bab ii tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/58316/3/bab ii.pdf · 5 bab ii tinjauan pustaka 2.1 rokok...
Post on 18-Oct-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok Elektronik
2.1.1 Definisi rokok elektronik
Rokok Elektronik adalah produk berdaya listrik dari baterai yang
mengandung nikotin dalam bentuk aerosol (Schoenborn & Gindi, 2015).
Rokok elektronik dikenal dengan berbagai nama, seperti electronic nicotine
delivery systems (ENDS), vapes, mods dan sebagainya. Namun, terkadang
rokok elektronik dapat digunakan sebagai pembawa ganja dan bahan
narkotika lainnya (U.S. Department of Health and Human Services, 2016).
Rokok elektronik terdiri dari berbagai macam bentuk yang
memungkinkan penggunanya untuk menghirup aerosol yang mengandung
nikotin, perasa dan berbagai zat adiktif lainnya. Meskipun memiliki bentuk
yang berbeda-beda, rokok elektronik pada dasarnya dioperasikan dengan
cara yang sama dan biasanya terdiri dari baterai, atomizer (bagian pemanas
dan yang menguapkan nikotin) dan catridge (wadah untuk tempat
cairannya). Beberapa rokok elektronik berbentuk mirip seperti rokok
konvensional atau seperti pipa. Pengguna rokok elektronik akan menghirup
aerosol ke dalam dalam paru paru, begitu juga perokok pasif dari rokok
elektronik.
6
(U.S. Department of Health and Human Services, 2016)
Gambar 2.1
Berbagai bentuk dari rokok elektronik
Cara penggunaan rokok elektronik hampir mirip seperti rokok biasa,
saat pengguna menghisap maka chip di dalam rokok elektronik akan
mengaktifkan baterai untuk mengalirkan energi sehingga cairan berisi
nikotin akan terpanaskan dan menghasilkan asap. Asap tersebut nantinya
akan dihisap oleh pengguna rokok elektronik (Tanuwihardja & Susanto,
2012).
2.1.2 Zat yang terkandung dalam rokok elektronik
U.S.A Food and Drug Administration mengeluarkan daftar tentang
berbagai zat yang membahayakan dan berpotensi berbahaya pada asap
rokok. Zat tersebut berpotensi terhirup, tertelan, dan terserap ke dalam tubuh
yang kemudian berpotensi membahayakan secara langsung atau tidak
langsung pada pengguna ataupun bukan pengguna rokok elektronik.
7
Berikut kandungan zat yang membahayakan dan berpotensi
membahayakan untuk tubuh dalam asap rokok elektronik:
Tabel 2.1 Kandungan dalam asap rokok elektronik
Zat
Kimiawi
Turunan zat
kimiawi
Alat rokok
elektronik; teknik
pengumpulan
asap
Instrumen:
CRM/ISO
standar
Carbonyls Acetaldehyde
Acrolein
Crotonaldehyde
Formaldehyde
KC Automation
5-port linear ; 5
sets of 20 puffs
UPLC-UV;
CRM N°74𝑎
Aromatic
amines
4-Aminobiphenyl
1-
Aminonaphthalene
2-
Aminonaphthalene
Cerulean 20-port
linear; 100 puffs
pr battery
exhaustion
GC-MS;
(Cambridge
filter pad
collection)
Volatile
organic
compounds
Acrylonitrile
Benzene
1,3 Butadiene
Isoprene
Toluene
KC automation 5-
port linear; 100
puffs or battery
exhaustion
GC-MS; CRM
N°70𝑏
Tobacco
spesific
nitrosamine
s
NNK
NNN
KC automation 5-
port linear; 100
puffs or battery
exhaustion
LC-MS/MS;
CRM N°75𝑐
Ammonia Ammonia Cerulean 20 port
linear; 100 puffs
or battery
exhaustion
IC-CD; (2
impingers with
acidic aqueus
solution)
Polyaromati
c
hydrocarbo
ns
Benzo[a]pyrene Cerulean 20 port
linear; 100 puffs
or battery
exhaustion
GC-MS;
(Cambridge
filter pad
collection)
CRM N°58𝑑
/ISO 22634𝑒
Carbon
monoxide
Carbon monoxide Cerulean 20 port
linear; 2 sets of
50 puffs
CO anaylzer
(IR) with
SM450; CRM
N°5𝑓/ISO
8454𝑔 Nicotine Nicotine Cerulean 20 port
linear; 20 puffs
GC with a
flame
ionization
detector (Flora, et al., 2016)
8
Pada pemakaian rokok elektronik, cairan didalamnya akan
dipanaskan lalu berubah menjadi aerosol yang kemudian dihirup oleh
pengguna. Kandungan dalam cairan rokok elektronik adalah glikol dan/atau
gliserin, air, nicotin, perasa, ammonia, arsenic, cadmium, NNK atau 4-
(methylnitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanone dan NNN atau N-
nitrosonornicotine. Sebagian zat yang terkandung dalam cairan rokok
elektronik tersebut ada yang mengalami perubahan bentuk saat mengalami
pemanasan sehingga menjadi aerosol. Kandungan aerosol dari rokok
elektronik seperti yang terlihat pada tabel 2.1 (Flora, et al., 2016).
2.1.3 Bahaya rokok bagi kesehatan otak
Berbagai zat yang terkandung dalam rokok merupakan zat toksik,
karsinogenik dan zat yang dapat menginduksi terjadinya oksidatif stress.
Hal tersebut memberikan dampak buruk hampir disemua organ tubuh dan
meningkatkan resiko terjadinya penyakit kronik. Bagaimanapun juga,
merokok berpengaruh terhadap kesehatan otak dan berpengaruh terhadap
perkembangan otak (U.S. Department of Health and Human Services, 2016).
Konsumsi rokok elektronik dapat mempengaruhi fungsi otak, seperti
memberikan efek penurunan kognitif, penurunan memori, gangguan
suasana hati dan ketergantungan obat pada manusia dan juga hewan coba.
Rokok elektronik dapat menyebabkan kerusakan langsung pada neuron dan
menyebabkan spasme otot dan tremor (Qasim, et al., 2017).
Nikotin yang terkandung dalam rokok elektronik dapat
mempengaruhi fungsi otak, yaitu dapat menyebabkan adiksi dan
9
mengganggu perkembangan otak pada usia anak dan remaja (Qasim, et al.,
2017).
Zat zat berbahaya yang terkandung dalam rokok akan menjadi
radikal bebas ketika masuk dalam tubuh. Radikal bebas tersebut akan
membentuk spesies oksigen yang reaktif (ROS) yang menyebabkan
ketidakseimbangan sel dan molekul kimiawi dalam tubuh. Kondisi tersebut
akan menyebabkan kematian sel (Förstermann, et al., 2017).
2.2 Korteks Prefrontal Otak
2.2.1 Anatomi Korteks Prefrontal Otak
Sistem saraf adalah salah satu dari dua sistem regulatorik utama
tubuh. Sistem endokrin merupakan sistem regulatorik selain sistem saraf.
Sistem saraf pusat yang terdiri dari otak dan medulla spinalis berfungsi
menerima impuls dari neuron aferen. Bagian bagian otak dapat
dikelompokkan menjadi batang otak, serebelum, diensefalon (hipotalamus
dan thalamus) dan serebrum (nucleus basal dan korteks serebrum).
Serebrum membentuk lebih dari 80% berat total otak.
Korteks serebrum merupakan lapisan terluar dari otak yang
menutupi nucleus basal yang merupakan bagian dalamnya. Korteks
serebrum berperan penting dalam berbagai fungsi seperti inisiasi volunter
gerakan, persepsi sensorik akhir, bahasa, kepribadian, pikiran sadar dan
intelektual.
Terdapat empat lobus utama yang terbentuk dari lipatan lipatan
dalam tertentu yang membagi masing masing paruh korteks, yaitu lobus
10
frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis dan lobus oksipitalis. Lobus
frontalis berperan dalam tiga fungsi utama yaitu kemampuan bicara,
aktivitas motorik volunter dan elaborasi pikiran (Sherwood, 2016).
(Snell, 2010)
Gambar 2.2
Lobus Frontalis Otak
Lobus Frontalis adalah seluruh korteks area yang berada di anterior
dari central sulcus. Area disamping central sulcus merupakan area korteks
motorik primer (Brodmann 4) dan pada anterior area tersebut merupakan
area korteks premotor (Brodmann 6). Korteks prefrontal ini terletak pada
lobus frontal, dibagian anterior dari korteks motorik dan korteks premotor
(Akkoc & Ogeturk, 2017).
Korteks prefrontal otak terdiri dari gyrus superior frontal, gyrus
medial frontal dan gyrus inferior frontal. Korteks ini dibagi menjadi tiga
bagian:
1. Lateral Prefrontal Korteks: terdiri dari Brodmann area 8, 9, 10 dan 46.
Diikuti Brodmann area 44, 45, 47. Namun pada beberapa literatur,
Brodmann area 45 dan 47 merupakan ventrolateral prefrontal korteks.
11
Brodmann area 9 dan 46 merupakan dorsolateral prefrontal korteks.
Sementara pada bagian paling anterior dari lobus frontal yaitu area
Brodmann 10 dinamakan rostal atau polar prefrontal korteks
2. Medial Prefrontal Korteks: terdiri dari area Brodmann 8, 9, 10, dan 12
serta area 14, 24, 25 dan 32 yang terletak di anterior girus cingulate.
3. Orbital Prefrontal Korteks (Orbitofrontal cortex): terdiri dari Brodmann
area 11, 12, 13 (Akkoc & Ogeturk, 2017).
2.2.2 Histologi Korteks Prefrontal Otak
Korteks serebrum adalah selubung substansi grisea di bagian luar
otak yang menutupi substansi alba yang merupakan bagian dalam otak.
Substansia grisea terdiri dari badan sel neuron, dendrit dan sel glia.
Substansia grisea juga terdapat anyaman jaringan saraf misalnya tonjolan
akson, dendrit dan glia yang rapat, biasanya disebut neuropil. Substansia
alba tidak mengandung badan neuron tapi terbentuk dari traktus serat saraf
bermielin (akson), ada pula yang tidak bermielin, oligodendrosit, neuroglia
suportif dan pembuluh darah. Selubung mielin tersebut yang menimbulkan
warna putih pada substansia alba.
Neuroglia merupakan sel penunjang di dalam sususan saraf pusat.
Sel ini secara morfologis dan fungsional berbeda dengan neuron karena sel
ini tidak terangsang dan tidak menghantarkan impuls. Ukuran sel neuroglia
lebih kecil dari neuron dan memiliki nucleus yang berwarna gelap. Jenis
neuroglia adalah astrosit, mikroglia, oligodendrosit dan sel ependim
(Eroschenko, 2016).
12
(Snell, 2010)
Gambar 2.3
Tipe sel pada Korteks Serebrum
Korteks serebri terdiri dari beberapa campuran sel saraf, neuroglia,
serabut saraf dan pembuluh darah. Berikut jenis sel sarafnya:
1. Sel Piramidal
Sebagian besar berukuran sepanjang 10-50 μm, namun terdapat satu
jenis sel yang berukuran besar hingga 120 μm yang dinamakan sel Betz.
Sel Betz hanya didapatkan pada girus presentralis motorik lobus
frontalis. Apeks dari sel pyramid berorientasi ke permukaan pia mater.
2. Sel Stellatum
Sering disebut sebagai sel granular karena berukuran kecil dan
poligonal. Sel ini memiliki dendrit yang bercabang multipel dengan
akson yang pendek.
3. Sel Fusiformis
Aksis sel ini berupa vertikal panjang yang menuju permukaan dan
terpusat di lapisan kortikal paling dalam. Dendrit muncul dari masing
13
masing kutub badan sel. Dendrit superfisial naik kearah permukaan
kemudian bercabang di superfisial sedangkan dendrit inferior bercabang
di dalam lapisan yang sama. Akson muncul dibagian inferior badan sel
dan masuk menuju substansia alba.
4. Sel Horizontal Cajal
Merupakan sel paling kecil, fusiformis dan biasanya cenderung
horizontal. Ditemukan di lapisan kortikal yang superfisial. Dendrit
berjalan sejajar dan berkontakan dengan dendrit sel piramidal.
5. Sel Martinotti
Berbentuk multipolar kecil diseluruh tingkat korteks. Dendritnya
pendek, mengarah ke permukaan pia korteks. Akson ini membentuk
bebrapa cabang kolateral yang pendek selama perjalannya (Snell, 2010).
Secara Histologi, korteks serebrum mempunyai 6 lapisan:
(Eroschenko, 2016)
Gambar 2.4
Lapisan pada korteks serebrum
14
1. Lapisan Molekular (Lamina Molebularis)
Merupakan lapisan paling superfisial yang berada dibawah jaringan
ikat halus otak, yaitu pia mater. Bagian ini terutama terdiri dari sel neuroglia
dan sel sel horizontal Cajal.
2. Lapisan Granular Eksterna
Pada lapisan ini mengandung berbagai jenis sel granular (sel non
piramidalis) dan sel pyramid kecil yang berjumlah sedikit. Sel non
piramidalis sebagian besar merupakan neuron inhibitorik GABA,
sedangkan sel piramidalis bersifat eksitatorik dan glutamate sebagai
neurotransmitter.
3. Lapisan Piramidal Eksterna
Pada lapisan ini sebagian besar didominasi oleh sel piramidal
berukuran sedang. Beberapa akson sudah mendapat selubung mielin yang
berfungsi sebagai serabut proyeksi atau disebut juga serabut asosiasi.
Diantaranya terdapat pula sel granular dan sel Martinotti dengan akson
mengarah ke lapisan superfisial.
4. Lapisan Granular Interna
Suatu lapisan tipis yang mengandung sel granula kecil dan beberapa sel
stellata. Lapisan ini merupakan lapisan dengan jumlah sel terbanyak.
5. Lapisan Piramidal Interna
15
Mengandung banyak sel neuroglia, sel Martinotti dan sel pyramid besar.
Lapisan ini merupakan lapisan dengan jumlah sel paling sedikit. Sel Betz
yang merupakan sel terbesar hanya ditemukan di girus presentralis.
6. Lapisan Multiform
Merupakan lapisan terdalam yang berada dekat dengan substansia alba.
Lapisan multiform mengandung campuran sel dengan berbagai bentuk serta
ukuran. Mengandung sel fusiform, sel piramidal dan sel martinotti. Berkas
akson masuk dan keluar melalui substansia alba (Awatara & Wijayanti,
2015).
(University Of Tartu, n.d.)
Gambar 2.5
Lapisan pada korteks serebrum
Pada lobus frontalis, ciri khas area secara histologis adalah tidak
adanya lapisan granuler dan penonjolan sel piramidal.
2.2.3 Fisiologi Korteks Prefrontal Otak
Fungsi utama dari korteks prefrontal adalah untuk merencanakan
dan melakukan tindakan. Informasi dari cortex lain dan struktur subkorteks
16
dikumpulkan, disusun dan dikontrol pada bagian ini yang kemudian
dilakukan perencanaan dan eksekusi dari sebuah tindakan.
Korteks prefrontal memiliki fungsi vital seperti berfikir, membuat
perencanaan, membuat keputusan, memahami kegiatan sosial seperti
peraturan sosial, merasakan empati, dan moralitas (Akkoc & Ogeturk, 2017).
Fungsi Utama dari Broadmann area 46 yang terletak di dorsolateral
korteks prefrontal adalah fungsi memori kerja dan memproses informasi
kognitif. Fungsi memori kerja, yaitu tempat otak secara sementara
menyimpan dan menghasilkan fungsi eksekutif. Fungsi ini memungkinkan
seseorang untuk memutuskan apa yang dilakukan, tidak hanya bereaksi
pada situasi saat itu. Korteks prefrontal memainkan peranan penting dalam
mengingat memori lama dan mengingat kembali memori baru. (Snell, 2010)
Selain itu, bagian dorsolateral korteks prefrontal juga berperan
dalam mengambil sikap fokus dan sigap. Stimulus external yang datang
akan dialihkan sehingga seseorang mampu fokus dan sigap dalam
mengerjakan sesuatu.
Fungsi utama dari area Brodmann 11 yang terletak pada bagian
orbital korteks prefrontal adalah memproses munculnya perasaan emosi dan
martabat seseorang. Brodmann area 47 pada bagian ventrolateral memiliki
fungsi munculnya perasaan empati. Dan juga pada Brodmann area 47
hemisfer kiri berperan dalam menyusun suatu kata.
Brodmann area 14, 24, 25 dan 32 pada bagian medial korteks
prefrontal otak merupakan bagian dari sistem limbik. Sehingga memiliki
17
fungsi yang berkaitan dengan memproses suatu memori. Selain itu, bagian
ini juga memiliki fungsi mengatur kognitif.
Kortkes prefrontal bagian ventrolateral mengatur fungsi formasi
memori episodik yang baru. Memori episodic adalah memori yang
dihasilkan dari suatu pengalaman seseorang (Akkoc & Ogeturk, 2017).
2.3 Hubungan paparan asap rokok terhadap histologi korteks prefrontal otak
2.3.1 Pengaruh radikal bebas terhadap histologi korteks prefrontal otak
Stress oksidatif adalah kondisi terjadinya ketidakseimbangan antara
konsentrasi radikal bebas dalam tubuh dengan jumlah antioksidan yang
berfungsi menanganinya. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan sel karena
sel kurang komperten untuk mengatasi sifat toksik yang dihasilkan oleh
radikal bebas yang berlebih dalam tubuh (Werdhasari, 2014).
(Förstermann, et al., 2017)
Gambar 2.6
Proses stress oksidatif pada perokok
18
Komponen dari rokok berpotensi untuk mengaktifkan NADPH dan
kemudian menstimulisasi terjadinya stress oksidatif. Merokok dapat
memicu aktivasi dari NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide
phosphate) oxidase sehingga meningkatkan kadar superoksida (O2-) dalam
tubuh. Superoksida (O2-) akan bereaksi dengan NO dan menghasilkan
peroksinitrit (ONOO-). Kemudian peroksinitrit (ONOO-) akan
meningkatkan oksidasi BH4 sehingga menimbulkan defisiensi BH4.
Sementara BH4 (pteridin tetrahydrobiopterin) merupakan kofaktor untuk
NOS (Nitric oxide synthase). Lepasnya ikatan pada eNOS menyebabkan
penurunan produksi NO endotel sehingga akan mengakibatkan disfungsi
endotel (Förstermann, et al., 2017).
Nitric Oxide (NO) berperan sebagai pemeliharaan dan regulasi
tekanan pembuluh darah. NO dihasilkan sel endotel, dan pelepasan NO akan
memicu terjadinya relaksasi otot polos vaskular. Penurunan aktivitas eNOS
menyebabkan vasokonstriksi (Astutik, et al., 2014).
Penurunan Nitrit oksida akan menyebabkan vasokonstriksi sehingga
terjadi hipoperfusi cerebral. Hipoperfusi yang terjadi akan menyebabkan
penurunan aliran darah dan penurunan suplai glukosa. Aliran darah yang
turun akan menyebabkan suplai oksigen turun. Glukosa dan oksigen yang
merupakan komponen penting dalam proses metabolisme bila mengalami
penurunan jumlah maka akan menyebabkan disfungsi metabolik. Aktivitas
metabolisme otak tergolong tinggi, maka bila terdapat gangguan
19
metabolisme akan memicu terjadinya kematian sel saraf (Toda & Okamura,
2016).
Nikotin yang terkandung dalam rokok elektrik juga dapat
menyebabkan penurunan nitrit oksida sehingga menimbulkan efek yang
sama seperti kondisi diatas, yaitu kematian sel saraf (nekrosis). Namun,
nikotin dalam fase akut dapat menyebabkan adiksi dengan menstimulasi
reseptor nikotinik asetil kolin (nAchRs) sehingga transmisi dopaminergik
meningkat. Kondisi tersebut akan menstimulasi reward sistem yang
menimbulkan efek peningkatan suasana hati. Konsumsi nikotin jangka
panjang akan menyebabkan neuron GABA mengalami desentisasi dan
menghilangkan efek inhibisi dopamine sehingga timbul efek adiksi (Mishra,
et al., 2015).
Reactive Oxygen Species (ROS) akan menginisiasi terjadinya
peroksidasi lipid. Hasil dari peroksidasi lipid adalah malonic dialdehyde
(MDA) yang memiliki ukuran kecil sehingga mudah menembus DNA.
Kondisi tersebut dapat merusak untai DNA, terutama mitokondria DNA
(mtDNA) sehingga terjadi kerusakan mitokondria dan menumbulkan
penurunan produksi ATP. Proses metabolisme tubuh membutuhkan ATP,
bila terjadi penurunan jumlah maka akan terjadi disfungsi metabolisme yang
akan berakhir menjadi kematian sel.
Protein yang berikatan dengan ROS juga akan memicu terjadinya
oksidasi protein yang akan merusak enzim, transporter dan mengubah
homeostatis kalsium (Ca). Perubahan pada struktur protein membran akan
20
menyebabkan disintegrasi membran dan peningkatan permeabilitas
membran yang pada akhirnya juga dapat memicu kematian sel (Dąbrowska
& Wiczkowski, 2017)
Peningkatan ROS dalam tubuh akan memicu aktifnya jalur c- Jun
N- Terminal Kinases (JNKs). JNKs merupakan bagian dari protein kinase
yang berperan dalam jalur yang melibatkan ekspresi gen, regenerasi,
plastisitas neuron, kematian sel dan regulasi dari penuan sel. Jalur JNKs
teraktivasi melalui sitokin, hormon pertumbuhan dan oksidatif stress (Yarza,
et al., 2016).
Aktifnya jalur JNKs akan meningkatkan fosforilasi Tau pada otak.
Tau banyak terdapat dalam sistem saraf pusat dan perifer. Tau adalah
sebuah protein yang berhubungan dan mengikat sitoskeleton serta lipid.
Protein Tau terikat pada sisi luar dan dalam mikrotubul yang merupakan
bagian dari sitoskeleton. Ikatan Tau dan mikrotubul berfungsi untuk
mengikat dan menstabilkan mikrotubul. Fosforilasi merupakan
penambahan gugus fosfat pada protein. Fosforilasi Tau akibat dari aktifnya
jalur JNKs akan mengubah formasi tau sehingga dapat melepaskan tau dari
mikrotubul (Wiryawan, 2018). Lepasnya ikatan tau dengan mikrotubul akan
menurunkan stabilitas mikrotubul. Kondisi tersebut akan menyebabkan
gangguan pada transpor sinyal neuron (Chang, et al., 2014).
Berbagai kondisi dari efek nikotin dan aktifnya ROS akan memicu
terjadinya penurunan nitrit oksida, peroksidasi lipid, oksidasi protein dan
21
aktifnya jalur JNKs memiliki dampak pada kerusakan sel saraf yang dapat
berakhir pada kematian atau nekrosis sel saraf.
2.3.2 Nekrosis
Setiap sel akan merespon dalam proses untuk mempertahankan
keadaan fisiologis yaitu dengan hipertrofi (bertambahnya ukuran sel),
hyperplasia (bertambahnya jumlah sel), atrofi (berkurangnya ukuran sel)
dan metaplasia (perubahan jenis sel dari satu tipe ke tipe lainnya). Adaptasi
atau stress yang berlebihan dapat menimbulkan jejas pada sel. Dalam
kondisi stress yang dihilangkan maka jejas sel bersifat reversible atau dapat
kembali ke bentuk semula. Namun dalam kondisi stress yang lama dan
memberat maka jejas sel cenderung menjadi irreversible atau tidak dapat
kembali ke bentuk semula hingga mengakibatkan kematian sel.
Kematian sel yang terjadi dapat berupa proses nekrosis dan dapat
pula proses apoptosis. Proses nekrosis dikaitkan dengan keadaan patologis.
Dan proses apoptosis dikaitkan dengan proses fisiologis dimana sel
kematian sel tersebut memang terprogram.
Nekrosis merupakan kematian sel yang ditandai dengan hilangnya
integritas membrane sehingga terjadi bocornya isi sel. Kebocoran tersebut
memicu terjadinya radang yang merupakan upaya untuk memulai proses
perbaikan dan menghilangkan sel yang mati. (Kumar, et al., 2013)
2.3.3 Gambaran nekrosis pada korteks prefrontal otak tikus
Secara makroskopis, gambaran patologi kerusakan otak akan
tampak seperti atrofi otak, perdarahan dan nekrosis. Sedangkan secara
22
mikroskopis, akan tampak gambaran sel yang mengalami nekrosis. Sel
nekrosis otak (neuron) akan ditandai dengan inti yang piknotik (padat dan
angular) dan sitoplasma berwarna lebih eosinofilik. (Kristianingrum, 2016)
(Rahmadhani, 2018)
Gambar 2.7
Gambaran histopatologi sel korteks otak tikus putih
Ket : = Sel nekrosis; ditandai dengan piknotik (penyusutan dan pemadatan inti
sel)
= Sel normal; HE ; 400x
2.4 Tinjauan umum tikus putih jantan
2.4.1 Taksonomi
(Charles River, 2018)
Gambar 2.8
Rattus norvegicus strain wistar
23
Klasifikasi berdasarkan Besselen (2004) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Jenis : Rattus norvegicus
Sebuah galur atau strain pada tikus adalah sebuah kelompok di mana
semua anggota secara genetik identik. Pada tikus ini kondisi tersebut dicapai
melalui perkawinan sedarah. Tikus Wistar albino ini milik spesies Rattus
norvegicus. Jenis galur ini dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906
untuk digunakan dalam biologi dan penelitian medis. Tikus ini merupakan
galur tikus pertama yang dikembangkan sebagai model organisme pada
laboratorium.
Rattus norvegicus memiliki kemampuan adaptasi yang hebat dan
mampu bertahan hidup pada variasi habitat yang luas di lingkungan alami.
Tikus makan selama periode aktivitas sekitar tiga hingga lima kali. Tikus
ini cukup besar, kuat, berwarna keabu-abuan atau kecoklatan dengan bulu
yang kasar dan panjang, berambut jarang dan ekor bersisik. Ekornya lebih
pendek dari kombinasi panjang kepala dan badan (sekitar 80%).
24
Suhu tubuh pada siang hari 35,6-360 C dan meningkat pada malam hari
menjadi 37,8-380 C. Rata-rata lama hidup tikus laboratorium bervariasi
antara 2-4 tahun tergantung dari strain, jenis kelamin, diet, dan kondisi
hidupnya. Tikus mencapai kematangan seksual rata-rata pada usia 2-3 bulan.
Seperti hewan pengerat lainnya, tikus dapat berkembang biak sepanjang
tahun. Tikus betina dapat mencapai berat maksimum 400 gram dan tikus
jantan 800 gram, walaupun berat badan dapat bervariasi sesuai strain
(Alaydrus, 2015).
top related