bab ii kajian pustaka 2.1 1. ekstrakurikuler a) pengertian...
Post on 31-Dec-2019
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
1. Ekstrakurikuler
a) Pengertian Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah program kulikuler yang alokasi waktunya
tidak ditetapkan dalam kurikulum. Jelasnya bahwa kegiatan ekstrakurikuler
merupakan operasional (supplement dan complements) kurikulum, yang perlu
disusun dan dituangkan dalam rencana kerja tahunan atau kalender pendidikan
satuan pendidikan. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomer 39 Tahun 2008 tentang pembinaan Kepeserta didikan (2008:4)
menyebutkan “kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu jalur pembinaan
kepeserta dididikan”. Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang berada di luar program
yang tertulis di dalam kurikulum, seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan
kepeserta didikan (Depdiknas, 2001:29).
Hal ini juga di dukung oleh pendapat Shaleh (2005:170) yang mengatakan
bahwa “kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran yang
diselenggarakan di luar jam pelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan
pengetahuan, pengembangan, bimbingan dan pembiasaan peserta didik agar memiliki
pengetahuan dan penunjang”. Selain itu kegiatan ekstrakurikuler juga bisa
dimanfaatkan peserta didik untuk mengasah bakat serta potensi yang peserta didik
miliki, terlebih bakat serta potensi mereka akan sangat mempengaruhi terhadap bekal
keterampilan yang berguna untuk peserta didik di masa mendatang.
9
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrakurikuler
merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar jam pembelajaran untuk
lebih mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki oleh perserta didik. Banyak
macam kegiatan ekstrakurikuler yang dikembangkan di sekolah yang tentu saja
berbeda-beda antar sekolah. Perbedaan itu bisa dimengerti karena terdapatnya
perbedaan, minat, kebutuhan peserta didik, sarana dan prasarana, potensi sekolah
dan potensi daerah yang bersangkutan.
b) Tujuan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di
luar jam pembelajaran untuk lebih mengembangakan bakat dan minat yang dimiliki
oleh perserta didik. Berikut tujuan ekstrakurikuler di sekolah (Depdiknas, 2001:29):
1)Menyediakan lingkungan yang memungkinkan siswa didik untuk
mengembangkan potensi, bakat dan kemampuan secara optimal, sehingga mereka
mampu mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan
pribadinya dan maupun kebutuhan masyarakat, 2)Memandu (artinya
mengidentifikasi dan membina) dan memupuk (artinya mengembangkan dan
meningkatkan) potensi-potensi siswa secara utuh, 3)Pengembangan aspek afektif
(nilai moral dan sosial) dan psikomotor (ketrampilan untuk menyeimbangkan
aspek kognitif siswa, 4)Membantu siswa dalam mengembangkan minatnya, juga
membantu siswa agar mempunyai semangat baru untuk lebih giat belajar serta
menanamkan rasa tanggungjawab sebagai seorang manusia yang mandiri.
Adapun menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 Tentang Kegiatan Ekstrakurikuler ayat (2) yaitu
“kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangakan
potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian
peserta didik secara optimal dalam rangka mendukung pencapaian tujuan
pendidikan nasional”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah sebagai wadah untuk mengembangkan aspek afektif,
kognitif, dan psikomotor, selain itu juga untuk membantu siswa dalam
10
mengembangkan bakat dan minatnya, serta menanamkan rasa tanggungjawab
sebagai seorang manusia yang mandiri.
2. Seni Tari
a) Pengertian Seni Tari
Tari dalam artian yang sederhana adalah gerak yang indah dan lahir dari
tubuh yang bergerak dan berirama. Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang
diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah, karena tarian adalah ekspresi
jiwa, pasti di dalamnya mengandung maksud-maksud tertentu. Maksud yang jelas
bisa mudah dirasakan oleh manusia lain sampai kepada maksud yang simbolis atau
abstrak yang agak sukar atau sering sukar sekali dimengerti, tetapi tetap bisa rasakan
keindahannya (Sudarsono, 2000:34). John Martin, (Purnomo,2013) mengemukakan
bahwa substansi buku dari tari adalah gerak. Di samping itu, bahwa gerak adalah
pengalaman fisik yang paling elementer dari kehidupan seorang manusia.
Menurut Mulyani (2016:49) Ada beberapa batasan tentang definisi tari
yang pernah dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain:
“Kamaladevi Chattopadhaya, seorang tokoh tari dari India menjelaskan bahwa tari
adalah desakan perasaan manusia di dalam dirinya yang mendorongnya untuk
mencari ungkapan yang berupa gerak-gerak yang ritmis. Sementara itu, ahli tari asal
Belanda Corrie Hartong mendefinisikan tari sebagai gerak-gerak yang diberi bentuk
dan ritmis dari badan di dalam ruang. Pangeran Suryadiningrat, seorang ahli tari Jawa,
menjelaskan bahwa tari adalah gerak dari seluruh anggota tubuh manusia yang
disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu”.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, Soedarsono (2000:18)
menjelaskan bahwa gerak yang bisa dikategorikan sebagai gerak tari, adalah gerak
yang sudah dirombak. Adapun menurut Saragih (2001:2) seni tari adalah salah
satu cabang kesenian yang mengandung faktor keindahan yang dapat
membangkitkan rasa haru dalam diri orang yang menikmatinya maupun yang
11
menarikannya. Lebih lanjut Saragih mengemukakan bahwa seni tari adalah
ungkapan jiwa yang mengandung unsur-unsur keindahan yang terjelma dalam
bentuk gerakan yang teratur sesuai dengan irama yang mengiringinya.
Abdurachman dan Rusliana (2001:22) menjelaskan gerakan tari terletak
pada empat hal yaitu wiraga, wirama, wirasa dan harmoni.
1. Wiraga adalah ungkapan secara fisik dari awal sampai akhir menari.
Kemampuan wiraga yang memadai artinya,
a. Hafal adalah tuntunan kemampuan penguasaan daya ingat yang maksimal.
b. Teknik adalah tutunan penguasaan keterampilan di dalam
pengungkapan dan mewujudkan berbagai pose, elemen gerak, dan
pose-pose gerak yang selaras dengan penggunaan atau pengendalian
tenaganya yang dituntut oleh suatu tarian.
c. Ruang adalah tuntunan penguasaan ketepatan di dalam menempatkan
tubuhnya di berbagai posisi pada setiap gerak dalam ruang.
2. Keindahan pada aspek wirasa, pada dasarnya menyangkut penjiwaan atau
kemampuan penari di dalam mengungkapkan rasa emosi yang sesuai
dengan isi atau tema atau karakter dari tarian tersebut.
3. Aspek wirama akan terungkap jika penari memiliki ketajaman rasa atau
peka irama yang luluh menyatu dengan setiap ungkapan geraknya.
4. Aspek harmoni, pada dasarnya lebih menekankan pada interelasi yang
menyeluruh dari tarian yang dibawakan penari. Dengan lain kata, penilaiannya
adalah pada harmoni atau keselarasan antara kemampuan wiraga, wirasa,
wirama. Bagitu pula dengan harmoni antara penari dengan tarian yang
dibawakannya, dengan unsur seni pendukung seperti kostum dan rias.
12
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seni tari
merupakan suatu kesenian yang mengandung ungkapan keindahan yang terjelma
dalam bentuk gerakan yang teratur sesuai dengan irama yang mengiringinya, dan
gerakannya pun mengandung unsur-unsur wiraga, wirama, wirasa dan harmoni.
b) Fungsi Tari
Menurut Soedarsono (Rohayani, 2001: 5) menjelaskan bahwa fungsi seni
tari dalam kehidupan manusia, setidaknya secara garis besar dikelompokkan
menjadi tiga macam, antara lain :
1. Tari sebagai sarana upacara ritual
Upacara merupakan suatu tindakan atau serangkaian tindakan yang
dilakukan menurut adat kebiasaan atau keagamaan yang menandai kesakralan atau
kehidmatan suatu peristiwa. Serangkaian tindakan tersebut dilakukan berulang-
ulang, dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, alam, lingkungan, serta
“penguasanya”. Dilingkungan masyarakat yang masih kental atau adat istiadatnya,
seni petunjukkan (tari) mempunyai fungsi ritual yang sakral.
Seni tari untuk keperluan ritual, harus memenuhi kaidah-kaidah ritual
yang telah turun menurun menjadi sebuah tradisi. Kaidah-kaidah tari yang
berfungsi sebagai sarana upacara ritual harus diselenggarakan pada saat-saat
tertentu, penarinya pun dipilih orang-orang tertentu, dan adakalanya berbagai
sesaji di tempat-tempat tertentu.
2. Tari sebagai hiburan
Seni tari sebagai sarana hiburan digunakan dalam rangka memeriahkan
suasana pesta hari perkawinan, khitanan, sukuran, peringatan hari-hari besar
nasional, peresmian-peresmian gedung, dan lain sebagainya. Seni tari dalam acara-
acara tersebut, sebagai ungkapan rasa senang dan bersyukur, yang diharapkan
disisi lain juga menjadi ajang hiburan buat masyarakat pada umumnya.
13
3. Tari sebagai tontonan
Tari tontonan atau disebut juga dengan tari pertunjukkan, dalam
pelaksanaanya disajikan khusus untuk dinikmati. Tari yang berfungsi sebagai
tontonan ini dapat diamati pada petunjukkan tari untuk kemasan pariwisata,
untuk penyambutan tamu-tamu penting atau tamu pejabat, dan untuk festival
seni. Petunjukkan tari yang dipergunakan pada acara-acara tersebut,
penggarapanya sudah dikemas dan dipersiapkan menjadi sebuah tari bentuk
yang telah melewati suatu proses penataan, baik gerak tarinya maupun musik
iringanya sesuai dengan kaidah-kaidah artistiknya.
c) Bentuk-bentuk Tarian
Menurut Saragih (2001:5) di Indonesia terdapat dua bentuk seni tari, yaitu:
seni tari tradisional dan seni tari non tradisional. Kedua bentuk tari tersebut hidup
berdampingan serta saling mempengaruhi.
1. Seni Tari Tradisional
Seni tari tradisional adalah bentuk seni tari yang dirasakan sebagai
milik masyarakat tertentu. Banyak seni tari ini telah berkembang sejak
beberapa generasi serta telah mengalami pengarapan berdasarkan cita rasa
pendukungnya. Seni tari tradisional terdiri dari:
a. Seni tari rakyat, yaitu suatu bentuk tarian tradisional yang mempuyai ciri-
ciri sederhana, akrab, dan mudah menyesuaikan dengan lingkungannya.
b. Seni tari klasik, yaitu suatu bentuk tarian tradisional yang telah digarap
kembali secara mantap, bermutu tinggi dan bersifat lestari.
Pada dasarnya tari tradisional adalah keindahan atau estetika dari para
nenek moyang menjelma dalam bentuk-bentuk gerak yang teratur yang
14
berkembang turun temurun. Tarian tradisional sendiri mempunyai empat
unsur, yaitu tradisi, ungkapan, keindahan dan gerak berirama.
2. Seni Tari Non Tradisional
Seni tari nontradisional adalah bentuk seni tari yang penggarapannya
didasarkan pada cita rasa karsa di kalangan penduduknya. Seni tari tradisional
terdiri dari :
a. Seni tari modern, yaitu bentuk tari ciptaan baru yang penyanjiannya tidak
di dasarkan pada pola konvensional. Merupakan hasil pembaharuan
(inovasi) akibat pengaruh dari luar yang dapat diterima oleh sebagian
masyarakat lingkungannya.
b. Seni tari konteporer, yaitu bentuk seni tari mutahir yang penyajiannya
menyimpang dari pola konvensional. Pendukungnya dalam hal ini sangat
terbatas.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bentuk-bentuk
tarian dibagi menjadi tarian tradisional yang merupakan bentuk seni tari yang
dirasakan sebagai milik masyarakat tertentu, dan seni nontradisional
merupakan bentuk seni tari yang penggarapannya didasarkan pada cita rasa
karsa di kalangan penduduknya.
3. Pelaksanaan Ekstrakurikuler Seni Tari
Banyak sekolah yang memiliki berbagai ekstrakurikuler, ekstrakurikuler
itu sendiri terbagi atas 2 ekstrakurikuler, yaitu ekstrakurikuler wajib dan pilihan,
dalam ekstrakurikuler wajib yaitu ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh peserta
didik yakni pramuka. Sedangkan ekstrakurikuler pilihan salah satunya adalah
ekstrakurikuler dalam bidang seni. Ekstrakurikuler disekolah dasar dalam bidang
seni di zaman sekarang sudah banyak dijumpai, misalnya dalam seni tari
tradisional sekolah sudah banyak yang menerapkan kegiatan ini.
15
a) Perencanaan Program Kerja Ekstrakurikuler Seni Tari
Pada sebuah kegiatan pembelajaran tentunya diharapkan adanya suatu
perencanaan. Begitu juga dalam pembelajaran seni tari pada ekstrakurikuler seni tari
tradisional. Perencanaan dalam konteks pembelajaran dapat diartikan sebagai proses
penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan dan metode
pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dialaksanakan pada
masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Majid, 2008;17).
Perencanaan dilakukan agar dalam pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dapat
berjalan secara terinci dan tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.
Majid (2008:22) menyebutkan ada beberapa manfaat dari perencanaan
pengajaran dalam proses belajar mengajar yaitu:
1) Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan, 2) Sebagai pola dasar dalam
mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan, 3) Sebagai
pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid, 4) Sebagai alat
ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan
kelambatan kerja, 5) Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja, 6)
Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan perencanaan ekstrakurikuler
seni tari tradisional merupakan proses untuk menentukan kegiatan atau aktivitas yang
disusun dan direncanakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran seni tari. Guru
harus menyiapkan perencanaan kegiatan dalam melaksanakan ekstrakurikuler seni tari
agar nantinya proses pelaksanaan ekstrakurikuler seni tari bisa berjalan dengan lancar
sehingga tujuan dari pembelajaran seni tari dapat tercapai dengan diwujudkan melalui
rencana program kerja.
Program kerja ekstrakurikuler merupakan program kerja yang disusun
untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler agar kegiatan berjalan dengan
efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam ekstrakurikuler. Program kerja
16
ini dibagai menjadi 2 yaitu program kerja jangka pendek dan program kerja
jangka panjang. Program kerja jangka pendek merupakan program kerja yang
disusun untuk kegiatan dalam jangka pendek. Sedangkan program kerja jangka
panjang merupakan program kerja yang disusun untuk kegiatan jangka panjang.
4. Gerak Motorik
a) Pengertian Gerak Motorik
Perkembangan psikomotorik atau disingkat sebagai perkembangan
motorik adalah perkembangan mengontrol gerakan-gerakan tubuh melalui
kegiatan-kegiatan yang terkoordinasikan antara susunan syaraf pusat, syaraf dan
otot (Poerwanti, 2000:35). Perkembangan fisik yang normal (tidak cacat)
merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik bidang
pengetahuan, maupun keterampilan. Perkembangan motorik ini sangat mendasar
bagi belajar keterampilan. Oleh karena itu, kematangan perkembangan motorik
sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Restian (2015:52)
menyatakan bahwa “kecapakan motorik atau kemampuan psiko-motorik
merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syaraf motorik yang
dilakukan oleh syarat pusat untuk melakukan kegiatan”.
Adapun Hurlock (2003:35) menyebutkan perkembangan motorik yaitu
“perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir
antara sususan syaraf, otot, otak, dan spinal cord. Untuk memfasilitasi
perkembangan motorik atau keterampilan motorik, diperlukan guru atau
pembimbing khusus agar kemampuan motoriknya berkembang secara maksimal.
17
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan gerak motorik merupakan
gerak yang dilakukan secara terkoordinasi antara susunan syaraf pusat, syaraf dan
otot untuk melakukan suatu kegiatan keterampilan.
b) Motorik Kasar dan Motorik Halus
Menurut Hurlock (2003:35) “Perkembangan kemampuan motorik meliputi
motorik kasar dan motorik halus”. Motorik kasar merupakan gerakan fisik yang
membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh, dengan
menggunakan otot-otot besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh yang
dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan duduk,
menendang, naik turun tangga, berlari, dan sebagainya (Sulistyawati, 2013:26).
Sedangkan motorik halus menurut Hurlock (2003:36) merupakan kemampuan
yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh tertentu dan hanya melibatkan sebagian
otot tubuh. Gerakan halus ini tidak memerlukan banyak tenaga tetapi memerlukan
kerjasama antara mata dan anggota badan, contohnya menggapai, mamasukkan,
benda ke mulut, memegang sendok dan lain-lain”.
Berikut tabel perkembangan motorik anak menurut Sugandhi (2011:60) :
Tabel 2.1 Perkembangan motorik anak
Motorik Halus Motorik Kasar
1. Menulis 1.Baris berbaris
2. Menggambar atau melukis 2. kesenian (seni bela diri, seni tari)
3. Mengetik (komputer) 3.senam
4. Merupa (seperti membuat kerajinan dari tanah liat) 4.berenang
5. Menjahit 5.atletik, dsb
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gerak motorik
terbagi menjadi motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar merupakan gerak
yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh, dengan
menggunakan otot-otot besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh. Contohnya
kemampuan menendang dan berlari. Sedangkan motorik halus merupakan gerak
18
yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh tertentu dan hanya melibatkan sebagian
otot tubuh. Contohnya memegang sendok, menulis dan menjahit.
c) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik
Faktor-faktor yang dapat mempercepat atau memperlambat perkembangan
motorik menurut Rumini, S dan Sundari, S (2004:24) antara lain ialah :
a)Faktor genetik, individu yang mempunyai beberapa faktor keturunan yang
dapat menunjang perkembangan motorik misalnya otot kuat, syaraf bayi, cerdas,
menyebabkan perkembangan motorik individu tersebut menjadi baik dan cepat.
b)Faktor kesehatan pada periode prenatal, janin yang selama dalam kandungan
dalam keadaan sehat, tidak keracunan, tidak kekurangan gizi, tidak kekurangan
vitamin, dapat membantu memperlancar perkembangan motorik anak.
c)Kesehatan dan gizi yang baik pada awal kehidupan pasca lahir akan
mempercepat perkembangan motorik anak.
5. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
a) Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Menurut Delphie (2006:1) Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan
istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)’’ yang menandakan
adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang
berbeda antara satu dan lainnya. Adapun Hidayat (Apriyanto, 2012:28) berpendapat
bahwa anak luar biasa adalah anak yang tingkat perkembangannya menyimpang dari
tingkat perkembangan anak sebayanya baik dalam aspek fisik, mental, sosial dan
emosional, serta karena penyimpang itu sulit mendapatkan layanan yang sesuai dengan
kebutuhan khasnya dalam sistem pendidikan yang konvensional.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan
khusus merupakan anak luar biasa yang mempunyai kelainan khusus dan tingkat
perkembangannya menyimpang dari tingkat perkembangan anak sebayanya baik
dalam aspek fisik, mental, sosial dan emosional, serta karena penyimpang itu sulit
mendapatkan layanan yang sesuai dengan kebutuhan khasnya dalam sistem
pendidikan yang konvensional.
19
b) Macam-macam Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Di Negara Indonesia, anak berkebutuhan khusus yang mempunyai
gangguan perkembangan dan telah diberikan layanan antara lain sebagai berikut
(Delphie, 2006:2) :
1) Anak yang mengalami hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra),
khususnya anak buta (totally blind), tidak dapat menggunakan indera
penglihatannya untuk mengikuti segala kegiatan belajar maupun kehidupan
sehari-hari. 2) Anak dengan hendaya pendengaran dan bicara (tunarungu wicara),
pada umumnya mereka mempunyai hambatan pendengaran dan kesulitan
melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain. 3) Anak dengan hendaya
perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki problema belajar yang di
sebabkan adanya hambatan perkembangan inteligensi, mental, emosi, sosial, dan
fisik. 4) Anak dengan hendaya kondisi fisik atau motorik (tunadaksa). Secara
medis dinyatakan bahwa mereka mengalami kelainan pada tulang, persendian,
dan syaraf penggerak otot-otot tubuhnya. 5) Anak dengan hendaya perilaku
maladjustment. Anak yang berperilaku maladjustment sering disebut dengan
anak tunalaras. 6) Anak dengan hendaya autism (autistic children). Anak autistik
mempunyai kelainan ketidakmampuan berbahasa. Hal ini di akibatkan oleh
adanya cedera pada otak. 7) Anak dengan hendaya hiperaktif (attention deficit
disorder with hyperactive). Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu
gejala atau symptoms. 8) Anak dengan hendaya belajar (learning disability atau
specific learning disability). Isitilah specific learning disability ditujukan pada
siswa yang mempunyai prestasi rendah dalam bidang akademik tertentu, seperti
membaca, menulis, dan kemampuan matematika. 9) Anak dengan hendaya
kelainan perkembangan ganda (multihandicapped and developmentally disabled
children). Merekan sering disebut dengan istilah tunaganda.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan macam-macam anak
berkebutuhan khusus yang ada di Indonesia yaitu meliputi tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autis, hiperaktif, kesulitan belajar, dan
tunaganda.
6. Anak Tunagrahita
a) Pengertian Anak Tunagrahita
Somantri (2012:103) menyatakan bahwa tunagrahita adalah istilah yang
digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual
dibawah rata-rata, dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah
mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan
20
lain-lain. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental
karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti
program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak
terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni
disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.
Sedangkan menurut Efendi (Apriyanto, 2012:26) anak tunagrahita adalah
anak yang mengalami taraf kecerdasan yang rendah sehingga untuk meneliti tugas
perkembangan ia sangat membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara
khusus. Ketika memahami anak tunagrahita ada baiknya kita telaah definisi
tentang anak ini yang di kembangkan oleh AAMD (American Association of
Mental Deficiency) sebagai berikut menurut Kauffman dan Hallahan (Somantri,
2012:104) menyatakan bahwa “keterbelakangan mental menunjukkan fungsi
intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam
penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan’’.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tunagrahita atau
terbelakang mental merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasannya
mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembanagan yang
optimal.
b) Karakteristik Anak Tunagrahita
Pada anak tunagrahita yang merupakan anak berkebutuhan khusus yang
mengalami gangguan mental tentunya memiliki karakteristik yang membedakan
dengan anak berkebutuhan khusus lainnya. Adapun karakterisik anak tunagrahita
menurut Somantri (2012:105) yaitu:
21
1. Keterbatasan Inteligensi
Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-
keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi
kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif,
dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi
kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak
tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar
anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung,
menulis dan membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa
pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2. Keterbatasan Sosial
Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga
memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh
karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung beteman
dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua
sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana,
sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah
dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
3. Keterbatasan Fungsi-Fungsi Mental Lainnya
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyesuaikan
reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperhatikan reaksi
terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya
dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan
atau tugas dalam jangka waktu yang lama.
22
Anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual
dibawah rata-rata. Adapun menurut Delphie (2006:15) karakteristik anak
tunagrahita meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama seperti anak-
anak yang tidak menyandang tunagrahita. b) Selalu bersifat eksternal locus of
control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan (expectancy for filure). c)
Suka meniru prilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi
kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness). d)
Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri. e) Mempunyai
permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social behavioural). f)
Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar. g) Mempunyai
masalah dalam bahasa dan pengucapan. h) Mempunyai masalah dalam kesehatan
fisik. i) Kurang mampu untuk berkomunikasi. j) Mempunyai kelainan pada
sensori dan gerak.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari
anak tunagrahita sesuai dengan pendapat dari Somantri yang menyebutkan
terdapat 3 karakteristik anak tunagrahita yaitu keterbatasan inteligensi,
keterbatasan sosial, dan keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya.
c) Klasifikasi Anak Tunagrahita
Pengelompokan pada umumnya didasarkan pada taraf inteligensinya, yang
terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang, dan berat. Pengelompokan seperti ini
sebenarnya bersifat artificial karena ketiganya tidak dibatasi oleh garis demarkasi
yang tajam. Kemampuan inteligensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan
tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC).
Berikut merupakan tabel klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan derajat
keterbelakangannya menurut Blake (Somantri, 2012:108) :
Tabel 2.2 Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan derajat keterbelakangannya
Level
Keterbelakangan
IQ
Stanford Binet Skala Weschler
Ringan 68-52 69-55
Sedang 51-36 54-40
Berat 32-90 39-25
Sangat Berat >19 >24
23
Berdasarkan tabel klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan derajat
keterbelakangannya diatas, klasifikasi anak tunagrahita dapat dipaparkan sebagai
berikut :
1. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini
memiliki IQ antara 68 – 52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala
Weschler (WISC) memili IQ 69 – 55. Mereka masih dapat belajar membaca,
menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang
baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh
penghasilan untuk dirinya sendirinya. Menurut Blake (Somantri, 2012:108)
anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-
skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah
tangga, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak tunagrahita
ringan dapat berkerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan.
Namun demikian anak terbelakang mental ringan tidak mampu
melakukan penyesuaian sosial secara independen. Pada umumnya anak
tunagrahita tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak
seperti anak normal pada umunya. Oleh karena itu agak sukar membedakan
secara fisik antara antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal.
2. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki
IQ 51 – 36 pada Skala Binet dan 54 – 40 menurut Skala Weschler (WISC).
Mereka dapat dididik mengurus sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya
24
seperti kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan
sebagainya. Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar
secara akademik, seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung walaupun
mereka masih dapat menulis secara sosial, misalnya menulis namanya
sendiri, alamat rumahnya, dan lain-lain. Masih dapat dididik mengurus diri,
seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah
tangga, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita
sedang membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Mereka juga masih
dapat bekerja di tempat kerja terlindungi (sheltered workshop).
3. Tunagrahita Berat
Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini
dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat.
Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32 – 20 menurut Skala Binet
dan antara 39 – 25 menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat
(profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut Skala Binet dan IQ di bawah 24
menurut Skala Weschler (WISC). Anak tunagrahita berat memerlukan
bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-
lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang
hidupnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak
tunagrahita dapat dibagi menjadi tiga yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang,
dan tunagrahita berat.
25
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu relevan yang pertama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nina Saputri tahun 2011 yang berjudul ”Pembelajaran Tari Untuk
Penyandang Tunagrahita Ringan Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Di SLB C
Widya Bhakti Semarang” yang menjelaskan tentang proses pembelajaran tari
untuk siswa-siswa penyandang tunagrahita ringan pada kegiatan ekstrakurikuler
tari dan dampak yang diperoleh siswa–siswa penyandang tunagrahita ringan
setelah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tari di SLB C Widya Bhakti Semarang.
Penelitian ini merupakan penelitian desrkriptif kualitatif yang bertujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan pembelajaran tari untuk siswa-siswa
penyandang tunagrahita ringan pada kegiatan ekstrakurikuler tari di SLB C Widya
Bhakti Semarang.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran tari
untuk siswa-siswa penyandang tunagrahita ringan pada kegiatan ekstrakurikuler
tari di SLB C Widya Bhakti Semarang sudah berjalan dengan baik dan dampak
yang diperoleh siswa–siswa penyandang tunagrahita ringan setelah mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler tari di SLB C Widya Bhakti Semarang meliputi
pembentukan ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik kemudian dilihat dari
perubahan psikologi anak tunagrahita ringan serta kemampuan fisik.
Sedangkan penelitian terdahulu relevan yang kedua yang dilakukan oleh
Fadila Fatmawati tahun 2015 yang berjudul ”Proses Pembelajaran Ekstrakurikuler
Seni Tari di TKLB dan SDLB B Swadaya Semarang” yang menjelaskan tentang
proses pembelajaran tari untuk siswa-siswa TKLB dan penyandang tunarungu
26
pada kegiatan ekstrakurikuler tari. Penelitian ini merupakan penelitian desrkriptif
kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses
pembelajaran tari untuk siswa-siswa TKLB dan penyandang tunarungu di TKLB
dan SDLB B Swadaya Semarang.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran tari di
SLB B Swadaya Semarang menggunakan bahasa isyarat umum. Pemberian materi
untuk TKLB dan SDLB diberikan materi tari kreasi yang sudah dipermudah.
Proses pembelajarnnya dilakukan seminggu sekali pada hari selasa. Proses
pembelajaran tari dilakukan diruang kelas masimg-masing karena keterbatasan
sarana yang ada di SLB B Swadaya Semarang. Terhambatnya indra pendengaran
siswa menjadikan guru tari lebih ekstra saat proses pembelajaran berlangsung.
Keberhasilan penyampaian materi tari bergantung pada ketepatan hitungan.
Ketepatan hitungan ini merupakan kunci keberhasilan dalam pembelajaran
ekstrakurikuler tari untuk siswa tunarungu.
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti, yaitu sama-sama menganalisis tentang pelaksanaan pembelajaran seni tari
pada kegiatan ekstrakurikuler seni tari. Perbedaannya yaitu dalam penelitian relevan
yang pertama ini menjelaskan dampak seni tari pada perkembangan afektif, kognitif,
dan psikomotorik anak tunagrahita, sedangkan pada penelitian yang relevan yang
kedua menjelaskan tentang proses pelaksanaan ektrakurikuler seni tari pada anak
tunarungu dan TKLB. Dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu lebih
terfokus pada menganalisis pelaksanaan ekstrakurikuler seni tari tradisional pada
gerak motorik anak tunagrahita di SDLB Sumber Dharma Malang.
27
2.3 Kerangka Pikir
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomer 39 Tahun 2008 tentang
pembinaan Kepeserta didikan (2008:4) menyebutkan “kegiatan ekstrakurikuler merupakan
salah satu jalur pembinaan kepeserta dididikan”. Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang berada
di luar program yang tertulis di dalam kurikulum, seperti latihan kepemimpinan dan
pembinaan kepeserta didikan (Depdiknas, 2001:29)
Tunagrahita
Ekstrakurikuler Seni Tari Tradisional
Kendala dalam
Pelaksanaan
Ekstrakurikuler Seni Tari
Tradisional Pada Gerak
Motorik Anak Tunagrahita
Gerak Motorik
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang tingkat perkembangannya menyimpang
dari tingkat perkembangan anak sebayanya baik dalam aspek fisik, mental, sosial dan
emosional, serta karena penyimpang itu sulit mendapatkan layanan yang sesuai dengan
kebutuhan khasnya dalam sistem pendidikan yang konvensional. (Apriyanto, 2012:28)
Pelaksanaan
Ekstrakurikuler Seni Tari
Tradisional Pada Gerak
Motorik Anak Tunagrahita
Solusi terhadap kendala
yang muncul dalam
Pelaksanaan
Ekstrakurikuler Seni Tari
Tradisional Pada Gerak
Motorik Anak Tunagrahita
Teknik Pengumpulan data
1. Wawancara
2. Observasi
3. Dokumentasi
Teknik Analisis data
1. Reduksi Data
2. Penyajian Data
3. Penarikan Kesimpulan
Sumber data
1. Kepala sekolah
2. Guru pembimbing seni tari
3. Anak tunagrahita
4. Proses kegiatan seni tari tradisional
1. Deskripsi pelaksanaan ekstrakurikuler seni tari tradisional pada gerak motorik anak
tunagrahita di SDLB Sumber Dharma Malang
2. Deskripsi kendala dalam pelaksanaan ekstrakurikuler seni tari tradisional pada gerak
motorik anak tunagrahita di SDLB Sumber Dharma Malang
3. Deskripsi solusi terhadap kendala yang muncul dalam pelaksanaan ekstrakurikuler seni
tari tradisional pada gerak motorik anak tunagrahita di SDLB Sumber Dharma Malang
Gambar 2.1 Karangka Pikir
top related