bab iii.docx
Post on 29-Dec-2015
59 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB III
DASAR TEORI
3.1. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Metode Bina Marga )
Perencanaan konstruksi lapisan perkerasan lentur disini untuk jalan baru
dengan Metoda Analisa Komponen, yaitu dengan metoda analisa komponen
SKBI – 2.3.26. 1987.
Lapisan permukaan (Surface Course)
Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Gambar 3.1 Susunan Lapis Konstruksi perkerasan Lentur
Adapun untuk perhitungannya perlu pemahaman Istilah-istilah sebagai berikut :
3.1.1. Lalu-lintas Rencana
a. Jumlah Lajur Rencana dan koefisien distribusi kendaraan
Jalur rencana merupakan jalur lalu-lintas dari suatu ruas jalan raya yang
terdiri dari satu lajur atau lebih.
Koefisien Distribusi Kendaraan ( C )
Jumlah lajurKendaraan ringan*
Kendaraan berat**
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 Lajur 1.00 - 1.00 -
2 Lajur 0.60 0.50 0.70 0.500
3 Lajur 0.40 0.40 0.50 0.475
4 Lajur - 0.30 - 0.450
5 Lajur - 0.25 - 0.425
6 Lajur - 0.20 - 0.400Tabel 3.1. Koefisien Distribusi Kendaraan
Sumber : Petunjuk Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode
Analisis Komponen, DPU 1987.
* berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran.** berat total ≤ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer.
b. Angka Ekivalen ( E ) Beban Sumbu Kendaraan
Angka ekuivalen masing-masing golongan beban sumbu untuk setiap
kendaraan ditentukan dengan rumus:
1. Untuk sumbu tunggal
E=( beban satu sumbutunggal dalam kg8160 )
4
( 3.1 )
2. Untuk sumbu ganda
E=0,086( beban satu sumbutunggal dalam kg8160 )
4
( 3.2 )
3. Untuk sumbu triple
E=0,053( beban satu sumbutunggal dalam kg8160 )
4
( 3.3 )
Namun dalam perhitungan nanti rumus sumbu triple tidak digunakan,
karena sumbu kendaraan yang tercakup dalam pembahasan Tugas
Akhir ini hanya sampai pada kendaraan sumbu ganda
c. Perhitungan Lalu-lintas
1. Lintas Ekivalen Permulaan ( LEP )
LEP = LHR x C x J (3.4)
2. Lintas Ekivalen Akhir ( LEA )
LEA = LHR ( 1 + i )UR x C x E (3.5)
3. Lintas Ekivalen Tengah ( LET )
LET = ( LEP + LEA ) / 2 (3.6)
4. Lintas Ekivalen Rencana ( LER )
LER + LET x ( UR / 10 ) (3.7)
Dimana : i = Perkembangan Lalu-lintas
UR = Umur Rencana (Tahun)
3.1.2. Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi.
Daya dukung tanah dasar diperoleh dari nilai CBR. CBR laboratorium biasanya
dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru. Sementara ini dianjurkan
untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya kepada pengukuran nilai
CBR. Harga yang mewakili sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan
sebagai berikut :
a. Tentukan harga CBR terendah
b. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari
masing-masing nilai CBR
c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagi 100%, jumlah lainnya
merupakan persentase dari 100%
d. Dibuat grafik hubungan antar harga CBR dan persentase jumlah
e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persen 90 %.
3.1.3. Faktor Regional ( FR )
Faktor regional adalah keadaan lapangan yang mencakup permeabilitas
tanah, perlengkapan drainase, bentuk alinyemen, prosentase kendaraan berat
dengan MST ≥13 ton dan kendaraan yang berhenti, serta iklim. Mengingat
persyaratan penggunaan disesuaikan dengan “Peraturan Pelaksanaan
Pembangunan Jalan Raya” edisi terakhir, maka menentukan faktor yang
menyangkut permeabilitas tanah hanya dipengaruhi oleh alinyemen,
prosentase kendaraan berat dan kendaraan yang berhenti, serta alinyemen. Untuk
kondisi tanah pada daerah rawa-rawa ataupun daerah terendam, nilai FR yang
diperoleh dari tabel 3.2 ditambahkan 1.
KelandaianI (< 6%) KelandaianII(6-10%) Kelandaian III ( > 10 % )
%Kendaraan
Berat30% 30% 30% 30% 30
%
30%
IklimI <900 mm
/ th0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,
5
2,0-2,5
IklimII >900
mm/ th1,5 2,0-2,5 2,0 5,5- 3, 2,
5
3,0- 3,5
Tabel 3.2. Faktor Regional (FR)
Sumber : SKBI - 2.3.26.1987
3.1.4. Indeks Permukaan ( IP )
Indeks permukaan ini menyatakan nilai dari pada kerataan/kehalusan serta
kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas
yang lewat.
a. Indeks Permukaan Awal (IPo)
Indeks permukaan adalah suatu angka yang dipergunakan untuk
menyatakan nilai dari padakerataan/ kehalusan serta kekokohan
permukaan yang berkaitan dengan tingkat pelayanan bagi lalu
lintas yang lewat.Dalam menentukan indeks permukaan awal rencana
(IPo) perlu diperhatikan jenis permukaan jalan (kerataan/ kehalusan
serta kekokohan) pada awal umur rencana. Adapun beberapa nilai IPt
beserta artinya adalah seperti tersebut dibawah ini:
-IPt=1,0: adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak
berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kenderaan.
-IPt=1,5: adalah tingkat pelayanan teerndah yang masih mungkin
(jalan tidak putus).
-IPt=2,0: adalah tingkat pelayanan jalan terendah jalan yang masih
mantap.
-IPt=2,5: adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan
baik.
Berdasarkan tabel dibawah ini:
Jenis lapis perkerasan IPo Roughnessmm/km
Laston
Lasbutag HRA Burda
Burtu
Lapen
Latsbum Buras Latasir
Jalantanah
Jalankerikil
≥ 4
3,9-3,5
3,9-3,5
3,4-3,0
3,9-3,5
3,4-3,0
3,9-3,5
3,4-3,0
3,4-3,0
2,9-2,5
≤ 1000
>1000
≤ 2000
>2000
≤ 2000
>2000
<2000
<2000
≤ 3000
>3000
Tabel 3.3. Indeks Permukaan awal Umur Rencana (IPo)
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga,(2002)
b. Indeks Permukaan Akhir (IPt)
Dalam menentukan indeks permukaan akhir umur rencana perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah
lintas ekivalen rencana (LER), berdasarkan table dibawah ini:
Lintas Ekivalen Rencana
(LER)
Klasifikasi JalanLokal Kolektor Arteri Tol
<10
10-100
100-1000
>1000
1,0-1,5
1,5
1,5-2,0
1,5
1,5-2,0
2
2,0-2,5
1,5-2,0
2
2,0-2,5
2,5
Tabel 3.4. Indeks Permukaan Akhir Pada Akhir Umur Rencana (IPt)
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga ,(2002)
3.1.5. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Tebal perkerasan diperoleh dari nomogram dengan mempergunakan nilai-
nilai yang telah diketahui sebelumnya, yaitu: LER selama umur rencana, nilai
DDT, dan FR yang diperoleh. Berikut ini adalah gambar grafik nomogram untuk
masing-masing nilai IPt dan IPo.
Gambar 3.1 Nomogram 1 untuk IPt = 2,5 dan IPo≥ 4
Gambar 3.2 Nomogram 2 untuk IPt =2,5 dan IPo= 3,9 – 3.5
Gambar 3.3 Nomogram 3 untuk IPt = 2 dan IPo = 3,9 – 3.5
Gambar 3.4 Nomogram 4 untuk ITp = 2 dan IPo = 3,9 – 3,5
Gambar 3.5 Nomogram 5 untuk IPt = 1,5 dan IPo = 3,9 – 3,5
Gambar 3.6 Nomogram 6 untuk ITp = 1,5 dan IPo = 3,4 – 3,0
Gambar 3.7 Nomogram 7 untuk IPt = 1,5 dan IPo 2,9 – 2,5
Gambar 3.9 Nomogram 8 Untuk Ipt = 1 dan IPo = 2,9 – 2,5
Gambar 3.10 Nomogram 9 untuk ITp = 1 dan IPo = ≤ 2,4
3.1.6. Koefisisen Kekuatan Relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya
sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi
sesuai nilai Mashall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan
yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi
bawah).
Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan Jenis Bahan
a1 a2 a3 MS (kg)Kt
CBR (%)
0.4 - - 744 - -
0.35 - - 590 - - Laston
0.32 - - 454 - -
0.3 - - 340 - -
-
0.35 - - 744 - -
0.31 - - 590 - - Lasbutag
0.28 - - 454 - -
0.26 - - 340 - -
0.3 - - 340 - - HRA
0.26 - - 340 - - Aspal Macadam
0.25 - - - - - Lapen ( mekanis )
0.2 - - - - - Lapen ( manual )
- 0.28 - 590 - -
- 0.26 - 454 - - Laston
- 0.24 - 340 - -
- 0.23 - - - - Lapen ( mekanis )
- 0.19 - - - - Lapen ( manual )
- 0.15 - - 22 -Stabilisasi dengan
Semen
- 0.13 - - 18 -
- 0.15 - - 22 -Stabilisasi Dengan
Kapur
- 0.13 - - 18 -
- 0.14 - - - 100 Batu Pecah ( Klas A )
- 0.13 - - - 80 Batu Pecah ( Klas B )
- 0.12 - - - 60 Batu Pecah ( Klas C )
- - 0.13 - - 70 Sirtu / pitrun ( klas A )
- - 0.12 - - 50 Sirtu / pitrun ( klas B )
- - 0.11 - - 30 Sirtu / pitrun ( klas C )
- - 0.1 - - 20Tanah/lempung
Kepasiran
Tabel 3.5. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Sumber : Petunjuk Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode
Analisis Komponen, DPU 1987.
3.1.6. Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan
a. Lapis Permukaan
ITP Tebal
Minimum
(cm)
Bahan
< 3,00 5 Lapis pelindung ; ( buras/burtu/burda )
3,00 – 6,70 5
Lapen / Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
Laston
6,71 – 7,49 7,5 Lapen, HRA, Lasbutag, Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
≥ 10 10 Laston
Tabel 3.6. Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan
Sumber : Petunjuk Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode
Analisis Komponen, DPU 1987.
b. Lapis Pondasi
ITP
Tebal
Minimum
( cm )
Bahan
3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur
3,00 – 7,49 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur
10 Laston atas
7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi Mac Adam
15 Laston atas
10 – 12,14 20
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
tanah
dengan kapur,pondasi Mac Adam,Lapen, Laston atas
12,25 25
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
tanah
dengan kapur, pondasi Mac Adam,Lapen, Laston atas
Tabel 3.7. Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan
Sumber : Petunjuk Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode
Analisis Komponen, DPU 1987.
c. Lapis Pondasi Bawah
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, ketebalan minimum yang
digunakan adalah 10 cm. Perhitungan perencanaan ini berdasarkan pada ketentuan
relatif masing-masing lapisan perkerasan jangka panjang, dimana penentuan tebal
perkerasan dinyatakan oleh ITP (Indeks Tebal Perkerasan), dengan rumus sebagai
berikut :
ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 (3.8)
Angka 1,2,3 masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis
pondasi bawah.
3.2. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Metode AASHTO )
Prosedur perencanaan untuk parameter lalu lintas didasarkan pada
kumulatif beban gandar standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard Axle,
CESA). Perhitungan untuk CESA ini didasarkan pada konversi lalu lintas yang
lewat terhadap beban gandar standar 8.16 kN dan mempertimbangkan umur
rencana, volume lalu lintas, faktor distribusi lajur, serta faktor bangkitan
lalu lintas (growth factor). Faktor pertumbuhan lalu lintas tergantung pada jumlah
semua jenis kendaraan yang melewati jalan tersebut. Beberapa jenis kendaraan
tersebut golongkan dan di kelompokan sesuai dalam tabel 3.1
Tabel 3.8. Golongan dan kelompok jenis kendaraan
Sumber : Pedoman survei pencacahan manual
Pengelompokan golongan kendaraan dapat mewakili perhitungan perkerasan dari
perhitungan Lalu lintas harian rata – rata dengan rumus :
LHR0 = LHR x (1+i)n (3.9)
Dimana :
LHR0 = Lalu Lintas harian rata – rata pada awal rencana
LHR = jumlah harian rata – rata pada saat pengambilan data
i = faktor pertumbuhan lalu lintas pada saat perencanaan (%)
n = jumlah tahun rencana
3.2.2. Faktor Pertumbuhan lalu lintas
Jumlah kendaraan dari tahun ke tahun akan terus bertambah karena Faktor
perkembangan daerah,kemampuan masyarakat membeli kendaraan dan lain-lain
faktor ini di nyatakan dalam persen pertahun dengan persamaan :
Growth factor = (1+G)n−1
g(3.10)
Dimana :
G = persentase pertumbuhan lalu lintas (%)
n = umur rencana tahunan ( tahun )
3.2.3. Tingkat Layanan
Tingkat pelayanan dibagi menjadi dua yaitu tingkat pelayanan awal (p0 )
dan tingkat pelayanan akhir (pt ). Tingkat pelayanan awal berdasar AASHTO
diharuskan sama atau lebih dari 4,0. Nilai tingkat pelayanan awal (p0 ) yang
direkomendasikan oleh AASHTO Road Test adalah 4,2.
Angka PSI diperoleh dari pengukuran kekasaran (roughness), dan
pengukuran kerusakan (distress) seperti retak – retak, amblas, alur, dan tipe
kerusakan lain selama masa pelayanan. Angka PSI pada akhir umur rencana
adalah angka yang masih dapat diterima sebelum dilakukannya pelapisan ulang
(overlay). Angka antara 2,5 atau 3,0 adalah yang disarankan untuk digunakan
pada jalan kelas tinggi, sedangkan angka 2,0 untuk jalan kelas rendah. Tetapi
apabila pertimbangan ekonomi menjadi faktor yang berpengaruh maka nilai pt =
1,5 dapat digunakan Salah satu kriteria untuk menentukan tingkat pelayanan
terendah pada akhir umur rencana (pt ) dapat didasarkan dari volume lalulintas.
Nilai pt berdasar volume lalu lintas ditunjukan Tabel 3.9.
Volume lalulintas ADT/ LHR Terminal Serviceability (pt )
High Volume > 10.000 3,0 – 3,5Medium Volume 3.000 –
10.0002,5 – 3,0
Low Volume < 3.000 2,0 – 2,5
Tabel 3.9. Indeks pelayanan akhir berdasar volume lalu lintas
(Sumber: MaineDOT/ACM Pavement Committe, 2007)
Nilai indeks pelayanan akhir (pt ) ditetapkan berdasar volume lalu lintas
ADT. Selanjutnya ∆PSI dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:
∆𝑃𝑆𝐼 = 𝑝𝑖 – 𝑝𝑡 (3.11)Dengan pi = Indeks pelayanan pada awal umur rencana
Pt = Inddeks pelayanan pada akhir umur rencana
3.2.4. Standar Deviasi
Standar deviasi keseluruhan (S0 ) adalah gabungan simpangan standar
dari perkiraan lalulintas dan pelayanan perkerasan. Besarnya nilai standar deviasi
keseluruhan pada AASHTO ini tergantung jenis perkerasan dan variasi
lalulintas. Kisaran standar deviasi (S0 ) yang disarankan untuk perkerasan lentur
adalah 0,35 – 0,45.
3.2.5. Faktor ESAL
AASHTO menghitung angka ekivalen (Ex ) sebagai perbandingan
umur perkerasan akibat beban lalulintas standar (18 kips) terhadap umur
perkerasan akibat beban lalulintas non standar (x kips), dan besarnya tergantung
dari jenis sumbu, indeks pelayanan akhir (pt ), serta besarnya angka structural
number. Sebelum menghitung faktor ESAL, beban sumbu kendaraan diubah dari
satuan ton ke dalam kips terlebih dahulu.
Fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan
dari p0 sampai pt dinyatakan sebagai nilai G. Untuk menentukan Faktor ESAL,
nilai G dihitung dengan nilai pt . Nilai G dapat dilihat pada perhitungan berikut:
G = log ( 4,2−Pt4.2−1.5 ) (3.12)
dengan: G = faktor perbandingan kehilangan tingkat pelayanan
pt = indeks pelyanan (serviceability index) akhir (pt )
βx = 0,40,081 x ( I x+ I 2)
3,23
(SN +1)5,19 x I 23,23 (3.13)
Dimana:
B = Faktor desain dan variasi beban sumbu
SN = Struktur number
Lx = Beban sumbu yang akan di elavaluasi (kips)
L18 = Beban sumbu standar (18 kips)
L2 = Notasi konfigurasi sumbu 1 = sumbu tunggal, 2 = sumbu ganda, 3 =
sumbu tripel.
Nilai Faktor ESAL (LEF) dapat dihitung setelah Wx/W18 diketahui
W x
W 18
=[ L18+L2 s
Lx+L2 x]4,79[ 10
Gβx
10G
β 18] [L2 x ]4,33
(3.14)
Dimana :
W = ekivalen beban sumbu standar (W = 18000 lbs (80KN))
G = Faktor perbandingan kehilangan tingkat pelayanan
Lx = beban sumbu yang akan di elevasi (kips)
L18 = Beban sumbu standar (18 kips)
L2 = Notasi konfigurasi sumbu 1 = sumbu tunggal, 2 = sumbu ganda, 3 =
sumbu tripel
Nilai faktor ESAL (LEF) dapat di hitung setelah Wx/W18 di ketahui
LEF = 1
WxW 18
(3.15)
Dengan :
LEF = Faktor ESAL
W x
W 18
= Perbandingan ekivalen sumbu x terhadap sumbu standar
3.4.6 Lalu lintas Rencana ESAL
Lalu lintas rencana merupakan perkalian antara lalu lintas harian rata –rata
dengan faktor pertuumbuhan lalu lintas dan jumlah hari dalam satu tahun.
Kemudian untuk mencari lalu lintas rencana ESAL, lalu lintas rancana di kali
dengan faktor ESAL. Dirumuskan dalam persamaan seperti berikut ini :
Lalu lintas rencana = LHR x GF x 365 (3.13)
Lalu lintas rencana ESAL = Lalu lintas rencana x ESAL (3.14)
Jumlah nilai lalu lintas rencana ESAL selanjutnya dikali dengan faktor
distribusi arah dan lajur. Pembuktian telah menunjukan bahwa DD dapat
bervariasi dari 0,3 sampai 0,7 tergantung pada arah yang “terisi beban” dan yang
Nilai Rencana ESAL (106) Reliabilitas< 0,1
0,1– 5,05,0 – 10,0
> 10,0
75859095
“tidak terisi beban”. Sedangkan DL ditentukan berdasarkan jumlah lajur seperti
ditunjukan pada Tabel 3.10.
Jumlah lajur tiap arah% 18 - kips ESAL
desain1 1002 80-1003 60-80
≤4 50-75Tabel 3.10. Distribusi kendaraan berdasarkan jumlah lajur
(Sumber: AAHTO 1993)
Nilai komulatif predikat ESAL ditentukan dengan rumus
W18 = DD x DL x pfc8 (3.16)
Dimana:
DD = Faktor distribusi berdasarkan arah
DL = Faktor distribusi berdasarkan lajur
W18= Nilai kumulatif predikal ESAL
3.2.7. Reliabilitas
Reliabilitas adalah nilai profitabilitas dari kemungkinan tingkat
pelayanan yang dipandang dari sudut pemakai jalan. Dapat juga diartikan
sebagai cara menggabungkan beberapa tingkat kepastian pada proses
perencanaan untuk memastikan bahwa berbagai alternatif rencana akan
bertahan pada periode analisa. Tingkat Reliabilitas yang disarankan untuk
berbagai klasifikasi jalan sesuai dengan fungsinya ditunjukan pada Tabel 3.11.
Fungsi Jalan Tingkat Keandalan (R) Dalam Persen
Urban Rural
Jalan Tol
Arteri Kolektor
Lokal
85 – 99,9
80 – 99
80 – 95
80 – 99,9
75 – 95
75 – 95Tabel 3.11. Tingkat Reliabilitas berdasarkan fungsi jalan
(Sumber: AASHTO, 1993)
Tingkat Reliabilitas berdasar pada nilai rencana ESAL dapat dilihat pada
Tabel 3.12.
Reliabilitas (R) Deviasi StandarNormal (ZR )
Reliabilitas (R) Deviasi StandarNormal (ZR )
506070758085909192
-0,000-0,253-0,524-0,674-0,841-1,037-1,282-1,340-1,405
93949596979899
99,999,99
-1,476-1,555-1,645-1,751-1,881-2,054-2,327-3,090-3,750
Tabel 3.12. Tingkat Reliabilitas berdasarkan nilai rencana ESAL
(Sumber: Alberta Transport and Utilities, 1997)
Korelasi antara nilai deviasi standar normal (ZR ) dan Reliabilitas (R)
ditunjukan pada Tabel 3.13. Deviasi standar normal (ZR ) yang mewakili tingkat
Reliabilitas (R)
Tabel 3.13. Deviasi standar normal (ZR ) yang mewakili tingkat Reliabilitas (R)
(Sumber: AASHTO, 1993)
Berdasarkan Tabel 3.8 untuk jalan kolektor pada daerah rural, maka nilai
Reliabilitas berkisar antara 75 – 95 %. Dengan pendekatan nilai rencana ESAL
antara 898726,2 sesuai Tabel 3.13. nilai Reliabilitas dapat ditetapkan sebesar 85
%. Untuk nilai Reliabilitas 85% sesuai pada Tabel 24 maka nilai ZR sebesar -
1,037.
3.2.8. Modulus resilent tanah dasar
Karakteristik mutu tanah dasar pada perencanaan perkerasan lentur
ditentukan oleh nilai resilient modulus (MR ). Resilient Modulus adalah nilai
hubungan dinamis antara tegangan dan regangan yang mempunyai karakteristik
nonlinear. Dari hasil perhitungan kumulatif 90 % sebelumnya, didapat nilai CBR
rencana sebesar 3,25%. Dengan menggunakan persamaan dari Heukelom and
Klomp (1962) korelasi antara nilai CBR Corps of Engineer dan nilai resilient
modulus (MR ) dihitung seperti berikut:𝑀𝑅 (𝑝𝑠𝑖) = 1500 × 𝐶𝐵𝑅 (3.17)
Dengan :
MR = resilent modulus
CBR = California Bearing Ratio
3.2.9. Drainage coefficient
Faktor yang digunakan untuk memodifikasi koefisien kekuatan
relatif sebagai fungsi yang menyatakan seberapa baiknya struktur
perkerasan dapat mengatasi pengaruh negatif masuknya air ke dalam struktur
perkerasan. Dalam buku ini diperkenalkan konsep koefisien drainase untuk
mengakomodasi kualitas sistem drainase yang dimiliki perkerasan jalan. Tabel
3.14 memperlihatkan definisi umum mengenai kualitas drainase.
Kualitas drainase Air hilang dalam
Baik sekali 2 jam
Baik 1 hari
Sedang 1 minggu
Jelek 1 bulan
Jelek sekali air tidak akan mengalir
Tabel 3.14. Definisi kualitas drainase
Sumber : AASHTO’93
Faktor untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif ini adalah
koefisien drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks Tebal
Perkerasan (ITP) bersama-sama dengan koefisien kekuatan relative (a) dan
ketebalan (D). Tabel 3.15 memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang
merupakan fungsi dari kualitas drainase dan persen waktu selama setahun
struktur perkerasan akan dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh.
Kualitas drainasePersen waktu struktur perkerasan dipengaruhi
oleh kadar air yang mendekati jenuh
< 1 % 1 – 5 % 5 – 25 % > 25 %
Baik sekali 1,40 – 1,35 1,35 – 1,30 1,30 – 1,20 1,2
Baik 1,35 – 1,25 1,25 – 1,15 1,15 – 1,00 1
Sedang 1,25 – 1,15 1,15 – 1,05 1,00 – 0,80 0,8
Jelek 1,15 – 1,05 1,05 – 0,80 0,80 – 0,60 0,6
Jelek sekali 1,05 – 0,95 0,08 – 0,75 0,60 – 0,40 0,4Tabel 3.17. Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien
Volume Lalulintas ESAL Beton Aspal (inch) Fondasi Agregat (inch)< 50.000
50.001 – 150.000150.001 – 500.000
500.001 – 2.000.0002.000.001 – 7.000.000
> 7.000.000
1,02,02,53,03,54,0
444666
kekuatan relative material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur
Sumber : AASHTO’93
3.2.10. SN rencana
SN yang sebelumnya digunakan untuk menentukan faktor ESAL (LEF)
dimasukan pada persamaan dasar AASHTO untuk menentukan SN rencana.
Apabila tidak memenuhi maka nilai SN ditentukan ulang dari SN yang
digunakan untuk menentukan faktor ESAL (LEF). Pembuktian nilai SN
memenuhi persamaan dasar AASHTO dengan memasukan nilai dan asumsi
yang telah ditentukan sebelumnya adalah sebagai berikut:
logw18=Z R × S0+9,36 log (SN+1 )−0,2+log( ∆ PSI
4.2−1.5 )0.4+ 1094
(SN+1 )5.19
+2.32 log ( M R )−8.07
(3.16)
Dengan :
W18 = Perkiraan nilai kumulatif ekivalen beban kendaraan dari
aplikasi ESAL (Equivalent Single Axle Load)
ZR = deviasi normal yang mewakili nilai relialibilitas (R)
S0 = gabungan kesalahan baku dari perkiraan beban lalulintas dan
kinerja suatu perkerasan jalan
SN = Structural number, Nilai korelasi total suatu tebal perkerasan yang
dibutuhkan
∆PSI = selisih antara indeks pelayanan awal dan akhir
MR = resilient modulus (psi)
3.4.11. Tebal masing – masing lapisan perkerasan
Menurut AASHTO 1993 nilai tebal minimum setiap lapis perkerasan
ditunjukan Tabel 3.16.
top related