bab ii bblr
Post on 14-Jul-2016
269 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Berat Bayi Lahir
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada
setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat
badan merupakan hasil peningkatan/penurunan antara lain tulang, otot, lemak, cairan
tubuh, dll. Berat badan dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk
mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak.
Kualitas bayi baru lahir juga dapat diketahui melalui pengukuran berat badan
bayi setelah dilahirkan. Pengukuran berat badan bayi lahir dapat dilakukan dengan
menggunakan timbangan yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak
waktu. Berat badan bayi lahir dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu berat badan
lahir rendah (BBLR) dan berat badan lahir normal (BBLN).
Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan janin antara lain yaitu:
faktor janin diantaranya kelainan janin, faktor etnik dan ras diantaranya disebabkan
oleh faktor genetik dan lingkungan, serta faktor kelainan kongenital yang berat pada
bayi sehingga seringkali mengalami retardasi pertumbuhan sehingga berat badan
lahirnya rendah. Selain itu faktor maternal juga mempengaruhi pertumbuhan janin,
faktor tersebut diantaranya konstitusi ibu yaitu jenis kehamilan ganda ataupun
tunggal, serta keadaan lingkungan ibu. Faktor plasenta juga mempengaruhi
pertumbuhan janin yaitu besar dan berat plasenta, tempat melekat plasenta pada
uterus, tempat insersi tali pusat, kelainan plasenta.
Kelainan plasenta terjadi karena tidak berfungsinya plasenta dengan baik
sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi oksigen dalam plasenta. Lepasnya
sebagian plasenta dari perlekatannya dan posisi tali pusat yang tidak sesuai dengan
lokasi pembuluh darah yang ada di plasenta dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan aliran darah plasenta ke bayi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran bayi waktu lahir yaitu :
a. Jangka waktu kehamilan
Bayi postmatur lebih panjang, berat dan lebih terisi dari pada mereka yang lahir
pada umur lengkap. Bayi yang sedikit prematur kurang lemaknya dan karenanya
tampak agak lemah dan kurus.
8
b. Gizi ibu
Terdapat hubungan yang jelas antara gizi ibu selama bulan–bulan terakhir
kehamilan dan ukuran bayi pada saat lahir. Semakin buruk gizi ibu semakin
kurang berat dan panjang bayinya.
c. Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi kualitas dan kuantitas gizi ibu selama
bulan–bulan terakhir kehamilan dan ukuran bayi pada saat lahir. Semakin buruk
gizi ibu semakin kurang berat dan panjang bayinya.
d. Urutan kelahiran
Rata – rata bayi yang lahir pertama beratnya kurang dan lebih pendek dari pada
bayi yang lahir berikutnya dalam keluarga yang sama
e. Ukuran keluarga
Anak – anak yang lahir selanjutnya dalam keluarga besar, terutama bila jarak
kelahirannya dekat dengan kelahiran kakaknya, cenderung lebih kecil dari
saudaranya yang lebih tua. Hal ini sebagian disebabkan oleh kondisi kesehatan
umum ibunya.
f. Kegiatan janin
Aktivitas janin yang berlebihan dapat menyebabkan berat bayi dibawah rata –
rata untuk panjang badannya. Ini akan memberi gambaran kurus pada bayi
2. BBLR
Banyak literatur yang telah mendefinisikan BBLR. Namun definisi tersebut
hampir sama antara satu dengan yang lainya. Sebelum tahun 1961 definisi BBLR
dimasukan kedalam kategori bayi yang prematur. Setelah periode tersebut WHO
mendefinisikan BBLR sebagai kelompok bayi yang lahir dengan berat kurang dari
2500 gram terlepas dari usia kehamilan, baik prematur atau cukup bulan.(Depkes RI,
2009; Unicef, 2004; WHO, 1961)
Berat lahir adalah berat bayi baru lahir yang diukur dalam satu jam pertama
kehidupan (Unicef, 2004). Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari
kehamilan yang aterm (37-42 minggu) dengan berat badan lahir 2500-4000 gram
(Saifuddin, 2002). Insiden berat badan lahir rendah adalah persentase bayi lahir
hidup yang berat badanya kurang dari 2500 gram per jumlah total bayi yang lahir
hidup yang ditimbang dalam periode waktu yang sama dikalikan dengan 100
(Unicef, 2004).
9
Masa atau usia kehamilan sering disebut dengan masa gestasi dapat
dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu masa preterm, masa aterm, dan masa
postterm.
Masa kehamilan preterm adalah suatu masa yang menunjukan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu. Bayi yang lahir pada masa preterm disebut dengan bayi
prematur (Manuaba, 1998). Umumnya bayi yang lahir prematur mengalami BBLR
sekitar 60% (WHO, 1961). Kelahiran prematur menyebabkan aktivasi endokirn
janin sebelum dewasa, kelebihan tekanan rahim, perdarahan, infeksi atau radang
intrauterin (Harnietta, 2005).
Masa kehamilan aterm adalah masa kehamilan anatara 37 sampai 42 minggu.
Bayi dilahirkan pada masa aterm disebut dengan bayi lahir cukup bulan dan bayi ini
dapat mengalami BBLR dan dapat juga lahir normal. Bila pada masa aterm bayi
dilahirkan kurang dari 2500 gram disebut dengan bayi kecil masa kehamilan
(KMK).
Masa kehamilan Postterm atau sering disebut dengan masa kehamilan lebih
bulan atau lebih dari 42 minggu. Bayi yang dilahirkan pada masa posterm lebih
matur dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan pada masa aterm. Pada bayi yang
mengalami BBLR masa posterm akan lebih mudah ditangani dibandingkan dengan
bayi BBLR prematur.
Berdasarkan klasifikasi masa kehamilan maka bayi BBLR dapat dibagi
menjadi tiga kategori yaitu BBLR prematur, bayi kecil untuk masa kehamilan
(KMK), dan Kombinasi prematur dan bayi kecil masa kehamilan.
a. BBLR Prematur
BBLR prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang
dari 37 minggu dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Bila bayi yang
lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badanya kurang
dari seharusnya desebut dengan dismatur kurang bulan kecil untuk masa
kehamilan. Karakteristik bayi BBLR prematur adalah berat lahir kurang dari
2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkar dada
kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm. Semakin awal bayi lahir,
semakin belum sempurna perkembangan organ-organ tubuhnya, dan semakin
rendah berat badanya saat lahir dan semakin tinggi resikonya mengalami
berbagai komplikasi berbahaya (Sunaryanto, 2009).
10
b. Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Bayi kecil untuk masa kehamilan merupakan bayi BBLR yang
diakibatkan karena gangguan pertumbuhan intranutrien. Bayi kecil masa
kehamilan adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir kurang dari
10th Bayi kecil masa kehamilan bisa terjadi tanpa penyebab patologis atau
penyebab sekunder persentil untuk berat sebenarnya dengan umur
kehamilan (Manuaba, 1998). Namun dalam berbagai literatur akhir-akhir
ini yang merujuk pada kejadian BBLR, istilah bayi kecil untuk masa
kehamilan dapat didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram dengan usia kehamilan lebih atau sama dengan 37
minggu (Depkes RI, 2011). Istilah yang banyak digunakan dengan bayi
kecil untuk masa kehamilan diantaranya pseudoprematuritas, dismaturitas,
fetal malnutrisi, chronic fetal distress. Small for Gestational Age (SGA),
dan Intra Uterin Grouth Retardation (IUGR) (Manuaba, 1998).
intrauterine growth retradation (IUGR). Bayak faktor yang
menyebabkan bayi kecil masa kehamilan seperti bayi dengan kelainan
kongenital atau kelainan kromosom sering dikaitkan dengan BBLR,
Masalah plasenta dapat menghambat penyediaan oksigen dan nutrisi yang
adekuat pada janain, dan infeksi (Pastrakulijic, 2000).
Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam
pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan
terjadinya infeksi, kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk
menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR) mudah terserang komplikasi tertentu seperti ikterus, hipoglikemia
yang dapat menyebabkan kematian. Kelompok bayi berat lahir rendah yang
dapat di istilahkan dengan kelompok resiko tinggi karena pada bayi berat
lahir rendah menunjukan angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi
dengan berat bayi lahir cukup.
Menurut Manuaba (1998) ada tiga faktor penyebab KMK, yaitu faktor
ibu, faktor uterus dan plasenta, dan faktor janin. Faktor ibu yang berperan
dalam menyebabkan terjadinya bayi KMK seperti malnutrisi, penyakit ibu
(hipertensi, paru, penyakit gula), komplikasi hamil (preeklamsia, eklamsia,
perdarahan), dan kebiasaan ibu (perokok, peminum). Faktor uterus dan
11
plasenta dapat berupa gangguan pembuluh darah, gangguan insersi tali
pusat, kelainan bentuk plasenta, dan perkapuran plasenta. Faktor janin
berupa kelainan kromosom, hamil ganda, infeksi dalam rahim, cacat
bawaan.
c. Kombinasi Prematur dan Bayi Kecil Masa Kehamilan
Kombinasi bayi premaatur dan bayi kecil masa hamil dipastiakan
akan menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah. Umumnya bayi
dengan berat lahir dengan kondisi prematur dan bayi kecil masa kehamilan
kurang dari 1500 gram disebut bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR)
(WHO,1961; Unicef, 2004)
d. Patofisiologi dan Etiologi BBLR
Sangat susah untuk memisahkan secara tegas antara faktor-faktor
yang berkaitan dengan prematur dan faktor yang berkaitan dengan IUGR
yang menyebabkan terjadinya BBLR. Sampai sekarang penyebab terbanyak
yang diketahui menyebabkan terjadinya BBLR adalaah kelahiran prematur.
Dan dalam kasus demikian bayi yang BBLR harus mendapatkan
penanganan yang adekuat. Sedangkan faktor lain berkaitan dengan faktor
ibu dan janin (Depkes RI, 2011).
Menurut WHO (2004) faktor etiologi yang berkontribusi
menyebabkan kejadian berat badan lahir rendah terutama di negara-negara
berkembang meliputi penggunaan tembakau ( merokok, konsumsi
tembakau kunyah, dan tembakau untuk kegunaan terapi), kurang intake
kalori, berat badan rendah sebelum masa kehamilan, primipara, jenis
kelamin janin, tubuh pendek, ras, riwayat BBLR sebelumnya, angka
mordibitas umum, dan faktor risiko lingkungan seperti paparan timbal, dan
jenis-jenis polusi udara (WHO, 2004).
12
Sumber : World Health Organisation
e. Dampak Berat Badan Lahir Rendah
BBLR sangat erat kaitannya dengan mortalitas dan mordibitas janin.
Keadaan ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif,
kerentanan terhadap penyakit kronis di kemudian hari (Unicef, 2004). Pada
tingkat populasi, proporsi bayi dengan BBLR adalah gambaran
multimasalah kesehatan masyarakat mencakup ibu yang kekurangan gizi
jangka panjang, kesehatan yang buruk, kerja keras dan perawatan kesehatan
dan kehamilan yang buruk. Secara individual, BBLR merupakan prediktor
penting dalam kesehatan dan kelangsungan hidup bayi yang baru lahir dan
berhubungan dengan risiko tinggi pada kematian bayi dan anak (Unicef,
2004).
Dampak lanjutan dari BBLR dapat berupa gagal tumbuh (grouth
faltering), anak pendek 3 kali lebih besar di banding non BBLR,
pertumbuhan terganggu, penyebab wasting, dan risiko malnutrisi (Sirajudin
dkk, 2011).
3. Faktor Resiko BBLR
Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR adalah :
a. Faktor ibu
13
1) Sosioekonomi dan demografi
Sosioekonomi meliputi status sosial ekonomi yang rendah, status
perkawinan, tingkat pendidikan yang rendah. Budaya meliputi ras/ suku.
Faktor demografi meliputi umur ibu sewaktu hamil. Prognosa kehamilan
sangat ditentukan oleh usia seseorang. Umur yang terlalu muda atau kurang
dari 17 tahun dan umur yang terlalu lanjut lebih dari 34 tahun merupakan
kehamilan resiko tinggi. 18 Kehamilan pada usia muda erupakan faktor resiko
hal ini disebabkan belum matangnya organ reproduksi untuk hamil
(endometrium belum sempurna) sedangkan pada umur diatas 35 tahun
endometrium yang kurang subur serta memperbesar kemungkinan untuk
menderita kelainan kongenital, sehingga dapat berakibat terhadap kesehatan
ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin dan beresiko untuk
mengalami kelahiran prematur.17 Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah
pada usia kurang dari 20 tahun. Kejadian terendah terjadi pada usia antara 26 –
35 tahun.
Ras yaitu bayi yang lahir dari ras kulit hitam dua kali lebih besar
kemungkinannya mengalami BBLR dibanding ras kulit putih, hal ini
disebabkan karena pada kelompok ras kulit hitam yang minoritas orang miskin
sehingga asupan gizi selama hamil kurang karena pendapatannya tidak dapat
memenuhi kebutuhan gizi yang seharusnya didapatkan selama hamil.
Faktor sosial ekonomi, budaya berhubungan dengan tingkat pendidikan,
pekerjaan ibu, ekonomi keluarga. Pendidikan secara tidak langsung akan
mempengaruhi hasil suatu kehamilan khususnya terhadap kejadian bayi
dengan berat badan lahir rendah. Hal ini dikaitkan dengan pengetahuan ibu
dalam memelihara kondisi kehamilan serta upaya mendapatkan pelayanan dan
pemeriksaan kesehatan selama kehamilan.
Ekonomi keluarga dapat menunjukkan gambaran kemampuan keluarga
dalam memenuhi kebutuhan gzi ibu selama hamil yang berperan dalam
pertumbuhan janin. Keadaan sosial ekonomi sangat berperan terhadap
timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial
ekonomi rendah. Hal ini disebabkan keadaan gizi yang kurang baik dan
periksa hamil.
Pekerjaan fisik banyak dihubungkan dengan peranan seorang ibu yang
mempunyai pekerjaan tambahan diluar pekerjaan rumah tangga dalam upaya
14
meningkatkan pendapatan keluarga. Beratnya pekerjaan ibu selama kehamilan
dapat menimbulkan terjadinya prematuritas karena ibu tidak dapat beristirahat
dan hal tersebut dapat mempengaruhi janin yang sedang dikandung.
Kejadian prematuritas juga terjadi pada bayi yang lahir dari perkawinan
yang tidak sah lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dari
perkawinan yang sah. Hal ini karena hamil diluar nikah masih merupakan
sesuatu yang belum dapat diterima masyarakat, karena dianggap sebagai anak
haram atau hasil perzinahan. Wanita yang hamil diluar nikah akan menghadapi
masalah psikologis yaitu takut, rendah diri terhadap kehamilannya sehingga
cenderung untuk menghilangkan dengan cara menggugurkan kandungan. Oleh
sebab itu layanan antenatal bahkan tidak pernah dilakukan.
2) Resiko medis ibu sebelum hamil dan gangguan, penyakit selama hamil
Resiko medis ibu sebelum hamil antara lain paritas, bila berat badan
kurang dari 40 kg dan tinggi badan ibu kurang dari 145 cm, cacat bawaan,
pernah melahirkan BBLR, abortus spontan dan faktor genetik.5,19 Paritas
adalah jumlah anak yang dikandung dan dilahirkan oleh ibu. Paritas primipara
yaitu wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat janin diatas 2500 gram
pada umur kehamilan 37 sampai 42 minggu.17 Mereka mempunyai resiko
1,32 kali lebih besar untuk terjadi BBLR. Paritas yang beresiko melahirkan
BBLR adalah paritas nol yaitu bila ibu pertama kali hamil dan paritas lebih
dari empat. Hal ini dapat berpengaruh pada kehamilan berikutnya karena
kondisi rahim ibu belum pulih jika untuk hamil kembali.
Jarak kehamilan juga merupakan faktor resiko medis ibu sebelum hamil
yang mempengaruhi kejadian BBLR. Semakin kecil jarak antara dua kelahiran
semakin besar resiko melahirkan BBLR. Kejadian tersebut disebabkan oleh
komplikasi perdarahan antepartum, partus prematur dan anemia berat.
Dari suatu studi prospektif didapatkan bahwa interval persalinan
menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian BBLR. Jarak kehamilan
yang sangat pendek dan jarak sangat panjang menjadi faktor resiko terjadinya
ibu melahirkan BBLR. Faktor resiko ibu hamil hubungannya dengan BBLR
didapatkan resiko relatif 1,32 pada primipara dan resiko relatif 1,48 pada ibu
dengan interval kehamilan lebih dari 6 tahun.
Bayi berat lahir rendah terjadi apabila ibu mengalami
gangguan/komplikasi selama kehamilan seperti hiperemesis gravidarum yaitu
15
komplikasi mual dan muntah pada hamil muda bila terjadi secara terus
menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan cadangan karbohidrat dan lemak
habis terpakai untuk keperluan energi, perasaan mual ini disebabkan oleh
meningkatnya kadar estrogen. Hiperemesis yang terus menerus dapat
menyebabkan kekurangan asupan makanan yang dapat mempengaruhi
perkembangan janin.
BBLR juga terjadi jika Ibu menderita pre eklampsia dan eklampsia. Pre
eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita
hamil, dalam persalinan / nifas yang ditandai dengan kejang dan koma.
Kondisi tersebut dapat mempengaruhi plasenta dan uterus karena aliran darah
ke plasenta menurun sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta. Pada
hipertensi yang agak lama dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga
mudah terjadi partus prematur.
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, diabetes mellitus dan
penyakit infeksi menjadi salah satu penyebab BBLR karena janin tumbuh
lambat atau memperpendek usia kehamilan ibu.
Penyakit infeksi akut antara lain disebabkan oleh masuknya
mikroorganisme patogen dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan
timbulnya tanda-tanda atau gejala penyakit. Mikroorganisme penyebab infeksi
dapat berupa bakteri, protozoa, jamur dan virus (rubella, toksoplasma). Hal
tersebut dapat menyebabkan kelainan dan penularan kongenital pada bayi
sehingga bayi yang dilahirkan prematur.
Patogenesis kejadian BBLR juga diakibatkan oleh penyakit TB paru,
malaria, penyakit non infeksi seperti penyakit jantung, asma dan kurang gizi
(KKP) karena status gizi yang buruk. Penyakitpenyakit tersebut dapat
mengganggu proses fisiologis metabolisme dan pertukaran gas pada janin
berakibat terjadinya partus prematur sehingga beresiko BBLR.
Anemia pada ibu hamil adalah suatu keadaan yang menunjukkan kadar
haemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah dari nilai normal yaitu 11
g/100 ml. Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta.
16
Pengaruh anemia terhadap kehamilan yaitu dapat terjadi abortus, persalinan
prematur, perdarahan antepartum.
3) Lingkungan dan perilaku
Perilaku ibu yang suka merokok maupun terkena pajanan asap rokok,
serta konsumsi alkohol dan obat-obatan beresiko untuk melahirkan bayi
BBLR. Menurut penelitian angka insidensi bayi BBLR dari ibu yang merokok
dua kali lebh besar dari ibu yang tidak merokok. Penggunaan obat juga
menyebabkan sejumlah efek yang merusak pada janin termasuk
pertumbuhannya dan dapat menyebabkan cacat kongenital. Radiasi dan
paparan zat-zat racun juga berpengaruh, kondisi tersebut dikhawatirkan terjadi
mutasi gen sehingga dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin.24
Lingkungan juga mempengaruhi untuk menjadi resiko untuk melahirkan
BBLR. Faktor lingkungan yaitu bila ibu bertempat tinggal di dataran tinggi
seperti pegunungan. Hal tersebut menyebabkan rendahnya kadar oksigen
sehigga suplai oksigen terhadap janin menjadi terganggu. Ibu yang tempat
tinggalnya di dataran tinggi beresiko untuk mengalami hipoksia janin yang
menyebabkan asfiksia neonatorum. Kondisi tersebut dapat berpengaruh
terhadap janin oleh karena gangguan oksigenisasi/kadar oksigen udara lebih
rendah dan dapat menyebabkan lahirnya bayi BBLR.
4) Karakteristik pelayanan antenatal
Jenis pelayanan kesehatan yang harus dilakukan oleh ibu hamil adalah
pemeriksaan kehamilan/pelayanan antenatal. Pelayanan antenatal harus
dilakukan, sehingga kondisi ibu dan janin dapat dikontrol dengan baik.
Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang diikuti dengan
upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. Tujuannya adalah
untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilan, persalinan dan
nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat.
Pemeriksaan antenatal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan
terdidik dalam bidang kebidanan, yaitu pembantu bidan, bidan, dokter dan
perawat yang sudah dilatih. Jumlah kunjungan perawatan kehamilan berkaitan
dengan kejadian BBLR. Pengaruh pelayanan antenatal selama kehamilan
terhadap kejadian BBLR meliputi faktor-faktor sebagai berikut yaitu :
kunjungan pertama pelayanan antenatal, jumlah kunjungan pelayanan
antenatal, serta kualitas pelayanan antenatal. Kunjungan pertama pemeriksaan
17
antenatal dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid, sehingga
diharapkan dapat menetapkan data dasar yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan janin dalam rahim dan kesehatan ibu sampai persalinan.
Ibu hamil juga dianjurkan untuk melakukan pengawasan antenatal sebanyak 4
kali, yaitu pada setiap trimester sedangkan trimester terakhir sebanyak 2 kali.
Kualitas pelayanan antenatal meliputi sifat/struktur dan jenis pelayanan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan. Dalam hal ini pelayanan antenatal yang
kontinu/ kadang-kadang serta layanan antenatal yang ditujukan pada segmen
kehamilan beresiko.
5) Faktor resiko lain yang berkembang seperti stress, faktor fisik dan
psikososial
Kondisi kejiwaan ibu juga sangat berpengaruh kepada janin. Oleh sebab
itu keadaan mental ibu selama kehamilan juga harus dijaga dan diperhatikan,
antara lain dengan cara memberikan motivasi kepada ibu selama pemeriksaan
kehamilan. Dukungan psikologis dan perhatian akan berdampak terhadap pola
kehidupan sosial pada wanita hamil, sehingga wanita hamil merasa nyaman
dan dapat menjaga emosional selama kehamilannya. Gangguan emosional
dapat mengganggu kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya serta
menghambat asuhan neonatal pascapersalinan.24
b. Faktor janin :
1) Hidraamion/polihidramnion yaitu keadaan dimana banyaknya air ketuban
melebihi 2000 cc, pada keadaan normal banyaknya air ketuban dapat
mencapai 1000 cc untuk kemudian menurun lagi setelah minggu ke 38
sehingga hanya tinggal beberapa ratus cc saja. Hidraamnion dianggap sebagai
kehamilan resiko tinggi karena dapat membahayakan ibu dan anak, pada
hidramnion menyebabkan uterus regang sehingga dapat menyebabkan partus
prematur. Kondisi ini biasanya terjadi pada kehamilan ganda.
2) Kehamilan ganda/ kembar ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih.
Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan daripada janin pada
kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Berat badan bayi yang
umumnya baru lahir pada kehamilan kembar kurang dari 2500 gram.
Frekuensi hidramnion kira – kira sepuluh kali lebih besar pada kehamilan
ganda daripada kehamilan tunggal. Pada kehamilan kembar cenderung untuk
terjadinya partus prematur.
18
3) Keadaan lain yang mungkin terjadi BBLR yaitu cacat bawaan akibat
kelainan kromosom (sindroma down, turner) serta cacat bawaan karena infeksi
intrauterine (menyebabkan gangguan pada bayi dalam bentuk fetal
dismaturity) sehingga janin lahir dengan berat badan yang lebih kecil atau
mati dalam kandungan, BBLR dapat terjadi akibat ketuban pecah dini yaitu
keluarnya cairan jernih dari vagina pada kehamilan lebih dari 20 minggu
sebelum proses persalinan berlangsung. Hal ini dapat mempengaruhi kondisi
janin. Bila usia kehamilan belum cukup bulan, namun ketuban sudah pecah
sebelum waktunya maka hal tersebut dapat mengakibatkan kelahiran prematur
sehingga bayi yang dilahirkan beresiko untuk BBLR.
4. Pencegahan BBLR
Upaya-upaya pencegahan merupakan hal yang sangat penting dalam
menurunkan insiden atau kejadian berat badan lahir rendah di masyarakat. Upaya-
upaya ini dapat dilakukan dengan (Sunaryanto, 2010).
a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal empat kali selama
periode kehamilan yakni 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester kedua, dan
2 kali pada trimester ke II.
b. Pada ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi diet seimbang serat dan rendah lemak,
kalori cukup, vitamin dan mineral termasuk 400 mikrogram vitamin B asam folat
setiap hari. Pengontrolan berat badan selama kehamilan dari pertambahan berat
bada awal dikisaran 12,5-15 kg .
c. Hindari rokok atau asap rokok dan jenis polusi lain, minuman berlkohol, aktivitas
fisik yang berlebihan.
d. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim, faktor resiko tinggi dalam kehamilan, dan perawatan diri selama
kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatanya dan janin yang dikandung
dengan baik.
e. Pengontrolon oleh bidan secara berkesinambungan sehingga ibu dapat
merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat.
5. Determinan Eko-Sosial Kesehatan
Kerangka konsep determinan kesehatan yang diterima luas dewasa ini adalah
bahwa tingkat kesehatan individu dan distribusi kesehatan yang adil dalam populasi
19
ditentukan oleh banyak faktor yang terletak di berbagai level. Pada 1996, Susser dan
Susser mengemukakan teori “eco-epidemiology”. Kerangka konsep eko-
epidemiologi mengintegrasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan
terjadinya penyakit, yang melibatkan sistem kausasi di berbagai level dan lintas
level, meliputi level genetik, epigenetik, individu, keluarga, komunitas, dan sosial.
Pendekatan eko-epidemiologi menekankan pemahaman tentang keterkaitan
(interconnectiveness), ketergantungan (interdependence), dan interaksi (interaction)
antara elemen-elemen dalam suatu sistem yang terletak di tiap level dan lintas level,
serta perkembangan paparan yang berlangsung sepanjang perjalanan hidup, dan
konteks sosio-temporal yang mempengaruhi risiko penyakit. Dahlgren dan
Whitehead (1991) menggambarkan determinan sosial kesehatan terletak di berbagai
level dalam model eko-sosial kesehatan (Gambar 1). Perhatikan bahwa pelayanan
kesehatan bukan satu-satunya determinan kesehatan, melainkan hanya salah satu
dari banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan individu dan populasi. Teori eko-
sosial kesehatan Dahlgren dan Whitehead (1991) maupun Krieger (2011)
menjelaskan bahwa kesehatan/ penyakit yang dialami individu dipengaruhi oleh
faktorfaktor yang terletak di berbagai lapisan lingkungan, sebagian besar determinan
kesehatan tersebut sesungguhnya dapat diubah (modifiable factors). Gambar 1
memeragakan, individu yang kesehatannya ingin ditingkatkan terletak di pusat,
dengan faktor konstitusional (gen), dan sistem lingkungan mikro pada level sel/
molekul. Lapisan pertama (level mikro, hilir/ downstream) dari determinan
kesehatan meliputi perilaku perorangan (individu) dan gaya hidup, baik yang
meningkatkan atau sebaliknya merugikan kesehatan, misalnya pilihan untuk
merokok atau tidak merokok. Termasuk determinan pada level mikro adalah faktor
konstitusional genetik yang dapat berinteraksi dengan paparan lingkungan, dan
memberikan perbedaan apakah individu lebih rentan atau lebih kuat menghadapi
paparan lingkungan yang merugikan. Selanjutnya perilaku maupun karakteristik
individu tersebut dipengaruhi oleh pola keluarga, pola pertemanan, dan norma-
norma di dalam komunitas. Lapisan kedua (level meso) adalah pengaruh sosial dan
komunitas, yang meliputi norma komunitas, nilai-nilai sosial, lembaga komunitas,
modal sosial, jejaring sosial, dan sebagainya. Faktor sosial pada level komunitas
dapat memberikan dukungan bagi anggota-anggota komunitas pada keadaan yang
menguntungkan bagi kesehatan. Sebaliknya faktor yang ada pada level komunitas
dapat juga memberikan efek negatif bagi individu dan tidak memberikan dukungan
20
sosial yang diperlukan bagi kesehatan anggota komunitas. Lapisan ketiga (level
ekso) meliputi faktor-faktor struktural: lingkungan pemukiman/ perumahan/ papan
yang baik, ketersediaan pangan, kondisi di tempat bekerja, kondisi sekolah,
penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan, akses terhadap pelayanan kesehatan
yang bermutu, akses terhadap pendidikan yang berkualitas, lapangan kerja yang
layak. Lapisan terluar (level makro, hulu/ upstream) meliputi kondisi-kondisi dan
kebijakan makro sosial-ekonomi, budaya, dan politik umumnya, serta lingkungan
fisik. Termasuk faktor-faktor makro yang terletak di lapisan luar adalah kebijakan
publik, stabilitas sosial, ekonomi, dan politik, hubungan internasional/ kemitraan
global, investasi pembangunan ekonomi, peperangan/ perdamaian, perubahan iklim
dan cuaca, eko-sistem, bencana alam (maupun bencana buatan manusia/ man-made
disaster seperti kebakaran hutan), dan sebagainya.
Para ilmuwan belum dapat memperkirakan dengan persis kontribusi masing-
masing determinan itu terhadap kesehatan. Tetapi CDC (2016) membuat estimasi
kasar tentang berapa besar masing-masing dari kelima determinan memberikan
kontribusi bagi kesehatan populasi seperti disajikan Gambar 2. Perhatikan,
kontribusi pelayanan kesehatan terhadap kesehatan populasi tidak lebih dari 25%.
Lebih dari 50% pola kesehatan populasi, dan distribusi penyakit pada populasi,
ditentukan oleh determinan sosial. Di samping itu determinan sosial kesehatan
berinteraksi dan memengaruhi perilaku individdu terkait kesehatan.
21
6. Perspektif Sepanjang Hayat Terjadinya Penyakit
David Barker (Gambar 3), seorang profesor epidemiologi dari Inggris pada
tahun 1990 mempublikasikan sebuah teori termashur yang disebut “thrifty
phenotype hypothesis”. Teori itu disebut juga “hipotesis pemrograman janin” (“fetal
programming hypotesis”),“fetal origin hypothesis”, atau “hipotesis Barker”).
Hipotesis Barker mengubah cara berpikir tentang kausa dari berbagai penyakit
kronis di usia dewasa, yakni diabetes, penyakit kardiovaskuler, dan kanker. Barker
mengkritik gagasan bahwa berbagai penyakit kronis itu disebabkan oleh kombinasi
antara gen yang buruk dan gaya hidup yang tidak sehat di usia dewasa. Barker
mengemukakan bahwa akar penyebab penyakit kronis terletak di awal kehidupan.
Menurut Barker, asupan makanan yang diperoleh janin dari ibunya, dan paparan
infeksi setelah kelahiran, dengan permanen “memrogram” struktur dan metabolisme
tubuh, yang menentukan kerentanannya untuk mengalami penyakit kronis pada
kehidupan kemudian hari (Barker et al., 2013).
David Barker membuka area penelitian yang baru, yakni area yang meneliti
penyebab kesehatan dan penyakit terletak pada masa perkembangan (development).
Gagasan itu berimplikasi pada pendekatan baru dalam strategi mengatasi epidemi
penyakit kronis. David Barker mengemukakan bahwa upaya untuk mengatasi
epidemi penyakit kronis di negara maju dan berkembang membutuhkan pergeseran
22
fokus pada faktor risiko gaya hidup di usia dewasa kepada pemberian prioritas
kepada kesehatan dan gizi remaja putri, ibu hamil, dan bayi. Selama 30 tahun
dengan konsisten Barker melakukan penelitian untuk memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam tentang gagasan itu, dan menerjemahkannya dalam bentuk langkah-
langkah intervensi yang bisa dilakukan.
B. PENELITIAN TERDAHULU
1. Colti Sistiarani (2008). Faktor Maternal Dan Kualitas Pelayanan Antenatal Yang
Berisiko Terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Hasil dari
penelitian ini menyebutkan bahwa Dari hasil analisis multivariat terbukti bahwa
umur kurang dari 20 tahun dan umur lebih dari 34 tahun, jarak kelahiran kurang dari
2 tahun serta kualitas pelayanan antenatal yang kurang baik merupakan variabel
yang paling dominan berisiko terhadap BBLR.
2. Sandra surya rini, iga trisna w (2015).Faktor–Faktor Risiko Kejadian Berat Bayi
Lahir Rendah Di Wilayah Kerja Unit Pelayanan Terpadu Kesmas Gianyar II. Hasil
23
penelitian ini menyebutkan bahwa Umur ibu, kadar Hb, jarak paritas, jumlah
kunjungan antenatal, jumlah paritas, faktor sosial ekonomi, tingkat pendidikan ibu,
status gizi ibu adalah faktor risiko terjadinya BBLR sedangkan riwayat pekerjaan
ibu selama hamil adalah faktor proteksi. Variabel yang paling dominan berpengaruh
terhadap kejadian BBLR adalah variabel usia ibu.
3. Sagung Adi Sresti Mahayana, Eva Chundrayetti, Yulistini (2015). Faktor Risiko
yang Berpengaruh terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa Faktor risiko anemia
dan kelainan plasenta memiliki hubungan dengan kejadian BBLR di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Dan Faktor risiko anemia dan paritas merupakan faktor risiko yang
paling berpengaruh terhadap kejadian BBLR di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
top related