bab iii verdana
Post on 24-Jun-2015
150 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Objek Penelitian
BAB III
OBJEK PENELITIAN
3.1 Uang Beredar
3.1.1 M1 , M2
Di dalam melakukan penelitian tentang permintaan uang, jumlah uang
yang diminta sebenarnya tidak ada dalam kenyataan (unobservable). Data
yang ada adalah data jumlah uang beredar di dalam masyarakat (supply of
money).
Untuk mengetahui atau menghitung jumlah uang yang diminta di
gunakan asumsi pasar uang berada dalam keseimbangan. Dengan demikian
jumlah uang yang beredar digunakan sebagai penaksir jumlah uang yang
diminta. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data uang
beredar riil (dengan menggunakan IHK tahun dasar 1996) di Indonesia, yaitu
uang dalam arti sempit (M1 riil) dan uang dalam arti luas (M2 riil).
Dalam penelitian ini , objek penelitian untuk uang beredar terbagi
menjadi dua definisi uang beredar. Pertama , M1 didefinisikan sebagai
penjumlahan dari uang kartal dan uang giral (demand deposits), M2
didefinisikan sebagai penjumlahan dari M1 dan uang kuasi (quasi money).
Kedua, M2(Isl) didefinisikan sebagai penjumlahan dari uang kartal dan uang
giral (demand deposits) yang terdapat pada bank-bank yang menerapkan
sistem bebas bunga, M2(Isl) didefinisikan sebagai penjumlahan dari M1(Isl)
83
Objek Penelitian
dan uang kuasi (quasi money) yang terdapat pada bank-bank yang
menerapkan sistem bebas bunga.
Kebijakan moneter pada dasarnya adalah pengendalian jumlah uang
yang beredar dalam perekonomian untuk mempengaruhi arah pertumbuhan
ekonomi, dimana pengendalian jumlah uang beredar merupakan kewajiban
bank sentral sebagai pemegang otoritas moneter. Tujuan kebijakan moneter
menurut UU No. 23 Th 1999. Pasal 7 adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah baik terhadap mata uang asing maupun stabilitas
rupiah terhadap harga-harga barang yang tercermin dalam laju inflasi. Oleh
karena itu, pengendalian moneter (jumlah uang beredar) hanya diarahkan
untuk mencapai dan menjaga stabilitas nilai rupiah tersebut .
Pergerakan M1 dan M2 pada pertengahan tahun 1997, akibat krisis
ekonomi yang terjadi di Indonesia meningkat tajam. Sampai akhir periode
penelitian 2003 jumlah uang beredar untuk M2 adalah sebesar 877,776 triliun
rupiah sementara, walaupun jumlah uang beredar untuk M1 juga meningkat
tajam tetapi nilainya hanya sebesar 181,239 triliun rupiah.
Perbedaan (gap) antara M1 dan M2 yang semakin besar pada tahun
1999 terutama setelah tahun laporan di latarbelakangi oleh meningkatnya
motif berjaga-jaga para deposan di tengah-tengah kondisi peningkatan
aktivitas perekonomian dan ketidakstabilan sosial politik dalam negeri yang
mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi asset milik masyarakat dari
aset yang kurang likuid ke aset dengan tingkat likuiditas tinggi yang dapat
dengan mudah digunakan.
84
Objek Penelitian
Jika dilihat dari komponennya, peningkatan M2 tersebut di sebabkan
oleh peningkatan uang kuasi, terutama terjadi pada jenis tabungan yang
menawarkan tingkat suku bunga menarik yang cukup bersaing dengan suku
bunga deposito berjangka dan fleksibilitas dalam letak kemudahan layanan
jasa perbankan.
Namun demikian, secara umum pada awal tahun laporan 2000
masyarakat masih tetap berjaga-jaga sehingga pergeseran aset yang terjadi
masih berkisar dari aset yang kurang likuid menjadi aset yang lebih likuid.
Walaupun posisi M1 mengalami peningkatan yang sejalan dengan
meningkatnya aktivitas perekonomian dan rendahnya suku bunga riil, M2
juga mengalami peningkatan. Dimana peningkatan M2 ini didorong oleh
tingginya pertumbuhan tabungan dan rendahnya pertumbuhan simpanan
berjangka.
Selama 2002, posisi likuiditas perekonomian yang tercermin dari dari
jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2) terus
menunjukkan peningkatan walaupun dengan pertumbuhan yang melambat
dibandingkn tahun sebelumnya. Sampai akhir tahun Desember 2002, M1
mencapai posisi Rp191,9 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp14,2
triliun dibandingkan posisi akhir Desember 2001.
Sementara itu, dalam periode yang sama, M2 mengalami peningkatan
sebesar Rp39,9 triliun hingga mencapai posisi Rp883,9 triliun pada akhir
Desember 2002. Peningkatan tersebut, selain disebabkan oleh peningkatan
M1 juga berasal dari peningkatan uang kuasi sebesar Rp25,6 triliun.
85
Objek Penelitian
Gambaran umum mengenai perkembangan jumlah uang beredar dalam arti
sempit M1 dan dalam arti luas M2 dan pertumbuhannya di Indonesia dapat
dilihat pada tabel 3.1.1 dan grafik 3.1.1 berikut:
Tabel 3.1.1 Jumlah Uang Beredar Nominal M1, M2Di Indonesia Periode 1997.I – 2003.I
(Miliar Rp)
Tahun Kuartal M1 M21997 I 63565 294581
II 69950 312839 III 66258 329074 IV 78343 355643
1998 I 98270 449824 II 109480 565785 III 102563 550404 IV 101197 517381
1999 I 105705 603325 II 105964 615411 III 118124 652289 IV 124633 646205
2000 I 124663 656451 II 133832 684335 III 135430 686453 IV 162186 747028
2001 I 148375 766812 II 160142 796440 III 164237 783104 IV 177731 844053
2002 I 166173 831411 II 174017 838635 III 181791 859706 IV 191939 883908
2003 I 181239 877776 Sumber: Bank Indonesia, data diolah
86
Objek Penelitian
Sumber: Tabel 3.1
3.1.2 Uang Primer (base money)
Uang primer (base money) terdiri dari uang kartal (currency) dan
cadangan bank-bank (reserves), uang primer Islamic terdiri dari uang kartal
(currency) dan cadangan bank-bank yang menerapkan sistem bebas bunga
(reserves) di Bank Indonesia. Pada awal periode penelitian uang primer
menunjukkan peningkatan yang sangat besar yaitu dari Rp36,2 triliun pada
akhir tahun 1996/97 menjadi Rp59,4 triliun pada akhir tahun laporan.
Peningkatan tersebut terjadi sebagai akibat dari tingginya pertumbuhan uang
kartal. Sebaliknya , cadangan bank-bank menurun tajam sebagai akibat
kesulitan likuiditas yang dialami bank-bank sehubungan dengan penarikan
dan secara besar-besaran oleh masyarakat.
Pada akhir tahun 1998, base money mencapai Rp78,7 triliun atau
meningkat 27,5% dari tahun 1997. Kenaikan tertinggi terjadi pada bulan Mei
87
Objek Penelitian
1998 ketika kerusuhan sosial menimbulkan bank run di beberapa bank
sehingga jumlah base money melonjak menjadi Rp68 triliun, jauh lebih tinggi
daripada sasaran indikatif untuk bulan tersebut sebesar Rp61,9 triliun.
Pada akhir 2001, posisi uang primer telah mencapai Rp127,8 triliun,
atau meningkat sebesar Rp2,2 triliun dibandingkan dengan tahun
sebelumnya sebesar Rp125,6 triliun. Uang primer tersebut sempat mencapai
posisi tertinggi sebesar Rp134,1 triliun pada saat menjelang lebaran, namun
kemudian turun setelah berakhirnya periode lebaran. Peningkatan ini
terutama didorong oleh kenaikan komponen uang kartal yang selama 2001
telah mengalami pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 20,1%, lebih besar
dibandingkan rata-rata pertumbuhan uang primer pada periode yang sama.
Selama 2002, dilihat dari posisi akhir Desember 2002, uang primer
mencapai Rp138,3 triliun atau Rp1,5 triliun lebih tinggi dibandingkan dengan
posisi akhir Desember 2001 sebesar Rp127,8 triliun. Ditinjau dari
komponennya, peningkatan uang primer tersebut terutama berasal dari
peningkatan uang kartal sebesarRp4,4 triliun dan saldo giro positif bank
umum sebesar Rp3,4 triliun
Tabel 3.1.2 Jumlah Uang Primer di Indonesia Periode 1997.I – 2003.I(Miliar Rp)
Tahun Kuartal MB/Uang Primer
88
Objek Penelitian
1997 I 35353 II 40431 III 36638 IV 46086
1998 I 58912 II 70308 III 70304 IV 75121
1999 I 78749 II 77351 III 81257 IV 101790
2000 I 88919 II 94559 III 97098 IV 125615
2001 I 103254 II 110604 III 115233 IV 127796
2002 I 117016 II 119943 III 123869 IV 138250
2003 I 125210 Sumber : Bank Indonesia, data diolah
89
Objek Penelitian
Grafik 3.1.2 : Perkembangan Uang Primer
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
I II III
IVI II III
IVI II III
IVI II III
IVI II III
IVI II III
IVI
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Periode
Nil
ai (
Mil
iar)
MB/Uang Primer
Sumber : Tabel 3.1.2
3.2 Tingkat Inflasi IHK
Inflasi merupakan kecenderungan naiknya tingkat harga umum. Inflasi
merupakan salah satu indikator perekonomian secara umum dan tingkat
inflasi dipakai sebagai dasar pengukuran secara statistik terhadap
perkembangan harga barang dan jasa yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat di Indonesia. Terdapat beberapa indikator untuk mengukur laju
inflasi, diantaranya adalah Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB) dan GDP deflator. IHK merupakan pengukur
perkembangan daya beli rupiah yang dibelanjakan untuk membeli barang
dan jasa dari bulan ke bulan. IHK mulai digunakan sejak April 1979,
sebelumnya menggunakan Indeks Biaya Hidup (IBH) / Cost of Living (CLI).
90
Objek Penelitian
Laju inflasi IHK selama tahun 1999 menunjukkan penurunan yang
cukup besar dari tahun sebelumnya, disumbang oleh perbaikan sisi
penawaran jangka pendek dan sumbangan yang besar dari penurunan laju
inflasi inti. Dalam triwulan I/1999 laju inflasi IHK mencapai 4,05% dibanding
1,23% pada triwulan sebelumnya. Tingginya laju inflasi di awal tahun laporan
terutama disebabkan oleh faktor musiman, yaitu bulan Ramadhan dan hari
raya Idul Fitri yang tercermin dari tingginya laju inflasi kelompok makanan.
Pada semester pertama 2002 laju inflasi menunjukkan kecenderungan
yang menurun. Hal ini terutama disebabkan oleh menguatnya nilai tukar
rupiah dan membaiknya ekspektasi inflasi. Pada semester kedua 2002,
penurunan inflasi sedikit tertahan. Kondisi ini terutama terkait dengan faktor
musiman yakni menghadapi perayaan hari besar keagamaan, berlanjutnya
administered prices, dan meningkatnya ekspektasi inflasi Gambaran umum
mengenai tingkat inflasi IHK di indonesia periode 1995.I-2001.IV dapat dilihat
pada grafik 3.2 dan tabel 3.2 berikut:
91
Objek Penelitian
Tabel 3.2 Tingkat Inflasi IHK di Indonesia Periode
1997.I - 2003.I
Tahun Kuarta
l IHK Perubaha
n IHK1997 I 104 -3,6144578
II 104,54 0,51923077 III 107,49 2,82188636 IV 111,79 4,00037213
1998 I 141,06 26,1830217 II 163 15,5536651 III 196,28 20,4171779 IV 198,47 1,11575301
1999 I 206,61 4,10137552 II 203,87 -1,3261701 III 198,4 -2,6830824 IV 202,45 2,04133065
2000 I 204,34 0,93356384 II 208,24 1,90858373 III 211,87 1,74318095 IV 221,37 4,48388163
2001 I 226,04 2,10959028 II 233,46 3,28260485 III 239,44 2,56146663 IV 249,15 4,05529569
2002 I 257,87 3,49989966 II 260,25 0,92294567 III 264,53 1,64457253 IV 274,13 3,62907799
2003 I 276,23 0,7660599 Sumber: Bank Indonesia, data diolah
92
Objek Penelitian
Sumber: Tabel 3.2
3.3 Kredit
Variabel kredit pada penelitian ini memuat data kredit rupiah dan
valuta asing berdasarkan kelompok bank umum dan sektor ekonomi. Jumlah
kredit tersebut tidak termasuk kredit kepada Pemerintah Pusat, kredit kepada
bukan penduduk, kredit kelolaan, nilai lawan valuta asing pinjaman investasi
dalam rangka bantuan proyek, bantuan proyek, biaya lokal rekening dana
investasi, dan kredit yang diberikan oleh kantor cabang bank di luar negeri.
Dalam penelitian ini, variabel kredit terbagi menjadi dua, yaitu kredit
yang berasal dari kelompok bank umum konvensional (Credit) dan bank
umum syariah (Credit(Isl)).
93
Objek Penelitian
Perkembangan kredit perbankan mengalami penurunan yang cukup
besar akibat terjadinya krisis perbankan. Pada tahun 1999 kredit perbankan
mengalami penurunan sebesar 262,293 triliun rupiah dari tahun 1998, sekitar
49,2%. Menurunnya kredit perbankan tersebut terutama sebagai akibat
dilakukannya pembekuan kegiatan usaha beberapa bank dan adanya
pengalihan kredit bermasalah.
Selama periode tahun 2000, posisi kredit perbankan meningkat
sebesar 15,5% sehingga menjadi Rp320,4 triliun dibanding tahun 1999.
Peningkatan tersebut berasal dari kredit rupiah dan kredit valuta asing yang
masing-masing naik sebesar Rp18,9 triliun dan 24,2 triliun, apabila pengaruh
nilai tukar dihilangkan, kredit dalam valuta asing menjadi turun sebesar
10,8%, sehingga posisi kredit dalam tahun laporan hanya meningkat sebesar
2,2%
Pada akhir Desember 2002, kredit perbankan terus menunjukkan trend
yang meningkat, terutama kredit rupiah, sementara kredit valas berfluktuasi
karena adanya pengaruh perubahan nilai tukar. Secara nominal, outstanding
kredit pada Desember 2002 sebesar Rp 410,3 triliun, lebih besar
dibandingkan dengan peningkatan pada 2001 sebesar Rp 38,2 triliun
(11,9%). Namun apabila pengaruh perubahan nilai tukar dihilangkan dengan
menggunakan kurs tetap (Desember 2000), outstanding kredit selama 2002
mengalami peningkatan sebesar Rp 70 triliun (20,1%) atau lebih besar dari
peningkatan pada 2001 yang hanya mencapai Rp28,1 triliun (8,8%)
Tabel 3.3 Perkembangan Kredit Perbankan Periode
94
Objek Penelitian
1997.1-2003.1(Miliar Rp)
Tahun Kuartal Kredit1997 I 306125
II 328808 III 368517 IV 378134
1998 I 476841 II 626465 III 535975 IV 487426
1999 I 366543 I I 251262 III 263262 IV 225133
2000 I 223235 II 240135 III 248994 IV 269000
2001 I 285375 II 306333 III 304428 IV 307594
2002 I 302776 II 312018 III 341172 IV 365410
2003 I 376141 Sumber: Bank Indonesia, data diolah
95
Objek Penelitian
Sumber: Tabel 3.3
3.4 Likuiditas Perbankan
Alat likuid bank umum terdiri atas kas dan giro pada Bank Indonesia.
Jumlah alat likuid minimum ditetapkan dengan persentase tertentu dari dana
pihak ketiga yang meliputi giro, simpanan berjangka, tabungan, dan
kewajiban jangka pendek lainnya. Simpanan berjangka terdiri atas deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan deposit on call.
Variabel likuid pada penelitian ini terbagi menjadi dua; alat likuid
(Islamic) yaitu alat likuid perbankan yang menerapkan sistem bebas bunga
dan alat likuid konvensional, yaitu alat likuid perbankan berbasiskan bunga.
Pada akhir tahun 1997, cadangan bank-bank menurun tajam sebagai
akibat kesulitan likuiditas yang dialami bank-bank sehubungan dengan
penarikan dana secara besar-besaran oleh masyarakat. Kegiatan usaha
96
Objek Penelitian
perbankan yang tecermin pada volume usaha, penyaluran kredit , dan
penghimpunan dana pada tahun 1997 menunjukkan peningkatan yang pesat.
Namun demikian perlu dicatat bahwa peningkatan yang pesat tersebut pada
dasarnya sangat dipengaruhi oleh merosotnya nilai tukar rupiah terhadap
dolar. Volume usaha perbankan pada tahun ini, meningkat dengan sangat
tajam sehingga mencapai Rp737,6 triliun dibandingkan Rp399,6 triliun pada
tahun sebelumnya atau tumbuh sebesar 84,6%. Namun, apabila pengaruh
perubahan kurs tidak diperhitungkan maka pertumbuhan volume usaha
hanya sebesar 18,2%.
Kegiatan usaha perbankan pada tahun 1998 ditandai dengan
penurunan volume usaha dan penyaluran dana, sementara penghimpunan
dana mengalami peningkatan. Perkembangan tersebut menunjukkan
terganggunya fungsi intermediasi perbankan. Volume usaha perbankan pada
tahun ini mengalami penurunan sebesar 12,5% setelah mengalami
peningkatan sangat tajam pada tahun sebelumnya.
Dalam tahun 2000, total aset perbankan meningkat sebesar 2,4%
dibanding Desember 1999 sehingga menjadi Rp1.030,5 triliun. Sebagian
besar aset perbankan berupa obligasi pemerintah yang dimiliki oleh bank-
bank peserta program rekapitalisasi.
Total aset perbankan pada tahun 2002 secara agregat mengalami
peningkatan dibandingkan pada 2001 sehingga menjadi Rp1.112,2 triliun.
Peningkatan aset tersebut terutama didorong oleh meningkatnya portofolio
kredit yang disalurkan dan portofolio SBI. Permodalan bank secara
keseluruhan mengalami peningkatan dari Rp62,3 triliun pada Desember 2001
97
Objek Penelitian
menjadi Rp93 triliun pada akhir periode laporan. Peningkatan tersebut
sebagian besar berasal dari setoran modal sebesar Rp8,3 triliun,
pembentukan cadangan modal Rp2,7 triliun, koreksi kerugian tahun
sebelumnya Rp12,3 triliun dan laba tahun berjalan Rp7 triliun. Membaiknya
kualitas aktiva perbankan yang diiringi dengan peningkatan permodalan
bank, mendorong peningkatan CAR. Pada akhir 2002, CAR untuk keseluruhan
bank umum mencapai 22,5% atau meningkat 199 poin bila dibandingkan
dengan akhir tahun 2001 sebesar 20,5.
Sumber: Tabel 3.4
Tabel 3.4 Perkembangan Posisi Alat Likuid Bank Umum(Miliar Rp)
98
Objek Penelitian
Tahun Kuartal Likuid1997 I 324027
II 352776
III 364127
IV 3945071998 I 492537
II 609970
III 595943
IV 6300111999 I 655269
II 669047
III 712864
IV 6962072000 I 718851
II 743508
III 748389
IV 8141802001 I 836590
II 863211
III 851829
IV 9180832002 I 903771
II 915148
III 947841
IV 9713462003 I 966130
Sumber :Bank Indonesia, data diolah
3.5 Perkembangan Perbankan Syariah
Sebagai industri keuangan yang relatif baru, perbankan syariah pada
2002 memperlihatkan pertumbuhan yang cukup pesat. Hal tersebut
99
Objek Penelitian
tercermin dari meningkatnya jumlah bank yang beroperasiberdasarkan
prinsip syariah dan cukup tingginya pertumbuhan aset, dana pihak ketiga,
maupun pembiayaan yang diberikan.
Sejalan dengan bertambahnya jaringan kantor bank, kegiatan usaha
perbankan syariah juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Pada
akhir 2002 total aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp4,1 triliun, jumlah
tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar Rp1,4
triliun atau 50,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut
menyebabkan pangsa total aset perbankan syariah terhadap total aset
perbankan nasional meningkat dari 0,3% pada akhir 2001 menjadi 0,4% pada
akhir periode tahun 2002.
Tabel. 3.5.1 Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank
Islamic Banks Total BanksNominal Share
Total Assets 4,63 0,42% 1100
Deposit Fund 3,32 0,40% 833,4
Credit Financing extended
3,66 0,87% 420,52
LDR/FDR*) 110,22% 50,46%
NPL 3,96% 8,15% *) FDR = Financing extended/Deposit Fund
LDR = Credit extended/Deposit Fund Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003
Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia
Secara umum pertumbuhan penghimpunan DPK (dana pihak ketiga)
perbankan syariah pada 2002 tercatat sebesar 61,5%. Tambahan DPK
perbankan syariah memberikan kontribusi sebesar 2,9% dari total tambahan
DPK perbankan nasional. Sementara itu kontribusi DPK terhadap total aset
100
Objek Penelitian
perbankan syariah meningkat dari 2001 sebesar 66,4% menjadi 71,4% pada
2002.
Tabel.3.5.2. Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah
(juta Rupiah)
DANA PIHAK KETIGAJan-03 Feb-03 Mar-03
DEPOSIT FUND
Giro Wadiah Nilai (Amount)
325,944 321,18 411,082
Wadiah currency account Pangsa (Share)
10,47% 10,19% 12,37%
Tabungan Mudharabah Nilai (Amount)
947,795 982,511 1,018,925
Mudharabah saving account
Pangsa (Share)
30,45% 31,18% 30,66%
Deposito Mudharabah Nilai (Amount)
1,838,870 1,846,914 1,892,842
Mudharabah investment account
Pangsa (Share)
59,08% 58,62% 56,96%
Total 3,112,609 3,150,605 3,322,849
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003 Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia
101
top related