bab ii kajian pustaka a. kebahagiaan 1. pengertian ...repository.ump.ac.id/9216/3/davina wahyu...
Post on 17-Nov-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kebahagiaan
1. Pengertian Kebahagiaan
Seligman (2005) menjelaskan bahwa kebahagiaan merupakan
sesuatu yang penting bagi kehidupan. Kebahagiaan diartikan sebagai
emosi positif atau perasaan positif dan kegiatan positif yang tidak lepas
dari cakupan pembentuk kebahagiaan. Individu yang mengalami
kebahagiaan lebih sering menunjukkan emosi positif daripada emosi
negatif. Emosi memiliki unsur perasaan, indrawi, pemikiran dan
tindakan. Individu yang behagia lebih mengingat peristiwa yanng
menyenangkan.
Hurlock (2012) berpendapat kebahagiaan adalah sejahtera dan
kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang timbul bila
kebutuhan dan harapan individu terpenuhi. Kebahagiaan juga timbul dari
pemenuhan kebutuhan atau harapan, dan merupakan penyebab atau
sarana menikmati sesuatu. Sedangkan Chalil (2006) mengatakan
kebahagiaan adalah suatu kondisi pikiran dan hati yang menyenangkan.
Kebahagiaan merupakan kebiasaan mental, sikap mental, dan dapat
dipelajari.
Menurut Argyle (dalam Csikszentmihalyi, 2014) kebahagiaan ada
pada individu yang memiliki suasana hati positif karena individu tersebut
berada dalam situasi yang membuat senang atau individu menafsirkan
11
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
12
situasi dengan cara-cara yang menimbulkan kebahagiaan. Rusydi (2007)
mengatakan kebahagiaan merupakan sebongkah perasaan yang hanya
dapat dirasakan berupa perasaan senang, tentram, damai dan letak
kebahagiaan berada di batin. Kebahagiaan sulit diidentifikasi melalui
penalaran logika formal, bahagia hanya dapat dirasakan. Menurut
Muhadjir (2013) kebahagiaan bersifat lebih subyektif dengan
menampilkan emosi rasa senang, puas, dan tampil sehat fisik maupun
mental.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
kebahagiaan adalah suatu emosi positif atau perasaan positif kegiatan
positif yang dimunculkan melalui perasaan senang, tentram dalam
aktivitas-aktivitas yang dilakukan serta perasaan puas dari kebutuhan dan
harapan yang terpenuhi.
2. Aspek-Aspek Kebahagiaan
Aspek-aspek kebahagiaan menurut Seligman (2005), yaitu :
a. Kepuasan akan masa lalu mencakup kepuasan, kedamaian,
kebanggaan, sampai pada kegetiran yang tak terpendamkan, dan
kemarahan penuh dendam. Hal tersebut sepenuhnya ditentukan oleh
pikiran tentang masa lalu. Kepuasan terhadap masa lalu dapat
dicapai oleh dua cara :
1) Rasa syukur merupakan respons perasaan akan suatu pemberian
sebagai bentuk apresiasi yang dirasakan setelah mendapatkkan
sesuatu yang baik (Emmons & Clumber, dalam Mukhlis &
Koentjoro, 2015).
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
13
2) Memaafkan dan melupakan merupakan hal yang penting untuk
memberikan emosi positif. Emosi positif dapat muncul
tergantung bagaimana pola pikir yang dimiliki. Jalan keluar agar
memiliki emosi positif yaitu dengan memaafkan dan melupakan
dengan menata ulang masa lalu. Menurut Lestari dan Agung
(2016) memaafkan merupakan salah satu cara untuk melepaskan
emosi-emosi negatif yang muncul akibat perlakuan
menyakitkan.
b. Kebahagiaan pada masa sekarang dipengaruhi oleh pleasure
(kenikmatan) dan gratifikasi.
1) Pleasure (kenikmatan) merupakan komponen sensori dan
emosional yang kuat, sifatnya sementara dan melibatkan sedikit
pemikiran. Pleasure (kenikmatan) terbagi menjadi dua, yaitu
bodily pleasures yang didapat melalui indera dan sensori, dan
higherpleasures yang didapat melalui aktivitas yang lebih
kompleks. Ada tiga hal yang dapat meningkatkan kebahagiaan
sementara, yaitu menghindari habituasi (berkurangnya respon
terhadap stimulus) dengan cara memberi selang waktu yang
cukup panjang antar kejadian menyenangkan; savoring
(menikmati), memperhatikan kenikmatan dengan sadar dan
secara sengaja; serta mindfulness (kecermatan) yaitu mencermati
dan menjalani segala pengalaman dengan tidak terburu–buru
dan melalui perspektif yang berbeda.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
14
2) Gratifikasi adalah kegiatan yang sangat disukai individu, namun
tidak selalu melibatkan perasaan dasar. Hobi membuat individu
terlibat sepenuhnya dalam aktivitas yang dilakukan, ikut
tenggelam merasakannya bahkan bisa sampai kehilangan
kesadaran diri.
c. Optimisme akan masa depan mencakup faith (keyakinan), trust
(kepercayaan), confidence (kepastian), harapan, dan optimism
(optimisme).
1) Faith (keyakinan) merupakan kepercayaan yang tidak
menyisakan keraguan untuk meraih sesuatu (Purwanto, 2012).
2) Trust (kepercayaan) adalah kesediaan untuk menerima
kerentanan berdasar pada harapan-harapan positif tentang
perilaku individu (Dunn & Schweitzer, dalam Utami, 2015).
3) Confidence (kepastian) adalah sebuah ketetapan terkait peran
yang dijalani dengan mempertahankan prinsip dan kewajiban
untuk mencapai peran-peran tertentu (Seligman, dalam
Guichard, Gratz & Diallo, 2014).
4) Harapan adalah keadaan emosional positif untuk mencapai
tujuan dan mencari jalan lain untuk mencapai tujuan (Luthans,
Youssef & Avolio, dalam Nugroho, Mujiasih & Prihatsanti,
2013).
5) Optimism (optimisme) yaitu selalu memiliki harapan baik dalam
segala hal serta kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang
menyenangkan (Carver & Scheier, dalam Suseno, 2013).
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
15
Rusydi (2007) memaparkan dua aspek kebahagiaan,
yaitu :
a. Objektif adalah kebahagiaan yang berasal dari luar ranah diri
individu. Seperti yang dikatakan Aristoteles (dalam Rusydi, 2007)
individu yang bahagia adalah individu yang memiliki good birth,
good health, good look, good luck, good reputation, good friends,
good money, and goodness.
b. Subjektif merupakan aspek kebahagiaan berasal dari dalam diri
individu dan mendasari kebahagiaan pada tingkat kepuasan diri.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
yang membentuk kebahagiaan adalah aspek kepuasan terhadap masa lalu
yang mencakup rasa syukur, memaafkan, dan melupakan. Kebahagiaan
pada masa sekarang yang melibatkan kesenangan dan gratifikasi.
Optimisme pada masa depan meliputi keyakinan, kepercayaan, kepastian,
harapan dan optimisme.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan
Hurlock (2012) mengemukakan tiga belas faktor yang
mempengaruhi kebahagiaan, yaitu:
a. Kesehatan mempengaruhi kebahagiaan karena kesehatan yang baik
akan mempermudah individu melakukan sesuatu yang ingin
dilakukan.
b. Daya tarik fisik mengakibatkan individu dapat diterima dan disukai
oleh masyarakat.
c. Tingkat otonomi yang semakin besar akan semakin merasa bahagia.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
16
d. Kesempatan-kesempatan interaksi di luar keluarga menyebabkan
individu merasa bahagia karena mempunyai kesempatan untuk
mengadakan hubungan sosial dengan orang-orang di luar
lingkungannya, bukan hanya sebatas dengan anggota keluarga.
e. Jenis pekerjaan mempengaruhi kebahagiaan karena semakin sering
melakukan pekerjaan dan semakin besar kesempatan untuk otonomi
dalam pekerjaan maka akan mengalami bahagia.
f. Status kerja akan mempengaruhi kebahagian dikarenakan semakin
berhasil individu melaksanakan tugas pekerjaan maka hal itu akan
dihubungkan dengan martabat sehingga akan semakin besar
kepuasan yang dihasilkan.
g. Kondisi kehidupan individu untuk berinteraksi dengan orang lain,
baik dalam keluarga maupun dengan teman-teman dan tetangga di
dalam masyarakat akan memperbesar kepuasan hidup.
h. Pemilikan harga benda artinya individu yang merasakan kepemilikan
akan lebih mengalami kebahagiaan.
i. Keseimbangan antara harapan dan pencapaian, yang dimaksud
dalam hal ini adalah jika individu memiliki harapan-harapan yang
realistis, maka akan merasa puas dan bahagia apabila tujuan yang
diinginkan tercapai.
j. Penyesuaian emosional memunculkan kebahagiaan jika individu
dapat menyesuaian diri dengan baik, jarang sekali mengungkapkan
perasaan-perasaan negatif, seperti takut, marah dan iri hati akan lebih
merasakan kebahagiaan.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
17
k. Sikap terhadap periode usia tertentu ini ditentukan oleh pengalaman-
pengalaman yang dialami pada usia tertentu dan sebagian oleh
penilaian berdasarkan persepsi budaya.
l. Realisme dari konsep diri mempengaruhi keyakinan dan kemampuan
yang dimiliki. Ketidakbahagiaan tersebut juga akibat dari anggapan
bahwa kurang dimengerti dan tidak diberlakukan secara adil.
m. Realisme dari konsep-konsep peran berpengaruh apabila peran
tersebut tidak sesuai dengan harapan, maka akan merasa tidak
bahagia kecuali jika mau menerima kenyataan peran yang baru.
Menurut Seligman (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi
kebahagiaan, yaitu:
a. Uang, yaitu dalam hal penilaian terhadap uang. Hal yang
mempengaruhi kebahagiaan bukanlah nominal uang.
b. Perkawinan berpengaruh karena kesejahteraan perkawinan
mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Hubungan perkawinan yang
harmonis akan menyebabkan individu semakin bahagia, sebaliknya
individu yang memiliki hubungan perkawinan tidak harmonis akan
memperoleh kebahagiaan yang rendah.
c. Kehidupan sosial, yaitu cara individu bersosialisasi dengan individu
lain. Invididu yang berbahagia sedikit menghabiskan waktu sendiri.
Individu yang memiliki kehidupaan sosial memuaskan dan
menghabiskan banyak waktu bersosialisasi umumnya memiliki
tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
18
d. Emosi negatif merupakan emosi tidak menyenangkan yang
ditunjukkan dengan perasaan sedih. Terdapat sedikit korelasi negatif
antara emosi negatif dan emosi positif. Ini berarti jika memiliki
banyak emosi negatif mungkin memiliki lebih sedikit emosi positif
dibandingkan dengan rata-rata. Meskipun demikian, ini tidak berarti
kehilangan kehidupan yang bahagia.
e. Usia mempengaruhi intensitas emosi individu. Afek menyenangkan
akan mengalami sedikit penurunan, sedangkan afek tidak
menyenangkan tidak berubah.
f. Kesehatan sangat berpengaruh karena individu yang berpresepsi
subjektif tentang seberapa sehat dirinya, akan mempengaruhi
seberapa kebahagiaan yang dirasakan. Permasalahan kesehatan yang
ringan tidak begitu berpengaruh terhadap kebahagiaan. Namun,
permasalahan kesehatan yang serius berupa menderita penyakit yang
parah cenderung akan menyebabkan individu menjadi tidak bahagia.
g. Agama memberikan makna hidup bagi manusia serta memberikan
harapan akan masa depan sehingga sangat efektif untuk melawan
keputusasaan dan meningkatkan kebahagiaan. Individu yang
memiliki tingkat religiusitas tinggi akan lebih bahagia dan merasa
puas atas kehidupan dibandingkan dengan individu yang memiliki
tingkat religiusitas rendah.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kebahagiaan yaitu uang, perkawinan, kehidupan
sosial, emosi negatif, usia, kesehatan, dan agama.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
19
B. Dewasa Awal
1. Pengertian Dewasa Awal
Hurlock (2012) menjelaskan istilah adult berasal dari kata kerja
latin yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi, kata adult
berasal dari bentuk lampau partisiple dari kata kerja adultus yang berarti
telah tumbuh menjadi individu yang mandiri dan mencapai ukuran yang
sempurna atau telah menjadi dewasa. Masa dewasa awal dimulai pada
usia 18-40 tahun.
Jahja (2011) mengemukakan setelah mengalami masa kanak-
kanak dan remaja yang panjang, individu akan mengalami masa dewasa.
Masa dewasa awal melibatkan periode transisi yang panjang, dimulai
pada usia 18 sampai 40 tahun ditandai dengan selesainya pertumbuhan
pubertas dan organ kelamin telah berkembang dan mampu bereproduksi.
Individu dewasa awal mengalami perubahan fisik dan psikologis
bersamaan dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan harapan-
harapan.
Menurut Arnett (dalam Upton, 2012) usia dewasa awal
merupakan usia dengan berbagai macam kemungkinan, dimasa awal
mulai merasakan optimis dengan rencana-rencana masa depan. Arnett
(dalam Santrock, 2012) juga berpendapat menjadi individu dewasa
melibatkan periode transisi yang panjang. Transisi masa remaja ke masa
dewasa disebut beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari
usia 18 sampai 25 tahun. Menurut Santrock (2012) masa dewasa ditandai
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
20
oleh eksperimen dan eksplorasi. Individu masih mengeksplorasi jalur
karier yang akan diambil, ingin menjadi individu dan gaya hidup seperti
apa, seperti hidup melajang, atau menikah.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masa dewasa
awal adalah masa transisi dari masa remaja ke dewasa. Terjadi pada usia
18-40 tahun yang ditandai oleh eksperimen dan eksplorasi.
2. Ciri-Ciri Dewasa Awal
Menurut Arnett (dalam Santrock, 2012) terdapat lima ciri
individu yang beranjak dewasa, yaitu :
a. Eksplorasi identitas merupakan pencarian identitas, dalam hal ini
dikhususnya dalam relasi romantis dan pekerjaan. Menurut Cote
(dalam Santrock, 2012) beranjak dewasa adalah masa di mana di
dalam diri sebagian besar individu terjadi perubahan penting yang
menyangkut identitas.
b. Ketidakstabilan, individu dewasa awal sering mengalami perubahan
tempat tinggal sering terjadi selama masa dewasa awal sebuah masa
di mana juga sering terjadi ketidakstabilan dalam hal relasi romantis,
pekerjaan, dan pendidikan.
c. Self-focused (terfokus pada diri), usia dewasa awal memiliki otonomi
yang besar dalam mengatur kehidupannya sendiri.
d. Feeling in-between (merasa seperti berada/di peralihan), yaitu
individu tidak menganggap dirinya sebagai remaja ataupun
sepenuhnya sudah dewasa.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
21
e. Usia dengan berbagai kemungkinan, di masa ini individu memiliki
peluang untuk mengubah kehidupan. Ada dua cara dimana dewasa
awal merupakan usia yang memiliki berbagai kemungkinan.
Individu dewasa awal yang optimis akan masa depannya dan
individu yang mengalami kesulitan ketika bertumbuh besar
menjadikan masa dewasa awal merupakan sebuah kesempatan untuk
mengarahkan kehidupan ke arah yang lebih positif.
Menurut Hurlock (2012) terdapat ciri-ciri masa dewasa awal, yaitu :
a. Masa pengaturan, pada masa ini individu dewasa awal mencoba
berbagai pekerjaan untuk menentukan mana yang paling sesuai
untuk memenuhi berbagai kebutuhan individu yang paling
memberikan kepuasan yang lebih permanen.
b. Usia reproduktif, usia dewasa awal diharuskan menikah dan
berperan sebagai orangtua pada saat berusia duapuluhan atau pada
awal tiga puluhan.
c. Masa bermasalah ini terjadi karena sedikit sekali dewasa awal yang
mempunyai persiapan untuk menghadapi jenis-jenis masalah yang
perlu diatasi sebagai seorang dewasa, mencoba menguasai dua atau
lebih ketrampilan serempak yang biasanya menyebabkan keduanya
kurang berhasil, dewasa awal tidak memperoleh bantuan dalam
menghadapi dan memecahkan masalah.
d. Masa ketegangan emosional terjadi karena dewasa awal mengalami
kebingungan dan keresahan emosional.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
22
e. Masa keterasingan sosial terjadi karena dewasa awal mamasuki ke
dalam pola kehidupan karier, perkawinan dan rumah tangga,
hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya masa remaja
menjadi renggang dan bersamaan dengan itu keterlibatan dalam
kegiatan kelompok di luar rumah terus berkurang.
f. Masa komitmen adalah masa yang menjadikan individu mandiri,
individu menentukan pola hidup baru, memikul tanggungjawab baru
dan membuat komitmen-komitmen baru.
g. Masa ketergantungan adalah masa dimana individu masih
mengandalkan individu lain selama jangka waktu yang berbeda.
h. Masa perubahan nilai adalah masa dimana individu ingin diterima
oleh individu lain. Maka individu dewasa awal harus menerima nilai
kelompok, menyadari kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai
konvensional dalam hal keyakinan-keyakinan dan perilaku seperti
juga halnya dalam hal penampilan, orang dewasa awal menjadi
bapak-ibu cenderung lebih cepat daripada individu yang tidak
menikah atau tidak punya anak.
i. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru ini terjadi karena
masa dewasa awal merupakan periode yang paling banyak
menghadapi perubahan. Mengalami gaya-gaya hidup baru dan yang
paling menonjol yaitu di bidang perkawinan dan peran orangtua.
j. Masa kreatif disebabkan karena masa dewasa awal tidak terikat lagi
oleh ketentuan dan aturan orangtua maupun guru. Individu dewasa
awal bebas untuk berbuat apa yang diinginkan.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
23
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri masa
dewasa awal yaitu beranjak dewasa, yaitu eksplorasi identitas,
ketidakstabilan, terfokus pada diri, masa peralihan, dan usia dengan
berbagai kemungkinan.
3. Tugas Perkembangan Dewasa Awal
Santrock (2012) mengungkapkan beberapa tugas perkembangan
dewasa awal, yaitu:
a. Bekerja, berguna untuk memperoleh identitas di kehidupan.
Pekerjaan juga menciptakan rancangan dan alur dalam hidup yang
sering kali hilang jika individu tidak bekerja.
b. Mencari pasangan hidup, dalam mencari pasangan hidup individu
dewasa memilih pasangan yang memiliki kesamaan-kesamaan,
kesamaan tersebut berupa kegiatan dalam kehidupan yang sama serta
memiliki sikap yang sama. Kesamaan tersebut dapat memberikan
kenyamanan dalam menjalani kehidupan.
c. Menikah adalah berkomitmen atas ikatan yang dilakukan dengan
melakukan pendekatan yang tidak terkesan terburu-buru, tidak
memaksa, mengatur emosi, dan menerima kekurangan satu sama
lain.
d. Menjadi orangtua berarti mengasuh anak dengan caranya sendiri dan
menetapkan gaya pengasuhan yang harus diterapkan ketika
berinteraksi dengan anak.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
24
Hurlock (2012) mengemukakan tugas-tugas perkembangan
dewasa awal, yaitu :
a. Mendapatkan suatu pekerjaan, yaitu dengan memilih suatu pekerjaan
yang cocok sesuai dengan bakat, minat, dan faktor psikologis lainnya
akan meninggikan kepuasaan yang diperoleh.
b. Memilih seorang teman hidup, dimana menurut Havighurst (dalam
Agustina, 2018) individu dewasa awal memilih dan menemukan
yang tidak hanya cocok dan selaras, tetapi menyesuaikan dengan
kondisi dan latar belakang pasangan.
c. Belajar hidup bersama suami atau isteri membentuk keluarga dimana
pada tugas ini yaitu menyesuaikan kedua kehidupan individu secara
bersama-sama. Terdiri dari pembelajaran untuk menyatakan dan
mengontrol perasaan (Havighurst, dalam Agustina, 2018)
d. Membesarkan anak, yang dimaksudkan dalam tugas ini yaitu
individu memiliki tanggungjawab yang lebih besar. Artinya individu
tidak hanya memikirkan diri sendiri, namun lebih kepada anak
(Havighurst, dalam Agustina, 2018)
e. Mengelola rumah tangga, dewasa awal dalam mengelola rumah
tangga harus terhindar dari percekcokan agar rumah tangga tetap
harmonis.
f. Menerima tanggungjawab sebagai warga negara adalah individu
dewasa awal dituntut taat dan patuh pada tata aturan perundang-
undangan yang berlaku (Dariyo, 2008).
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
25
g. Bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok, individu
dewasa diharuskan bersosialisasi dan menemukan kelompok sosial
yang cocok dan dapat menyesuaikan diri.
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, disimpulkan bahwa tugas-
tugas perkembangan dewasa awal yaitu mendapatkan suatu pekerjaan,
memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama suami atau isteri
membentuk suatu keluarga, membesarkan anak, mengelola sebuah rumah
tangga, menerima tanggungjawab sebagai warga negara, dan bergabung
dalam suatu kelompok sosial yang cocok.
C. Tunanetra
1. Pengertian Tunanetra
Mata sebagai indra penglihatan dalam tubuh individu menduduki
peringkat utama karena mata akan membantu individu untuk menjalani
aktivitas. Begitu besar peran mata sebagai salah satu pancaindra yang
sangat penting dan individu yang memiliki gangguan pada indra
penglihatannya maka individu kehilangan fungsi visualnya. Organ mata
yang tidak berfungsi dengan normal atau berkelainan dalam proses
fisiologis melihat, yaitu bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak
dapat diteruskan oleh kornea, lensa mata, retina, dan ke saraf karena
kornea mata mengalami kerusakan, kering, keriput, lensa mata menjadi
keruh atau saraf yang menghubungkan mata dengan otak mengalami
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
26
gangguan dapat disebut sebagai penderita kelainan penglihatan atau
tunanetra (Efendi, 2009).
Tunanetra merupakan individu yang memiliki gangguan pada
indra penglihatan. Tunanetra merupakan istilah yang digunakan pada
individu yang tidak dapat melihat sama sekali maupun individu yang
mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan hidup sehari-hari (Atmaja, 2017). Menurut Nur’aeni
(2017) tunanetra adalah isitilah yang digunakan untuk kondisi individu
yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya.
Somantri (2012) mengungkapkan tunanetra adalah keadaan dimana indra
penglihatan (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima
informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas.
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, tunanetra adalah
ketidakberfungsian indra penglihatan yang dapat disebabkan karena
beberapa faktor dan ketunanetraan menghambat individu dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Faktor-Faktor Penyebab Tunanetra
Menurut Somantri (2012) faktor-faktor penyebab tunanetra
adalah:
a. Faktor internal terjadi saat individu masih di dalam kandungan
disebabkan oleh keturunan atau genetik, kondisi psikis ibu,
kekurangan gizi, keracunan obat.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
27
b. Faktor eksternal terjadi saat atau setelah lahir, misalnya kecelakaan,
terkena penyakit siphilis yang mengenai matanya saat dilahirkan,
pengaruh alat bantu medis (tang) saat melahirkan sehingga sistem
persyarafannya rusak, kurang gizi atau kurang vitamin, terkena
racun, virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi serta
peradangan mata karena penyakit, bakteri ataupun virus.
Nur’aeni (2017) menjelaskan dua penyebab tunanetra, yaitu:
a. Pre-natal merupakan faktor ketunanetraan yang terjadi sebelum
individu lahir dan sangat erat hubungannya dengan masalah
keturunan serta pertumbuhan seorang anak dalam kandungan.
b. Post-natal adalah faktor penyebab ketunanetraan yang terjadi terjadi
sejak atau setelah bayi lahir. Misalnya, kerusakan pada mata atau
saraf mata pada waktu persalinan, pada waktu persalinan ibu
mengalami penyakit gonorhoe sehingga menular, dan mengalami
penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor
penyebab tunanetra adalah faktor internal yaitu saat individu masih di
dalam kandungan dan eksternal saat atau setelah lahir.
3. Kondisi Psikologis Tunanetra
Menurut Manurung (dalam Pascayani, 2013) menjelaskan
perkembangan psikologis yang dialami individu tunanetra, yaitu:
a. Emosional individu tunanetra mengalami hambatan dibandingkan
dengan orang awas (normal). Kesulitan yang dialami individu
tunanetra yaitu tidak mampu untuk belajar secara visual mengenai
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
28
stimulus-stimulus apa saja yang harus diberikan untuk mendapatkan
respon balik yang sesuai dengan kemampuan perkembangannya.
Invidu tunanetra memiliki keterbatasan yang sangat berpengaruh,
khususnya dalam hal berkomunikasi secara emosional melalui
ekspresi atau reaksi wajah dan tubuh lainnya untuk menyampaikan
perasaan yang dirasakan kepada orang lain. Perkembangan emosi
penyandang tunanetra yang dimunculkan berupa gejala-gejala emosi
yang tidak seimbang atau pola-pola emosi yang negatif dan
berlebihan, yaitu perasaan takut, malu, khawatir, cemas, dan lain-
lain.
b. Sosial individu tunanetra tidak mudah, karena individu tunanetra
mengalami ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang lebih luas
atau baru, kurang motivasi, perasaan rendah diri, malu, sikap
masyarakat yang sering tidak menguntungkan, seperti penolakan,
penghinaan, dan lain-lain.
c. Kepribadian individu tunanetra mengalami gangguan yang lebih
besar yang banyak dicirikan, seperti introvert (tertutup), neurotik,
frustasi, dan gangguan mental, namun sebaliknya ada juga
penyandang tuna netra yang justru memiliki kepribadian ekstrovert
(terbuka), ramah kepada siapa saja, dan selalu ingin bergabung
dengan lingkungan sekitarnya.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
29
Sulthon (2016) mengatakan kondisi psikologis individu yang
mengalami tunanetra yaitu :
a. Menarik diri dari lingkungan sosial berarti individu menghindar
dalam menghadapi kesulitan ataupun tekanan dengan mengambil
sikap pasif yang diikuti dengan adanya perasaan putus asa, acuh tak
acuh, dan merasa tidak aman dengan lingkungannya sehingga
memilih untuk menghindar dari lingkungan sosial (Amilin, 2014).
b. Rendah diri adalah perasaan atau sikap yang timbul karena
ketidakmampuan psikologis atau sosial yang di dasari kekurangan
fisik ataupun perasaan yang merasa jasmani yang kurang sempurna.
Yang ditandai dengan sikap menarik diri, penakut, menyendiri, tidak
percaya atas kemampuan dirinya, dan mudah putus asa (Nugroho &
Pratiwi, 2016).
c. Merasa tidak mampu, dimana individu berpikir dan merasa tidak
sanggup atau tidak memiliki kualifikasi cukup untuk memenuhi
suatu situasi (Muis, dalam Parli, 2018)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketunanetraan
yang dialami individu dapat berdampak pada kondisi emosional, sosial,
dan kepribadian.
4. Kondisi Psikologis Tunanetra Tidak Sejak Lahir
Seperti yang telah disebutkan, tunanetra yang tidak sejak lahir
disebabkan karena faktor eksternal dan memiliki dampak psikologis yang
lebih berat dibanding tunanetra sejak lahir. Dampak psikologis yang
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
30
dialami individu tunanetra tidak sejak lahir menurut Sulthon (2016) akan
berdampak pada sikap negatif yang dialami. Dampak psikologis yang
dialami individu yang mengalami tunanetra tidak sejak lahir, yaitu :
a. Merasa bahwa dalam dirinya ada yang kurang.
b. Merasa tertekan dalam menjalani hidup.
c. Kurang dapat menerima dirinya.
d. Menyalahkan keadaan ketunanetraannya.
e. Lebih meratapi hidup sebagaimana cobaan.
f. Mengalami frustasi.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Psikologis dan
Penyesuaian Sosial Tunanetra
Menurut Sulthon (2016) faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan psikologis dan penyesuaian sosial tunanetra adalah :
a. Sikap keluarga
Sikap orang tua menjadi dasar bagi perkembangan psikis. Baik
yang menyangkut perkembangan emosi, sosial, atau kepribadian.
Secara kodrati orang tua cenderung memiliki sikap kasih sayang,
melindungi, memberi perlindungan, memberi nasehat, dan berusaha
melakukan yang terbaik bagi anaknya. Orangtua dari individu
tunanetra yang memiliki wawasan yang cukup tentang menghadapi
individu berkelainan ini akan berpengaruh terhadap sikap anaknya
yang mengalami tunanetra. Pengetahuan yang dimiliki dapat
memberikan kesadaran dan penerimaan yang baik karena apa yang
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
31
terjadi pada anaknya itu bukan semata-mata suatu yang jelek tapi
semua itu ada hikmah dibaliknya, hal ini juga akan menambah sikap
yang positif.
b. Sikap masyarakat
Ketunanetraan umumnya dipandang sebagai kecacatan yang
paling berat oleh masyarakat karena dianggap sebagai individu yang
penuh dengan sifat-sifat negatif, seperti kesedihan, keputusasaan,
ketidak berdayaan, kelemahan dan ketergantungan kepada orang
lain. Tunanetra sangat mudah dilihat, beserta akibat-akibatnya (Tien
Supartinah, dalam Sulthon, 2016).
Anggapan semacam itu akan menumbuhkan rasa penolakan,
rasa kasihan dan merangsang untuk memperhatikan kepada masalah
tunanetra. Anggapan tersebut akan menimbulkan sikap penolakan
terhadap tunanetra, sikap masyarakat yang demikian juga akan
mengakibatkan individu kurang percaya diri, menyendiri, dan isolasi
sosial bahkan anggapan masyarakat yang negatif terhadap tunanetra
juga bisa timbul karena rasa kasihan
c. Sikap tunanetra terhadap kondisi yang dihadapi
Sikap indvidu terhadap ketunanetraan dapat berupa sikap
menolak dan menerima, berupa penerimaan, sikap menolak berarti
individu tunanetra masih mengingkari kenyataan atas
ketunanetraannya. Sikap menerima adalah mengakui secara realitas
bahwa ketunanetraannya adalah sebagai bagian dari dirinya, dengan
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
32
menerima segala konsekuensinya (Tien Supartinah, dalam Sulthon,
2016).
D. Kerangka Berfikir
Masa dewasa awal adalah masa transisi dari masa remaja ke dewasa di
mana usia dewasa awal, yaitu 18 tahun sampai 40 tahun yang melibatkan
periode transisi yang panjang, ditandai oleh eksperimen dan eksplorasi.
Schulenberg & Zarret (dalam Upton, 2012) mengatakan menjalani masa
dewasa awal tidak mudah karena tanggungjawab meningkat serta
kemandirian di masa dewasa terbukti merupakan hal yang sulit dihadapi.
Gigilan (dalam Papalia, Old, & Bradley, 2008) mengungkapkan individu pria
lebih memikirkan tanggungjawab terhadap orang lain.
Individu sudah memainkan banyak peranan baru pada masa dewasa
awal, banyak sekali tugas-tugas perkembangan yang seharusnya dicapai.
Tugas perkembangan dewasa awal adalah yaitu mendapatkan suatu
pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama suami atau
isteri membentuk suatu keluarga, membesarkan anak, mengelola sebuah
rumah tangga, menerima tanggungjawab sebagai warga negara, dan
bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok (Hurlock, 2012). Namun,
kondisi ketunanetraan yang dialami pria dewasa awal akan menyulitkan untuk
menjalankan tugas-tugas perkembangan ini sehingga menyebabkan pria
dewasa awal sulit mencapai kebahagiaan, sedangkan kebahagiaan itu sendiri
sebenarnya dapat dicapai dengan terpenuhinya kebutuhan hidup.
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
33
Kebahagiaan merupakan suatu emosi positif atau perasaan positif
kegiatan positif yang dimunculkan melalui perasaan senang, tentram dalam
aktivitas-aktivitas yang dilakukan serta perasaan puas dari kebutuhan dan
harapan yang terpenuhi. Kebahagiaan akan tercapai jika aspek-aspek
kebahagiaan dapat terpenuhi, yaitu aspek kepuasan terhadap masa lalu yang
mencakup rasa syukur, memaafkan, dan melupakan. Kebahagiaan pada masa
sekarang yang melibatkan kenikmatan dan gratifikasi. Optimis pada masa
depan meliputi keyakinan, kepercayaan, kepastian, harapan dan optimisme
(Seligman, 2005).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat digambarkan dalam skema di
bawah ini:
Gambar 1. Kerangka berfikir
Pria Dewasa Awal yang Mengalami
Tunanetra
Tugas Perkembangan :
1. Mendapatkan suatu pekerjaan
2. Memilih seorang teman hidup
3. Belajar hidup bersama suami
atau istri membentuk keluarga
4. Membesarkan anak
5. Mengelola sebuah rumah tangga
6. Menerima tanggungjawab
sebagai warga negara
7. Bergabung dalam suatu
kelompok sosial yang cocok
Kebahagiaan :
1. Kepuasan akan masa lalu
mencakup rasa syukur,
memaafkan, dan melupakan
2. Kebahagiaan pada masa
sekarang melibatkan
kesenangan dan gratifikasi
3. Optimisme pada masa depan
meliputi keyakinan,
kepercayaan, kepastian,
harapan, dan optimisme
Kebahagiaan pada Tunanetra…, Davina Wahyu Kumala, Fakultas Psikologi UMP, 2019
top related