kelas
Dalam hal ini Karl Marx berpendapat bahwa kapitalis selalu
berusaha untuk menciptakan barang-barang modal untuk
mengurangi penggunaan buruh. Dengan demikian akan
menimbulkan pengangguran besar besaran. Dengan adanya
pengangguran ini pengusaha dapat menekan upah. Akibat dari
37
sistem ini adalah bahwa tiada jalan lain bagi buruh kecuali untuk
bersatu merebut kapital dari pengusaha menjadi milik bersama.
3) Terbentuknya Masyarakat Komunis
Sebagai konsekuensi dari kedua ajaran Karl Marx tentang teori
nilai dan pertentangan kelas adalah terbentuknya masyarakat
komunis. Dalam masyarakat ini seseorang tidak menjualkan
tenaga kerjanya kepada orang lain, tetapi masyarakat itu melalui
partai buruh akan mengatur apa dan berapa jumlah produksi.
Dalam masyarakat impian Marx tersebut, “tiap orang harus
bekerja menurut kemampuannya, dan tiap orang memperoleh
menurut kebutuhannya.”
b. Upah Sebagai Imbalan
Teori Neo Klasik mengemukakan bahwa dalam rangka
memaksimumkan keuntungan tiap tiap pengusaha menggunakan
faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap factor produksi
yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan sebesar nilai
pertambahan hasil marjinal dari faktor produksi tersebut. Ini berarti
bahwa pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian
rupa sehingga nilai pertambahan hasil marjinal seseorang sama
dengan upah yang diterima orang tersebut. Dengan kata lain tingkat
upah yang dibayarkan oleh pengusaha adalah:
38
W = VMPPL = MPPL × P
Dimana :
W = tingkat upah yang dibayarkan pengusaha kepada karyawan
P = harga jual barang dalam rupiah per unit barang
MPPL = marginal physical product of labor atau penambahan
hasil marjinalpekerja, diukur dalam unit barang per unit waktu
VMPPL= value of marginal physical product of labor atau nilai
pertambahan hasil marjinal pekerja atau karyawan
Nilai pertambahan hasil VMPPL, merupakan nilai jasa yang
diberikan oleh karyawan kepada pengusaha. Sebaliknya upah, W,
dibayarkan oleh pengusaha kepada karyawan sebagai imbalan
terhadap jasa karyawan yang diberikan kepada pengusaha. Dalam
rangka memaksimalkan keuntungan, pengusaha memberikan
imbalan kepada setiap faktor produksi sebesar nilai tambahan hasil
marjinal masing-masing faktor produksi tersebut. Imbalan terhadap
modal disebut rendemen. Tingkat renedemen mencerminkan harga
satu unit modal. Seperti halnya tingkat upah dalam persamaan
(2.12), maka tingkat rendemen sama dengan nilai tambahan hasil
marjinal dari satu unit modal, sehingga:
r = VMPPL = MPPL × P
Dimana :
r = tingkat rendemen modal
VMPPL = nilai pertambahan hasil marjinal modal atau value of
marginal physical product of capital
39
P = harga jual barang produksi
Dengan asumsi bahwa terdapat mobilitas sempurna atas
tenaga kerja dan modal, maka tingkat upah di berbagai perusahaan
seharusnya sama, dan tingkat rendemen di berbagai alternative
investasi juga sama.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian tentang analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri manufaktur (besar dan sedang) di jawa timur ini dilakukan di provinsi
jawa timur pada tahun 2011-2015.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan pendekatan metode kuantiatif yang dirubah menjadi pendekatan
metode kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara
variable penentu pendapatan perkapita dengan dengan menggunakan
beberapa variable.
C. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian. Jumlah
variabel dan jenis penelitian sangat tergantung pada rumusan masalah dan
kajian teorinya. Dalam penelitian ini variabel tingkat upah (UMR) (X1),
modal / investasi (X2), PDRB (X3) sebagai variabel dependen, Sedangkan
variabel Yatau variabel independen adalah penyerapan tenaga kerja pada
sektor manufaktur (besar dan sedang) di provinsi jawa timur tahun 2011-
2015. Sedangkan definisi operasional yang perlu penulis cantumkan adalah,
sebagai berikut:
1. Tingkat upah (UMR) (X1) yaitu suatu penerimaan bulanan sebagai
imbalan dari pengusaha yang diberikan kepada karyawan untuk
suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan dan dinyatakan
41
atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu
persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan
atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan
karyawan termasuk tunjangan, baik karyawan itu sendiri maupun
untuk keluarganya. Pendapatan yang digunakan pada variable ini
adalah pendapatan yang dikeluarkan menurut masing-masing
industry terhitung tahun 2011 – 2015
2. Modal (X2), yaitu dana yang digunakan dalam proses produksi
saja, tidak termasuk nilai tanah dan bangunan yang ditempati atau
biasa disebut dengan modal kerja. Dalam hal ini memfokuskan
pada industri manufaktur pada provinsi Jawa Timur terhitung dari
tahun 2011-2015.
3. PDRB (X3), yaitu jumlah nilai barang tambah dan jasa yang
dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian di seluruh daerah
dalam tahun tertentu atau periode tertentu dan biasanya satu tahun.
Penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu harga
berlaku dan harga konstan. PDRB harga atas harga berlaku
merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihutung
menggunakan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan
sementara atas harga konstan dihitung dngan menggunakan harga
pada tahun tertentu sebagai tahun dasar.
42
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, serta
mengingat pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif maka data
kuantitatif merupakan data atau atau informasi yang berkaitan dengan
kuantitas. Data kuantitaif ini diperlukan dalam penelitian ini sebagai
fenomena akhir penelitian, misal data tentang tingkat upah, modal, PDRB ini
diperlukan untuk mendukung dalam melakukan analisis terhadap penyerapan
tenaga kerja pada sektor industri manufaktur (besar dan sedang) di provinsi
jawa timur tahun 2011-2015.
2. Sumber Data
Berdasarkan sumbernya ada dua macam data yaitu sumber data primer
dan data skunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian
lapangan yang menggunakan metode pengumpulan data original seperti
kuesioner. Sedangkan data skunder adalah data yang telah ada dan telah
dipublikasikan kepada masyarakat, yang bisa diperoleh secara tidak langsung
dapat melalui artikel, buku, jurnal dan lain sebagainya (Kuncoro, 2004).
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini dikumpulkan data primer dan data skunder. Data
primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung dari objek
penelitian.. Data skunder adalah data atau informasi yang diperoleh tidak
langsung dari objek penelitian.Hal ini senada yang diungkapkan oleh
Kusumayadi dan Sugiarto (2000:80) bahwa data primer adalah data yang
dikumpulkan oleh peneliti langsung dari objek penelitian. Sedangkan data
43
skunder adalah data nyang merupakan hasil pengumpulan orang atau instansi
dalam bentuk publikasi, laporan dan sebagainya.
F. Analisis Data dan Uji Hipotesis
1. Analisis Data
Agar suatu data yang telah terkumpul dapat bermanfaat, Maka perlu
dilakukan analisis data. Analisis data merupakan proses pengolahan data yang
telah terkumpul, dan penginterpretasian hasil pengolahan data yang telah
terkumpul tersebut berikut kesimpulannya (Priyatno, 2008). Kemudian
Mas’ud (2004) menerangkan bahwa analisis data dilakukan setelah data dari
lapangan terkumpul. Dengan demikian disimpulkan bahwa analisis data perlu
dilakukan, sebagai langkah kongkrit selanjutnya setelah data dari lapangan
terkumpul, serta bertujuan mengolah , dan menginterpretasikan hasil
pengolahan data berikut kesimpulannya.
Untuk mempermudah kegiatan analisis data maka diperlukan cara
atau metode analisis data. Dalam Widiyanto ( 2008) dikemukakan bahwa
dalam penganalisisan data terdapat dua metode analisis data yaitu metode
analisis kuantitatif , dan analisis kualitatif, Dalam penelitian ini, analisis
kuantitatif ialah metode analisis dengan angka-angka yang dapat dihitung
maupun diukur, dan dalam prosesnya menggunakan alat bantu statistik.
Dalam penelitian ini digunakan analisis regresi untuk melakukan
prediksi, bagaimana perubahan nilai variabel dependen bila nilai variabel
independen dinaikan atau diturunkan nilainya. Penelitian ini menggunakan
regresi ganda. Analisis Regresi ganda menurut sugiyono (2004:250)
digunakan oleh peneliti bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana
44
keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih variabel
independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi.
Dalam anailis regresi ganda ini variabel yang diramalkan
(dependen) yaitu (Y) penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur
(besar dan sedang) di provinsi jawa timur tahun 2010-2014 dan (independen)
yang mempengaruhinya yaitu jumlah industri (X1), tingkat upah (X2), modal
(X3), biaya input (X4), persamaan regresi adalah:
Y = a + 𝑏1𝑋1+ 𝑏2𝑋2 + 𝑏3𝑋3 + 𝑏4𝑋4
Sugiyono (2007:275)
Keterangan :
Y = penyerapan tenaga kerja
X1 = jumlah industri
X2 = tingkat upah
X3 = modal
X4 = biaya input
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk memperoleh kebenaran atas
apa yang telah di hipotesiskan di bab tinjauan pustaka. Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti, dimana
jawaban itu masih bersifat lemah, dan perlu dilakukan pengujian secara
empiris kebenarannya, dengan melakukan pembuktian statistik.
Dalam penelitian, uji persial dengan T-test ini bertujuan untuk
mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel dependen. Nilai
dari uji T-test ini dapat dilihat dari pvalue pada masing-masing variabel
45
independen jika p-value < level of significant (α) yang ditentukan
(α=10%). Sedangkan uji F-test digunakan untuk mengetahui tingkat
signifikansi pengaruh variabel-variabel independen (jumlah industri,
tingkat upah, modal, biaya input), secara bersama-sama (simultan)
terhadap variabel dependen (penyerapan tenaga kerja).
a. Membandingkan hasil besarnya peluang melakukan kesalahan (tingkat
signifikan) yang muncul, dengan tingkat munculnya kejadian
(propabilitas) yang ditentukan sebesar 5% atau 0,05 pada output, guna
mengambil keputusan menolak atau menerima hipotesis nol (Ho):
1) Apabila signifikai > 0,05 maka keputusannya adalah menerima
Ho dan menerima Ha
2) Apabila signifikasi < 0,05 maka keputusannya adalah menolak
Ho dan menerima Ha
b. Membandingkan nilai statistik F hitung dengan nilai statistik F tabel:
3) Apabila nilai statistik F hitung < nilai statistik F tabel, maka Ho
diterima
4) Apabila nilai statistik F hitung > nilai statistik F tabel, maka Ho
ditolak Rumus uji F adalah (Priyanto, 2008)
F = 𝑹𝟐/𝑲
(𝟏−𝑹𝟐)/(𝒏−𝟏−𝑲)
46
Di mana;
R2 = koefisien korelasi berganda dikuadratkan
n = jumlah sampel
k = jumlah variabel bebas
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Variabel Penelitian
1. Penyerapan Tenaga kerja di enam kota besar Provinsi Jawa Timur
Angkatan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi suatu
daerah untuk menjadi daerah yang memiliki keunggulan komparatif.
DiProvinsi Jawa Timur setidaknya memiliki enam Kota yang memiliki tenaga
kerja paling banyak.
Tabel 4.1 Penyerapan Tenaga kerja
No PenyerapanTenagaKerja Kota 2011 2012 2013 2014 2015
1 Surabaya 1,334,419 1,437,448
1,483,343
1,465,502
1,447,661
2 Sidoarjo 1,048,577 1,012,290
1,039,833
1,069,708
1,065,336
3 Pasuruan 819,448 819,011 831,812 843,685 849,867 4 Gresik 569,098 571,038 619,688 592,569 617,864 5 Mojokerto 524,426 557,832 545,669 553,405 564,026 6 Probolinggo 613,512 636,680 618,642 601,353 603,918
berdasarkan tabel diatas penyerapan tenaga kerja Kota Surabaya yaitu
sebesar 1.334.419 jiwa pada tahun 2011 dan mengalami kenaikan hingga
2015 sebesar 1,447,661 dengan memiliki jumlah penyerapan tertinggi di
Surabaya, serta pada tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 1,447,661,
sedangkan Sidoarjo memiliki tenaga kerja sebesar 1.048.577jiwa pada tahun
2011 hingga mengalami naik turun pada tahun 2012, 2013,dan 2015 akan
tetapi penyerapan tenga kerja sidoarjo pada tahun 2014 memiliki jumlah
48
tertinggi sebesar 1.069.708, penyerapan tenaga kerja Pasuruan setiap
tahunnya mengalami peningkatan dengan jumlah paling sedikit tenaga kerja
dtahun 2011 sebesar 819.448 dan jumlah terbanyak sebesar 849.867 tenaga
kerja ditahun 2015.Tenaga kerja Gresik juga mengalami naik turun dengan
jumlah terendah pada tahun 2011 sebesar 569.098 dan paling tinggi jumlah
tenaga kerja pada tahun 2013 sebesar 619.688 dibandingkan denga 2014 dan
2015, Sedangkan di Mojokerto juga megalami naik turun dalam penyerapan
tenaga kerja dengan jumlah paling sedikit 524.426 tahun 2011 dan paling
tinggi pada tahun 2016 sebesar 564.026 jiwa, dan Probolinggo pada tahun
2011-2013 terus mengalami kenaikan kecuali 2014-2015 penyerapan tenaga
kerja menurun sehingga jumlah tertinggi tenaga kerja di Probolinggo tertinggi
berada di tahun 2013 sebesar 618.642 dan jumlah terendag pada tahun 2014
sebesar 601.353.Ardito Bhinadi (2003) menjelaskan bahwa setiap
pertumbuhan tenaga kerja 1 persen, justru akan menurunkan pertumbuhan
perkapita sebesar 0,07 persen. Angka negatif dari koefisien regresi
pertumbuhan tenaga kerja menunjukkan bahwa marginal productivity of
labor mengalami penurunan. Akibatnya setiap pertambahan tenaga kerja
didalam setiap produksi, justru akan menurunkan produksi.
49
Sumber : BPS Provinsi Jatim, 2017 (diolah)
Gambar 4.1. Tenaga Kerja Kab/Kota di Provinsi Jawa Timur
khusus daerah seperti Probolinggo Dan Mojokerto penyerapan tenaga
kerja masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan daerah lainnya.
Masih relatif rendahnya pendidikan tenaga kerja menyebabkan kualitas
tenaga kerja juga relatif rendah, sehingga penyerapan tenaga kerja masih
kurang maksimal dan cenderung stagnan. Selain itu penyerapan tenaga kerja
untuk daerah mojokerto dan probolinggo masih didominasi oleh tenaga kerja
yang berasal dari luar. (Ardito Bhinadi, 2003:46). Berdasarkan grafik 4.1
dapat dilihat keenam Kota/Kab di provinsi Jawa Timur pada tahun 2011
sampai tahun 2015 Kota Surabaya merupakan kota yang memiliki tenaga
kerja paling banyak, dengan jumlah tenaga kerja 1.400.000 pada tahun 2013
sedangkan jumlah terendah sebesar 1.200.000 tahun 2011, Sidoarjo memiliki
tenga kerja tertinggi pada tahun 2014 dan 2014 sebesar 1.000.000 jiwa
sedangkan jumlah terendah sebesar 800.000 pada tahun 2012, Pasuruan
-
200.000,00
400.000,00
600.000,00
800.000,00
1.000.000,00
1.200.000,00
1.400.000,00
1.600.000,00
Penyerapan Tenaga Kerja
2011
2012
2013
2014
2015
50
memiliki tenaga kerja tertinggi sebesar 800.000 pada tahun 2013 dan 2015,
Gresik memiliki tenga kerja tertinggi pada tahun 2013 dan 2015 sebesar
600.000 dan nilai terendah pada tahun 2011 dan 2012. Mojokerto tenaga kerja
tertinggi pada tahun 2015 450.000 dan terendah pada tahun 2011 dan
Probolinggo nilai tenga kerja tertinggi pada tahun 2012 sebesar 800.000 dan
terendah pada tahun 2014 dan 2015 sebesar 600.000 jiwa
2. Upah Minimum Regional di enam Kota/Kab Provinsi Jawa Timur
Upah minimum regional yang rendah berarti penduduk di suatu wilayah
tersebut memiliki standar hidup dan tingkat konsumsi yang rendah pula,
sedangkan kota atau kabupaten yang memiliki UMR yang tinggi berarti
penduduk di kota atau kabupaten tersebut memiliki standar hidup dan tingkat
konsumsi yang tinggi.
Tabel 4.2 Tingkat Upah (UMR)
No
Tingkat Upah (UMR) Kota 2011 2012 2013 2014 2015
1 Surabaya 1,115,000 1,257,000 1,740,000 2,200,000 2,710,000 2 Sidoarjo 1,107,000 1,252,000 1,720,000 2,190,000 2,705,000 3 Pasuruan 1,107,000 1,252,000 1,720,000 2,190,000 2,700,000 4 Gresik 1,133,000 1,257,000 1,740,000 2,195,000 2,707,500 5 Mojokerto 1,105,000 1,234,000 1,700,000 2,050,000 2,695,000
6 Probolinggo 814,000 885,000 1,198,600 1,353,750 1,437,500
Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa Keenam Kota/Kab
Seperti tabel diatas menggambarkan bahwa Kota Surabaya memilki UMR
tertinggi yaitu sebesar Rp. 2.710.000 pada tahun 2015 dan UMR terendah
pada tahun 2011 sebesar 1.115.000, Sidoarjo UMR tertinggi sebesar
51
2.705.000 pada tahun 2015 dan terendah pada thaun 2011 sebesar 1.107.000,
Pasuruan memilki UMR tertinggi yaitu sebesar 2.700.000 dan terendah pada
tahun 2011 1.107.000, Gresik memilki UMR tertinggi yaitu sebesar
2.707.500 dan UMR terendah pada tahun 2011 sebesar 1.133.000, Mojokerto
memilki UMR tertinggi yaitu sebesar 2.695.000 dan UMR terendah pada
tahun 1.105.000, Probolinggo memilki UMR tertinggi yaitu sebesar
1.437.500 dan UMR terendah pada tahun 2014 sebesa5 814.000.
Sumber : BPS Provinsi Jatim, 2017 (diolah)
Gambar 4.2 Upah Minimum Regional Kab/Kota Provinsi Jawa TimurTahun 2011-2015
Berdasarkan gambar 4.2 di atas, dapat dilihat bahwa keenam
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 sampai tahun
2015 memiliki tingkat upah minimum regional berkisar dalam ribu rupiah
Rp. 1000.000,00 sampai Rp. 2.700.000,00. Upah minimum regional
tertinggi berada di Kota Surabaya yaitu pada tahun 2015 berjumlah Rp
1.000.000,00 dan mengalami kenaikan pada tahun 2015 yaitu Rp.
-
500.000,00
1.000.000,00
1.500.000,00
2.000.000,00
2.500.000,00
3.000.000,00
Tingkat Upah (UMR)
2011
2012
2013
2014
2015
52
2.500.000,00. Sidoarjo UMR tertinggi pada tahun 2015 2.500.000,00 dan
UMR terendah pada tahun 2011 1.000.00,00. Pasuruan UMR tertinggi
tahun 2015 sebesar 2.500.000,00 dan UMR terendah tahun 2011 sebesar
500.000. Gresik UMR tertinggi sebesar 2.500.000,00 pada tahun 2015 dan
UMR terendah 1.000.000,00, Mojokerta UMR tertinggi sebesar
2.500.000,00 tahun 2015 dan UMR terendah 1.000.000,00 pada tahum
2011, sedangkan Probolinggi UMR tertinggi 1.500.000,00 tahun 2015 dan
UMR terendah 500.000,00 pada tahun 2011.Peningkatan upah minimum
regional pada tiap Kabupaten/Kota tiap tahunnya dimaksudkan ntuk
meningkatkan taraf hidup kesejahteraan kaum buruh, namun disisi lain
sebagian justru berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja.
3. Modal
Modal merupakan produk atau kekayaan yang digunakan untuk
memeproduksi hasil selanjutnya. Modal kerja pada dasarnya jumlah yang
terus menerus untuk menompang usaha yang menjembatani antara saat
pengeluaran untuk memperoleh bahan atau jasa. Dikawasan Jawa Timur
mengenai permodalan di kawasan industry manufaktur didapatkan jumlah
permodalam dalam setiap kota berbeda. Jumal permodalan yang
didapatkan pada daerah industry manufaktur di Jawa Timur seperti tabel
berikut:
53
Tabel 4. 3. Hasil Modal di Industri Manufaktur Daerah Jawa Timur Tahun
2011-2015:
Sumber: Data diolah tahun 2017
Berdasarkan tabel diatas untuk data modal yang ada di industry
manufaktur kawasan Jawa Timur yang merupakan penyumbang modal
tertinggi yaitu Surabaya pada tahun 2011 sebesar Rp. 748.125.178,209 dan
megalami penurunan yang cukup banyak pada tahun 2013 didapatkan
jumlah modal sebesar Rp. 582.155.130,519, namun pada tahun 2015 untuk
permodalan di Surabaya mengalami peningkatan yang cukup tinggi
sebesar Rp. 828,416,500,000. Nilai permodalan yang tinggi di Kota
Surabaya karena Surabaya merupakan Kota Industri cukup banyak Industri
yang ada dan memiliki tata letak yang berada di tengah-tengah kota yang
lain.
No
Kota
Modal
2011 2012 2013 2014 2015
1 Surabaya 748,125,178,209
695,081,576,624
582,155,130,519
639,625,900,000
828,416,500,000
2 Sidoarjo 650,868,905,042
590,819,340,130
518,118,066,162
511,700,720,000
704,154,025,000
3 Pasuruan 592,290,703,588
502,196,439,111
481,849,801,531
440,062,619,200
612,614,001,750
4 Gresik 663,365,588,019
577,525,904,977
534,853,279,699
510,472,638,272
698,379,961,995
5 Mojokerto
603,662,685,097
490,897,019,231
497,413,550,120
439,006,468,914
600,606,767,316
6 Probolinggo
404,453,999,015
333,809,973,077
333,267,078,580
302,914,463,551
408,412,601,775
54
Sedangkan untuk penyumbang modal terdendah yaitu Probolinggo
pada tahun 2011 terdapat jumlah modal sebesar Rp. 404,453,999,015
untuk jumlah modal di probolinggo terus mengalami penurunan dalam
setiap tahuannya namun pada tahun 2015 mengalami kenaikan menjadi
Rp. 408,412,601,775. Hal ini disebabkan karena Probolinggo bukan
merupakan kota industry dan tata letak kota yang berada di pesisir pantai.
Hasil kenaikan modal dari masing-masing kota dari tahun 2011-2015
terdapat seperti grafik berikut:
Gambar 4.3. Modal kerja Industri Manufaktur di Kawasan Jawa Timur
Tahun 2011-2015.
Berdasarkan grafik diatas bahwa Kota Surabaya mempunyai modal
paling tinggi dari tahun 2011-2015, hal ini disebkan karena Surabay
merupakan kota Industri dan berada di tengah-tengah kota lain, selain itu
Kota Surabay juga merupakan pusta Pemerintahan Provinsi Jawa Timur.
Jumlah modal yang didapatkan dari masing-masing Kota pada tahun 2015
- 100.000.000.000 200.000.000.000 300.000.000.000 400.000.000.000 500.000.000.000 600.000.000.000 700.000.000.000 800.000.000.000 900.000.000.000
Investasi
2011
2012
2013
2014
2015
55
di Surabaya didapatkan Rp. 828,416,500,000, di Sidoarjo Rp.
704,154,025,000, di Pasuran Rp. 612,614,001,750, di Gresik Rp.
698,379,961,995, di Mojokerto Rp. 600,606,767,316 dan di Probolinggo
sebesar Rp. 408,412,601,775. Adanya perbedaan jumlah modal yang tidak
jauh ini dikarena dari masing-masing kota/kabupaten merupakan kawasan
industry dan banyak perusahaan yang berdiri sehingga untuk modal di
Jawa Timur terdapat jumlah yang hampir sama di masing-masing
Kota/Kabupaten.
4. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita (PDRB Perkapita)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita merupakan
suatu indikator kesejakteraan uatu daerah, misalnya Kabupaten/Kota.
Semakin tinggi PDRB perkapita suatu daerah mengidikasikan semakin
meningkat pula kesejahteraan daerah tersebut atau kesejahteraan
pendudukanya. PDRB yang tinggi belum menajmin bahwa daerah tersebut
memiliki pendapatan riil yang tinggi pula. Hal ini sangat mungkin terjadi
PDRB yang tinggi di suatu daerah dinikmati oleh penduduk di luar daerah
tersebut. Hasil jumlah PDRB yang didapatkan pada Provinsi Jawa Timur
seperti tabel berikut:
56
Tabel 4.4. Hasil Nilai PDRB perkapita di Jawa Timur Tahun 2011-2015
Di kawasan Jawa Timur yang merupakan penyumbang PDRB
tertinggi yaitu Kota Surabaya pada Tahun 2014 didapatkan jumlah sebesar
Rp. 107,962,000.00 dan terus mengalami peningkatanpada tahun 2015 Rp.
113,820,100.00. hal ini dikarena letak Kota SUbayar sendiri berada di
tengah-tengah Kota lain. Hasil jumlah PDRB yang didapatkan seperti pada
grafik dibawah ini:
No
PDRB
Kota 2011 2012 2013 2014 2015
1 Surabaya 88,810,600
94,767,900
101,367,100
107,962,000
113,820,100
2 Sidoarjo 43,974,000
46,378,300 48,801,000 51,038,500 52,903,500
3 Pasuruan 42,653,200
45,453,200 48,206,700 51,038,500 53,364,500
4 Gresik 52,568,200
55,500,200 58,116,000 61,481,900 64,761,100
5 Mojokerto 35,029,200
37,192,000 39,334,600 41,375,700 31,751,100
6 Probolinggo 23,688,600
24,976,500 26,403,700 27,612,800 28,947,800
57
Gambar 4.4. Jumlah PDRB Perkapita di Kawasan Jawa Timur Tahun
2011-2015.
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa Kota Surabaya
merupakan Kota yang penyumbang PDRB tertinggi dari tahun 2011-2015,
hal ini dikarenakan letak kota Surabaya berada di tengah-tengah Kota lain
dan Surabaya merupakan pusat pemerintahan Provinsi Jawa Timur. Selain
itu pembangunan ini hanya terkonsentrasi di aderah pusat saja dan kurang
memeprhatikan daerah pendukung. Hal ini terlihat dari jumlah PDRB
kota/kabupaten daerah pada tahun 2015 yaitu Kota Surabaya Rp.
113,820,100.00, Kota Sidoarjo Rp. 52,903,500.00, Kota Pasuruan Rp.
53,364,500.00, Gresik Rp. 64,761,100.00, Mojokerto Rp. 31,751,100.00
dan Probolinggo Rp. 28,947,800.00.
Adanya perbedaan jumlah PDRB yang jauh ini dikarenakan
kota/kabupaten pendukung kurang menapat perhatian dari pemerintah
pusat seperti kurangnya pembangunan infrastruktur yang memadai,
-
20.000.000,00
40.000.000,00
60.000.000,00
80.000.000,00
100.000.000,00
120.000.000,00
PDRB
2011
2012
2013
2014
2015
58
sumberdaya manusia yang kurang kompeten, tingkat pendidikan yang
rendah. Agar pembangunan apat berjalan dengan seimbang maka
pemerintah harus memperhatikan semua daerah tanpa adanya perlakuan
khusu bagi masing-masing.
G. Analisis Regresi
1. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik dilakukan karena dalam model regresi perlu
memperhatikan adanya penyimpangan-penyimpangan atas asumsi klasik.
Pada hakekatnya jika asumsi klasik tidak dipenuhi maka variabel-variabel
yang menjelaskan akan menjadi tidak efisien. Syarat untuk dapat
menggunakan persamaan regresi berganda adalah terpenuhinya uji asumsi
klasik. Persyaratan uji asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah:
a. Berdistriusi normal. Distribusi normal merupakan distribusi teoritis
variabel random yang kontinyu.
b. Non multikolinieritas, dimana diantara variabel independen satu dengan
variabel yang lainnya dalam model regresi tidak saling berhubungan
secara sempurna atau mendekati sempurna.
c. Homoskedastisitas, dimana varian variabel independen adalah sama
untuk setiap nilai tertentu variabel independen.
d. Non autokorelasi, dimana kesalahan atau gangguan yang masuk
kedalam fungsi regresi populasi adalah random atau tidak berkorelasi.
2. Uji Normalitas
59
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas
diketahui dengan histogram dan Uji Jarque-Bera.
Tabel Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-300000 -200000 -100000 1 100001 200001 300001
Series: Standardized Residuals
Sample 2011 2015
Observations 30
Jarque-Bera 0.946507
Probability 0.622972
Gambar 4.5
3. Uji Normalitas Dengan Histogram dan Jarque-Bera
Dari hasil output dengan program Eviews diketahui bahwa nilai J-B
sebesar 0.946507 dengan probabilitas sebesar 0,622972. Pertama, pengujian
dengan nilai J-B dibandingkan dengan nilai Chi Kuadrat (χ2) tabel sebesar
df=3 dan α = 5% diperoleh χ2 tabel sebesar 7,81473. Karena nilai J-B hitung <
χ2 (0.946507 < 7,81473) maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi
normal. Pengujian dengan probability diketahui probabilitasnya sebesar
0,622972 dan lebih dari 5% maka dapat disimpulkan data berdistribusi
normal. Selain menggunakan grafik pengujian normalitas juga dilakukan
dengan menggunakan statistic. Uji normalitas jugadapat dilihat dengan
menggunakan uji one sample kolmogorov-smirnov seperti Tabel 4.5
60
Tabel Uji Normalitas Dengan Histogram dan Jarque-Bera
UMR_X1 Investasi_X2 PDRB_X3
Penyerapan_Tenaga_Kerja_Y
N 30 30 30 30 Kolmogorov-Smirnov Z 1.046 .472 1.091 1.332
Asymp. Sig. (2-tailed) .224 .979 .185 .058
a. Test distribution is Normal. (Sumber: Hasil Pengolahan Data)
Dari Tabel 4.5, besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov Z variabel
UMR_X1adalah 1.046 dan nilai signifikansi sebesar 0.224>Asymp. Sig. (2-
tailed) sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 diterima dan
H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
distribusi residual dengan distribusi normal, sehingga variabel UMR
memiliki data normal.
Dari Tabel 4.5, besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov Z variabel
Investasi_X2adalah 0.472dan nilai signifikansi sebesar 0.979>Asymp. Sig.
(2-tailed) sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 diterima dan
H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
distribusi residual dengan distribusi normal, sehingga variabel Investasi_X2
memiliki data normal.
Dari Tabel 4.5, besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov Z variabel
PDRB_X3adalah 1.091dan nilai signifikansi sebesar 0.185>Asymp. Sig. (2-
tailed) sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 diterima dan
61
H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
distribusi residual dengan distribusi normal, sehingga variabel
PDRB_X3memiliki data normal.
Dari Tabel 4.5, besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov Z variabel
Penyerapan Tenaga Kerjaadalah 1.332dan nilai signifikansi sebesar
0.058>Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,05. Dengan demikian dapat
disimpulkan H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada perbedaan distribusi residual dengan distribusi normal, sehingga
variabel Penyerapan Tenaga Kerjamemiliki data normal.
4. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
interkorelasi yang sempurna diantara beberapa variabel bebas yang
digunakan dalam persamaan regresi. Dalam penelitian ini untuk menguji ada
tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai VIF dan nilai tolerance
yang diperoleh. Jika nilai nilai toleransi lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF
lebih kecil dari 10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas.
Tabel Uji Multikolinieritas
Collinearity Statistics Tolerance VIF
UMR_X1 0.852 1.174 Investasi_X2 0.486 2.057 PDRB_X3 0.489 2.046
Dari hasil pengujian diketahui bahwa seluruh variabel memiliki nilai
VIF lebih kecil dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,10 sehingga
62
disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas. Nilai VIF dan tolerance
untuk masing-masing variabel antara bebas UMR_X1 yaitu 1.174,
Investasi_X2 2.057, PDRB_X3 2.046 sehingga dapat dinyatakan lebih kecil
dari 10 dan tidak terjadi multikolinieritas.
5. Hasil Pengujian Autokolerasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah didalam model regresi
terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1. Autokorelasi dalam penelitian ini
dideteksi dengan menggunakan uji Durbin Watson yaitu dengan
membandingkan nilai Durbin Watson hitung (d) dengan nilai Durbin Watson
tabel yaitu batas lebih tinggi (upper bond atau du) dan batas lebih rendah
(lower bond atau d1). Karena jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak
30 data dan tidak terdapat tabel durbin watson dengan jumlah sampel 112
maka penulis menguji dengan pendekatan lain. Santoso (2000) menyatakan
bahwa Angka Durbin Watson mendekati dari ±2 menunjukan tidak terjadinya
autokorelasi. Berdasarkan hasil penelitian model fixed effect diperoleh nilai
Durbin Watson 2.112006. Dari uji Durbin Watson diketahui nilai dan dengan
jumlah variabel bebas 3 dan n 30 adalah dl(1.214), du(1.650), 4-du(2.786), 4-
dl (2.350).
63
Gambar Uji Autokorelasi
Hasil uji autokorelasi dengan menggunakan uji Durbin Watson
menunjukan nilai DW hitung sebesar 2.112006. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa dalam model regresi tidak terjadi autokorelasi.
6. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang
homokedastisitas atau tidak heteroskedastisitas. Uji heterokesdaksitas dalam
penelitian ini diuji denganscaterplots. Hasil uji heteroskedastisitas persamaan
regresi disajikan pada gambar berikut ini :
Ada Autokorelasi positif
dan menolak
H0
Tidak ada keputusan
Tidak ada Autokorelasi dan tidak menolak H0
Tidak ada keputusan
Ada Autokorelasi positif
dan menolak
H0
2.112006
du(1.650) dl(1.214) 4-du(2.786) 4-dl (2.350)
64
Gambar 4.5
Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot
-400,000
-200,000
0
200,000
400,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000_S
ura
baya -
11
_S
ura
baya -
12
_S
ura
baya -
13
_S
ura
baya -
14
_S
ura
baya -
15
_S
idoarjo -
11
_S
idoarjo -
12
_S
idoarjo -
13
_S
idoarjo -
14
_S
idoarjo -
15
_P
asuru
an -
11
_P
asuru
an -
12
_P
asuru
an -
13
_P
asuru
an -
14
_P
asuru
an -
15
_G
resik
- 1
1
_G
resik
- 1
2
_G
resik
- 1
3
_G
resik
- 1
4
_G
resik
- 1
5
_M
ojo
kert
o -
11
_M
ojo
kert
o -
12
_M
ojo
kert
o -
13
_M
ojo
kert
o -
14
_M
ojo
kert
o -
15
_P
robolinggo -
11
_P
robolinggo -
12
_P
robolinggo -
13
_P
robolinggo -
14
_P
robolinggo -
15
Residual Actual Fitted
(Sumber: Hasil Pengolahan Data)
Hasil uji heteroskedastisitas menunjukan bahwa garis tersebar di atas
dan dibawah angka nol. Garis tidak membentuk pola tertentu yang teratur
sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi
heteroskedastisitas.
65
1. Uji Regresi Berganda
Analisis regresi berganda ditujukan untuk mengetahui pengaruh lebih
dari satu variable bebas yakni UMR (X1) Investasi (X2) dan PDRB (X3)
terhadap variabel terikat (Y) berupa penyerapan tenaga kerja, maka untuk
memperoleh hasil yang lebih akurat, penulis menggunakan bantuan program
software SPSS versi 17.00. Hasil analsis regresi berganda dapat dilihat dari
Tabel coefficient maka dihasilkan output pada tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6
Analisis Regresi Linier Berganda
Variable Coefficient C 379582.9
UMR -0.066774 Investasi -1.700008 PDRB 0.010947
R-squared 0.669631 Adjusted R-squared 0.631512 Log likelihood -405.1222 F-statistic 17.56666 Prob(F-statistic) 0.000002
(Sumber: Hasil Pengolahan Data) Berdasarkan hasil pegolahan data seperti terlihat pada Tabel 6 kolom
Unstandardized Coefficient bagian B diperoleh persamaan regresi linier
sebagai berikut:
Y= a + bx1 + bx2 + bx3
Y= 379582.9 - 0.066774X1 - 1.700008 X2+ 0.010947 X3
Berdasarkan persamaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Konstanta (a)= 379582.9 Ini mempunyai arti bahwa apabila variabel X
yaitu UMR, Investasi, dan PDRB adalah adalah nol maka penyerapan
tenaga kerja (Y) memiliki nilaisebesar 379582.9. Artinya jika variabel
66
Y penyerapan tenaga kerja jika tidak dipengaruhi variabel X1, X2,
maupun variable X3 maka nilai konstantanya adalah 379582.9.
b. Koefisien (b1) UMR = - 0.066774. Pengaruh variabel UMR (X1)
terhadap penyerapan tenaga kerja (Y) didapatkan koefisien regresi
sebesar - 0.066774 mempunyai arti bahwa setiap terjadi peningkatan
variabel UMR (X1) sebesar 1 satuan, maka penyerapan tenaga kerja
akan menurun sebesar - 0.066774. Dari angka tersebut dapat diketahui
bahwa terdapat pengaruh negatif UMR (X1) terhadap penyerapan
tenaga kerja (Y) yang berarti dengan adanya kenaikan UMR akan
diikuti oleh penurunan penyerapan tenaga kerja.
c. Koefisien (b2) Investasi = - 1.700008. Pengaruh variabel Investasi (X2)
terhadap penyerapan tenaga kerja (Y) didapatkan koefisien regresi
sebesar - 1.700008 mempunyai arti bahwa setiap terjadi peningkatan
variabel Investasi (X2) sebesar 1 satuan, maka penyerapan tenaga kerja
akan menurun sebesar (- 1.700008). Dari angka tersebut dapat diketahui
bahwa terdapat pengaruh negatif dana Investasi (X2) terhadap
penyerapan tenaga kerja (Y) yang berarti dengan adanya kenaikan
Investasi akan diikuti oleh penurunan penyerapan tenaga kerja.
d. Koefisien (b3) PDRB = 0.010947. Pengaruh variabel PDRB (X3)
terhadap penyerapan tenaga kerja (Y) didapatkan koefisien regresi
sebesar 0.010947 mempunyai arti bahwa setiap terjadi peningkatan
variabel PDRB (X3) sebesar 1 satuan, maka penyerapan tenaga kerja
akan meningkat sebesar (0.010947). Dari angka tersebut dapat diketahui
bahwa terdapat pengaruh positif dana PDRB (X3) terhadap penyerapan
67
tenaga kerja (Y) yang berarti dengan adanya kenaikan PDRB akan
diikuti oleh kenaikan penyerapan tenaga kerja.
9. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel dependen. Dari hasil regresi pengaruh
UMR, investasi dan PDRB wilayah Jawa Timur Regional Tengah tahun
2011-2015, seperti pada tabel 4.6 diatas diperoleh nilai R2 dengan
pendekatan fixed effect model sebesar 0.669631. Hal ini berarti 66,9%
variasi Penyerapan tenaga kerja wilayah Jawa Timur Regional Tengah yang
dijelaskan oleh variabel independen yaitu UMR, investasi dan PDRB.
Sisanya 33,1% dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model.
10. Uji Signifikansi Bersama-sama (Uji statistik F)
Uji F bertujuan untuk menguji ada tidaknya pengaruh bersama-sama
yaitu UMR, Investasi dan PDRB terhadap Penyerapan tenaga kerja.
Berdasarkan hasil regresi pengaruh UMR, investasi dan PDRB terhadap
Penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota wilayah Jawa Timur Regional
Tengah tahun 2011-2015 yang ditunjukkan dalam tabel 4.6 model fixed
effect di peroleh sebesar 17.56666 dengan probabilitas 0,000002. Hasil dan
df numerator 4 dan denumerator 26 (n-k = 30-4) diperoleh 1,697. Fhitung >
68
Ftabel dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel independen
UMR, investasi dan PDRB secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel dependen Penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota wilayah Jawa
Timur Regional Tengah .
11. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
masing-masing variabel independen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Berikut disajikan tabel uji statistik t pengaruh
UMR, investasi dan PDRB terhadap Penyerapan tenaga kerja wilayah Jawa
Timur Regional Tengah tahun 2011-2015.
Tabel 4.7 Uji T
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 379582.9 171745.1 2.210153 0.0361 UMR -0.066774 0.062911 -1.061408 0.2983 Investasi -1.700008 4.00E-07 -0.042606 0.9663 PDRB 0.010947 0.002053 5.331998 0.0000 Ket : * Signifikan pada α = 5%
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa t hitung untuk variabel UMR
sebesar -1.061408 dengan probabilitas 0.2983, t hitung < t tabel dan
probabilitas > α=5% (0,05), dengan demikian pengambilan keputusan adalah
UMR bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap Penyerapan
tenaga kerja kabupaten/kota wilayah Jawa Timur Regional Tengah,
kemudian untuk t hitung variabel Investasi diketahui -0.042606 dan
69
probabilitas 0.9663, t hitung < t tabel dan probabilitas < α = 5% (0,05),
dengan demikian variabel Investasi bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap Penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota wilayah Jawa
Timur Regional Tengah , kemudian untuk t hitung variabel PDRB diketahui
5.331998 dan probabilitas 0,0000, t hitung < t tabel dan probabilitas > α =
5% (0,05), dengan demikian variabel PDRB merupakan penjelas yang
signifikan terhadap Penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota wilayah Jawa
Timur Regional Tengah .
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pengaruh Upah Minimum regional Terhadap Penyerapan Tenaga
Kerja
Upah minimum regional berpengaruh negative dan tidak sifnifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut diasumsikan karena penetapan
upah minimum akan mengurangi permintaan tenaga kerja di sektor formal.
Kelebihan penawaran tenaga kerja ini akan diserap oleh sektor informal yang
tingkat upahnya tidak diatur oleh regulasi, yang pada gilirannya akan
mengurangi tingkat upah. Jika pangsa kerja di sektor informal lebih rendah,
maka dampak distribusi pendapatannya akan justru memburuk.Faktanya pun,
nilai IPM Indonesia masih terbilang lebih rendah dibandingkan dengan nilai
IPM negara-negara ASEAN lainnya kecuali Laos, Kamboja, dan Myanmar
(Sulistiawati, 2012). Padahal, peningkatan upah minimum regional
dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup kesejahteraan kaum buruh.
Meningkatnya jumlah upah minimum regional akan menyebabkan
pembengkakkan pengeluaran industri yang akan menurunkan besaran laba
70
optimum industri tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut tidak
jarang suatu industri harus menempuh dengan cara pengurangan penyerapan
tenaga. Hal ini dilakukan sematamata untuk menghemat pengeluaran dan demi
tercapainya laba optimum sektor industri tersebut. Secara umum kenyataannya
naiknya tingkat upah cenderung diikuti dengan turunnya jumlah tenaga kerja
sektor industri besar sedang.
Menurut Suparmoko (1998), penetapan upah minimum regional menjadi
masalah antara pengusaha dan pekerja. Disatu sisi penetapan upah minimum
yang terlalu tinggi, tentunya akan memberatkan pengusaha. Selain itu
pengusaha akan berhati-hati dalam memilih tenaga kerja yang digunakan.
Tenaga kerja dipilih yang benar-benar produktif dan efisien. Sebagai
akibatnya upah minimum regional akan mengakibatkan pengangguran dan
hanya melindungi mereka yang sudah bekerja.
Kurva upah tenaga kerja mempunyai slope negatife, karena terdapat
hubungan negative antara perubahan upah tenaga kerja dengan jumlah tenaga
kerja yang digunakan perusahaan. Artinya, jika terjadi kenaikan upah tenaga
kerja maka optimum penggunaan tenaga kerja oleh perusahaan akan
berkurang dari jumlah sebelumnya, sebaliknya jika terjadi penurunan upah
pekerja maka perusahaan akan menaikkan jumlah penggunaan tenaga kerjanya
agar mencapai kondisi optimum (Jaunita, 2016).
Akan tetapi, Todaro (2000;327) mengemukakan bahwa tingkat upah dalam
bentuk sejumlah uang dalam kenyataannya tidak pernah fleksibel dan
cenderung terus-menerus turun karena lebih sering dan lebih banyak
dipengaruhi oleh berbagai macam kekuatan institusional seperti tekanan
71
serikat dagang atau serikat buruh. Kemerosotan ekonomi selama dekade 1980-
an yang melanda Negara-negara Afrika-Amerika Latin mengakibatkan
merosotnya upah dan gaji riil di segenap instansi pemerintah, namun ternyata
masih banyak calon pekerja yang memburu posisi kerja di sektor formal
meskipun mereka tahu gajinya semakin lama semakin tidak memadai untuk
membiayai kehidupan mereka sehari-hari. Tingkat pengangguran (terutama
pengangguran terselubung) sangat parah dan bertambah buruk.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sitompul dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Sumatera Utara. Penurunan
penyerapan tenaga kerja sektor industri di Sumatera Utara terjadi karena
perubahan peningkatan UMR. Artinya, setiap kenaikan UMR sebesar 1
persen, maka akan menurunkan besaran penyerapan tenaga kerja sektor
industri di Sumatera Utara sebesar 0.116016 persen. Hasil penelitian ini
menegaskan bahwa upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja industri di Sumatera Utara. Kenaikan upah setiap
tahunnya berbanding terbalik dengan penyerapan tenaga kerja secara nyata
pada setiap tahunnya.
Penelitian tersebut juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Juanita, 2016 dengan judul Analisis Data Panel Pengaruh Umr, Nilai
Output, Jumlah Unit Usaha, Dan Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Pada Sektor Industri Besar Dan Sedang Di Jawa Tengah Tahun 2011-2013.
Berdasarkan uji validitas pengaruh atau uji t, UMR dan investasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, sedangkan nilai
72
output dan jumlah unit usaha berpengaruh positif signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja. Berdasrkan uji F, nilai output dan jumlah unit usaha
secara silmutan atau bersama-sama berpengaruh terhadap penyerapan tenaga
kerja.
2. Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil uji t diperoleh keterangan bahwa variable investasi
berpengaruh negative tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, hal
ini berarti semakin tinggi atau semakin rendah investasi tidak berdampak pada
peningkatan tenaga kerja.
Hasil yang sama juga ditemukan olehAhmad Yani (2011),
dalamanalisisnya mengenai PengaruhInvestasi terhadap PenyerapanTenaga
Kerja di Sulawesi SelatanPeriode 2000-2009 denganmenggunakan model
regresiberganda. Berdasarkan hasil regresi,investasi berpengaruh negatif.
Initerjadi karena kebanyakan industry merupakan industri padat
modalbukannya padat karya, selain ituinvestasi dalam negeri
khususnyabersumber dari pemerintah lebihterorientasi pada
pembangunansektor-sektor yang kurang menyeraptenaga kerja.
Hasil penelitian yangtelah dilakukan ini juga didukung temuan dari Nila
Fridhowati (2011) yangmenemukan bahwa Penanaman Modal Asing (PMA)
dan Penanaman ModalDalam Negeri (PMDN) tidak signifikan dengan
hubungan yangmenunjukkan nilai negatif terhadap penyerapan tenaga kerja
sektor industry di Pulau Jawa. Hasil penelitian ini menunjukkan
ketidaksesuaian denganhipotesis penelitian yang menyatakan bahwa investasi
berpengaruh terhadappenyerapan tenaga kerja, dan hasil tersebut
73
menunjukkan ketidaksesuaiandengan teori yang selama ini berlaku, dimana
seharusnya investasiberpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Harrod Domar dalam
(Dimas,2009), bahwa kenaikkan tingkat output dan kesempatan kerja
dapatdilakukan dengan adanya akumulasi modal (investasi) dan tabungan,
namunteori tersebut tidak sesuai dengan kasus dalam penelitian ini. Tidak
adanyapengaruh investasi terhadap penyerapan tenaga kerja dimungkinkan
karenapara pemilik usaha dalam menggunakan investasinya lebih cenderung
untukmelakukan pembelian barang modal dalam bentuk mesin-mesin sebagai
pendukung perusahaan untuk meningkatkan produksi perusahaan yang
bertujuan untuk memperbaikikualitas produksi dan meningkatkan
produktivitas dari barang dan jasa yanglebih efektif dan efisien, akibat
penggunaan mesin tersebut makapenyerapan tenaga kerja menjadi rendah.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Todaro dalam Dimas (2009)
bahwa hubungan negatif antara investasi dan penyerapan tenaga kerjaterjadi
karena adanya akumulasi modal untuk pembelian mesin danperalatan canggih
yang tidak hanya memboroskan keuangan domestik sertadevisa tetapi juga
menghambat upaya-upaya dalam rangka menciptakanpertumbuhan penciptaan
lapangan kerja baru. Hambatan lainnya yaitu masihkurangnya syarat-syarat
struktural, institusional dan sikap-sikap yangdiperlukan (seperti adanya pasar-
pasar komoditi dan pasar uang yangterintegrasi dengan baik, tenaga kerja yang
terdidik dan terlatih dalam halkecakapan dan perencanaan manajemen yang
baik, motivasi untuk berhasildan birokrasi pemerintah yang efisien) untuk
74
mengubah modal baru secaraefektif dan efisien menjadi output yang lebih
besar dan penciptaan lapangankerja baru.
3. Pengaruh Positif Pendapatan Domestik Regional Bruto Terhadap
Penyerapan Tenaga Kerja.
Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa hubungan positif antara tingkat
PDRB riil dengan penyerapan tenaga kerja yang menunjukkan kesesuaian
teori yang selama ini berlaku. Menurut teori yang dikemukakan oleh Keynes
dalam Boediono (1998) bahwa pasar tenaga kerja hanyalah mengikuti apa
yang terjadi di pasar barang. Apabila output yang diproduksikan naik, maka
jumlah orang yang dipekerjakan juga naik (Hal ini dapat dikaitkan dengan
konsep fungsi produksi, yang menyatakan bahwa menaikkan output hanya
dapat tercapai apabila input (tenaga kerja) ditingkatkan penggunaannya.
Permintaan barang dan jasa dalam suatu perekonomian akan mempengaruhi
tingkat output yang harus diproduksi sehingga berdampak pada penggunaan
inputnya (tenaga kerja). Hal tersebut sesuai dengan teori produksi yang
menyatakan bahwa permintaan input merupakan derived demand dari
permintaan output, yang artinya permintaan akan input baru terjadi bila ada
permintaan akan output. Permintaan akan barang dan jasa inilah yang
melatarbelakangi perusahaan-perusahaan atau industri untuk berproduksi.
Sebab setiap perusahaan akan berusaha untuk mencari profit dengan melihat
peluang masuk ke dalam suatu pasar.
Hasil penelitian yang telah dilakukan mendukung temuan dari Gindling
dan Terrel (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat upah
memiliki pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja, dimana setiap 10%
kenaikkan upah minimum terjadi penurunan pekerja di masing-masing sektor
75
sebesar 1,09%. Hasil ini juga menunjukkan kesesuaian dengan hipotesis
penelitian yang menyatakan bahwa upah minimum provinsi berpengaruh
terhadap penyerapan tenaga kerja. Secara teoritik kenaikkan upah akan
mengakibatkan penurunan kuantitas tenaga kerja yang diminta. Apabila
tingkat upah naik sedangkan harga input lain tetap, maka harga tenaga kerja
relatif lebih mahal dari input lain. Hal tersebut mendorong pengusaha untuk
mengganti tenaga kerja yang relatif mahal dengan input-input lain yang
harganya lebih murah guna mempertahankan keuntungan. Kenaikan upah juga
mendorong perusahaan meningkatkan harga per unit produk sehingga
konsumen cenderung mengurangi konsumsi produk tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Variabel UMR memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun
memiliki pengaruh negatif namun dapat dipastikan pengaruh tersebut
hanya bersifat saat ini saja dan tidak dapat dijadikan prediksi untuk
mengukur pengaruh UMR terhadap penyerapan tenaga di masa akan
datang.
2. Variabel Investasi memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja hal tersebut menunjukkan bahwa
walaupun memiliki pengaruh negatif namun dapat dipastikan pengaruh
tersebut hanya bersifat saat ini saja dan tidak dapat dijadikan prediksi
76
untuk mengukur pengaruh Investasi terhadap penyerapan tenaga di masa
akan datang.
3. Variabel PDRB memiliki pengaruh positif signifikan terhadap penyerapan
tenaga kerja hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi PDRB maka
dapat dipastikan akan meningkatkan penyerapan terhadap tenaga kerja dan
pengaruh tersebut signifikan yang berarti PDRB memberikan pengaruh
konsisten dimasa akan datang.
B. Saran
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sehingga diharapkan bagi
pemerintah daerah untuk meningkatkan efektifitas penerimaan sektor
pendapatan asli (PAD) sehingga dapat melakukan belanja modal
khususnya galam menyediakan.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Investasi dan UMR
memberikan dampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Bagi
pemerintah daerah diharapkan lebih tepat dalam menalokasikan dana
investasi keaarah pembentukan usaha baru sehingga lebih menyerap
tenaga kerja.
77
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, A. 1994. “ManajemenProduksi, PerencanaanSistemProduksi”. Yogyakarta: BPFE UGM. HAL 31
Alaniz, Enrique.,Gindling, T.H., &Terrel, Katherine. 2011. The Impact of
Minimum Wages on Wages, Work and Poverty in Nicragua. Labour
Economics, 18:45-59.
Alaniz, Enrique.,Gindling, T.H., &Terrel, Katherine. 2011. The Impact of Minimum Wages on Wages, Work and Poverty in Nicragua. Labour Economics, 18:45-59.
Anggriawan, Robby. 2015. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor
Industri Manufaktur (Besar dan Sedang ) di Provinsi Jawa Timur tahun
2007-2011. Jurnal Ilmiah. Malang Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Brawijaya Malang.
78
Anonim. 2000. Beberapa Terbitan. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Ariefianto, Moch. Doddy. 2012. Ekonometrika. Jakarta. Erlangga
Arsyad, Lincolin. 1991. EkonomiMenejerial. Yogyakarta : YKPN
Arsyad, Lincolin. 1992. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : YKPN
Arsyad, Lincolin. 1992. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : YKPN
Arsyad, Lincoln. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan
Percetakan STIM YKPN Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat , 2011. Pedoman Pendataan Survei Sosial
Ekonomi Nasional Tahun 2011. Jakarta Pusat : Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2014. Statistik Daerah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Surabaya.
Badan Pusat Statistik: Jawa Tengah Dalam Angka 2010-2015. Semarang: Badan
Pusat Statistik Jawa Tengah.
Badrudin, Rudi. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Bambang, Riyanto, 2001. Dasar-DasarPembelanjaan Perusahaan, EdisiKeempat, CetakanKetujuh, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.
Bellante, Don dan Mark Jackson. 2000. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta : FEUI
Bhinadi, Ardito. 2003. DisparitasPertumbuhanEkonomiJawadanLuarJawa.[Jurnal].Ekonomi Pembangunan Volume 8 No.1. Hal: 39-48.
Boediono. 1998. EkonomiMoneter. Yogyakarta: BPFE.
Boediono. 2000, Ekonomi Moneter, edisi 3, BPFE: Yogyakarta.
79
Budiawan, Amin. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyerapan Tenaga
Kerja terhadap Industri Kecil Pengolahan Ikan di Kabupaten Demak.
Economics Development Analysis Journal : Vol. 2, No. 1
Dimas, 2009.PenyerapanTenagaKerja di DKI Jakarta.JurnalBisnisdanEkonomi Vo. 16 NO.7. ISSN: 1412-3126
Divianto. 2014. Pengaruh Upah, Modal, Produktivitas dan Teknologi terhadap
Penyerapan Tenaga Kerja pada Usaha Kecil-Menengah di Kota
Palembang ( Studi Kasus Usaha Percetakan ). Jurnal Ekonomi dan
Informasi Akuntansi: Vol.4 , No. 1
Dumairy. 2006. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Ehrenberg, Ronald G., dan Smith, Robert S, 2003. Modern Labor Economics:
Theory and Public Policy, Eight Edition. Pearson Education, Inc. New
York City.
Eka, Rizky Putra. 2012. Pengaruh Nilai Investasi, Nilai Upah, dan Nilai Produksi
terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Mebel di Kecamatan
Pedurungan Kota Semarang. Economics Development Analysis Journal
:Vol 1 No 2.
Fauziah.2015. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil dan
Menengah (IKM) di Kota Palu periode 2000-2013. e-Jurnal Katalogis
Vol.3 No.1, Januari 2015. ISSN : 2302-2019.
Ferdinandus, Sherly. 2013. Analisis Pengaruh Investasi dan Unit Usaha terhadap
Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil di Provinsi Maluku. Jurnal
Ekonomi: Vol. 2, No. 1
Feriyanto, Nur. 2014. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Fridhowati, Nila. 2011. Faktor-faktor yang
MemengaruhiPenyerapanTenagaKerjaSektorIndustri di PulauJawa.
Jurnal.InstitutPertanian Bogor. Bogor.
80
Gilarso.1994. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro.Yogyakarta: Kanisius.
Gujarati, Damodar N dan Dawn C. Porter. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika.
Jakarta: Salemba Empat.
Harahap, Sofyan Syafri. 2001. ”Analitis Kritiss Atas Laporan Keuangan”.
Cetakan Ketiga.PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Heizer,dkk. (2005). ManajemenOperasi.Buku-1.Edisi-7.SalembaEmpat, Jakarta.
Henderson, James M. and Richard E. Quandt. 2006. Microeconomic Theory a
Methematical Approach Singapore: Mc Graw Hill Book Co.
Juanda, Bambang dan Junaidi. 2012. EkonomiDeretWaktu. Bogor: PT Penerbit
IPB Press.
Juanita, 2016.Analisis Data Panel PengaruhUmr, Nilai Output, Jumlah Unit Usaha, Dan InvestasiTerhadapPenyerapanTenagaKerjaPadaSektorIndustriBesar Dan Sedang Di Jawa Tengah Tahun 2011-2013.Skripsi.Ekonomi Pembangunan FakultasEkonomi Dan BisnisUniversitasMuhammadiyah Surakarta.
Jumingan, 2001.AnalisisLaporanKeuangan, CetakanPertama, PT BumiAksara, Jakarta.
Karib, Abdul. 2012. Analisis pengaruh Produksi, Investasi dan Unit Usaha
terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri Sumatera Barat.
Jurnal Manjemen dan Kewirausahan: Vol. 3, No.3
Kuncoro, Haryo. 2001. Sistem Bagi Hasil dan Stabilitas Penyerapan Tenaga
Kerja, Media Ekonomi, Volume 7, Nomor 2 hal 165-168
KusmayadidanSugiarto, Endar. 2000, MetodePenelitiandalamBidangKepariwisataan,Jakarta: PT GramediaPusatakaUtama.
Mankiw, N.Gregory. 2003. PengantarEkonomiMikro. Jakarta: SalembaEmpat
Mankiw, N.Gregory. 2012. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba Empat
81
Mas.ud, Fuad. 2004. Survai Diagnosis OrganisasionalKonsep&Aplikasi.
BadanPenerbitUniversitasDiponegoro. Semarang.
Mudrajad Kuncoro. 2004. Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi untuk Bisnis
dan Ekonomi. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
Mulyadi. 2012. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Munawir, 2001.AkuntansiKeuangandanManajmen, EdisiPertama, BPFE, Yogyakarta.
Nanga, Muana. 2005. Makro Ekonomi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Permai.
Nicholson, Walter, 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya Edisi ke-8.
Alih Bahasa: Mahendra, IGN Bayu, Aziz, Abdul dan Kristiaji, Wisnu
Chandra, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Pitono.2013. Analisis Elastisitas Kesempatan Kerja pada Industri Besar dan
Sedang di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Keuangan dan Bisnis.Vol.5,
No.2, Juli 2013
Priyatno, Dwi, 2008. MandiriBelajar SPSS untukAnalisis Data danUjiStatistik, EdisiPertama, Mediakom, Jakarta.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat,
Cetakan Ketujuh, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.
Saleh, Samsubar. 2000. Metode Data Envelopment Analysis. Yogyakarta: PAU-FE UGM.
Salvatore. Dominick. 2007. International Economic, EdisiKesembilan. Penerbit Hoboken, New Jersey.
Santoso. 2000. Statistical Package Social Science (SPSS) versi 12.0. SalembaEmpat. Jakarta.
Sawir, Agnes. (2005). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.
Simanjuntak P J. 1998. PengantarEkonomiSumberdayaManusia. Jakarta: FE UI.
82
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.
Jakarta: LPFE UI.
Subekti, M. Agus. 2007. Pengaruh Upah, Nilai Produksi, Nilai Investasi Terhadap
Penyerapan tenaga Kerja Pada Industri Kecil genteng di Kabupaten
Banjarnegara. Skripsi FE UNNES
Sugiyono. 2004. MetodePenelitianBisnis. Bandung :Alfabeta, p.47.
Sulistiawati, Rini. 2012. PengaruhUpah Minimum terhadapPenyerapanTenagaKerjadanKesejahteraanMasyarakat di Provinsi di Indonesia.Jurnal EKSOS. Volume 8, Nomor 3, Oktober.hal 195 - 211
Sumarsono, Sonny. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan
Ketenaga kerjaan. Jogyakarta : Graha Ilmu.
Suparmoko dan Irawan. 2008. Ekonomi Pembangunan. Yoyakarta : BPFE
Suparmoko. 1998. Ekonomika Pembangunan. Yogjakarta: BPFE
Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan
Kerja.Yogyakarta : GadjahMada University Press.
Sutrisno, 2007, Manajemen Keuangan, Ekonesia: Yogyakarta.
Thomas, Ngui Katua. 2014. The Role of SMEs in Employment Creation and
Economic Growth in Selected Countries.International Journal of
Education and Research. Vol.2 , No.12. Desember
Todaro, P Michael.1998. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Todaro, P.Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi Di DuniaKetiga. Jakarta: PenerbitErlangga.
Trenggonowati, Dr. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis edisi
pertama. BPFE: Yogyakarta.
Widiyanto, Ibnu., 2008. Pointers :MetodologiPenelitian. Semarang: BP Undip
Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
83
Yani, Ahmad. 2011. PengaruhInvestasiTerhadapPenyerapanTenagaKerja di
Sulawesi Selatan Periode 2000-2009. Skripsi, UniversitasHasanuddin.
top related