bab ii landasan teori konsep nyeri€¦ · jaringan yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, yang...
Post on 11-Nov-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Konsep Nyeri
2.1.1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah sesuatu yang bersifat subjektif
bagi setiap individu, keluhan karakteristik nyeri harus
dipertimbangkan secara akurat dan valid (Johnson,
Temple, & Carr. 2005). Nyeri merupakan kerusakan
jaringan yang dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman, yang mempengaruhi perasaan emosional
dan sensoris seorang individu. Psikis individu juga
berpengaruh besar terhadap nyeri, misalnya emosi
dapat menimbulkan rasa nyeri atau meningkatkan
rasa nyeri, tetapi dapat juga mengurangi rasa nyeri
(Tjay & Rahardja, 2007). Ambang nyeri merupakan
intensitas terendah dari rangsangan yang akan
dirasakan sebagai nyeri. Karena itu, setiap individu
memiliki ambang nyeri yang berbeda-beda (Brooker,
2009).
Pengendalian nyeri harus berkesinambungan
mulai dari perioperasi, intraoperasi, hingga
postoperasi. Analgesik merupakan obat yang sering
9
digunakan dalam menurunkan intensitas nyeri. Pada
pemberian analgesik untuk anak, usahakan melalui
jalur yang tidak akan menyakiti anak yaitu lewat oral
atau jalur intravena yang sudah ada. Apabila
menggunakan jalur injeksi intramuskular kepada
anak, itu sama artinya mengatakan kepada anak
bahwa untuk menghilangkan rasa nyeri harus
menggunakan rasa nyeri yang lain. (Behrman,
Kliegman, & Arvin, 2000).
2.1.2. Konsep Virginia Henderson dalam Kebutuhan Rasa
Nyaman: Bebas dari Rasa Nyeri
Teori Henderson merupakan sebuah teori
yang berfokus pada individu berdasarkan jasmani
dan rohani yang tidak bisa dipisahkan. Henderson
berpendapat bahwa tidak ada manusia yang sama,
mereka adalah individu yang unik. Didalam
melakukan asuhan keperawatan Virginia Henderson
mengidentifikasi adanya 14 komponen dasar yang
dibutuhkan oleh seorang individu, yang mengacu
pada aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dari
seseorang (Potter & Perry, 2006). Perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatannya harus
10
membantu klien dalam mencapai 14 kebutuhan
dasar yang dibutuhkan oleh klien (Kusnanto, 2004).
Seseorang yang merasa nyeri ia tidak akan
bisa bernafas secara normal; tidak bisa istirahat dan
tidur; tidak bisa bergerak dan mempertahankan
posisi yang dikehendaki. Oleh karena itu, perawat
harus membantu klien untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dalam mencapai rasa nyamannya yaitu
terbebas dari rasa nyeri. Apabila klien bisa
beritirahat, tidur, bergerak, dan bernafas secara
normal, maka itu dapat membantu dalam proses
pemulihannya.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Menurut Potter dan Perry (2006) ada
beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri,
antara lain : usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna
nyeri, perhatian, ansietas, keletihan, pengalaman
sebelumnya, gaya koping, dan dukungan keluarga
dan sosial.
11
2.1.4. Efek dari Post Operasi
Satyanegara (1978) mengemukakan bahwa nyeri
post operasi dapat memberikan efek yang kurang
baik dalam keadaan seperti berikut: menekan
pernafasan, komplikasi paru-paru, dan gangguan
sirkulasi. Rasa nyeri post operasi thoracotomy atau
laparatomy akan menekan pernafasan sehingga
terjadi kekurangan ventilasi yang dapat
mengakibatkan hypoxia. Rasa nyeri dan kurangnya
ventilasi mengakibatkan klien sukar bergerak,
sehingga menekan refleks batuk dan susah tarik
nafas dalam. Apabila terjadi sekresi bronchus dan
dilatasi alveoli pulmonis akan menimbulkan
komplikasi paru-paru seperti pneumonia dan
bronchospasme. Hal tersebut akan mengganggu
sirkulasi dan dapat membahayakan keadaan umum
dari klien.
2.2. Manajemen Nyeri
2.2.1. Pengkajian nyeri
Anak akan merespon nyeri berdasarkan pola
perkembangan, pengaruh tempramen, kemampuan
koping, pengalaman terhadap nyeri dan prosedur
12
menyakitkan yang sebelumnya pernah anak alami.
Hasil pengkajian nyeri pada anak akan akurat apabila
perawat dalam melakukan pengkajiannya
menggunakan berbagai macam strategi. Misalnya,
strategi dalam penggunaan skala nyeri, pengamatan
perilaku, pengamatan respon psikologik, dan
komunikasi, yaitu menanyakan kepada anak dengan
menggunakan kata-kata yang sesuai dengan tingkat
perkembangan dan bahasa serta bertanya kepada
orang tua/primary care giver (Engel, 2009).
Pengkajian dan analisis nyeri pada anak
memerlukan pertimbangan dari semua hasil
pemeriksaan. Prosedur pengkajian anak-anak
meliputi: riwayat nyeri dari anak, laporan nyeri dari
anak sendiri, observasi langsung, laporan dari orang
yang selalu berada disampinganya (orang tua/primary
care giver), indikator fisiologik, dan respon terhadap
pemberian analgesik. Sama seperti orang dewasa,
hasil laporan anak merupakan indikator yang paling
akurat. Akan tetapi, anak - anak terkadang
mendapatkan pengobatan yang kurang pas dalam
penatalaksanaan nyeri. Hal itu disebabkan adanya
beberapa isu negatif seperti: anak-anak tidak
13
mengalami nyeri separah yang dirasakan oleh orang
dewasa; pengkajian nyeri pada anak - anak tidak
dapat diandalkan dan tidak konsisten; penggunaan
opioid menyebabkan depresi pernafasan dan adiksi.
Oleh sebab itu, alat pengkajian harus sesuai dengan
usia anak dan perkembangan kognitifnya. Tindakan
menurunkan rasa takut dan cemas, serta penggunaan
tehnik farmakologis dan non farmakologis merupakan
sebuah intervensi untuk mengendalikan dan
meredakan nyeri (Oman, McLain, & Scheetz, 2008).
2.2.2. Manajemen Nyeri Non-Farmakologis
Menurut Potter dan Perry (2006) ada beberapa
tindakan nonfarmakologis yang dapat digunakan untuk
mengatasi nyeri, anatara lain:
a. Bimbingan antisipasi
Seorang perawat harus berkata jujur kepada klien,
perawat tidak boleh mengatakan bahwa klien tidak
akan mengalami nyeri. Tujuan dari bimbingan
antisipasi ini adalah untuk memberikan penjelasan
dan intruksi tentang teknik mengurangi rasa nyeri
kepada klien, sehingga klien siap untuk menerima
keadaan tidak nyaman yang akan ia alami. Akan
14
tetapi, klien dengan tingkat kecemasan yang tinggi
tidak boleh diberi informasi terlalu banyak karena
itu akan memperburuk nyerinya.
b. Distraksi
Individu yang terlalu fokus dengan rasa nyerinya
dapat memperburuk rasa nyeri yang sebenarnya
bisa ditahan. Melalui teknik distraksi, klien diajak
untuk tidak terlalu memikirkan atau fokus pada
rasa nyeri dan klien diajak untuk mengalihkan
perhatiannya. Oleh karena itu, seorang perawat
harus mampu untuk mengkaji aktivitas - aktivias
yang disukai klien seperti nonton film, bernyanyi,
dan mendengarkan musik. Diharapkan melalui
aktivitas - aktivitas tersebut, perhatian klien dapat
teralihkan.
c. Hipnosis-Diri
Hipnosis dapat membantu mengubah presepsi
nyeri melalui pengaruh sugesti yang positif.
Menggunakan sugesti diri yang positif akan
membuat klien merasa rileks dan damai. Berfokus
pada satu pikiran secara intensif dapat membantu
klien dalam mengurangi rasa takut dan stress.
15
d. Stimulasi Kutaneus
Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang
dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Masase,
mandi air hangat, kompres menggunakan kantong
es, dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS)
merupakan cara sederhana untuk menurunkan
presepsi nyeri.
2.2.3. Manajemen Nyeri Farmakologis
Ada empat macam manajemen nyeri secara
farmakologis menurut Potter & Perry (2006), yaitu :
a. Analgesik
Analgesik merupakan metode yang paling umum
digunakan untuk mengatasi nyeri. Kurangnya
pemahaman staf medis mengenai obat ini
mengakibatkan penggunaannya kurang efektif
karena dikhawatirkan klien akan mengalami
ketagihan obat analgesik golongan narkotik.
Perawat harus mengetahui obat - obatan yang
tersedia untuk menghilangkan nyeri dan efek - efek
farmakologi obat-obatan tersebut. Ada tiga jenis
analgesik, yaitu: (1) non - narkotik dan obat anti
inflamasi nonsteroid (NSAID), (2) analgesik
16
narkotik atau opiat, dan (3) obat tambahan
(adjuvan) atau koanalgesik.
b. Analgesik Dikontrol - Pasien (ADP)
Merupakan sistem pemberian obat dengan metode
yang aman untuk penatalaksanaan nyeri seperti
nyeri kanker, nyeri post operasi, dan nyeri
traumatik. Hal ini merupakan sistem pemberian
obat yang memungkinkan klien mendapatkan
medikasi nyeri ketika mereka menginginkan obat
tersebut tanpa resiko overdosis.
c. Anestesi Lokal dan Regional
Anestesi lokal dan regional merupakan suatu
keadaan hilangnya sensasi pada lokalisasi bagian
tubuh yang mendapatkan anestesi. Anestesi lokal
digunakan saat menjahit luka, membantu
persalinan, dan melakukan pembedahan
sederhana. Anestesi lokal beresiko kecil dari pada
anestesi umum. Anestesi lokal dapat dioleskan
secara topikal pada kulit dan membran mukosa
atau diinjeksikan untuk menganastesikan bagian
tubuh tertentu.
17
d. Analgesia Epidural
Nyeri berat yang dialami klien dapat dikontrol
maupun dikurangi dengan menggunakan analgesia
epidural tanpa efek sedatif dari narkotik parenteral
maupun oral.
2.3. Penelitian - Penelitian Terkait
2.3.1. Pengalaman Perawat dalam Manajemen Nyeri
Rieman & Gordon (2007) dalam penelitiannya
pada delapan rumah sakit di Amerika, mendapatkan
hasil bahwa pendidikan keperawatan, aktivitas
profesional, dan pengalaman kerja berkontribusi
pada pengetahuan perawat dalam melaksanakan
manajemen nyeri.
Menurut Ljusegren, Jahansson, Berglund, &
Enskar (2011) dalam penelitiannya di salah satu
rumah sakit di Swedia, pengalaman perawat
diperoleh dari dua situasi, yakni situasi yang dapat
diprediksi dan situasi yang tidak dapat diprediksi.
Situasi yang dapat diprediksi oleh perawat membuat
perawat merasa percaya diri dengan pengalaman
mereka dalam melakukan tindakan. Selanjutnya,
pada situasi yang tidak dapat diprediksi
18
mengakibatkan perawat merasa takut, tidak berdaya
dan tidak percaya diri. Hal tersebut biasa dialami
oleh perawat pemula, sedangkan perawat yang lebih
berpengalaman akan bertindak cepat dalam
mengambil inisiatif dan rencana untuk melakukan
manajemen nyeri.
2.3.2. Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Nyeri Pada
Anak
Menurut Gimbler - Berglund, Ljusegren, &
Enskar (2008) ada empat faktor utama yang
berpengaruh dalam melakukan manajemen nyeri
pada anak di salah satu rumah sakit Swedia. Faktor
pertama adalah faktor kerjasama; kerjasama antar
perawat, dokter, orang tua dan anak sangat
dibutuhkan dalam melakukan manajemen nyeri.
Faktor kedua adalah anak; perilaku, usia dan
diagnosa anak sangat mempengaruhi perawat dalam
melakukan tindakan. Faktor ketiga adalah organisasi;
resep, rutinitas, waktu dan dukungan yang ada
dalam organisasi. Faktor keempat adalah perawat;
pengalaman, pengetahuan dan sikap yang dimiliki
19
oleh perawat turut mengambil alih dalam
dilakukannya manajemen nyeri.
Melalui penelitian Polkki et al (2003) di
sebuah rumah sakit universitas di Finlandia, pada
perawat (n=162) menunjukkan bahwa adanya
hubungan antara variabel demografis dengan faktor-
faktor yang menghambat dan mendorong perawat
dalam melakukan manajemen nyeri non
farmakologis.
2.3.3. Pentingnya Manajemen Nyeri Pada Anak
Sebuah penelitian dengan Comprehensive
Pain Management Program (CPMP) digunakan
untuk mengevaluasi manajemen nyeri yang telah
dilakukan. Penelitian dilakukan kepada 366 perawat
dan 8 dokter pada sebuah rumah sakit di Ottawa.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
perubahan positif dalam penilaian dan penggunaan
skala nyeri yang dilakukan oleh perawat, sehingga
dokter dapat mendiskusikan masalah nyeri pasien
dengan perawat serta melakukan tindakan
kolaborasi yang tepat dalam penanganannya (Ellis et
al., 2007).
20
Frigon, Loetwiriyakul, Ranger & Otis (2009)
melakukan penelitian mengenai pelayanan nyeri akut
atau Acute Pain Service (APS) di Kanada. Layanan
tersebut menunjukkan adanya penurunan tingkat
desaturasi oksigen pada anak post operasi dan
membuat durasi rawat inap anak berkurang sehari
lebih cepat, yang seharusnya diperbolehkan pulang
setelah dirawat selama 3 hari post operasi menjadi 2
hari post operasi.
2.3.4. Pengetahuan dan Sikap Perawat terhadap Nyeri
Mathew, Mathew, & Singhi (2011) melakukan
penelitian pada 81 perawat di India yang bekerja
pada tiga unit keperawatan kritis antara lain:
Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Neonatal
Intensive Care Unit (NICU), dan Pediatric Surgical
Intensive Care Unit (SICU). Sepertiga dari para
perawat telah mendapatkan pelatihan formal
mengenai keperawatan pediatrik maupun
keperawatan kritis. Sebagian besar dari perawat
percaya bahwa bayi akan melupakan rasa nyerinya
dengan cepat, itu berbeda dengan orang dewasa
yang akan mengingat rasa nyerinya. Tingkat
21
pengetahuan sangat mempengaruhi perawat dalam
persepsi mereka terhadap nyeri klien. Pelatihan
formal merupakan faktor yang signifikan dalam
pengetahuan (p=0,03). Oleh karena itu, pengetahuan
para perawat perlu ditingkatkan dengan pelatihan -
pelatihan.
Sebuah survey pada 700 Registered Nursing
(RNs) dan 334 perawat di Amerika, menunjukkan
bahwa karakteristik perawat tidak berhubungan
dengan penilaian persepsi mereka dalam
pengambilan keputusan tentang manajemen nyeri
pada anak (Griffin, Polit, & Byrne. 2008).
2.3.5. Manajemen Nyeri Post Operasi
Hasil penelitian Vincent et al (2011) di
Chicago - Illinois sebanyak 106 orang tua berbagi
harapan dan kekhawatiran dalam mengangani rasa
nyeri anak - anak mereka di rumah setelah menjalani
operasi. Sebanyak 44% orang tua mengalami
masalah dalam administrasi analgesik dan khawatir
akan efek samping dari analgesik. 16% orang tua
menduga bahwa anak mereka tetap mengalami
nyeri, sedangkan 9% lainnya berharap nyeri dapat
22
dikelola. Beberapa orang tua (19%) melaporkan
bahwa mereka mampu mengelola rasa nyeri
anaknya, 15% mengaku khawatir rasa nyeri akan
menggangu aktifitas anaknya, dan 13%
menginginkan untuk menjaga anak - anaknya tetap
merasa nyaman. 9% lainnya tidak berpikir mengenai
rasa nyeri pada anak mereka.
2.3.6. Deskripsi Anak - anak tentang Manajemen Nyeri
Post Operasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
pada 80 anak - anak post operasi tonsilektomi oleh
Sutters et al, (2007) di California, beberapa anak
(65,4%) yang melaporkan bahwa mereka mengalami
rasa nyeri lebih dari yang mereka perkirakan.
Sebanyak 98,7% dari mereka mengaku bahwa obat
penghilang rasa nyeri (analgesik) dapat menurunkan
nyeri mereka, 60% anak - anak memberikan respon
negatif dalam hal meminum obat, dan 59,5% dari
mereka melaporkan bahwa cairan/makan dingin
adalah cara ampuh dalam meredakan rasa sakitnya.
23
2.4. Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan teoritis yang telah
disampaikan, dapat disimpulkan bahwa manajemen nyeri
pada anak sangatlah penting, baik itu penanganan secara
farmakologis maupun non farmakologis, sebab anak post
operasi pasti akan merasakan nyeri. Virginia Henderson
menyampaikan bahwa setiap individu membutuhkan rasa
nyaman yaitu terbebas dari rasa nyeri yang mereka alami
(Potter & Perry, 2006). Menurut International Association for
the Study of Pain (IASP) dan Special Interest Group on Pain
in Childhood (2005) terbebas dari rasa nyeri merupakan hak
setiap orang. Oleh karena itu, perawat memiliki tugas
tanggung jawab yang mendasar dalam meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meringankan penderitaan (International Council of Nurses.
2012).
Perawat harus melakukan tugas - tugasnya dengan
baik dalam mengatasi nyeri yang dialami oleh anak - anak,
sebab orang tua menaruh harapan kepada perawat dalam
penyembuhan anak mereka. Perawat banyak dituntut dalam
pelaksanakan manajemen nyeri pada anak post operasi,
sehingga perawat dalam melakukan manajemen nyeri
haruslah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
24
memadai dalam berkomunikasi maupun dalam menggunakan
berbagai macam tehnik farmakologis maupun non
farmakologis. Berbekal pengetahuan dan keterampilan
tersebut, perawat diharapkan mampu menurunkan intensitas
nyeri yang dialami oleh anak post operasi.
Selanjutnya, fakta yang terjadi di Ruang Anggrek
RSUD Kota Salatiga adalah perawat secara umum belum
sepenuhnya memenuhi kebutuhan anak akan rasa nyaman
yaitu terbebas dari rasa nyeri dengan tehnik non farmakologis
serta belum sepenuhnya memberikan penjelasan terkait
dengan nyeri yang dialami oleh anak. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk menggali lebih dalam tentang manajemen nyeri
yang dilakukan perawat dalam mengurangi nyeri pada anak
post opersi ditinjau dari sudut pandang orang tua.
Anak dengan
Post Operasi
Nyeri
Post Operasi
Manajemen Nyeri
Farmakologis & Non-farmakologis
Perawat belum melakukan
manajemen nyeri non farmakologis dan
belum memberikan informasi kepada orang tua/primary
care giver.
Yang akan diteliti:
Manajemen nyeri yang dilakukan oleh perawat ditinjau dari sudut pandang orang tua
top related