bab ii landasan teori 2.1 stres kerja 2.1.1 pengertian...
Post on 07-Mar-2019
214 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Stres Kerja
2.1.1 Pengertian Stres
Dalam suatu kesempatan Chaplin (dalam Kartono, 2001) mengatakan
bahwa stres merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun
psikologis. Sementara itu Anaroga (2005) menyebutkan segala macam bentuk
stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurang mengertian manusia akan
keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Selanjutnya, Anoraga (2005) ketidak
mampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi,
konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres. Stres
secara umum oleh Davis (dalam Nipsaniasri, 2004) didefinisikan sebagai suatu
kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik
seseorang, dan stres yang terlalu berat dapat mengancam kemampuan individu
tidak dapat melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dengan baik.
Definisi stres menurut Faules & Pace (dalam Mulyana, 2001) merupakan
penderitaan jasmani, mental, atau emosional yang diakibatkan interpretasi atas
suatu peristiwa sebagai suatu ancaman bagi agenda pribadi seorang individu.
Selanjutnya Heerdjan (dalam Tawarka et al, 2004) menguraikan bahwa stres dapat
digambarkan sebagai suatu kekuatan yang dihayati mendesak atau mencekam dan
muncul dalam diri seseorang sebagai akibat ia mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri.
2
Sementara itu Looker et al (dalam Setiawati, 2004) membagi pengertian
stres menjadi dua, yaitu:
a. Distressful
Ini adalah aspek buruk dari stres. Bagi seseorang disstres dapat menyebut
di antaranya menjadi sakit kepala, gangguan pencernaan, sering masuk
angin, nyeri punggung dan leher, dan hubungan-hubungan yang tidak
bahagia. Bagi perusahaan dan organisasi, dapat dilihat dalam konteks
makna jumlah kemangkiran, kehilangan produktivitas, kinerja yang buruk,
kecelakaan, penurunan kreativitas, dan kurang inovasi.
b. Eusstresful
Dilain pihak, sebagian orang menggambarkan stres sebagai pengalaman
yang menyenangkan, menggairahkan, merangsang, dan menggetarkan.
Mereka merasa benar-benar mampu menangani tuntutan-tuntutan yang
mereka hadapi dan dengan sengaja menempatkan diri mereka ke dalam
situasi-situasi yang menentang yang sekarang dapat mereka atasi.
Menyelesaikan tugas-tugas yang menarik dan menarik dan merangsang,
menjadi kreatif dan produktif, mencapai tujuan-tujuan dan hasrat-hasrat
dan berpartisipasi dalam pertandingan olahraga dapat menjadi kesenangan-
kesenangan dari stres. Di sini stres bekerja untuk meningkatkan kinerja.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan
bahwa stres adalah perasaan tertekan ketika menghadapi suatu peristiwa tertentu.
Sehingga mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi fisik seseorang.
3
2.1.2 Pengertian Stres Kerja
Stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang
dialami oleh karyawan dalam menghadapi pekerjaannya (Mangkunegara, 2005).
Mangkunegara (2005) mengatakan stres kerja ini tampak dari siptom (gejala-
gejala) antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit
tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan
darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.
Menurut Ray (dalam Mulyana, 1998) stres yang berkaitan dengan
pekerjaan secara ajeg menunjukkan bahwa stres menimbulkan pengaruh yang
merusak dan berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani pekerja. Pada
umumnya, stres pada pekerja terjadi karena interaksi pekerja dengan pekerjaan
atau lingkungan kerja, yang ditandai dengan penolakan diri sehingga terjadi
penyimpangan secara fungsional. Dengan kata lain, stres merujuk pada kondisi
internal individu untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap perasaan yang
mengancam terhadap kondisi fisik dan atau psikis (Miner dalam Effendi, 2005),
atau label untuk gejala psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas,
ketidaknyamanan atau hal lain yang sejenis (Niven dalam Effendi, 2005).
Secara lebih tegas Manuaba (dalam Tarwaka et al, 2004) memberikan
definisi sebagai berikut: stres adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh
manusia baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang
dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari
menurunnya kesehatan sampai pada dideritanya suatu penyakit. Selamjutnya Smet
(dalam Effendi, 2005) secara spesifik menjelaskan bahwa stres kerja sebagai suatu
4
kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan kerja,
sehingga menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi
dengan sumber daya sistem biologis, psikologis, atau sosial. Jika stres kerja terus
berlangsung bukan hanya individu yang mengalami penyakit, organisasipun dapat
memiliki apa yang dinamakan penyakit organisasi (Jacinta dalam Nipsaniasri,
2004).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan
bahwa stres kerja adalah perasaan tertekan yang disebabkan oleh transaksi antara
individu dan lingkungan pekerjaan sehingga menimbulkan pengaruh yang
merusak dan berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani pekerja. Jika stres pada
karyawan terus-menerus terjadi dapat pula menyebabkan penyakit organisasi
(Jacinta dalam Nipsari, 2004)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan
bahwa stres kerja adalah perasaan tertekan yang disebabkan oleh transaksi antara
individu dan lingkungan pekerjaan sehingga menimbulkan pengaruh yang
merusak dan berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani pekerja. Jika stres pada
karyawan terus-menerus terjadi dapat pula menyebabkan penyakit organisasi.
2.1.3 Aspek-Aspek Stres Kerja
Selanjutnya Michell (dalam Adininggar, 2005) mengemukakan ada
beberapa gejala yang tampak sebagai akibat dari stres yang terbagi dalam 5 aspek:
a. Aspek subjektif: seperti kecemasan, apati, kelelahan, depresi, gelisah,
mudah marah dan rendahnya harga diri.
5
b. Aspek perilaku: seperti perilaku yang impulsive, penggunaan obat-obatan,
kurang gairah dan gelisah.
c. Aspek kognitif: seperti buruknya pemrosesan informasi, kehilangan
memori dan kebimbangan.
d. Aspek fisiologis: seperti meningkatnya kadar gula darah, meningkatnya
denyut jantung, meningkatnya tekanan darah, berkeringat dan sesak napas.
e. Aspek organisasi: seperti absensi, turn over, keluhan dan tingginya
kecelakaan.
Rasimin (1988) mengemukakan bahwa aspek-aspek stres dapat dibagi
menjadi:
a. Gejala subyektif (perasaan yang hanya dapat dirasakan oleh individu yang
mengalaminya) yaitu perasaan gelisah, agresif, lesu, muram, lelah,
merasakan kecewa yang amat sangat, kehilangan kesabaran, merasa harga
diri rendah, merasa terpencil.
b. Gelaja perilaku (perilaku yang ditampilkan oleh individu sebagai akibat
dari stres) yaitu mudah terkena kecelakaan, penyalah gunaan obat, emosi
yang gampang meledak, makan berlebihan, minum atau merokok secara
berlebihan.
c. Gejala kognitif yaitu individu tidak mampu mengambil keputusan dengan
baik, tidak dapat berkonsentrasi dengan baik.
d. Gejala fisiologis yaitu kadar gula dalam darah naik, mulut terasa kering,
biji mata membesar.
6
e. Gejala keorganisasian yaitu suka membolos pada jam kerja, produktivitas
rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, selalu merasa tidak puas,
keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi menurun.
Menurut Beehr dan Newman (dalam Artiningsih, 2005; Rini, 2003) ada
beberapa gejala dari stres kerja yang terbagi dalam tiga aspek, yaitu gelaja
psikologis, gejala psikis, dan perilaku:
a. Aspek psikologis yang terdiri dari kecemasan, memendam masalah,
komunikasi tidak efektif, mengurung dan menarik diri, kebosanan,
ketidakpuasan kerja, lelah mental, menurunnya fungsi intelektual,
kehilangan daya konsentrasi, kehilangan semangat hidup dan menurunnya
harga diri dan rasa percaya diri.
b. Aspek fisik yaitu meningkatnya detak jantung dan tekanan darah,
gangguan lambung, mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian,
gangguan kordiavaskuler, gangguan pernafasan, sering berkeringat,
gangguan pada kulit, kepala pusing, migraine, ketegangan otot dan
problem tidur.
c. Aspek perilaku yang tampak dari menunda atau menghindari pekerjaan,
meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase,
meningkatnya agresifitas dan kriminalitas, penurunan hubungan
interpersonal dengan keluarga dan teman, dan kecenderungan bunuh diri.
Aspek menurut Beehr dan Newman (dalam Artiningsih, 2005; Rini, 2003)
aspek yang dijelaskan adalah: aspek psikologis, aspek psikis, dan aspek perilaku.
Dimana aspek-aspek tersebut dijabarkan secara jelas. Sehingga dalam penelitian
7
ini menggunakan aspek menurut Beehr dan Newman (dalam Artiningsih, 2005;
Rini, 2003) tersebut.
2.1.3 Faktor Penyebab Stres Kerja
Mangkunegara (2005) mengatakan penyebab stres kerja antara lain adalah
beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas
pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, autoritas kerja yang
tidak memadai yang berhubungan dengan tanggungjawab, konflik kerja,
perbedaan nilai antara karyawan dengan pimpinan yang frustasi dalam kerja.
Kaitannya dengan tugas-tugas pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi
penyebab stres kemungkinan besar lebih spesifik (Tarwaka, Bakri dan Sudiajeng,
2004). Clark & Wantoro (dalam Tarwaka, Bakri dan Sudiajeng, 2004)
pengelompokan penyebab stres (stresor) ditempat kerja menjadi tiga kategori
yaitu stresor fisik, psikofisik dan psikologis. Kaitannya dengan tugas-tugas dan
pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi penyebab stres kemungkinan besar
lebih spesifik. Selanjutnya Cartwright et.al. (1995) mencoba memilah-milah
penyebab stres akibat kerja menjadi 6 faktor penyebab yaitu:
a. Faktor intrinsik pekerjaan.
Ada beberapa faktor intrinsik dalam pekerjaan di mana sangat potensial
menjadi penyebab terjadinya stres dan dapat mengakibatkan keadaan yang
buruk pada mental. Faktor tersebut meliputi keadaan fisik lingkungan kerja
yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas dan lembab, dll),
stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang
8
perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet, pekerjaan
beresiko tinggi dan berbahaya, pemakaian tehnologi baru, pembebanan
berlebih dan adaptasi pada jenis pekerjaan baru dll.
b. Faktor peran individu dalam organisasi kerja.
Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan
lebih memberikan stres yang tinggi dibandingkan dengan beban kerja fisik.
c. Faktor hubungan kerja.
Cooper & Payne (dalam Cartwright et.al. 1995) hubungan baik antara
karyawan di tempat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab
terjadinya stres. Kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidak
nyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya
stres akibat kerja. Tuntutan tugas yang mengharuskan seorang tenaga kerja
bekerja dalam tempat terisolasi, sehingga tidak dapat berkomunikasi
dengan pekerja lain (seperti: operator telepon, penjaga mercu suar, dll)
juga merupakan pembangkit terjadinya stres.
d. Faktor pengembangan karier.
Perasaan tidak aman dalam pekerjaan, posisi dan pengembangan karier
mempunyai dampak cukup penting sebagai penyebab terjadinya stres.
Menurut Wantoro (dalam Cartwright et.al. 1995) faktor pengembangan
karier yang dapat menjadi pemicu stres adalah a) ketidakpastian pekerjaan
seperti adanya reorganisasi perusahaan dan mutasi kerja dll. b) promosi
berlebihan atau kurang: promosi yang terlalu cepat atau tidak sesuai
9
dengan kemampuan individu akan menyebabkan stres bagi yang
bersangkutan atau sebaliknya bahwa seorang merasa tidak pernah
dipromosikan sesuai dengan kemampuannya juga menjadi penyebab stres.
e. Faktor struktur organisasi dan suasana kerja.
Penyebab stres yang berhubungan dengan struktur organisasi dan suasana
kerja biasanya berawal dari budaya organisasi dan model menejemen yang
dipergunakan. Beberapa faktor penyebabnya antara lain, kurangnya
pendekatan partisipasipatoris, konsultasi yang tidak efektif, kurangnya
komunikasi daan kebijaksanaan kantor. Selain itu sering kali pemilihan
dan penempatan karyawan pada posisi yang tidak tepat juga dapat
menyebabkan stres.
f. Faktor di luar pekerjaan.
Faktor kepribadian seseorang (ekstrovert atau introvert) sangat
berpengaruh terhadap stresor yang diterima, konflik yang diterima oleh
dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu sama lain.
Perselisihan antar anggota keluarga, lingkungan tetangga dan komunitas
juga merupakan faktor penyebab timbulnya stres yang kemungkinan besar
masih akan terbawa dalam lingkungan kerja.
Apapun bentuk reaksi tubuh terhadap stresor yang diterimanya akan
menimbulkan dampak negatif berupa stres yang dapat merugikan. Dan secara
pasti bahwa hampir semua orang telah mengalami stres dalam kehidupannya. Hal
terpenting adalah bagaimana kita dapat mengenali, mencegah, mengelola dan
10
mengendalikan stres agar kita tetap dapat berpenampilan dan berprestasi dengan
baik dalam setiap aktivitas yang kita lakukan.
2.2 Produktivitas Kerja
2.2.1 Pengertian Produktivitas
Produktivitas adalah bandingan (rasio) antara hasil (keluaran) dengan
masukan (pengorbanan). Produktivitas dikatakan meningkat apabila angka rasio
itu makin besar (Sastrowinoto, 1985). Pheasant (dalam Tarwaka et al, 2004)
mengatakan konsep umum dari produktivitas adalah suatu perbandingan antara
keluaran (output) dan masukan (input) persatuan waktu, produktivitas dapat
dikatakan meningkat apabila:
a. Jumlah produksi atau keluaran meningkat dengan jumlah masukan/sumber
daya yang sama.
b. Jumlah produksi keluaran sama meningkat dengan jumlah masukan
sumber daya kecil.
c. Produksi atau keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan sumber
daya yang relative kecil.
Teguh (2006) berpendapat produktivitas merupakan salah satu faktor
kunci untuk mendorong vitalitas dan pertumbuhan ekonomi secara maksimal.
Selanjutnya, pada tingkat nasional manfaat yang diperoleh dari peningkatan
produktivitas meliputi tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Ia pun
menyatakan pertumbuhan ekonomi mempunyai korelasi yang positif dengan
pertumbuhan usaha di negara yang bersangkutan. Sehingga apabila pertumbuhan
11
ekonomi pada suatu negara meningkat, maka pertumbuhan usaha pada negara
tersebut akan meningkat, begitu pula sebaliknya.
2.2.2 Pengertian Produktivitas Kerja
Hadipranata (1997) menambah bahwa produktivitas kerja secara lebih
spesifik dilihat dari sudut sumber daya manusianya, sebagai efisiensi masukan
(input) dengan efektivitas pengeluaran (output) yang memperhatikan kepuasan
kerja karyawan, karena karyawan adalah tenaga kerja insane, bukan robot/tenaga
kerja lainnya. Revianto (1985) mengatakan bahwa produktivitas kerja merupakan
suatu konsep yang menunjukkan bahwa adanya kaitan antara hasil kerja dengan
waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja.
Berdasarkan beberapa pengertian produktivitas kerja diatas maka,
produktivitas kerja adalah perbandingan antara hasil kerja dengan masukan kerja
per satuan waktu.
2.2.3 Aspek-aspek Produktivitas Kerja
Menurut Sinungan (dalam Trinar, 2006) menjelaskan bahwa produktivitas
mengandung 3 aspek yaitu:
a. Jumlah produksi yang dicapai menunjukkan kemampuan berproduksi
setiap pekerja. Apabila jumlah produksi yang dihasilkan tinggi maka
kemampuan tiap pekerja juga tinggi.
b. Jenis pekerjan atau posisi jabatan menunjukkan peran karyawan dalam
hasil produksi. Hasil dari produksi dapat menunjukkan.
12
c. Jangka waktu menunujukkan waktu tertentu pekerja dapat menghasilkan
dalam jumlah waktu tertentu pekerja. Jangka waktu tertentu yang
digunakan dalam melakukan proses produksi akan menunjukkan tingkat
produksi yang dihasilkan, dilihat dari hasil yang terproduksi.
Siagian (2002) mengatakan kepemimpinan memainkan peranan yang
dominan, krusial dan kritikal dalam keseluruhan upaya meningkatkan
produktivitas kerja, baik pada tingkat individual, pada tingkat kelompok, dan pada
tingkat organisasi, selanjutnya produktivitas kerja tidak hanya disoroti dari sudut
pandang produktivitas tenaga kerja pelaksana berbagai kegiatan operasional (yang
pada umumnya bersifat teknis) akan tetapi juga dari produktivitas kelompok kerja
dan bahkan juga produktivitas manajerial. Dalam penelitian ini fungsi-fungsi
manajemen dibagi menjadi 5 fungsi dimana fungsi-fungsi manajemen tersebut
dijadikan aspek produktivitas kerja, yaitu:
a. Perencanaan
Perencanaan yang tepat akan mempermudah pelaksanan berbagai kegiatan
yang efisien dan efektif dalam rangka peningkatan produktivitas kerja.
Dalam perencanaan dibutuhkan penentuan tujuan, pengambilan keputusan,
dan merumuskan menentukan strategi.
b. Pengorganisasian
Pengguanaan struktur dan tipe yang tepat akan sangat berguna dalam
meningkatkan produktivitas kerja seluruh komponen organisasi. Winardi
(2002) menyatakan dalam pengorganisasian dibutuhkan penentuan
13
pekerjaan-pekerjaan yang harus diisi, menunjukkan jumlah orang yang
diperlukan, menunjukkan keterampilan yang harus dimiliki.
c. Penanganan sumber daya manusia.
Penanganan sumber daya manusia manajemen mampu mengarahkan
bawahan, membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan, dan
mengembangkan moril yang baik agar bawahan bersedia bekerja dengan
baik.
d. Pengawasan
Secara implisit pengawasan merupakan alat yang ampuh untuk
meningkatkan produktivitas. Di dalam pengawasan manajemen mengamati
dan memantau berbagai fungsi, aktivitas, dan kegiatan organisasi,
melakukan tindakan korektif, dan mengubah perilaku disfungsional
menyimpang.
e. Penilaian
Manajemen harus mampu melakukan penilaian kepada seluruh proses
manajemen, hasil penilaian yang didapatkan digunakan sebagai masukan
di masa depan, dan menggunakan sistem dan proses manajemen yang
lebih baik dan efektif dimasa depan.
Sementara itu Meier (dalam Trinar 2006) mengatakan untuk memudahkan
pengukuran produktivitas kerja, pekerjaan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
14
a. Pekerjaan produksi
Secara kuantitatif, seseorang dapat membuat sesuatu standart yang
obyektif. Hasil produksi dapat langsung dihitung dan mutunya dapat
dinilai melalui pengujian hasil.
b. Pekerjaan non produksi
Penentuan sukses atau tidaknya seseorang di dalam tugas, biasanya didapat
melalui pertimbangan subyektif (human judgement) ada beberapa cara
untuk menilai, yaitu dengan penilaian (rating) oleh atasan, rating oleh
teman sekerja (peer rating), serta penilaian diri sendiri oleh karyawan (self
rating).
Aspek produktivitas kerja menurut Siagian (2002) menjelaskan ada tiga
aspek yang dijelaskan: perencanaan, pengorganisasian, penanganan sumber daya
manusia, pengawasan, penilaian. Aspek menurut Siagian (2002) digunakan dalam
penelitian ini.
2.2.4 Faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas
kerja. Soedirman (1986) dan Tarwaka (1991) merinci faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi produktivitas kerja secara umum.
15
a. Motivasi
Motivasi merupakan kekuatan atau motor pendorong kegiatan seseorang
ke arah tujuan tertentu dan melibatkan segala kemampuan yang dimiliki
untuk mencapainya.
b. Kedisiplinan
Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah
laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau
ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma, dan kaidah yang
berlaku.
c. Etos kerja
Etos kerja merupakan salah satu faktor penentu produktivitas. Karena etos
kerja merupakan pandangan untuk menilai sejauh mana kita melakukan
suatu pekerjaan dan terus berupaya untuk mencapai hasil yang terbaik
dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan.
d. Keterampilan
Faktor keterampilan baik keterampilan teknis maupun manajerial sangat
menentukan tingkat pencapaian produktivitas. Dengan demikian setiap
individu selalu dituntut untuk terampil dalam penguasaan ilmu
pengetahuan dan tehnologi (IPTEK) terutama dalam perubahan tehnologi
mutakhir.
16
e. Pendidikan
Tingkat pendidikan harus selalu dikembangkan baik melalui jalur
pendidikan formal maupun informal. Karena setiap penggunaan tehnologi
hanya akan dapat kita kuasai dengan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang handal.
Di samping faktor tersebut diatas, Manuaba (1992) mengemukakan bahwa
faktor alat, cara dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas.
Untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi, maka faktor tersebut harus betul-
betul serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pekerja.
2.3 Hubungan antara Stres Kerja dengan Produktivitas Kerja pada
Karyawan CV. Mahkota Mulya Mandiri Jepara
Anoraga (2005) mengatakan tugas manajer untuk mengatur bawahan
memang terjadi indikasi prestasi, tetapi yang memberikan apresiasi (dan
rekomendasi promosi) bukan bawahan tetapi para atasan. Selanjutnya seseorang
dengan jabatan eksekutif (dalam penelitian ini pengertian eksekutif disama artikan
dengan manajer) terbiasa dan sangat akrab dengan berbagai macam persoalan
yang bersumber dari tugas yang dibebankan kepadanya. Anoraga (2005)
mengatakan dalam kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia akan
cenderung mengalami stres. De Vries (dalam Hidayat, 2003) stres yang berlebihan
sering disebabkan oleh ketidak seimbangan dalam kehidupan kita.
17
Produktivitas organisasi berasal dari sumbangan prestasi para pekerja
yang bekerja secara serius dengan menggunakan sumber daya manusia seminim
mungkin. Pada umumnya bagi manajemen, produktivitas adalah sesuatu yang ada
hubungan langsung dengan sasaran-sasaran organisasi, hingga produktivitas
adalah kuantitas dan kualits tertentu dikaitkan dengan efisiensi pada tingkat
tertentu. Stres akan muncul, dan pada gilirannya perasaan tidak puas akan sedikit
banyak mempengaruhi produktivitas dan prestasi kerja. Timbulnya perasaan
kecewa dan tekanan jiwa (stres) bagi seseorang yang mengalaminya akan
menurunkaan produktivitas kerjanya. Manuaba (dalam Tawaka et al, 2004)
mengatakan dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stres tersebut
akan menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi, dan produktivitas kerja
yang bersangkutan. Looker et al (dalam setiawati, 2004) mengatakan industri dan
perdagangan telah melihat bagaimana distres dapat mempengaruhi produktivitas
dan keuntungan.
Sementara itu Siagian (2002) mengatakan sumber daya manusia
merupakan elemen yang paling strategi dalam organisasi, dan harus diakui dan
diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin
dilakukan oleh manusia. Sebaliknya sumber daya manusia yang dapat menjadi
penyebab pemborosan dan inefisiensi dalam berbagai bentuknya. Karena itu
memberikan perhatian kepada unsur manusia marupakan salah satu tuntutan
dalaam keseluruhan upaya meningkatkan produktivitas kerja.
18
2.4 Hasil-hasil Penelitian yang Terkait
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Handoko (2008) untuk
mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel stress kerja
dengan produktivitas kerja. Dikatakan bahwa hasil penelitiannya yaitu hubungan
variabel stres kerja terhadap produktivitas kerja diperoleh sebesar 0,078 berarti
variabel stres kerja ada hubungannya dengan produktivitas kerja sebesar 7,8 %
sedangkan sisanya 92,2 % hubungan dari faktor lain. Dari hasil ini dapat dilihat
bahwa stres kerja hanya sedikit ada hubungannya dengan produktivitas kerja.
Sedangkan faktor lainnya yang besar mempengaruhi produktivitas kerja.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Retnaningtyas (2006)
dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
stress kerja dengan produktivitas tenaga kerja wanita bagian linting PT Gendong
Gotri Semarang. Dari hasil penelitian ini dikatakan bahwa ada hubungan yang
cukup kuat antara dua variabel. Koefisien korelasi mempunyai tanda negatif yang
berarti semakin tinggi stres kerja maka produktivitas tenaga kerja semakin rendah.
Demikian sebaliknya makin rendah stres kerja, maka produktivitas tenaga kerja
semakin tinggi.
Namun Tregoe (Timpe, 1992) mengadakan riset untuk menemukan
penyebab penurunan produktivitas dan bagaimana cara mengubah kecenderungan
ini. Disimpulkan bahwa hampir 85% dari berbagai faktor yang mempengaruhi
produktivitas adalah interen organisasi. Empat per lima dari faktor-faktor intern
ini dapat diubah oleh tindakan-tindakan eksekutif dan manajerial, sementara satu
19
per limanya dipengaruhi oleh pekerja. Disini dapat dilihat bahwa pekerja atau
karyawan hanya kecil mempengaruhi produktivitas. Termasuk didalamnya stres
kerja pada karyawan yang hanya sedikit mempengaruhi produktivitas kerja.
2.5 Hipotesis
Ada hubungan yang negatif dan signifikan antara stres kerja dengan
produktivitas kerja pada karyawan CV. Mahkota Mulya Mandiri Jepara.
top related