bab ii kajian teori 2.1 hakikat guru -...
Post on 06-Mar-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Guru
2.1.1 Pengertian Guru Profesional
Dalam teks Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 memuat salah satu
tujuan negara antara lain adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Keadaan
kehidupan bangsa Indonesia saat ini masih jauh dari cita-cita bangsa yang cerdas.
Reformasi yang ditandai keterbukaan, jaminan kepastian hukum, demokrasi, hak
asasi manusia masih jauh dari harapan. Disinilah dituntut peran guru yang
profesional untuk tampil melaksanakan tugasnya untuk membawa bangsa dan
negara kearah yang lebih baik. Dari peserta didik yang nasionalis sejati
diharapkan terbentuk dari guru guru profesional, peserta didik inilah yang
nantinya akan memegang tongkat estafet kepemimpinan dimasa depan, yaitu
pemimpin yang nasionalis yang mampu membawa bangsa dan negara duduk sama
rendah dan berdiri sama tinggi dengan negara-negara maju di dunia ini.
Guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia, kehadiran guru bagi peserta
didik ibarat sebuah lilin yang menjadi penerang tanpa batas tanpa membedakan
siapa yang diteranginya demikian pula terhadap peserta didik. Tetapi, dalam
mengemban amanah sebagai seorang guru, perlu kiranya tampil sebagai sosok
profesional. Sosok yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan, sosok yang
dapat memberi contoh teladan dan sosok yang selalu berusaha untuk maju,
terdepan dan mengembangkan diri untuk mendapatkan inovasiyang bermanfaat
sebagai bahan pengajaran kepada anak didik.
Merujuk pada Undang-Undang RI No.14 tahun 2005 pasal 1 ayat (1)
tentang guru dan dosen yang dimaksud dengan guru adalah pendidik professional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, rnembimbing, mengarahkan, rnelatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan rnenengah. Sejalan dengan
itu, dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal (1) ayat (6) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan guru
(pendidik) adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widya swara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Selanjutnya dalam pada Pasal 39 ayat 2,
dinyatakan bahwa: “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Sementara itu, istilah “profesi” menunjuk pada suatu pekerjaan atau
jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap
pekerjaan tersebut. Secara teori, suatu profesi tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang yang tidak dilatih dan dididik atau disiapkan untuk menekuni
pekerjaan tersebut. Sebagai contoh profesi sebagai dokter tidak bisa dilakukan
oleh orang yang tidak dilatih atau tidak memperoleh pengalaman pendidikan
kedokteran; demikian pula profesi sebagai guru tidak bisa dilakukan oleh orang
yang tidak memperoleh pendidikan keguruan. Secara lebih khusus, profesi
sebagai Pendidik Anak Usia Dini (PAUD) tidak bisa dilakukan oleh orang yang
tidak memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bidang pendidikan anak usia
dini (Ocih Setiasih, - : 3). Hal ini diartikan sebagai suatu pekerjaan itu tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara
khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang
disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi
itu (pendidikan/latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani profesi (in-service-
training).
Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di
sini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan professional, baik yang
bersifat pribadi, social, maupun akademis. Dengan kata lain, pengertian guru
profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru
dengan kemampuan maksimal. Guru yang professional adalah orang yang terdidik
dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa guru
profesional adalah guru pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Sekolah
Menengan Atas (SMA) yang memiliki kemampuan yang kompleks dalam
bidangnya dan mampu mengaplikasikannya secara utuh kepada anak didik.
2.1.2 Peran Guru Profesional
2.1.2.1 Peran Guru Profesional dalam Pendidikan Formal
Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menegaskan pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur
dan berjenjang yang terdiriatas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Pendidikan formal harus berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab, pendidikan
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan
multi makna, (Marwanti, dkk, 2009: 5).
Dengan demikian antara pendidikan di sekolah anak usia dini, sekolah
dasar, sekolah menengah dan perguruan tinggi harus berkesinambungan. Dalam
membentuk manusia yang nasionalis dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi
harus secara berkesinambungan. nilai-nilai patriotisme, ketrampilan, ketakwaan,
olah raga, ilmu pengetahuan alam, cinta tanah air harus diajarkan disekolah dari
SD sampai Perguruan Tinggi untuk mencapai masyarakat adil makmur yang
dicita-citakan bersama. Untuk dapat meresap keperluan itu peserta didik
dibutuhkan guru yang profesional dan dapat mengubah pola pikir siswa serta
dapat menjadi teladan bagi para peserta didik.
2.1.2.2 Peran Guru Profesional dalam Pendidikan Informal
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional N0.20 Tahun 2003,
Pendidikan informal adalah pendidikan melalui jalur keluarga dan lingkungan.
Dengan demikian maka pendidikan dalam keluarga dianggap sangat penting
dalam memciptakan manusia yang cerdas dikelak kemudian hari. Pendidikan
dalam keluarga menjadi dominan karena anak sebagian besar waktunya lebih
banyak ada dalam keluarga atau dua pertiga waktunya ada dalam lingkungan
keluarga. Karena lebih banyak dalam keluarga maka keberhasilan pendidikan
tidak semata-mata menjadi tanggung jawab sekolah namun anggota keluarga
mempunyai kewajiban mendidik anaknya atau keluarganya. Pendidikan dari orang
tua dan keluarga disini diperlukan keteladanan.
Dalam masyarakat dan keluarga diperlukan guru yang profesional yang
dapat menjadi contoh dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, dengan
bersikap profesional maka masyarakat dan anggota keluarga akan mencontoh guru
dalam bersikap dan bertingkahlaku. Pendidikan informal selain dalam lingkungan
keluarga juga dalam lingkungan masyarakat luas . Hubungan antara anak dengan
keluarga akan semakin berkurang jika anak semakin besar, karena anak akan
banyak berhubungan dengan masyarakat luas, jika berhubungan dengan
masyarakat luas tak terkontrol maka akan terpengaruh oleh lingkungannya, jika
baik akan berpengaruh positif namun jika jelek maka akan terpengaruh oleh hal-
hal yang negatif. Maka jika pandai memilih lingkungan yang baik akan
mempengaruhi teman-teman bergaul anak yang baik maka besar kemungkinan
anak akan menjadi anak yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara dan
dapat diharapkan menjadi generasi penerus yang handal, sehingga guru yang
profesional dapat mengubah pola pikir anak-anak dilingkungannya, (Marwanti,
dkk, 2009: 5).
2.1.2.3. Peran Guru Profesional dalam Mengubah Pola Pikir Peserta Didik
Dalam pendidikan dibutuhkan guru yang mau meningkatkan dan
mengembangkan kualifikasi akademik secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan jaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
cerdas dan berdedikasi tinggi. Yaitu guru yang mampu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu sesuai kurikulum
yang berlaku, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran dan kemudian
melaksanakan tindak lanjut. Pandai memilih materi yang harus ditekankan yang
sesuai dengan perkembangan peserta didik setiap jenjang pendidikan.
Guru yang kurang profesional ditingkatkan melalui pendidikan dan
latihan, mengikuti seminar-seminar, mengikuti kursus TI, bahasa Inggris dan lain
sebagainya sebab jumlah guru profesional bagi bangsa Indonesia masih jauh dari
harapan, misalnya guru yang belum berpendidikan strata satu atau diploma empat,
guru yang mengajar dikelas belum semuanya dapat menjadi teladan bagi peserta
didiknya. Menggunakan buku-buku yang telah disyahkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan atau yang produk-produk lembaga negara yang formal.
Jangan sampai memakai buku yang tidak syah karena jika dikarang oleh orang
yang tidak bertanggung jawab bagi pendidikan dapat membayakan bagi generasi
penerus. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 11 Tahun
2005 ditegaskan buku wajib yang digunakan disekolah yang memuat materi
pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti
luhur dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun
berdasarkan standar nasional pendidikan. Guru harus mengajarkan kepada peserta
didik dengan bersemangat, berpenampilan menarik, sopan, berbahasa yang baik
dan benar, menyenangkan, kontektual, sehingga peserta didik tidak bosan.
Menggunakan metode yang bervariasi, media yang baik dan pengelolaan yang
baik, (Marwanti, dkk, 2009: 5).
2.1.3 Karakteristik Guru Profesional
Karakteristik guru profesional pada dasarnya sangat banyak. Menurut
Goodlad, et al (dalam blog Irvan Dedy, 2011) bahwa terdapat tiga gagasan yang
diterima secara umum dalam literatur pendidikan tentang guru yang professional
yaitu: (1) Seorang profesional harus memiliki tingkat bakat dan keterampilan yang
tinggi; (2) Profesional harus menggunakan keihnuannya untuk mendukung
pekerjaannya; dan (3) Profesional harus rnerniliki otonorni untuk membuat
keputusan yang menggabungkan antara keterarnpilan dan pengetahuannya. Alasan
konseptual mengemukakan bahwa guru memerlukan keterlibatan pemikiran
kompieks yang efektif dalam pekerjaannya. Misalnya, keragaman siswa
mernerlukan guru yang dapat mempertimbangkan cara mengajar yang sesuai
supaya materi dapat disampaikan kepada siswa dengan berbagai latar belakang
kemampuan.
Menurut Soetjipto dan Raflis Kosasi (2009: 43), sikap profesionalisme
keguruan ada 7 macam, yaitu sebagai berikut.
1. Sikap terhadap peraturan perundangan
Pada butir (9) kode etik guru Indonesia disebutkan bahwa: “Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan” (PGRI,
1973). Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam
hal ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang
dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di
daerah, maupun departemen lain dalarn rangka pernbinaan pendidikan di Negara
kita. Sebagai contoh, peraturan tentang berlakunya kurikulurn sekolah tertentu,
pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan tentang
penerimaan murid baru dan lain-lain.
2. Sikap terhadap organisasi profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi
memerlukan pembinaan agar lebih berdaya guna dan berhasil sebagai wadah
untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Maka dari itu setiap
orang harus memberikan waktu sebagiannya untuk kepentingan pembinaan
profesinya dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini
dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya
menjadi efektif dan efisien.
3. Sikap terhadap teman sejawat
Dalam ayat (7) kode etik guru disebutkan bahwa "guru memelihara
hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial". Ini
berarti bahwa: (1) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan
sesama guru dalam lingkungan kerjanya, (2) Guru hendaknya menciptakan dan
memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di
lingkungan kerjanya.
4. Sikap terhadap anak didik
Dalam kode etik guru Indonesia dinyatakan bahwa: “Guru berbakti
mernbimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami
oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan
pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya.
5. Sikap terhadap tempat kerja
Hal yang perlu disadari oleh guru yaitu guru berkewajiban menciptakan
suasana yang baik dalam lingkungannya. Ada dua hal yang perlu diperhatikan
yakni: (1) Terhadap guru sendiri. Dalarn kode etik telah dituliskan bahwa guru
rnenciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar; dan (2) Terhadap masyarakat. Dalam menjalin kerjasama
dengan masyarakat guru harus melibatkan langsung peran masyarakat dalam
menetapkan kebijaksanaan sekolah, seperti menaikkan SPP dan lain-lain.
6. Sikap terhadap pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun
organisasi yang lebih besar (Depdikbud) guru akan selalu berada dalam
bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Pernirnpin dalam suatu organisasipun
akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin organisasinya, di
mana tiap anggota dituntut untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan
organisasi tersebut, kerjasama dalam melaksanakan usulan/kritik yang
membangun demi tujuan organisasi tersebut. Oleh sebab itu, guru harus bersikap
positif dalam pengertian harus bekerjasarna dalam menyukseskan program yang
sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
7. Sikap terhadap pekerjaan
Guru harus selalu dapat menyesuikan kemampuan dan pengetahuannya
dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan
orang taunya. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakat yang biasanya dioengaruhi oleh perkembangan ilmu
dan teknologi.. Kode etik (6) dituntut guru baik secara pribadi maupun secara
kelompok untuk meningkatkan mutu pribadi maupun kelompok untuk selalu
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Disamping itu, merujuk pada Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, pasal 10 ayat (1) menyatakan “Kompetensi guru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi”. Guru yang profesional memiliki empat
kompetensi atau standar kemampuan yang meliputi keempat kompetensi tersebut.
Keempat kompetensi tersebut, (Maysaroh Lubis, dkk, 2011: 8) dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan
dialogis. Sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan guru
dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
2) Pemahaman terhadap peserta didik
3) Pengembangan kurikulum atau silabus
4) Perancangan pembelajaran
5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran
7) Evaluasi hasil belajar
8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Komptensi sebagaimana tersebut di atas menurut Soedijarto, (Maysaroh
Lubis, dkk, 2011: 8) hendaknya dimiliki oleh guru sebelum menjadi guru
profesional dengan kompetensi sebagai berikut: (1) Guru memiliki kemampuan
merencanakan program pembelajaran, (2) Melaksanakan program pembelajaran,
(3) Mendiagnosis berbagai hambatan dan masalah yang dihadapi peserta didik, (4)
Menyempurnakan program pembelajaran berdasarkan umpan balik yang telah
dikumpulkan secara sistematik.
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak rnulia.Sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sekurang-kurangnya mencakup kepribadian
yang; (1) Beriman dan bertaqwa, (2) Berakhlak mulia, (3) Arif dan bijaksana, (4)
demokratis; (5) Mantap, (6) Berwibawa, (7) Stabil, (8) Dewasa, (9) Jujur, (10)
Sportif, (11) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (12) Secara
objektif mengevaluasi kinerja sendiri, (13) Mengembangkan diri secara mandiri
dan berkelanjutan.
c. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial ini merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat. Kompetensi ini sekurang-kurangnya meliputi:
1) Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun;
2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama peserta didik, tenaga
kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;
4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan
norma serta sistem nilai yang berlaku; dan
5) Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
d. Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai
bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya
sekurang-kurangnya meliputi:
1) Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program
satuan pendidikan, mata pelajaran dan atau kelompok mata pelajaran yang
akan diampu; dan
2) Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang
secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan,
mata pelajaran dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
2.2 Organisasi Profesi Keguruan
2.2.1 Pengertian, Tujuan dan Fungsi Organisasi Profesional Keguruan
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 pasal 1 ayat (6)
tentang guru dan dosen menyatakan bahwa “organisasi profesi guru adalah
perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk
mengembangkan profesionalitas guru”. Organisasi profesi adalah suatu wadah
perkumpulan orang-orang yang memiliki suatu keahlian khusus yang merupakan
ciri khas dari bidang keahlian tertentu. Dikatakan ciri khas oleh karena bidang
pekerjaan tersebut diperoleh bukan secara kebetulan oleh sembarang orang, tetapi
diperoleh melalui satu jalur khusus. Dalam prakteknya sebagai pekerjaan
profesional yang melayani masyarakat luas tentunya memerlukan satu wadah
organisasi yang anggotanya adalah orang-orang yang memiliki pekerjaaan atau
keahlian yang sejenis. Dalam wadah inilah diharapkan akan muncul satu
kekeluargaan yang dapat memecahkan persoalan-persoalan yang dijumpai pada
praktek profesi. Suatu profesi adalah bidang pekerjaan dan pengabdian tertentu,
yang karena hakikat dan sifatnya membutuhkan persyaratan dasar, keterampilan
teknis,dan sikap kepribadian tertentu.
Organisasi profesional bertujuan untuk mengikat, mengawasi, dan
meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Mengikat para anggota dimaksudkan
agar para anggota dikalangan suatu profesi dapat berkumpul dalam satu wadah
dan dapat saling tukar pengalaman antar sesama anggota dalam melaksanakan
praktek profesi. Mengawasi dimaksudkan agar para anggota profesi agar selalu
berpegang kepada kode etik profesi, dan selalu menjaga kualifikasi para anggota
disamping itu dapat pula mengawasi praktek profesi yang tidak berwenang dalam
melaksanakan profesi. Sedangkan meningkatkan kesejahteraan dimaksudkan agar
organisasi profesi selalu dapat memperjuangkan anggotanya dalam mendapatkan
jaminan kesejahteraan atas jasa yang telah diberikan, disamping itu adanya
jaminan hukum terhadap praktik profesi dengan kata lain mendapat perlindungan
hukum sehingga dalam melaksanakan tugas dapat lebih tenteram dan aman.
Dengan demikian, sebuah organisasi profesi keguruan memiliki beberapa
fungsi di antaranya sebagai berikut.
1) Sarana komunikasi, silahturrahmi dengan guru, sekaligus sebagai pusat
informasi tentang pembelajaran/pendidikan.
2) Wadah pembinaan pembinaan dan pengembangan sikap professional guru dan
perlindungan atas haknya.
3) Mitra pemerintah dan perguruan dalam peningkatan kualitas
pembelajaran/pendidikan
4) Sebagai sarana untuk melakukan perubahan-perubahan dan inovasi
pendidikan di sekolah-sekolah yang lebih baik.
2.2.2 Jenis-Jenis Organisasi Profesional Keguruan Di Indonesia
Ada beberapa organisasi profesi keguruan di Indonesia, diantaranya dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
Persatuan Guru Republik Indonesia didirikan di Surakarta pada 25
November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal
organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda
(PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia
(PGI) tahun 1932. Menurut Basuni, ( Soetjipto, 2009: 35) menguraikan empat
misi utama didirikannya organisasi PGRI yakni: (1) Misi politisi (ideologis), (2)
Misi persatuan organisatoris, (3) Misi profesi, dan (4) Misi kesejahteraan.
Tujuan utama pendirian organisasi ini adalah sebagai berikut:
a) Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan)
b) Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi
profesi) Pendirian PGRI sama dengan EI: “education as public service, not
commodity”
c) Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada
umumnya (organisasi ketenagakerjaan).
PGRI adalah organisasi guru terbesar di Indonesia, memiliki peranan
sebagai berikut:
1. Berperan aktif mencerdaskan kehidupan bangsa,
2. Mengembangkan sistem dan pelaksanaa pendidikan nasional, dan
3. Meningkatkan profesionalitas guru.
2. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata
pelajaran yang berada di suatu sanggar/kabupaten/kota yang berfungsi sebagai
sarana untuk saling berkomunikasi, belajar dan bertukar pikiran dan pengalaman
dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/perilaku perubahan
reorientasi pembelajaran di kelas (Depdiknas, 2004: 1 dalam blog Iwan Rio
Darma, 2010).
Menurut Mangkoesapoetra (2004: 1 dalam blog Iwan Rio Darma, 2010)
menjelaskan MGMP merupakan forum atau wadah profesional guru mata
pelajaran yang berada pada suatu wilayah tertentu baik tingkat kebupaten /kota/
kecamatan/sanggar ataupun gugus sekolah.
Tujuan diselenggarakannya MGMP menurut standar pengembangan KKG
dan MGMP (Dpdiknas, 2008: 5) adalah di antaranya sebagai berikut:
1) Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya
penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan silabus, penyusunan
bahan-bahan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran,
memaksimalkan pemakaian sarana/prasarana belajar, memanfaatkan sumber
belajar, dan sebagainya.
2) Memberi kesempatan kepada anggota kelompok kerja atau musyawarah kerja
untuk berbagi pengalaman serta saling memberikan bantuan dan. umpan balik.
3) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta mengadopsi pendekatan
pembaharuan dalam pembelajaran yang lebih professional bagi peserta
kelompok kerja atau musyawarah kerja.
4) Memberdayakan dan membantu anggota kelompok kerja dalam melaksanakan
tugas-tugas pembelajaran di sekolah.
5) Meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran yang tercermin dari
peningkatan hasil belajar peserta didik.
Musyawarah Guru Mata Pelajaran menurut Mangkoesapoetra (2004: 3
dalam blog Iwan Rio Darma, 2010) memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai
berikut.
a. Menyusun pogram jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek serta
mengatur jadwal dan tempat kegiatan secara rutin.
b. Memotivasi para guru untuk mengikuti kegiatan MGMP secara rutin, baik di
tingkat sekolah, wilayah, maupun kota.
c. Meningkatkan mutu kompetensi profesionalisme guru dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengujian/evaluasi pembelajaran di kelas sehingga mampu
mengupayakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan di sekolah.
2. Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak (IGTKI)
Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia (IGTKI) didirikan pada
tanggal 22 Mei 1950 di Jakarta. Pada Kongres IV IGTKI tahun 1985 di Jakarta,
organisasi ini manunggal ke dalam PGRI namun tetap mandiri dalam IGTKI,
sehingga nama organisasi ini berubah menjadi IGTKI-PGRI. Pimpinan organisasi
tingkat pusat berkedudukan di Ibu Kota Republik Indonesia.
Dalam pasal 4 berdasarkan Kongres IX IGTKI-PGRI 2010 di Jakarta,
tujuan organisasi ini adalah sebagai berikut.
a) Mewujudkan cita-cita Proklamasi kemerdekaan Negara kesatuan RI
berdasrkan pancasila dan UUD 1945.
b) Berperan aktif menyukseskan pembangunan nasional khususnya bidang
Pendidikan Taman Kanak-Kanak.
c) Berperan serta mengembangkan sistem dan pelaksanaan pendidikan nasional.
d) Mempertinggi kesadaran, sikap, mutu dan kemampuan profesi guru Taman
Kanak-Kanak.
e) Menjaga, memelihara, harkat dan martabat guru Taman Kanak-Kanak melalui
peningkatan kesetiakawanan anggota.
Disamping itu, tugas dan fungsi IGTKI berdasarkan hasil kongres tersebut
di atas dalam pasal 5 di antaranya sebagai berikut.
a) Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b) Mempersatukan semua guru Taman Kanak-Kanak Indonesia guna
meningkatkan pengabdiandan peran serta dalam pendidikan nasional
khususnya di bidang Pendidikan Taman Kanak-Kanak.
c) Mengadakan hubungan kerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintah
terkait dan organisasi kemasyarakatan umumnya.
d) Memelihara dan mempertinggi kesadaran guru TK akan profesinya untuk
meningkatkan mutu.
e) Mengupayakan dan meningkatkan kesejahteraan guru Taman Kanak-Kanak.
1.3 IGTKI Kecamatan Pulubala
1.3.1 Sejarah Lahirnya IGTK Kecamatan Pulubala
Idealnya sebuah organisasi yang terbentuk atas dasar sebuah profesi,
Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia Kecamatan Pulubala menjadi salah
wadah untuk memaksimalkan profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan. Berangkat dari amanat dan kebutuhan pendidikan, pada tanggal 22
Mei 1996 dibentuklah Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak (IGTK) Kecamatan
Pulubala sebagai bagian integeral dari IGTK Kabupaten Gorontalo yang pada saat
itu masih merupakan wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Pembentukkan ini pun
berhasil merumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi,
dengan salah satu poin yang dibahas adalah masa kepengurusan yang ditetapkan
satu periode sama dengan lima tahun.
Wilayah kerja IGTK disesuaikan dengan wilayah administrasi Kecamatan
Pulubala. Dalam prosesnya, organisasi ini berhasil menghimpun segenap tenaga
guru TK sebagai anggota tetap. Pada tahun 2012 jumlah anggota tetap sebanyak
21 orang (Data IGTK Kecamatan Pulubala Tahun 2012). Secara kuantitatif jumlah
ini tidaklah besar. Hal ini disebabkan oleh kurangnya lembaga pendidikan Taman
Kanak-Kanak, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat di
Kecamatan Pulubala. Selain itu, jumlah tersebut merupakan akumulasi dari Guru
PNS dan non-PNS yang berasal dari TK dan PAUD.
1.3.2 Visi Misi Organisasi
Dalam menjabarkan berbagai program Pengurus, IGTK memiliki
seperangkat visi dan misi. Pengurus Periode 2011/2016 memiliki visi terwujudnya
pribadi yang tulus, ikhlas, dan berakhlak mulia dalam memberikan bimbingan,
arahan, dan pengajaran bagi anak-anak harapan bangsa guna terbentuknya
pendidik yang profesional. Visi Pengurus diaplikasikan berbagai program kerja
yang masing-masing disesuaikan dengan bidang yang berkompoten menurut
mekanisme pembidangan dalam organisasi.
Secara umum, visi IGTK Kecamatan Pulubala meliputi:
1) Mengadakan kegiatan yang berkenan dengan peningkatan kesejahteraan
anggota melalui kegiatan-kegiatan produktif.
2) Mengadakan kegiatan yang berkenan dengan peningkatan profesionalisasi
anggota melalui kegiatan-kegiatan pendidikan, latihan, dan kursus.
3) Mengadakan kegiatan pekan olahraga dan pentas seni.
4) Menjalin hubungan kerja sama sebagai bentuk kepedulian dan pengabdian
kepada masyarakat.
Kelima visi di atas kemudian dijabarkan oleh setiap bidang sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi masing-masing. Program kerja bidang-bidang dapat
diuraikan sebagai berikut.
1. Program Kerja Bidang Organisasi
1) Melanjutkan pembinaan organisasi
2) Memanajemen organisasi
3) Kaderisasi anggota
4) Penjabaran ketentuan organisasi
5) Pelaksanaan kegiatan-kegiatan bermanfaat
6) Eksistensi IGTKI
2. Program Kerja Bidang Pendidikan dan Keprofesian
1) Pendidikan dan pelatihan
2) Workshop pendidikan
3) Kerja sama dengan pemerintah
4) Seminar
5) Studi banding
6) Kursus
7) Usulan kepada pemerintah
3. Program Kerja Bidang Porseni
1) Lomba Finger Painting
2) Menyanyi duet
3) Permainan tradisional
4) Pembuatan alat peraga pembelajaran
5) Cipta dan menyanyikan lagu anak
4. Program Kerja Bidang Humas dan Kesejahteraan
1) Menjalin kerja sama dengan instansi terkait
2) Pemberdayaan potensi masyarakat
3) Perbaikan kesejahteraan anggota
4) Perbaikan tunjangan guru
5) Pembentukan koperasi
6) Pemberian penghargaan kepada guru
1.3.3 Struktur Organisasi
Dalam menjalankan fungsi organisasi, diperlukan struktur permanen
secara periodik. Artinya, struktur inilah yang nantinya menjadi acuan birokrasi
dalam menjalankan komunikasi organisasi, serta dalam mempertegas garis
komando maupun garis koordinasi lintas fungsi-fungsi organisasi. Berdasarkan
hasil obervasi diperoleh bahwa secara periodik, IGTK Kecamatan Pulubala telah
mengalami empat kali pergantian pengurus. Reorganisasi ini dilakukan setiap lima
tahun sekali. Berikut periodisasi kepengurusan yang telah berlangsung.
1) Pengurus Periode 1996-2001, dengan Ketua Umum Eda Asiali, S.Pd.
2) Pengurus Periode 2001-2005, dengan Ketua Umum Hasmia Paramata.
3) Pengurus Periode 2005-1010, dengan Ketua Umum Astin Hasan.
4) Pengurus Periode 2010-2015, dengan Ketua Umum Hamiem Kum, S.Pd.
Pengurus 2010/2015 memiliki struktur sebagaimana gambar di bawah ini.
Gambar 1. Struktur Organisasi IGTKI Kecamatan Pulubala Periode 2011/2016
Berdasarkan sajian diagram di atas dapat diketahui bahwa secara struktur,
kepengurusan menganut sistem komando yang dilakukan melalui garis komando
sercara vertikal dari ketua melalui wakil ketua, dilanjutkan kepada
sekretaris/wakil sekretaris dan bendahara/wakil bendahara, menuju bidang-
bidang, dan selanjutnya bermuara pada anggota. Akan tetapi, bila melihat garis
koordinasi yang sebenarnya berlaku, pengurus senantiasa melakukan koordinasi
dengan Pengurus Tingkat II (IGTKI Kabupaten Gorontalo), kemudian kepada
Pengurus Tingkat I (IGTKI Provinsi Gorontalo), dan sebagai pucuk organisasi
tertinggi yakni IGTKI Pusat yang berkedudukan di Jakarta.
Jika memang demikian, dapat dikatakan bahwa organisasi ini pada
dasarnya berada pada jalur komunikasi vertikal dan searah. Anggota tidak serta
merta dapat menyampaikan kebutuhannya kepada pengurus, melainkan para
anggota seakan-akan diperlakukan sebagai objek yang hanya menerima keputusan
atau kebijakan dari hierarki jabatan dan kewenangan. Pola seperti ini sebenarnya
cenderung statis, karena tidak mampu mengakomodasi keinginan anggota-anggota
di dalamnya. Boleh jadi, hal ini disebabkan oleh adanya fakta bahwa organisasi
yang dibentuk akibat profesi atau jabatan tidak terlalu mementingkan arus
komunikasi dari bawah, tetapi lebih banyak dipengaruhi arus komunikasi atas-
bawah. Dalam skema seperti inilah peran sebuah organisasi seperti IGTKI
Kecamatan Pulubala dalam meningkatkan profesionalisasi anggotanya harus
dikaji dengan pola komunikasi arus bawah-atas.
top related