bab ii tinjauan pustaka 2.1 tinjauan mutakhirerepo.unud.ac.id/17463/3/1104405031-3-bab ii.pdf · dg...
Post on 28-Apr-2018
216 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir
Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya, yaitu mengenai Analisis Hubung Singkat Pada
Penyulang Bangli Dengan Beroperasinya PLTS Kayubihi. Referensi yang dipilih
dan digunakan sebagai acuan dari penelitian ini merupakan penelitian yang
membahas tentang analisis hubung singkat pada penyulang Abang serta
pengaturan waktu kerja rele arus lebih untuk memproteksi jaringan distribusi.
Referensi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian
serupa dan penelitian terkait. Adapun beberapa tinjuan mutakhir dari referensi
tersebut yakni : penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman Endy Triatmaja dengan
judul Analisis Hubung Singkat Pada Penyulang Bangli Dengan Beroperasinya
PLTS Kayubihi. Penelitian ini menggunakan metode yang digunakan yaitu
dengan simulasi sistem menggunakan software ETAP (Electrical Transient
Analyzer Programme). Didapatkan hasil Dengan melakukan simulasi, didapatkan
selisih hubung singkat dan waktu kerja rele tanpa PLTS dan dengan PLTS.
Penelitian lain yang dilakukan oleh ZamZami dengan judul Studi Hubung
Singkat Satu Fasa Ke Tanah Akibat Masuknya Distributed Generation Pada
Sistem Distribusi Tenaga Listrik 20KV. Menggunakan metode yang digunakan
yaitu dengan simulasi sistem menggunakan software EDSA (Electrical
Distribution and Transmission System Analysis). Didapat hasil besar arus hubung
singkat satu fasa ke tanah yang dihasilkan dari sebelum dan sesudah masuknya
distributed generation berbeda yang dimana nilai dari besar arus hubung singkat
setelah masuknya distributed generation lebih besar dari sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Irfan Affandi dengan judul Analisa Setting
Relai Arus Lebih dan Relai Gangguan Tanah Pada Penyulang Sadewa di GI
Cawang. Mengunakan metode Dilakukan perhitungan arus gangguan hubung
singkat 3 fasa, 2 fasa, dan 1 fasa ke tanah. Dari hasil perhitungan dilihat bahwa
5
6
besar arus gangguan hubung singkat dipengaruhi oleh jarak titik gangguan,
semakin jauh jarak titik gangguan maka semakin kecil arus hubung singkat, begitu
pula sebaliknya. Didapatkan selisih waktu kerja relai di penyulang dengan waktu
kerja relai di incoming. Dapat disimpulkan bahwa setting OCR-GFR yang ada
dilapangan dalam kondisi baik. Didapat hasil Besar arus hubung singkat satu fasa
ke tanah yang dihasilkan dari sebelum dan sesudah masuknya distributed
generation berbeda yang dimana nilai dari besar arus hubung singkat setelah
masuknya distributed generation lebih besar dari sebelumnya.
Pada tugas akhir ini dilakukan analisa gangguan hubung singkat pada
penyulang Abang dengan beroperasinya PLTS Karangasem. Jenis gangguan
hubung singkat yang akan digunakan adalah gangguan hubung singkat 3 fasa
karena memiliki nilai arus gangguan yang tertinggi. Di desa Kubu, Karangasem
terdapat PLTS berkapasitas 1 MW yang terhubung pada jaringan distribusi PLN.
Tersambungnya energi listrik dari PLTS menuju jaringan distribusi
mengakibatkan peningkatan nilai arus hubung singkat, sehingga diperlukan
pengaturan ulang sistem proteksi untuk mengamankan jaringan tersebut. Rele arus
lebih digunakan untuk memproteksi jaringan dari arus hubung singkat yang
melebihi nilai setting arusnya.
2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Distributed Generation (DG) merupakan suatu pembangkit listrik dimana
peralatan - peralatan yang digunakan dalam pembangkit tersebut lebih kecil
dibandingkan dengan pembangkit pada umumnya yang sudah beroperasi yang
dihubungkan langsung dengan jaringan distribusi. Pembangkit ini berkapasitas
antara 50 kW sampai dengan 100MW serta tergolong pembangkit yang ramah
lingkungan. Penempatan dari DG berbeda dengan pembangkit konvensional yang
letaknya terpusat di suatu tempat sedangkan penempatan DG dapat berada di
beberapa titik sesuai dengan kebutuhan.
7
Pada umumnya DG cenderung mengarah kepada
teknologi energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga angin, tenaga panas
bumi, sel surya dan pembangkit dari energi terbarukan lainnya. Di sisi lain
teknologi ini cenderung digunakan sebagai sistem back-up (cadangan) dari
jaringan listrik normal. Teknologi ini juga dapat digunakan sebagai sumber energi
utama di pulau yang terisolasi. DG mempunyai kelebihan dan juga kekurangan.
Adapun kelebihan menggunakan sistem DG:
1. Terhindar dari kerugian pada jaringan transmisi dan distribusi.
2. Sumber energi yang digunakan menggunakan energi terbarukan
3. Memungkinkan untuk penggunaan 1 fasa dan 3 fasa.
4. Memperbaiki kualitas daya pada sistem distribusi
Adapun kerugian menggunakan sistem DG adalah sebagai berikut (Mohmoud,
2010):
1. Sistem distribusi konvensional membutuhkan perlindungan yang memadai
untuk mengakomodasi pertukaran daya.
2. Sinyal untuk pengiriman sumber daya menjadi sangat rumit
3. Biaya investasi yang dikeluarkan terlalu mahal.
4. Meningkatkan nilai arus hubung singkat pada sistem
Terdapat berbagai versi tentang penjelasan DG diantaranya Institute of
Electrical and Electronics Engineers (IEEE), mendefinisikan Distributed
Generation sebagai pembangkitan energi listrik yang dilakukan oleh peralatan
Gambar 2.1 Contoh penggunaan DG berupa pembangkit
listrik tenaga surya
(Sumber : PLTS 1MW, Kubu, Karangasem
8
yang lebih kecil dari pembangkit listrik pusat sehingga memungkinkan terjadi
interkoneksi di hampir semua titik pada sistem tenaga listrik. Sedangkan
International Energy Agency (IEA), mendefinisikan Distributed Generation
sebagai unit pembangkit daya listrik pada sisi konsumen dan menyuplai daya
listrik langsung ke jaringan distribusi lokal.
Perkembangan teknologi DG terus berkembang dengan memfaatkan
pembangkit listrik skala kecil (mikrohidro) yang dikelola oleh pihak PLN atau
swasta (Independent Power Producer). Sejak tahun 2002, teknologi DG di
Indonesia dikenal sebagai “Pembangkit Listrik Skala Kecil Tersebar” seperti
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2002.
2.3 Gambaran Umum Saluran Tegangan Menengah (STM)
Berdasarkan UU ketenagalistrikan No 30 tahun 2009 dikatakan bahwa
Saluran Tegangan Menengah (STM) merupakan jaringan utama sebagai upaya
untuk menghindarkan rugi-rugi penyaluran (losses) dimana persyaratan tegangan
sesuai dengan UU harus dipenuhi oleh PT PLN Persero selaku pemegang Kuasa
Usaha Utama tersebut.
Dalam pembangunan dari Saluran Tegangan Menengah, terdapat beberapa
hal yang wajib dipenuhi untuk keamanan ketenagalistrikan, termasuk di dalamnya
adalah jarak aman minimal antara fasa dengan lingkungan, dan antara fasa dengan
tanah. Jaringan tegangan menengah biasanya menggunakan penghantar saluran
udara tanpa isolasi, kabel udara pilin (twisted) tegangan menengah, atau kabel
bawah tanah tegangan menengah (Sulasno, 1993).
2.3.1 Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)
Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) merupakan salah satu
konstruksi saluran udara yang memiliki fungsi untuk penyaluran energi listrik.
Konstruksi ini merupakan yang paling banyak digunakan dimana memiliki ciri-
ciri penggunaan kawat penghantar telanjang yang ditopang dengan isolator pada
tiang besi atau beton. Penggunaan penghantar telanjang, dengan sendirinya harus
memperhatikan faktor yang terkait dengan keselamatan ketenagalistrikan, seperti
9
jarak aman minimum yang harus dipenuhi penghantar bertegangan 20 KV
tersebut antar fasa, dengan bangunan, dengan tanaman, dengan jangkauan
manusia ( Bawan, 2012 ). Pada umumnya kawat penghantar yang digunakan
adalah penghantar berisolasi setengah AAAC-S (half insulated single core).
Penggunaan penghantar ini tidak menjamin keamanan terhadap tegangan sentuh
yang dipersyaratkan akan tetapi untuk mengurangi resiko gangguan sementara
khususnya akibat sentuhan tanaman ( Sulasno, 1993 ).
2.4 Gangguan Pada Jaringan Distribusi
Gangguan adalah suatu ketidaknormalan (interferes) dalam sistem tenaga
listrik yang mengakibatkan mengalirnya arus yang tidak seimbang dalam sistem
tiga fasa. Gangguan dapat juga didefinisikan sebagai semua kecacatan yang
mengganggu aliran normal arus ke beban (Mardensyah, 2008).
Berikut merupakan definisi gangguan hubung singkat dan gangguan hubung
singkat 3 fasa.
2.4.1 Gangguan Hubung Singkat
Dalam proteksi sistem tenaga listrik, sangat penting untuk mengetahui
distribusi arus dan tegangan di berbagai tempat sebagai akibat timbulnya
gangguan. Karakteristik kerja rele proteksi dipengaruhi oleh besaran energi yang
dimonitor oleh rele sewperti arus dan tegangan. Dengan mengetahui distribusi
arus dan tegangan di berbagai tempat maka seseorang insinyur proteksi dapat
menentukan setelan (setting) untuk rele proteksi dan rating dari pemutus tenaga
/circuit breaker (CB) yang akan digunakan (Mardensyah, 2008).
Secara umum gangguan hubung singkat dapat dikatakan suatu gangguan
yang terjadi akibat adanya kesalahan antara bagian-bagian yang bertegangan.
Gangguan hubung singkat dapat terjadi akibat adanya isolasi yang tembus atau
rusak karena tidak tahan terhadap tegangan lebih, baik yang berasal dari dalam
maupun yang berasal dari luar (akibat sambaran petir). Berdasarkan pemaparan
tersebut gangguan hubung singkat dapat diartikan sebagai suatu keadaan pada
10
sistem dimana penghantar yang berarus terhubung dengan penghantar lain atau
dengan tanah sehingga menimbulkan arus hubung singkat( Zamzami, 2010 ).
Gangguan yang mengakibatkan hubung singkat dapat menimbulkan arus
yang jauh lebih besar dari pada arus normal. Bila gangguan hubung singkat
dibiarkan berlangsung dalam kurun waktu panjang maka banyak pengaruh-
pengaruh yang tidak diinginkan yang dapat terjadi misalnya (Stevenson, 1982) :
a. Berkurangnya batas-batas kestabilan untuk sistem daya.
b. Rusaknya perlengkapan yang berada dekat dengan gangguan yang
disebabkan oleh arus tak seimbang, atau tegangan rendah yang
ditimbulkan oleh hubung singkat.
c. Ledakan-ledakan yang mungkin terjadi pada peralatan yang mengandung
minyak isolasi sewaktu terjadinya suatu hubung singkat
d. Timbulnya kebakaran membahayakan orang yang menanganinya dan
merusak peralatan–peralatan yang lain.
e. Terpecah-pecahnya keseluruhan daerah pelayanan sistem daya itu oleh
suatu rentetan tindakan pengamanan yang diambil oleh sitem–sistem
pengamanan yang berbeda–beda, kejadian ini di kenal sebagai
“cascading”.
Perhitungan hubung singkat adalah suatu analisa kelakuan suatu sistem
tenaga listrik pada keadaan gangguan hubung singkat, dimana dengan cara ini
diperoleh nilai besaran-besaran listrik yang dihasilkan sebagai akibat gangguan
hubung singkat tersebut. Analisa gangguan hubung singkat diperlukan untuk
mempelajari sistem tenaga listrik baik waktu perencanaan maupun setelah
beroperasi kelak. Analisa hubung singkat digunakan untuk menentukan
pengaturan rele proteksi yang digunakan untuk melindungi sistem tersebut dari
kemungkinan adanya gangguan tersebut.
Tujuan dari perhitungan gangguan hubung singkat adalah untuk
menghitung arus maksimum dan minimum gangguan, dan tegangan pada lokasi
yang berbeda dari sistem tenaga untuk jenis gangguan yang berbeda sehingga
11
rancangan pengaman, rele dan pemutus yang tepat bisa dipilih untuk melindungi
sistem dari kondisi yang tidak normal dalam waktu yang singkat ( Cekdin, 2012 ).
Kegunaan dari analisis gangguan hubung singkat antara lain adalah
(Weedy, 1998 ):
a. Menentukan arus maksimum dan minimum hubung singkat tiga-fasa.
b. Untuk menentukan arus gangguan.
c. Penyelidikan operasi rele-rele proteksi.
d. Menentukan kapasitas pemutus daya.
e. Untuk menentukan distribusi arus gangguan dan tingkat tegangan busbar
selama gangguan.
2.4.2 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa
Gangguan tiga fasa disebabkan oleh putusnya salah satu kawat fasa yang
letaknya paling atas pada transmisi atau distribusi dengan konfigurasi kawat antar
fasanya disusun secara vertikal. Kemungkinan lain adalah akibat pohon yang
cukup tinggi berayun sewaktu tertiup angin kencang sehingga menyentuh ketiga
kawat fasa transmisi atau distribusi. Arus gangguan hubung singkat harus
diamankan dengan cepat setelah gangguan terjadi, untuk itu dibutuhkan alat
pengaman yaitu PMT yang kapasitasnya ditentukan berdasarkan ata gangguan
hubung singkat tiga fasa pada lokasi gangguan (Masykur,2005).
Gambar 2.2 menunjukkan rangkaian ekivalen hubung singkat tiga fasa.
Gambar 2.2 Rangkaian gangguan tiga fasa
( Sumber : Sulasno, 1993 )
Dari gambar 2.2, dapat dilihat bahwa arus maupun tegangan dalam
keadaan gangguan tidak mengandung unsur urutan nol atau impedansi netral.
Zn
Z
Z Z
12
Oleh sebab itu, pada hubung singkat tiga fasa sistem pentanahan netral tidak
berpengaruh terhadap besarnya arus hubung singkat.
Dengan demikian:
Ia = Ib = Ic = 0 ......................................................................... (2.1)
Va – Vb =0 ; Va – Vc = 0 dan Vb – Vc = 0
Dengan kata lain, Va = Vb = Vc .......................................................................... (2.2)
Persamaan urutan tegangan pada gangguan hubung singkat tiga fasa dapat
ditentukan dengan persamaan:
Va0 = (Va + Vb + Vc) = Va .................................................... (2.3)
Va1 = (Va + αVb + α2Vc) ....................................................... (2.4)
Va2 = (Va + α2Vb + αVc) ....................................................... (2.5)
Persamaan arus yang tidak seimbang memiliki bentuk yang sama dengan
persamaan tegangan. Arus pada setiap fasa dapat dipresentasikan sebagai:
Ia = Ia1 + Ia2 + Ia0 .................................................................... (2.6)
Ib = Ib1 + Ib2 + Ib0 .................................................................... (2.7)
Ic = Ic1 + Ic2 + Ic0 .................................................................... (2.8)
Substitusi hubungan antar fasa dengan komponen positf, negatif, dan nol
menghasilkan
Ia = Ia1 + Ia2 + Ia0 .................................................................... (2.9)
Ib = a2Ia1 + aIa2 + Ia0 ............................................................. (2.10)
Ic = aIa1 + a2Ia2 + Ia0 .............................................................. (2.11)
Sehingga komponen simetris dapat dipresentasikan sebagai fungsi dari setiap arus
masing-masing fasa, yaitu:
Ia0 = (Ia + Ib + Ic) ................................................................. (2.12)
Ia1 = (Ia + aIb + a2Ic) ............................................................ (2.13)
Ia2 = (Ia + a2Ib + aIc) ............................................................ (2.14)
Dimana :
Ia,Ib,Ic = arus yang mengalir pada fasa a,b,c
Va,Vb,Vc = tegangan pada fasa a,b,c
13
Ia1, Ia2,Ia0 = komponen urutan positif, negatif dan nol dari Ia
Va1,Va2,Va0 = komponen urutan positif, negatif dan nol dari Va
a = bilangan kompleks yang besarnya 1 dan sudutnya 120o
2.4.3 Prinsip dasar Perhitungan Arus hubung Singkat 20 KV
Gangguan hubung singkat yang mungkin terjadi di dalam jaringan (system
kelistrikan) ada 3, yaitu:
1. Gangguan hubung singkat 3 fasa
2. Gangguan hubung singkat 2 fasa, dan
3. Gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah
Dari ketiga macam gangguan hubung singkat, hanya dibahas gangguan hubung
singkat 3 fasa. Arus gangguannya dihitung dengan rumus :
1. Gangguan Hubung Singkat 3 fasa
a. Gangguan hubung singkat 150 KV
..................................................................................(2.15)
b. Gangguan hubung singkat 20 KV
........................................................................................(2.16)
Keterangan :
I3Ø(150) : Arus hubung singkat tiga fasa di sisi 150 kV
I3Ø(20) : Arus hubung singkat tiga fasa di sisi 20 kV
Vp : Tegangan pada sisi primer
Vs : Tegangan pada sisi sekunder
Zhs : Impedansi sumber
Ztr : Impedansi trafo
2.5 Impedansi (Z)
Dalam menghitung impdansi dikenal tiga macam urutan yaitu :
a. Impedansi urutan positif (Z1), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh
arus urutan positif.
14
b. Impedansi urutan negatif (Z2), yaitu impedansi yang hanya dirasakan
oleh arus negatif.
c. Impedansi urutan nol (Z0), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh
arus urutan nol.
Sebelum melakukan perhitungan arus hubung singkat, maka kita harus
memulai perhitungan pada rel daya tegangan primer di gardu induk untuk
berbagai jenis gangguan, kemudian menghitung pada titik – titik lainnya yang
letaknya semakin jauh dari gardu induk tersebut. Untuk itu diperlukan
pengetahuan mengenai dasar impedansi urutan rel daya tegangan tinggi atau bisa
juga disebut sebagai impedansi sumber, impedansi transformator, dan impedansi
penyulang.
Namun pada tugas akhir ini yang di bahas hanya impedansi penyulang
karena berdasarkan ruang lingkup pembahasan diatas yang dibahas hanya pada
penyulangnya saja.
2.5.1 Menghitung Impedansi Penyulang
Untuk perhitungan impedansi penyulang, perhitungannya tergantung dari
besarnya impedansi per km dari penyulang yang akan dihitung, dimana besar
nilainya tergantung pada jenis penghantarnya, yaitu dari bahan apa penghantar
tersebut dibuat dan juga tergantung dari besar kecilnya penampang dan panjang
penghantarnya (Budi Utomo, 2004).
Besar nilai impedansi Penyulang bergantung pada besar nilai impedansi
per meter Penyulang. Nilai impedansi didapat berdasarkan konfigurasi tiang pada
jaringan SUTM atau dari jenis kabel tanah untuk jaringan SKTM. Nilai impedansi
Penyulang dapat diperoleh dengan persamaan 2.15:
Z = (R + jX) ....................................................................................... (2.17)
Dimana :
Z = Impedansi
R = reaktansi / hambatan ( Ω )
Nilai impedansi Penyulang akan berpengaruh terhadap besar nilai arus
hubung singkat yang terjadi pada sistem tersebut.
15
2.5.2 Menghitung Impedansi Ekivalen Jaringan
Perhitungan yang dilakukan merupakan perhitungan besar nilai impedansi
positif ( Z1 eq ), negatif ( Z2 eq ), dan nol ( Z0 eq ) dari titik gangguan sampai ke
sumber sesuai dengan urutan. Pada sumber ke titik gangguan impedansi yang
terbentuk adalah tersambung seri, maka perhitungan Z1 eq dan Z2 eq diperoleh
langsung dengan menjumlahkan impedansi-impedansi tersebut. Sedangkan untuk
perhitungan Z0 eq dimulai dari titik gangguan sampai ke trafo tenaga yang
netralnya ditanahkan
Sehingga untuk impedansi ekivalen jaringan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus
a. Urutan positif dan urutan negatif (Z1 eq = Z2 eq)
Z1 eq = Z2 eq = Zs1 + Zt1 + Z1 Penyulang ………….……..…….( 2.18)
Dimana :
Z1eq = Impedansi ekivalen jaringan urutan positif (ohm)
Z2eq = Impedansi ekivalen jaringan urutan negatif (ohm)
Zs1 = Impedansi sumber sisi 20 KV (ohm)
Zt1 = Impedansi trafo tenaga urutan dan negatif (ohm)
Z1 = Impedansi urutan positif dan negatif (ohm)
b. Urutan nol
Z0eq = Zt0 + 3RN + Z0 Penyulang ……………………………..…( 2.19)
Dimana :
Z0eq = Impedansi ekivalen jaringan nol (ohm)
Zt0 = Impedansi trafo tenaga urutan nol (ohm)
RN = Tambahan tanah trafo tenaga (ohm)
Z0 = Impedansi urutan nol (ohm)
Setelah mendapatkan impedansi ekivalen sesuai dengan lokasi gangguan,
selanjutnya arus gangguan hubung singkat dapat dihitung dengan menggunakan
rumus dasar seperti dijelaskan sebelumnya, hanya saja impedansi ekivalen mana
yang dimasukkan ke dalam rumus dasar tersebut adalah tergantung dari hubung
singkat 3 fasa, 2 fasa atau 1 fasa ke tanah.
16
2.6 Sistem Proteksi
Sistem proteksi merupakan suatu komponen yang dipasang pada suatu
sistem tenaga listrik untuk kondisi abnormal. Kondisi abnormal dapat berupa
tegangan lebih, hubung singkat, frekuensi sistem rendah, asinkron dan lain-lain.
Pada sistem proteksi terdapat peralatan yang disebut rele yang berguna sebagai
pendeteksi serta pemberi perintah kepada circuit breaker untuk memutuskan
rangkaian jika sistem mengalami suatu gangguan ( Putra, 2012 ).
Sistem proteksi pada umumnya terdiri dari beberapa komponen yang
dirancang untuk mengidentifikasi kondisi sistem dan bekerja berdasarkan
informasi yang diperoleh dari sistem yaitu arus, tegangan, atau sudut fasa antara
keduanya. Informasi diperoleh untuk membandingkan besarannya dengan besaran
ambang batas pada peralatan proteksi. Jika besaran melebihi pengaturan ambang
batas peralatan proteksi maka sistem proteksi akan bekerja dan mengamankan
kondisi tersebut (Nugroho,2008).
Waktu pemutusan gangguan merupakan waktu total yang dibutuhkan
peralatan proteksi sampai terbukanya pemutus tenaga atau disebut fault clearing
time ( Mardensyah, 2008 ).
Tc = Tp + Td + Ta -------------------------------------------------------------------------------2.20)
Keterangan:
Tc = clearing time
Tp = comparison time
Td = decision time
Ta = action time, including circuit breaker operating time
Waktu pemutus gangguan merupakan salah satu faktor yang sangat
penting karena peralatan proteksi harus dikoordinasikan waktunya dengan
peralatan proteksi lain agar hanya peralatan proteksi yang paling dekat dengan
gangguan saja yang bekerja.
2.6.1 Rele Arus Lebih (Over Current Relay)
Rele arus lebih merupakan salah satu sistem proteksi yang berfungsi
melindungi sistem jika terjadi gangguan. Rele beroperasi berdasarkan adanya
17
perubahan kenaikan arus pada sistem yang melebihi nilai pengaman pada jangka
waktu tertentu. Fungsi utama dari rele arus lebih yaitu untuk mendeteksi adanya
arus lebih pada suatu sistem kemudian dari rele akan memberikan perintah kepada
pemutus beban (PMT) untuk membuka sistem tersebut. Jenis rele dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
1) Rele Primer: besaran yang dideteksi misalnya arus, dideteksi secara
langsung.
2) Rele Sekunder: besaran yang dideteksi, melalui alat-alat bantu
misalnya trafo arus/trafo tegangan.
Rele Arus Lebih merupakan salah satu rele proteksi yang digunakan untuk
mengamankan trafo daya, Neutral Grounding Resistor (NGR), dan Penyulang 20
KV. Rele ini akan bekerja bila besaran penggerak atau arus yang mengalir dalam
belitannya (Ir) melebihi arus yang telah ditentukan (Ip) atau dapat dinyatakan
dengan:
Ir > Ip .......................................................................................................... (2.21)
Keterangan:
Ir : arus rele
Ip: arus pick-up
Pada jaringan 20 KV rele ini berfungsi untuk memproteksi SUTM
terhadap gangguan antar fasa atau tiga fasa, dan pada trafo tenaga rele ini
berfungsi untuk mengamankan transformator terhadap gangguan hubung singkat
antar fasa di dalam maupun di luar daerah pengaman transformator.
Berikut adalah diagram blok dari rele proteksi :
Gambar 2.3 Diagram blok rele proteksi
(Sumber : Purba,2012)
PMT input Elemen
Pembanding
Elemen
Pengindra
Elemen
Pengukur
18
Masing-masing elemen/bagian mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Elemen pengindra, elemen ini berfungsi untuk merasakan besaran-
besaran listrik, seperti arus, tegangan, frekuensi, dan sebagainya
tergantung rele yang dipergunakan. Pada bagian ini besaran yang
masuk akan dirasakan keadaannya, apakah keadaan yang diproteksi
itu mendapatkan gangguan atau dalam keadaan normal, untuk
selanjutnya besaran tersebut dikirim ke elemen pembanding.
2. Elemen Pembanding, elemen ini berfungsi menerima besaran setelah
terlebih dahulu besaran itu diterima oleh elemen pengindera untuk
membandingkan besaran listrik pada saat keadaan normal dengan
besaran arus kerja rele.
3. Elemen pengukur, elemen ini berfungsi untuk mengadakan
perubahan secara cepat pada besaran ukurnya dan akan segera
memberikan isyarat untuk membuka PMT atau kmemberikan sinyal.
Sistem pengaman pada sistem tenaga listrik umumnya dapat dibagi
menjadi tiga subsistem, yaitu : (Titarenko and Dukelsky,1977).
a. Rele
b. Transduser (current transformer dan voltage transformer)
c. Pemutus tenaga (circuit breaker)
Konfigurasi suatu sistem pengaman yang sederhana ditunjukkan oleh gambar 2.4.
Gambar 2.4 Sistem pengaman sederhana
(Sumber : Titarenko and Dukelsky,1977)
19
2.6.2 Prinsip Kerja Rele Arus Lebih
Rele arus lebih bekerja dengan membaca input berupa besaran arus
kemudian membandingankan dengan nilai setting, apabila nilai arus yang terbaca
oleh rele melebihi nilai setting, maka rele akan mengirim perintah trip (lepas)
kepada Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB) setelah waktu tunda
yang diterapkan pada setting. Rele arus lebih – OCR memproteksi instalasi listrik
terhadap gangguan antar fasa. Sedangkan untuk memproteki terhadap gangguan
fasa tanah digunakan rele arus gangguan tanah atau ground fault relay (GFR).
Prinsip kerja GFR sama dengan OCR, yang membedakan hanyalah pada fungsi
dan elemen sensor arus. OCR biasanya memiliki 2 atau 3 sensor arus (untuk 2
atau 3 fasa) sedangkan GFR arahnya memiliki satu sensor arus (satu fasa)
(Rasidin,2005).
Bedasarkan waktu dan cara kerja, rele arus lebih dapat dibagi menjadi tiga
jenis yaitu rele arus lebih waktu tertentu (Definite Time Relay), rele arus lebih
waktu terbalik (Inverse Time Relay), rele arus lebih waktu seketika (Instantaneous
Relay), rele arus lebih seketika (instanstaneous over current relay)
a. Rele Arus Lebih Seketika (Definite Time Relay)
Pada saat rele beroprasi, Waktu kerja rele mulai pick up sampai selesai
terjadi sangat singkat sekitar 20–40ms tanpa adanya penundaan waktu. Rele ini
akan memberikan perintah kepada pemutus beban (PMT) pada saat terjadi
gangguan bila besar arus gangguannya melampaui penyetelannya (Im) dan jangka
waktu kerjanya singkat.
Gambar 2.5 Rangkaian sederhana rele arus lebih seketika dan karakteristiknya
(Sumber : Ramadon,2000)
20
Dimana :
CB = Circuit Breaker (Pemutus = PMT)
TC = Tripping Coil (kumparan pemutus)
R = Rele arus lebih
CT = Current Transformator (transformator arus)
I = Arus beban
Ir = Arus yang mengalir pada kumparan sekunder transformator arus
+ = Polaritas positif sumber DC
- = Polaritas negatif sumber DC
T = Besaran Waktu
I op = Operating current (arus operasi rele mulai bekerja)
b. Rele arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu (Definite time over
current relay)
Pada saat terjadi gangguan, arus yang mengalir pada sistem dan
melampaui pengaturan dari rele maka rele akan memberikan perintah kepada
pemutus beban (PMT) untuk bekerja ke kondisi pick up (kondisi rele terbuka).
Waktu kerja rele dapat diatur pada waktu tertentu untuk pengaturan yang sama
dan lebih besar dari nilai pick up sehingga waktu operasinya dapat diatur sesuai
dengan kebutuhan koordinasi.
Gambar 2.6 Rangkaian sederhana rele arus lebih waktu tertentu dan karakteristiknya
(Sumber : Ramadon,dkk,2000)
21
c. Rele arus lebih dengan karakteristik waktu terbalik (Inverse time over current
relay)
Rele memberikan perintah kepada PMT saat terjadi gangguan. Jika arus
gangguan melebihi arus yang telah diatur maka rele akan berada pada posisi pick
up. Rele arus lebih waktu terbalik memiliki waktu operasi yang lebih singkat
untuk arus gangguan yang semakin besar dan waktu operasi yang semakin lama
untuk arus gangguan yang semakin kecil.
Gambar 2.7 Rangkaian sederhana rele arus lebih waktu terbalik dan karakteristiknya
(Sumber : Ramadon,dkk,2000)
2.6.3 Setting Rele Arus Lebih
Sebagai dasar dalam pengaturan arus pada rele arus lebih tersebut
digunakan rumus P.S.M (Plug Setting Multiplier), sebagai berikut:
tingCurrentSetCTRasio
ntFaultCurreMSP
.. ............................................... (2.22)
Sedangkan untuk pengaturan Over Current Relay (OCR) dihitung di
incoming trafo, artinya:
Untuk Over Current Relay (OCR) yang terpasang di Penyulang
dihitung berdasarkan arus beban maksimum yang mengalir di
Penyulang tersebut.
Untuk Over Current Relay (OCR) yang terpasang di incoming trafo
dihitung berdasarkan arus nominal trafo tersebut.
Faktor kemananan rele inverse biasanya diset sebesar 1,2 hingga 1,3 untuk
perhitungan setelan arus (Iset). Persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah
22
bahwa pengaturan waktu minimum dari rele arus lebih (terutama di Penyulang)
tidak lebih kecil atau diatas dari 0,3 detik. Pertimbangan ini diambil agar rele
tidak sampai trip lagi akibat arus inrush dari trafo – trafo distribusi ketika PMT
Penyulang tersebut dialiri listrik (Sumanto, 1996).
Rele arus lebih tidak boleh bekerja pada keadaan beban maksimum.
Dalam beberapa hal, nominal transformator arus ( CT ) merupakan arus
maksimumnya, sehingga penyetelan arusnya :
........................................................................................................ (2.23)
Dimana :
Iset = Setelan Arus
Inom = Arus nominal
CT = rasio transformator arus
Waktu kerja rele ditentukan dengan cara sebagai berikut :
Untuk daya tiga fasa
S = √3 × V × I × Cosφ...................................................................................... (2.24)
Selanjutnya untuk mencari nilai kuat arus nominal salurannya, yaitu:
Inom = ................................................................................................... (2.25)
Dimana:
S = Daya Semu (KVA)
V = Tegangan saluran (Volt)
I = Arus nominal (A)
2.6.4 Prinsip Dasar Perhitungan Setting Koordinasi Rele Pengaman
Pengaturan arus (Iset) pada rele arus lebih umumnya didasarkan pada hasil
arus gangguan minimumnya, dengan demikian gangguan hubung singkat di
23
beberapa seksi berikutnya, rele arus akan bekerja. Untuk mendapatkan
pengamanan yang selektif, maka setting waktunya dibuat secara bertingkat.
Syarat untuk setting waktu tunda (td) dari rele, harus diketahui data sebagai
berikut : (PT.PLN (Persero), 2013)
a. Besaran arus hubung singkat (I).
b. Penyetelan / setting arusnya ( Iset).
c. Kurva karakteristik rele yang dipakai.
Maka waktu waktu tunda ( td ) dapat dicari dengan persamaan :
...................……....……………………… (2.26)
Keterangan :
td = waktu tunda
If = arus gangguan hubung singkat
t = waktu kerja rele yang dikehendaki
Untuk menentukan waktu tunda pada rele pengaman saluran, nilai t ditetapkan
dengan nilai 1 detik.
Waktu koordinasi rele pengaman baik itu pengaman utama dan backup
pada busbar terhadap gangguan maksimum dapat dicari dengan persamaan :
.......................................................................(2.27)
Keterangan : t = setting koordinasi rele pengaman
If = arus gangguan hubung singkat tiga phase.
td = waktu tunda.
Pada waktu kerja Over Current Relay (OCR) di incoming trafo 20 KV
harus lebih besar dari 0.3 detik yaitu sebesar 0,4 – 0,5 detik dari waktu kerja rele
di Penyulang 20 KV (dari relai yang di sisi hilirnya). Selisih waktu kerja rele di
incoming 20 KV (sisi hulu) lebih lama 0,4 detik dari waktu kerja rele di
Penyulang (sisi hilir) di sebut grading time, yang maksudnya agar rele di
incoming 20 KV memberikan kesempatan rele di penyulang bekerja lebih
dahulu (Sumanto, 1996).
24
Waktu kerja rele terhadap gangguan maksimum dapat dihitung dengan
persamanaan :
................................................................................ (2.28)
dengan: If = arus gangguan
Nilai TMS (Time Multiple Setting), standar waktu setting rele sebesar 0,08
detik (APD BALI).
Waktu kerja dari rele arus lebih juga berdasarkan dari tipe kurva alat
tersebut. Perbedaan pemilihan kurva mengakibatkan perubahan dari pengaturan
waktu kerja alat tersebut. Untuk tabel kurva waktu kerja dapat dilihat pada tabel
2.1.
Tabel 2.1 koefisien invers time dial relay arus lebih
Tipe Kurva Α Β
IEC Standard Inverse 0,14 0,02
IEC Very Inverse 13,50 1,0
IEC Extremely Inverse 80,00 2.0
(Sumber : IEC 60255)
top related