bab ii tinjauan pustaka 2.1. penelitian terdahuludigilib.unila.ac.id/7912/3/bab 2.pdf · model...
Post on 01-May-2019
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terhadap faktor-faktor fundamental, khususnya terhadap rasio-rasio
keuangan telah banyak dilakukan. Rasio-rasio tersebut banyak dikaitkan dengan
kemampuan melakukan prediksi serta untuk pengambilan keputusan. Studi mengenai
hubungan rasio keuangan dengan saham dipelopori oleh O’Connor (1973) yang
melakukan penelitian tentang manfaat rasio keuangan ketika beberapa laporan
keuangan yang terpilih digunakan untuk memprediksi return saham di pasar modal
New York. O’Connor menemukan bahwa prediksi return saham dengan rasio
keuangan terpilih untuk masa tiga tahun berbeda, yaitu lebih rendah dibandingkan
dengan serangkaian rasio keuangan untuk masa lima tahun. Pemilihan ini didasarkan
pada seleksi stepwise yaitu seleksi dengan menentukan set terbaik dalam bentuk
model prediksi melalui regresi berganda. Walaupun hasilnya menunjukkan perbedaan
set, namun rasio keuangan tersebut tetap mempunyai manfaat dalam memprediksi
return saham.
2
Penelitian lain yang menguji rasio-rasio keuangan telah dilakukan oleh Ou dan
Penman (1989). Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menaksir nilai perusahaan
dengan menggunakan laporan keuangan. Mereka menguji manfaat rasio keuangan
dalam memprediksi keuntungan saham dengan menggunakan logit regression model
dan menyeleksi 68 rasio keuangan untuk periode tahun 1965 sampai dengan tahun
1972 dan 18 rasio keuangan untuk periode tahun 1983 sampai dengan tahun 1977
yang signifikan digunakan dalam memprediksi keuntungan saham. Hasil yang
diperoleh adalah bahwa rasio keuangan mengandung informasi fundamental yang
tidak tercermin dalam harga saham.
Tahun 2001 penelitian terhadap harga saham dilakukan Anastasia mengenai faktor
fundamental dan risiko sistematik yang mempengaruhi harga saham. Penelitian
dilakukan pada 13 perusahaan dari 33 perusahaan properti yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dengan periode tahun 1996 sampai tahun 2001. Model analisa yang
digunakan adalah regresi linier berganda dengan melakukan uji F dan uji t terhadap
faktor-faktor fundamental (return on assets, return on equity, book value, payout
ratio, required rate of return dan debt to equity ratio) serta risiko sistematik (beta)
perusahaan properti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor fundamental dan risiko sistematik secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap harga saham, namun pola
hubungannya lemah, karena R square yang diperoleh hanya sebesar 0,303 dan Adj. R
square 0,244. Secara parsial hanya variabel book value yang berpengaruh secara
3
signifikan pada alpha 5% terhadap harga saham. Hasil yang sama ditemukan oleh
Dwi (2003) untuk industri chemical, yaitu bahwa rasio price book value secara parsial
berpengaruh signifikan pada alpha 5% untuk periode tahun 2000 sampai dengan
2003, dan operating profit margin secara parsial juga berpengaruh signifikan untuk
periode yang sama.
Penelitian lain dilakukan oleh Tuasikal (2002) terhadap 95 perusahaan manufaktur
dan nonmanufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 1996 dan
1997. Model analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Hasilnya
menunjukkkan bahwa pada perusahaan nonmanufaktur, rasio keuangan yang terdiri
dari rasio likuiditas, leverage, profitabilitas, aktivitas dan pasar modal tidak
bermanfaat dalam memprediksi return saham.
Hasil ini berbeda dengan temuan Takarini dan Eni (2000) yang menemukan bahwa
sebagian rasio keuangan berpengaruh signifikan dengan alpha 5% terhadap
perubahan laba untuk 1 tahun yang akan datang. Leverage Ratio berpengaruh secara
negatif, sedangkan rasio likuiditas dan profitabilitas berpengaruh secara positif.
Peneliti lain yang menggunakan faktor fundamental dan risiko sistematik dalam
memprediksi tingkat keuntungan saham adalah Limbong (2006), pada sektor
perbankan dengan menggunakan variabel rasio keuangan CAMEL (Capital, Assets,
Management, Earning, Liquidity). Sampel penelitian yang diambil 17 perusahaan
4
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode pengamatan tahun
2002 sampai 2004.
Model analisis yang digunakan adalah regresi logistik. Hasil penelitian yang
diperoleh adalah bahwa faktor fundamental dan risiko sistematik secara serempak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat keuntungan saham perbankan di Bursa Efek
Indonesia. Sedangkan secara parsial, faktor fundamental yang terdiri dari return on
risk asset, net profit margin, dan loan to debt ratio yang berpengaruh signifikan
terhadap tingkat keuntungan saham perbankan di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian terdahulu yang dilakukan Nasution (2006), pada sektor properti dengan
menggunakan faktor fundamental yang terdiri dari beberapa variabel rasio keuangan
dan faktor teknikal berupa volume perdagangan serta indeks harga saham. Sampel
penelitian yang diambil 16 perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dengan periode pengamatan tahun 2001 sampai 2003. Model analisis yang
digunakan adalah regresi linier berganda.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa faktor fundamental dan teknikal secara
serempak berpengaruh signifikan terhadap harga saham properti di Bursa Efek
Indonesia. Sedangkan secara parsial, faktor fundamental yang terdiri dari leverage
ratio, operating profit margin, price book value dan volume perdangangan serta
indeks harga saham (sebagai faktor teknikal) yang berpengaruh signifikan terhadap
5
harga saham properti di Bursa Efek Indonesia. Penelitian terdahulu terangkum dalam
Tabel 2.1 berikut ini
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama Judul Metode
Analisa Hasil Penelitian
Njo Anastasia
(2001)
Analisis Faktor
Fun-damental dan
Risiko Sistematik
Terhadap Harga
Saham Properti Di
BEJ (Jurnal
Akuntansi dan
Keuangan,
Universitas Kristen
Petra)
Regresi
Linier
Berganda
Faktor fundamental dan
risiko sistematik secara
serempak berpengaruh
terhadap harga saham
properti di Bursa Efek
Indonesia. Secara
parsial hanya book
value yang berpengaruh
terhadap harga saham
properti di Bursa Efek
Indonesia.
Askam Tuasikal
(2002)
Penggunaan Infor-
masi Akuntansi
untuk Memprediksi
Return Saham
(Jurnal Riset
Akuntansi
Indonesia)
Regresi
Linier
Berganda
Pada perusahaan non-
manufaktur, rasio
keuangan yang terdiri
dari rasio likuiditas,
leverage, pro-fitabilitas,
aktivitas dan pasar
modal tidak bermanfaat
dalam memprediksi
return saham.
Albed Eko
Limbong (2006)
Analisis Faktor
Fun-damental dan
Risiko Sistematis
Terhadap Tingkat
Keuntungan Saham
Perbankan di Bursa
Efek Indonesia
(Tesis, Universitas
Sumatera Utara,
Medan)
Regresi
Logistik
Faktor fundamental dan
risiko sistematik secara
serempak berpengaruh
terhadap tingkat
keuntungan saham
perbankan di Bursa
Efek Indonesia.
Sedangkan secara
parsial, faktor
fundamental RORA,
NPM, dan LDR yang
berpengaruh signifikan
terhadap tingkat
keuntungan saham
6
perbankan di Bursa
Efek Indonesia.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama Judul Metode
Analisa Hasil Penelitian
Annio Indah
Lestari Nasution
(2006)
Pengaruh Faktor
Fun-damental dan
Teknikal Terhadap
Harga Saham
Properti Yang Ter-
daftar Di Bursa
Efek Indonesia
Regresi
Linier
Berganda
Faktor fundamental dan
teknikal secara
serempak berpengaruh
signifikan terhadap
harga saham properti di
Bursa Efek Indonesia.
Sedangkan secara
parsial, faktor
fundamental leverage
ratio, operating profit
margin, price book
value dan volume per-
dangangan serta indeks
harga saham yang
berpengaruh signifikan
terhadap harga saham
properti di Bursa Efek
Indonesia.
2.2. Faktor Fundamental
Secara umum terdapat 2 pendekatan yang sering digunakan oleh investor untuk
menganalisis dan menilai saham di pasar modal, yaitu analisis fundamental dan
analisis teknikal (Bodie et al, 2005). Analisis fundamental adalah studi tentang
ekonomi, industri, dan kondisi perusahaan untuk memperhitungkan nilai perusahaan.
Analisa fundamental menitik beratkan pada data-data kunci dalam laporan keuangan
7
perusahaan untuk memperhitungkan apakah harga saham sudah diapresiasi secara
akurat. Tujuan analisis fundamental adalah untuk menentukan apakah nilai saham
berada pada posisi underpriced atau overpriced. Saham dikatakan underpriced
bilamana harga saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang
seharusnya (nilai intrinsik), dan saham dikatakan overpriced apabila harga saham di
pasar saham lebih besar dari nilai intrinsiknya.
Menurut Francis (1988),
“In preparing their estimate of security’s value, fundamental analysts study
the basic financial and economic facts about the company that issues the
security. They study the level and trend of the firm’s sales and earnings, the
quality of the firm’s products, the firm’s competitive position in the markets
where its products are sold, the firm’s labor relations, the firm’s sources of
raw materials. The government rules that apply to the firm, and many other
factors that may affect the value of the firm’s common stock”.
Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa untuk memperkirakan harga saham dapat
digunakan analisis fundamental yang menganalisa kondisi keuangan dan ekonomi
perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Analisanya dapat meliputi trend
penjualan dan keuntungan perusahaan, kualitas produk, posisi persaingan perusahaan
di pasar, hubungan kerja pihak perusahaan dengan karyawan, sumber bahan mentah,
peraturan-peraturan perusahaan dan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi
nilai saham perusahaan tersebut.
Analisis fundamental berlandaskan atas kepercayaan bahwa nilai suatu saham sangat
dipengaruhi oleh kinerja perusahaan yang menerbitkan saham tersebut (Murtanto dan
8
Harkivent, 2000). Kinerja keuangan perusahaan dituangkan dalam bentuk laporan
keuangan dan diukur dengan alat ukur dalam bentuk rasio.
Menurut Jones (2004), faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi nilai intrinsik
saham dapat berasal dari dalam perusahaan, industri maupun keadaan perekonomian
makro. Framework dari analisis fundamental yang digambarkan Jones, terlihat pada
Gambar 2.1 sebagai berikut:
Secara umum untuk menganalisa perusahaan dengan menggunakan analisa
fundamental terdiri dari 3 langkah yaitu:
1. Menghitung kondisi ekonomi secara keseluruhan
Kondisi ekonomi dipelajari untuk memperhitungkan jika kondisi ekonomi
secara keseluruhan baik untuk pasar saham. Apakah tingkat inflasi tinggi atau
rendah? Apakah suku bunga naik atau turun? Apakah konsumen yakin atau
ragu-ragu dalam mengeluarkan uang? Apakah neraca perdagangan untung
atau rugi? Apakah supply uang naik atau turun? Ini adalah sebagian
pertanyaan seorang fundamental analis menanyakan untuk memperhitungkan
apakah kondisi ekonomi secara keseluruhan baik untuk pasar saham.
2. Menghitung kondisi industri secara keseluruhan
Kondisi industri merupakan suatu kondisi di industri mana perusahaan berada,
yang secara langsung dapat mempengaruhi masa depan perusahaan tersebut.
Bahkan saham yang paling baik pun dapat menghasilkan pengembalian yang
pas-pasan jika mereka berada dalam industri yang sedang payah (mengalami
9
resesi). Biasanya saham yang lemah dalam industri yang kuat lebih disukai
daripada saham yang kuat dalam industri yang lemah.
3. Menghitung kondisi perusahaan
Setelah melihat dari sisi ekonomi dan industri kita perlu memperhitungkan
kesehatan keuangan sebuah perusahaan. Jika sebuah perusahaan yang telah
kita analisa secara ekonomi dan industri itu baik, tapi kita tidak
memperhitungkan kondisi perusahaan tersebut maka akan sia-sia lah semua
analisa fundamental yang kita lakukan. Karena pasar saham adalah pasar
ekspektasi dimana semua pemegang saham mengharapkan perusahaannya
selalu menghasilkan laba, yang pada akhirnya laba ini akan di bagikan kepada
pemegang saham yang kita kenal dengan istilah dividen.
Walaupun tidak semua pemegang saham tidak mengharapkan pembagian dividen,
karena pada dasarnya keuntungan yang diperoleh dari permainan saham ini bukan
hanya dividend, tetapi ada juga yang di sebut dengan capital gain yaitu keuntungan
yang diperoleh dari fluktuasi harga saham yang biasanya diharapkan oleh investor
yang memiliki time horizon yang pendek.
Menghitung kondisi perusahaan biasanya dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio
keuangan. Rasio keuangan secara garis besar di bagi dalam 5 kelompok dasar, yaitu :
liquidity, leverage, profitability, activity, dan market valuation (Weston; Copeland,
1992). Sejumlah rasio yang tak terbatas banyaknya dapat dihitung, akan tetapi dalam
10
prakteknya cukup digunakan beberapa jenis rasio saja, disesuaikan dengan kebutuhan
analisis.
Analisis fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang
efektifitas dan efisiensi perusahaan dalam mencapai sasarannya (Stoner et al. 1995).
Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi
dalam empat kelompok, yaitu rasio likuiditas, aktivitas, hutang, dan profitabilitas
(Gitman, 2003). Dengan analisis tersebut, para analis mencoba memperkirakan harga
saham di masa yang akan datang dengan memperkirakan faktor-faktor fundamental
yang mempengaruhi harga saham.
Umumnya faktor fundamental yang diteliti untuk memprediksi harga saham adalah
nilai intrinsik, nilai pasar, Return on Total Assets (ROA), Return on Equity (ROE),
Price Book Value (PBV), Debt to Equity Ratio (DER), Dividend Earning, Price
Earning Ratio (PER), Earning Per Share (EPS), Book Value (BV), Dividend Payout
Ratio (DPR), Dividend Yield, dan likuiditas saham.
2.3. Hubungan Antara Rasio Keuangan Dengan Harga Saham
Tujuan pelaporan keuangan mempunyai cakupan yang luas agar memenuhi berbagai
kebutuhan para pemakai dan melayani kepentingan umum dari berbagai pemakai
yang potensial, bukan hanya untuk kebutuhan kelompok tertentu saja. Dari laporan
keuangan yang diterbitkan, setelah dianalisis akan bisa diperoleh rasio keuangan yang
berguna untuk mengungkapkan kekuatan dan kelemahan relatif suatu perusahaan,
11
serta untuk menunjukkan apakah posisi keuangan perusahaan membaik atau
memburuk selama periode tertentu. Hal ini akan membantu bagi investor dan kreditor
dalam menilai ketidakpastian penerimaan dividen dan bunga di masa yang akan
datang (Jogiyanto, 1998). Dengan kata lain, tujuan ini mengasumsikan bahwa
investor menginginkan informasi tentang hasil dan risiko dari investasi yang
dilakukannya.
Analisis fundamental berupa rasio keuangan berupaya mengidentifikasi kinerja
perusahaan melalui analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk
dapat memprediksi harga saham di masa yang akan datang (Husnan, Suad, 1998).
Dari rasio keuangan yang diperoleh, maka manajemen perusahaan yang bersangkutan
maupun investor akan dapat menilai kinerja perusahaan dan melakukan penilaian
terhadap harga saham perusahaan, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat
dan sesuai dengan kebutuhan.
Sebagai contoh adalah rasio return on assets (ROA), jika hasil analisis diperoleh
ROA yang cukup tinggi, maka dapat diasumsikan bahwa perusahaan tersebut
beroperasi secara efektif. Hal ini merupakan daya tarik bagi investor yang
mengakibatkan nilai saham perusahaan yang bersangkutan naik, dan diminati oleh
banyak investor, sehingga harga saham perusahaan akan naik.
2.4. Rasio Keuangan
12
Kinerja keuangan emiten berpengaruh terhadap kinerja pasar modal. Dalam hal ini
kinerja keuangan emiten mempengaruhi permintaan dan penawaran investor terhadap
saham suatu perusahaan. Para pemegang saham merupakan pemilik perusahaan
sehingga sangat berkepentingan terhadap jalannya perusahaan, kinerja perusahaan
dan pengembangan usaha perusahaan. Pemegang saham menginginkan dana yang
diinvestasikan menghasilkan keuntungan. Akan tetapi pemegang saham tidak dapat
langsung terlibat dalam pengelolaan perusahaan, sehingga tidak dapat memonitor
secara langsung kegiatan perusahaan. Oleh karena itu pihak investor membutuhkan
informasi keuangan suatu perusahaan sebagai pedoman pengambilan keputusan
apakah mereka akan melakukan investasi pada perusahaan tersebut. Dalam
menentukan apakah seorang investor akan melakukan transaksi di pasar modal, maka
ia akan mendasarkan keputusannya pada berbagai informasi yang dimilikinya,
termasuk diantaranya informasi akuntansi.
Informasi akuntansi merupakan sumber informasi intern bagi investor atau
masyarakat yang didapat dari laporan keuangan suatu perusahaan. Menurut Munawir
(1998: 4) menyatakan bahwa para investor berkepentingan pada laporan keuangan
suatu perusahaan dalam rangka penentuan kebijaksanaan penanaman modalnya,
apakah perusahaan mempunyai prospek yang cukup baik dan akan diperoleh
keuntungan atau rate of return yang cukup baik. Jadi dalam mengambil keputusan
investasi, para investor harus memutuskan untuk membeli atau menjual sekuritas
berdasarkan analisis laporan keuangan.
13
Selanjutnya Penman (2000) mengemukakan bahwa laporan keuangan dalam bentuk
dasar seperti neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas masih belum bisa
memberi manfaat maksimal terhadap penggunanya sebelum pengguna tersebut
mengolahnya lebih lanjut dalam bentuk analisa laporan keuangan seperti rasio-rasio
keuangan.
Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos
dengan pos laporan keuangan lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan
berarti. Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan
hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya, dengan penyederhanaan ini maka
dapat diperoleh informasi dan penilaian kinerja perusahaan. Manfaat sebenarnya dari
setiap rasio keuangan ditentukan oleh tujuan spesifik analisis. Helfert (1991),
menyatakan bahwa rasio-rasio keuangan bukan merupakan kriteria yang mutlak,
karena pada kenyataannya analisis rasio keuangan hanya merupakan titik awal dalam
analisis kinerja perusahaan.
Analisis rasio keuangan tersebut tidak memberikan banyak jawaban yang diperlukan,
kecuali hanya memberikan rambu-rambu tentang apa yang seharusnya diharapkan.
Weston dan Brigham (1990) mengakui bahwa rasio keuangan selain dapat
menghasilkan informasi yang bermanfaat sehubungan dengan operasi dan kondisi
keuangan perusahaan, juga mempunyai keterbatasan yang menuntut kehati-hatian dan
pertimbangan. Sebagian keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut :
14
a. Banyak perusahaan besar mengoperasikan beberapa divisi yang berbeda pada
industri yang sangat berlainan dan dalam keadaan seperti itu sangat sulit
untuk mendapatkan angka rata-rata industri yang bisa digunakan sebagai
bahan pembanding yang tepat.
b. Inflasi menyebabkan distorsi besar pada neraca. Nilai yang tercatat di neraca
seringkali berbeda dari nilai yang sebenarnya. Lebih jauh lagi karena inflasi
c. Adanya perusahaan yang menggunakan teknik window dressing dimana
teknik ini digunakan oleh perusahaan untuk membuat laporan keuangan
terlihat lebih baik dari keadaan yang sesungguhnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat keragaman
pemaknaan mengenai urgensi analisis rasio keuangan dalam praktek bisnis dan
ekonomi mulai dari yang menginginkan rasio keuangan tersebut dijadikan sebagai
indikator fundamental perusahaan, hingga yang beranggapan masih adanya
keterbatasan dari rasio keuangan tersebut. Kenyataannya, dalam praktek bisnis yang
ada sekarang masih mengaplikasikan analisis rasio ini sebagai salah satu model
analisis keuangan, meskipun relevansinya tentu saja bersifat sangat subjektif,
tergantung kepada tujuan dan kepentingan masing-masing analis.
Rasio keuangan yang dipakai dalam menilai kinerja suatu perusahaan menurut
Weston dan Copeland (2006: 244) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Rasio-Rasio Keuangan Perusahaan
No. Rasio Keuangan Jenis-jenis Rasio
1 Likuidity Ratio Current Ratio (CR)
15
Quick Ratio/Acid Test Ratio (QR)
Cash Ratio (CR)
2 Leverage Ratio Debt Ratio (DR)
Debt to Equity Ratio (DER)
Times Interest Earned (TIE)
Fixed Charge Coverage (FCC)
3 Activity Ratio Inventory Turnover (IT)
Average Collection Period (ACP)
Working Capital Turnover (WCT)
Fixed Assets Turnover (FAT)
Total Assets Turnover (TAT)
4 Profitability Ratio Gross Profit Margin (GPM)
Operating Profit Margin (OPM)
Net Profit Margin (NPM)
Basic Earning Power (BEP)
Return on Assets (ROA)
Return on Equity (ROE)
5 Market Valuation Ratio Price to Earnings Ratio (PER)
Earning Per Share (EPS)
Market to Book Ratio (MBR)
Book Value (BV)
Sumber: Weston dan Copeland (2006: 244)
Rasio keuangan yang akan digunakan untuk memprediksi harga saham adalah, Return
on Assets, Return on Equity, Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio, Earning Per
Share dan Book Value.
16
2.4.1 Return on Assets (ROA)
Aktiva suatu perusahaan didanai oleh pemegang saham dan kreditor, sehingga aktiva
tersebut akan menjadi modal kerja bagi perusahaan dalam melakukan usahanya.
Sedangkan hasil usaha perusahaan dinyatakan dalam bentuk laba bersih atau Net
Income After Tax (NIAT). Return on Assets (ROA) merupakan rasio antara laba
bersih setelah pajak (NIAT) terhadap total assets. ROA mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba bersih setelah pajak dari total asset yang
digunakan untuk operasional perusahaan (Gitman, 2003).
Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam
memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan
demikian, semakin tinggi ROA menunjukkan semakin efektif kinerja perusahaan. Hal
ini akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan tersebut dan
menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang diminati oleh banyak
investor karena tingkat pengembaliannya akan semakin besar (Ang, 1997). Minat
yang besar dari investor berdampak terhadap kenaikan harga saham perusahaan di
Pasar Modal. Dengan kata lain ROA akan berpengaruh terhadap harga saham
perusahaan.
Dari hasil penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa ROA berpengaruh positif
terhadap harga saham. Hasil ini membuktikan bahwa dalam membuat keputusan
investasi saham, investor masih mempertimbangkan ROA. Secara matematis ROA
dapat dirumuskan sebagai berikut :
17
NIAT
ROA = -------------------
Total Aset
2.4.2. Return on Equity (ROE)
Rasio ini sering disebut juga dengan return on net worth merupakan rasio
profitabilitas yang menunjukkan rasio antara laba setelah pajak atau earning after tax
(EAT) terhadap total modal sendiri (equity) yang berasal dari setoran modal pemilik,
laba tak dibagi dan cadangan lain yang dikumpulkan oleh perusahaan. Rasio ini
memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri (equity) secara
efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik
modal sendiri atau pemegang saham. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin
efisien perusahaan dalam menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau
keuntungan bersih. ROE digunakan untuk mengukur tingkat kembalian perusahaan
atau efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan ekuitas (shareholders’ equity) yang dimiliki oleh perusahaan. ROE
diformulasikan sebagai berikut :
EAT
ROE = -------------------
Total Equty
Earning After Tax (EAT) merupakan pendapatan bersih sesudah pajak, sedangkan total
equity merupakan total ekuitas (modal pemilik) yang terdapat pada perusahaan tersebut
pada periode akhir tahun.
18
Keterkaitan antara return on equity (ROE) dengan harga saham dikemukakan oleh
Higgins (1990: 59) menjelaskan bahwa adanya hubungan yang positif antara ROE dan
harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku (book value) saham
perusahaan. Jadi antara ROE dengan harga saham mempunyai hubungan positif, dimana
ROE yang tinggi cenderung meningkatkan harga saham.
2.4.3. Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio debt to equity ratio (DER) digunakan untuk mengukur tingkat leverage
(penggunaan hutang) terhadap total ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini
diukur dengan cara membandingkan antara debts terhadap total equity. Debt ratio
yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan, karena
tingkat hutang semakin tinggi, yang berarti beban bunga akan semakin besar sehingga
dapat mengurangi keuntungan. Sebaliknya, tingkat debt ratio yang kecil
menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena menyebabkan tingkat pengembalian
yang semakin tinggi (Ang, 1997: 18.34-18.35).
Semakin tinggi DER menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan
terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan semakin berat. Tentunya hal ini akan
mengurangi hak pemegang saham (dalam bentuk dividen), hal ini menyebabkan
berkurangnya minat investor terhadap saham perusahaan karena tingkat
pengembaliannya semakin kecil. Dengan kata lain, DER berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan.
19
Kinerja perusahaan tentunya juga berpengaruh pada daya tarik saham yang
ditawarkan di Pasar Modal. Semakin baik kinerja perusahaan, maka daya tarik saham
perusahaan tersebut semakin tinggi, karena saham tersebut memberikan prospek yang
menjanjikan keuntungan. Jika permintaan investor terhadap saham perusahaan cukup
besar, maka dapat berpengaruh terhadap peningkatan harga saham. Oleh sebab itu
dapat dikatakan bahwa DER berpengaruh negatif terhadap harga saham perusahaan.
Secara matematis DER dapat diformulasikan sebagai berikut:
Total Debt
DER = -------------------
Total Equty
2.4.4. Price Earning Ratio (PER)
Rasio ini merupakan perbandingan harga saham dengan laba per saham. Investor
dalam pasar modal yang sudah maju menggunakan price earning ratio (PER) untuk
mengukur apakah suatu saham underpriced atau overpriced. PER menjadi ukuran
penting yang menjadi landasan pertimbangan investor dalam membeli atau menjual
saham suatu perusahaan. PER diformulasikan secara matematis sebagai berikut :
Stock Price
PER = ---------------------------
Earning Per Share
Stock price merupakan harga pasar suatu saham. Harga wajar (fairly priced) bagi
suatu saham adalah sebesar nilai intrinsiknya. Earning per share (EPS) merupakan
besarnya dividen yang dibayar perusahaan. Bila seorang analis memperkirakan EPS
20
dan rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio), maka secara implisit ia telah
memperkirakan dividen. Hal umum yang sering dilakukan adalah menjadikan PER
sebagai pembanding untuk menilai prospek pertumbuhan laba suatu perusahaan.
Artinya, pertumbuhan laba suatu perusahaan dinilai tinggi jika PER perusahaan
tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan PER perusahaan lain dalam
industri yang sejenis. Bagi investor yang ingin membeli saham suatu perusahaan,
semakin kecil PER suatu saham akan semakin baik karena harga saham tersebut
murah.
2.4.5. Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar
keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per saham.
Semakin tinggi nilai EPS dapat diartikan bahwa semakin besar pula laba yang
disediakan untuk pemegang saham. EPS dihitung dengan formula:
Net Income After Tax
EPS = ---------------------------
Total Share
2.4.6. Book Value (BV)
Book Value (BV) atau nilai buku saham adalah rasio yang menggambarkan
perbandingan total modal (equity) terhadap jumlah saham. Book value dapat dihitung
dengan formula berikut :
21
Total Equty
BV = ---------------------------
Total Share
Total Equity dapat dihitung dari selisih total aktiva (total assets) dengan total hutang
(total debt). Total Share merupakan jumlah saham yang beredar di pasar. Book Value
digunakan untuk melihat harga suatu securitas apakah overpriced atau underpriced.
2.5. Harga Pasar Saham (Market Price)
Market Price merupakan harga pada pasar riil, dan merupakan harga yang paling
mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang
berlangsung atau jika pasar sudah tutup, maka harga pasar adalah harga
penutupannya atau closing price (Anoraga dan Pakarti, 2006). Harga ini terjadi
setelah saham tersebut dicatatkan di bursa, baik bursa utama maupun over the counter
market (OTC). Transaksi di sini sudah tidak lagi melibatkan emiten dan penjamin
emisi. Harga pasar ini merupakan harga jual dari investor yang satu dengan investor
yang lain, dan disebut sebagai harga di pasar sekunder. Harga pasar inilah yang
menyatakan naik-turunnya suatu saham dan setiap hari diumumkan di surat-surat
kabar atau media-media lainnya.
Informasi dari rasio keuangan yeng mengindikasikan profitabilitas dan tingkat risiko
perusahaan akan direspon oleh investor, baik secara positif maupun negatif, sehingga
mempengaruhi permintaan dan penawaran saham perusahaan. Hal ini tentunya akan
mempengaruhi harga saham perusahaan di pasar bursa.
22
Chen, Roll dan Ross (1996) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mendasari
perubahan harga saham, seperti kegiatan industri, tingkat inflasi, perbedaan antara
tingkat bunga jangka pendek dan jangka panjang, dan perbedaan antara tingkat
keuntungan obligasi yang beresiko tinggi dan rendah.
Harga saham suatu perusahaan atau kelompok industri tertentu pada saat penutupan
sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Kepekaan suatu industri terhadap pasar
berbeda-beda yang mengindifikasikan bahwa antara industri yang satu dengan yang
lain memiliki risiko yang berbeda, demikian pula tingkat profitabilitas, peluang
berkembang dan prospek masa depannya. Perbedaan harga saham antara perusahaan
yang tumbuh dan tidak tumbuh sesuai dengan satu dasar pembentukan harga saham,
yang diyakini bahwa harga saham terjadi karena adanya aliran laba atau kas masa
mendatang yang dinilai sekarang (Foster, 1986).
Reaksi pasar terhadap laporan keuangan yang informasinya dipublikasikan,
mempengaruhi harga saham dan volume transaksi saham perusahaan yang
bersangkutan. Jika publikasi tersebut mengandung informasi positif, maka investor
diharapkan akan bereaksi positif pada saat informasi tersebut diterima pasar.
Sebaliknya apabila publikasi mengandung informasi negatif, maka investor juga akan
bereaksi secara negatif. Dengan demikian reaksi pasar akan tercermin dengan adanya
perubahan harga dan volume transaksi saham perusahaan yang bersangkutan dan
diukur dengan menggunakan harga saham pada saat penutupan (closing price).
23
2.6. Risiko Sistematik
Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan
return yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan perbedaannya, maka akan
semakin besar pula risiko investasi tersebut. Ada beberapa sumber risiko yang bisa
mempengaruhi besarnya risiko suatu investasi. Sumber-sumber tersebut antara lain
adalah, risiko suku bunga, risiko pasar, risiko inflasi, risiko bisnis, risiko finansial,
risiko likuiditas, risiko nilai tukar mata uang dan risiko negara (Tandelilin, 2001).
Di samping berbagai sumber risiko di atas, dalam manajemen investasi modern
dikenal juga pembagian risiko total investasi ke dalam dua jenis risiko, yaitu : risiko
nonsistematik dan risiko sistematik. Risiko nonsistematik disebut juga sebagai risiko
spesifik, yaitu risiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan.
Dalam manajemen portofolio disebutkan bahwa risiko nonsistematik dapat
diminimalkan dengan melakukan diversifikasi investasi. Risiko sistematik merupakan
risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan.
Risiko sistematik tidak dapat diminimalkan dengan diversifikasi. Perubahan pasar
akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi (Brigham, 2001).
Menurut Jones (2004),
“Systematic risk as is shown in part two on portfolio management an investor
can construct a diversified portfolio and eliminate part of the total risk. The
diversiviable or non market part. What is left is the diversiviable portion or
the market risk variability in a securities total return that is directly
associated with overall movements in the general market or economy”.
24
Risiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio yang relatif terhadap risiko
pasar dapat diukur dengan beta saham. Beta suatu sekuritas adalah kuantitatif yang
mengukur sensitivitas keuntungan dari suatu sekuritas dalam merespon pergerakan
keuntungan pasar. Semakin tinggi tingkat beta, semakin tinggi risiko sistematik yang
tidak dapat dihilangkan karena diversifikasi. Untuk menghitung Beta digunakan
teknik regresi, yaitu mengestimasi Beta suatu sekuritas dengan menggunakan return-
return sekuritas sebagai variabel terikat dan return-return pasar sebagai variabel
bebas.
Dalam penilaian saham, terdapat beberapa model teoritis yang dapat digunakan
terkait dengan analisis fundamental dan analisis teknikal. Namun secara sederhana
variabilitas harga saham tergantung pada earning dan deviden suatu perusahaan
seperti yang dinyatakan Fuller and Farrell (1987), “key determinant of security price
is expectations concerning the firm’s earning and dividends and their associated
risk”.
Model yang dikembangkan adalah pendekatan Gordon yaitu Devidend Discount
Model (DDM) yang constant growth. Faktor-faktor tersebut sebagai variabel bebas
yang didasarkan pada pemikiran bahwa faktor tersebut menggambarkan risiko dan
return yang akan diterima para pemodal atas investasinya pada saham. Rumus yang
digunakan untuk mencari risiko sistematik (Beta) adalah sebagai berikut:
IHSG t – IHSG t-1
Rm = --------------------------- IHSG t-1
25
Pi t – Pi t-1 + Di t
Ri = --------------------------- Pi t-1
Dimana:
Rm = Return market
IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan tahun t
IHSGt-1= Indeks Harga Saham Gabungan tahun t-1
Pi t = Harga Saham i tahun t
Pi t-1 = Harga Saham i tahun t-1
Di = Deviden saham i
Ri = Return saham i
(n ΣRm * Ri – ΣRm ΣRi )
Beta = ---------------------------
(n ΣRm 2 – (ΣRm ) 2 )
top related