bab ii tinjauan teori dan konsep a. harga diri...
Post on 20-Feb-2021
1 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
9
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN KONSEP
A. HARGA DIRI RENDAH
1. Pengertian
Keliat B.A mendefinisikan harga diri rendah adalah
penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Perasaan tidak berharga,
tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi
negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Fajariyah, 2012)
Harga diri rendah adalah semua pemikiran, kepercayaan
dan keyakinan yang merupakan pengetahuan individu tentang
dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Harga
diri terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil
pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang
terdekat dan dengan realitas dunia (Stuart,2006)
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan
perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat
secara langsung atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend,
2001 ).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang
negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Adanya perasaan
-
10
hilang percaya diri, merasa gagal karena karena tidak mampu
mencapai keinginansesuai ideal diri (Keliat, 2001).
Menurut Schult & videbeck (1998) gangguan harga diri
rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung.
Dapat disimpulkan harga diri rendah adalah kurangnya rasa
percaya diri sendiri yang dapat mengakibatkan pada perasaan
negatif pada diri sendiri, kemampuan diri dan orang lain. Yang
mengakibatkan kurangnya komunikasi pada orang lain.
2. Komponen Konsep Diri
Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan dan
kenyakinan yang diketahui tentang dirinya dan mempengaruhi
individu dalam berhubungan dengan orang lain (Fajariyah, 2012).
Ciri konsep diri menurut Fajariyah (2012) terdiri dari
konsep diri yang positif, gambaran diri yang tepat dan positif, ideal
diri yang realitis, harga diri yang tinggi, penampilan diri yang
memuaskan, dan identitas yang jelas. Konsep diri terdiri dari citra
tubuh (body image), ideal diri (self-ideal), harga diri (self-esteem),
peran (self-role), dan identitas diri (self-identity) (Suliswati, 2004).
a) Citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik
disadari atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau
-
11
sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi penampilan
dan potensi tubuh. Citra tubuh sangat dinamis karena secara
konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-
pengalaman baru. Citra tubuh harus realitis karena semakin
dapat menerima dan menyukai tubuhnya individu akan
lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan. Individu
yang menerima tubuhnya apa adanya biasanya memiliki
harga diri tinggi daripada individu yang tidak menyukai
tubuhnya (Suliswati, 2004).
b) Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaiman ia
seharusnya bertingkah laku berdasarkan standart pribadi.
Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang
diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai
yang ingin diraih. Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita
atau penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial
dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan
penyesuaian diri (Suliswati, 2004).
c) Harga diri
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal
yang diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai
perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi
adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri
-
12
tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan,
dan kegagalan, tetap merasa sebagai orang yang penting
dan berharga (Stuart,2006).
d) Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan
tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan
dengan fungsi individu didalam sekelompok sosial dan
merupakan cara untuk menguji identitas dengan
memvalidasi pada orang berarti. Setiap orang disibukkan
oleh beberapa peran yeng berhubungan dengan posisi setiap
waktu sepanjang daur kehidupnya. Harga diri yang tinggi
merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan
cocok dengan ideali diri (Suliswati, 2004).
e) Identitas diri
Prinsip penorganisasian kepribadian yang bertanggung
jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan
keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan
otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang.
Pembentukan identitas, dimulai pada masa bayi dan terus
berlangsung sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas
utama pada masa remaja (Stuart, 2006).
-
13
3. Rentang Respon Konsep Diri
Respon adaptif Respon maladaptif
Akualisasi konsep Harga diri Keracunan Depersonalisasi
diri diri positif rendah identitas
Gambar 1.1 Rentang Respon Konsep Diri Rendah
Sumber : (Fajariyah, 2012)
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap
konsep dirinya sepanjang rentang respon konsep diri yaitu adaptif
dan maladaptif (Fajariyah, 2012).
a) Akualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar
belakang pengalaman nyata yang sukses diterima.
b) Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri.
c) Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif
dengan konsep diri maladaptif.
d) Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam
kemalangan aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang
harmonis.
-
14
e) Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realitis terhadap
diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan
serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
(Fajariyah, 2012)
4. Etiologi
Penyebab terjadi harga diri rendah adalah :
a) Pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya.
b) Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.
c) Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan, atau
pergaulan
d) Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.
(Yosep, 2009)
5. Tanda dan gejala harga diri rendah
Tanda gejala harga diri rendah menurut (Carpenito 2003) antara
lain yaitu perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan
akibat tindakan terhadap penyakit, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, merendahkan martabat, gangguan hubungan sosial, seperti
menarik diri, tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka
sendiri, percaya diri kurang, sukar mengambil keputusan,
-
15
mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, ingin mengakhiri kehidupan. Tidak ada kontak mata,
sering menunduk, tidak atau jarang melakuakan kegiatan sehari-
hari, kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
berkurang selera makan, bicara lambat dengan nada lemah.
6. Akibat terjadinya harga diri rendah
Menurut Karika (2015) harga diri rendah dapat berisiko terjadinya
isolasi sosial : menarik diri, isolasi soasial menarik diri adalah
gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang
maladaptif mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
Dan sering dirtunjukan dengan perilaku antara lain :
Data subyektif
a) Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan atau
pembicaraan.
b) Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan
orang lain.
c) Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang
lain.
Data obyektif
a) Kurang spontan ketika diajak bicara.
b) Apatis.
c) Ekspresi wajah kosong.
d) Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal.
-
16
e) Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat
bicara.
7. Proses terjadinya harga diri rendah
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari
harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat
juga terjadi karena individu tidak pernah mendapat feed back dari
lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin
kecenderungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif
mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor.
Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan
stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi
tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau
merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu
terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan
peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan
tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu
dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu
mengalami harga diri rendah kronis (Direja, 2011).
-
17
B. ASUHAN KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH
1. Pengkajian
Tahap pertama meliputi faktor predisposisi seperti : psikologis, tanda,
dan tingkah laku klien dan mekanisme koping klien (Damaiyanti,
2012).
Pengkajian menurut Deden (2013) melalui beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan
orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik.
2) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran
yang sesuai dengan jenis kelamin, peran dalam pekerjaan
dan peran yang sesuai dengan kebudayaan.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua
yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya dan
kultur sosial yang berubah.
b. Faktor presipitasi
1) Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam
atau faktor dari luar individu (internal or eksternal
sources), yang dibagi 5 (lima) kategori :
a) Ketegangan peran adalah stress yang berhubungan
dengan frustasi yang dialami individu dalam peran
atau posisi yang diharapkan.
-
18
b) Konflik peran : ketidaksesuaian peran antara yang
dijalankan dengan yang diinginkan.
c) Peran yang tidak jelas : kurangnya pengetahuan
individu tentang peran yang dilakukannya.
d) Peran berlebihan : kurang sumber yang adekuat
untuk menampilkan seperangkat peran yang
komleks.
e) Perkembangan transisi, yaitu perubahan norma yang
berkaitan dengan nilai untuk menyesuaikan diri.
2) Situasi transisi peran, adalah bertambah atau berkurangnya
orang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran
atau kematian orang yang berarti.
3) Transisi peran sehat-sakit, yaitu peran yang diakibatkan
oleh keadaan sehat atau keadaan sakit. Transisi ini dapat
disebabkan :
a) Kehilangan bagian tubuh.
b) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau
fungsi tubuh.
c) Perubahan fisik yang berkaitan dengan
pertumbuhan dan perkembangan.
d) Prosedur pengobatan dan perawatan.
-
19
4) Ancaman fisik seperti pemakaian oksigen, kelelahan,
ketidak seimbangan bio-kimia, gangguan penggunaan obat,
alkohol dan zat.
c. Perilaku
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) perilaku yang berhubungan
dengan harga diri yang rendah yaitu identitas kacau dan
depersonalisasi seperti berikut (Deden, 2013):
1) Perilaku dengan harga diri yang rendah.
a) Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b) Produktifitas menurun
c) Destruktif pada orang lain
d) Gangguan berhubungan
e) Merasa diri lebih penting
f) Merasa tidak layak
g) Rasa bersalah
h) Mudah marah dan tersinggung
i) Perasaan negative terhadap diri sendiri
j) Pandangan hidup yang pesimis
2) Perilaku dengan identitas kacau.
a) Tidak mengindahkan moral
b) Mengurahi hubungan interpersonal
c) Perasaan kosong
d) Perasaan yang berubah-ubah
-
20
e) Kekacauan identitas seksual
f) Kecemasan yang tinggi
g) Tidak mampu berempati
h) Kurang keyakinan diri
i) Mencitai diri sendiri
j) Masalah buhungan intim
k) Ideal diri tidak realistik
3) Perilaku dengan Depersonalisasi.
a) Afek : identitas hilang, asing dengan diri sendiri,
perasaan tidak aman, rendah diri, taku, malu, dan
perasaan tidak realistic, merasa sangat terisolasi.
b) Persepsi : Halusinasi pendengaran dan penglihatan,
tidak yakin akan jenis kelaminnya, sukar
membedakan diri dengan orang orang lain.
c) Kognitif : Kacau, disorientasi waktu, penyimpangan
pikiran, daya ingat terganggu, dan daya penilaian
terganggu.
d) Perilaku : Afek tumpul, pasif dan tidak ada respon
emosi, komunikasi tidak selaras, tidak dapat
mengontrol perasaan, tidak ada inisiatif dan tidak
mampu mengambil keputusan, menarik diri dari
lingkungan, dan kurang bersemangat.
-
21
d. Manifestasi klinis
Perilaku yang berhubungan dengan gangguan harga diri rendah
didapatkan dari data subjektif dan objektif yaitu :
1) Mengkritik diri sendiri ataupun orang lain.
2) Merasa diri tidak mampu dan tidak layak.
3) Merasa bersalah.
4) Mudah marah dan tersinggung
5) Perasaan negatif terhadap dirinya sendiri.
6) Ketegangan peran.
7) Pandangan hidup psimis.
8) Keluhan fisik.
9) Pandangan hidup bertentangan.
10) Penolakan terhadap kemampuan pribadi dekstrutif terhadap
diri sendiri.
11) Menarik diri secara sosial dan menarik diri secara realistis.
(Suliswati, 2005)
e. Sumber koping
Menurut Stuart (2006) semua orang tanpa memperhatikan
gangguan perilakunya, mempunyai beberapa bidang kelebihan
personal meliputi :
1) Hobi dan kerajinan tangan
2) Pendidikan atau pelatihan
3) Pekerjaan, vokasi atau posisi
-
22
4) Aktivitas olah raga dan aktivitas diluar rumah
5) Seni yang ekspresif
6) Kesehatan dan perawatan diri
f. Manifestasi koping
Mekanisme koping menurut Deden (2013) :
Jangka pendek :
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis :
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonoton tv terus
menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara : (ikut kelompok
sosial, keagamaan, politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara : (kompetisi
olah raga kontes popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara
: (penyalahgunaan obat-obatan).
Jangka Panjang :
1) Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas
yang disenangi dari orang-orang yang berarti, tanpa
mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri.
2) Identitas negatif : asumsi yang pertentangan dengan
nilai dan harapan masyarakat.
-
23
Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah : fantasi,
disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri
sendiri dan orang lain.
g. Penatalaksanaan
Menurut Eko, 2014 terapi pada gangguan jiwa skizofrenia sudah
dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi
bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada masa sebelumnya.
Terapi yang dimaksud meliputi :
1) Psikofarmako, berbagai obat psikofarmako yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2
golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan
golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan
generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL,
Thoridazine HCL, dan Haloperridol. Obat yang termasuk
generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine,
Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan Ariprprazole.
2) Psikoterapi, terapi kerja baik sekali untuk mendorong
penderita bergaul lagi engan orang lain, pasien lain,
perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak
mengasingkan diri lagi karena jika pasien menarik diri
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan
untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
-
24
3) Terapi kejang listrik (Elektro Convulsive therapy), adalah
pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artifical dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik
diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi listrik 5-5
joule/ detik.
4) Terapi modalitas, merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia dan kekurangan pasien. Teknik perilaku
menggunakan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi
diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi
interpersonal. Terapi aktivitas kelompok dibagi 4 yaitu
terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi
aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas
kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi.
5) Adapun tindakan terapi untuk pasien dengan harga diri
rendah menurut Kaplan & Saddock, 2010 mengatakan,
tindakan keperawatan yang dibutuhkan pada pasien dengan
harga diri rendah adalah terapi kognitif, terapi
interpersonal, terapi tingkah laku, dan terapi keluarga.
Tindakan keperawatan pada pasien dengan harga diri
-
25
rendah bisa secara individu, terapi keluarga, kelompok dan
penanganan dikomunikasi baik generalis keperawatan
lanjutan. Terapi untuk pasien dengan harga diri rendah
yang efisian untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam
berinteraksi dengan orang lain, sosial, dan lingkungannya
yaitu dengan menerapkan terapi kognitif pada pasien
dengan harga diri rendah.
2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji menurut Kartika
(2015) :
a. Masalah utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif :
1) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya.
2) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli.
3) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa.
4) Mengungkapkan dirinya tidak berguna.
5) Mengkritik diri sendiri.
6) Perasaan tidak mampu.
Data obyektif :
1) Merusak diri sendiri.
2) Merusak orang lain.
3) Ekspresi malu.
-
26
4) Menarik diri dari hubungan sosial.
5) Tampak mudah tersinggung.
6) Tidak mau makan dan tidak tidur.
b. Masalah keperawatan
Penyebab tidak efektifan koping individu.
Data subyektif :
1) Mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang
lain.
2) Mengungkapkan malu dan tidak bisa ketika diajak melakukan
sesuatu.
3) Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
Data obyektif :
1) Tampak ketergantungan terhadap orang lain.
2) Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya
dapat dilakukan.
3) Wajah tampak murung.
c. Masalah keperawatan
Akibat isolasi sosial menarik diri
Data subyektif :
1) Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
2) Klien mengatakan malu bertemu dan berhadapan dengan orang
lain.
-
27
Data obyektif :
1) Ekspresi wajah kosong tidak ada kontak mata ketika diajak
bicara.
2) Suara pelan dan tidak jelas.
3) Hanya memberi jawaban singkat (ya atau tidak).
4) Menghindar ketika didekati.
3. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :
Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Koping Individu Tidak Efektif
Gambar 1.2 Pohon Masalah
4. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
b. Isolasi sosial : Menarik diri
c. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
HARGA DIRI RENDAH
-
28
(Fajariyah, 2012)
5. Intervensi keperawatan untuk Harga Diri Rendah
Strategi pelaksanaan konsep : Harga Diri Rendah
Tabel 1.1 Intervensi Keperawatan Harga Diri Rendah
No Pasien Keluarga
SP1P SP1K
1
2
3
4
5
6
7
Bina hubungan saling percaya
Mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki
pasien
Membantu pasien menilai
kemampuan pasien yang masih
dapat digunakan
Membantu pasien memilih
kegiatan yang akan dilatih
sesuai dengan kemampuan
pasien
Melatih pasien sesuai
kemampuan yang dipilih
Memberikan pujian yang wajar
tehadap keberhasilan pasien
Menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
Menjelaskan pengertian harga
diri rendah, tanda dan gejala,
serta proses terjadinya harga
diri rendah
Menjelaskan cara merawat
pasien denga harga diri rendah
-
29
kegiatan harian
SP2P SP2K
1
2
3
Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
Melatih pasien melakukan
kegiatan yang sesuai dengan
kemampuan klien
Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Melatih keluarga
mempraktekan cara merawat
pasien dengan harga diri
rendah
SP3K
Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung kepada
pasien harga diri rendah
SP4K
Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas dirumah
termasuk minum obat
(discharge planning)
Menjelaskan follow up pasien
setelah pulang
(Fajariyah, 2012)
-
30
Rencana tindakan keperawatan klien dengan gangguan konsep diri : Harga
diri rendah.
1. Harga diri rendah
Tujuan Umum :
Pasien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap.
Tujuan Khusus 1 :
Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi :
a. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya
b. Ekspresi Wajah bersahabat.
c. Ada kontak mata
d. Menunjukkan rasa senang.
e. Mau berjabat tangan.
f. Mau menjawab salam
g. Pasien mau duduk berdampingan
h. Pasien mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya
a. Sapa pasien dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang
disukai pasien
d. Jelaskan tujuan pertemuan, jujur, dan menepati janji
-
31
e. Tunjukan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
f. Beri perhatian pada pasien
2) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan tentang
penyakit yang dideritanya
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan pasien
4) Katakan pada pasien bahwa ia adalah seorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu mendorong dirinya
sendiri.
Tujuan Khusus 2 :
Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Kriteria Evaluasi :
Pasien mampu mempertahankan aspek yang positif
intervensi :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
dan diberi pujian atas kemampuan mengungkapkan
perasaannya
2) Saat bertemu pasien, hindarkan memberi penilaian negatif.
Utamakan memberi pujian yang realitis.
Tujuan Khusus 3 :
-
32
Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Kriteria Evaluasi :
a. Kebutuhan pasien terpenuhi
b. Pasien dapat melakukan aktivitas terarah
Intervensi :
1) Diskusikan kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
selama sakit.
2) Diskusikan juga kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaan di rumah sakit dan di rumah nanti.
Tujuan Khusus 4 :
Pasien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki.
Kriteria Evaluasi :
a. Pasien mampu beraktivitas sesuai kemampuan.
b. Pasien mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi :
1) Rencanakan bersama pasien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari setiap hari sesuai kemampuan : kegiatan mandiri,
kegiatan dengan bantuan minimal, kegiatan dengan bantuan
total.
-
33
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi pasien.
3) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh pasien lakukan
(sering klien takut melaksanakannya).
Tujuan Khusus 5 :
Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya.
Kriteria Evaluasi :
Pasien mampu beraktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1) Beri kesempatan pasien untuk mncoba kegiatan yang
direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan pasien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
Tujuan Khusus 6:
Pasien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Kriteria Evaluasi :
Pasien mampu melakukan apa yang diajarkan.
Intervensi :
-
34
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
pasien harga diri rendah.
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama pasien dirawat.
3) Bantu keluarga meniapkan lingkungan di rumah.
2. Isolasi sosial
Tujuan umum :
Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan khusus 1 :
Pasien mampu menyebutkan penyebab menarik diri.
Kriteria evaluasi :
Pasien mampu menyebutkan minimal satu penyebab menarik diri
dari : diri sendiri, orang lain, lingkungan.
Intervensi :
1) Tanyakan pada pasien tentang :
a) Orang yang tinggal serumah/teman sekamar.
b) Orang yang paling dekat dengan pasien di rumah/di ruang
perawat.
c) Apa yang membuat pasien dekat dengan orang tersebut.
d) Orang yang tidak dekat dengan pasien di rumah/di ruang
perawatan.
-
35
e) Apa yang membuat pasien tidak dekat dengan orang
tersebut.
f) Upaya yang dilakukan agar dekat dengan orang lain.
2) Diskusikan dengan pasien penyebab menarik diri atau tidak
mau bergaul dengan orang lain.
3) Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan
perasaannya.
Tujuan khusus 2 :
Pasien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri.
Kriteria evaluasi :
Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri.
Intervensi :
1) Tanyakan pada pasien tentang :
Manfaat hubungan sosial
Kerugian menarik diri
2) Diskusikan bersama pasien tentang manfaat berhubungan
sosial dan kerugian menarik diri.
3) Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan
perasaannya.
-
36
Tujuan khusus 3 :
Pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
Kriteria evaluasi :
a. Pasien dapat melaksanakan hubungan sosial dengan bertahap
dengan :
1) Perawat
2) Perawat lain
3) Pasien lain
4) Kelompok
Intervensi :
1) Observasi perilaku pasien saat berhubungan sosial.
2) Beri motivasi dan bantu pasien untuk berkenalan/
berkomunikasi dengan :
a) perawat lain
b) pasien lain
c) kelompok
3) Libatkan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
4) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilaukan untuk
meningkatkan kemampuan pasien bersosialisasi.
5) Beri motivasi untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal
yang telah dibuat.
-
37
6) Beri pujian terhadap kemampuan pasien mempuluas
pergaulannya melaui aktivitas yang dilaksanakan.
Tujuan khusus 4 :
Pasien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan
sosial.
Kriteria hasil :
Pasien dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan
dengan :
1) orang lain
2) kemlompok
Intervensi :
1) Diskusikan dengan pasien tentang perasaannya setelah
berhungungan sosial dengan :
a) orang lain
b) kelompok
2) Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan
perasaannya.
Tujuan khusus 5 :
Pasien mendapatkan dukungan keluarga dalam memperluas
hubungan sosial.
-
38
Kriteria evaluasi :
a. Keluarga dapat menjelaskan tenatang :
1) Pengertian menarik diri
2) Tanda dan gejala menarik diri
3) Penyebab dan akibat menarik diri
4) Cara merawat pasien menarik diri
b. Keluarga dapat mempraktekan cara merawat pasien menarik
diri.
Intervensi :
1) Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai
pendukung untuk mengatasi perilaku menarik diri.
2) Diskusikan potensi keluarga untuk membantu pasien
mengatasi perilaku menarik diri.
3) Jelaskan pada keluarga tentang :
a) pengertian menarik diri
b) tanda dan gejala menarik diri
c) penyebab dan akibat menarik diri
d) cara merawat pasien menarik diri.
4) Latih keluarga cara merawat pasien menarik diri.
5) Tanyakan oerasaan keluarga setelah menciba cara yang
dilatihkan.
-
39
6) Beri motivasi keluarga agar membantu pasien untuk
bersosialisasi.
7) Beri pujian kepada keluarga atas keterlibatannya merawat
pasien di rumah sakit.
Tujuan khusus 6 :
Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat menyebutkan :
1) Manfaat minum obat
2) Kerugian tidak minum obat
3) Nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat
b. Pasien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c. Pasien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dokter.
Intervensi :
1) Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan kerugian tidak
minum obat, nam, warna, dosis, cara, efek samping
penggunaan obat.
2) Pantau pasien saat pengguanaan obat.
3) Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar.
-
40
4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
danagn dokter.
5) Anjurkan pasien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
Tujuan umum :
Pasien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Tujuan khusus 1 :
Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat :
a) Ekspresi wajah bersabat
b) Menunjukan rasa senang
c) Ada kontak mata
d) Mau berjabat tangan
e) Mau menyebutkan nama
f) Mau menjawab salam
g) Mau duduk berdampingan dengan perawat
h) Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik :
a) Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
-
41
b) Perkenalakan nama, nama panggilan dan tujuan perawat
berkenalan
c) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai
pasien
d) Buat kontrak yang jelas
e) Tunjukan sikap jujur dan menempati janji setiap kali
interaksi
f) Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
g) Beri perhatian kepada pasien dan perhatian kebutuhan dasar
pasien
h) Tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi
pasien
i) Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan
pasien.
Tujuan khusus 2 :
Pasien dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat menyebutkan :
1) Isi
2) Waktu
3) Frekuensi
4) Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi
-
42
b. Pasien dapat menyatakan perasaan dan responnya saat
mengalami halusinasinya : marah, takut, sedih, senang, cemas,
jengkel.
Intervensi
1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2) Observasi tingkah laku pasien terkait dengan halusinasinya,
jika menemukan pasien yang sedang halusinasi :
a) Tanyakan apakah pasien mengalami sesuatu (halusinasi
dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap).
b) Jika pasien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang
dialaminya.
c) Katakan bahwa perawat percaya pasien mengalami hal
tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalami (dengan
nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
3) Katakan bahwa ada pasien lain yang mengalami hal yang
sama.
4) Katakan bahwa perawat akan membantu pasien.
5) Jika pasien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang
adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan pasien :
a) Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,
sore, malam atau sering dan kadang-kadang).
b) Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi.
-
43
6) Diskusikan dengan pasien apa yang disarankan jika terjadi
halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya.
7) Diskusikan dengan pasien apa yang dilakukan untuk mengatasi
perasaan tersebut.
8) Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila pasien
menikmati halusinasinya.
Tujuan khusus 3 :
Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria hasil :
a) Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya.
b) Pasien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi.
c) Pasien dapat memilih dan memperagakan cara menghadapi
halusinasi.
d) Pasien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasinya.
e) Pasien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi :
1) Identifikasi bersama pasien cara atau tindakan yang dilakukan
jika terjadi halusinasi.
-
44
2) Diskusikan cara yang digunakan pasien :
a. Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
b. Jika cara yanga digunaan maladaptif diskusikan kerugian
cara tersebut
3) Diskusikan cara baru untuk memutuskan/ mengontrol
timbulnya halusinasi :
a. Katakan pada diri sendiri bahwa itu tidk nyata.
b. Menemui orang lain (perawat/ teman/ anggota keluarga)
untuk menceritakan tentang halusinasinya.
c. Membuat dan melaksanakan jadwal yang telah disusun.
d. Meminta keluarga/ teman/ perawat menyapa jika sedang
berhalusinasi
4) Bantu pasien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih
untuk mencobanya.
5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan
dilatih.
6) Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil
beri pujian.
7) Anjurkan pasien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi.
Tujuan khusus 4 :
Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
-
45
Kriteria hasil :
a) Keluarga dapat menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan
dengan perawat.
b) Keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses
terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan
halusinasi.
Intervensi :
1) Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat
dan topik).
2) Diskusikn dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/
kunjungan rumah):
a. Pengertian halusinasi.
b. Tanda dan gejala halusinasi.
c. Proses terjadinya halusinasi.
d. Cara yang dapat dilakukan pasien dan keluarga untuk
memutuskan halusinasi.
e. Obat-obatan halusinasi.
f. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah
(beri kegiatan, bepergian bersama, memantau obat-obatan
dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi)
-
46
g. Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaiman
cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi
dirumah.
Tujuan khusus 5 :
Pasien dapat menfaatkan obat dengan baik.
Kriteria hasil :
a) Pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar.
b) Pasien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter.
Intervensi :
1) Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan kerugian
tidak minum obat, nama, waran, dosis, cara, efak samping
dan efek terapi penggunaan obat.
2) Pantau pasien saat penggunaan obat.
3) Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar.
4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
dengan dokter.
5) Anjurkan pasien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat
jika terjadi hal-hali yang tidak diinginkan.
(Lilik, 2011)
-
47
C. Terapi Kognitif
1. Pengertian
Terapi kognitif yaitu merupakan bentuk psikoterapi yang
digunakan untuk pengobatan klien depresi, kecemasan, phobia,
dan bentuk lain dari penyakit mental. Terapi kognitif merupakan
dasar pemikiran tentang bagaimana klien berfikir (kognitif),
bagaimana klien merasakan (emosi) dan bagaimana klien
bertingkah laku dalam semua interaksi. Secara khusus, apa yang
klien pikirkan menentukan perasaan dan tingkah laku klien. Karena
itu pikiran negatif dapat menyebabkan distress dan menghasilkan
masalah.
Terapi kognitif merupakan salah satu pendekaan
psikoterapi yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti
efektifitasnya dalam mengatasi berbagai gangguan, termasuk
kecemasan dan depresi. Asumsi yang mendasari terapi kognitif
terutama untuk kasus depresi yaitu bahwa gangguan emosional
berasal dari distorsi (penyimpangan) dalam berfikir. Perbaikan
dalam keadaan emosi hanya dapat berlangsung lama kalau dicapai
perubahan pola-pola berfikir selama proses proses terapi. Demikian
pula pada pasien pola pikir yang maladaptif (disfungsi kognitif)
dan gangguan prilaku, diharapkan klien mampu melakukan
perubahan cara berfikir dan mampu mengendalikan gejala-gejala
dari gangguan yang dialami. Terapi kognitif berorientasi pada
-
48
pemecahan masalah, dengan terapi yang dipusatkan pada keadaan
“disini dan sekarang”, yang memandang individu sebagai
pengambilan keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang
akan dipecahkan dalam proses terapi (Westermeyer, 2005).
Kognisi adalah suatu tindakan atau proses memahami.
Terapi kognitif menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa yang
menyebabkan kecemasan dan tanggapan maladaptif melainkan
harapan masyarakat, penilaian, dan interpretasi dari setiap
peristiwa ini. Sugesti bahwa perilaku maladaptif dapat diubah oleh
berhubungan langsung dengan pikiran dan keyakinan orang
(Stuart, 2009).
Terapi kognitif adalah aplikasi dari berbagai variasi teori
belajar dalam kehidupan (Yosep, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Terapi kognitif dapat melatih klien untuk mengubah cara klien
menafsirkan dan memandang segala sesuatu pada saat klien
mengalami kekecewaan, sehingga klien merasa lebih baik dan
dapat bertindak lebih produktif.
2. Tujuan dalam Terapi kognitif
Tujuan utama dalam terapi kognitif menurut Gara (2003) adalah:
a. Membangkitkan pikiran-pikiran negatif/berbahaya, dialog
internal atau bicara sendiri (self talk), dan interpretasi terhadap
kejadian-kejadian yang dialami. Pikiran-pikiran negatif
-
49
tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran klien,
apabila menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian
penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku
maladaptif, yang menambah berat masalah.
b. Terapi bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung
atau menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena
pikiran otomatis sering didasari atas kesalahan logika atau
pemahaman yang salah, maka terapi kognitif diarahkan untuk
membantu klien mengenali dan mengubah distorsi kognitif.
Klien dilatih mengenali pikirannya, dan mendorong untuk
menggunakan keterampilan, menginterpretasikan secara lebih
rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptif.
c. Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk
menguji validitas interpretasi dan menjaring data tambahan
untuk diskusi didalam proses terapi. Dengan demikian terapi
kognitif diharapkan berperan sebagai mekanisme proteksi agar
kecemasan dan depresi tidak mengancam, karena klien belajar
mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan munculnya
gangguan.
3. Peran perawat jiwa dalam terapi kognitif
Menurut Iyus (2007) perawat jiwa memiliki peran penting dalam
berbagai teknik kognitif terapi dirumah sakit jiwa. Peran tersebut
terutama adalah bertindak sebagai leader, fasilitator, evaluator, dan
-
50
motivator. Teknik kognitif di rumah sakit jiwa dapat bermanfaat
secara efektif terhadap berbagai masalah klinik untuk semua
rentang usia. Masalah-masalah tersebut meliputi : kecemasan
(anxiety), gngguan afek (affective), masalah makan (eat-ing),
schizofrenia, ketergantungan zat (substance abuse), gangguan
kepribadian (personality disorder). Hal ini pun bisa diterapkan
pada anak, dewasa, keluarga baik secara kelompok atau individual.
Secara umum kognitif terapi meliputi beberapa teknik dengan
tujuan sebagai berikut :
a) Meningkatkan aktivitas yang diharapkan (increasing activity).
b) Menurunkan perilaku yang tidak dikehendaki (Reducing
unwanted behavior).
c) Meningkatkan rekreasi (Increasing pleasure).
d) Meningkatkan dan memberi kesempatan dalam kemampuan
sosial (Enchancing social skill).
4. Prinsip pelaksanaan terapi kognitif
Terapi kognitif berfokus pada membantu orang depresi belajar
untuk menyadari dan mengubah pola berfikir mereka yang
disfungsional. Orang yang depresi cenderung untuk berfokus pada
bagaimana perasaan mereka dan bukan pada pikiran-pikiran yang
mendasari kondisi mereka. Artinya, mereka biasanya memberikan
lebih banyak perhatian pada bagaimana buruknya perasaan mereka
-
51
dibanding pada pikiran-pikiran yang memungkinkan memicu
mempertahankan mood yang depresi (Nevid,2003).
5. Pelaksanaan Terapi Kognitif
Menurut jurnal (Mubin, 2007) penatalaksanaan terapi kognitif
menggunakan pendekatan interpersonal peplau yang terdiri dari
orientasi, identifikasi, eksploitasi dan resolusi. Pendekatan Peplau
sangat tepat dalam proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian
(orientasi dan identifikasi), eksploitasi (perencanaan dan
implementasi) dan resolusi/ evaluasi. Begitu juga dengan tahapan
komunikasi terapeutik yang digunakan dalam terapi kognitif yaitu :
orientasi, kerja dan terminasi. Atas dasar kesesuaian tersebut
menggunakan interpersonal peplau sebagai kerangka penyelesaian
masalah pasien harga diri rendah dengan terapi kognitif.
Menurut Burn (1998) pelaksanaan terapi kognitif terdiri dari 9 sesi,
yaitu :
a) Sesi 1 :ungkapan pikiran otomatis yang timbul
danklasifikasi dalam distorsi kognitif.
b) Sesi 2 : ungkapan alasan atau penyebab timbulnya pikiran
otomatis.
c) Sesi 3 : tanggapan atau anjuran pasien mengungkapkan
keinginannya.
d) Sesi 4 : diskusikan perasaan pasien saat membuat catatan
harian.
-
52
e) Sesi 5 : diskusikan kemampuan klien dalam menghadapi
masalah teknik kolom 3 yang dilakukan.
f) Sesi 6 : diskusikan manfaat memberi tanggapan, cara
pasien menyelesaikan masalah/hambatan yang ditemui.
g) Sesi 7 : diskusikan perasaan setelah terapi.
h) Sesi 8 : diskusikan cara dan kesulitan pasien dalam
menggunakan catatan harian.
i) Sesi 9 : libatkan keluarga untuk menjadi suport system
pasien dalam melakukan terapi kognitif secara mandiri.
6. Strategi pelaksanaan Terapi Kognitif :
a. Metode
1) Diskusi
2) Tanya jawab
3) Menulis
b. Media
1) Kertas (menggunakan metode 3 kolom)
2) pensil
c. Strategi pelaksanaan
Menulis dikertas dengan mengungkapkan stimulasi emosi yang
ada diotaknya. Yang mengubah pikiran negatifnya menjadi
pikiran positif (rasional).
Tujuan : klien mampu mengubah pikirannya yang mal adaptif
menjadi adaptif.
-
53
Setting :
Klien dan terapis duduk bersama.
Ruangan yang nyaman dan tenang.
Alat : kertas (metode 3 kolom) dan pensin atau bolpen.
Metode : diskusi dan tanya jawab.
d. Langkah kegiatan
1) Persiapan
Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
Pada tahap ini terapi yang melakukan, memberi salam
terapeutik : salam dalam terapis.
b) Evaluasi / validasi
1. Menanyakan kabar hari ini.
2. Menanyakan apakah masih ada pikiran yang
negatif.
c) Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan.
2. Menjelaskan aturan main : klien harus menuliskan
pikiran negatifnya dibuku.
3) Tahap kerja
Klien menuliskan pikiran negatifnya atau situasi emosi
dibuku atau dikertas 3 kolom dan nanti di diskusikan
-
54
dengan terapis masalah apa yang membuat dirinya
menjadi berfikir negatif terhadap dirinya dan
mengubahnya menjadi positif dengan respon yang lebih
rasional.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti terapi
kognitif.
2. Memberi pujian setelah kegiatan tersebut.
b) Rencana tindak lanjut
Menganjurkan pada klien jika ada masalah untuk
mendiskusikan dengan perawat.
c) Kontrak yang akan datang
1. Menyampaikan kegiatan berikut, yaitu mampu
bercakap-cakap dengan anggota kelompok,
menanyakan kehidupan pribadinya.
2. Menyepakati waktu dan tempat.
top related