bab ii sifat listrik dan optik nanokomposit epoxy resin-tio2
Post on 24-Oct-2015
78 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Nanokomposit
Nanokomposit merupakan material komposit yang dibuat dengan
menyisipkan nanopartikel ke dalam suatu material berukuran makro sebagai filler
dalam sebuah matriks. Material komposit terbagi atas dua bagian, yaitu filler
(penguat matriks) dan matriks (pelindung filler). Matriks yang paling umum
digunakan adalah polimer termoset. Polimer termoset terbentuk melalui reaksi
kimia secara in-situ, dimana resin dan hardener dicampurkan dalam satu tempat
maka akan terjadi proses pengerasan (polimerisasi). Sekali terjadi pengerasan,
termoset tidak dapat lagi dicairkan ataupun dibentuk kembali. Salah satu polimer
yang bersifat termoset adalah epoxy resin.
2.2. Epoxy resin
Epoxy resin didefinisikan sebagai molekul yang mengandung lebih dari
satu epoxy group. Epoxy group ini biasa disebut, oxirane atau ethoxyline group,
yang strukturnya ditunjukkan pada Gambar 2.1 (Hadiyawarman dkk, 2008).
Gambar 2. 1 Struktur grup epoxy
(sumber : Hadiyawarman dkk, 2008)
Secara umum epoxy resin biasa digunakan sebagai bahan adhesif dan
lapisan pelindung yang sangat baik karena memiliki kekuatan yang tinggi dan
daya rekat yang kuat. Selain itu epoxy resin bersifat dielektrik dan isolasi, serta
5
baik dalam ketahanan terhadap bahan kimia, korosi, suhu tinggi namun tidak
tahan sinar Ultra Violet (UV). Cat dengan bahan dasar epoxy resin banyak
digunakan untuk aplikasi adhesif logam terutama pada industri penerbangan,
otomotif, militer dan berbagai aplikasi industri yang lainnya. Epoxy resin
merupakan bagian dari dua komponen epoxy yang memerlukan hardener untuk
menentukan sifat mekanik atau perlakuan utama pada epoxy resin. Sifat sistem
epoxy resin bergantung pada karakteristik fisik dan kimia yang terdapat pada
epoxy resin dan hardener. Karakteristik kimia epoxy resin yang mempengaruhi
pemakaian hardener epoxy resin adalah tingkat viskositas, intensitas dan jenis
diluent dan filler yang digunakan pada epoxy resin. Sedangkan karakteristik fisik
yang mempengaruhi pemakaian hardener diantaranya temperatur daerah kerja,
temperatur sistem epoxy (seperti pamanasan resin).
2.6. Titanium Dioksida (TiO2)
Titanium dioksida merupakan kristal yang berwarna putih yang
mempunyai kestabilan yang tinggi, memiliki nilai kelistrikan yang rendah,
ketersediaan yang melimpah di alam, harga yang relatif murah dan tahan korosi
yang sangat bagus. Ketika permukaannya terekspos pada udara atau lingkungan
yang lain yang mengandung oksigen, lapisan oksida tipis dari titanium terbentuk,
kehadiran lapisan oksida tipis ini membuat titanium mempunyai ketahanan
terhadap korosi yang sangat bagus. Nanopartikel TiO2 merupakan material
semikonduktor tipe-n yang mempunyai ukuran partikel antara 10 sampai 50
nanometer (Smestad, 1998).
6
TiO2 memiliki 3 jenis struktur kristal yaitu anatase, rutile dan brookite.
Struktur anatase merupakan bentuk yang paling sering digunakan karena
memiliki luas permukaan serbuk yang lebih besar serta ukuran partikel yang lebih
kecil dibandingkan dengan struktur rutile dan struktur ini muncul pada rentang
suhu pemanasan dekomposisi senyawa titanium (400-6500 ˚C). Fasa-fasa Kristal
TiO2 dapat ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2. 2 Fasa-fasa kristal TiO2
( Sumber : ruby. Colorado.edu/smyt/min/tio2.html )
2.6. Fotokatalis Titanium Dioksida (TiO2)
Fotokatalis merupakan gabungan dua kata yaitu foto dan katalisis,
sehingga dapat diartikan sebagai suatu proses kombinasi reaksi fotokimia yang
memerlukan unsur cahaya dan material katalis (TiO2) untuk mempercepat
terjadinya transformasi kimia. Transformasi tersebut terjadi pada permukaan
material katalis yang disebut sebagai fotokatalis. Bahan yang dapat dijadikan
fotokatalis merupakan semikonduktor yang mampu mengabsorbsi foton. Proses
fotokatalis ditunjukkan pada Gambar 2.3.
7
Gambar 2. 3 Ilustrasi proses fotokatalis
(sumber : Subiyanto, 2009)
Ketika TiO2 diterangi oleh cahaya dengan energi yang lebih besar dari
energi gapnya maka elektron dalam TiO2 akan melompat dari pita valensi ke pita
konduksi sehingga terbentuklah elektron (e-) dan lubang (h+) pada permukaan
fotokatalis tersebut. Penyerapan sinar matahari (UV) oleh partikel fotokatalis
akan membentuk 2 pasang elektron dan hole. Elektron akan bereaksi dengan
oksigen dari larutan membentuk anion (O2-) yang mana akan mengoksidasi secara
kuat hidroksil radikal (OH-). Sedangkan hole akan mengoksidasi hidroksil yang
terlarut dan membuatnya menjadi radikal dengan energi yang besar.
Keunggulan TiO2 sebagai fotokatalisis (Linsebigler, 1995; Sopyan, 1998) :
1. Mempunyai celah pita (band gap) yang besar (3,2 eV anatase dan 3,0 eV
untuk rutile), sehingga memungkinkan banyak terjadinya eksitasi elektron ke
pita konduksi dan pembentukan hole pada pita valensi saat diinduksi cahaya
ultraviolet.
8
2. TiO2 mempunyai sifat stabil terhadap cahaya (fotostabil).
3. Mampu menyerap cahaya ultraviolet dengan baik.
4. Bersifat inert dalam reaksi.
5. Tidak baracun dan tidak larut dalam kondisi eksperimen.
6. Secara umum memiliki aktivitas fotokatalisis yang lebih tinggi dari pada
fotokatalis lain seperti ZnO, CdS, WO2, dan SnO2.
7. Memiliki kemampuan oksidasi yang tertinggi, termasuk zat organik yang sulit
terurai sekalipun haloaromatik, polimer, herbisida dan pestisida.
2.6. Sifat Listrik
Salah satu sifat listrik material yang sering dibahas adalah konduktivitas
listrik. Konduktivitas adalah kemampuan suatu bahan untuk mengalirkan arus
listrik. Konduktivitas timbul karena elektron mudah bergerak dalam kisi dan
tahanan terjadi akibat hamburan gelombang oleh ketidakteraturan dalam susunan
kisi. Ketidakteraturan ditimbulkan oleh beberapa sumber penyebab seperti
temperatur, perpaduan, deformasi atau iradiasi nuklir yang semuanya
menimbulkan gangguan pada keteraturan kisi (Smallman dkk, 2000).
Konduktivitas listrik dapat diukur dengan menggunakan persamaan 2.1 dan 2.2.
(2.1)
(2.2)
dengan :
= resistansi suatu bahan (S-1)
9
= resistivitas suatu bahan (S-1.m)
= panjang cuplikan pengukuran sampel (m)
= luas penampang sampel (m2)
= konduktivitas listrik suatu bahan (S/m)
Berdasarkan sifat konduktivitasnya semua material dikelompokkan
menjadi tiga jenis, yaitu konduktor, semikonduktor dan isolator. Konduktor
merupakan material yang memiliki banyak elektron bebas. Elektron tersebut tidak
terikat di dalam material, sehingga bebas bergerak dan dapat mengalirkan arus
listrik. Semikonduktor merupakan material yang memiliki sifat listrik diantara
konduktor dan isolator. Dalam kondisi tertentu semikonduktor dapat berperilaku
seperti konduktor, dan pada kondisi lain seperti isolator (Nevile, 1995). Spektrum
konduktivitas listrik dan resistivitas dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 4 Spektrum konduktivitas listrik dan resistivitas
(Sumber: Mihardi, 2008)
2.6. Sifat Optik
Sifat optik adalah respon suatu material terhadap radiasi elektromagnetik
khususnya cahaya tampak. Jika suatu radiasi elektromagnetik menimpa suatu
10
materi dan pada materi tersebut terjadi absorbsi selektif, materi akan menyerap
komponen radiasi tersebut.
Tingkat serapan tersebut berbeda untuk panjang gelombang berbeda.
Tingkat absorbsi sebagai fungsi panjang gelombang disebut sebagai spektrum
absorbsi. Spektrum absorbsi merupakan karakteristik suatu bahan. Tingkat
absorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi suatu sampel. Dasar penentuan kuantitatifnya dengan
menggunakan hukum Beer-Lambert yang dapat dilihat pada persamaan 2.3.
(2.3)
sehingga dapat ditulis dalam persamaan 2.4.
(2.4)
dengan transmisi efektif (%T) ditulis dengan persamaan 2.5.
(2.5)
dengan:
= intensitas cahaya setelah melewati material
= intensitas cahaya awal sebelum memasuki material
= transmisi cahaya yang diteruskan oleh material
= absorbsi cahaya
= transmisi efektif dari material.
Jika material disinari dengan gelombang elektromagnetik maka foton akan
diserap oleh elektron dalam material. Setelah menyerap foton, elektron akan
berusaha meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Jika energi foton yang
11
diberikan kurang dari lebar celah pita energi maka elektron tidak sanggup
meloncat ke pita konduksi. Elektron tetap berada pada pita valensi. Dalam
keadaan ini elektron dikatakan tidak menyerap foton. Radiasi yang diberikan pada
material diteruskan menembus material (transmisi). Elektron baru akan meloncat
ke pita konduksi hanya jika energi foton yang diberikan lebih besar dari pada
lebar celah pita energi. Elektron menyerap energi foton tersebut. Dalam hal ini
dikatakan terjadi absorbsi gelombang oleh material. Ketika mengubah-ubah
frekuensi gelombang elektromagnetik yang dijatuhkan ke material maka energi
gelombang tempat mulai terjadinya penyerapan oleh material bersesuaian dengan
lebar celah pita energi material (Abdullah, 2008).
12
5
top related