bab iii metode penelitian 3.1 3 -...
Post on 07-Mar-2019
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di sebagian wilayah kabupaten Bone Bolango,
sementara untuk pengolahan data akan dilakukan di Laboratorium Agroteknologi
Fakultas Pertanian UNG. Pelaksanaan penelitian ini selama kurang lebih 3 bulan
yang dimulai bulan Maret - Mei 2012.
3.2 Alat dan Bahan
Altimeter, alat tulis menulis, clinometer, kompas, parang, kalkulator, GPS
(global positioning system), komputer PC dan perangkat lunak SIG (software Arc
View 9.3). Sementara bahan yang digunakan berupa: peta rupa bumi, peta geologi,
peta jenis tanah, peta landfrom peta administrasi, peta lereng, Peta penggunaan lahan,
peta dasar rupa bumi berskala 1 : 50.000 update tahun 2006 yang diterbitkan oleh
Bakosurtanal dan peta unit lahan Kabupaten Bone Bolango Skala 1: 50.000, yang
diterbitkan Lembaga penelitian tanah bogor Tahun 2008.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survey dengan
tingkatan semi - detail. Tahapannya sebagai berikut:
3.3.1 Persiapan
Pada tahap ini, dilakukan studi literatur dan pengumpulan alat maupun bahan
yang diperlukan, serta pengurusan perizinan dan administrasi lain yang berkaitan
dengan penelitian ini, disamping itu juga dilakukan orientasi medan untuk
mengetahui gambaran daerah penelitian secara umum.
3.3.2 Pengumpulan data
Pengumpulan data Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan data yang terdiri atas :
a. Data tanah, yang diperoleh dari data Badan dan Riset Lingkungan Hidup
Kabupaten Bone Bolango atau Satuan Kerja Pemerintah daerah yang terkait dan
akan disesuaikan di lapang.
b. Data Iklim, yang diperoleh dari stasiun klimatologi dan stasiun iklim yang ada di
sekitar daerah penelitian.
c. Data sosial ekonomi, terdiri atas :
Data primer, yang diperoleh dari wawancara langsung dari petani kunci (1 atau 2
petani) yang tinggal di daerah penelitian, berupa data produksi, biaya dan
pendapatan.
Data sekunder, yang diperoleh dari kantor camat/desa serta instansi terkait seperti
BPS, berupa data kependudukan.
3.4 Analisa data
Kegiatan pada tahap analisa data ini terdiri dari dua tahapan yang saling terkait,
yaitu :
3.4.1 Analisa data lapangan
Kegiatan ini diawali dengan melakukan penyeragaman skala peta terhadap peta -
peta yang belum sama skala petanya, selanjutnya peta - peta tadi ditumpang tindihkan
(overlay) untuk mempeoleh peta unit lahan. Kemudian data lapang setiap unit lahan
itu dicocokan (matching) dengan persyaratan penggunaan lahan setiap tipe
pemanfaatan lahan dalam hal ini Cabai, sehingga diperoleh kelas - kelas kesesuian
lahan untuk setiap tipe pemanfaatan lahan dalam bentuk peta kesesuian lahan.
3.4.2 Analisis Sistem Informasi Giografi
Pengumpulan data spasial dan data atribut serta persiapan pemasukan data
menempati posisi kunci, dalam pekerjaan ini dipengaruhi kualitas data juga dan
ditentukan oleh kombinasi serta analisis dalam perangkat lunak/keras dengan
kemapuan menggunakan operatosr GIS. Untuk memulai penggunaan Software Arc
View, yang diawali dengan program dari start menu ;
Klik start
Pilih Program
Pilih Esri pemilihan pembuatan proyek baru akan membuka Arc View dengan isi
proyek. Isi proyek ini terdiri dari View, tabel, grafik, layout, dan script.
Kemudian klik view yang berfungsi untuk mempersiapkan data spasial dari peta
yang akan di buat atau di olah. Dari view ini dapat dilakukan input data digitasi
atau pengolahan (editing) data spasial.
Tabel (table) merupakan data atribut dari data spasial. Data atribut ini digunakan
sebagai dasar analisis dari data spasial tersebut.
Grafik (chart) merupakan alat penyaji data yang efektif. Dengan mengguakan
grafik ini, Arc View dapat di gunakan sebagai alat analisis yang baik terhadap
fenomena.
Layout (layout) merupakan tempat untuk mengatur tata letakan dan rancangan
dari peta akhir penambahan berbagai simbol. Label, dan atribut peta lain dapat di
lakukan pada layout.
Script (scirpt) adalah makro dalam Arc View dengan makro ini kemampuan Arc
View dapat di perluas untuk membuat program aplikasi yang nantinya dapat di
add ins pada Arc View.
Arc View dapat menerima berbagai macam sumber data yang selanjutnya akan di
olah sumber sumber data lain adalah data yang berasal dari :
- Citra satelit dengan format BSQ, BIL, BIP
- Data raster dengan format BMP, JPG, TIFF
- Data cerdas
- Data tabular dari info acr info, dbase
a. Input
Input data spsial sering di sebut dengan di gitasi. Untuk memulai di gitasi haus
dibuat sebuah theme baru, theme hendaklah di isi dengan coverage yang sejenis
misalkan untuk medigitasi coverage jalan, dipilih fiture line untuk coverage area.
Dipilih tipe feature piligon; sedangkan converage titik seperti kota, gunung, dan lain
lain di pilih tipe fiture point
b. Overlay
Overley merupakan proses penggabungan peta peta dalam Arc View teknil
overley dimulai dengan new view pada jendela Arc View kemudian di lanjutkan
dengan add theme (peta) yang akan dioverley misalnya dalam membuat peta satuan
lahan suatu lahan suatu wilayah, dibutuhkan peta landform, peta topografi, dan peta
penggunaan lahan suatu wilayah, dapat mula overley pada program Arc View dengan
cara
- Klik file
- Klik ekstansions
- Tandai geoprocessing wizard
- Klik view dan klik geoprocessing wizard
- Klik intersect two themes
- Klik next
- Pilih peta yang akan di overley misalnya peta lereng dan bentuk lahan
- Klik finish
c. Layout
Layout adalah sebuah proses menata dan merancang letak letak propeti peta,
seperti judul, legenda, orentasi, label, dan lain - lain. Mengedit judul dengan cara
mengklik satu kali pada objek judul yang akan di edit dalam layout peta. Resolusi
grid layout belum tentu terletak pada tempat yang sesuai. Untuk menyesuaikan dan
menta letak objek tersebut, obyek perlu di geser atau di ubah ukurannya sesuai
dengan posisi atau ukuran semestinya. Ukuran grid secara dafault dalam jendela
layout 0.225, baik grid vertikal atau grid horisontal. Untuk melengkapi informasi peta
perlu di berikan berbagai macam keterangan keterangan berupa atribut peta yang
belum tersedia pada tamplate seperti nama tahun pembuatan nama - nama tempat dan
sekitar lokasi peta dan lain lain.
(a) Peta Pengamatan Lapang Produk Digital
RASTER SPASIAL NON - PASIAL
POSISIS TOPOLOGI ATRBUT (b) DATABASE GEOGRAFIK
(c)
RASTER SPASIAL NON - PASIAL
CITRA ANALOG TABEL/GRAFIK
Gambar 1. Prosedur Kerja Arc View 3.3
Keterangan Gambar 1 (Sistem infromasi Giografi Lab pengindraan jauh IPB
Bogor tahun 2000) di atas yaitu : (a) Skema Pemasukan data, (b) Konsep bank data
giografi dan (c) Pembuatan keluaran data dalam SIG.
Pada akhir dapat dicetak melalui perangkat cetak printer. Layout harus berada
pada posisi yang sesuai dengan ukuran kertas cetaknya. Untuk mencetak layout
dilakukan dengan cara berikut; Pertama, Aktifkan layout yang akan di cetak dan
dihidupkan printer, selanjutnya selanjutnya pilih file - pilih print - klik oke layout
akan tercetak dengan sendirinya.
Pengumpulan data spasial dan data atribut serta persiapan pemasukan data
menempati posisi kunci, dalam pekerjaan ini dan sangat dipengaruhi data sataun
lahan dan Kriteria Kesusaian lahan Tanaman cabai, dengan kombinasi analisis dalam
perangkat lunak/ keras dengan kemapuan operatosr GIS. Dalam melakukan analisi
Kesesuaian lahan tanaman cabai penting mengetahui karakteristik persyaratan
tumbuh tanaman cabai seprti yang di maksud sebagai berikut Tabel 1.
TERMINAL DIGITAISER FILE SCANE PITA
ANALISIS DATA DAN PEMODELAN
PENYAJIAN
DAN HASIL
CrA’s Printer Ploter PitaDiskeT Citra/Foto
INPUT DATA PENGGALIAN
PERBAIKAN
3.4.3 Analisa Data Sosial Ekonomi
Sebelum penentuan kelas kesesuaian lahan untuk setiap tipe pemanfaatan lahan
di peroleh, diawali dengan pendeskripsian situasi yang ada (present situation) yang
berkaitan dengan tipe pemanfaatan lahan seperti kondisi fisik lingkungan, keadaan
penduduk, system pertanian yang ada, ukuran pertanian dan pendapatan dari bidang
pertanian. Kemudian setelah di peroleh kelas kesesuaian lahan dilanjutkan dengan
pendeskripsian setiap tipe pemanfaatan lahan yang ada dan yang direkomendasikan.
Selanjutnya setiap tipe pemanfaatan lahan dilakukan analisa usahatani, dimana
analisis usahatani yang digunakan adalah analisa parsial. Komponen - komponen
usahatani menurut Soekartawi (1995) yaitu :
1) Biaya usahatani merupakan total pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu
usahatani. Biaya itu sendiri terdiri atas biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang
relatif tetap jumlahnya karena tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi,
contohnya sewa tanah, pajak, iuran irigasi dan biaya tidak tetap (variable cost)
yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi, contohnya biaya
sarana produksi. Biaya total (total cost) dapat di hitung dengan persamaan : TC =
FC + VC, Dimana TC adalah Total Cost, FC adalah fixed cost, VC adalah
Variable cost.
2) Penerimaan usahatani merupakan perkalihan antara produksi yang di peroleh
dengan harga jual. Total penerimaan (total revenue) dapat di hitung dengan
persamaan :
TR = Yi. Py,
Dimana TR adalah Total Revenue, Y adalah produksi yang di peroleh dalam
suatu usahatani ke - i, Py adalah harga Y.
3) Laba kotor usahatani merupakan hasil pengurangan antara total penerimaan (total
revenue) dengan biaya tidak tetap (variable cost). Laba kotor (gross margin)
dapat di hitung dengan persamaan :
GM = TR kurang FC
Dimana GM adalah Gross Margin,TR adalah total revenue, FC adalah Variable
Cost.
4) Pendaptan bersih petani merupakan hasil pengurangan antara laba kotor (gross
margin) dengan biaya tetap (fised cost) pendapatan bersih petani (net farm
income) dapat dihitung dengan persamaan :
NFI = GM – FC,
Dimana NFI adalah Net farm Income, GM adalah gross margin, Fc adalah fised
cost. Untuk melihat apakah usaha ini menguntungkan atau merugikan, maka di
gunakan analisa R/C ratio secara financial. Persamaannya sebagai berikut :
a = R/C dimana R = Py. Y, C = FC + VC
jika nilai R/C > 1.10 maka usahatani itu menguntungkan, jika nilai R/C = 1,10
maka usahatani itu tidak untung dan juga tidak rugi sedangkan R/C < 1,10 maka
usahatani itu merugi. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk peta kelas
kesesuian dalam bersama informasi sosial ekonomi untuk setiap tipe
pemanfaatan lahan tanaman semusim.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Sumberdaya Alam
4.1.1 Letak dan Luas
Letak daerah Kabupaten Bone Bolango secara geografis berbatasan langsung
dengan Kabupaten Bolaang mongondow (Sulawesi Utara) dan Kecamatan Atinggola
di sebelah Utara. Sementara di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Boolang
Mongondow, di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Gorontalo dan di sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Luas area
Kabupaten Bone Bolango sebesar 1.984,58Km² atau 16,24% dari total luas wilayah
Bone Bolango dengan luas paling besar adalah Kecamatan Suwawa Timur seluas
489,20 Km² atau mencapai 24% dari luas Kabupaten Bone Bolango. Sementara untuk
luas daerah terkecil adalah Kecamatan Bulango selatan dengan 9,87 Km² atau 0,50%
dari Kabupaten Bone Bolango (BPS Kabupaten Bone Bolango, 2011).
Gambar 2. Peta Administrasi Daerah Kabupaten Bone Bolango.
Gambar 2. Peta Administrasi Daerah Kabupaten Bone Bolango
Peta administrasi daerah ini hasil digitasi yang bersumber dari peta rupa Bumi
Indonesia yang Berskala 1 : 50.000 Update Tahun 2006 yang diterbitkan Oleh
BAKORSULTANAL.
4.1.2 Iklim
Data iklim yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan data bersumber dari
Stasiun Meteorologi dan Geofisika Jalaludin Gorontalo, di Kecamatan Tibawa
Kabupaten Gorontalo Karena daerah penelitian tidak memiliki stasiun meteorologi ,
untuk mengukur suhu, kelembaban, lama penyinaran matahari, dan kecepatan angin.
a. Curah Hujan
Curah hujan di daerah penelitian selama kurun waktu 12 tahun (1995 2008)
menunjukkan bahwa curah hujan bulanan rata-rata berkisar antara 104,6 mm. dengan
curah hujan yang terendah 57 mm, yang terjadi pada bulan sepetember dan rata-rata
curah hujan tertinggi 132,5 mm terjadi pada bulan januari. Berdasarkan data tersebut,
maka daerah penelitian termasuk dalam zone Agroklimat E₁ menurut Oldeman
(1977), sebab memiliki 5 bulan basah (>200 mm), dan bulan kering (< 100 mm), 7
bulan. Penyebarannya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Rata-rata Curah hujan bulanan (mm) 4 Stasiun penangkar hujan
selama 12 tahun (1995 - 2008); Sumber data Balai Sungai Wilayah VII
Sulawesi.
b. Temperatur udara, Lama Penyinaran, Kelembaban dan Kecepatan Angin
rata-rata temperatur udara, lama penyinaran, dan kelembaban bulanan daerah
penelitian selama 5 tahun (2007 - 2011) berasal dari Meteorologi dan Geofisika
Jalaludin Gorontalo. rata-rata temperatur daerah penelitian di Kabupaten Bone
Bolango tahun 2007 - 2011 menunjukan nilai rata-rata bulanan tertinggi sebesar
27,70 ⁰C (Mei) dan terendah sebesar 27.3 ⁰C, (Desember). Sementara nilai rata-rata
selama 5 tahun sebesar 27,5 ⁰C (2007 - 2011). Variasi temperatur suhu di Daerah
penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ;
Gambar 4. Rata-rata Temperatur (⁰C) Stasiun Meteorologi dan Geofisika Jalaludin
Gorontalo (2007 - 2011);
Sementara lama penyinaran di Daerah penelitian ditunjukan pada Gambar 5.
memiliki nilai rata-rata lama penyinaran selama 5 tahun sebesar 60,71 ⁰C (2007 -
2011) dengan nilai rata-rata bulanan terendah sebesar 54,68 ⁰C (Desember) dan
tertinggi sebesar 67,94 ⁰C (September), Lama penyinaran dan temperatur di Daerah
penelitian menunjukan hubungan antara rendahnya nilai temperatur yang terjadi pada
bulan desember yang sama rendahnya atau kurangnya lama penyinaran di daerah
penelitian yang ditunjukan pada bulan desember. Temperatur dan lama penyinaran
sangat berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang berperan menyediakan nutrisi
makanan untuk disuplai ke seluruh bagian tanaman.
Gambar 5. Rata-rata Lama Penyinaran (%) Stasiun Meteorologi dan Geofisika
Jalaludin Gorontalo (2007 - 2011).
Gambar 6 dan 7 menyajikan informasi rata-rata kecepatan angin dan kelembaban
selama 2007 - 2011 di daerah penelitian di Kabupaten Bone Bolango.
Gambar 6. Rata-rata Kelembaban (%) Stasiun Meteorologi dan Geofisika Jalaludin
Gorontalo (2007 - 2011).
Gambar 6. Menunjukan nilai rata-rata kelembaban (2007 - 2011) berkisar
86.98% (Maret) sampai dengan 74.98% (September), yang memiliki nilai rata-rata
tahunan sebesar 81.32%. Sementara rata-rata kecepatan angin di daerah penelitian
berkisar 1,4 Km/jam yang terjadi pada bulan (April, Juni, dan Desember) dan 3
Km/jam (Agustus), dengan nilai rata-rata selama 5 tahun (2007 - 2011) sebesar 1,83
Km/jam.
Gambar 7. Rata-rata Kecepatan Angin Km/jam Stasiun Meteorologi dan Geofisika
Jalaludin Gorontalo (2007 - 2011);
4.1.3 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan
tanah, air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer oleh adanya pengaruh
faktor–faktor iklim dan fisiologi vegetasi. Dengan kata lain, besarnya
evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan air berasal dari
permukaan tanah), intersepsi (penguapan kembali air hujan dari permukaan tajuk
vegetasi), dan transpirasi (penguapan air tanah ke atmosfer melalui vegetasi). Beda
antara intersepsi dan tranapirasi adalah pada proses intersepsi air yang diuapkan
kembali ke atmosfer tersebut adalah air hujan yang tertampung sementara pada
permukaan tajuk dan bagian lain dari suatu vegetasi, sedangkan transpirasi adalah
penguapan air yang berasal dari dalam tanah melalui tajuk vegetasi sebagai hasil
proses fisiologi vegetasi (De Vries and van Duin dalam Ward, 1967).
Perhitungan evapotranspirasi dilakukan dengan cara menggunakan persamaan
software cropwat 8.0 yang hasilnya ditunjukan pada Tabel 2. Dalam perhitungan nilai
evapotranspirasi itu berkisar sebesar 98 mm/bulan pada bulan juni dan sebesar
sebesar 1138,85 mm/tahun pada bulan mei. Sementara rata-rata nilai evapotranspirasi
tahunan sebesar 111.57 mm/tahunan. berikut Tabel 2 hasil perhitungan
evapotransprasi yang dihitung menggunakan software cropwat 8.0.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Nilai Evapotranspirasi Daerah Penelitian.
Bulan
Temperatur
(oC)
Kelembaban
Relatif (%)
Kecepatan
Angin
(km/hari)
Panjang
Penyinara
n (jam)
Radiasi
(Mj/m/h
ari)
Evapotr
anspiras
i (ETo);
(mm/bul
an)
M
aks Min
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Augustus
September
Oktober
November
Desember
23.6
23.4
23.5
23.8
23.9
23.5
23
22.8
22.6
23.3
23.5
3.3
31.8
31.8
32.4
32.8
32.8
31.9
31.4
31.7
32.7
33.4
33
2.2
82
80
83
82
81
82
79
77
73
79
81
83
2
2
2
2
2
2
2
3
3
2
2
2
5.4
5.7
5.7
6
6.2
5.4
5.8
6.2
6.6
6.7
6.7
5
17.1
18.2
18.4
18.4
17.7
16
16.7
18.2
19.5
19.7
19.2
16.3
109.41
104.16
118.65
114.52
113.23
98.12
103.56
112.07
116.39
125.36
118.55
104.85
rata-rata 3.4 2.3 80 2 6 18 111.5725
4.1.4 Hidrologi
Hidrologi merupakan suatu aspek penting dalam kegiatan pertanian di daerah
penelitian. Berdasarkan aspek hidrologi, terdapat kurang lebih 27 sungai yang berada
dalam kawasan Daerah aliran sungai (DAS) Bone Bolango. Sungai terpanjang dalam
DAS ini adalah sungai Bone sepanjang 90 km, sementara sungai terpendek adalah
sungai Tongodaa yang hanya sepanjang 2,75 km di wilayah Kecamatan Bone Pantai
(Tabel 3). Kondisi hidrologi seperti ini menyebabkan ada daerah yang cukup airnya
untuk bertani, tetapi ada daerah lain yang kekurangan air (defisite).
Tabel 3. Nama-nama Sungai Besar dan Kecil di Daerah Kabupaten Bone Bolango Nama sungai Panjang (km) Kecamatan yang Dilalui
Bone
Bolango
Tamboo
Inengo
Kiki
Molotabu
Aladi
Bututonuo
Oluhuta
Olele
Tolotio
Butalo
Bilungala
Tongokiki
Tongodaa
Uabanga Raya
Tombulilato
Ombulo
Mamunga
Daa Mopuya Daa
Mopuya Kiki
Tapambudu Bone
Monano
Topidaa
SogitaDaa
Sogita Kiki
Taludaa
90,0 0
40,00
3,50
10,25
5,00
5,50
5,00
7,25
3,75
4,00
6,25
11,50
15,00
6,50
2,75
7,75
20,00
3,50
7,00
5,00
3,50
3,25
9,50
3,50
6,50
5,50
18,00
Suwawa, Botupingge
Tapa, Bulango, Tilongkabila
Kabila Bone
Kabila Bone
Kabila Bone
Kabila Bone
Kabila Bone
Kabila Bone
Kabila Bone
Bone Pantai
Bone Pantai
Bone Pantai
Bone Pantai
Bone Pantai
Bone Pantai
Bone Pantai, Bone
Bone Raya
Bone Raya
Bone Raya
Bone Raya
Bone Raya
Bone Raya,
Bone
Bone
Bone
Bone
Bone
Sumber : Peta Rupabumi Indonesia, 1993
4.1.5 Geologi dan Bahan Induk
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Kotamobagu, Sulawesi, skala 1:250.000,
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1997) formasi geologi Kabupaten
Bone Bolango dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) formasi, yaitu: aluvium endapan
pantai (Qal), aluvium endapan danau (Qvl), Molasa Selebes (Qts), Batuan Gunung
Api Pinogu (TQpv), Diorit Bone (Tmb), Batuan Gunung Api Bilungala (Tmbv), dan
Anggota Batugamping Formasi Tapadaka (Tmtl).
1) Aluvium Endapan Pantai (Qal) merupakan endapan sungai dan marin, yang
menempati lahan dengan ketinggian <50 m dpl. Bahan aluvium berupa endapan
pasir, lempung, lumpur, kerikil dan kerakal. Bahan ini membentuk landform
aluvial (jalur aliran Sungai Bone).
2) Endapan Danau (Qpl), merupakan bahan hasil pengendapan Danau setempat
mengandung sisa tumbuhan dan lignit. Batu pasir berbutir halus sampai kasar
serta kerikil dijumpai disejumlah tempat. Bahan ini membentuk landform dataran
aluvial koluvial. Jenis vegetasi dan penggunaan lahan berupa sawah irigasi dan
sebagian tegalan. Satuan formasi ini terdapat di sekitar Ibukota Kecamatan Tapa
dan Kabila.
3) Molasa Selebes (Qts), merupakan endapan pasca orogen yang terbentuk di
cekungan - cekungan kecil, terdiri atas konglomerat, breksi, serta Batu pasir.
Konglomerat dan breksi tersusun oleh aneka bahan berupa kepingan andesit,
basalt, granit, granodiorit, batugamping, Batu pasir maupun kuarsa. Di lapangan
ditemukan bahan andesitik yang bertekstur kasar. Bahan ini
membentuk landform dataran volkan tua dengan relief berombak sampai
bergelombang.
4) Batuan Gunung api Pinogu (TQpv), merupakan bahan hasil letusan Gunung api
berupa tuf, tuf lapili, breksi dan lava. Breksi Gunung api di Pegunungan Bone,
Gunung Mongadalia dan Pusian bersusun andesit piroksin dan dasit. Tuf dan tuf
lapili di sekitar Sungai Bone bersusunan dasitan. Lava berwarna kelabu muda
hingga kelabu tua, pejal, umumnya bersusunan andesit piroksin. Membentuk
landform perbukitan dan pegunungan volkan tua. Satuan ini terdapat di sebelah
kiri dan kanan Sungai Bone memanjang ke arah timur Kabupaten Bone Bolango.
5) Diorit Bone (Tmb), merupakan batuan terobosan yang menerobos Batuan
Gunung api Bilungala maupun formasi Tinombo. Tersusun dari diorit kuarsa,
diorit, granodiorit, dan granit. Diorit kuat ditemukan Sungai Taludaa, dengan
keragaman diorit, granodiorit dan granit. Granit banyak di temukan di daerah
Sungai Bone. Batuan granit yang di temukan di Kabupaten Bone Bolango
memiliki sisipan batukapur yang mengisi bagian retakan - retakannya, proses ini
terjadi pada lingkungan marin, sehingga membentuk tanah yang memiliki reaksi
tanah agak masam sampai netral. Terdapat di bagian utara Kabupaten Bone
Bolango memanjang ke timur.
6) Anggota Batugamping Formasi Tapadaka (Tmtl), merupakan batuan sedimen
dan endapan permukaan. Formasi ini berupa batugamping kelabu terang, pejal,
mengandung pecahan batuan gunung api hijau. Batugamping ini sebagian
membentuk lensa - lensa di dalam Formasi Tapadaka dan sebagian terlihat
berganti fasies ke arah samping menjadi Batu pasir. Satuan ini terdapat di bagian
tengah Bone Bolango.
7) Batuan Gunung api Bilungala (Tmbv), merupakan batuan hasil Gunung api
Bilungala. Batuan ini terdiri dari breksi, tuf dan lava bersusunan andesit, dasit
dan riolit. Ziolit dan kalsit banyak dijumpai pada kepingan batuan penyusun
breksi. Satuan ini terdapat di bagian utara daerah penelitian memanjang ke arah
timur dan sebagian kecil terdapat di bagian tengah areal penelitian. (Sumber :
Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi Provinsi Gorontalo).
Gambar 8. Peta Geologi Daerah Kabupaten Bone Bolango
Peta Geologi hasil digitasi yang bersumber dari peta dasar merupakan Sebagai
Peta Dasar adalah Peta Rupa Bumi Indonesia yang Berskala 1 : 50.000 Update Tahun
2006 Yang diterbitkan Oleh BAKORSULTANAL. Peta Unit Lahan Kabupaten Bone
Bolango Skala 1 : 50.000, Lembaga Peneltian Tanah Bogor Tahun 2008.
4.1.6 Landform
Gambar 10 menunjukan group aluvial merupakan landform muda baik resen
maupun subresen yang terbentuk dari proses fluviasi (sungai danau), maupun
koloviasi (gravitasi), atau gabungan keduanya. Endapan bahan - bahan tersebut
bersifat berlapis - lapis (stratified), yang menunjukkan pengendapan terjadi terjadi
secara berulang - ulang dari bahan yang berbeda jenis dan ukurannya dan biasanya
bahan halus berada diatas lahan yang lebih kasar sebab gravitasi. Bahan yang
diendapkan terdiri atas endapan aluvio kolovium di atas endapan danau (lakustrin),
kadang diatas lapisan gambut.
Grup landform volkan yang terbentuk dari hasil aktivitas erosi gunung api, baik
yang masih muda (resen), maupun yang sudah agak tua (subresen). Landform ini
dicirikan oleh bentukan kerucut volkan, aliran lava atau lahar. Creater, perbukitan
volkan atau dataran yang merupakan akumulasi bahan volkan. (Puslittanak 1995)
Gambar 9. Peta Landform Daerah sebagian kabupaten Bone Bolango.
Peta landform hasil digitasi yang bersumber dari peta dasar merupakan Sebagai
Peta Dasar adalah Peta Rupa Bumi Indonesia Berskala 1 : 50.000 Update Tahun 2006
yang diterbitkan Oleh BAKORSULTANAL. Peta Unit Lahan Kabupaten Bone
Bolango Skala 1 : 50.000, Lembaga Peneltian Tanah Bogor Tahun 2008.
4.1.7 Lereng
Kondisi wilayah Kabupaten Bone Bolango sebagian besar merupakan daerah
dataran tinggi (pegunungan) yang memiliki kemiringan lereng di atas 40% tersebar di
Wilayah Kecamatan suwawa, Kabila dan Bulango utara. Sementara kemiringan
lereng antara 20% - 40%, tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bone
Bolango yang dikategorikan lereng memiliki kemiringan 1 - 20% tersebar pada
wilayah sebagian Kecamatan Kabila, Suwawa, Bulangu Utara Tapa, Batu Barani.
Gambar 10. Peta Lereng Daerah Kabupaten Bone Bolango.
Peta lereng sebagian Daerah Kabupatn Bone Bolango merupakan hasil Digitasi
dari sumber Peta Rupa Bumi Indonesia Berskala 1 : 50.000 Update Tahun 2006 Yang
diterbitkan Oleh BAKORSULTANAL. Peta Unit Lahan Kabupaten Bone Bolango
Skala 1 : 50.000, Lembaga Peneltian Tanah Bogor Tahun 2008.
Klasifikasi lereng terbagi atas beberapa kategori berdasarkan kemiringan lereng
tersebut, antara lain kelas lereng rata, datar, melendai agak curam, curam dan sangat
curam (FAO,1990)
Tabel 4. Klasifikasi Lereng berdasarkan FAO (1990) Kelas Lereng Batas Bawah Batas Atas
Rata
Datar
Melandai
Agak curam
Curam
Sangat curam
0%
0,2%
5,0%
15,0%
30,0%
0,2%
0,5%
10,0%
30,0%
60,0%
>60,0%
4.1.8 Jenis tanah.
Penilian kesuburan tanah di Daerah penelitian ditemukan jenis tanah terluas
terdapat pada wilayah kecamatan kabila, Tilongkabila, suwawa dan sekitarnya,
dengan diklasifikasikan menurut sistem Soil Taxonomy sebagai berikut :
1) Entisol, yaitu tanah yang masih menunjukkan asal bahan induk. Jadi tanah ini
masih baru, belum menunjukkan perkembangan horizon. Adapun yang termasuk
jenis tanah ini adalah tanah aluvial, regosol gunung, regosol pantai, dan lithosol.
2) Inceptisol, yaitu tanah yang masih muda, baru mulai perkembangan
penampangnya. Namun, sudah ada eluvasi dan iluvasi. Golongan ini terjadi
dalam hampir semua region iklim.
3) Molisol, yaitu tanah yang memiliki ciri halus atau lunak, pH kurang dari 7,0.
Adapun yang termasuk tanah jenis ini adalah chesnut, chernozem, brunizem
(prairies), rendzina, dan sebagainya.
4) Alfisol, yaitu tanah yang tersebar didaerah beriklim lembap, kaya dengan
alumunium, besi, air, dan bahan organik. Warnanya abu - abu, horizonnya
mengandung lapisan - lapisan tanah liat (Nangoy, 2008).
Gambar 11. Peta Jenis Tanah Daerah Penilitian di Kabupaten Bone Bolango
Peta jenis tanah hasil digitasi yang bersumber dari peta dasar merupakan Sebagai
Peta Dasar adalah Peta Rupa Bumi Indonesia Berskala 1 : 50.000 Update Tahun 2006
Yang diterbitkan Oleh BAKORSULTANAL. Peta Unit Lahan Kabupaten Bone
Bolango Skala 1 : 50.000, Lembaga Peneltian Tanah Bogor Tahun 2008.
4.2 Keadaan Sumberdaya Manusia
4.2.1 Luas dan Kepadatan Penduduk
Berdasarkan data BPS Kabupaten Bone Bolango (2010) menunjukkan kecamatan
terluas adalah Kecamatan Suwawa Timur dengan%tasi 24,65%, sementara kecamatan
dengan luas tersempit adalah Kecamatan Bulango Selatan yang hanya sebesar 0,50%
dari luas total Kabupaten ini (Tabel 7). Namun demikian, jumlah penduduk terbanyak
justru dimiliki oleh Kecamatan Kabila sebesar 14,80%. Sementara yang paling sedikit
dimiliki oleh Kecamatan Bulango Ulu yang hanya sebesar 2,54%. Dengan demikian
sebaran kepadatan penduduk tidak berkorelasi positif dengan luas wilayah. Hal ini
terlihat pada Kecamatan Suwawa Timur yang merupakan kecamatan terluas tetapi
justru kepadatan penduduknya paling sedikit. Namun kecenderungan yang lain
kepadatan penduduk relative padat pada jalur jalan protocol dikarenakan ketersediaan
sarana dan prasarana publik yang cukup tersedia.
Tabel 5. Luas dan Kepadatan Penduduk di Daerah Penelitian
Kecamatan Luas Penduduk Kepadatan
(jiwa/km2) km
2 % Jumlah %
Tapa 64,41 3,25 6.871 4,84 107
Bulango Utara 176,10 8,87 6.933 4,89 39
Bulango selatan 9,67 0,50 9.711 6,84 984
Bulango Timur 10,82 0,55 4.933 3,52 462
Bulango ulu 78,41 3,95 3.612 2,54 46
Kabila 193,45 9,75 21.004 14,8 109
Botu Pingge 47,11 2,37 5.598 3,94 119
Tilongkabila 79,74 4,02 16.569 11,68 208
Suwawa 33,51 1,69 10.688 7,53 319
Suwawa Utara 184,09 9,28 4.796 3,38 26
Suwawa Timur 489,09 24,65 6.578 4,64 13
Suwawa Tengah 64,70 3,26 5.716 4,03 88
Bone Pantai 161,82 8,15 9.776 6,89 60
Kabila Bone 143,51 7,23 9.755 6,87 68
Bone Raya 64,12 3,23 5.876 4,14 92
Bone 72,71 3,66 8.674 6,11 119
Bulawa 111,01 3,59 4.763 3,36 43
Kab. Bone Bolango 1.984,54 100,00 141.915 100,00 72
Sumber BPS Kabupaten Bone Bolango Tahun 2010
4.2.2 Jumlah Penduduk menurut Umur
Penduduk di Daerah Kabupaten Bone Bolango menurut umur yang dinilai
produktif (20 - 50), sebanyak 54.157 jiwa dari total jumlah penduduk 141.919 jiwa.
Maka yang dinilai jumlah penduduk Kabupaten Bone Bolango yang tidak Produktif
sebanyak 87.740 berdasarkan UU Tenaga kerja No. 13 Tahun 2003.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Daerah Penelitian Kelompok Umur
Aged Group
Penduduk (Orang)
Laki – Laki Perempuan Jumlah
0 - 4
5 - 9
10 - 14
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
7.478
8.067
7.590
6.879
5.191
5.978
5.978
5.632
7,031
7.806
7.260
6761
5.096
5.786
5.773
5.433
14.509
15.873
14.850
13.640
10.287
11.764
11.751
11.065
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
65+
4.632
3.895
3.094
2.556
1.737
2.438
4.658
3.905
3.338
2.561
2.016
3.346
9.290
7.800
6.432
5.117
3.753
5.784
Jumlah 71.145 70.770 141.915
Sumber BPS Kabupaten Bone Bolango Tahun 2010
4.2.3 Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian
Data keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kabupaten Bone
Bolango dapat dilihat melalui Tabel 9.
Tabel 7. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian di Daerah Penelitian
Lapangan Pekerjaan Utama
Porsentasi (%)
2009 2010
Pertanian, Perkebenunan, Kehutanan, dan Perikanan 41,24 36,16
Pertambangan dan Penggalian 3,17 3,47
Industry 5,17 6,18
Listrik, Gas dan Air Minum 0,09 0,32
Konstruksi 11,81 9,27
Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 11,11 11,71
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 7,19 7,93
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa
Perusahan
1,37 2,52
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 18,85 22,44
Jumlah 100,00 100,00
Sumber BPS Kabupaten Bone Bolango Tahun 2010.
Data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2010 menunjukan mata
pencaharian warga di daerah penelitian Kabupaten Bone Bolango tersebesar
bergantung pada Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian 41,24% yang dan yang
bergerak dibidang Listrik, Gas dan Air Minum sangat rendah 0,09%. Data ini
menunjukan untuk mata pencaharian didaerah tersebut, sangat besar tergantung pada
lahan pertanian dibandingkan dengan lapangan pekerjaan lainnya.
4.3 Permasalahan di Daerah Penelitian
4.3.1 Tekanan Populasi Penduduk Terhadap Lahan
Secara umum, jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Bone Bolango
meningkat dari 126.907 jiwa ditahun 2005 menjadi 131.797 jiwa pada tahun 2009
dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 0,99% atau sebanyak 1.222
jiwa. Jika dirinci menurut kecamatan dalam kurun waktu lima tahun yakni dari tahun
2005 sampai tahun 2009, persebaran penduduk Kabupaten Bone Bolango
terkonsentrasi di Kecamatan Kabila dimana jumlah penduduk di kecamatan ini pada
tahun 2009 adalah 18.795 jiwa atau sebesar 14,26% dari total jumlah penduduk
Kabupaten Bone Bolango. Urutan yang kedua ditempati oleh Kecamatan
Tilongkabila dengan jumlah penduduk sebanyak 15.375 jiwa pada tahun 2009, atau
11,66% dari jumlah penduduk Kabupaten Bone Bolango. Salah satu penyebab dari
padatnya jumlah penduduk di kecamatan Kabila antara lain karena kecamatan ini
merupakan Kecamatan dengan menjadi perbatasan antara Kabupaten Bone Bolango
dengan Kota Gorontalo, selain itu lahan di wilayah ini sebagian besar cocok untuk
areal permukiman, kecocokan untuk permukiman dipengaruhi oleh topografi yang
cukup datar.
Adapun jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Bulango Ulu yaitu
3.046 jiwa, atau hanya sekitar 2,31% dari total jumlah penduduk. Salah satu faktor
penyebab rendahnya jumlah penduduk di kecamatan ini adalah masih kurang
bagusnya akses menuju wilayah ini selain itu belum memadainya sarana prasarana
pendukung seperti listrik. (Sumber Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bone
Bolango 2011 - 2031).
Tabel 8. Populasi Penduduk di Daerah Kabupaten Bone Bolango.
Kecamatan Populasi Luas (km2) Kepadatan Penduduk
Tapa 6,575 64.41 102
Bulango Utara 6,537 176.09 37
Bulango Selatan 8,775 9.87 889
Bulango Timur 5,325 10.82 492
Bulango Ulu 3,046 78.41 39
Kabila 18,795 193.45 97
Botupingge 5,462 47.11 116
Tilongkabila 15,375 79.74 193
Suwawa 9,881 33.51 295
Suwawa Selatan 4,510 184.09 24
Suwawa Timur 5,815 489.2 12
Suwawa Tengah 5,201 64.7 80
Bone Pantai 9,331 161 82
Kabila Bone 9,176 143.51 64
Bone Raya 4,979 64.12 78
Bone 8,307 72.71 114
Bulawa 4,707 111.01 42
Jumlah/Total 131,797 1, 984.58 66
Sumber Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bone Bolango
4.3.2 Kemudahan Memperoleh Kredit
Berdasarkan data hasil wawancara dengan petani (respondent), ternyata masalah
permodalan menjadi salah satu penghambat peningkatan produksi hasil pertanian,
sebab petani mendapat kesulitan dalam memperoleh kredit dari pihak kreditur dalam
hal ini pihak bank. Penyebabnya mereka sangat sulit untuk mendapatkan pinjaman
dana kredit akibat tanpa jaminan yang layak. Menghadapi permasahan tersebut maka
petani mencari alternative permodalan melalui kemitraan dengan koperasi dan juga
bantuan dari pemerintah daerah.
4.3.3 Pemasaran Hasil Pertanian
System pemasaran hasil pertanian di daerah penelitian berdasarkan hasil
wawancara dengan petani dikelompkkan kedalam dua bagian yaitu:
1) Petani menjual langsung hasil pertanian ke pasar terdekat, dalam hal ini pasar
sentral Kota Gorontalo, Pasar Kabila dan Pasar Suwawa. Sebagian besar petani
menjual hasil produksi cabai tanpa disimpan sebelumnya, akibat cabai cepat
membusuk bila hanya disimpan pada tempat yang tidak sesuai seperti gudang,
2) Petani menjual langsung kepada tengkulak atau pedangang pengumpul yang ada
di daerah tersebut, ini dilakukan sebagian petani cabai di daerah penelitian
top related