bab ii skenario 1 blok 10
Post on 09-Aug-2015
205 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Rangka tubuh manusia tersusun atas berbagai macam tulang yang dilekati
oleh otot skeleton. Agar tetap kuat dan tidak rapuh, tulang membutuhkan kalsium dan
vitamin yang cukup. Seiring bertambahnya usia sesorang, kalsium yang ada di dalam
tubuh semakin lama berkurang sehingga tulang menjadi rapuh. Oleh karena itu
dianjurkan bagi lansia terutama pada wanita yang sudah menopause untuk
mengonsumsi suplemen kalsium dan rajin berolah raga. Jika tidak, kondisi tulang
akan semakin rapuh dan mengeropos seperti pada penyakit osteoporosis seperti kasus
dibawah ini,
Seorang perempuan berusia 76 tahun dating ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada
pinggangnya, terutama bila untuk berdiri, berjalan atau perubahan posisi. Keluhan
ini timbul sejak 4 bulan yang lalu, yang muncul tiba-tiba dan semakin lama
bertambah nyeri. Hasil pemeriksaan dokter, didapatkan adanya punggung Dowager,
kifosis, kedua lutut ada tanda radang, keterbatasan ROM, disertai krepitasi. Hasil
foto rontgen adalah didapatkan adanya fraktur kompresi di L2 dan L3, dan pernah
dilakukan pemeriksaan BMD. Kemudian direncanakan pemeriksaan lanjutan yaitu
asam urat, factor rematoid, CRP dan DEXA. Dokter kemudian memberikan obat
analgesic dan menyarankan untuk fisioterapi ke bagian rehabilitasi medis.
A. Rumusan Masalah :
1. Bagaimana anatomi, histology dan fisiologi tulang?
2. Apa saja klasifikasi nyeri dan apa penyebabnya?
3. Bagaimana mekanisme nyeri?
4. Apa saja penyakit pada tulang belakang dan sendi pada lansia?
5. Bagaimana hubungan antara punggung dowager dan kifosis?
6. Bagaimana patofisiologi dan pathogenesis dari kasus tersebut?
7. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk menentukan diagnosis?
8. Bagaimana diagnosis banding dan diagnosis pastinya?
9. Apa saja faktor resiko dan predisposisi terjadinya osteoporosis?
10. Bagaimana gejala dan tanda osteoporosis?
11. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahannya?
B. Tujuan Penulisan :
1. Mengetahui anatomi, histology dan fisiologi tulang
2. Mengetahui klasifikasi nyeri dan apa penyebabnya
3. Mengetahui mekanisme nyeri
4. Mengetahui penyakit pada tulang belakang dan sendi pada lansia
5. Mengetahui hubungan antara punggung dowager dan kifosis
6. Mengetahui patofisiologi dan pathogenesis dari kasus tersebut
7. Mengetahui pemeriksaan yang diperlukan untuk menentukan diagnosis
8. Mengetahui diagnosis banding dan diagnosis pastinya
9. Mengetahui faktor resiko dan predisposisi terjadinya osteoporosis
10. Mengetahui gejala dan tanda osteoporosis
11. Menjelaskan penatalaksanaan dan pencegahannya
C. Manfaat Penulisan:
Mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan anatomi, histology dan fisiologi tulang
2. Menjelaskan klasifikasi nyeri dan apa penyebabnya
3. Menjelaskan mekanisme nyeri
4. Menjelaskan penyakit pada tulang belakang dan sendi pada lansia
5. Menjelaskan hubungan antara punggung dowager dan kifosis
6. Menjelaskan patofisiologi dan pathogenesis dari kasus tersebut
7. Menjelaskan pemeriksaan yang diperlukan untuk menentukan diagnosis
8. Menjelaskan diagnosis banding dan diagnosis pastinya
9. Menjelaskan faktor resiko dan predisposisi terjadinya osteoporosis
10. Menjelaskan gejala dan tanda osteoporosis
11. Menjelaskan penatalaksanaan dan pencegahannya
D. Hipotesis :
Pasien diduga menderita osteoporosis
BAB II
PEMBAHASAN
I. ANATOMI VERTEBRAE
Vertebrae merupakan tulang-tulang pendek yang berderet-deret membentuk
suatu tiang, disebut Columna Vertebralis. Columna vertebralis merupakan pilar utama
tubuh, berfungsi menyangga cranium, gelang bahu, ekstremitas superior, dinding
thorax, serta meneruskan berat badan ke extremitas inferior. Secara umum vertebrae
dibagi menjadi :
1. V. Cervicales, berjumlah 7 ruas & terletak di daerah leher
2. V. Thoracales, berjumlah 12 ruas & terletak di daerah dada
3. V. Lumbales, berjumlah 5 ruas & terletak di daerah pinggang
4. V. Sacrales, pada saat embrio berjumlah 5 buah, sedangkan saat dewasa bersatu
menjadi os sacrum. Terletak di daerah kelangkang
5. V. Coccygeae, berjumlah 3-6 buah & terletak di daerah ekor
Vertebrae tersusun atas 2 bagian pokok, yaitu corpus, yang merupakan segmen
ventral, serta arcus, yang merupakan segmen dorsal yang keduanya melingkupi suatu
ruangan disebut foramen vertebralis. Antara corpus yang saling berurutan
dihubungkan dengan jaringan fibrocartilaginea, disebut discus intervertebralis. Discus
ini berfungsi untuk meredam benturan. Pada regio cervical dan lumbal, discusnya
lebih tebal karena dua regio ini terjadi banyak gerakan. Discus intervertebralis terdiri
atas dua bagian, yaitu annulus fibrosus pada bagian tepi, dan nucleus pulposus pada
bagian pusat. Bila terjadi tekanan yang trelalu kuat, nucleus pulposus akan keluar,
secara klinis disebut Hernia Nucleus Pulposus (HNP).
II. KELAINAN PADA TULANG BELAKANG
A. Skoliosis
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah
samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun
lumbal (pinggang).
Sekitar 4% dari seluruh anak-anak yang berumur 10-14 tahun mengalami skoliosis;
40-60% diantaranya ditemukan pada anak perempuan. Kebanyakan pada punggung
bagian atas, tulang belakang membengkok ke kanan dan pada punggung bagian
bawah, tulang belakang membengkok ke kiri; sehingga bahu kanan lebih tinggi dari
bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri.
Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:
Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam
pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu
Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit berikut:
- Cerebral palsy
- Distrofi otot
- Polio
- Osteoporosis juvenil
Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.
Gejalanya berupa:
- tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
- bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
- nyeri punggung
- kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
- skoliosis yang berat bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
B. Kifosis
Kifosis merupakan kelainan bentuk tulang belakang dimana kavartura vertebra
melengkung secara berlebihan ke arah anterior. Kelainan ini dapat terlihat dengan
jelas bila dilakukan inspeksi dari lateral. Kifosis dapat disebabkan oleh trauma,
gangguan perkembangan, dan penyakit degredatif
Gejalanya berupa:
- nyeri punggung yang menetap tetapi sifatnya ringan
- kelelahan
- nyeri bila ditekan dan kekakuan pada tulang belakang
- punggung tampak melengkung
- lengkung tulang belakang bagian atas lebih besar dari normal.
C. Lordosis
Lordosis adalah suatu gangguan pada tulang belakang di mana tulang belakang
melengkung ke belakang yang mengakibatkan penderita menjadi terlihat bongkok ke
belakang. Penyebab dari lordosis belum diketahui namun kelainan ini diduga
berhubungan dengan sikap duduk yang salah, bawaan sejak lahir atau masalah
pinggul.
Gejala yang timbul akibat lordosis berbeda-beda untuk tiap orang. Gejala lordosis
yang paling sering adalah penonjolan bokong. Gejala lain bervariasi sesuai dengan
gangguan lain yang menyertainya seperti distrofi muskuler, gangguan perkembangan
paha, dan gangguan neuromuskuler. Nyeri pinggang, nyeri yang menjalar ke tungkai,
dan perubahan pola buang air besar dan buang air kecil dapat terjadi pada lordosis,
tetapi jarang.
III. MEKANISME NYERI
Mekanisme nyeri :
Stimulus noxious
kerusakan jaringan
pelepasan bahan kimia endogen
aktivasi nosiseptor
transmisi impuls nosiseptik ke SSP
integrasi informasi nosiseptik pada level spinal
integrasi pada level supraspinal
respon nyeri
Nyeri dibagi menjadi 3 :
1. Neuropatik : nyeri akibat kerusakan jaringan saraf karena operasi, trauma, keganasan, penyakit metabolik
2. Psikogen : Nyeri karena gangguan psikologis3. Nosiseptif : terjadi bila ujung saraf sensorik pada kulit atau organ menerima
rangsangan yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan akibat stimulus mekanis, termal, kekurangan O2, dan bahan kimia.
IV. OSTEOPOROSIS
Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh menurunnya massa tulang akibat berkurangnya matriks dan mineral tulang yang disertai kerusakan mikro arsitektur. Pada osteoporosis terjadi abnormalitas bone turnover, yaitu terjadinya proses penyerapan tulang (oleh osteoklas) lebih banyak daripada pembentukan tulang (oleh osteoblast).
A. Faktor Risiko dan Epidemiologi Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur dan
densitas tulang merupakan faktor risiko osteoporosis yang berhubungan erat dengan
risiko terjadinya fraktur osteoporotik. Fraktur osteoporotik akan meningkat dengan
meningkatnya umur.Insidens fraktur pergelangan tangan meningkat secara bermakna
setelah umur 50-an, fraktur vertebra setelah umur 60-an dan fraktur pinggul setelah
umur 70-an.Pada perempuan, risiko fraktur 2 kali dibandingkan laki-laki pada umur
yang sama.Densitas massa tulang juga berhubungan dengan risiko fraktur. Setiap
penurunan densitas tulang 1SD berhubungan dengan peningkatan risiko fraktur 1,5-
3,0.
Epidemiologi osteoporosis juga dipengaruhi oleh perbedaan ras dan
geografik.Insidensi lebih tinggi terjadi pada orang putih dan lebih rendah pada orang
kulit hitam di Amerika dan di Afrika Selatan; demikian juga pada orang Jepang
maupun yang tinggal di Amerika Serikat.
Tabel 1. Faktor Risiko Osteoporosis
●Umur
Setiap peningkatan umur 1 dekade berhubungan dengan peningkatan risiko 1,4-1,8
●Genetik
Etnis (Kaukasus/Oriental > Orang hitam/Polinesia)
Gender (Perempuan > Laki-laki)
Riwayat Keluarga
●Lingkungan
Makanan, defisiensi makanan
Aktifitas fisik dan pembebanan mekanik
Obat-obatan, misalnya kortikosteroid, anti konvulsan, heparin
Merokok
Alkohol
Jatuh(trauma)
●Hormon endogen dan penyakit kronik
Defisiensi estrogen
Defisiensi androgen
Gastrektomi, sirosis, tirotoksikosis, hiperkortisolisme
●Sifat fisik tulang
Densitas massa tulang
Ukuran dan geometri tulang
Mikroarsitektur tulang
Komposisi tulang
B. Patogenesis dan Patofisiologi Osteoporosis
Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan
aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel
pembentuk tulang). Keadaan ini mengakikatkan penurunan massatulang. Ada
beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel osteoklas meningkat dan
meningkatkan aktivitasnya yaitu:
1. Defisiensi estrogen
2. Faktor sitokin
3. Pembebanan
1. Defisiensi estrogen
Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan
beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut,
mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1),
Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan
sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen
meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang merupakan
satu-satunya factor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan mediator untuk
menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel
osteoklas. Sel osteoblast merupakan sel target utama dari estrogen, untuk
melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas,
sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada
sel osteoklas.
Efek Estrogen pada Sel Osteoblas
Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat
penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun
osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui
pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Seperti
dikemukakan diatas bahwa sel osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha dan
betha (ERa dan ERb) di dalam sitosol. Dalam diferensiasinya sel osteoblas
mengekspresikan reseptor betha (ERb) 10 kali lipat dari reseptor estrogen alpha
(ERa). Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen menyebabkan terjadinya
osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan tetapi dengan pemberian
estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan penurunan produksi
dari IL-1, IL-6, dan TNF-a, begitu juga selanjutnya akan terjadi penurunan
produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANK-L). Di sisi lain estrogen akan
merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF-b (Transforming
Growth Factor-b) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih lanjut akan
menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas.
Induksi fungsi suatu sel oleh berbagai faktor yang sangat kompleks serta
regulasinya yang berbeda-beda masih sedikit diketahui sampai saat ini. Suatu
sitokin, ligand, maupun hormon yang dapat menghambat atau merangsang fungsi
suatu sel bergantung pada berbagai hal, di antaranya adalah tingkat aktivasi sel
tersebut, sinyal yang memicu, dan waktu (timing), seperti misalnya pada sel
makrofag. Hal yang sama terjadi juga pada sel stroma osteoblastik dan osteoblas.
Jadi tingkat aktivasi dari sel stroma osteoblastik bergantung pada kontak antara
reseptor dan ligand. Estrogen merupakan salah satu yang berfungsi menstimulasi
ekspresi gene dan produksi protein pada sel osteoblastik manusia, seperti
misalnya produksi OPG, RANK-L, dan IL-6. Besar kecilnya protein yang
diproduksi bergantung pada aktivasi sel stroma osteoblastik. Efek biologis dari
estrogen diperantarai oleh reseptor yang dimiliki oleh sel osteoblastik
diantaranya: estrogen receptor-related receptor a (ERRa), reseptor estrogen a, b
(ERa, ERb). Sub tipe reseptor inilah yang melakukan pengaturan homeostasis
tulang dan berperan akan terjadinya osteoporosis. Dalam sebuah studi didapatkan
bahwa kemampuan estrogen mengatur produksi sitokin sangat bervariasi dari
masing-masing organ maupun masing-masing spesies, begitu juga terhadap
produksi dari IL-6. Dikatakan produksi dari IL-6 pada osteoblas manusia (human
osteoblast) dan stromal sel sumsum tulang manusia (human bone marrow stromal
cells), terbukti diinduksi oleh IL-1 dan TNFa, tidak secara langsung oleh steroid
ovarium. Dengan demikian dimungkinkan pada sel stroma osteoblastik dan sel
osteoblas terjadi perbedaan tingkat aktivasi sel, sehingga akan terjadi perbedaan
produksi dari protein yang dihasilkannya seperti misalnya: IL-6, RANK-L, dan
OPG, dengan suatu stimulasi yang sama.
Efek estrogen pada sel osteoklas
Dalam percobaan binatang, defisiensi estrogen akan menyebabkan terjadinya
osteoklastogenesis yang meningkat dan berlanjut dengan kehilangan tulang.
Halini dapat dicegah dengan pemberian estrogen. Sedangkan efek langsung dari
estrogen terhadap osteoklas adalah melalui reseptor estrogen pada sel osteoklas,
yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga mencegah terjadinya diferensiasi sel
prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa.
2. Faktor Sitokin
Pada stadium awal dari proses hematopoisis dan osteoklastogenesis, melalui
suatu jalur yang memerlukan suatu mediator berupa sitokin dan faktor koloni-
stimulator. Diantara group sitokin yang menstimulasi osteoklastogenesis antara
lain adalah: IL-1, IL-3, IL-6, Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M
(OSM), Ciliary Neurotropic Factor (CNTF), Tumor Necrosis Factor (TNF),
Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor (GM-CSF), dan
Macrophage-Colony Stimulating Factor (M-CSF). Sedangkan IL-4, IL-10, IL-18,
dan interferon-g, merupakan sitokin yang menghambat osteoklastogenesis.
Dikatakan terjadi peningkatan kadar dan aktivitas sitokin proinflamasi (IL-1, IL-
6, TNF-a) secara spontan apabila fungsi ovarium menurun, misalnya pada masa
menopause. Bagaimana mekanisme secara pasti hubungan penurunan estrogen
dengan peningkatan sitokin ini belum diketahui secara jelas. Tetapi ini didugaa
erat hubungannya dengan interaksi dari reseptor estrogen (ER = Estrogen
Receptor) dengan faktor transkripsi, modulasi dari aktivitas nitrik-oksid (NO),
efek,antioksidan, aksi plasma membran, dan perubahan dalam fungsi sel imun.
Maka pada studi klinis dan eksperimental ditemukan ada hubungannya antara
penurunan massa tulang dengan peningkatan sitokin proinflamasi ini.
3. Pembebanan Tulang
Pembebanan mekanik pada tulang (skletal load) menimbulkan stres mekanik
dan strain atau resultant tissue deformation yang menimbulkan efek pada jaringan
tulang yaitu membentukan tulang pada permukaan periosteal sehingga
memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover yang mengurangi penyerapan
tulang. Dengan demikian pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran,
bentuk, dan kekuatan jaringan tulang dengan memperbaiki densitas jaringan
tulang dan arsitektur tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses
seluler yang memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan
mekanik. Informasi pembebanan ini harus dikomunikasikan ke sel efektor yang
akan membuat tulang baru dan merusak tulang yang tua.
Fraktur Kompresi
Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk (akibat tubrukan)
tulang ke tiga yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra
lainnya. Fraktur pada korpus vertebra ini dapat didiagnosis dengan radiogram.
Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukkan pengurangan tinggi vertikal
dan sedikit membentuk sudut pada satu atau beberapa vertebra. Pada orang muda,
fraktur kompresi dapat disertai perdarahan retroperitoneal yang cukup berat
(Carter, 2006).
Fraktur pada tulang belakang lumbal terjadi karena sejumlah alasan. Pada
pasien yang lebih muda, patah tulang biasanya akibat. Melompat atau jatuh dari
ketinggian menyebabkan fraktur kompresi. Patah tulang ini juga bisa
menyebabkan cedera neurologis yang serius. Pada pasien yang lebih tua, fraktur
kompresi lumbal biasanya terjadi tanpa adanya trauma, atau dalam konteks
trauma ringan, seperti jatuh. Alasan yang mendasari paling umum untuk patah
tulang pada pasien geriatri, terutama perempuan, adalah osteoporosis. Gangguan
lain yang dapat berkontribusi pada terjadinya fraktur kompresi termasuk
keganasan, infeksi, dan penyakit ginjal.
Penyebab utama fraktur kompresi lumbal adalah osteoporosis. Pada wanita, faktor
risiko utama untuk osteoporosis adalah menopause, atau defisiensi estrogen.
Faktor risiko tambahan yang mungkin memperburuk tingkat keparahan
osteoporosis termasuk merokok, aktivitas fisik, penggunaan obat prednison dan
lainnya, dan gizi buruk. Pada laki-laki, semua faktor risiko di atas nonhormonal
berlaku, namun, kadar testosteron rendah juga dapat dikaitkan dengan fraktur
kompresi.
Gagal ginjal dan gagal hati keduanya terkait dengan osteopenia. Kekurangan
nutrisi dapat menurunkan remodeling tulang dan meningkatkan osteopenia.
Akhirnya, genetika juga berperan dalam pengembangan fraktur kompresi.
Keganasan dapat bermanifestasi awalnya sebagai fraktur kompresi. Metastasis
kanker yang paling umum ke tulang belakang. Keganasan khas yang
bermetastasis ke tulang belakang adalah sel ginjal, prostat, payudara, dan paru-
paru, meskipun jenis lainnya dapat bermetastasis ke tulang belakang pada
kesempatan yang langka. Infeksi yang menghasilkan osteomielitis juga dapat
menyebabkan fraktur kompresi. Biasanya, organisme yang paling umum dalam
infeksi kronis staphylococci atau streptokokus. Tuberkulosis dapat terjadi pada
tulang belakang dan disebut penyakit Pott.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis penyakit osteoporosis kadang-kadang baru diketahui setelah
terjadinya patah tulang punggung, tulang pinggul, tulang pergelangan tangan atau
patah tulang lainnya pada orang tua, baik pria atau wanita. Fraktur dan nyeri tulang
tidak tampak sampai lebih dari 10 tahun setelah pasca menopause (bagi wanita).
Fraktur sering terjadi pada vertebrae, humerus, upper femur, distal, forearm, dan
tulang iga. Gejala lain seperti penurunan tinggi badan, gangguan pergerakan, pegal,
linu, dan nyeri tulang, khususnya didaerah tulang pangkal paha, tulang belakang dan
pergelangan tangan, dan tumit. Osteoporosis juga menyebabkan tubuh cenderung
bungkuk. (Kawiyana, I Ketut Siki. 2009. Osteoporosis : Patogenesis Diagnosis dan
Penanganan Terkini. Bali : Bagian Bedah FK UNUD.)
Sebetulnya sampai saat ini prosedur diagnostik yang lazim digunakan
untuk menentukan adanya penyakit tulang metabolik seperti osteoporosis, adalah:
1. Penentuan massa tulang secara radiologis, dengan densitometer DEXA (Dual
Energy X-ray Absorptiometry).
2. Pemeriksaan laboratorium berupa parameter biokimiawi untuk bone turnover ,
terutama mengukur produk pemecahan kolagen tulang oleh osteoklas.
Penentuan massa tulang
Pengukuran massa tulang dapat memberi informasi massa tulangnya saat
itu, dan terjasdinya risiko patah tulang di masa yang akan datang. Salah satu
prediktor terbaik akan terjadinya patah tulang osteoporosis adalah besarnya massa
tulang. Pengukuran massa tulang dilakukan oleh karena massa tulang berkaitan
dengan kekuatan tulang. Ini berarti semakin banyak massa tulang yang dimiliki,
semakin kuat tulang tersebut dan semakin besar beban yang dibutuhkan untuk
menimbulkan patah tulang. Untuk itu maka pengukuran massa tulang merupakan
salah satu alat diagnose yang sangat penting. Selama 10 tahun terakhir, telah
ditemukan beberapa tehnik yang non-invasif untuk mengukur massa tulang.
Pemeriksaan X-ray absorptiometry
Pesawat X-ray absorptiometry menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah.
Selain itu keuntungan lain densitometer X-ray absorptiometry dibandingkan DPA
(Dual Photon Absorptiometry) dapat mengukur dari banyak lokasi, misalnya
pengukuran vertebral dari anterior dan lateral, sehingga pengaruh bagian belakang
corpus dapat dihindarkan, sehingga presisi pengukuran lebih tajam. Ada dua jenis X-
ray absorptiometry yaitu: SXA (Single X-ray Absorptiometry) dan DEXA (Dual
Energy X-ray Absorptiometry). Saat ini gold standard pemeriksaan osteoporosis
pada laki-laki maupun osteoporosis pascamenopause pada wanita adalah DEXA,
yang digunakan untuk pemeriksaan vertebra, collum femur, radius distal, atau
seluruh tubuh. Tujuan dari pengukuran massa tulang:
1. Menentukan diagnosis.
2. Memprediksi terjadinya patah tulang.
3. Menilai perubahan densitas tulang setelah pengobatan atau senam badan.
Bagian tulang seperti tulang punggung (vertebralis) dan pinggul (Hip) dikelilingi
oleh jaringan lunak yang tebal seperti jaringan lemak, otot, pembuluh darah, dan
organ-organ dalam perut. Jaringan-jaringan ini membatasi penggunaan SPA (Single
Photon Absorptiometry) atau SXA, oleh karena dengan sistem ini tidak dapat
menembus jaringan lunak tersebut, akan tetapi hanya dapat digunakan untuk tulang
yang berada dekat kulit. DEXA atau absorptiometri X-ray energi ganda
memungkinkan kita untuk mengukur baik massa tulang di permukaan maupun
bagian yang lebih dalam.
Dalam pemeriksaan massa tulang dengan densitometer DEXA kita akan
mendapatkan informasi beberapa hal tentang densitas mineral tulang antara lain:
Densitas mineral tulang pada area tertentu dalam gram/cm2.
Perbandingan kadar rerata densitas mineral tulang dibandingkan dengan
kadar rerata densitas mineral tulang dengan orang dewasa etnis yang sama,
yang disebut dengan T Score dalam %.
Perbandingan kadar rerata densitas mineral tulang dibandingkan dengan
kadar rerata densitas mineral tulang orang dengan umur yang sama dan etnis
yang sama, disebut Z Score dalam %.
Ada empat kategori diagnosis massa tulang (densitas tulang) berdasarkan T-score
adalah sebagai berikut:
1. Normal: nilai densitas atau kandungan mineral tulang tidak lebih dari 1
selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau kira-kira 10% di bawah
rata-rata orang dewasa atau lebih tinggi (T-score lebih besar atau sama dengan
-1 SD).
2. Osteopenia (massa tulang rendah): nilai densitas atau kandungan mineral
tulang lebih dari 1 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, tapi tidak
lebih dari 2,5 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau 10 Ð 25%
di bawah rata-rata (T-score antara -1 SD sampai -2,5 SD).
3. Osteoporosis: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5
selisih pokok di bawah nilai rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-
rata atau kurang (T-score di bawah -2,5 SD).
4. Osteoporosis lanjut: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari
2,5 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-
rata ini atau lebih, dan disertai adanya satu atau lebih patah tulang
osteoporosis (T-score di bawah -2,5 SD dengan adanya satu atau lebih patah
tulang osteoporosis).
Pemeriksaan DEXA dianjurkan pada:
1. Wanita lebih dari 65 tahun dengan faktor risiko.
2. Pascamenopause dan usia < 65 tahun dengan minimal 1 faktor risiko
disamping menopause atau dengan fraktur.
3. Wanita pascamenopause yang kurus (Indek Massa Tubuh < 19 kg/m2).
4. Ada riwayat keluarga dengan fraktur osteoporosis.
5. Mengkonsumsi obat-obatan yang mempercepat timbulnya osteoporosis.
6. Menopause yang cepat (premature menopause).
7. Amenorrhoea sekunder > 1 tahun.
8. Kelainan yang menyebabkan osteoporosis seperti: Anorexia nervosa,
malabsorpsi, primary hyperparathyroid, post-transplantasi, penyakit ginjal
kronis, hyperthyroid, immobilisasi yang lama, Cushing syndrom.
9. Berkurangnya tinggi badan, atau tampak kiphosis.
Penatalaksanaan
Secara teoritis, osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja
osteoklas (anti respontif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblas (stimulator tulang).
Walau demikian, saat ini obat yang beredar pada umunya bersifat resorptif. Yang
termasuk golongan obat anti resorptif adalah estrogen, anti estrogen, bisfosnat dan
kalsitonin. Sedangkan yang termasuk stimulator tulang adalah Na-fluorida, PTH dan
lain sebagainya. Kalsium dan vitamin D tidak mempunyai efek anti resorptif maupun
stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi mineralisasi osteoid setelah
proses formasi osteoblas. Kekurangan kalsium akan menyebabkan peningkatan
produksi PTH yang menyebabkan pengobatan osteoporosis menjadi tidak efektif.
Edukasi dan Pencegahan
1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktivitas fisik yang tertatur memelihara
kekuatan, kelenturan dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran,
sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. Berbagai latihan yang dapat
dilakukan meliputi berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda maupun berenang.
2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari
maupun suplementasi.
3. Hindari merokok dan minum alkohol
4. Diognasis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosteronpada laki-
laki dan menopause awalpada wanita.
5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatn yang dapat menimbulkan
osteoporosis
6. Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada penderita yang sudah
pasti osteoporosis
7. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh, misal lantai
licin, obat-obat sedatif dan obat antihipertensi yang dapat menyebabkan
hipotensi ortistatik
8. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang-orang yang kurang terpajan
sinar matahari atau pada penderita dengan fotosintesis, misalnya SLE
9. Hindari peningkatan eksresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan
Natrium sampai 3 gr/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus
ginjal.
10. Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka
panjang, usahakan pemberian glukokortikod pada dosis serendah mungkin.
11. Pada penderita Artritirs Reumatoid dan artritis inflamasi lainnya, sangat
penting mengatasi aktifitas penyakitnya, karena hal ni akan mengurangi nyeri
dan penurunan densitas massa tulang akbat artritius inflamasi yang aktif
Fisioterapi Osteoporosis
Latihan Bagi Penderita Osteoporosis / Keropos tulang
Latihan ini bertujuan untuk membantu kekuatan otot dan tulang pada posisi
menyangga berat badan. Latihan ini bukan berarti sebagai pengganti penanganan
dokter dan fisioterapi. Latihan ini hanya dapat dilakukan pada penderita osteoporosis
ringan dan disesuaikan dengan rekomendasi dari dokter.
Latihan naik dan turun
Papan step aerobic harus berada di depan.
Ketika musik mulai, naikkan kaki kanan ke atas papan.
Di ikuti dengan kaki kiri.
Turunkan kaki kanan dari papan.
Di ikuti oleh kaki anda.
Hal ini di ulangi sampai 20 kali.
Gerakan pada posisi ini tahan selama 30 detik.
Latihan otot Biceps
Lakukan latihan naik seperti diatas.
Ketika naik dan turun, lakukan latihan otot biceps dengan dumble, kemudian
lakukan gerakan menekuk dan meluruskan siku.
Pertahankan siku di samping.
Ulangi sebanyak 30 kali.
Gerakan pada posisi ini selama 30 detik.
Latihan semi jongkok
Dengan punggung membelakangi dinding dan kaki dilebarkan sekitar 20 cm.
Tekuk lutut secara perlahan ke bawah.
Pertahankan hingga hitungan 5 kali kemudian berdiri kembali.
Ulangi sebanyak 20 kali.
Gerakan pada posisi semi jongkok ini selama 30 detik.
Latihan push - up
Duduklah pada permukaan yang keras atau lantai.
Letakan tangan pada lantai disamping badan.
Dorong ke atas melalui tangan.
Ulangi sebanyak 20 kali.
Berdiri dan gerakan pada posisi ini selama 30 detik.
Latihan naik dan turun
Ulangi latihan ini sebelum sesi pendinginan di mulai.
Yang penting diketahui
Latihan berjalan selama 1 jam setiap hari tidak terlalu bermanfaat untuk
osteoporosis.
V. DIAGNOSIS BANDING
A. Rheumatoid Artritis
Etiologi
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,
namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi),
faktor metabolik, dan infeksi virus.
Gejala
Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat
peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika
jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara
spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau
tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa
sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali. Ketika penyakit
ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan
energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan
kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari.
Disamping itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi
dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri,
pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang
klasik untuk rheumatoid arthritis. Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah
mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia. Pola karakteristik
dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di tangan,
pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul,
siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan
biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku
pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki
adalah hal yang umum.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak
dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini
sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada
sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah
digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan
imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur
sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh
ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya
dan menghilangkan rongga sendi.
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi
pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari,
bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan
kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba
akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak
tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.
Penatalaksanaan
Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan
penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara pasien
dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa
hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap
berobat dalam suatu jangka waktu yang lama. Penanganan medik pemberian salsilat
atau NSAID (Non Steriodal AntiInflammatory Drug) dalam dosis terapeutik. Kalau
diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek
anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk
menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah
bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai
tingkat yang optimal.
Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis
menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih
dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit
terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut. Menjaga supaya rematik
tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya digunakan air hangat bila
mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah
bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini, seperti:
tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil,
menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama
banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama
yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk
memelihara persendian agar tetap lentur.
B. Spondylosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada column vertebrae dan diskus intervertrebalis. Penderita spondilosis umumnya merasakan adanya kekakuan dan fiksasi pada tulang belakang. Spondilosis dapat terjadi pada vertebrae cervical (leher), vertebrae thoracal (punggung) maupun vertebrae lumbar (punggung bawah). Umumnya terjadi pada T12-L3 karena merupakan tempat tumpuan berat tubuh. Etiologi dari penyakit ini umumnya dikaitkan pada usia. Terjadi degenerasi diskus intervertebralis dimana diskus intervertebralis mengalami kerapuhan. Penelitian menyebutkan tidak ada hubungan antara gaya hidup, berat badan, konsumsi alkohol, rokok, maupun riwayat reproduksi. Akan tetapi riwayat trauma pada tulang belakang juga dapat meningkatkan kejadian spondilosis.Gejala
Umumnya pasien mengeluhkan adanya nyeri punggung akibat kompresi saraf regional, kaku yang progresif. Keluhan bertambah berat setelah duduk atau berbaring. Penatalaksanaan. Perawatan yang dapat diberikan antara lain medikasi, olahraga dan fisioterapi maupun operasi. Medikasi termasuk pemberian analgesic NSAID seperti ibuprofen dan naproxen. Untuk mengurangi nyeri punggung kronik dapat digunakan antidepresan seperti amitriptyline dan doxepin. Operasi dapat dilakukan dengan discectomy (pengambilan diskus).
C. Gout Arthritis
Etiologi dan patofisiologi
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, suatu produk sisa
yang tidak mempunyai peran fisiologi. Manusia tidak memiliki urikase yang
dimiliki hewan, suatu enzim yang menguraikan asam urat menjadi alantoin yang
larut dalam air (Hawkins D.W et al, 2005). Asam urat yang terbentuk setiap hari
di buang melalui saluran pencernaan atau ginjal (Bandolier).
Pada keadaan normal, jumlah asam urat terakumulasi pada laki-laki kurang
lebih 1200mg dan pada perempuan 600mg. Jumlah akumulasi ini meningkat
beberapa kali lipat pada penderita gout. Berlebihnya akumulasi ini dapat berasal
dari produksi berkelebihan atau ekskresi yang kurang (Hawkins D.W et al, 2005).
Meskipun asupan purin berlebih, dalam keadaan normal, seharusnya ginjal dapat
mengekskresikannya. Pada kebanyakan pasien gout (75-90%), clearence asam
urat oleh ginjal sangat menurun (Bandolier).
Produksi normal asam urat dalam tubuh manusia dengan fungsi ginjal normal
dan diet bebas purin adalah 600mg per hari (Pittman J R et al. 1999). Meningkat
pada penderita gout maupun hiperurisemia. Hiperurisemia didefinisikan sebagai
konsentrasi asam urat dalam serum yang melebihi 7mg/dL. Konsentrasi ini adalah
batas kelarutan monosodium urat dalam plasma. Pada konsentrasi 8mg/dL atau
lebih, monosodium urat lebih cenderung mengendap di jaringan. Pada PH 7 atau
lebih asam urat ada dalam bentuk monosodium urat (Pittman J R et al. 1999).
Purin dalam tubuh yang menghasilkan asam urat, berasal dari tiga sumber:
purin dari makanan, konversi asam nukleat dari jaringan, pembentukan purin dari
dalam tubuh. Ketiga-tiganya masuk dalam lingkaran metabolisme menghasilkan
diantaranya asam urat (Hawkins D.W et al, 2005).
Beberapa sistim enzim mengatur metabolisme purin. Bila terjadi sistim
regulasi yang abnormal maka terjadilah produksi asam urat yang berlebihan.
Produksi asam urat berlebihan ini dapat juga terjadi karena adanya peningkatan
penguraian asam nukleat dari jaringan, seperti pada myeloproliferative dan
lymphoproliferative disorder. Purin dari makanan tidak ada artinya dalam
hiperurisemia, selama semua sistim berjalan dengan normal (Hawkins D.W et al,
2005).
Dua abnormalitas dari dua enzim yang menghasilkan produksi asam urat
berlebih: peningkatan aktivitas Phosphoribosylpyrophosphate (PRPP) synthetase
menyebabkan peningkatan konsentrasi PRPP. PRPP adalah kunci sintesa purin,
berarti juga asam urat. Yang kedua adalah defisiensi hypoxanthine guanine
phosphoribosyl transferase (HGPRT). Defisiensi HGPRT meningkatkan
metabolisme guanine dan hipoxantin menjadi asam urat (Hawkins D.W et al,
2005).
Berkurangnya ekskresi asam urat ditemukan pada kurang lebih 90 %
penderita gout. Penyebab kurangnya ekskresi asam urat tidak diketahui, tetapi
faktor seperti obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, menurunnya fungsi ginjal,
konsumsi alkohol dan obat obatan tertentu memegang peranan. Beberapa obat-
obatan dapat menyebabkan hiperurisemia dan gout. Diuretik loop dan tiazid, yang
menghalangi ekskresi asam urat pada distal tubular, adalah obat penyebab
hiperurisemia. Jarang menyebabkan gout akut, tetapi mendorong terbentuknya
tofi di sekitar sendi yang rusak, terutama pada jari. Salisilat dosis rendah memberi
efek yang sama. Obat sitoksik menyebabkan produksi asam nukleat berlebih pada
pengobatan leukemia, limfoma, karena mereka meningkatkan kecepatan sel mati
(Wood J. et al 1999).
Yang perlu diketahui juga berkaitan dengan patofisiologi GA adalah kelarutan
asam urat berkurang pada cuaca yang dingin dan pH yang rendah. Kemungkinan
penyebab mengapa pada cuaca dingin lebih terasa nyeri. Selain itu estrogen
cenderung mendorong ekskresi asam urat, kemungkinan penyebab mengapa
insidensi perempuan premenopause rendah (Setter S.M et al, 2005).
Tanda-Tanda Klinis dan Diagnosis
Gout adalah penyakit yang didiagnosis oleh simtom bukan oleh hasil
pemeriksaan labororium. Kenyataan hiperurisemia yang asimtomatis yang
ditemukan secara kebetulan, biasanya jarang membutuhkan terapi (Hawkins D.W
et al, 2005).
Hiperurisemia adalah faktor risiko gout, tetapi beberapa pasien dengan serum
asam urat normal dapat mendapat serangan gout. Sebaliknya banyak orang
hiperurisemia yang tidak mendapat serangan gout.
Gout adalah Diagnosis klinis, sedangkan hiperurisemia adalah kondisi
biokimia . Membedakan pasien GA dengan penderita gout like syndrom termasuk
membedakan dengan septic Arthritis, rheumatoid Arthritis, osteoArthritis,
errosive osteoArthritis, psoriasis, calcium pyrophosphate dehydrate crystal
(CPPD) deposition penyakit (pseudogout), xanthomatosis, amyliodosis16.
Diagnosis definitive, dikonfirmasikan dengan analisa cairan sendi. Cairan
synovial pasien GA mengandung kristal monosodium urat (MSU) yang negatif
birefringent (refraktif ganda) yang juga ditelan oleh neutrofil (dilihat dengan
mikroskop sinar terpolarisasi)
Analisa cairan sinovial dan kultur sangat penting untuk membedakan septic
Arthritis dengan GA
RA cenderung terjadi simetris dan lebih dari 60% kasus adalah faktor
reumatoid positif (RF+)
GA cenderung tidak simetris dan faktor rheumatoid negatif (RF-)
Erosive Arthritis kebanyakan terjadi pada perempuan, yang terkena: tangan,
pergelangan tangan.
Hiperurisemia sering terjadi pada pasien psoriasis, dan adanya lesi kulit
membedakan kasus ini dengan GA.
Pseudogout, disebabkan oleh deposisi kristal CPPD di persendian, terjadi
secara umum pada manula.
Kalsifikasi CPPD di cartilage terjadi di beberapa sendi, sedangkan GA
cenderung monoartikular (terjadi pada sendi tunggal) dan diasosiasikan
dengan pembengkakan jaringan lunak dengan jarak artikular normal bila
diperiksa secara radiografis.
Nodul jaringan lunak pada permukaan extensor sering terlihat dengan
xanthomatosis, seperti hiperkolesterolemia. Selanjutnaya xanthomatosis tidak
ada kaitannya dengan kristal MSU. Amyloidosis sering dikelirukan dengan
gout tophaceous . Untungnya, amyloidosis sering simetris.16
Untuk banyak orang, gout awalnya menyerang sendi dari ibu jari kaki. Kadang
selama penyakit berjalan, gout akan menyerang ibu jari kaki sebanyak 75% pasien.
Bagian lain yang dapat terserang diantaranya adalah pergelangan kaki, tumit,
pergelangan tangan, jari, siku.
Kriteria Diagnosis Gout Akut
Pada pasien yang sesuai dengan paling sedikit 6 kriteria Diagnosis di bawah ini
• Lebih dari satu serangan Arthritis akut
• Maksimum inflamasi timbul dalam waktu 24 jam
• Serangan monoArthritis (85%-90% dari serangan awal)
• Sendi kemerah-merahan
• Sendi MTP pertama nyeri atau bengkak
• Serangan unilateral sendi MTP pertama (50%-70% awal, akhirnya 90% )
• Serangan unilateral pada sendi tarsal (ct, instep= dorsal arkus kaki, kura-kura
kaki)
• Tofi (dugaan klinis atau dibuktikan secara histologi)
• Hiperurisemia
• Sendi bengkak asimetris (klinis atau x-ray)
• Temuan x-ray termasuk subkortikal cyst(s) tanpa erosi dalam sendi
• Serangan berhenti total (hilangnya semua simtom dan tanda-tanda)
• Tidak ada mikroba dalam cairan sinovial
Pada pasien yang mempunyai semua kriteria Diagnosis di bawah ini
• Sejarah berulang monoArthritis akut
• Respons cepat terhadap obat antiinflamasi
• Hiperurisemia atau tofi
Terapi Gout dan Hiperurisemia
Tujuan dari terapi adalah
• menghentikan serangan akut,
• mencegah serangan kembali dari GA,
• mencegah komplikasi yang berkaitan dengan deposit kristal asam urat kronis di
jaringan
Sangatlah penting bagi pasien untuk memahami diagnosis gout dan
pentingnya pengobatan. Terapi jangka panjang biasanya dianjurkan untuk
menindaklanjuti serangan akut yang parah. Untuk serangan akut dan pencegahan
berulangnya serangan dibutuhkan terapi obat. Banyak brosur dan tulisan-tulisan
tentang gout yang dapat dibaca pasien. Perubahan gaya hidup, dapat dipakai sebagai
pilihan-pilihan dalam pengobatan.
Terapi non Obat
Berikut ini contoh-contoh tindakan yang dapat berkontribusi dalam
menurunkan kadar asam urat:
• Penurunan berat badan (bagi yang obes)
• Menghindari makanan (misalnya yang mengandung purin tinggi) dan minuman
tertentu yang dapat menjadi pencetus gout
• Mengurangi konsumsi alkohol (bagi peminum alkohol)
• Meningkatkan asupan cairan
• Mengganti obat-obatan yang dapat menyebabkan gout (mis diuretik tiazid)
• Terapi es pada tempat yang sakit
Intervensi dengan diet dengan mengurangi karbohidrat menurunkan kadar urat
sampai 18% dan frekuensi serangan gout sampai 67%
Sudah lama buah cherry dilaporkan membantu menurunkan serangan gout.
Dugaan karena kandungan antosianin dalam cherry mempunyai sifat inhibitor COX
2. Diet rendah purin pada masa lalu dianggap menurunkan kadar asam urat, ternyata
keberhasilannya mempunyai batas. Walau terapi non obat ini sederhana, tetapi dapat
mengurangi simtom gout apabila dipakai bersama dengan terapi obat.
Terapi Farmakologi
Arthritis Gout Akut
Tujuan terapi serangan Arthritis gout akut adalah menghilangkan simtom.
Penting untuk menghindarkan fluktuasi konsentrasi urat dalam serum karena dapat
memperpanjang serangan atau memicu episoda lebih lanjut. Sebab itu hipourisemik
seperti alopurinol tidak diberikan sampai paling sedikit tiga minggu setelah serangan
akut berhenti dan diteruskan pada pasien yang mengalami serangan pada saat minum
alopurinol.
Sendi yang sakit harus diistirahatkan dan terapi obat dilaksanakan secepat
mungkin untuk menjamin respons yang cepat dan sempurna. Ada tiga pilihan obat
untuk Arthritis gout akut: NSAID, kolkhisin, kortikosteroid.Setiap obat ini memiliki
keuntungan dan kerugian. Pemilihan untuk pasien tetentu tergantung pada beberapa
faktor, termasuk waktu onset dari serangan yang berhubungan dengan terapi awal,
kontraindikasi terhadap obat karena adanya penyakit lain, efikasi versus resiko
potensial. NSAID biasanya lebih dapat ditolerir disbanding kolkhisin dan lebih
mempunyai efek yang dapat diprediksi. NSAID tidak mempengaruhi kadar urat
dalam serum. Ada beberapa NSAID yang sering diperuntukan untuk Arthritis gout
Diklofenak, indometasin, ketoprofen, naproksen, piroxikam, sulindak.
Indometasin cenderung paling sering dipakai, walau tidak ada perbedaan yang
signifikan antara obat ini dengan obat NSAID lain. Pemakaian aspirin harus
dihindarkan sebab mengakibatkan retensi asam urat, kecuali kalau dipakai dalam
dosis tinggi
Tergantung pada keparahan serangan dan waktu antara onset dan permulaan
terapi, dosis 50-100mg indometasin oral akan menghilangkan nyeri dalam dua-empat
jam. Dapat diikuti menjadi 150-200mg sehari, dengan dosis dikurangi bertahap
menjadi 25mg tiga kali sehari untuk 5 sampai 7 hari, hingga nyeri hilang. Cara ini
dapat mengurangi toksisitas gastrointestinal. NSAID biasanya dibutuhkan antara 7
sampai 14 hari tergantung respons pasien, walau pasien dengan kronik atau gout tofi
membutuhkan terapi NSAID lebih lama untuk mengendalikan simtom. Pemanfaatan
NSAID menjadi terbatas karena efek sampingnya, yang menimbulkan masalah
terutama pada manula dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada manula, atau
mereka dengan riwayat PUD (Peptic Ulcer Disease), harus diikuti dengan H2
antagonis, misoprostol atau PPI (Proton Pump Inhibitor) 21. Untuk Misoprostol,
perlu kehati-hatian dalam pemakaiannya, kontraindikasi untuk wanita hamil, dan
penggunaannya masih sangat terbatas di Indonesia.
Untuk pasien dengan gangguan ginjal, NSAID harus dihindarkan sedapat
mungkin, atau diberikan dengan dosis sangat rendah, apabila keuntungan masih lebih
tinggi dibanding kerugian. Apabila demikian maka harus dilakukan pemantauan
creatinin clearance, urea, elektrolit secara regular.
NSAID selektif COX-2 (Celecoxib), pada dosis 120mg sehari sebanding
dengan indometasin dosis tinggi (150 mg/hari) dalam mengobati tanda-tanda gout
akut dalam waktu 4 jam, ini akan sangat berguna bagi pasien yang tidak dapat
memakai NSAID.
Gout Kronis
Pengobatan gout kronis membutuhkan waktu jangka panjang untuk mereduksi
serum urat sampai dibawah normal; Harus dijaga agar tidak terjadi seranganserangan
gout akut, mengurangi volume tofi, mencegah perusakan selanjutnya. Terapi
penurunan urat hendaknya tidak direkomendasikan saat terjadi serangan akut.
Sebelum memberi pasien alopurinol, beberapa hal harus dipertimbangkan
apakah pasien adalah kandidat yang tepat untuk urikosurik
Obat penurun urat diindikasikan untuk :
• Pasien dengan serangan lebih dari 2 kali setahun
• Gout tofi yang kronis
• Produksi berlebih asam urat (primary dan purin enzyme defect)
• Gout kronis yang berkaitan dengan kerusakan ginjal atau batu ginjal urat
• Tambahan terapi sitotoksik untuk hematological malignancy
Obat ini dibagi menjadi 3 kategori
• Urikostatik (xantin oksidase inhibitor) misalnya alopurinol
• Urikosurik misalnya benzbromaron, sulfinperazon, probenesid
• Urikolitik misalnya urat oksidase
Arthritis Gout Interkitikal
Pasien dengan GA, pada saat ada periode bebas simtom di antara
seranganserangan disebut interkritikal gout.. Hiperurisemia mungkin masih menetap
dan kristal MSU mungkin ada dalam cairan sinovial. Interkritikal gout adalah saat di
mana pasien harus proaktif mengendalikan kadar asam urat dan mengambil langkah
lain untuk menurunkan risiko serangan gout lain.
Evaluasi kondisi pasien yang berkaitan dengan dasar penyebab disorder
(misalnya: peminum alkohol dengan gout, dll) identifikasi dan obati penyakit yang
berkaitan dengan gout bila ada: hipertensi, obesitas, peminum alkohol, pemakaian
diuretik, hipotiroid, hiperkoleterolemia, intoksikasi timbal.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Osteoporosis merupakan penyakit kelainan tulang belakang, biasanya pada
orang-orang usia lanjut. Penyakit ini cukup sering mengintai seseorang, terutama
wanita. Ada banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko terkena osteoporosis,
diantaranya peningkatan usia, menopouse, kurang olahraga, kebiasaan merokok dan
minum alkohol, dan juga faktor genetik. Namun pada kebanyakan kasus, osteoporosis
disebabkan oleh hilangnya massa tua karena proses penuaan, sehingga tulang menjadi
lemah dan mudah patah.
B. Saran
Untuk mengurangi resiko terkena osteoporosis, maka kita perlu menjaga pola
hidup sehat sejak dini. Selain itu kita juga harus menghindari mengonsumsi rokok
dan alkohol, olahraga yang teratur, makan makanan yang banyak mengandung serat
dan kalsium, dan juga menjaga berat badan agar tidak terlalu rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Kawiyana, IKS. 2009. Osteoporosis Patogenesis Diagnosis Dan Penanganan Terkini.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/9_dr%20siki.pdf ( 26 September 2012)
Nancy. 2003. Lebih Lengkap Tentang Osteoporosis. Jakarta: Raja Garvindo Persada.
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Vol. 2. Jakarta: EGC, page: 1366
Siswono. 2004. Konsumsi Kalsium Cegah Osteoporosis.
http://www.mediaindo.co.id. ( 26 September 2012)
Syarif, Amir; Estuningtyas, Ari. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gema Baru.
top related