bab ii landasan teori 2.1 kepemimpinan 2.1.1 ......1. teori sifat (traits theory) teori ini melihat...
Post on 27-Nov-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan menjelaskan bahwa dari kata pemimpin lahirlah kata
kepemimpin yang artinya membimbing atau menuntun dan kata benda pemimpin,
yaitu orang yang berfungsi memimpin atau yang membimbing atau menuntun.
Perlu dipahami terlebih dahulu makna atau pengertian dari kepemimpinan melalui
berbagai macam perspektif para ilmuan yang menekuni masalah-masalah
kepemimpinan telah melakukan banyak penelitian tentang berbagai segi
kepemimpinan.
Menurut Pamuji dalam (Kumala & Agustina, 2018), “menjelaskan bahwa
dari kata pemimpin lahirlah kata kerja memimpin, yang artinya membimbing atau
menuntun dan kata benda pemimpin, yaitu orang yang berfungsi memimpin atau
yang membimbing.
Menurut Ray Gullet dalam (Dyah, 2015) bahwa :
“leadership is the overall pattern of a leader actions, both visible and invisible by his subordinates. Leadership consistens describe the combination of philosophy, skills and attitudes that underlie the nature of ta poersons behavior. Leadership is demonstrated directly or indirectly about the conviction of a leader of the ambition of subordinates.” Kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seseorang pemimpin
baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Kepemimpinan
menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat dan
sikap yang mendasari perilaku seseorang.
2
Seorang pemimpin harus menerapkan gaya kepemimpinannya untuk
mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.
Menuru Kartono (2010:48) menyatakan bahwa “Gaya kepemimpinan
adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan,
sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba
mempengaruhi kinerja bawahannya”.
Menurut Rivai dan Mulyadi (2010:42) mendefinisikan bahwa “Gaya
kepemiminan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pemimpin untuk
mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula
dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi dan
disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin”.
Ray Gullet (2009:322) bahwa. “Kepemimpinan adalah pola menyeluruh
dari tindakan seorang pemimpin baik yang tampak maupun yang tidak tampak
oleh bawahannya”. Kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten
dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku seseorang.
Sedangkan Yulk (2005:12) “kepemimpinan merupakan proses untuk
mempengaruhi orang lain, memahami dan melaksanakan tugas secara efektif,
serta proses yang difasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan
bersama”.
Berdasarkan pengertian kepemimpinan di atas, penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kepemimpinan artinya membimbing dan menuntun bawahannya dalam
melaksanakan tugas.
3
2. Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi orang lain,
memahami dan membimbing bawahannya.
2.1.2 Teori –teori Kepemimpinan
Banyak teori-teori tentang kepemimpinan antara lain dikemukakan oleh
Stiogdill (2015:11) antara lain dikemukakan bahwa teori-teori berkenan dengan
kepemimpinan adalah beberapa, seperti:
1. Teori Sifat (traits theory)
Teori ini melihat dari sudut pandang bahwa kepemimpinan itu untuk
berhasilnya seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat tertentu, ciri-ciri atau
perangai tertentu. Berdasarkan asumsi ini maka dicarikan sifat-sifat yang
umum harus dimiliki seorang pemimpin agar berhasil secara efektif. Sifat
tersebut dijadikan pedoman untuk mengembangkan kepemimpinan.
Diantaranya disini dikemukakan bahwa pemimpin itu dianggap memiliki
sifat-sifat yang dianggap sejak lahir dan ia menjadi pemimpin sejak lahir.
Maka teori ini juga disebut teori genetis, yang disimpulkan bahwa pemimpin
itu dilahirkan tidak dibentuk (leaders are born and not made).
2. Teori Lingkungan (environmental theory)
Teori ini berpendapat bahwa munculnya pemimpin itu karena keadaan,
tempat dan waktu atau pemimpin-pemimpin lahir karena situasi dan kondisi
yang memungkinkan atau kondusif untuk itu teori ini memperhitungkan
faktor situasi dan kondisi disebut juga teori serba situasi. Kebangkitan dan
kejatuhan seorang pemimpin itu dikarenakan oleh situasi dan kondisi, apabila
ia menguasai situasi dan kondisi maka ia akan dapat menjadi pemimpin.
4
Sejalan dengan teori ini adalah teori sosial yang antara lain dikemukakan
bahwa pemimpin itu dibentuk bukan dilahirkan (leaders are ade not born).
Seseorang akan muncul menjadi pemimpin karena ia berada pada suatu
lingkungan sosial.
3. Teori Pribadi dan Situasi (personal-situasional theory)
Teori ini berusaha menjelaskan kepemimpinan sebagai akibat dari
seperangkat kekuatan yang tunggal. Teori ini pada dasarnya mengakui bahwa
kepemimpinan merupakan produk dan keterkaitan tiga faktor:
a. Perangai (sifat-sifat) Pribadi dari pemimpin.
b. Sifat dari kelompo dan anggota-anggotanya.
c. Kejadian-kejadian atau masalah-masalah yang dihadapi oleh kelompok.
Kepemimpinan harus dipandang sebagai hubungan diantara orang-orang
dan bukannya ciri-ciri atau sifat-sifat dari seseorang individu yang terisolir. Jelas
disini bahwa sifat-sifat atau ciri-ciri seseorang saja belum memungkinkan ia
berkembang menjadi pemimpin.
2.1.3 Peran Kepemimpinan
Organisasi memiliki dua peran yang berbeda, pertama yaitu peran
kepemimpinan mengerjakan hal yang benar, hal ini berhubungan dengan visi dan
arah, dalam hal ini bagaimana mewujudkan efektivitas organisasi dengan jalan
memfokuskan energi yang dimiliki organisasi kesuatu arah tertentu. Kedua
adalah peranan manajemen mengerjakan hal secara benar atau pelaksanan, ini
berkaitan dengan mewujudkan efesiensi yang membahas tentang sistem dan
prosedur-prosedur pelaksanaan kegiatan (Rivai, 2003:147).
5
Dalam sebuah organisasi kedudukan seorang pemimpin sangat strategis
dalam berperan membawa organisasi yang di pimpinnya mewujudkan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Covey dalam Rivai (2003:149) membagi peran
kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Pencarian alur (path finding), yaitu peran untuk menentukan visi dan misi
orgnisasi.
2. Penyelaras (aligning) yaitu peran untuk memastikan bahwa struktur, sistem,
dan proses operasional organisasi memberikan dukungan pada pencapaian
visi dan misi organsasi.
3. Pemberdaya (empowering), yaitu peranan untuk menggerakan semangat
dalam diri masing-masing dalam mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan
kreativitas untuk mampu mengerjakan apapun, dan konsisten dengan prinsip-
prinsip yng telah disepakati.
2.1.4 Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan memiliki fungsi-fungsi tertentu yang pada dasarnya senada
dengan fungsi pemimpin sesuai dengan dua Orientasi Kepemimpinan, dan dalam
hal ini menyangkut dua hal pokok (Sentosa, 2008:23) yaitu: ayat (1) fungsi yang
berkaitan dengan tugas-tugas (taks related) atau disebut fungsi pemecahan
masalah (problem solving), dan (2) fungsi pemeliharaan kelompok (group
maintenance) struktur disebut juga fungsi sosial (social fungtional). maka
kelompok membutuhkan seseorang untuk melakukan dua hal sebagai fungsi
utama yaitu:
1. Berhubungan dengan tugas atau memecahkan masalah, dan
6
2. Memelihara kelompok sosial, yaitu seperti tindakan menyelesaikan konflik
dan perselisihan dan memastikan bahwa individu merasa di hargai oleh
kelompok.
Rivai dan Mulyadi (2011:34) memberikan fungsi kepemimpinan secara
oprasional yang membedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:
1. Fungsi Intruksi
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator
merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana
perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif.
Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakan
dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.
2. Fungsi Konsultasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha
menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan
pertimbangan, yang mengharuskan berkonsultasi dengan orang-orang yang
dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai informasi yang diperlukan
dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pemimpin
pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakikan setelah keputusan dan
sedang dalam pelaksanaan konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh
masukan berupa umpan balik (feedback) untuk memperbaiki
menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan
dilaksanakan dengan menjalankan fungsi konsultasi dapat diharapkan
keputusan-keputusan pemimpin akan mendapat dukungan dan lebih
mengintruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.
7
3. Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang
yang di pimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambi keputusan maupun
dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semuannya,
tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak
mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan
pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
4. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat
atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa
persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti
kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan
pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi.
5. Fungsi Pengendalian
Fungsi ini bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu
mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang
efektif hingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.
Fungsi pengadilan dapat diwujudkan melalui kegiatan, pengarahan,
koordinasi, dan pengawasan.
2.1.5 Syarat-Syarat Kepemimpinan
Konsep mengenai persyaratan kepemimpinan dikutip dalam Kartono
(2011:36-37) selalu harus senantiasa dikaitkan dengan tiga hal penting yaitu:
8
1. Kekuasaan, ialah kekuatan, otoritas, dan legilitas yang memberikan
wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakan
bawahannya untuk berbuat sesuatu,
2. Kewibawaan, ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang
mampu “mebawani” atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh
pada pemimpin dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu,
3. Kemampuan, ialah segala daya, kesanggupan dan kekuatan dan
kecakapan/keterampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari
kemampuan anggota biasa.
Stogdil dalam bukunya (2014:37) Personal Factor Associated
WithLeadership Theories and Prescriotions yang dikutip oleh james A. Lee dalam
bukunya Manajemen Theories dan Prescriptions menyatakan bahwa pemimpin itu
harus memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1. Kapasitas, berupa kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara (verbal
facility), keaslian, dan kemampuan menilai.
2. Prestasi/achievement, yaitu gelas kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan,
dalam olah raga dan lain sebagainya.
3. Tanggung jawab, yaitu mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri agresif,
dan punya hasrat untuk unggul. Partisipasi, yaitu aktif, memiliki sosiabilitas
yang tinggi, mampu bergaul, kooperati atau suka bekerja sama, mudah
menyesuaikan diri, dan punya rasa humor.
4. Status, yaitu meliputi kedudukan sosial-ekonomi yang cukup tinggi, popular,
dan tenar.
9
Earl Nightingale dan Whitt Schult dalam bukunya thingking Haw to Win
Ideas (1965:52), menuliskan kemampuan pemimpin dan syarat-syarat yang harus
dimiliki ialah:
1. Kemandirian, berhasrat memajukan diri sendiri (individualism). Besar rasa
ingin tahu, dan cepat tertarik pada manusia dan benda-benda (curious).
2. Multi terampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam.
3. Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan.
4. Perfeksionis, selalu ingin mendapatkan yang sempurna.
5. Mudah menyesuaikan diri adaptasinya tinggi.
6. Sabar namun ulet, serta tidak “mandek” berhenti.
7. Waspada, peka, jujur, oprimis, berani, gigih, ulet, dan realistis.
8. Komunikatif, serta pandai berbicara atau berpidato.
9. Berjiwa wiraswasta
10. Sehat jasmaninya, dinamis, sanggup dan suka menerima tugas yang berat,
serta berani mengambil resiko.
11. Tajam firasatnya, tajam dan adil pertimbangannya.
12. Berpengalaman luas, dan haus akan ilmu pengetahuan
13. Memiliki motovasi tinggi, dan menyadari target atau tujuan hidup yang ingin
dicapai, dibimbing oleh idialisme tinggi.
14. Punya imajinasi yang tinggi daya kombinasi, dan daya inovasi.
2.1.6 Macam-macam Gaya Kepemimpinan
Gaya Kepemiminan adalah suatu cara yang digunakan prmimpin dalam
berinteraksi dengan bawahannya. Umumnya dikenal lima macam gaya
10
kepemimpinan, yaitu otokratis, demokratis, partisipasif, orientasi pada tujuan, dan
situasional.
1. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Kepemimpinan Otokratis disebut juga kepemimpinan diktator atau direktif.
Orang yang menganut pendekatan ini mengambil keputusan tanpa
berkonsultasi dengan para karyawan yang harus merlaksanakannya atau
karyawan yang dipengaruhi keputusan tersebut. Mereka menentukan apa
yang harus dilakukan orang lain dan mengharapkan mereka mematuhinya.
Kritik yang muncul adalah bahwa pendekatan ini tidak akan efektif dalam
jangka panjang, kepemimpinan otokratis tidak sesuai dalam lingkungan
TQM.
2. Gaya Kepemimpinan Demoktaris
Gaya kepemimpinan ini dikenal pula dengan istilah kepemimpinan
konsultatif atau konsensus. Orang yang menganut pendekatan ini melibatkan
para karyawan yang harus melaksanakan keputusan dalam proses
pembuatannya. Sebenarnya yang membuat keputusan akhir adalah pemimpin,
tetapi hanya setelah menerima masukan atau rekomendasi daeri anggota tim.
Kritik terhadap pendekatan ini menyatakan bahwa keputusan yang paling
popular/disukai tidak selalu merupakan keputusan terbaik, dan bahwa
kepemimpinan demokratis sesuai dengan sifatnya, cenderung menghasilkan
keputusan yang disukai dari pada keputusan yang tepat Gaya ini juga dapat
mengarah pada kompromi yang pada akhirnya memberikan hasil yang tidak
diharapkan.
11
3. Gaya Kepemimpinan Partisipasif
Kepemimpinan Partisipasif juga dikenal dengan istilah kepemimpinan
terbuka, bebas atau nondirective. Orang yang menganut pendekatan ini hanya
sedikit memegang kendali dalam mengambil keputusan. Ia hanya menyajikan
informasi mengenai suatu permasalahan dan memberikan kesempatan kepada
anggota tim untuk mengembangkan strategi dan pemecahannya. Tugas
pemimpin adalah mengarahkan tim kepada tercapainya konsensus. Asumsi
yang mendasari gaya kepemimpinan ini adalah bahwa para karyawan akan
lebih siap menerima tanggung jawab terhadap solusi, tujuan dan strategi
dimana mereka diberdayakan untuk mengembangkannya. Kriktik terhadap
pendekatan ini menyatakan bahwa pembentukan konsensus banyak
membuang waktu dan hanya berjalan bila semua orang terlibat memiliki
komitmen terhadap kepentingan utama organisasi.
4. Gaya Kepemimpinan Berorientasi pada Tujuan
Gaya kepemimpinan ini juga disebut kepemimpinan berdasarkan hasil atau
berdasarkan sasaran. Orang yang menganut pendekatan ini meminta anggota
tim untuk memusatkan perhatiannya hanya pada tujuan yang ada. Hanya
strategi yang dapat menghasilkan kontribusi nyata dan dapat diukur dalam
mencapai tujuan organisasilah yang dibahas. Pengaruh kepribadian dan faktor
lainnya yang tidak berhubungan dengan tujuan organisasi tertentu
diminimumkan. Kritik terhadap pendekatam ini menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan ini memiliki fokus yang terlampau sempit, dan sering kali
berfokus pada perhatian keliru.
12
5. Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan ini di kenal sebagai kepemimpinan tak tetap (fluiud)
atau kontingensi. Asumsi yang digunakan dalam gaya ini adalah bahwa tidak
ada satupun gaya kepemimpina yang tepat bagi setiap menajer dalam segala
kondisi. Oleh karena itu gaya kepemimpinan situasional akan menerapkan
suatu gaya tertentu berdasarkan pertimbangan atas faktor-faktor seperti
pemimpin, pengikit, dan situasi (dalam arti struktur tugas, peta kekuasaan,
dan dinamika kelompok).
2.2 Kinerja
2.2.1 Pengertian Kinerja Pegawai
Kinerja dalam Bahasa Inggris disebut dengan job performance atau actual
performance atau level of performace, yang merupakan tingkat keberhasilan
pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kinerja bukan merupakan
karakteristik individu, seperti bakat atau kemampuan, melainkan perwujudan dari
bakat atau kemampuan itu sendiri. Kinerja merupakan perwujudan dari
kemampuan dalam bentuk karya nyata atau merupakan hasil kerja yang dicapai
pegawai dalam mengembangkan tugas dan pekerjaan yang berasal dari
perusahaan.
Menurut Mashun dalam (Yuliantari, 2016), “kinerja merupakan gambaran
mengenai tingkat pencapaian, tingkat pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi”.
13
Mathis dan Jackson dalam Priansa (2017:48)menyatakan bahwa “kinerja
pada dasarnya adaah hal-hal yag dilakukan atau tidak dilakukan oleh pegawai
dalam mengemban pekerjaannnya”.
Rivai dan sagala dalam Priansa (2017:48) menyatakan bahwa “kinerja
adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestsi kerja yang
dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
Benardin dan Russel dalam Priansa (2017:48) menyatakan bahwa “kinerja
merupakan hasil yang di produksi oleh fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan
pada pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu”. Hasil kerja tersebut
merupakan hasil kemampuan, keahlian, dan keinginan yang dicapai.
Milkovich dan Boudreau dalam Priansa (2017:48) menyatakan bahwa
“kinerja adalah tingkat pegawai melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan syarat-
syarat yang telah di tentukan”.
Kinerja menurut Robbins dalam Priansa (2017:48) berkaitan dengan
banyaknya upaya yang dilakukan individu pada pekerjaannya. Sinambela dkk
dalam Priansa (2017:48) menyatakan bahwa “kinerja adalah kemampuan pegawai
dalam melakukan keahlian tertentu”. Kinerja pegawai sangatlah perlu sebab
dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan pegawai dalam
melakukan tugas yang dibebenkan kepadanya. Untuk itu, ditentukan kemampuan
kriteria yang jelas dan teratur, serta di tetapkan secara bersama-sama yang
dijadikan sebagai acuan.
Menurut Robbins dalam (Kartika, M.Minarsi, & Gagah, 2016), “kinerja
karyawan adalah apa yang telah dihasilkan oleh individu karyawan selain itu
kinerja juga dapat diartikan dengan adanya kemauan dan perbuatan dalam situasi
14
tertentu, sehingga kinerja tersebut merupakan hasil keterkaitan antara usaha,
kemampuan dan persepsi serta tugas”.
Berdasarkan uraian tersebut, kinerja merupakan perwujudan atas pekerjaan
yang telah dihasilkan atau ditambah pegawai. Hasil tersebut tercatat dengan baik
sehingga tingkat ketercapaian kinerja yang seharusnya dan hal-hal yang terjadi
dapat dievaluasi dengan baik.
2.2.2 Kriteria-Kriteria Kinerja Pegawai
Schuler dan Jackson dalam Priansa (2017:49) menyebutkan tiga kriteria
yang berhubungan dengan kinerja sebagai mana dijelaskan dalam Tabel II.1
berikut:
Tabel II.1
Kriteria-kriteria Kinerja Pegawai
No Sifat Penjelasan
1 Sifat Kriteria berdasakan sifat memusatkan diri pada
karaktaristik pribadi seseorang karyawan. Loyalitas,
keadaan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan
memimpin merupakan sifat-sifat yang sering dinilai
selama proses penilaian. Jenis kriteria ini mumusatkan
diri pada cara kerja seseorang dalam pekerjaannya.
2 Periaku Kriteria berdasarkan prilaku terfokus pada cara
pekerjaan dilaksanakan. Kriteria ini penting sekali bagi
pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal
pegawai. Sebagai contoh, apakah pegawainya rahmah
atau meyenangkan.
15
3 Hasil Kriteria berkenaan dengan hasil semakin popular
dengan semakin di tekannya produktivitas dan daya
saing internasion. Kriteria ini berfokus pada apa yang
telah dicapai atau dihasilkan dari pada bagaimana
sesuatu dicapai atau dihasilkan.
Sumber : Priansa (2017:49)
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Gibson, Ivancevich, dan Donnely dalam Priansa (2017:50) menyatakan
bahwa “Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pegawai adalah variabel
individu, variabel psikologis dan variabel organisasiona. Variabel individu
meliputi kemampuan dan keterampilan fisik ataupun mental; latar belakang,
seperti keluarga, tingkat sosial dan pengalaman; demografi, meyangkut umum,
asal usul, dan jenis kelamin. Variable psikologis meliputi persepsi, sikap,
kepribadian, belajar, dan motivasi Variabel organisasional meliputi sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
Faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai menurut Mathis dan Jocksin
dalam Priansa (2017:50) adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan individual
Mencakup bakat, minat dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan
merupakan bahan mentah yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis.
Dengan demikian, kemungkinan seorang pegawai kinerja yang baik, jika
kinerja pewagai tersebut memiliki tingkat keterampilan baik, pegawai
tersebut mengasilkan yang baik pula.
16
2. Usaha yang dicurahkan
Usaha yang dicurahkan bagi pegawai adalah ketika kerja, kehadiran, dan
motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi yang
diperlihatkan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Oleh
karna itu, jika pegawai memiliki tingkat keterampilan untuk mengerjakan
pekerjaan, ia tidak akan bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya. Hal ini
berkaitan dengan perbedaan antara tingkat keterampilan dan tingkat upaya.
Tingkat keterampilan merupakan cerminan dari kemempuan yang dilakukan,
sedangkat tingkat upaya merupakan cerminan dari sesuatu yang dilakukan.
3. Lingkungan Organisasional
Lingkungan Organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas pegawai yang
meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi dan manajemen.
Milkovich dan Boudreau dalam Priansa (2017:51) menyatakan bahwa
kinerja pegawai merupakan fungsi dari interaksi tiga dimensi yaitu sebagai
berikut:
1. Kemampuan (ability) artinya kapasitas seorang individu untuk mengerjakan
bebagai tugas sdalam suatu pekerjaan. kemampuan keseluruhan seorang
individu pada dasarnya tersusun dari dua perangkat faktor.
a. Kemampuan fisik, yaitu kemempuan yang diperlukan untuk melakukan
tugas-tugas yang memnuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan
keterampilan, berupa faktor kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan
statik, keluwesan eksten, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh,
keseimbangan danstamina.
17
b. Kemampuan mental/intelektual, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk
kegiatan intelektual, seperti kecerdasan, numericpemahaman verbal,
kecepatan perceptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi
ruang dan ingatan.
2. Motivasi (motivation), artinya kesediaan untuk kemampuan mengeluarkan
tingkat yang tinggi kearah tujuan perusahaan yang dikondisikan oleh
kemampuan upaya untuk memenuhi suatu kebutuhan individual.
3. Peluang (opportunity), berkaitan dengan peluang yang dimiliki oleh pegawai
yang bersangkutan karna adanya halangan yang akan menjadi rintangan
dalam bekerja. Peluang ini meliputi dukungan lingkungan kerja, dukungan
peralatan kerja, ketersediaan bahan dan suplai yang mamadai, kondisi kerja
yang mendukung, rekan kerja yang mambantu, aturan dan prosedur yang
mendukung, Cukup mengambil informasi untuk mengambil keputusan, dan
waktu kerja yang memadai untuk bekerja dengan baik.
2.2.4 Tahap Meningkatkan Kinerja Pegawai
Menurut Tyson dan Jockson dalam Priansa (2017:52) meningkatkan
kinerja merupakan konsep sederhana, tetapi penting. Konsep tersebut didasarkan
pada ide bahwa sebuah tim akan meningkat dengan cepat dan terus-menerus
dengan cara meninjau keberhasilan dan kegagalannya.
Tyson dan Jackson dalam Priansa (2017:52) menyebutkan empat tahap
dalam rencana kerja meningkatkan kinerja, yaitu:
1. Memulai tugas-tugas yang telah dikerjakan oleh kelompok dan membiarkan
tim mengindentifikasi factor-faktor signifikan yang telah memberikan
18
kontribusu terhadap keberhasilan dan tugas-tugas yang merintangi
keberhasian;
2. Dari faktor-faktor keberhasilan dan kegagalan, pilihlah yang praktis dan
buang yang tidak mempunyai nilai;
3. Kelompok menyetujui cara membuat faktor-faktor tersebut dengan tepat dan
menyingkirkan yang lain;
4. Analisis tersebut tidak hanya dilakukan pada tingkat kelompok, tetapi juga
pada tingkat individual.
Wirjana dalam Priansa (2017:55) menyatakan bahwa peningkatan kinerja
umumnya terdiri dari meningkatkan kinerja pada tingkat organisasi dan pada
tingkat individu”. Pada tingkat organisasi, kinerja yang kurang berkualitas
merupakan akibat atau hasil daru kepemimpinan yang kurang berkualitas,
manajemen yang kurang professional, atau kurang sistem kerja yang kurang baik.
Untuk mencapai peningkatan kinerja yang berkualitas dan mengatasi masalah
yang ditemui dalam upaya meningkatkan kinerja.
Tujuan perusahaan hanya dapat dicapai jika perusahaan tersebut didukung
oleh unit-unit kerja yang terdapat di dalamnya. Upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kinerja dapat disajikan dalam Tabel II.2 berikut:
Tabel II.2
Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai
No Upaya Penjelasan
1 Deskriminasi Seorang manajer harus mampu membedakan secara
objektif antara pegawai yang dapat memberikan
sumbangan penting bagi tujuan perusahaan dengan
19
pegawai yang tidak dapat memberikan sumbangan
penting. penilaian kinerja dilakukan untuk
mengetahuihal tersebut. Melalui penilaian kinerja,
keputusan yang terukur dan adil dapat di ambil,
misalnya berkaiatan dengan pengembangan pegawai,
penggajian, dan sebagainya.
2 Pemberian
harapan
Pada umumnya, pegawai yang memiliki kinerja tinggi
mengharapkan berbagai pengakuan dari perusahaan,
baik pengakuan dari sisi materi, sisi sosial internal
perusahaan, maupun jejang karir tertentu sesuai dengan
kemampuan perusahaan. Untuk itu, perusahaan harus
mampu melakukan identifikasi yang tepat untuk
memastikan bahwa pegawai yang berkinerja baik
memiliki berbagai harapan yang penting bagi dieinya
sehingga ia termotivasi untuk mewujudkan kinerja
tersebut dapat diberikan sesuai dengan keinginan
pegawai.
3 Pengembangan Upaya peningkatan kinerja pegawai juga dapat di
direncang dalam skema pengembangan pegawai yang
sesuai dengan kinerja pegawai. Pegawai yang
menghasilkan kinerja tinggi dapat dipromosikan sesuai
dengan kebutuhan perusahaan dan sesuai dengan kinerja
pegawai, sementara itu pegawai yang memiliki kinerja
di bawah ketentuan, program latihan dan refreshing
diperlukan untuk memecahkan kebuntuan, sekaligus
meningkatkan kinerja pegawai.
4 Komunikasi Para manajer bertanggung jawab untuk mengevaluasi
kinerja para pegawadan secara akurat
mengomunikasikan penilaian yang di lakukannya.
Untuk melakukan secara akurat, para manajer harus
20
mengetahui kekurangan dan masalah yang di hadapi
pegawai dan cara mengatasinya. Disampingnya itu, para
manajer juga harus mengetahui program pelatihan
pengembangan yang di butuhkan. Untuk
memastikannya. Para manajer perlu berkomunikasi
secara intens dengan pegawai. Sumber : Priansa(2017:49)
2.2.5 Pengukuran Kinerja Pegawai
Kinerja Pegawai pada dasarnya diukur sesuai dengan kepentingan
perusahaan dan permbangan pegawai yang dinilainya. Monday Noe, Premeaux
dalam Priansa (2017:55), menyatakan bahwa pengukuran kinerja dapat dilakukan
dengan menggunakan dimensi berikut:
1. Kuantitas pekerjaan (quantity of work), berkaitan dengan volume pekerjaan
dan produktivitas kerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam kurun waktu
tertentu,
2. Kualitas pekerjaan (quality of work) berkaita dengan pertimbangan ketelitian,
presisi, kerapian, dan kelengkapan dalam menangani tugas-tugas yang adadi
perusahaan.
3. Kemandirian (dependability) berkenaan dengan pertimbangan derajat
kemampuan pegawai untuk bekerja dan mengemban tugas secara, sendiri
dengan meminimaliskan bantuan orang lain.
4. Inisiatif (initiative) berkenaan dengan pertimbangan kemandirian, fleksibel
berfikir, dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab.
21
5. Adaptasi (adaptasibility) berkenaan dengan kemampuan untuk beradaptasi,
mempertimbangkan kemempuan untuk bereaksi terhadap mengubah
kebutuhan dan kondisi-kondiri.
6. Kerja sama (coorperation) berkaitan dengan pertimbangan kemampuan untuk
bekerja sama, dan dengan, orang lain. Apakah assignements, mencakup
lembur dengan sepenuh hati.
Bernaddin dan Russel dalam Priansa (2017:55) menyatakan enam kriteria
utama kinerja yang dapat di nilai dari pegawai, yaitu sebagai berikut:
1. Kualitas, yaitu tingkat proses atau hasil dari suatu kegiatan yang sempurna
dengan kata lain melaksanakan kegiatan dengan cara ideal atau sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan, atau dengan cara yang paling berkualiatas,
2. Kuantitas, yaitu besaran yang dihasilkan dalam bentuk nilai uang, sejumlah
unit atau kegiatan yang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu, yaitu ingkat kegiatan diselesaikan, atau hasil yang
diselesaikan dengan waktu yang lebih cepat dari yang ditetapkan dan
menggunakan waktu yag kegiatan lainnya.
4. Efektivitas biaya, yaitu tingkt penggunaan brbagai sumber daya yang dimiliki
perusahaan. Baik sumber daya manusia, sumber daya tenologi sumber daya
bahan baku, serta peralatan dan perlengkapan digunakan secara optimal untuk
menghasilkan kinerja yang baik.
5. Kebutuhan pengawasan, yaitu keadaan yang menunjukan seberapa jauh
pegawai membutuhkan pengawasan untuk dapat memperoleh hasil yang
diinginkan tanpa melakukan kesalahan.
22
6. Pengaruh interpersonal, yaitu tingkat pegawai menunjukan perasaan
selfesteem, goodwill, dan kerja sama diantara sesame rekan kerja ataupun
pegawai yang lebih rendah.
2.3 Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan
2.3.1 Kisi-Kisi Operasional Variabel.
Didalam penelitian ini terdapat dua variabel sebagai berikut:
1. Variabel bebas (independent variabel)
Variabel ini juga sering disebut variabel stimulus, predictor. Variabel bebas
atau X adalah variabel yang menjadi sebab perubahan yang akan menjelaskan
atau mempengaruhi secara positif maupun negatif variabel tidak bebas
didalam pola hubungannya. Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini
berupa :
X = gaya Kepemimpinan
2. Variabel Teerkait (Dependent variavbel)
Variabel terikat atau Y adalah yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel
bebas. Dalam penelitian ini variabel terikat : Y = Kinerja
Tabel II.3
Kisi-Kisi Operasional Gaya Kepemimpinan.
Pernyataan
Dimensi Indikator Butir Item
Variabel kepemimpin
an (X)
1. Otokratis Berdasarkan atas kekuasaan dan paksaan yang mutlak
harus dipatuhi
1,2
23
2. Demokratis Berorintasi terhadap kemanusiaan dan
memberikan bimbingan kepada pengikitnya
3,4
3. Partisipasif Berdasarkan arahan dari pimpinan
5,6
4. Berorientasi pada tujuan
Berdasarkan pada tujuan organisasi
7,8
5. Situasional Berdasarkan situasi yang ada
9,10
Sumber : Tjiptono & Diana(2014:161)
Tabel II.4
Kisi-Kisi Operasional Kinerja.
Pernyataan
Dimensi Indikator Butir Item
Variabel kinerja (Y)
Efektif 1. pekerjaan sesuai dengan target
1
Efesien 2. hasil kerja karyawan 2 Kualitas 3. hasil kerja karyawan
4. kualitas atau jasa sama dengan harapan masyarakat
3-4
Ketepatan waktu
5. mengukur kinerja karyawan telah selesai sesuai dengan tepat waktu yang telah ditetapkan
5
Produktivitas 6. para karyawan bekerja dengan benar. Menghasilkan sesuai target yang diharapkan
7. inisiatif karyawan 8. kerjasama karyawan
6-8
keselamatan 9. keselamatan organisasi secara keseluruhan serta lingkungan kerja para karyawan.
10. asuransi karyawan
9-10
Sumber : Abdillah dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016)
24
2.3.2 Uji Instrumen Penelitian
Menurut (Sugiyono, 2016)“ instrumen adalah yang baik (yang berupa tes
maupun non test) harus valid dan reliabel”. Instrumen yang tidak teruji validitas
dan reabilitasnya bila digunakan unuk penelitian akan menghasilkan data yang
sulit dipercaya keberadaannya.
1. Uji Validitasi.
Menurut Sujianto dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016) “Validitas adalah suatu
ukuran instrumen, telah dikemukakan bahwa instrument penelitian adalah alat
untuk mengumpulkan data”. Agar data yang diperoleh mempunyai tingkat
akurasi dan konsisten yang tinggi, instrument penelitian yang digunakan
harus valid dan realibel. Suatu instrument dikatakan valid jika instrument
tersebut mengukur apa yang tinggi seharusnya diukur. Tingkat validitas nya
pada alat ukur dalam ilmu alam umumnya sudah terjamin karena diamati
hasil cepat diperoleh.
Validitas instrument ditentukan dengan mengorelasikan antara skor yang
di peroleh setiap butir pertanyaan atau pernyataan dengan skor total. Skor
total adalah jumlah dari semua skor pernyataan dan pertanyaan dengan skor
total.
25
Kriteria penilaian uji validitas yang dapat dikatakan valid atau tidak valid,
yaitu:
a. Apabila r hitung > r tabel (pada signifikan 5%) maka dapat dikatakan
item kuisioner tersebut valid.
b. Apabila r hitung < r tabel (pada signifikan 5%) maka dapat dikatakan
item kuisioner tersebut tidak valid.
2. Uji Reabilitas.
Menurut Sujianto dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016), “reliabilitas adalah
ukuran yang menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian
berperilaku mempunyai keandalan sebagai alat ukur, diantaranya diukur
melalui konsistensi hasil pengukuran dari waktu ke waktu jika fenomena
diukur tidak berubah”. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reabilitas
dengann menggunakan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan Skala
Alpha Cronbach‘s 0-1. Berikut ini adalah skala Alpha Cronbach’s
Tabel II.5
Skala Alpha Cronbach’s
Nilai Alpha Cronbach’s Keterangan
0,00-0,20 Kurang Reliabel
0,21-0,40 Agak Reliabel
0,41-0,60 Cukup Reliabel
0,61-0,80 Reliabel
0,81-1,00 Sangat Rliable
Sumber : Triton dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016)
26
2.3.3 Konsep Dasar Perhitungan
Konsep dasar perhitungan yang penulis gunakan sebagai berikut:
1. Populasi dan Sampel
Populasi menurut Sugiyono dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016), “populasi
adalah wilayah generilasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karaktaristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sampel jenuh menurut
dugiyono dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016), “sampel jenuh adalah teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel”.
Penulis menggunakan sampe jenuh dikarekan jumlah populasi 30 orang.
2. Skala Likert
Menurut Sugiyono dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016) Skala likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan pesepsi seorang atau kelompok orang
tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah
ditetapkan secara spesifikasi oleh peneliti, yang selanjutnya disebutkan
sebagai variabel peneliti. Jawaban setiap item instrument yang menggunakan
skala likert mempunyai gradiasi dari sangat positif sampai sangat negative,
yang dapat berupa kata-kata antara lain:
Tabel II.6
Skala Likert
Jumlah Skor Sangat setuju 5
Setuju 4 Ragu-Ragu 3 Tidak setuju 2
Sangat tidak setuju 1 Sumber: Sugiyono dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016)
27
3. Korelasi Pearson Product Moment
Untuk teknik korelasi yang penulis gunakan adalah rumu Korelasi Pearson
Product Moment yaitu:
a. Koeifisien korelasi Product moment teknik korelasi ini digunakan untuk
mencari hubungan dan memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan
dua variabel itu, yaitu hubungan antara Kepemimpinan terhadap kinerja.
Berikut ini adalah rumus untuk mencari koefisien korelasi menurut
Sugiyono dalam Kartika dan Suci (2012):
28
b. Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi di gunakan untuk mengetahui seberapa besar motivasi
mempengaruhi kinerja. Koefisien Determinasi (KD) dihitung dangan
mengkuadratkan koefisien korelasi yang telah ditemukan sebelumnya dan
selanjutnya dikalikan 100%, dengan demikian rumusannya adalah
KD = r2 x 100%
Keterangan:
KD = Koefisien Determinasi
r = Koefisien Korelasi
4. Persaman Regresi
Menurut Sugiyono dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016) Regresi sederhana
didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel
independen dengan satu variabel dependen. Secara umum prsamaan regresi
sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = a + b X
Dimana untuk melihat hubungan antara variabel dengan menggunakan
persamaan regresi tersebut, maka nilai a dan b harus dicari terlebuh dahulu dengan
rumus sebagai berikut:
29
top related