bab ii tinjauan pustaka -...
Post on 12-Feb-2018
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
Tinjauan Pustaka
II.1 Defenisi Jembatan
Jembatan adalah satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau
rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Jembatan dibangun untuk
membolehkan laluan pejalan kaki, pemandu kenderaan atau kereta api di atas halangan
itu.
Jembatan terdiri dari enam bagian pokok yaitu:
1. Bagian atas jembatan, yaitu: bagian struktur jembatan yang berada pada
bagian atas jembatan, yang berfungsi untuk menampung beban-beban
yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang dan kendaraan dan juga yang lain
kemudian menyalurkannya kebangunan bawah.
2. Landasan adalah bagian ujung bawah dari suatu bagian atas jembatan
yang berfungsi menyalurkan gaya-gaya reaksi dari bangunan atas
kebangunan bawah.
3. Bagian bawah jembatan yaitu bagian struktur jembatan yang berada
dibawah struktur atas jembatan yang berfunsi untuk menerima/memikul
beban-beban yang diberikan bangunan atas dan kemudian
menyalurkannya ke pondasi.
4. Pondasi yaitu bagian struktur jembatan yang berfungsi untuk menerima
beban-beban dari bangunan bawah dan menyalurkannya ke tanah.
Universitas Sumatera Utara
5. Oprit yaitu timbunan tanah di belakang abutment , timbunan tanah ini
harus dibuat sepadat mungkin, untuk menghindari terjadinya settlement.
6. Bangunan pengaman jembatan yaitu: bagian struktur jembatan yang
berfunsi untuk pengamanan terhadap pengaruh sungai yang bersangkutan
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sesuai dengan Peraturan Muatan Bina Marga NO.12/1970 (Bina Marga Loading
Spec.) lebar jembatan ditentukan sebagai berikut:
1) Untuk 1 jalur jembatan minimum : 2.75 m
maksimum : 3.75 m
Untuk 2 jalur lebar jembatan minimum : 5.50 m
maksimum : 7.50 m
2) Lebar trotoar umumnya berkisar antara 1.00 m – 1.50 m
3) Lebar kerb : ± 0.50 m
4) Lebar jalan untuk slow traffic : ± 2.50 m
II.1.1 Jenis-jenis jembatan
Jenis-jenis jembatan boleh dikelaskan mengikut kegunaannya ataupun struktur
binaannya.
• Dari segi kegunaan
Suatu jembatan biasanya dirancang sama untuk kereta api, untuk pemandu jalan
raya atau untuk pejalan kaki. Ada juga jambatan yang dibangun untuk pipa-pipa besar
dan saluran air yang bisa digunakan untuk membawa barang. Kadang-kadang, terdapat
Universitas Sumatera Utara
batasan dalam penggunaan jembatan; contohnya, ada jembatan yang dikususkan untuk
jalan raya dan tidak boleh digunakan oleh pejalan kaki atau penunggang sepeda. Ada
juga jembatan yang dibangun untuk pejalan kaki (jembatan penyeberangan), dan boleh
digunakan untuk penunggang sepeda.
a) Jembatan upacara dan hiasan
Setengah jembatan dibuat lebih tinggi daripada yang diperlukan, agar pantulan
jembatan itu akan melengkapkan sebuah bulatan. Jembatan seperti ini, yang selalunya
dijumpai di taman oriental, dipanggil "Jembatan Bulan", kerana jambatan itu dan
pantulannya menyerupai sebuah bulan purnama.Adalah biasa di istana2 jembatan dibuat
sungai tiruan sebagai simbol perjalanan ke tempat ataupun keadaan minda yang penting.
Ada satu set yang terdiri daripada lima jambatan yang merentasi satu sungai yang
berbelit-belit di salah sebuah laman penting di Bandar Terlarang (Forbidden City) di
Beijing, Cina. Jambatan yang tengah hanya boleh dilalui oleh Maharaja, Permaisuri dan
dayang-dayang mereka.
b) Jembatan jalan raya
c) Jembatan kereta api
d) Jembatan jalan air
e) Jembatan jalan pipa
f) Jembatan militer
g) Jembatan penyeberangan
Universitas Sumatera Utara
• Dari segi jenis material yang digunakan:
Perancangan dan bahan asas pembinaan jambatan bergantung kepada lokasi dan
juga jenis muatan yang akan ditanggungnya. Berikut adalah beberapa jenis jambatan
yang utama:
a. Jembatan batang kayu (log bridge)
Jambatan yang terawal adalah apabila manusia mengambil kesempatan dari
pohon kayu yang tumbang merentasi sungai. Jadi, tak hairanlah jika jambatan yang
pertama dibuat ialah pokok yang sengaja ditumbangkan meintasi sungai. Kini, jambatan
seperti itu hanya digunakan secara sementara, contohnya di tempat2 pembalakan, yang
mana jalan yang dibuat hanyalah untuk sementara dan kemudian ditinggalkan. Ini
karena jembatan seperti ini mempunyai jangka waktu yang pendek disebabkan oleh
pohon menyentuh tanah (yang basah) hingga menyebabkannya mereput, serta serangan
anai-anai dan serangga-serangga lain. Jembatan batang kayu yang tahan lama boleh
dibuat dengan menggunakan tapak konkrit yang tidak ditakungi air dan dijaga dengan
baik.
b. Jembatan baja
c. Jembatan beton
Jembatan beton ada 2 jenis yaitu beton bertulang dan beton prategang.
Pada tugas akhir ini jembatan yang digunakan adalah jembatan beton
prategang.
Universitas Sumatera Utara
II.2 Jembatan Beton Prategang
Beton prategang adalah suatu sistem struktur beton khusus dengan cara memberikan
tegangan awal tertentu pada komponen sebelum digunakan untuk mendukung beban
luar sesuai dengan yang diinginkan.
Sistem ini merupakan paduan antara beton mutu tinggi dan baja tinggi. Seperti
diketahui bahan beton tidak kuat untuk menahan tegangan tarik sehingga selalu
diusahakan untuk menghindari timbulnya tegangan tarik dalam beton, kelemahan ini
dipikul dengan mengaplikasikan baja mutu tinggi yang mampu menahan tegangan tarik.
Berkurang atau lenyapnya tegangan tarik didalam beton mengurangi masalah retak
atau bahkan tercapainya keadaan bebas-retak pada tingkat beban kerja.Usaha
menghilangkan retak-retak pada beton lebih lanjut berarti mencegah berlangsungnya
proses korosi (pengkaratan) tulangan baja melalui proses oksidasi.Tercapainya hal
tersebut merupakan salah satu kelebihan beton prategangan dibandingakan dengan
beton bertulang biasa, khususnya apabial struktur digunakan ditempat terbuka terhadap
cuaca atau lingkungan korosif. Kelebihan beton prategang juga berada pada tingkat
beban kerja dan besar gaya prategang yang ditentukan oleh tegangan ijin didalam beton.
Hitungan analisis diatur dalam SK SNI T-15-1991 pasal 3.11.2 sampai dengan pasal
3.11.5.
Penerapan prinsip prategang pada komponen struktur beton adalah dengan
menggunakan tendon baja. Cara pelaksanaan pemberian prategangan ada 2 (dua) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Pratensioning/pra penarikan yaitu memberi prategangan pada beton dimana
tendon ditarik untuk ditegangkan sebelum dilakukan pengecoran adukan
beton kedalam acuan yang telah disiapkan.
2. Post tensioning/pasca tarik yaitu memberi tegangan pada beton dimana
tendon ditarik untuk ditegangkan setelah dilakukan pengecoran adukan beton
kedalam acuan.
Keuntungan penggunaan beton prategang:
a. Pada prategang penuh yang bebas dari tegangan-tegangan tarik pada
beban kerja, penampang melintangnya dimanfaatkan secara lebih efisien
apabila dibandingkan dengan penampang beton bertulang yang retak
pada beban kerja.
b. Dalam batas-batas tertentu, suatu beban mati permanen dapat dilawan
dengan menambah eksentrisitas gaya prategang dalam suatu unsur
struktur prategang sehingga lebih menghemat pemakayan material.
c. Batang beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap
gaya geser, hal ini disebabkan karena pengaruh prategang tekan, yang
mengurangi tegangan terik utama.
d. Batang lentur beton prategang menjadi lebih kaku pada beban kerja
daripada suatu batang bertulang dengan tebal yang sama.
Universitas Sumatera Utara
e. Pemakayan beton dan baja mutu tinggi pada batang prategang
menghasilkan batang-batang yang lebih ringan dan lebih langsing
daripada yang dimungkinkan dengan pemakayan beton bertulang.
Profil-profil beton prategang bermacam-macam seperti:
a. I
b. T
c. L
d. U
Profil yang akan digunakan pada gelagar utama jembatan untuk perencanaan ini
adalah I girder.
Perencanaan Tendon Pada Prategang
Tendon sebagai konstruksi yang tahan terhadap tarik, sehigga didalam
perencanaan perletakan tendonnya harus direncanakan dengan baik. Tegangan tendon
ekstrim pada kondisi beban kerja tidak dapat melebihi nilai ijin
maksimumnya,berdasarkan standar-standar seperti ACI,PCI,AAHSTO,CEP-FIP.
Dengan demikian,zona yang membatasi di penampang beton perlu ditetapkan,yaitu
selubung yang didalamnya gaya prategang dapat bekerja tanpa menyebabkan terjadinya
tarik diserat beton ekstrim.
Universitas Sumatera Utara
ft = 0 = - , untuk abgian prategang saja, sehingga e =
dengan demikian titik kern bawah adalah:
kb = ; kt =
Penggunan tendon dalam beton ada dengan dua cara yaitu metode: Draped dan
metode Harped. Tendon lurus biasanya digunakan untuk balok pracetak dengan bentang
sedang, sedangkan penggunaan tendon lengkung lebih umum digunakan pada elemen
pascatarik yang dicor ditempat.Tendon yang tidak lurus ada dua jenis yaitu:
• Draped: mempunyai alinyemen lengkung secara gradual,seperti bentuk
parabolik,yang digunakan pada balok yang mengalami beban eksternal terbagi
merata.
• Harped: tendon miring dengan diskontinuitas alinyemen dibidang-bidang
dimana terdapat beban terpusat,digunakan pada balok yang terutama mengalami
beban transversal terpusat.
Eksentrisitas tendon yang didesain di sepanjang bentang diharapkan
sedemikian hingga tarik yang terjadi di serat ekstrim balok hanya terbatas atau
tidak ada sama sekali di penampang yang menentukan desain.
Universitas Sumatera Utara
II.2 Jembatan Tahan Gempa
Yang dimaksud dengan jembatan tahan gempa adalah jembatan yang mampu
meredam gaya gempa yang menghantam jembatan, dan kerusakan yang terjadi apabila
terjadi gempa adalah kerusakan setempat, mudah diperbaiki, struktur tidak mengalami
keruntuhan/failure,dan dapat dimanfaatkan kembali.
Menurut SNI 03-2833-1992 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk jembatan jalan raya, aspek jembatan tahan gempa adalah:
1. Struktur daktail dan tidak daktail
2. Perencanaan dan penelitian seismik terkait
3. Analisis seismik untuk jembatan bentang tunggal dan majemuk
4. Analisis interaksi pondasi dan tanah sekitarnnya
5. Analisis perlengkapan perletakan dalam menahan gerakan gempa
6. Analisis perletakan dengan sistem isolasi dasar sebagai peredam gempa
7. Prinsip analisis riwayat waktu
8. Analisis sendi plastis
II.2.1 Sejarah Lahirnya Jembatan Tahan Gempa di Indonesia
Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena 3 lempeng besar
dunia dan 9 lempeng lainnya saling bertemu diwilayah Indonesia(Gambar 1) dan
membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks. Keberadaan interaksi antar
lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat
rawan terhadap gempa bumi.Tingginya aktivitas kegempaan ini terlihat dari hasil
Universitas Sumatera Utara
pencatatan dimana dalam rentang waktu 1897-2009 terdapat lebih dari 14.000 kejadian
gempa dengan magnitude M > 5.0. Kejadian gempa-gempa utama (main shocks) dalam
rentang waktu tersebut dapat dilihat dalam gambar 2. Dalam enam tahun terakhir telah
tercatat berbagai aktivitas gempa besar di Indonesia, yaitu Gemap Aceh disertai
Tsunami tahun 2004 (Mw=9.2), Gempa Nias tahun 2005 (Mw=8.7),Gempa Jogja
tahun2006 (Mw=6.3), Gempa Tasik tahun 2009 (Mw=7.6), Gempa Padang (Mw=7.6),
Gempa Wasior tahun 2010. Gempa-gempa tersebut telah menyebabkan ribuan korban
jiwa, keruntuhan dan kerusakan ribuan infrastruktur termasuk jembatan dan bangunan,
serta dana trilyunan rupiah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010,permasalahan-permasalahan utama
dari peristiwa-peristiwa gempa adalah:
1) Sangat potensial mengakibatkan kerugian yang besar;
2) Merupakan kejadian alam yang tidak dapat diperhitungkan dan diperkirakan
secara akurat baik kapan dan dimana terjadinya serta magnitudenya;
3) Gempa tidak dapat dicegah.
Karena tidak dapat dicegah dan tidak dapat diperkirakan secara akurat , usaha-usaha
yang biasa dilakukan adalah:
a) Menghindari wilayah dimana terdapat fault rupture,kemungkinan tsunami dan
landslide;
b) Bangunan sipil termasuk jembatan direncanakan dan dibangun tahan gempa.
Pengalaman telah membuktikan bahwa sebagian besar korban dan kejadian yang
terjadi gempa disebabkan oleh kerusakan dan kegagalan infrastruktur. Kerusakan akibat
gempa dapat dibagi dalam 2 jenis,yaitu: 1) kerusakan tidak langsung pada tanah yang
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan terjadinya likuifaksi, cyclic mobility,lateral spreading,kelongsoran
lereng,keretakan tanah,subsidence dan deformasi yang berlebihan. 2) kerusakan struktur
sebagai akibat langsung dari gaya inersia yang diterima bangunan selama goncangan.
Pencegahan kerusakan struktur sebagai akibat langsung dari inersia akibat gerakan
tanah dapat dilakukan melaluiproses perencanaan dengan memperhitungkan suatu
tingkat beban gempa rencana.Oleh karena itu, dalam perencanaan infrastruktur tahan
gempa,analisis dan pemilihan parameter pergerakan tanah mutlak diperlukan untuk
mendapatkan beban gempa rencana.
Kegagalan/kerusakan infrastruktur akibat gempa pada jembatan dapat dibagi
menjadi 3 yaitu:
1) Melemahnya penyokong atau support;
2) Melemahnya struktur bawah jembatan;
3) Lemahnya kondisi tanah sekitar jembatan tersebut.
Melihat kerusakan akibat gempa khususnya pada jembatan membuat Indonesia
khususnya departemen Pekerjaan Umum Nasional harus melakukan pembenahan
didalam perencaan jembatan sebagai respons atas kerusakan yang terjadi akibat gempa.
Dan respons yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum meninjau ulang
kembali SNI 03-2833-1992 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Jembatan Jalan Raya dimana dalam standar ini dijelaskan dinamika struktur agar setiap
perencana akan menguasai segi kekuatan ,keamanan dan kinerja ketahanan gempa
jembatan dalam suatu proses perencanaan utuh.
Universitas Sumatera Utara
II.2.2 Standar Perencanaan Jembatan Tahan Gempa Berdasarkan SNI 2833-
2008
Bebarapa hal-hal yang tercantum didalam perencanaan jembatan tahan gempa
dalam SNI-2833-2008 adalah:
1. Cara analisis tahan gempa
Analisis seismik rinci tidak harus dilakukan untuk jembatan dengan bentang
tunggal sederhana. Bagaimanapun disyaratkan panjang perletakan minimum (lihat
Tabel 4 dan Gambar 2) serta hubungan antara bangunan atas dan bangunan bawah
direncanakan menahan gaya inersia yaitu perkalian antara reaksi beban mati dan
koefisien gempa. Pilihan prosedur perencanaan tergantung pada tipe jembatan, besarnya
koefisien akselerasi gempa dan tingkat kecermatan. Terdapat empat prosedur analisis
(lihat Gambar 1), dimana prosedur 1 dan 2 sesuai untuk perhitungan tangan dan
digunakan untuk jembatan beraturan yang terutama bergetar dalam moda pertama.
Prosedur 3 dapat diterapkan pada jembatan tidak beraturan yang bergetar dalam
beberapa moda sehingga diperlukan program analisis rangka ruang dengan kemampuan
dinamis (lihat Tabel 1 dan Tabel 2). Prosedur 4 diperlukan untuk struktur utama dengan
geometrik yang rumit dan atau berdekatan dengan patahan gempa aktif.
Universitas Sumatera Utara
Koefisien Percepatan
puncak di batuan dasar
(A/g)
Klasifikasi Kepentingan I
(Jembatan utama dengan
faktor keutamaan 1.25)
Klasifikasi Kepentingan II
(jembatan biasa dengan
faktor keutamaan 1)
≥0.3
0.20-0.29
0.11-0.19
≤0.10
D
C
B
A
C
B
B
A
Tabel Kategori kinerja sismic
Gaya seismik rencana ditentukan dengan membagi gaya elastis dengan faktor
modifikasi respon Rd sesuai tingkatan daktilitas (lihat Tabel 3). Untuk pilar kolom
Cara Analisis
Statis Semi Dinamis/dinamis
1.Beban seragam/koef gempa
2.Spektral moda tunggal
Rangka Ruang/semi dinamis
3.Spektral Moda majemuk
Dinamis
4.Riwayat waktu
Universitas Sumatera Utara
majemuk Rd = 5 untuk kedua sumbu ortogonal. Faktor Rd = 0,8 untuk hubungan
bangunan atas pada kepala jembatan, Rd = 1,0 untuk hubungan kolom pada cap atau
bangunan atas dan kolom pada fondasi. Untuk perencanaan fondasi digunakan setengah
faktor Rd tetapi untuk tipe pile cap digunakan faktor Rd. Untuk klasifikasi D yaitu
analisis rinci, dianjurkan cara perhitungan gaya maksimum yang dikembangkan oleh
sendi plastis, sehingga faktor Rd tidak digunakan dalam hal ini.
Panjang perletakan minimum,N (mm) Kateori kinerja seismic
N = (203+1.67L+6.66H)(1+0.00125S2
N = (305+ 2.5 L+ 10 H ) (1+0.00125S2
A dan B
C dan D
Catatan :
− L adalah panjang lantai jembatan (m)
− H adalah tinggi rata-rata dari kolom (m), sama dengan nol untuk bentang
tunggal sederhana
− S adalah sudut kemiringan/skew perletakan (derajat)
Kepala jembatan
Universitas Sumatera Utara
2. Koefisien geser dasar
Koefisien geser dasar elastis dan plastis berdasarkan program ‘Shake’ dari
California Transportation Code ditentukan dengan rumus (1.a, 1.b) dan Gambar 3
sebagai berikut:
Celastis= A R S
C plastis=
dengan pengertian:
Celastis adalah koefisien geser dasar tanpa faktor daktilitas dan risiko (Z)
Cplastis adalah koefisien geser dasar termasuk faktor daktilitas dan risiko (Z)
A adalah percepatan/akselerasi puncak PGA di batuan dasar (g)
R adalah respon batuan dasar;
S adalah amplifikasi di permukaan sesuai tipe tanah;
Z adalah faktor reduksi sehubungan daktilitas dan risiko
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3 Faktor reduksi pengaruh daktilitas dan resiko (z)
Dengan menghilangkan faktor Z dari spektra respon, diperoleh koefisien geser
dasar elastic yang memberikan kebebasan untuk menentukan tingkat daktilitas serta
tingkat plastis.
Spektra tanpa faktor Z digunakan dalam analisis dinamis, karena versi spektra
yang telah direduksi akan membingungkan. Analisis dinamis menggunakan faktor
reduksi Rd sebagai pengganti faktor Z .Koefisien geser dasar elastis (A.R.S) diturunkan
untuk percepatan/akselerasi puncak (PGA) wilayah gempa Indonesia dari respon
Universitas Sumatera Utara
spektra “Shake” sesuai konfigurasi tanah.Perkalian tiga faktor A, R dan S menghasilkan
spektra elastis dengan 5% redaman. Konfigurasi tanah terbagi dalam tiga jenis: tanah
teguh dengan kedalaman batuan (0 m sampai dengan 3 m), tanah sedang dengan
kedalaman batuan (3 m sampai dengan 25 m), tanah lembek dengan kedalaman batuan
melebihi 25 m. Fondasi pada tanah lembek harus direncanakan lebih aman dari fondasi
pada tanah baik.
Koefisien geser dasar C 35lastic juga dapat ditentukan dengan rumus berikut:
C elastic= dengan syarat Celastis ≤2.5A
Dengan pengertian:
A adalah akselerasi puncak dibatuan dasar (g)
T adalah perioda alami struktur (detik);
S adalah koefisien tanah
Tabel koefisien tanah
S (Tanah teguh)
S (tanah sedang)
S (tanah lembek)
S1=1.0 S2=1.2 S3=1.5
Tabel 6 Akselerasi puncak PGA dibatuan dasar sesuai periode ulang
PGA(g) 50 tahun 100 tahun 200 tahun 500 tahun 1000 tahun Wilayah 1 0.34-0.38 0.40-0.46 0.47-0.53 0.53-0.60 0.59-0.67 Wilayah 2 0.29-0.32 0.35-0.38 0.40-0.44 0.46-0.50 0.52-0.56 Wilayah 3 0.23-0.26 0.27-0.30 0.32-0.35 0.36-0.40 0.40-0.45 Wilayah 4 0.17-0.19 0.20-0.23 0.23-0.26 0.26-0.30 0.29-0.34 Wilayah 5 0.10-0.13 0.11-0.15 0.13-0.18 0.15-0.20 0.17-0.22 Wilayah 6 0.03-0.06 0.04-0.08 0.04-0.09 0.05-0.10 0.06-0.11
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3. Pengaruh Gaya Inersia
Gaya inersia diperhitungkan pada setiap unit getar rencana (vibration unit)
yang sesuaidengan anggapan struktur untuk periode alami (T) yang dibahas lebih
lanjut dalam sub bab 4.5.Perencanaan tahan gempa secara plastis (dengan
koefisien gempa horizontal rencana) dan secara elasto-plastis (dengan tingkat
daktilitas pilihan) menggunakan gaya inersia dalam dua arah horizontal yang
saling tegak lurus. Untuk perencanaan tumpuan juga ditinjau gaya inersia dalam
arah vertikal. Gaya inersia dalam dua arah horizontal bekerja umumnya dalam
arah sumbu jembatan dan arah tegak lurus sumbu jembatan. Tetapi bila arah
komponen horizontal tekanan tanah berlainan dengan arah sumbu jembatan dalam
perencanaan bangunan bawah, gaya inersia harus mengikuti arah komponen
horizontal tekanan tanah dan arah yang tegak lurus padanya (lihat Gambar 7).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3 Arah gerakan gaya inersia
Gaya gempa dalam arah ortogonal dikombinasikan sebagai berikut:
Kombinasi beban 1: 100% gaya gerakan memanjang ditambah 30% gaya gerakan
melintang.
Kombinasi beban 2: 100% gaya gerakan arah melintang ditambah 30% gerakan
arah
memanjang.
5. Perumusan periode alami jembatan
Rumus periode alami ditentukan berdasarkan sistem dinamis dengan satu
derajat
kebebasan tunggal sebagai berikut:
T=2π
Universitas Sumatera Utara
Dengan pengertian:
W adalah berat bangunan bawah jembatan dan bagian bangunan atas yang dipikul
(tf);
K adalah konstanta kekakuan (tf/m);
g adalah gravitasi (9,8 m/s2).
Bila gaya W bekerja dalam arah horizontal, deformasi simpangan horizontal δ
pada
bangunan atas menjadi sebagai berikut:
δ=
sehingga T= 2π = 2π = 2.01
Untuk menghitung periode ulang alami gempa pada jembatan tunggal
digunakan cara spectral moda tunggal.Didalam perhitungannya digunakan teori
getaran moda tunggal seperti dibawah ini:
Gambar 4 Model perhitungan periode alami (moda tunggal)
Universitas Sumatera Utara
6. Deformasi Jembatan dengn interaksi pondasi
6.1 Deformasi jembatan
Dalam perhitungan periode alami, digunakan kekakuan yang menyebabkan
deformasi dalam struktur dengan/tanpa memperhitungkan interaksi tanah fondasi.
Deformasi δ (dalam Rumus 5) ditentukan sebagai berikut:
δ = δp + δ0 + θ0 h0
dengan pengertian:
δp adalah deformasi lentur dari badan bangunan bawah (m);
δ0 adalah simpangan lateral dari fondasi (m);
θ0 adalah sudut rotasi dari fondasi (radial);
h0 adalah tinggi terhadap permukaan tanah untuk gaya inersia bangunan atas (m).
Bila badan bangunan bawah mempunyai penampang seragam, deformasi lentur δp
ditentukan sebagai berikut:
δ= +
dengan pengertian:
WU adalah berat bagian bangunan atas yang dipikul oleh bangunan bawah yang
ditinjau
(tf, kN);
Wp adalah berat badan bangunan bawah (tf, kN);
EI adalah kekakuan lentur badan bangunan bawah (tf.m2 atau kN.m2);
h adalah tinggi dari ujung bawah badan bangunan bawah terhadap kedudukan
gaya
inersia bangunan atas (m);
Universitas Sumatera Utara
hp adalah tinggi badan bangunan bawah (m).
Bila badan bangunan bawah mempunyai penampang tidak seragam atau berupa
portal
kaku, deformasi lentur δp ditentukan dengan memasukan berat bagian bangunan
atas dan
berat badan bangunan bawah dalam rumus berikut:
δp =
W merupakan berat ekuivalen (tf, kN) yang ditentukan sebagai berikut:
W = Wu + 0.3 Wp
Simpangan lateral δ0 dan sudut rotasi θ0 dari fondasi (lihat Gambar 11)
ditentukan sebagai
berikut:
δp =
θo =
Arr = K θX
Asr = Ky θx
Ass = Ky
Ars = Ky θx
Dimana:
H0 adalah gaya lateral pada permukaan tanah anggapan (tf, kN);
M0 adalah momen gaya luar pada permukaan tanah anggapan (tf.m, kN.m);
Universitas Sumatera Utara
θx adalah sudut rotasi fondasi keliling sumbu x (rad);
Ky adalah konstanta pegas tanah dalam arah y (tf/m);
Kθx adalah konstanta pegas rotasi fondasi keliling sumbu x;
Kyθx adalah konstanta pegas dari fondasi akibat simpangan dalam arah y dan
rotasi keliling
sumbu x (tf);
Ass,Asr,Ars dan Arr merupakan konstanta pegas tanah yang tergantung pada jenis
fondasi
yaitu tipe fondasi langsung, sumuran atau tiang.
Universitas Sumatera Utara
zθ
y
X
Gambar 5 Diagram Beban
6.2 Koefisien reaksi tanah
Koefisien reaksi tanah dasar (subgrade) diperoleh dari rumus berikut:
kHo = ED
kvo = ED
GD= V2SD
Universitas Sumatera Utara
ED = 2(1+νD)GD
Dengan pengerttian:
kV0 adalah koefisien reaksi tanah dasar arah vertikal (kgf/cm3);
ED adalah modulus dinamis deformasi tanah (kgf/cm2);
νD adalah rasio Poisson dinamis tanah (~ 0,3-0,5);
GD adalah modulus geser dinamis tanah (kgf/cm2);
γt adalah berat isi tanah (tf/m3);
g adalah percepatan gravitasi (=9,8 m/s2);
VSD adalah kecepatan gelombang geser elastis tanah (m/s).
Dimana VSD untuk lapisan i diperoleh dari rumus berikut:
VSD = cv Vsi
Cv = 0.8(Vsi<300m/s)
Cv = 1.09(Vsi≥300m/s)
Dengan pengertian:
VSDi adalah kecepatan gelombang geser elastis rata-rata dari lapisan tanah i yang
digunakan untuk perhitungan pegas tanah (m/s);
Vsi adalah kecepatan gelombang geser elastis rata-rata untuk lapisan i sesuai
rumus 15 (m/s);
cv adalah faktor modifikasi berdasarkan regangan tanah.
Parameter dinamis ditentukan berdasarkan nilai parameter statis N (SPT) sebagai
berikut:
Vsi = 100 N11/3(1≤Ni≤25) lapisan kohesif
Vsi = 80 N11/3(1≤Ni≤50) lapisan kepasiran
Universitas Sumatera Utara
dengan pengertian:
Ni adalah nilai N rata-rata (SPT) lapisan tanah ke-i;
i lapisan ke-i bila tanah dibagi dalam n lapisan dari permukaan sampai tanah
keras;
(nilai SPT tanah keras : N≥25 untuk tanah kohesif atau N≥50 untuk tanah
kepasiran).
6.3 Interaksi pondasi
Pondasi Tiang
Konstanta pegas tanah yang digunakan untuk perhitungan interaksi fondasi
tiang
adalah sebagai berikut:
Ky= nK1
KZ=nKVP
KØX=Nk4+KVP
KyØx=-nK2
KVP=ΑapEP/l
Dengan pengertian:
n adalah jumlah tiang;
yi adalah koordinat pangkal tiang pada kedudukan i;
K1,K2,K3,K4 adalah koefisien pegas tegak lurus sumbu tiang (tf/m,tf,tf,tf.m);
KVP adalah koefisien pegas aksial tiang (tf/m);
AP adalah luas netto tiang (m2);
EP adalah modulus elastis tiang (tf/m2);
Universitas Sumatera Utara
L adalah panjang tiang (m);
α adalah koefisien sesuai rumus 20 atau 21.
Besaran α dapat ditentukan berdasarkan konstanta pegas dengan rumus berikut:
α = λ
γ =
λ = l
Dengan pengertian:
Ap adalah luas penampang netto tiang (cm2);
Al adalah luas penampang total tiang (cm2);
Ep adalah modulus elastisitas tiang (kg/cm2);
L adalah panjang tiang (cm);
V adalah panjang keliling tiang (cm);
ks adalah koefisien konstanta pegas reaksi tanah dasar ujung tiang
(kg/cm3);
Cs adalah modulus konstanta pegas geser permukaan tiang (kg/cm3).
Besaran α dapat dihitung dari rumus empiris:
Tiang pipa baja : α = 0.027 (l/D) + 0.2 ≈nilai 0.2 – 3.0
Tiang beton prategang: α = 0.041 (l/D) – 0.27 ≈ nilai 0.1 – 3
Universitas Sumatera Utara
II.4 Pembebanan pada Jembatan
Berdasarkan RSNI T-02-2005 beban-beban yang mempengaruhi struktur
jembatan ada 4 (empat) menurut sumbernya yaitu:
• Beban tetap
• Beban lalu lintas
• Aksi lingkungan
• Aksi-aksi lainnya
II.4.1 Beban Tetap
Beban tetap adalah segala beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau
bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang
dianggap merupakan satu kesatuan yang tetap dengannya .Berikut beban tetap
yang dipikul oleh jembatan:
1. Berat Sendiri/Dead Load
Beban sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen
struktur ditambah dengan elemen non structural yang dianggap tetap.Faktor berat
beban sendiri dapat dilihat di RSNI T-02-2005.
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN K K
Biasa Terkurangi
Tetap Baja Aluminium 1.0 Beton Pracetak 1.0 Beton dicor ditempat 1.0 Kayu 1.0
1.1 1.2 1.3 1.4
0.9 0.85 0.75 0.7
Universitas Sumatera Utara
Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan
elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah
berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural,ditambah
dengan elemen non struktural yang dianggap tetap.
2. Beban Mati Tambahan/Super Imposed Dead Load
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban
pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat
berubah selama umur jembatan.
Faktor beban untuk beban mati tambahan
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN K K
Biasa Terkurangi
Tetap Keadaan Umum 1.0 Keadaan Khusus 1.0
2.0 1.4
0.7 0.8
3. Pengaruh penyusutan dan rangkak
Pengaruh penyusutan dan rangkak harus diperhitungkan dalam perencanaan
jembatan beton.Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati dari
jembatan.Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan
lainnya, maka harga dari rangkak dan penyusutan harus diambil minimum
(misalnya: pada waktu transfer dari beton prategang.
Universitas Sumatera Utara
Faktor beban akibat penyusutan dan rangkak
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN K K
Tetap 1.0 1.0
Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan
jembatan-jembatan beton.Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati
dari jembatan.ASpabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh
muatan lainnya,maka harga dari rangkak tersebut harus diambil minimum
(misalnya : pada waktu transfer dari beton prategang).
Pengaruh prategang
Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen-komponen
yang terkekang pada bangunan statis tak tentu.Pengaruh sekunder tersebut harus
diperhitungkan baik pada batas layan ataupun batas ultimit
Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah
kehilangan tegangan dan kombinasinya dengan beban-beban lainnya
Faktor Beban akibat engaruh prategang
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
Tetap 1.0 1.0 (1.15 pada prapenegangan)
Universitas Sumatera Utara
Tekanan tanah
Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah yang
ditentukan berdasarkan kepadatan,kadar kelembapan,kohesi sudut geser dalam
dan lain sebagainya.
JANGKA WAKTU
DESKRIPSI FAKTOR BEBAN K K
Biasa Terkurangi Tetap Tekanan Tanah Vertikal 1.0 1.25
(1)
Tekanan Tanah Lateral 1.0 1.0 1.0
1.25 1.40
0.8 0.7
Lihat penjelasan
1) Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat
tanah.Sifat-sifat tanah (kepadatan,kadar kelembapan,kohesi sudut geser
dalam dan lain-lain sebagainya) bisa diperoleh dari hasil pengukuran dan
pengujian tanah;
2) Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan
sifat-sifat bahan tanah.
Pengaruh tetap pelaksanaan
Merupakan beban yang muncul akibat metode dan urutan-urutan
pelaksanaan jembatan. Beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi
lainnnya seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor
ini tetap harus dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban
yang sesuai. Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan diatur pada RSNI-T 02-
2005 5.4.3.
Universitas Sumatera Utara
Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN K K
Biasa Terkurangi Tetap 1.0 1.25 0.8
II.4.2 Beban Lalu Lintas
− Beban lajur ‘D’
Beban lajur ‘D’ bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan
pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan
yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung pada lebar
jalur kendaraan itu sendiri.
Gambar 6 Beban Lajur
Universitas Sumatera Utara
Faktor beban akibat beban lajur “D”
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN K K
Transien 1.0 1.8
− Beban Truck T
Pembebanan truck ‘T’ terdiri dari kendaraan truk semi trailer yang
mempunyai susunan dan berat As seperti tertulis dalam Gambar. Berat dari
masing-masing As disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang
merupakan bidang kontrak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as
tersebut bias diubah-ubah antara 4.0 sampai 9.0 m untuk mendapatkan pengaruh
terbesar pada arah memanjang jembatan.
Faktor beban akibat pembebanan truk “T”
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
Transien 1.0 1.8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7
− Gaya Rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan
sebagai gaya dalam arah memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan lantai
jembatan. Besarnya gaya rem diatur dalam RSNI-T 02-2005 6.7.
Faktor beban akibat gaya rem
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
Transien 1.0 1.8
− Pembebanan Pejalan Kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung
memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal. Trotoar pada
jembatan jaaln raya harus direncanakn untuk memikul beban per m2 dari luas
yang dibebani. Luas yang dibebani adaalh luas yang terkait dengan elemen
Universitas Sumatera Utara
bangunan yang ditinjau.Untuk jembatan,pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki
jangan diambil secara bersamaan pada keadaan batas ultimit.
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
Transien 1.0 1.8
II.4.3 Aksi-Aksi Lingkungan
− Beban Angin
Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas.
Koefisien seret angin dan kecepatan angin rencana diatur dalam RSNI-T-02-
2005.7.6.
Faktor beban akibat beban angin
JANGKA WAKTU
FAKTOR BEBAN
Transien 1.0 1.2
TEW = 0.0006* CW * (VW)2 Ab
Koefisien seret Cw adalah:
Universitas Sumatera Utara
Tipe Jembatan Cw Bangunan atas massif b/d = 1.0 b/d = 2.0 b/d ≥ 6.0
2.1 1.5 1.25
Bangunan atas rangka 1.2 b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif
Jangka Waktu Faktor Beban Sampai 5 km dari pantai >5km dari pantai
Daya Layan 30 m/s 25 m/s Ultimit 35 m/s 30 m/s
II.5 Sambungan
Sambungan terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi,pelat buhu)
dan alat pengencang (baut dan las).
II.5.1 Perencanaan Sambungan
Kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh kurang dari beban
terfaktor yang dihitung.Perencanaan sambungan harus memenuhi syarat berikut :
a) Gaya dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-
gaya yang bekerja pada sambungan.
b) Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan
deformasi sambungan.
c) Sambungan dan komponen sambungan yang berdekatan harus mampu
memikul gaya-gaya yang bekerja padanya.
Universitas Sumatera Utara
II.5.2 Perencanaan Sambungan Baut
Sambungan dengan menggunakan baut tegangan tinggi, mempunyai
kelebihan di dalam segi ekonomis dan penampilan dibandingkan penggunaan
paku keling.
II.5.3 Perencanaan Sambungan Las
Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua potong logam
dengan pemanasan sampai keadaan plastis atau cair dengan atau lain seperti las
tumpul, las sudut dan las pengisi.
Las tumpul
Las tumpul (groove weld) terutama dipakai untuk menyambung batang
struktur yang bertemu pada satu bidang.
Universitas Sumatera Utara
Las Sudut
Las sudut (filled wild) bersifat ekonomis secara keseluruhan, mudah dibuat
dan mampu beradaptasi serta merupakan jenis las yang banyak diapakai
dibandingkan jenis las dasar lain.
II.6 Pondasi Tiang Pancang
Tiang Pancang adalah bagian konstruksi bangunan yang terbuat dari
kayu, beton dan atau baja yang digunakan untuk mentransmisikan /meneruskan
beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah didalam
massan tanah.
Untuk mendesain Pondasi Tiang Pancang mutlak diperlukan:
Data tentang tanah dasar
Daya dukung single pile/group pile
Analisa negative friction,karena negative skin friction
mengakibatkan beban tambahan
Untuk itu diperlukan pengujian sondir dan boring untuk memperoleh data
tanah, serta diperlukan perhitungan daya dukung berdasarkan metode
kalendering/pemancangan dan test pembebanan.
Secara umum pondasi tiang mempunyai ketentuan-ketentuan perencanaan
sebagai berikut:
Mampu meneruskan gaya-gaya vertikal yang bekerja padanya untuk
diteruskan kelapisan tanah pendukung/bearing layers.
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya hubungan antara kepala-kepala tiang satu dengan lainnya
mampu menahan perubahan-perubahan bentuk tertentu kearah
mendatar/tegak lurus terhadap as tiang.
II.7 Dasar Perencanaan
Pondasi direncanakan dengan baik sehinga gaya luar yang bekerja pada
kepala tiang tidak melebihi gaya dukung tiang yang diijinkan, adanya gaya geser
negatif dan gaya-gaya yang lain (perbedaan tekanan tanah aktif dan pasif) juga
perlu diperhitungkan didalam merencanakan pondasi tiang pancang.
II.7.1 Pemilihan Tiang Pancang
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan didalam pemilihan tiang
pancang adalah:
a. Tipe tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri-ciri topografinya.
b. Jenis bangunan yang akan dibuat
c. Alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan
Tiang pancang dibagi atas dua kelompok yaitu:
1. Displacement pile, dimana dalam pemancangannya tidak dilakukan
penggalian tanah, melainkan terjadi pemindahan tanah disekitar tiang
yang diakibatkan oleh desakan tiang sewaktu pemancangan.
2. Replacement pile, dimana didalam pemasangan dilakukan penggalian
lebih dahulu yang dapat menggunakan berbagai cara dan peralatan,
kemudian ditempat galian diganti dengan bahan tiang pancang.
Universitas Sumatera Utara
Didalam pemilihan tiang pancang juga perlu diperhatiakn kondisi
topografi tanah dasar, berikut adalah ciri topografi tanah dasar yang perlu
dipertimbangkan didalam pemilihan tiang pancang:
Kondisi permukaan/surface condition
Kondisi drainase/drainage condition
Adanya gangguan/obstructions
Kondisi bangunan disekeliling/adjacent structures
Bangunan kelautan/marine structures
II.7.2 Penentuan panjang tiang
Dalam menentukan panjang tiang harus dicakup faktor-faktor jenis dan
fungsi bangunan atas, mekanisme beban dan pelaksanaannya. Penentuan panjang
tiang didasarkan atas tumpuan ujung dan tumpuan geser, hal ini disebabkan
karena konstruksi bagian atas banyak ragamnya dan juga keadaan tanah banyak
macamnya. Apabila tiang geser dipakai pada tanah yang jelek maka penurunan
akan terjadi masalah.
Dengan memperhatikan luas dan macam bangunan atas, penggunaan tiang
geser masih dapat dipertimbangkan karena panjang tiang berpengaruh kepada
biaya konstruksi.
II.7.3 Perhitungan Daya Dukung Tanah
Tanah merupakan kumpulan partikel-partikel yang ukurannya dapat
mencakup rentang yang sangat luas. Sebagai pemikul utama beban struktur maka
diharapkan tanah ketika mengalami pembebanan tidak mengalami kegagalan
(shear failure) geser dan penurunan (settlement).Jikalaupun hal itu terjadi harus
Universitas Sumatera Utara
berada pada batas yang dapat ditolerir. Karena kegagalan geser tanah dapat
menimbulkan distorsi bangunan yang berlebihan dan bahkan keruntuhan.
Penurunan yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan struktural pada
kerangka bangunan.
II.7.4 Perhitungan Daya Dukung Tiang Kelompok
Daya dukung tiang kelompok dipengaruhi oleh lapisan tanah
dibawahnya.Pada tanah lempung dan tanah pasir, daya dukung tiang sangat
berbeda jauh, hal ini diakibatkan oleh nilai N dari tanah tersebut.
Daya dukung tiang tunggal akan sangat berbeda dibandingkan daya
dukung tiang kelompok khususnya pada tanah lempung. Didalam daya dukung
tiang geser kelompok pada lapisan lempung tidak sama dengan daya dukung tiang
secara individu dikalikan jumlah tiang dalam kelompok, melainkan akan lebih
kecil yang akan meneruskan gaya-gaya kelapisan pendukung.
Terzaghi dan Peck (1967) mendasarkan pendekatannya atas kekuatan
bahwa tiang-tiang dan tanah-tanah diantaranya merupakan satu kesatuan yang
akan meneruskan gaya-gaya kelapisan pendukung.
Gaya-gaya dukungnya dihitung dengan rumus:
Pkelompok = ab.Pf + 2 η (a + b) TS
Pf = qo = cNc + qNq + ½ γ BNγ
Ts = kekuatan geser rata-rata, untuk lapisan lempung jenuh –Ts
= ½ qu
Universitas Sumatera Utara
Pemancangan tiang pada lapisan pasir akan menyebabkan perubahan
kepadatan lapisan di sekitarnya dan diantara masing-masing tiang sehingga akan
mempengaruhi penentuan gaya dukungnya.
Untuk menghitung gaya dukung tiang pada lapisan pasir dapat digunakan
rumus Mayerhof yang dimodifikasi oleh A.I.J (Architectural Institute of Japan):
Qa = 1/3 (tm)
Qa = gaya dukung yang diijinkan (ton)
Ap = (untuk pipa, D = diameter luas)(m2)
= B2 (untuk persegi,B = lebar) (m2)
= HB (tiang H, H = tinngi badan, L = lebar flens)
Yp = n D (untuk pipa) (m)
= 2B (untuk persegi) (m)
= 2 (H + B) (Tiang H) (m)
N =
II.7.5 Letak tiang
Letak tiang harus diperhitungkan dengan baik supaya beban yang diterima
oleh setiap tiang sama besarnya
Jarak minimum tiang pada umumnya dadalah dari masing-masing sumbu
tiang 2.5-3 x diameter tiang. Apabila jarak antara sumbu tiang < 2.5x diameter
tiang, maka pengaruh kelompok tiang akan cukup besar pada tiang geser,
sehingga daya dukung setiap tiang didalam kelompok akan lebih kecil dari daya
dukung tiang secara individu. Ini berarti bahwa efisiensi akan menurun, sehingga
Universitas Sumatera Utara
kemampuan tiang tidak dapat dimanfaatkan semaksimal mungki. Sebaliknya
apabila jaraknya > 2.5x diameter tiang maka pengaruh kelompok tiang akan
cukup kecil.
≥2.5 a’3D
≥2.5 a’3D
1.25D untuk tiang pancang
Gambar 8 Perletakan Tiang
II.7.6 Perhitungan Beban Vertikal Ekivalen
Gaya vertikal hanya dipikul oleh tiangnya sendiri
Universitas Sumatera Utara
II.8 Data Perencanaan
Data-data perencanaan yang diasumsikan penulis adalah jembatan yang
akan direncanakan adalah jembatan yang melewati sungai, dimana panjang sungai
sungainya adalah 20 m dan lebar melintang jembatan adalah 12 m. Jembatan yang
akan direncanakan adalah jembatan beton prategang yang tahan gempa. Fungsi
jalan adalah jalan ibukota kabupaten/jalan kelas I dengan medan datar, berada
pada wilayah gempa 3 berdasarkan peta gempa 2002, diamana kualitas beton yang
akan dipakai 35 Mpa, tegangan leleh baja fy = 250Mpa (Bj 41).
Universitas Sumatera Utara
top related