bab ii tinjauan teori a. 1. - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/404/4/bab...
Post on 31-Jul-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Produksi ASI
1. Pengertian ASI
ASI adalah makanan yang terbaik bagi bayi pada 6 bulan pertama
kehidupannya. Semua kebutuhan nutrisi yaitu protein karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral sudah tercukupi dari ASI (Sandra, dkk 2015:115). ASI adalah cairan
untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindungi tubuh dari berbagai
penyakit (Maryunani, 2012: 40).
2. Fisiologis Laktasi
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
belum keluar karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar
estrogen dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca
persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada proses laktasi terdapat dua hormon
yang berperan penting, yaitu hormon prolaktin dan hormon oksitosin.
Pada masa hamil terjadi perubahan pada payudara, payudara membesar
untuk mempersiapkan payudara agar paada waktunya dapat memberikan ASI,
estrogen akan mempersiapkan kelenjar dari saluran ASI dalam bentuk poliferasi,
deposit lemak, air dan elektrolit. Jaringan ikat semakin banyak dan miopitel di
sekitar kelenjar mammae semakin membesar, sedangkan progesteron meningkat
kematangan kelenjar mamame dengan hormon lain (Maryunani, 2012: 36). Proses
laktasi tidak terlepas dari pengaruh hormonal. Hormon-hormon yang berperan
pada proses laktasi yaitu :
2
a. Progesteron berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.
b. Estrogen berfungsi menstimulasi sistem saluran ASI agar memperbesar
sehingga dapat menampung ASI lebih banyak. Kadar estrogen menurun saat
melahirkan dapat tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui.
Sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal berbasis hormon
estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.
c. Follicel Stimulating Hormone (FSH)
d. Luteinizing Hormone (LH)
e. Prolaktin berperan dalam membesarnya alveoli dalam kehamilan
f. Oksitosin berfungsi mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat
melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Selain itu,
pasca melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli
untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses
turunya susu (let down/milk ejection reflex).
g. Human Placental Lactogen (HPL). Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta
mengeluarkan banyak HPL yang berperan dalam pertumbuhan payudara,
puting, dan areola sebelum melahirkan. Pada bulan kelima dan keenam
kehamilan, payudara siap memproduksi ASI (Maritalia, 2012: 68).
3. Pengeluaran ASI
Setelah kelahiran, terdapat dua hormon lain yang bekerja untuk
mempertahankan proses laktasi, yaitu hormon prolaktin untuk meningkatkan
sekresi ASI dan hormonoksitosin yang menyebabkan ejeksi ASI. Kedua hormon
ini dirangsang oleh refleks neuroendokrin saat bayi menghisap puting ibu. Dalam
3
jangka waktu 2-3 minggu, kadar serum prolaktin pada ibu postpartum yang tidak
menyusui akan kembali ke nilai normal seperti kondisi sebelum kehamilan, tetapi
pada ibu yang menyusui, kadar serum prolaktin akan meningkat dengan adanya
rangsangan dari puting susu. Kadar serum prolaktin meningkat dua kali lipat pada
ibu yang menyusui dua bayi dibandingkan dengan menyusui seorang bayi,
menunjukkan bahwa jumlah serum prolaktin yang dilepaskan berbanding lurus
dengan derajat rangsangan puting susu. Saat bayi menghisap puting susu, terjadi
rangsangan saraf sensorik di sekitar areola (William dkk, 2016: 02).
Impuls aferen dihantarkan ke hipotalamus, mengawali pelepasan oksitosin
dari hipofisis posterior. Sesaat sebelum ASI keluar terjadi peningkatan hormon
berdasarkan lion oksitosin, dan pelepasan hormon berlanjut setelah beberapa kali
dilakukan penghisapan oleh bayi. Dalam 20 menit setelah menyusui, kadar
hormon oksitosin turun mendadak. Pelepasan oksitosin dihambat oleh
katekolamin. Pelepasan katekolamin dirangsang oleh faktor stres dan nyeri.
Penanganan faktor stres dan nyeri menjadi salah satu solusi masalah menyusui.
(William dkk, 2016: 02-03). Selama proses laktasi terdapat beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk mendukung pengeluaran hormon pemicu sekresi ASI,
seperti pemberian obat pelancar ASI, sentuhan kulit ibu dengan kulit bayi,
pemompaan ASI secara rutin 12 kali per hari, konseling laktasi, dan teknik
relaksasi agar dapat membantu keluarnya ASI.
4
4. Dukungan Bidan dalam Pemberian ASI
Bidan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjuang
pemberian ASI dan keberhasilan dalam menyusui. Peranan awal bidan dalam
mendukung pemberian ASI adalah :
a. Memberikan bayi bersama ibunya segera mungkin sesudah lahir selama
beberapa jam
b. Mengajarkan cara merawat payudara untuk mencegah masalah yang sering
terjadi pada ibu menyusui
c. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI
d. Menempatkan bayi dan ibu pada kamar yang sama
e. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin
f. Memberikan kolostrum dan ASI saja
g. Menghindari susu botol dan dot (Maritalia, 2012: 77).
5. Tanda-Tanda Kelancaran ASI
Menurut Soetjatiningsih (2007) untuk mengetahui banyaknya produksi
ASI terdapat beberapa kriteria yang dipakai sebagai patokan untuk mengetahui
jumlah ASI lancar atau tidak adalah:
a. ASI yang banyak dapat merembes keluar melaui puting.
b. Sebelum disusukan payudara terasa tegang.
c. Berat badan naik dengan memuaskan sesuai dengan umur, pada umur 5 bulan
tercapai 2 × BB lahir.
d. Umur 1 tahun 3 × BB lahir
e. Jika ASI cukup, setelah menyusu bayi akan tertidur/tenang selama 3-4 jam
5
f. Bayi kencing lebih sering 8 kali sehari
Tanda bayi cukup ASI adalah :
a. Dengan memeriksa kebutuhan ASI dengan cara menimbang BB bayi sebelum
mendapatkan ASI dan sesudah minum ASI dengan pakaian yang sama dan
selisih berat penimbangan dapat diketahui banyaknya ASI yang masuk dengan
konvera kasar 1 gr BB-1 ml ASI.
b. Secara subjektif dapat dilihat dari pengamatan dan perasaan ibu yaitu bayi
merasa puas, tidur pulas setelah mendapat ASI dan ibu merasakan ada
perubahan tegangan pada payudara saat menyusui bayinya ibu merasa ASI
mengalir derat.
c. Sesudah menyusui tidak memberikan reaksi apabila dirangsang (disentuh
pipinya, bayi tidak mencari arah sentuhan).
6. Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran ASI
Menurut Biancuzzo (2003) dikutip dalam Eko (2010) faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi ASI terdiri atas faktor tidak langsung dan langsung.
a. Faktor tidak langsung
Faktor tidak langsung terdiri dari jadwal menyusui, umur, umur, paritas,
faktor kenyamanan ibu, dan faktor berat badan bayi yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
1) Jadwal waktu menyusui
Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi
disusui dengan keinginannya. Menyusui bayi yang dijadwalkan akan berakibat
6
kurang baik karena bayi sangat berpengaruh terhadap rangsangan produksi ASI
berikutnya (Nanny, 2011: 16).
2) Umur
Umur ibu berpengaruh terhadap produksi ASI. Ibu yang umurnya lebih
muda lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu yang sudah tua
(Soetjiningsih, 2010). Menurut pudjiandi (2005) yang dikutip dalam
Mardiyaningsih (2010) bahwa ibu yang berumur 19-23 tahun pada umumnya
dapat menghasilkan cukup ASI dibandingkan dengan yang berumur tiga puluhan.
3) Paritas
Ibu yang melahirkan anak kedua dan seterusnya mempunyai produksi ASI
lebih banyak dibandingkan dengan kelahiran anak yang pertama (Soetjiningsih,
2005; Nichol, 2005 dikutip dalam Eko 2010).
4) Faktor berat badan
Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan hisap
ASI yang rendah dibandingkan bayi berat lahir normal. Kemampuan menhisap
ASI yang lebih rendah akan mempengaruhi frekuensi dan lama penyusuan.
Sehingga akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam
pengeluaran ASI (Martalia, 2013: 85).
b. Faktor Langsung
Faktor tidak langsung terdiri dari prilaku menyusui, faktor psikologis, dan
faktor fisiologis yang akan dijelaskan sebagai berikut:
7
1) Perilaku menyusui
a) Waktu inisiasi
Inisiasi menyusu dini adalah bayi yang mulai menyusu sendiri segera
setelah lahir. Hal ini merupakan pristiwa penting karena bayi akan melakukan
kontak kulit langsung dengan ibunya. Sehingga dapat memberikan kehangatan
pada bayi. Pemberian ASI dini ini mungkin lebih baik untuk mempertahankan
produksi ASI (Nanny, 2010: 15).
b) Teknik menyusui
Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi
dengan perlekatan, sehingga proses menyusui dapat optimal dilakukan karena
posisi ibu dan bayi ketika menyusui dapat memberikan rangsangan pengeluaran
ASI dan bayi dapat menghisap puting dengan benar (Indriyani, 2016: 82).
2) Faktor psikologis
Psikologis ibu mempengaruhi kurangnya produksi ASI antara lain adalah
ibu yang stress karena tidak ada hubungan batin antara ibu dan bayi. Kehangatan
tubuh bayi akan memberikan stimulasi mental yang diperlukan bayi sehingga
memenuhi kelanjutan perkembangan psikologi bayi (Nanny, 2011: 16).
Ketenangan jiwa dan pikiran akan mempengaruhi pengeluaran ASI. Kondisi
kejiwaan dan pikiran yang tenang akan sangat dibutuhkan karena tekanan sedih
dan tegang akan menurunkan volume ASI (Martalia, 2012: 84). Bila terjadi stress
pada ibu, maka akan terjadi blokade dari refleks let down yang disebabkan karena
adanya pelepasan dari adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan vasokontriksi dari
pembulu darah alveoli, sehingga hormon oksitosin yang dikeluarkan hanya sedikit
8
dan tidak dapat mencapai target organ mioepitelium. Akibatnya dari tidak
sempurnanya refleks let down dan ASI menjadi tidak lancar (Soetjatiningsih,
2007: 9)
3) Faktor fisiologis
ASI terbentuk oleh pengaruh hormon prolaktin yang menentukan produksi
ASI dan pengeluarannya (Martalia, 2012: 85). Refleks oksitosin yang ditimbulkan
dari proses menyusui akan membantu pengeluaran ASI (Nanny, 2011: 16).
4) Gizi ibu
Kebutuhan makanan juga mempengaruhi pengeluaran ASI, ibu dengan
kebutuhan gizi cukup dan pola makan teratur maka pengeluaran ASI akan lancar
(Martalia, 2012: 84). Mempersiapkan gizi ibu saat laktasi sama dengan
mempersiapkan diri agar ibu dapat memberikan ASI kualitas ynag cukup dan baik
(Sandra dkk, 2015: 50)
d. Bayi tumbuh dengan baik:
Pada bayi minggu satu karena ASI banyak mengandung air, maka salah
satu tanda adalah bayi tidak dehidrasi, antara lain:
1) Kulit lembab kenyal
2) Turgor kulit negatif
3) Jumlah urine sesuai jumlah ASI atau PASI yang diberikan per 24 jam
(kebutuhan ASI bayi mulai 60 ml/kg BB/hari, setiap hari bertambah mencapai
200 1/kg BB/ hari, pada hari ke 14).
4) Selambat-lambatnya sesudah 2 minggu BB waktu lahir tercapai lagi.
9
5) Penurunan BB bayi selama 2 minggu sesudah lahir tidak melebihi 10% bayi
BB waktu lahir
6) Usia 5-6 bulan BB mencapai 2 kali BB waktu lahir. 1 tahun 3 kali waktu lahir
dan 2 tahun 4 lahirnya naik 2 kg pertahun ssuai dengan kurva KMS.
7) BB usia 3 bulan bertambah 20% BB lahir = usia 1 tahun ditambah 50% BB
lahir.
7. Penatalaksanaan Pengeluaran ASI
a. Terapi Farmakologi
1) Domperidone
Dosis domperidone yang dianjurkan 30 mg/hari. Makin
tinggi dosis, lebih banyak efek samping. Belum diketahui rentang
waktu pemberian domperidone yang optimal sebagai
galactogogue, beberapa peneliti menyarankan sekitar 2-4 minggu,
kemudian diturunkan bertahap sebelum dihentikan. Efek samping
yang dialami ibu yang sering terjadi antara lain nyeri kepala, rasa
haus, mulut kering, diare, kram perut, dan kemerahan kulit
(William dkk, 2016: 03).
2) Metoklopramid
Dosis yang dipakai 30-45 mg per hari dibagi dalam 3-4
dosis, selama 7-14 hari dengan dosis penuh dan diturunkan
bertahap selama 5-7 hari. Penggunaan yang lebih lama dapat
meningkatkan kejadian depresi. Kadang-kadang produksi dapat
berkurang ketika dosis diturunkan, dosis efektif terendah dapat
10
diteruskan. Efek samping berupa keletihan, mengantuk, dan diare
dapat terjadi tetapi biasanya ibu tidak perlu menghentikan
penggunaan obat ini. Obat harus dihentikan jika terjadi gejala
ekstrapiramidal yaitu penurunan kesadaran, sakit kepala,
kebingungan, pusing, depresi mental, gelisah atau agitasi. Reaksi
distonik akut jarang terjadi (<0,5%) dan mungkin memerlukan
pengobatan difenhidramin. Metoklopramid tidak boleh digunakan
pada pasien epilepsi atau dalam pengobatan anti kejang,
mempunyai riwayat depresi atau dalam pengobatan antidepresi,
mempunyai feokromositoma atau hipertensi tidak terkontrol,
perdarahan atau obstruksi intestinal, riwayat alergi terhadap
metoklopramid (William dkk, 2016: 03).
b. Terapi Non Farmakologi
1) Pijat Akupresur
Pijatlah sel-sel prosuksi ASI dan saluran ASI mulai dari
bagian atas payudara. Dengan gerakan memutar, pijat payudara
dengan menekannya ke arah dada. Teknik acupressure merupakan
salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI
(Anamed, 2012). Tindakan tersebut dapat membantu
memaksimalkan reseptor prolaktin dan oksitosin serta
meminimalkan efek samping dari tertundanya proses menyusui
oleh bayi (Evariny, 2008).
2) Pijat Oksitosin
11
Metode Pijat Oksitosin Pijat oksitosin merupakan salah satu
solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pijat
oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang
(vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan
usaha untuk merangsang hormone prolactin dan oksitosin setelah
melahirkan (Biancuzzo, 2003; Roesli, 2009).
3) Teknik Marmet
Teknik ini merupakan kombinasi antara cara memerah ASI
dan memijat payudara sehingga reflek keluarnya ASI dapat
optimal. Teknik memerah ASI dengan cara marmet ini pada
prinsipnya bertujuan untuk mengosongkan ASI dari sinus
laktiferus yang terletak dibawah areola sehingga diharapkan
dengan pengosongan ASI pada daerah sinus laktiferus ini akan
merangsang pengeluaran hormone prolaktin. Pengeluaran hormone
prolactin ini selanjutnya akan merangsang mammary alveoli untuk
memproduksi ASI. Makin banyak ASI dikeluarkan atau
dikosongkan dari payudara maka akan semakin banyak ASI akan
diproduksi (Roesli, 2005). Teknik memerah ASI yang dianjurkan
adalah dengan mempergunakan tangan dan jari karena praktis,
efektif dan efesien dibandingkan dengan menggunakan pompa.
Caranya memerah ASI menggunakan cara cloe marmet yang
disebut dengan Teknik Marmet yang merupakan perpaduan antara
teknik memerah dan memijat (Soraya, 2006) .
12
4) Endorphin
Endorphin massase merupakan suatu metode sentuhan
ringan yang dikembangkan pertama kali oleh Costance Palinsky.
Sentuhan ringan ini bertujuan meningkatkan kadar endorphin
untuk membiarkan tubuh menghasilkan endorphin. Teknik
sentuhan ringan juga membantu menormalkan denyut jantung dan
tekanna darah. Ssentuhan ini mencakup pemijatan yang sangat
ringan yang bisa membuat bulu-bulu halus dipermukaan kulit
berdiri, sehingga dapat melepaskan hormon endorpin dan oksitosin
(Aprilia, 2010).
5) Kompres Hangat
Kompres hangat pada payudara akan memberikan sinyal ke
hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor
yang peka terhadap panas di hipotalamus di rangsang, sistem
efektor mengeluarkan sinyal dengan vasodilatasi perifer. Kompres
hangat payudara selama pemberian ASI akan dapat meningkatkan
aliran ASI dari kelenjar-kelenjar penghasil ASI. Manfaat lain dari
kompres hangat payudara yaitu stimulasi refleks let down,
mencegah bendungan pada payudara yang bisa menyebabkan
payudara bengkak dan memperlancar peredaran darah pada daerah
payudara (Saryono & Roicha, 2009 dikutip dalam Mas’adah 2010).
6) Breast Care (Perawatan Payudara)
13
Breast care adalah pemeliharaan payudara yang dilakukan
untuk memperlancar ASI dan menghindari kesulitan pada saat
menyusui dengan melakukan pemijatan. Perawatan payudara
sangat penting dilakukan selama hamil sampai menyusui. Hal ini
karena payudara merupakan satu-satu penghasil ASI yang
merupakan makanan pokok bayi baru lahir sehingga harus
dilakukan sedini mungkin (Azwar, 2008).
Perawatan payudara adalah merupakan suatu tindakan yang
dilaksanakan baik oleh pasien maupun dibantu orang lain yang
dilaksanakan mulai hari pertama atau kedua setelah melahirkan.
Perawatan payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi dan
mencegah tersumbatnya aliran susu sehingga memperlancar
pengeluaran ASI serta menghindari terjadinya pembengkakan dan
kesulitan menyusui. Selain itu juga menjaga kebersihan payudara
agar tidak mudah terkena infeksi.
B. Pijat Oksitosin
1. Pengertian Pijat Oksitosin
Menurut Lowdermik, Perry dan Bobak (2002) pijat oksitosin adalah
pemijatan pada sepanjang tulang belakang sampai tulang coeste kelima-keenam
dan memberikan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah
melahirkan (Indriyani, 2010: 80).
14
2. Mekanisme Kerja Oksitosin
Oksitosin diproduksi oleh hipofise posterior yang akan lepas kedalam
pembulu darah jika mendapatkan rangsangan yang tepat. Efek fisiologis dari
oksitosin yaitu akan meningkatkan pengeluaran ASI dari kelenjar mamae (let don
refleks (Cunningham, 2006: 887).
Rangsangan yang ditimbulkan saat menyusui diantar sampai bagian
belakang kelenjar hipofise (hipofise posterior) yang akan melepaskan hormon
oksitosi masuk kedalam darah. Oksitosin akan memacu otot-otot polos yang
mengelilingi alveoli dan duktuli berkontraksi. Oksitosin yang sampai dalam
alveoli akan mempengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi dari sel tersebut akan
memeras ASI yang telah terproduksi dan kemudian keluar dari alveoli masuk
kedalam sistem duktus yang kemudian mengalir melalui duktus laktiferus masuk
kemulut bayi (Nurjanah, 2013: 13).
Pijat oksitosin dapat memperbaiki sirkulasi darah dan membantu ibu
menjadi rileks. Otot yang rileks akan merangsang hipotalamus untuk
meningkatkan pengeluaran hormon oksitosin dan disekresikan kealiran darah oleh
kelenjar pituitari, sehingga akan meningkatkan produksi dan pengeluaran ASI dan
ASI pun otomatis keluar (Rahayu dkk, 2015). Manfaat pijat oksitosin adalah
memberikan kenyamanan pada ibu. Psikis ibu yang menyusui sangat berpengaruh
pada refleks pengaliran susu. Pasalnya refleks ini mengontrol perintah yang
dikirim oleh hipotalamus pada kelenjar pituitari. merangsang pelepasan hormon
oksitosin untuk pengeluaran ASI (Depkes RI, 2007).
15
3. Waktu pemijatan oksitosin
Waktu yang tepat uuntuk melakukan pijat oksitosin menurut Depkes RI
(2007) adalah:
a. Sebelum menyusui atau memerah ASI
b. Dilakukan 2 kali dalam sehari selama 2-3 menit per sesi
4. Langkah- Langkah Pijat Oksitosin
Stimulasi pijat oksitosin dapat dilakukan dengan langkah langkah sebagai
berikut :
a. Melepaskan pakaian ibu bagian atas
b. Ibu duduk rileks bersandar kedepan, tangan dilipat diatas meja dengan kepala
diletakkan diatasnya
c. Memasang handuk
d. Melumuri kedua telapak tangan pemijat dan juga punggung ibu menggunakan
baby oil ataupun minyak pijat
e. Biarkan Payudara tergantung lepas tanpa bra
f. Penolong memijat disepanjang sisi tulang belakang menggunakan dua kepalan
tangan dengan ibu jari menunjung ke depan
g. Tekan kuat membentuk gerakan melingkar-lingkar kecil
h. Lakukan pemijatan hingga batas tali bra (sampai tulang coeste kelima-
keenam)
i. Lakukan selama 2-3 menit
j. Ulangi pemijatan hingga 3 kali
16
k. Membersihkan punggung ibu menggunakan air hangat atau tissu
basah.(Depkes RI, 2007).
C. Teknik Marmet
Teknik marmet merupakan kombinasi antara cara memerah ASI dan memijat
payudara sehingga refleks keluarnya ASI dapat optimal. Teknik memerah ASI
dengan cara marmet ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengosongkan ASI dari
sinus laktiferus yang terletak dibawah areola sehingga diharapkan dengan
pengosongan ASI pada daerah sinus laktiferus ini akan merangsang pengeluaran
hormon prolaktin (Mas’ad, 2016). Pengeluaran hormon prolaktin ini selanjutnya
akan merangsang mammary alveoli untuk memproduksi ASI. Makin banyak ASI
dikeluarkan atau dikosongkan dari payudara maka akan semakin banyak ASI akan
diproduksi (Mas’ad, 2016). Jika kita perhatikan cara memerah ASI dengan
tangan, tampaknya sulit dari yang dibayangkan. Dalam hal ini, tangan harus lebih
cepat dari mata sehingga banyak ibu yang merasa bahwa memerah ASI dengan
tangan sangatlah sulit, meskipun ibu telah belajar dari bacaan atau praktik
langsung. Memang, ASI dapat diperah dengan mudah tanpa teknik apa pun,
namun satu hal yang sering terlupakan adalah teknik yang tidak tepat akan
merusak jaringan lemak pada payudara, membuat payudara menjadi lecet, bahkan
kulit payudara dapat menjadi memar atau memerah (Ari, 2009). Memerah ASI
dengan teknik tersebut awalnya diciptakan oleh seorang ibu yang harus
mengeluarkan ASI-nya karena alasan medis. Awalnya, ia kesulitan mengeluarkan
ASI dengan refleks (tidak sesuai dengan refleks keluarnya ASI saat bayi
menyusu). Hingga akhirnya ia menemukan satu metode memijat dan
17
menstimulasi agar refleks keluarnya ASI lebih optimal. Kunci sukses dari teknik
ini adalah kombinasi dari cara memerah ASI dan cara memijat (Ari, 2009).
Jika teknik ini dilakukan dengan efektif dan tepat maka seharusnya tidak akan
terjadi lagi masalah dalam produksi ASI atau cara mengeluarkan ASI. Teknik ini
dapat dengan mudah dipelajari sesuai instruksi. Tentu saja, semakin sering ibu
melatih memerah dengan teknik Marmet ini maka ibu makin terbiasa dan tidak
akan menemui kendala (Ari, 2009).
a. Memerah asi dengan menggunakan tangan
b. Letakkan ibu jari dan dua jari lainnya sekitar 1-1,5 cm dari areola.
Usahakan untuk mengikuti aturan tersebut sebagai panduan, apalagi
ukuran dari areola tiap wanita sangat bervariasi. Tempatkan ibu jari di atas
areola pada posisi jam 12 dan jari lainnya di posisi jam 6. Perhatikan
bahwa jari jaritersebut terletak di atas gudang ASI sehingga proses
pengeluaran ASI dapat optimal.
c. Hindari melingkari jari pada areola seperti gambar di samping. Posisi jari
seharusnya tidak berada di jam 12 dan jam 4.
d. Dorong ke arah dada. Hindari meregangkan jari. Bagi ibu yang
payudaranya besar, angkat dan dorong ke arah dada.
e. Gulung menggunakan ibu jari dan jari lainnya secara bersamaan.
f. Gerakkan ibu jari dan jari lainnya hingga menekan gudang ASI hingga
kosong. Jika dilakukan dengan tepat maka ibu tidak akan kesakitan saat
memerah.
18
g. Putar ibu jari dan jari-jari lainnya ke titik gudang ASI lainnya. Demikian
juga saat memerah payudara lainnya, gunakan kedua tangan. Misalkan,
saat memerah payudara kiri, gunakan tangan kiri. Juga saat memerah
payudara kanan, gunakan tangan kanan. Saat memerah ASI, jarijari
berputar seiring jarum jam atau berlawanan agar semua gudang ASI
kosong. Pindahkan ibu jari dan jari lainnya pada posisi arah jam 6 dan jam
12, posisi jam 11 dan jam 5, jam 2 dan jam 8, serta jam 3 dan jam 9
Memerah ASI dengan tangan sangat direkomendasikan. Memerah ASI dengan
tangan menghasilkan stimulus sentuhan yang memacu hormone laktasi dan
memungkinkan ibu untuk memilih daerah-daerah khusus pada payudara bila ada
saluran-saluran yang tersumbat. Bila pemerahan dengan tangan hanya satu-
satunya cara untuk mengosongkan payudara, maka ibu harus didorong untuk
memerah paling sedikit 8 kali sehari, termasuk dimalam hari ketika kadar
prolaktin tinggi (Maria Porland, 2016).
D. Efektivitas Pijat Oksitosin Terhadap Kelancaran ASI
Permasalahan ASI yang tidak keluar pada hari- hari pertama kehidupan bayi
seharusnya bisa di antisipasi sejak kehamilan melalui konseling laktasi. ASI yang
tidak keluar pada hari-hari pertama kehidupan bayi seharusnya bisa di antisipasi.
Salah satu pelayanan kebidanan untuk mengatasi ketidaklancaran pengeluaran
ASI yaitu pijat oksitosin. Dengan melakukan pemijatan daerah punggung ibu,
akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin (Rahayu dkk, 2015). Oksitosin
diproduksi oleh hipofisis posterior yang melepas oksitosin kepembuluh darah jika
mendapat rangsangan yang tepat. Efek fisiologis dari oksitosin yaitu akan
19
meningkatkan pengeluaran ASI dari kelenjar mamae (Cuningham, 2005).
Oksitosin yang dihasilkan hipofosis posterior pada nucleus para ventrikel dan
nucleus supraoptik. Saraf ini berjalan menuju hipofisis melalui tangkai hipofisim
dimana bagian aktif dari tangkai ini merupakan suatu bulatan yang banyak
mengandung garnula sekretrotik dan berada pada permukaan hipofisis posterior
dan bila ada rangsangan akan mengsekresikan oksitosin. Proses menyusu
menimbulkan impul sensorik yang diteruskan kemedulla spinalis melalui saraf
somatik, kemudian implus dikirim kehipotalamus melalui saraf plaventrikularis
diteruskan ke hypofise posterior dan oksitosin dikeluarkan. Oksitosin masuk
kedalam pembuluh darah kekelenjar mamae dan menyebabkan kontraksi sel
miopitel sehigga susu terlepas dari alveoli ke duktus alveoli dihisap keluar
(Fairus, 2010: 83).
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2014) diperoleh hasil adanya
pengaruh pengaruh pijat oksitosin terhadap pengeluaran ASI pada ibu postpartum
p value = 0,032 (p value < 0,05). Penelitian yang sama oleh Maita (2016)
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara pijat oksitosin terhadap
pengeluaran ASI dimana p value = 0,000 (p<0,05).
E. Efektivitas Teknik Marmet terhadap kelancaran ASI
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling direkomendasikan untuk
bayi sedikitnya pada 6 bulan pertama kehidupan (Kramer & Kakuma, 2002).
Ketidakcukupan produksi ASI merupakan alasan utama seorang ibu untuk
penghentian pemberian ASI secara dini, ibu merasa dirinya tidak mempunyai
kecukupan produksi ASI untuk memenuhi kebutuhan bayi dan mendukung
20
kenaikan berat badan bayi yang adekuat. Sehingga, hal tersebut menjadikan
menyusui merupakan hal yang dapat menimbulkan stress bagi seorang ibu post
partum (Anamed,2012). Penurunan produksi ASI pada hari-hari pertama setelah
melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan
oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi ASI. Menyusui dini di
jam-jam pertama kelahiran jika tidak dapat dilakukan oleh ibu akan menyebabkan
proses menyusu tertunda, maka alternatif yang dapat dilakukan adalah memerah
atau memompa ASI selama 10-20 menit hingga bayi dapat menyusu. Tindakan
tersebut dapat membantu memaksimalkan reseptor prolaktin dan meminimalkan
efek samping dari tertundanya proses menyusui oleh bayi (Evariny, 2011). Oleh
karena itu, perlu adanya upaya mengeluarkan ASI untuk beberapa ibu post partum
dapat menggunakan teknik marmet. Teknik marmet merupakan kombinasi cara
memerahASI dan memijat payudara sehingga refleks ASI dapat optimal.
Teknik memerah ASI dengan cara marmet bertujuan untuk mengosongkan
ASI dari sinus laktiferusyang terletak di bawah areola sehingga diharapkan
dengan mengosongkan ASI pada sinus laktiferus akan merangsang pengeluaran
prolaktin. Pengeluaran hormon prolaktin diharapkan akan merangsang mammary
alveoli untuk memproduksi ASI. Semakin banyak ASI dikeluarkan atau
dikosongkan dari payudara akan semakin baik produksi ASI di payudara.
Teknik marmet direkomendasikan, karena dapat membantu reflek keluarnya
air susu dengan memijat, sel-sel dan duktus memproduksi air susu pada saat
gerakan melingkar mirip dengan gerakan yang digunakan dalam pemeriksaan
payudara. teknik pemiijatan ini digunakan dalam hubungannya dengan gerakan
21
pukulan ringan dari pangkal payudara ke puting susu dan gunjangan payudara
posisi badan sedikit ke arah depan sehingga gravitasi akan membantu pengeluaran
air susu.
Hasil penelitian sebelumnya tentang Teknik marmet oleh Titisari dkk. (2016)
yang di dapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan Berdasarkan hasil
analisa dengan menggunakan Wilcoxon Mann Whitney U Test didapatkan hasil p-
value = 0,870 > Alpa 0,05 yang artinya tidak ada perbedaan berat badan dan
Frekuensi BAK setelah dilakukan tehnik marmet dan pijat oksitosin dan breast
care. Dari hasil analisa tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara
kombinasi teknik marmet dan pijat oksitosin dan breast care terhadap produksi
ASI. Ketiga teknik tersebut sama-sama efektif dalam meningkatkan produksi ASI
pada ibu post partum.
F. Kerangka Teori
Kerangka teori berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, variabel-variabel
yang akan diteliti. Oleh sebab itu dalam tinjauan pustaka sering diuraikan
kerangka teori sebagai dsar untuk mengembangkan kerangka konsep
penelitian.(Noetoadmodjo, 2012:82).
Dasar dalam pembuatan kerangka konsep adalah kerangka teori, maka
kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
22
Gambar 1
Kerangka Teori
(Sumber : Indriyani (2016), Martalia (2012), Nanny(2011), Soetjaningsih (2012),
Anamed (2012), Williams dkk, (2016))
G. Kerangka Konsep
Kerangka Konsep adalah merupakan gambaran hubungan konsep yang
satu dengan konsep yang lainnya, dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa
yang diuraikan pada tinjauan pustaka (Notoadmodjo, 2012: 100). Kerangka
konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kelompok intervensi
Gambar 2
Kerangka Konsep
Pijat Oksitosin
Teknik Marmet
Kelancaran ASI
Teknik memperlancar
pengeluaran ASI
1. Pijat akupresur
2. Pijat oksitosin
3. Teknik marmet
4. Pijat endorpin
5. Kompres hangat
6. Breast care
Kelancaran ASI
Terapi farmakologi
1. Domperidone
2. Metoklopramid
23
H. Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-
anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.
Variabel yang digunakan diartikan sebagai konsep yang mempunyai bermacam-
macam nilai (Notoadmodjo, 2012:103). Variabel independen pada penelitian ini
yaitu Pijat Oksitosin dan Teknik Marmet dan variabel dependennya yaitu
Kelancaran ASI.
I. Hipotesis
Hipotesis ialah prosedur statistik untuk menunjukkan kesahihan suatu
hipotesis. Uji ini diperlukan oleh karena penelitian dilakukan pada sampel tidak
pada populasi. Uji hipotesis dilakukan dengan pernyataan hipotesis nol yaitu
hipotesis tidak beda atau tidak ada hubungan. Kemudian terhadap data pada
sampel dilakukan uji untuk memperoleh angka apakah cukup bukti untuk menolak
hipotesis nol, hingga dapat disimpulkan ada atau tidaknya perbedaan antara
kelompok dan akan diperoleh nilai (Sastroasmoro, 2002: 241). Hipotesis pada
penelitian ini yaitu Pijat Oksitosin lebih efektif dibandingkan dengan Teknik
Marmet terhadap pengeluaran ASI kurang.
J. Definisi Oprasional
Definisi operasional berguna untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian
variabel-variabel yang diamati atau diteliti. Definisi operasional juga bermanfaat
untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-
24
variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur
(Notoatmodjo, 2012: 85).
25
Tabel 1
Definisi Operasional
Variabel
Dependen Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Kelancaran
ASI setelah
diberikan
Pijat
Oksitosin
Pengeluaran ASI
setelah diberikan Pijat
Oksitosin selama 3
hari yang dinilai dari
indikator ibu melihat
payudara tegang dan
ASI merembes
sebelum menyusui
bayi, ibu mendengar
suara bayi saat
menelan ASI, saat
menyusu payudara
seperti diperas dan
indikator bayi yaitu
menyusu 8 kali dalam
sehari serta buang air
kecil 6-88 kali sehari.
Observasi
dan
wawancara
Kuisioner 0. Lancar
ASI
1. Tidak
lancar
ASI
Ordinal
Kelancaran
ASI setelah
diberikan
Teknik
Marmet
Pengeluaran ASI
setelah diberikan
Teknik Marmet selama
3 hari yang dinilai dari
indikator ibu melihat
payudara tegang dan
ASI merembes
sebelum menyusui
bayi, ibu mendengar
suara bayi saat
Observasi
dan
wawancara
Kuisioner 0. Lancar
ASI
1. Tidak
lancar
ASI
Ordinal
26
menelan ASI, saat
menyusu payudara
seperti diperas dan
indikator bayi yaitu
menyusu 8 kali dalam
sehari serta buang air
kecil 6-8 kali sehari.
Pijat
Oksitosin
Pemijatan pada daerah
sepanjang kedua sisi
tulang belakang yang
pada ibu postpartum
hari 1-30 yang
dilakukan setiap 2 kali
sehari pagi dan sore
hari selama 2 hari (4
kali tindakan).
Observasi Ceklist Intervensi
Pijat
Oksitosin
Nominal
Teknik
Marmet
Perahan pada payudara
yang di lakukan oleh
ibu maupun keluarga
pada ibu menyusui
hari ke 1-30 yang
dilakukan setiap 2 kali
sehari pagi dan sore
hari selama 2 hari (4
kali tindakan)
Observasi
Ceklist Intervensi
Teknik
Marmet
Nominal
top related