bab ii tinjauan pustaka 2.1. gangguan...
Post on 06-Mar-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gangguan Jiwa
2.1.1. Definisi
Menurut Townsend (1996) mental illness adalah respon
penyesuaian diri yang tidak sesuai terhadap stressor dari lingkungan
dalam atau luar yang ditunjukkan dengan pola pemikiran, perasaan,
dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma disekitar, budaya
atau kebiasaan yang kemudian mengganggu fungsi sosial, kerja,
dan fisik seseorang. Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000)
merupakan perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan fungsi
jiwa menjadi terganggu kemudian menimbulkan penderitaan dan
menghambat seseorang dalam melaksanakan peran sosial.
Gangguan jiwa atau mental illness adalah kendala yang
harus dihadapi oleh individu karena relasinya dengan orang lain
terhambat karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya
terhadap dirinya sendiri-sendiri (Djamaludin, 2001). Gangguan jiwa
adalah terganggunya cara berpikir (cognitive), keinginan (volition),
emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
2.1.2. Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa
9
Penyebab umum gangguan jiwa menurut Santrock (1999)
dibedakan atas 2 (dua) penyebab, yaitu :
2.1.2.1. Sebab-sebab jasmaniah/biologic
1. Keturunan
Peran yang dianggap sebagai penyebab yang belum jelas,
terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami
gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat didukung dengan situasi
lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
2. Jasmaniah
Kondisi tubuh individu yang berhubungan dengan gangguan
jiwa tertentu, Misalnya yang bertubuh gemuk / endoform
cenderung menderita psikosa manic depresif, sedang yang
kurus/ ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3. Temperamen
Individu yang terlalu sensitif terkadang mempunyai masalah
kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan
mengalami gangguan jiwa.
4. Penyakit dan Cedera Tubuh
Penyakit-penyakit tertentu seperti penyakit jantung, kanker
dan sebagainya bisa saja menyebabkan merasa murung dan
sedih. Cedera atau cacat tubuh tertentu juga dapat
menyebabkan rasa rendah diri.
2.1.2.2. Sebab Psikologis
10
Berbagai macam pengalaman frustasi, kegagalan dan
keberhasilan yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan
sifat untuk selanjutnya. Kehidupan manusia dapat dibagi atas 7
masa dan dalam keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya
gangguan jiwa.
1. Masa bayi
Masa bayi menjelang usia 0-2 tahun, dasar perkembangan
yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi dan pada
masa ini. Kasih sayang dan cinta dari seorang ibu akan
memberikan rasa hangat dan aman bagi bayi dan dikemudian
hari akan menjadikan pribadi yang hangat, terbuka dan
bersahabat. Sebaliknya, apabila sikap seorang ibu dingin, acuh
tak acuh bahkan menolak maka dikemudian hari akan
berkembang menjadi pribadi yang bersifat menolak dan
menentang lingkungan. Sebaiknya apabila dilakukan dengan
tenang, hangat yang akan memberi rasa aman dan terlindungi,
sebaliknya, pemberian yang kaku, keras dan tergesa-gesa maka
akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan.
2. Masa anak pra sekolah (antara 2 sampai 7 tahun)
Di usia ini sosialisasi sudah mulai dijalankan dan telah
tumbuh disiplin dan otoritas. Penolakan orang tua pada masa ini
yang mendalam maupun ringan akan menimbulkan rasa tidak
11
aman sehingga ia akan mengembangkan cara penyesuaian
yang salah, ia mungkin akan nurut, menarik diri atau malah
menentang dan memberontak. Anak yang tidak mendapat kasih
sayang dari orang tua tidak akan disiplin karena tidak ada
panutan, pertengkaran dan keributan yang membingungkan
sehingga menimbulkan rasa cemas serta rasa tidak aman. Hal-
hal tersebut merupakan dasar yang kuat untuk menimbulkan
tuntutan tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak
dikemudian hari.
3. Masa Anak sekolah
Masa ini ditandai dengan pertumbuhan fisik dan intelektual
yang pesat. Pada masa ini anak mulai memperluas lingkungan
pergaulannya. Keluar dari batasan keluarga. Kekurangan atau
cacat fisik dapat menimbulkan maladaptive. Lingkungan sangat
berpengaruh dalam hal ini anak mungkin menjadi rendah diri
atau sebaliknya dapat melakukan kompensasi yang positif atau
kompensasi negatif. Sekolah merupakan tempat yang baik untuk
seorang anak mengembangkan kemampuan bersosialisasi dan
memperluas pergaulannya, menguji kemampuan, dituntut
berprestasi, mengekang atau memaksakan kehendaknya
meskipun tak disukai oleh si anak.
4. Masa Remaja
12
Pada masa ini akan terjadi perubahan-perubahan
fisik/jasmaniah misalnya timbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri
diri kewanitaan atau kelaki-lakian) Sedangkan secara kejiwaan,
pada masa ini terjadi pergolakan- pergolakan hebat. Pada masa
ini juga seorang remaja mulai dewasa mencoba kemampuannya,
di suatu pihak ia merasa sudah dewasa (hak-hak seperti orang
dewasa), sedangkan di lain hal ia masih belum sanggup dan
belum ingin menerima tanggung jawab atas semua
perbuatannya. Menentang terhadap otoritas, senang
berkelompok serta idealis merupakan sifat-sifat yang sering
terlihat. Lingkungan yang baik dan penuh pengertian akan
sangat membantu menunjang proses kematangan kepribadian di
usia remaja.
5. Masa Dewasa muda
Individu yang telah melalui masa-masa sebelumnya dengan
aman dan bahagia akan memiliki kesanggupan dan kepercayaan
diri. Umumnya ia akan berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan
pada masa ini. Sebaliknya seseorang yang mengalami banyak
gangguan pada masa sebelumnya, apabila mengalami masalah
pada masa ini mungkin akan mengalami gangguan jiwa.
6. Masa dewasa tua
13
Yang menjadi patokan pada masa ini aka tercapai apabila
status pekerjaan dan sosial seseorang sudah mantap. Sebagian
individu berpendapat perubahan ini sebagai masalah ringan
seperti rendah diri, pesimis. Keluhan jiwa berat misalnya murung,
kesedihan mendalam diikuti kegelisahan yang hebat bahkan
berusaha bunuh diri.
7. Masa Tua
Terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan pada
masa ini yaitu : berkurangnya daya tanggap, daya ingat, daya
belajar, kemampuan fisik dan kemampuan sosial ekonomi yang
menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering
mengakibatkan terjadinya kesalah pahaman orang tua terhadap
orang di sekitarnya, berperasaan merasa diasingkan karena
kehilangan teman sebaya, terbatas bergerak dapat menimbulkan
kesulitan emosional yang cukup hebat.
2.1.2.3. Sebab Sosio Kultural
Kebudayaan secara teknis merupakan ide atau tingkah
laku yang dapat dilihat dan tidak terlihat. Budaya bukan
merupakan faktor penyebab langsung yang menimbulkan
gangguan jiwa, biasanya terbatas menentukan “warna” gejala-
gejala. Disamping mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian individu misalnya melalui aturan-
aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut.
14
Menurut Santrock (1999) beberapa faktor kebudayaan
tersebut :
1. Cara-cara membesarkan anak
Membesarkan anak dengan cara yang kaku dan otoriter akan
menyebabkan hubungan orang tua anak menjadi kaku dan tidak
hangat. Anak-anak setelah dewasa akan bersifat sangat agresif
atau pendiam dan tidak suka bergaul atau justru menjadi penurut
yang berlebihan.
2. Sistem Nilai
Sistem nilai moral dan etika yang berbeda antara
kebudayaan yang satu dengan budaya yang lain, antara masa
lalu dengan sekarang sering menimbulkan masalah-masalah
kejiwaan. Begitu pula perbedaan moral yang diajarkan di rumah
atau di sekolah dengan yang di terapkan di masyarakat sehari-
hari.
3. Kepincangan antar keinginan dengan kenyataan yang ada
Iklan-iklan di radio, televisi, surat kabar, film dan lain-lain
menimbulkan bayangan-bayangan yang menyilaukan tentang
kehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup
sehari-hari. Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang mencoba
mengatasinya dengan khayalan atau melakukan sesuatu yang
dapat merugikan masyarakat.
4. Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi
15
Dalam masyarakat modern kebutuhan dan persaingan makin
meningkat dan semakin ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil-
hasil teknologi modern. Hal tersebut memicu orang untuk bekerja
lebih keras agar dapat memilikinya. Jumlah orang yang ingin
bekerja lebih besar dari kebutuhan sehingga pengangguran
meningkat, demikian pula urbanisasi meningkat, mengakibatkan
upah menjadi rendah. Gaji yang rendah, perumahan yang buruk,
waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangat terbatas
dan sebagainya merupakan sebagian faktor penyebab yang
mengakibatkan perkembangan kepribadian yang tidak normal.
5. Perpindahan kesatuan keluarga
Untuk seorang anak yang sedang mengembangkan
kepribadiannya, perubahan-perubahan lingkungan baik dari segi
budaya dan pergaulannya akan sangat mengganggu.
6. Masalah golongan minoritas
Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan minoritas
dari lingkungan dapat menjadi pemicu pemberontakan yang
selanjutnya akan tampak dalam bentuk sikap acuh atau
melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang banyak.
2.1.3. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah
sebagai berikut :
16
1. Ketegangan (tension), merasa putus asa dan tampak
murung, gelisah, cemas, melakukan perbuatan-perbuatan
yang terpaksa (convulsive), histeris, merasa lemah, tidak
mampu mencapai tujuan, takut, berpikiran buruk.
2. Gangguan kognisi pada persepsi: sering berpransangka
bahwa ada sesuatu bisikan yang memerintah untuk
membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah,
padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara
tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri
seseorang sebagai bentuk kecemasan yang berat untuk
dirasakan. Hal ini disebut halusinasi, klien bisa mendengar
sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang
sebenarnya menurut orang lain hal tersebut tidak ada.
3. Gangguan kemauan: klien memiliki kemauan yang lemah
(abulia) sulit untuk memutuskan sesuatu atau memulai
tingkah laku, susah bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri
sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
4. Gangguan emosi: klien merasa senang dan gembira yang
berlebihan. Klien merasa sebagai orang penting, sebagai
raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung karno tetapi di lain
waktu ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya
(depresi) bahkan berpikir untuk mengakhiri hidupnya.
17
5. Gangguan psikomotor : Hiperaktivitas yaitu ditandai dengan
melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas genting
berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan
apa-apa yang tidak diperintah atau menentang apa yang
disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan
aneh. (Yosep, 2007).
2.1.4. Penanganan Gangguan Jiwa
Ada 4 (empat) cara untuk menangani orang yang mengalami
gangguan jiwa, yaitu :
2.1.4.1. Terapi Psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah terapi dengan
menggunakan obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf
Pusat (SSP) dan memiliki pengaruh utama terhadap aktivitas mental
dan perilaku, biasanya digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik
yang member pengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari,
2001).
Psikofarmaka atau obat psikotropik dibagi ke dalam
beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis yang juga dikenal
sebagai neuroleptik, anti-depresi atau antidepresan, anti-mania, anti-
ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif.
Transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika juga
termasuk obat psikotropik (Hawari, 2001).
2.1.4.2. Terapi Somatic
18
Terapi somatic hanya dilakukan pada gejala yang
ditimbulkan akibat adanya gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak
dapat mengganggu system tubuh lain. Salah satu bentuk terapi ini
adalah Electro Convulsive Therapy (ECT). ECT merupakan jenis
pengobatan somatik yang menggunakan arus listrik ke otak melalui
elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup
menimbulkan kejang secara mendadak, dan melalui itu diharapkan
efek yang terapeutik dapat tercapai. Cara kerja ECT sebenarnya
tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan
perubahan-perubahan reaksi kimia di otak (Peningkatan kadar
norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan atau
anti-depresi. (Townsend,1996;Daulima, 2006).
2.1.4.3. Terapi Modalitas
Terapi ini merupakan berbagai pendekatan penanganan
klien gangguan jiwa yang bermacam-macam, tujuan dari terapi ini
adalah untuk mengubah perilaku seseorang yang mengalami
gangguan jiwa dengan perilaku maladaptive menjadi adaptif. Terapi
modalitas adalah suatu cara penyembuhan yang digunakan
bersamaan dengan pengobatan berbasis obat dan tindakan
pembedahan sebagai upaya pemenuhan pelayanan secara
keseluruhan.
Menurut Perko & Kreigh (1988) terapi modalitas adalah :
19
1. Tehnik terapi yang menggunakan pendekatan secara
spesifik
2. Sistem terapi yang keberhasilannya tergantung pada
komunikasi atau feedback antara pasien dan yang
memberikan terapi
3. Terapi yang diberikan dalam upaya mengubah perilaku
maladaptive menjadi perilaku adaptive.
2.1.4.4. Rehabilitasi Pasien Jiwa
Rehabilitasi merupakan segala bentuk tindakan fisik,
penyesuaian psikososial dan latihan vokasional sebagai usaha untuk
memperoleh fungsi dan penyesuaian diri yang optimal serta
mempersiapkan klien secara fisik, mental, sosial dan vokasional
untuk kehidupan yang penuh dan sesuai dengan kemampuannya
(Nasution, 2006).
Tujuan rehabilitasi klien gangguan jiwa dalam psikiatri yaitu
untuk mencapai perbaikan fisik dan jiwa sebesar-besarnya,
penyaluran dalam pekerjaan dengan kapasitas maksimal dan
penyesuaian diri dalam hubungan perseorangan dan lingkungan
sehingga dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat yang mandiri
dan bermanfaat.
1. Upaya Rehabilitasi
20
Upaya rehabilitasi menurut Nasution (2006) terdiri dari 3 (tiga)
tahap yaitu ;
a) Tahap Persiapan
Orientasi, selama tahap orientasi klien memerlukan dan akan
mencari bimbingan seorang yang professional. Perawat
menolong klien untuk mengenali dan memahami masalahnya
dan menentukan apa yang diperlukannya.
Identifikasi, perawat akan mengidentifikasi dan mengkaji
perasaan klien serta membantu klien sesuai dengan penyakit
yang ia rasakan sebagai sebuah pengalaman dan memberi
orientasi positif akan perasaan dan kepribadiannya serta
memenuhi setiap kebutuhan yang diperlukan.
b) Tahap Pelaksanaan
Pada fase ini klien menerima secara penuh nilai-nilai
yang ditawarkan kepadanya melalui sebuah hubungan
(Relationship). Tujuan baru yang akan dicapai melalui usaha
personal dapat diproyeksikan, dipindah dari perawat ke klien
ketika klien menunda rasa puasnya untuk mencapai bentuk
baru dari apa yang dirumuskan.
c) Tahap Pengawasan
Tahap pengawasan perawat melakukan resolusi.
Tujuan baru dimunculkan dan secara bertahap tujuan lama
21
dihilangkan. Ini adalah proses dimana klien membebaskan
dirinya dari ketergantungan terhadap orang lain.
2. Jenis kegiatan rehabilitasi
Abroms dalam Stuart (2006) menekankan 4 keterampilan
penting psikososial pada klien gangguan jiwa yaitu:
a) Orientation
Orientation merupakan pencapaian tingkat orientasi dan
kesadaran terhadap kenyataan yang lebih baik. Orientasi yang
dimaksud berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman
klien terhadap waktu, tempat atau maksud dan tujuan,
sedangkan untuk menguatkan kesadaran dapat dilakukan
melalui interaksi dan aktifitas semua klien.
b) Assertion
Assertion merupakan tingkat kemampuan dalam
mengekspresikan perasaan setiap klien dengan tepat. Hal
tersebut dilakukan dengan cara memotivasi klien untuk
mengekspresikan diri secara efektif dengan tingkah laku yang
dapat diterima masyarakat melalui kelompok pelatihan asertif,
kelompok klien dengan kemampuan fungsional yang rendah
atau kelompok interaksi klien.
c) Accuption
Accuption adalah kemampuan klien untuk percaya diri
dan berprestasi melalui keterampilan membuat kerajinan
22
tangan. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan aktifitas
klien dalam bentuk kegiatan sederhana seperti teka- teki,
mengembangkan keterampilan fisik seperti menyulam,
membuat bunga, melukis dan meningkatkan manfaat interaksi
sosial.
d) Recreation
Recreation adalah kemampuan menggunakan dan
membuat aktifitas yang menyenangkan dan relaksasi. Hal ini
memberikan kesempatan pada klien untuk mengikuti
bermacam reaksi dan membantu klien menerapkan
keterampilan yang telah ia pelajari seperti: orientasi asertif,
interaksi sosial, ketangkasan fisik. Contoh aktifitas relaksasi
seperti permainan kartu, menebak kata dan jalan-jalan,
memelihara binatang, memelihara tanaman, sosio- drama,
bermain musik dan lain-lain.
2.1.4.5. Fungsi, Tugas dan Peran Keluarga
Yang dimaksud keluarga adalah terdiri atas dua orang atau
lebih yang kemudian disatukan melalui ikatan kebersamaan, ikatan
emosional dan yang menentukan diri mereka sebagai bagian dari
keluarga (Marilynn M. Friedman, 1998).
a). Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga (Friedman, 1998), terdapat lima fungsi keluarga:
23
1. The Affective Function merupakan fungsi dasar yang bertujuan
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan setiap
anggota keluarga untuk membangun relasi dengan orang lain.
Fungsi ini diperlukan untuk perkembangan seseorang dan jiwa
sosial seluruh anggota keluarga.
2. The Sociation Function merupakan suatu proses perkembangan
dan perubahan yang dilalui setiap orang yang menghasilkan
interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan
sekitarnya. Sosialisasi dimulai oleh individu sejak lahir. Manfaat
dari fungsi ini adalah untuk membina sosialisasi pada anak,
membentuk norma-norma tingkah laku berdasarkan tingkat
perkembangan anak yang kemudian hari akan meneruskan nilai-
nilai budaya keluarga.
3. The Reproduction Function merupakan fungsi yang berguna
untuk mempertahankan penerus dan menjaga kelangsungan
keluarga.
4. The Economic Function yaitu keluarga yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat
untuk mengembangkan kemampuan seseorang meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. The Health Care Function, fungsi keluarga adalah
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar
24
tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan
menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.
b). Tugas Keluarga
Menurut Friedman (2010), tugas keluarga dalam mengatasi
masalah-masalah kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan dalam keluarga
contohnya : keluarga mengetahui pengertian, tanda dan gejala
serta penyebab dari masalah kesehatan yang dialami anggota
keluarga.
2. Keluarga mampu mengambil keputusan mengenai tindakan yang
tepat dalam mengatasi masalah kesehatan yang diderita oleh
anggota keluarganya. Misalnya, membawa anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa ke tenaga kesehatan atau
rumah sakit jiwa.
3. Keluarga mengetahui sejauh mana kemampuan dalam merawat
anggota keluarga yang sakit.
4. Mengetahui kemampuan keluarga dalam memodifikasi
lingkungan, yang perlu dikaji. Misalnya, pengetahuan keluarga
tentang sumber-sumber yang dimiliki keluarga dalam
memodifikasi lingkungan.
5. Mengetahui kemampuan keluarga menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan yang ada dimasyarakat, yang perlu dikaji
25
adalah pengetahuan keluarga tentang fasilitas keberadaan
pelayanan kesehatan yang digunakan sesuai dan berdasarkan
jenis penyakit yang diderita, pemahaman keluarga tentang
manfaat fasilitas kesehatan yang ada dimasyarakat, tingkat
kepercayaan keluarga terhadap fasilitas pelayanan kesehatan,
apakah keluarga pernah mempunyai pengalaman yang kurang
tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dimasyarakat.
c). Peran Keluarga
Peran keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa :
1. Keluarga perlu memperlakukan penderita gangguan jiwa dengan
sikap yang bisa membubuhkan dan mendukung tumbuhnya
harapan dan optimisme. Harapan dan optimisme akan menjadi
penggerak pemulihan dari masalah kesehatan terkhususnya
gangguan jiwa. Harapan merupakan pendorong proses
pemulihan, salah satu faktor penting dalam pemulihan adalah
keluarga, saudara dan teman yang percaya bahwa seorang
penderita gangguan jiwa bisa pulih dan kembali hidup
bermanfaat dimasyarakat. Mereka bisa memberikan harapan,
semangat dan dukungan sumber daya yang diperlukan untuk
untuk proses pemulihan. Melalui dukungan yang terciptanya
lewat jaringan persaudaraan dan pertemanan, maka penderita
gangguan jiwa bisa mengubah hidupnya dari keadaan kurang
26
sehat dan tidak sejahtera menjadi kehidupan yang lebih
sejahtera dan mempunyai peran dimasyarakat. Hal tersebut
akan mendorong kemampuan penderita gangguan jiwa mampu
hidup mandiri, mempunyai peranan dan berpartisipasi
dimasyarakatnya. Harapan dan optimisme akan menjadi motor
penggerak pemulihan dari gangguan jiwa. Di lain pihak, kata-
kata yang menghina, memandang rendah dan menumbuhkan
pesimisme akan bersifat melemahkan proses pemulihan (Setiadi,
2014).
2. Peran keluarga diharapkan dalam perawatan klien gangguan
jiwa adalah dalam pemberian obat, pengawasan minum obat
dan meminimalkan ekspressi keluarga. Keluarga merupakan unit
paling dekat dengan klien dengan klien dan merupakan “perawat
utama” bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan
cara atau perawatan yang diperlukan klien, keberhasilan perawat
dirumah sakit akan sia-sia jika kemudian mengakibatkan klien
harus dirawat kembali dirumah sakit (Keliat 1996, dalam Made
Ruspawan dkk, 2011)
3. Peran keluarga mengontrol ekspresi emosi keluarga, seperti
mengkritik dan bermusuhan dapat mengakibatkan tekanan pada
klien (Andri, 2008), pendapat serupa juga diungkapan oleh David
(2003) yang menyatakan bahwa kekacauan dan dinamika
27
keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan
kekambuhan (Made Ruspawan dkk, 2011).
4. Peran keluarga sebagai upaya pencegah kekambuhan.
Kepedulian ini diwujudkan dengan cara meningkatkan fungsi
afektif yang dilakukan dengan memotivasi, menjadi pendengar
yang baik, membuat senang, memberi kesempatan rekreasi,
memberi tanggung jawab dan kewajiban peran dari keluarga
sebagai pemberi asuhan (Wuryaningsih dkk, 2013).
top related