bab ii landasan teori 2.1 pengertian...
Post on 05-Jul-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Persediaan
Dalam melaksanakan aktivitas produksinya, setiap perusahaan baik itu
perusahaan jasa ataupun perusahaan manufaktur pasti mengadakan persediaan.
Perusahaan yang tidak memiliki persediaan akan dihadapkan pada resiko dua resiko,
yaitu kekurangan produk pada suatu waktu membuat permintaan pelanggan tidak
terpenuhi, namun persediaan yang berlebih akan membuat biaya penyimpanan relatif
besar. Oleh karena itu, persediaan harus dikelola dengan baik karena berpengaruh pada
kegiatan produksi dan penjualan.
Pengertian persediaan menurut Assauri (1980),ialah suatu aktiva yang meliputi
barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode
usaha yang normal,atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses
produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu
proses produksi. Sedangkan menurut Rangkuti (2004), persediaan merupakan suatu
aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual
dalam suatu periode usaha tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam
pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu
penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Dapat disimpulkan dari beberapa definisi diatas bahwa perusahaan memiliki
persediaan karena persediaan adalah suatu aktiva yang sangat mahal, aktiva dalam
perusahaan ini dapat langsung dijual kembali maupun diproses lebih lanjut pada saat
periode tertentu. Persediaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan karena
persediaan tersebut menghubungkan satu operasi ke operasi selanjutnya yang berurutan
dalam pembuatan suatu barang untuk kemudian disampaikan ke konsumen. Persediaan
dapat dioptimalkan dengan mengadakan perencanaan produksi yang lebih baik, serta
manajemen persediaan yang optimal.
6
2.1.1 Jenis-jenis Persediaan
Persediaan memiliki berbagai fungsi yang berbeda, maka dari itu
persediaan didalam perusahaan harus di kelompokkan agar persediaan dapat
berfungsi sebagai mana mestinya. Assauri (1980), membedakan jenis-jenis
persediaan menurut fungsinya menjadi 3 (tiga) yang terdiri atas:
1. Batch Stock atau Lot Size inventory
adalah persediaan yang diadakan karena membeli atau membuat bahan-
bahan/barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang
dibutuhkan pada saat itu. Jadi dalam hal ini pembelian atau pembuatan
dilakukan untuk jumlah besar, sedangkan penggunaan atau pengeluaran
dalam jumlah kecil. Terjadinya persediaan karena pengadaan barang/bahan
yang dilakukan lebih banyak dari yang dibutuhkan. Keuntungan yang
diperoleh dari adanya batch stock atau lot size inventory ini antara lain :
a. Memperoleh potongan harga pada harga pembelian.
b. Memperoleh efisiensi produksi karena adanya operasi atau proses
produksi yang lebih lama.
c. Adanya penghematan didalam biaya angkutan.
2. Fluctuation Stock
adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan
konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini perusahaan
mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen,
apabila tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang tidak beraturan atau
tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak dapat diramalkan lebih dahulu. Jadi
apabila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini
(fluctuation stock) dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan
naik turunnya permintaan tersebut.
3. Anticipation Stock
7
adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan
yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu
tahun untuk menghadapi penggunaan atau permintaan yang meningkat.
Disamping itu, Anticipation Stock dimaksudkan pula untuk menjaga
kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu
jalannya produksi atau menghindari kemacetan produksi.
Disamping perbedaan menurut fungsi Assauri (1980), juga membedakan
persediaan menurut jenis dan posisi barang tersebut didalam urutan pengerjaan
produk, yaitu :
1. Persediaan bahan baku (raw material stock) yaitu persediaan dari bahan baku
yang digunakan dalam proses produksi, dapat diperoleh dari sumber-sumber
alam atau dibeli dari supplier yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan
pabrik yang menggunakannya.
2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (component stock) yaitu
persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen (parts) yang diterima
dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung dirakit dengan parts lain,
tanpa proses produksi sebelumnya. Jadi bentuk barang yang merupakan
parts ini tidak mengalami perubahan dalam operasi.
3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan
(supplies stock) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang
diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi
atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak
merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.
4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (Work in process
/ progress stock) yaitu persediaan yang telah mengalami beberapa perubahan
yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam suatu pabrik atau bahan-bahan yang
telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi masih perlu diproses kembali untuk
kemudian menjadi barang jadi.
8
5. Persediaan barang jadi (finished goods) yaitu barang-barang yang telah
selesai diproses dan menunggu untuk dijual kepada langganan atau
perusahaan lain. Barang jadi dimasukkan dalam persediaan karena
permintaan konsumen untuk jangka waktu tertentu mungkin tidak diketahui.
2.1.2 Komponen-Komponen Dasar Biaya Persediaan
Masalah utama yang ingin dicapai dalam pengendalian persediaan adalah
meminimumkan total biaya operasional perusahaan. Jadi, terdapat dua keputusan
yang perlu diambil dalam hal ini, yaitu berapa jumlah yang harus dipesan/
diproduksi setiap kali pemesanan/produksi dan kapan pemesanan/produksi itu
dilakukan.
Berbagai macam biaya perlu diperhitungkan saat mengevaluasi masalah
persediaan. Joko (2001), menyebutkan biaya-biaya dalam sistem persediaan
tersebut, antara lain :
1. Biaya Pengadaan (procurement cost)
Biaya pengadaan merupakan total biaya untuk memesan dan mengadakan barang
sehingga siap untuk dipergunakan atau diproses lebih lanjut. Total biaya
pengadaan ini meliputi :
a. Biaya Pembelian (purchasing cost)
Biaya pembelian merupakan biaya yang digunakan untuk membeli barang.
Jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang tersebut akan sangat
berpengaruh pada biaya pembelian. Dalam hal ini biaya pembelian lebih bersifat
variabel karena tergantung pada jumlah barang yang dipesan. Sehingga biasa
disebut unit variable cost atau purchasing cost. Biaya pembelian merupakan faktor
penting ketika harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran atau jumlah
pembelian. Situasi ini diistilahkan dengan quantity discount dimana harga
barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli dalam jumlah
besar. Dalam banyak teori persediaan, seringkali komponen biaya pembelian ini
9
tidak dimasukkan kedalam biaya persediaan karena diasumsikan komponen biaya
pembelian untuk suatu periode tertentu (misalnya satu tahun) dianggap konstan
dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa banyaknya
barang yang harus dipesan.
b. Biaya Pengadaan Barang
Biaya pengadaan dibedakan menjadi dua jenis sesuai dengan asal barang, yaitu
biaya pemesanan (ordering cost) bila barang yang dibutuhkan didapatkan dari
pihak luar dan biaya pembuatan (setup cost) bila barang yang dibutuhkan
diperoleh dengan cara membuat sendiri.
• Biaya pemesanan (ordering cost) merupakan seluruh pengeluaran yang
timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk
menentukan supplier, pembuatan pesanan, pengiriman pesanan, biaya
pengangkutan, biaya penerimaan dan sebagainya. Biaya ini diasumsikan
konstan setiap kali pesan.
• Biaya pembuatan (setup cost) merupakan seluruh pengeluaran yang timbul
dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul didalam
pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin,
penyusunan barang di gudang dan sebagainya.
2. Biaya Penyimpanan (holding cost/carriying cost)
Dalam bukunya Joko (2001), menjelaskan bahwa biaya penyimpanan adalah
semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya-biaya ini
meliputi:
a. Biaya memiliki persediaan (biaya modal)
Biaya ini timbul karena adanya penumpukan barang di gudang yang berarti
penumpukan modal kerja, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos yang
dapat diukur dengan suku bunga bank. Sehingga biaya yang timbul karena memilki
persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya ini sering
diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.
10
b. Biaya kerusakan dan penyusutan
Kerusakan atau penyusutan karena beratnya atau jumlahnya berkurang karena
hilang dapat terjadi pada barang yang disimpan sehingga akan mengakibatkan
adanya biaya tambahan dalam sistem persediaan. Biaya kerusakan atau penyusutan
biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya.
c. Biaya gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya
gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudang merupakan
biaya sewa, sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri, maka biaya
gudang merupakan biaya penyusutan maupun biaya perawatan barang.
d. Biaya administrasi dan pemindahan
Biaya ini dikeluarkan untuk administrasi persediaan barang yang ada, baik pada
saat pemasaran, penerimaan barang maupun penyimpanan dan biaya untuk
memindahkan barang dari, ke dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk di
dalamnya adalah upah buruh dan biaya pengendalian peralatan.
e. Biaya asuransi
Barang yang disimpan seringkali diasuransikan oleh perusahaan untuk menjaga
hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Besarnya biaya asuransi ini
tergantung dari jenis barang yang diasuransikan dan perjanjiannya dengan
perusahaan asuransi.
f. Biaya kadaluarsa (obsolence)
Perubahan tekhnologi dan model seperti barang-barang elektronik akan
mempengaruhi penurunan nilai jual barang tersebut.
Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan
kuantitatif, biaya simpan per unit diasumsikan linear terhadap jumlah barang yang
disimpan.
3. Biaya Kekurangan Persediaan (shortage cost)
Merupakan biaya yang timbul apabila ada permintaan terhadap barang yang
kebetulan tidak tersedia di gudang (stock out). Untuk barang-barang tertentu,
11
pelanggan dapat diminta menunda pembeliannya atau dengan kata lain pelanggan
diminta untuk menunggu. Dalam hal ini shortage cost yang timbul adalah
biaya ekstra untuk membuat lagi barang yang dipesan sehingga proses
produksi akan terganggu dan akan menimbulkan kerugian karena perusahaan
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan atau akan kehilangan
pelanggan karena konsumen akan beralih pada para pesaing (Subagyo, Asri, &
Handoko, 2000).
Dalam mengevaluasi kebijaksanaan di bidang persediaan, biaya-biaya tersebut
harus diperhatikan. Satu hal yang perlu diingat, biaya yang diperhitungkan adalah
biaya yang relevan yang meliputi seluruh biaya yang timbul karena kebijaksanaan
persediaan tersebut. Akibatnya beberapa biaya perlu diabaikan dan dalam prakteknya
sangat tergantung pada keputusan manajemen perusahaan (Subagyo et al., 2000).
2.2 Pemilihan Supplier
Pemilihan supplier berpotensi memiliki dampak signifikan terhadap kinerja
berlangsungnya perusahaan (Herbon, Moalem, Shnaiderman, & Templeman, 2012).
Dampak yang signifikan dapat terasa pada keuangan perusahaan. Hal ini tidak dapat
dapat dengan mudah diabaikan karena melakukan kontrak pada supplier yang tepat dan
terbaik dapat menyebabkan pengurangan biaya yang signifikan. Salah satu biaya utama
dalam proses manajemen produksi adalah total omset pembelian yang biasanya
berkisar antara 50-90% (Mirabi, Ghomi, & Jolai, 2010). Oleh karena itu, pemiliahan
supplier juga merupakan masalah yang penting bagi perusahaan. Masalah tentang
pemilihan supplier telah banyak diteliti, dipelajari dan diselidiki secara ekstensif oleh
sejumlah peneliti (Karsak & Ece, 2012). Meskipun penelitian supplier berlimpah,
namun terdapat perbedaan pada masing-masing penelitian yang terletak pada metode
yang digunakan. Metode yang digunakan disesuaikan dengan tujuan dan objek yang
diteliti.
Keputusan dalam pemilihan supplier merupakan komponen penting
manajemen produksi dan logistik bagi sebagian besar perusahaan. Berkenaan dengan
keputusan tersebut maka harus dilakukan seleksi supplier untuk melaksanakan
12
pekerjaan dan menentukan jumlah pesanan yang diberikan kepada supplier yang
terpilih. Pemilihan supplier yang tepat secara signifikan akan mengurangi biaya
pembelian material dan meningkatkan daya saing perusahaan (Xia & Wu, 2007).
Sedangkan pemilihan supplier yang salah dapat memperburuk posisi seluruh rantai
suplai, keuangan dan operasional (Araz & Ozkarahan, 2007). Hal itu yang
menyebabkan banyak ahli percaya bahwa seleksi supplier adalah aktivitas yang paling
penting dari sebuah departemen pembelian (Xia & Wu, 2007).
Menurut Luo, Wu, Rosenberg, and Barnes (2009), ada 3 hal yang menyebabkan
tugas seleksi supplier termasuk kebutuhan yang ekstrem, yaitu :
a. Tipikal lingkungan bisnis saat ini adalah terlihat cenderung lebih tidak stabil
karena perubahan yang cepat pada kondisi pasar, kebutuhan pelanggan, dan
tindakan kompetitor.
b. Meningkatnya globalisasi perdagangan dunia dan tersedianya fasilitas
komunikasi melalui internet memberikan kesempatan kepada para pembeli untuk
mencari sumber material di luar negeri.
c. Pemasok potensial perlu dinilai berdasarkan beberapa kriteria yang kadang saling
bertentangan. Perbandingan antar beberapa kriteria tersebut kadang diperlukan
karena setiap pemasok biasanya memiliki performa yang karakteristik untuk tiap
atribut yang berbeda.
2.2.1 Metode Seleksi Supplier
Metode seleksi supplier adalah model atau pendekatan yang digunakan untuk
melakukan proses pemilihan supplier. Metode yang dipilih sangat penting untuk
keseluruhan proses seleksi dan dapat mempunyai pengaruh yang signifikan pada hasil
pemilihan. Penting untuk memahami mengapa suatu perusahaan memilih salah satu
metode (atau kombinasi dari metode yang berbeda) atas yang lain. Beberapa metode
seleksi terkenal telah dikembangkan dan diklasifikasikan oleh banyak ilmuwan selama
bertahun-tahun. Metode tertentu telah menjadi pilihan yang populer selama bertahun-
tahun, sedangkan metode lain muncul baru-baru ini. Biasanya ketika sebuah
13
perusahaan menetapkan untuk mengembangkan atau memilih metode seleksi supplier,
hasilnya adalah gabungan dari beberapa metode yang berbeda dengan kekuatan yang
berbeda guna memenuhi kebutuhan untuk memilih perusahaan yang spesifik. Oleh
karena itu, penting untuk mengeksplorasi berbagai metode seleksi yang berbeda dan
untuk mendiskusikan berbagai perbedaan aplikasinya (Tahriri, Osman, Ali, & Yusuff,
2008).
Weber, Current, and Benton (1991), mengelompokkan metode seleksi supplier
dengan pendekatan kuantitatif menjadi 3 kategori, yaitu :
a. Model Pembobotan Linier (Linear Weighting Models)
b. Model Pemrograman Matematis (Mathematical Programming Models)
c. Pendekatan Statistik/Probabilistis (Statistical/Probabilistic Approaches)
Sedangkan menurut Shyur and Shih (2006), metode seleksi supplier dengan
pendekatan kuantitatif dikelompokkan menjadi 4 kategori; yaitu :
a. Pengambilan Keputusan Multi Atribut (Multi-Attribute Decision Making) atau
Model Pembobotan Linier (Linear Weighting Models)
b. Optimasi Multi Tujuan (Multi-Objective Optimization) atau Model Matematis/
Pemrograman Linier (Mathematical/Linear Programming Models)
c. Pendekatan Statistik/Probabilistis (Statistical/Probabilistic Approaches)
d. Pendekatan Kecerdasan (Intelligent Approaches)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka metode-metode pemilihan supplier dapat
dikelompokkan seperti pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Metode Seleksi Supplier
Pendekatan Kategori Metode Author
Kuantitatif
Multi Attribut
Decision Making
(Linier Weighting
Models)
Categorikal Models
Hillman Willis and Huston (1990), C.-N.
Liao and Kao (2010), Petroni and Braglia
(2000)
Weighted Point Model
C.-N. Liao and Kao (2010), Hillman Willis
and Huston (1990), Petroni and Braglia
(2000)
Multi Objective
Optimazion Linear Programming
Pan (1989), Kheljani, Ghodsypour, and
O’Brien (2009), Ting and Cho (2008)
14
(Mathematical/Linear
Programming Models) Integer Programming
Xia and Wu (2007), Woarawichai et al.
(2011), Rajan, Ganesh, and Narayanan
(2010)
Goal Programming
Narasimhan, Talluri, and Mahapatra (2006),
Sharma, Benton, and Srivastava (1989),
Chaudhry, Forst, and Zydiak (1991),
Karpak, Kumcu, and Kasuganti (1999)
Multi Objective
Programming
Weber and Current (1993), Xia and Wu
(2007), Ting and Cho (2008)
Statistical/Probabilistic
Approaches
Principal Component
Analysis
Tahriri, Osman, Ali, and Yusuff (2008),
Petroni and Braglia (2000), Xia and Wu
(2007)
Multiple Attribut Utility
Theory
Dyer, Fishburn, Steuer, Wallenius, and
Zionts (1992), Tahriri, Osman, Ali, and
Yusuff (2008)
Data Envelopment
Analysis Wu (2009), Saen (2010)
Intelligent Approaches
Artificial Neural Network Chen, Lin, Xiong, and Li (2009)
Fuzzy Theory Sanayei, Mousavi, and Yazdankhah (2010),
Luo et al. (2009)
Other (Cost Based
Method)
Cost Ratio Petroni and Braglia (2000), Tahriri, Osman,
Ali, and Yusuff (2008)
Total Cost of Ownership Degraeve and Roodhooft (1999)
Kuantitatif
& Kualitatif
Analytic Hierarchy
Process (AHP) &
Integrasinya
Analytic Hierarchy
Process
Liu and Hai (2005), Yusuff, Yee, and
Hashmi (2001), Tam and Tummala (2001),
Tahriri, Osman, Ali, Yusuff, and Esfandiary
(2008), Kokangul and Susuz (2009),
Taslicali and Ercan (2006)
AHP – Linear
Programming
Ghodsypour and O'Brien (1998), Ting and
Cho (2008)
Voting AHP (Liu & Hai, 2005)
Fuzzy AHP
Kahraman, Cebeci, and Ulukan (2003),
Chan, Kumar, Tiwari, Lau, and Choy
(2008)
Analytic Network Process Sarkis (1998), Saaty (2003), Percin (2008),
Bayazit (2006), Sarkis and Talluri (2002)
Penjelasan dari metode pemilihan supplier dengan integer programming sebagai
berikut:
Pemrograman Integer (Integer Programming)
Banyak peneliti menggunakan teknik dengan tujuan tunggal seperti Linear Integer
Programming dan Mixed Integer Programming dalam pemilihan supplier, biasanya
biaya sebagai fungsi tujuan dan kriteria lain sebagai batasan. Diskon kuantitas menjadi
15
faktor daya tarik yang ditawarkan supplier. Model ini dapat digunakan untuk
meminimalkan jumlah biaya pembelian, biaya persediaan & biaya pemesanan (Xia &
Wu, 2007). Model ditujukan permintaan produk diskrit yang dikenal atas horizon
planning. Multi-Periode Lot Sizing Dengan Problem Pemilihan Supplier terhadap dan
batasan anggaran (Woarawichai et al., 2011).Rezaei and Davoodi (2008), menyajikan
model mixed integer programming untuk beberapa supplier dan beberapa produk di
atas horizon perencanaan yang terbatas. Jayaraman, Srivastava, and Benton (1999),
mengusulkan sebuah model pemasok pilihan yang menganggap kualitas (dalam hal
proporsi barang cacat dipasok oleh supplier), kapasitas produksi (membatasi urutan
ditempatkan pada supplier), batas lead time, dan kapasitas penyimpanan. Ini juga
model single periode yang melampirkan biaya tetap untuk menangani supplier.
Masalah pemilihan supplier merupakan keputusan strategis penting yang harus dibuat
pembeli. Ghodsypour and O’brien (2001), telah memeriksa masalah ini dalam
kerangka multi kriteria. Sebuah model mixed integer non-linear programming
diusulkan untuk menentukan alokasi optimal produk ke supplier sehingga total biaya
pembelian tahunan dapat diminimalkan.
Berikut ini adalah pengklasifikasian fungsi tujuan dari metodeinteger
programming dari beberapa penulis yaitu pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Klasifikasi Fungsi Tujuan MetodeInteger Programming
Author
Fungsi Tujuan
Biaya
Pembelian
Biaya
Persediaan
Biaya
Pemesanan
Chaudhry, Forst, and
Zydiak (1993) √ √ √
Kasilingam and Lee
(1996) √ √
Jayaraman et al. (1999) √
Xia and Wu (2007) √ √ √
Rezaei and Davoodi
(2008) √ √ √
Woarawichai et al. (2011) √ √ √
16
Berdasarkan tabel diatas dijelaskan bahwa terdapat fungsi tujuan untuk biaya
pembelian, biaya persediaan, dan biaya pemesanan. Bahwa sudah banyak peneliti yang
menggunakan penggabungan dari ketiga fungsi tujuan dan ada beberapa yang masih
hanya mempertimbangkan salah satu fungsi tujuan.
2.3 Inventory Lot-Size dengan Pemilihan Supplier
Lot-sizing sangat penting untuk efisiensi produksi dan persediaan sistem, untuk
menentukan ukuran lot yang benar untuk meminimalkan biaya keseluruhan. Inventory
lot-sizing multi-periode dengan satu produk diperkenalkan oleh Wagner and Whitin
(1958), dimana algoritma solusi pemrograman dinamis diusulkan untuk mendapatkan
solusi layak untuk masalah. Basnet and Leung (2005), mengajukan model matematis
untuk inventory lot-sizing dengan pemilihan supplier, Multi-periode lot-sizing yang
melibatkan beberapa produk dan beberapa supplier. Dengan munculnya manajemen
rantai pasokan, banyak perhatian sekarang dikhususkan untuk pemilihan supplier.
Rosenthal, Zydiak, and Chaudhry (1995), mempelajari masalah pembelian di mana
salah satu kebutuhan untuk memilih di antara pemasok yang menawarkan diskon
menjual multipel produk (bundel). Kemudian formulasi disajiakan dalam mixed integer
programming. Sucky (2007), mengajukan pendekatan pengambilan keputusan yang
dinamis untuk strategi pemilihan vendor berdasarkan prinsip perencanaan hirarki.
Pendekatan ini mempertimbangkan saling ketergantungan pada waktu yang timbul dari
biaya investasi untuk memilih vendor baru dan biaya beralih dari vendor yang ada ke
yang baru.
Dalam penelitian yang mengintegrasikan pemilihan supplier dan lot-sizing
pembelian adalah karya-karya Buffa and Jackson (1983), Bender, Brown, Isaac, and
Shapiro (1985), Tempelmeier (2002), dan Basnet and Leung (2005). Mereka
menganggap multi-periode horizon planning dan mendefinisikan variabel untuk
menentukan jumlah yang dibeli di setiap periode dasar. Buffa and Jackson (1983),
disajikan jadwal pembelian untuk satu produk didefinisikan melalui model goal
17
programming mempertimbangkan kriteria harga, kualitas dan pengiriman. Bender et
al. (1985), mempelajari masalah pembelian yang dihadapi oleh IBM melibatkan
beberapa produk, beberapa periode waktu, dan diskon kuantitas. Tempelmeier (2002),
mengusulkan sebuah model perencanaan untuk mendukung pilihan jangka pendek dan
ketertiban ukuran di bawah parameter waktu yang berbeda-beda. Dalam hal tersebut
hanya menjelaskan, tapi tidak dikembangkan dengan model optimasi mixed integer,
untuk meminimalkan jumlah pembelian, transportasi dan biaya persediaan selama
horison perencanaan, tanpa melebihi kapasitas penjual produksi dan berbagai kendala
kebijakan.
Beberapa studi telah mempertimbangkan masalah gabungan yang terkait
dengan transportasi inbound dan inventory lot-sizing sehingga dapat mengoptimalkan
total biaya logistik di atas horizon perencanaan. Z. Liao and Rittscher (2007),
mempelajari integrasi pemilihan suppier, procurement lot-sizing dan keputusan
pemilihan carrier. Mereka mempertimbangkan situasi permintaan dinamis dan
mengusulkan sebuah model pemrograman multi objektif untuk pemilihan supplier,
procurement lot-sizing dan keputusan pemilihan carrier dalam setiap siklus
penambahan. Tujuannya bertujuan untuk meminimalkan total biaya logistik, total
kualitas barang yang ditolak dan keterlambatan pengiriman. Choudhary and Shankar
(2011), mempelajari masalah pembelian multi-periode dimana pembeli mendapatkan
satu produk dari satu supplier mempertimbangkan skala ekonomis dalam biaya
pembelian dan transaksi bersamaan dengan gangguan supply chain. Mereka
mengusulkan sebuah model integer programming untuk menetapkan tujuan biaya dan
menentukan lot-size yang sesuai dan waktunya untuk meminimalkan biaya total
selama keputusan horizon. Studi mereka menunjukkan bahwa keputusan lot-sizing
dipengaruhi oleh kepentingan relatif pembeli terhadap tujuan transaksi pembelian,
transaksi, dan biaya simpan inventory.
2.4 Multi-Periode Lot Sizing Dengan Problem Pemilihan Supplier (MLSSP)
18
Pemilihan supplier dengan mempertimbangkan permintaan dari beberapa
produk dalam beberapa periode, terdapat satu atau lebih supplier yang dapat dipilih
dimasing-masing periode untuk pembelian produk (Basnet & Leung, 2005). Mereka
memperluas model Basnet and Leung (2005), untuk mempelajari pengaruh kapasitas
pemasok dan kualitas kinerja terkait. Selanjutnya, dalam beberapa tahun terakhir,
beberapa peneliti telah mengusulkan model lot-sizing multi-periode dan multi-obyektif
(Demirtas & Ustun, 2009; Rezaei & Davoodi, 2011; Ustun & Demı, 2008; Ustun &
Demirtas, 2008). Dengan permintaan produk diskrit yang dikenal atas horizon
planning. Multi-Periode Lot Sizing Dengan Problem Pemilihan Supplier terhadap
ruang penyimpanan dan batasan anggaran olehWoarawichai et al. (2011),
menggunakan notasi sebagai berikut:
Indeks:
i = 1,….,I indeks produk
j = 1,….,J indeks supplier
t = 1,….,T indeks periode
Parameter:
Dit= permintaan produk i diperiode t
Pij = harga pembelian produk i dari supplier j
Hi= biaya simpan produk i per periode
Oj= biaya transaksi untuk supplierj
wi= ruang penyimpanan produk i
S = total ruang penyimpanan
Bt =anggaran pembelian pada periode t
Variable keputusan:
Xijt= jumlah produk i dipesan dari supplier j pada periode t
Yjt= 1 jika pesanan di tetapkan pada supplier j dalam waktu t, 0 jika sebaliknya
Variable antara:
Rit = persediaan produk i dibawa dari periode t dengan t+1
19
Berdasarkan notasi diatas, mixed integer programming dapat diformulasikan sebagai
berikut:
𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑖𝑧𝑒(𝑇𝐶) = ∑ ∑ ∑ 𝑃𝑖𝑗𝑋𝑖𝑗𝑡
𝑡
+ ∑ ∑ 𝑂𝑗𝑌𝑗𝑡
𝑡
+ ∑ ∑ 𝐻𝑖
𝑡
(∑ ∑ 𝑋𝑖𝑗𝑘
𝑗
𝑡
𝑘=1
− ∑ 𝐷𝑖𝑘
𝑡
𝑘=1
)
𝑖𝑖𝑗
… … … (1)
𝑖
Bergantung pada(s.t.)
𝑅𝑖𝑡 = ∑ ∑ 𝑋𝑖𝑗𝑘
𝑗
− ∑ 𝐷𝑖𝑘
𝑡
𝑘=1
≥ 0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑖 𝑑𝑎𝑛 𝑡 … … … (2)
𝑡
𝑘=1
(∑ 𝐷𝑖𝑘
𝑇
𝑘=𝑡
) 𝑌𝑗𝑡 − 𝑋𝑖𝑗𝑡 ≥ 0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑖, 𝑗, 𝑑𝑎𝑛 𝑡 … … … (3)
∑ 𝑤𝑖
𝑖
(∑ ∑ 𝑋𝑖𝑗𝑘
𝑗
− ∑ 𝐷𝑖𝑘
𝑡
𝑘=1
𝑡
𝑘=1
) ≤ 𝑆 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑡 … … … (4)
∑ ∑ 𝑋𝑖𝑗𝑡
𝑗
𝑃𝑖𝑗 ≤ 𝐵𝑡 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑡 … … … (5)
𝑖
𝑌𝑗𝑡 = 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 1 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑗 𝑑𝑎𝑛 𝑡 … … … (6)
𝑋𝑖𝑗𝑡 ≥ 0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑖, 𝑗, 𝑑𝑎𝑛 𝑡 … … … (7)
Objective function ditunjukkan pada persamaan (1) terdiri dari 3 bagian : 1) biaya
pembelian produk, 2) biaya transaksi untuk supplier, 3) biaya tetap untuk sisa
persediaan disetiap periode t+1.
Batasan dalam persamaan (2) semua permintaan harus terpenuhi dengan periode
dimana permintaan itu terjadi: kekurangan atau backordering tidak diperbolehkan.
Batasan dalam persamaan (3) tidak ada pesanan tanpa pengisian biaya transaksi yang
sesuai. Batasan dalam persamaan (4) masing-masing produk memiliki kapasitas
terbatas. Batasan persamaan (5) total pembayaran pembelian untuk setiap item tidak
dapat melebihi anggaran pada tiap periode. Batasan dalam persamaan (6) variable biner
0 atau 1, dan persamaan (7) pembatas non-negatif pada variable keputusan.
Solusi optimal untuk (MLSSP) dimana:
(1)Untuk setiap produk, ada periode dimana pesanan dibuat dan persediaan dalam
periode yaitu,
20
𝑅𝑖,𝑡−1𝑋𝑖𝑗𝑡 = 0 untuk semua i, j, dan t
(2)Tidak ada produk yang dipesan dari dua (atau lebih) supplierdi periode yang sama
yaitu,
𝑋𝑖𝑗𝑡𝑋𝑖𝑘𝑡 = 0 untuk semua i,t, j ≠ k
Jika ada lebih dari satu supplier untuk produk yang sama untuk periode yang sama
disolusi optimal, itu tidak harus meningkatkan biaya ketika semua jumlah pembelian
ditugaskan sepenuhnya kepada supplier yang lebih murah (atau sama). Jika kedua
𝑋𝑖𝑗𝑡dan 𝑋𝑖𝑘𝑡positif dan 𝑃𝑖𝑗 > 𝑃𝑖𝑘 kemudian hanya pemasok k harus digunakan. Jika
𝑃𝑖𝑘 > 𝑃𝑖𝑗 maka hanya supplier j yang harus digunakan. Namun jika 𝑃𝑖𝑗 = 𝑃𝑖𝑘 maka
hanya satu dari kedua supplier j dan k harus digunakan tanpa meningkatkan total biaya.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya serta dengan adanya formulasi model
matematis di atas bahwa pada kasus ini difokuskan kepada penerapan dari model
Basnet and Leung (2005), yang telah dikembangkan oleh Woarawichai et al. (2011).
2.5 Konsep Pemrograman Linear
Salah satu keputusan manajerial yang sangat penting ialah penyaluran sumber-
sumber yang sangat langka. Sumber-sumber yang dimaksud dapat berupa bahan baku,
peralatan dan mesin, ruang, dana, dan orang. Semua dapat dipergunakan untuk
menghasilkan komoditi tertentu.
Metode analisis yang paling bagus untuk menyelesaikan persoalan alokasi
sumber ialah metode pemrograman linear (Siagian, 1987). Pokok pikiran yang utama
dalam menggunakan program linear ialah merumuskan masalah dengan jelas dengan
mengunakan sejumlah informasi tersedia. Sesudah masalah terumuskan dengan baik,
maka langkah berikut ialah menerjemahkan bahasa ini kedalam bentuk model
matematika, yang terang mempunyai cara pemecahan yang lebih mudah dan rapih guna
menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi. Jawaban yang ditemukan dari
hasil perhitungan lebih mudah dinilai atau dievaluasi kemampuannya satu dari yang
21
lain dan terhadap jawaban yang terang lebih ampuh akan ditetapkan sebagai keputusan
akhir dan siap dilaksanakan.
Dalam linear programming dikenal tiga macam fungsi, yaitu:
1. Fungsi tujuan (objective function)
Fungsi yang menggambarkan tujuan atau sasaran didalam permasalahan LP yang
berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya untuk memperoleh
keuntungan maksimal atau biaya minimal. Pada umumnya nilai yang akan
dioptimalkan dinyatakan sebagai F(x).
2. Fungsi batasan (constrain function)
Merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan-batasan kapasitas yang
tersedia yang akan dialokasikan secara optimal sebagai ke berbagai kegiatan.
3. Variable keputusan
Variable keputusan adalah variable yang secara lengkap menguraikan keputusan-
keputusan yang akan dibuat.
Salah satu model dari pemrograman linear adalah mixed integer programming.
Mixed integer programming (MIP) models adalah bentuk dari linear programming
(LP), dimana terdapat beberapa variabelnya yang disebut dengan integer variable atau
hanya terdapat sebagai dari variabel keputusan dari permasalahan program linier yang
diharuskan bilangan bulat (positif atau nol). Variable lain dapat mengambil nilai-nilai
negatif yang mungkin timbul. Variable 0-1 adalah bilangan yang digunakan untuk
berbagai cara pemakaian dalam modeling untuk mengatur operasional, taktikal, dan
perencanaan strategis pada permasalahan persediaan dan pemilihan supplier.
top related