bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1 deskripsi ... · data try out terpakai akan lebih...
Post on 06-Feb-2021
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
73
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 DESKRIPSI PENELITIAN Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) adalah sebuah
organisasi gereja yang terdapat di Propinsi Sulawesi Tengah. Gereja
ini berdiri pada tanggal 18 Oktober 1947 dengan pusat sinodenya di
kota kecil yang bernama Tentena. Secara historis GKST adalah hasil
pekabaran Injil Dr.A.C.Kruyt dari Nederlandsch Zendeling
Genootschap (NZG) yang tiba di Poso pada tahun 1892; dan Dr. N.
Adriani dari Nederlandsch Bijbelgenootschap yang tiba tahun 1895.
GKST tergolong gereja dengan wilayah pelayanan terluas di pulau
Sulawesi Tengah.
Pada penelitian ini, data diperoleh melalui skala psikologi
yang disebarkan pada 100 orang pendeta Gereja Kristen Sulawesi
Tengah mulai tanggal 30 Maret sampai dengan 30 April 2012. Data
yang dgunakan adalah data try out terpakai, artinya memperlakukan
sampel try out sebagai sampel penelitian yang sesungguhnya
sehingga hasil uji coba atau try out juga sekaligus akan digunakan
sebagai data penelitian dimana item skala yang gugur tidak
digunakan dalam penelitian. Penggunaan try out terpakai ini
didasarkan pada pertimbangan budaya dimana para pendeta yang
melayani di Gereja Kristen Sulawesi Tengah berasal dari suku yang
sama yaitu PAMONA. Kata pamona berasal dari tiga suku kata,
yang didalamnya terurai makna yang sangat dalam yaitu, Pa =
pakaroso, Mo = sintuwu, Na = napolanto; artinya wujudkan hidup
bersama yang kuat. Uraian makna ini menjadi modal sosial dan
-
74
sumber kearifan lokal yang disemboyankan dengan ungkapan
“Sintuwu Maroso” yang artinya “Hidup untuk saling menghidupkan
dalam satu kebersamaan” (Tampake, 2009). Artinya budaya
membentuk hubungan manusia dalam berbagai cara. Keunikan
budaya ini tentunya akan berbeda dengan budaya pendeta di tempat
lain yang terdiri dari budaya yang beragam. Dengan menggunakan
data try out terpakai akan lebih menggambarkan orisinalitas item
yang digunakan dalam penelitian ini.
4.2 DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
4.2.1 Penyebaran dan Penerimaan Alat Ukur Responden Data yang diolah pada penelitian ini adalah data primer
dalam bentuk skala psikologi dari hasil jawaban responden terkait
dengan kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan servant
leadership. Skala psikologi sebagai alat ukur didistribusikan
langsung oleh peneliti kepada pendeta di Gereja Kristen Sulawesi
Tengah yang telah dipilih untuk menjadi responden. Skala psikologi
yang disebarkan berjumlah 100 skala, semua responden
mengembalikan skala secara lengkap sehingga secara keseluruhan
skala dapat dipergunakan sesuai kebutuhan dalam penelitian ini.
4.2.2 Distribusi Frekuensi Identitas Responden Merujuk pada data yang diperoleh dari 100 responden pada
Gereja Kristen Sulawesi Tengah berikut ini dipaparkan distribusi
frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan dan masa kerja secara berturut-turut yang dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
-
75
Tabel 4.1 Demografi Responden Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah Responden
Persentase
Laki-laki 42 42% Perempuan 58 58%
Total 100 100 Sumber: data primer 2012.
Tabel 4.1 di atas memberikan informasi bahwa responden
yang berjenis kelamin laki-laki adalah berjumlah 42 orang atau
sebesar 42% dan berjenis kelamin perempuan adalah berjumlah 58
orang atau sebesar 58%. Hal ini menunjukkan bahwa responden
yang berjenis kelamin perempuan jauh lebih banyak dibandingkan
dengan responden laki-laki.
Tabel 4.2 Demografi Responden Menurut Usia
Usia Jumlah Responden Persentase
26-33 tahun 39 39%
34-41 tahun 32 32%
42-49 tahun 29 29%
Total 100 100% Sumber: data primer 2012.
Tabel 4.2 di atas memberikan informasi tentang gambaran
responden berdasarkan usia yang diklasifikasikan dalam tiga
kelompok yaitu rentang usia dari 26-33 tahun adalah sebesar 39%,
responden dengan rentang usia 34 - 41 sebesar 32%, responden
dengan rentang usia 42 - 49 sebesar 29%.
-
76
Tabel 4.3 Demografi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat
Pendidikan Jumlah
Responden Persentase
S1 100 100% Total 100 100%
Sumber: data primer 2012.
Tabel 4.3 di atas memberikan informasi bahwa secara
keseluruhan responden mempunyai tingkat pendidikan yang sama
yaitu strata satu.
Tabel 4.4 Demografi Responden Menurut Masa Kerja
Masa Kerja Jumlah Responden
Persentase
19-26 43 43% 11-18 37 37% 3-10 20 20% Total 100 100%
Sumber: data primer 2012.
Tabel 4.4 di atas memberikan informasi tentang gambaran
responden berdasarkan masa kerja yang diklasifikasikan dalam tiga
kelompok. Responden dengan rentang masa kerja dari 19-26
menempati jumlah terbesar yaitu 43% kemudian diikuti rentang
masa kerja 11-18 tahun sebesar 20%, dan rentang masa kerja 11-18
tahun sebesar 37%, selebihnya telah bekerja 19-26 tahun 43% tahun.
Berdasarkan persentase rentang masa kerja ini diketahui bahwa
pengalaman pelayanan yang dimiliki oleh responden relatif tinggi.
4.3 UJI DAYA DISKRIMINASI DAN RELIABILITAS SKALA
Untuk mengetahui kualitas skala yang akan digunakan,
terlebih dahulu dilakukan seleksi item skala dan reliabilitas skala
dengan tujuan untuk memilih item yang hasil ukurnya sesuai dengan
-
77
hasil ukur skala secara keseluruhan dan sejauh mana konsistensi alat
ukur yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini seleksi
item skala dilakukan sebanyak dua kali putaran. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
4.3.1 Daya Diskriminasi Item
Pengujian daya diskriminasi item dalam penelitian ini
menggunakan analisis butir (item) yakni dengan mengkorelasikan
skor tiap item dengan skor total per konstruk (contruct) dan skor
total seluruh item. Output SPSS for windows version 17
menyebutkan bahwa analisis item/butir tersebut dinyatakan sebagai
Corrected Item-Total Correlation dengan batas kritis skor total skala
≥ 0,30 (Azwar, 2009).
4.3.1.1 Daya Diskriminasi Skala Servant Leadership Item yang digunakan untuk menjaring data servant
leadership adalah sebanyak 67 item. Setelah dilakukan diskriminasi
item melalui corrected item-total correlation pada putaran pertama
diperoleh 57 item yang memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 dan 10
item yang memiliki koefisien korelasi ≤ 0,30 dengan rentang nilai
bergerak dari 0,308 sampai dengan 0,589. Adapun item yang
memiliki koefisien korelasi ≤ 0,30 adalah nomor: 1, 2, 7, 9, 27, 30,
45, 48, 54, 65. Hasil lengkap terlampir dan rangkumannya
ditampilkan dalam tabel dibawah ini:
-
78
Tabel 4.5 Sebaran Item Valid dan Item Gugur
Skala Servant Leadership
No Aspek Jumlah
Item Nomor Item Valid Nomor
Item Gugur
1 Orientasi karakter 19 3,4,5,6,8,10,11,12,13,14,
15,16,17,18,19 1,2,7,9
2 Orientasi Orang 15 20,21,22,23,24,25,26,28,
29,31,32,33,34 27,30
3 Orientasi Tugas 17 35,36,37,38,39,40,41,42,43,
44,46,47,49,50,51 45,48
4 Orientasi Proses 16 52,53,55,56,57,58,59,60,
61,62,63,64,66,67 54,65
Total 67 57 10 Sumber: data primer yang diolah, 2012.
Setelah item yang gugur dihilangkan, selanjutnya dilakukan
seleksi item putaran dua. Hasil seleksi item melalui corrected item-
total correlation diketahui bahwa dari 57 item yang tersisa
semuanya memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 dengan rentang nilai
bergerak dari 0,301 sampai 0,581.
4.3.1.2 Daya diskriminasi Item Skala Kecerdasan Emosional Item yang digunakan untuk menjaring data kecerdasan
emosional adalah sebanyak 76 item. Setelah dilakukan seleksi item
melalui corrected item-total correlation diperoleh 69 item yang
memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 dan 7 item yang memiliki
koefisien korelasi ≤ 0,30 dengan rentang nilai bergerak dari 0,320
sampai dengan 0,606. Adapun item yang memiliki koefisien
korelasi ≤ 0,30 adalah nomor: 5, 17, 39, 40, 42, 43, 74, Hasil
lengkap terlampir dan rangkumannya ditampilkan dalam tabel
dibawah ini:
-
79
Tabel 4.6
Sebaran Item Valid dan Item Gugur Skala Kecerdasan Emosional
No Aspek Jumlah Item Nomor Item Valid Nomor
Item Gugur
1 Kesadaran Diri 11 1,2,3,4,6,7,8,9,10,11 5
2 Pengaturan Diri
32
12,13,14,15,16,18,19,20,
21,22,23,24,25,26,27,
28,29,30,31,32,33,34,35
36,37,38,41
17,39,40
42,43
3 Kesadaran Sosial 12
44,45,46,47,48,49,50,51,
52,53,54,55
_
4 Pengelolaan
Relasi 21
56,57,58,59,60,61,62,63
64,65,66,67,68,69,70,71,
72,73,75,76
74
Total 76 69 7
Sumber: data primer yang diolah, 2012
Setelah item gugur dihilangkan, selanjutnya dilakukan
seleksi item putaran dua. Hasil seleksi item melalui corrected item-
total correlation diketahui bahwa dari 69 item yang tersisa
semuanya memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 dengan rentang nilai
bergerak dari 0,316 sampai 0,615.
4.3.1.3 Daya diskriminasi Item Skala Kecerdasan Spiritual Item yang digunakan untuk menjaring data kecerdasan
spiritual adalah sebanyak 24 item. Setelah dilakukan seleksi item
melalui corrected item-total correlation diketahui bahwa semua item
memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 dengan rentang nilai bergerak
dari 0,316 sampai 0,658. Hasil lengkap terlampir dan rangkumannya
ditampilkan dalam tabel dibawah ini:
-
80
Tabel 4.7 Sebaran Item Valid dan Item Gugur Skala Kecerdasan Spiritual
No Aspek Jumlah Item Nomor Item Valid Nomor
Item Gugur
1 Critical Existential Thinking 7 1,2,3,4,5,6,7 -
2 Personal Meaning Production 5 8,9,10,11,12 -
3 Transendental Awarenes 7 13,14,15,16,17,18,19 -
4 Conscious State Expansion 5 20,21,22,23,24 -
Total 24 24
Sumber: data primer yang diolah, 2012
4.3.2 Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas instrumen pada penelitian
menggunakan ini pengujian reliabilitas internal konsistensi. dengan
melihat koefisien cronbach’s alpha. Koefisien cronbach’s alpha
yang mendekati satu menandakan reliabilitas konsistensi yang
tinggi. Umumnya, koefisien reliabilitas cronbach’s alpha kurang
dari 0,60 menandakan reliabilitas yang buruk. Reliabilitas yang
dapat diterima berada diantara nilai 0,60-0,79 dan reliabilitas yang
sangat tinggi adalah yang lebih dari 0,80 (Ghozali, 2001).
Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil dari
seleksi item putaran dua setelah semua item gugur dalam putaran
pertama dihilangkan. Hasil lengkap terlampir dan rangkumannya
ditampilkan dalam tabel berikut ini:
-
81
Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas
Variabel
Koefisien
Alpha Batas Makna
Servant leadership 0, 923 0,6 Reliabel
Kecerdasan emosional 0, 949 0,6 Reliabel
Kecerdasan spiritual 0, 892 0,6 Reliabel
Sumber: data primer yang diolah, 2012
Berdasarkan hasil uji reliabilitas di atas, diketahui bahwa
seluruh variabel memiliki koefisien alpha cronbach lebih dari batas
minimal yang ditetapkan, yaitu >0,60 maka seluruh item skala
dinyatakan reliabel.
4.4 Analisis Data Untuk mempermudah pengolahan data dalam penelitian ini
digunakan bantuan aplikasi SPSS 17.
4.4.1 Analisis Deskriptif Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh descriptive
statistics sebagai berikut:
Tabel 4.9 Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Servant Leadership 184.07 15.967 100 Kecerdasan Emosional 211.87 20.903 100 Kecerdasan Spiritual 77.68 7.705 100 Sumber: data primer yang diolah, 2012
Untuk mempelajari kualitas servant leadership (Y),
kecerdasan emosional (X1) dan kecerdasan spiritual melalui
responden maka langkah pertama yang dilakukan adalah
-
82
menginterpretasikan hasil output pada tabel 4,9 (Descriptive
Statistics) sebagai berikut:
1. Variabel servant leadership memiliki rata-rata hitung sebesar
184,07 dengan standar deviasi sebesar 15.967, artinya bahwa
variabel servant leadership berada pada daerah positif atau
interval jawaban sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa
responden/pendeta menilai item skala tentang variabel
servant leadership sesuai dengan dirinya.
2. Variabel kecerdasan emosional memiliki rata-rata hitung
sebesar 211,87 dengan standar deviasi 20,903, artinya bahwa
variabel kecerdasan emosional berada pada daerah positif
atau interval jawaban sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa
responden/pendeta menilai item skala tentang variabel
kecerdasan emosional sesuai dengan dirinya.
3. Variabel kecerdasan spiritual memiliki rata-rata hitung
sebesar 77.68 dengan standar deviasi 7.705, Artinya variabel
kecerdasan spiritual berada pada interval jawaban sangat
sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa responden/pendeta
menilai item skala kecerdasan spiritual sangat sesuai dengan
dirinya.
4.5 Identifikasi Skor Servant leadership Dalam menentukan tinggi rendahnya variabel servant
leadership, digunakan 4 kategori yakni, rendah, sedang, tinggi, dan
sangat tinggi. Jumlah item yang digunakan untuk mengukur variabel
servant leadership adalah 57 item valid, maka skor yang mungkin
diperoleh bergerak dari 57 sampai dengan 228 (57 x 4)
-
83
= − ℎ
i =228 − 57
4
i =171
4 i = 43
Dengan demikian gambaran tinggi rendahnya hasil dari
servant leadership dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel Tabel 4.10 Interpretasi Nilai Variabel Y dan X1, X2
No Skor Kategori N persentase 1 185 ≤ x
-
84
i =276 − 69
4
i =207
4 i = 52
Dengan demikian gambaran tinggi rendahnya variabel
kecerdasan emosional dapat dikategorikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.11 Deskripsi Pengukuran Kecerdasan Emosional
No Skor Kategori N persentase 1 224≤ x < 276 Sangat tinggi 22 22% 2 172≤ x < 224 Tinggi 76 76% 3 120≤ x < 172 sedang 2 2% 4 68≤ x
-
85
= − ℎ
i =96− 24
4
i =724
i = 18 Dengan demikian, baik buruknya variabel kecerdasan
spiritual dapat dikategorikan pada table berikut ini:
Tabel 4.12 Deskripsi Pengukuran Kecerdasan Spiritual
No Skor Kategori N persentase 1 78 ≤ x < 96 Sangat tinggi 51 51% 2 60≤ x
-
86
Unbiased Estimator supaya variabel independent sebagai estimator
atas variabel dependent tidak bias. Untuk mencapai tujuan itu maka
dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri atas uji normalitas,
multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan linearitas.
4.6.2 Uji Normalitas
Uji noramalitas dalam penelitian ini menggunakan metode
grafik dan statistik. Metode grafik yang handal adalah dengan
melihat grafik histogram dan P-P Plot Test. Secara statistik,
normalitas data dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov.
Santoso (2000) mengemukakan bahwa data dikatakan berdistribusi
normal apabila histogram berbentuk lonceng (bell shaped curve).
Berdasarkan hasil komputasi data dengan bantuan aplikasi SPSS,
maka dihasilkan histogram sebagai berikut:
Gambar 4.1
Gambar di atas menunjukkan bahwa bentuk histogram
menggambarkan data yang berdistribusi normal sebab kurva
membentuk seperti lonceng (bell shaped curve). Selain
menggunakan bentuk histogram, normalitas data dapat dideteksi
-
87
melalui P-P Plot Test. Berdasarkan hasil komputasi data dengan
bantuan aplikasi SPSS, maka dihasilkan histogram sebagai berikut:
Gambar 4.2
P-P Plot Test di atas, menunjukkan bahwa sebaran data
menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti
arah garis diagonal, sehingga asumsi normalitas dipenuhi. Di
samping menggunakan grafik, uji normalitas data dapat juga
dilakukan secara statistik, yaitu dengan Uji Kolmogorov-Smirnov.
Data dikatakan terdistribusi normal secara statistik bila tingkat
signifikansi pada tabel Kolmogorov-Smirnov diatas 0.05 (derajat
kepercayaan yang digunakan). Hasil uji Normalitas data dengan
menggunakan Kolmogorov-Smirnov seperti yang terlihat pada tabel
dibawah ini:
-
88
Tabel 4.13
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 100 Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation 14.00448517 Most Extreme Differences
Absolute .068 Positive .068 Negative -.044
Kolmogorov-Smirnov Z .676 Asymp. Sig. (2-tailed) .750 a. Test distribution is Normal. b.Calculated from data.
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai residual hasil uji
regresi memiliki nilai koefisien kolmogorov sebesar 0,676 dengan
signifikansi sebesar 0,750. Karena nilai Signifikansi Kolmogorov-
Smirnov berada diatas cut off value yang telah disepakati, yaitu 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal.
Dengan demikian secara keseluruhan metode yang
digunakan baik grafik maupun statsistik menunjukkan bahwa data
berdistribusi secara normal sehingga dapat dinyatakan bahwa asumsi
normalitas dalam penelitian ini terpenuhi dan model regresi layak
digunakan untuk menjadi penaksir potensial servant leadership
berdasarkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
4.6.3 Uji Multikolinearitas Pengujian multikoliniaritas dilakukan dengan melihat nilai
tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinearitas
terjadi jika nilai tolerance ≤ 0.10 dan VIF ≤ 10 (Ghozali, 2009,
-
89
wijaya, 2009). Hasil uji tolerance dan Variance Inflation Factor
(VIF) dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.14 Coefficientsa
Tabel di atas dapat menunjukkan bahwa kedua variabel
bebas yang digunakan memiliki nilai tolerance lebih kecil dari 0,10
dan nilai VIF lebih kecil dari 10. Selain melihat nilai tolerance dan
Variance Inflation Factor (VIF), matriks korelasi antar variabel
independen (zero order correlation matrix) juga dapat digunakan
untuk melihat ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi,
jika antar variabel bebas (independen) ada korelasi yang tinggi
(umumnya di atas 0,90) maka hal ini merupakan indikasi adanya
multikolinearitas (Ghozali, 2009). Hasil uji zero order correlation
matrix dapat dilihat pada tabel berikut:
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF 1 Kecerdasan Emosional .838 1.194
Kecerdasan Spiritual .838 1.194 a. Dependent Variable: Servant Leadership
-
90
Tabel 4.16 Coefficient Correlationsa
Model Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan Emosional
Correlations Kecerdasan Spiritual
1.000 -.403
Kecerdasan Emosional
-.403 1.000
Covariances Kecerdasan Spiritual
. .041 -.006
Kecerdasan Emosional
-.006 .006
a. Dependent Variable: Servant Leadership
Tabel di atas menunjukan bahwa besaran koefisien korelasi
antar variabel kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berada
dibawah 0,90 yaitu, -0,403. Berpijak dari kedua model uji
multikolinearitas di atas, dapat diambil simpulan bahwa model
regresi dalam penelitian ini bebas dari masalah multikolinearitas.
4.6.4 Uji Heterokedastisitas Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini mengggunakan
metode grafik dengan cara menghubungkan nilai variabel dependen
yang diprediksi (predicted) dengan residualnya (Y prediksi - Y
sesungguhnya) dimana sumbu X adalah nilai variabel dependen
yang diprediksi dan sumbu Y adalah residualnya. Apabila noktah
(titik) dalam grafik membentuk pola menyebar lalu menyempit atau
sebaliknya di sekitar garis diagonal (funnel shape) maka bisa
dikatakan terjadi heteroskedastisitas. Jika titik-titik menyebar
dengan tidak membentuk pola tertentu di bawah dan di atas angka 0
pada sumbu Y (clouds shape) maka dikatakan terjadi
homoskedastisitas (Ghozali, 2009).
-
91
Berdasarkan hasil komputasi data dengan menggunakan
bantuan SPSS 17 maka hubungan antar nilai variabel yang
diprediksi dengan residualnya digambarkan dalam gambar di bawah
ini:
Gambar 4.3
Scatterplot di atas menunjukkan bahwa noktah-noktah
terpencar dengan tidak membentuk pola-pola tertentu seperti
cerobong asap di sekitar garis diagonal tetapi noktah-noktah
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini
memberikan informasi bahwa model regresi dalam penelitian ini
terjadi homoskedastisitas daripada heteroskedastisitas.
4.6.5 Uji linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan linear
antar variabel. suatu data dikatakan mempunyai hubungan linear
apabila nilai p pada deviation from linearity adalah >0.05. Hasil uji
linearitas terhadap kecerdasan emosional dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
-
92
Tabel 4.16
Hasil Uji Linearitas Kecerdasan Emosional dengan Servant Leadership ANOVA Table
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Servant Leadership * Kecerdasan Emosional
Between Groups
(Combined) 16023.343 53 302.327 1.509 .078
Linearity 3830.840 1 3830.840 19.119 .000
Deviation from Linearity
12192.504 52 234.471 1.170 .295
Within Groups 9217.167 46 200.373
Total 25240.510 99 Sumber: data primer yang diolah, 2012
Dari tabel di atas diketahui nilai Fbeda sebesar 1.170 dan nilai
p sebesar 0,295 (p > 0,05). Hasil ini menunjukkan adanya hubungan
yang linear antara kecerdasan emosional dan servant leadership.
Selanjutnya, uji linearitas kecerdasan spiritual dengan servant
leadership dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.17 Hasil Uji Linearitas Kecerdasan Spiritual dengan Servant Leadership
ANOVA Table Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Servant Leadership * Kecerdasan Spiriual
Between Groups
(Combined) 11591.921 30 386.397 1.953 .012
Linearity 4328.921 1 4328.921 21.885 .000
Deviation from Linearity
7263.000 29 250.448 1.266 .211
Within Groups 13648.589 69 197.806 Total 25240.510 99
Sumber: data primer yang diolah, 2012
-
93
Dari tabel di atas diketahui nilai Fbeda sebesar 1.266 dan
nilai p sebesar 0,211 (p > 0,05). Hasil ini menunjukkan adanya
hubungan yang linear antara kecerdasan spiritual dan servant
leadership. Dengan demikian semua output SPSS yang telah
ditampilkan diketahui bahwa semua nilai p > 0,05, maka asumsi
linearitas terpenuhi.
4.7 ANALISIS REGRESI BERGANDA Setelah melalui proses dan tahapan analisis asumsi klasik,
diketahui bahwa model regresi linear dalam penelitian ini benar-
benar mampu memberikan estimasi yang handal dan tidak bias
sesuai dengan kaidah Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) atau
bebas dari penyimpangan asumsi klasik. Oleh karena Best Linier
Unbiased Estimator dalam penelitian terpenuhi maka selanjutnya
dilakukan analisis regresi linear berganda untuk mendapatkan
persamaan regresi serta untuk mengetahui sejauh mana arah
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional (X1),
dan kecerdasan spiritual (X2), sedangkan variabel dependen adalah
servant leadership (Y). Koefisien beta yang digunakan adalah
standardized coefficients karena tidak terjadi multikolinearitas antar
variabel independen dan sekaligus untuk mengetahui kontribusi
relatif masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen (Ghozali, 2009). Berikut ini hasil analisisnya:
-
94
Tabel 4.18 Hasil Analisis Regresi Berganda Nilai Koefisien Beta dan Nilai t
Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 91.612 17.221 5.320 .000
Kecerdasan Emosional
.203 .074 .266 2.733 .007
Kecerdasan Spiritual
.636 .202 .307 3.156 .002
a. Dependent Variable: Servant Leadership
Berdasarkan hasil analisis pada tabel koefisien di atas ditemukan persamaan regresi adalah Y = 91.612 + 0,266 X1 + 0,307 X2. Koefisien regresi menunjukkan tanda positif (+), hal ini berarti ada suatu kondisi yang searah yaitu peningkatan variabel X1 dan X2 akan menyebabkan peningkatan variabel Y.
Persamaan regresi berganda di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a) Konstata (a) sebesar 91.612 memberikan pemahaman bahwa jika semua vaiabel independent (kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual) bernilai 0, maka nilai servant leadership pendeta GKST sebesar 91.612
b) Koefisien regresi kecerdasan emosional sebesar 0,266 memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan nilai kecerdasan emosional akan berdampak pada meningkatnya nilai servant leadership sebesar 0,266 atau 26,6%. Dengan kata lain semakin baik kualitas kecerdasan emosional yang dimiliki oleh pendeta Gereja Kristen Sulawesi Tengah akan berdampak pada
-
95
peningkatan kualitas nilai servant leadership yang ditampilkan pendeta dalam melayani orang lain. Dengan asumsi variabel independen lainnya dalam hal ini kecerdasan spiritual konstan
c) Koefisien regresi kecerdasan spiritual sebesar 0,307
memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu
satuan atau satu tingkatan nilai kecerdasan spiritual akan
berdampak pada meningkatnya nilai servant leadership
sebesar 0,307 atau 30,7%. Dengan kata lain semakin baik
kualitas kecerdasan spiritual yang dimiliki oleh pendeta
Gereja Kristen Sulawesi Tengah akan berdampak pada
peningkatan kualitas nilai servant leadership yang
ditampilkan pendeta dalam melayani orang lain. Dengan
asumsi variabel independen lainnya dalam hal ini kecerdasan
emosional konstan.
4.8 Uji Hipotesis Pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda baik
secara simultan maupun parsial.
Hipotesis: kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara
bersama-sama dapat dijadikan sebagai prediktor servant
leadership pendeta di Gereja Kristen Sulawesi Tengah
Untuk membuktikan hipotesis digunakan uji signifikansi
simultan (uji F) dengan tujuan untuk mengetahui keberartian
koefisien regresi secara bersama-sama dan uji signifikansi parameter
individual (uji statistil t) untuk mengetahui keberartian koefisien
secara parsial.
-
96
4.8.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Hasil uji statistik secara simultan untuk variabel independen
X1 (kecerdasan emosional) dan X2 (kecerdasan spiritual) terhadap
variabel dependen Y (servant leadership) diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 4.19 ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 5824.075 2 2912.038 14.548 .000a Residual 19416.435 97 200.169
Total 25240.510 99 Predictors: (Constant), Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosional b. Dependent Variable: Servant Leadership
Melalui tabel anova di atas, diketahui nilai Fhitung sebesar
14.397 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p
-
97
Tabel 4.20 Hasil uji signifikansi parameter individual (uji statistil t)
No Variabel thitung signifikansi 1 Kecerdasan Emosional 2.733 .007
2 Kecerdasan Spiritual 3.156 .002 a. Dependent Variable: Servant Leadership
Dari hasil pengujian di atas diketahui bahwa nilai thitung kecerdasan emosional sebesar 2.733 dengan tingkat signifikansi 0,007 (p
-
98
Dari tampilan output di atas diketahui nilai R (koefisien
korelasi) sebesar 0,0480 menggambarkan bahwa terdapat korelasi
secara simultan antara kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual
terhadap servant leadership. Koefisien determinasi (R2) sebesar
0,231, menggambarkan bahwa sumbangan pengaruh kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual terhadap servant leadership
sebesar 23,1% sedangkan sisanya 76,9 dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Dari hasil analisis data
diketahui bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
dapat dijadikan sebagai prediktor servant leadership.
4.8.4 Sumbangan Prediktor Sumbangan prediktor digunakan untuk mengetahui berapa
besar sumbangan efektif masing-masing variabel bebas. Sumbangan
efektif semua variabel bebas sama dengan koefisen determinasi
(Budiono, 2004).
4.8.4.1 Sumbangan efektif
a. Sumbangan efektif kecerdasan emosional
SE (X1)% = βx1 X rxy1 X 100%
= 0,266 x 0,390 x 100% = 10,4%
b. Sumbangan efektif kecerdasan spiritual
SE (X2)% = βx2 x rxy2 x 100%
= 0,307 x 414 x 100% = 12,7%
-
99
Tabel 4.22 Rangkuman sumbangan efektif dan relatif Variabel X1, X2
terhadap variabel Y No Sumbangan Variabel Sumbangan Efektif
1 Kecerdasan emosional terhadap servant leadership
10,4%
2 Kecerdasan spiritual terhadap servant leadership
12,7%
Total sumbangan 23,1%
Tabel 4.27 menunjukkan bahwa besarnya sumbangan efektif
kecerdasan emosional terhadap servant leadership sebesar 10,4%
sedangkan sumbangan efektif kecerdasan spiritual terhadap servant
leadership sebesar 12,7%. Berdasarkan hasil analisis sumbangan
efektif diketahui bahwa kecerdasan spiritual memberikan
sumbangan yang dominan terhadap servant leadership.
Tabel 4.23 Koefisien Beta dari masing-masing aspek variabel independen
terhadap variabel dependen Variabel Aspek Beta Sig Kecerdasan Emosional
Kesadaran diri 0,294 0,045 Pengaturan diri -0,081 0,668 Kesadaran sosial 0,260 0,055 Pengelolaan relasi 0,080 0,906
Kecerdasan Spiritual
Critical Existential Thinking 0,114 0,374 Personal Meaning Production 0,123 0,302 Transendental Awarenes 0,126 0,320 Conscious State Expansion 0,141 0,300
Tabel 4.28 menunjukkan bahwa aspek kecerdasan emosional
yang secara positif berpengaruh terhadap servant leadership adalah
kesadaran diri dan kesadaran sosial. sedangkan pengaturan dan
pengelolaan relasi tidak memiliki pengaruh terhadap servant
leadership. Aspek kecerdasan emosional yang paling dominan
memengaruhi servant leadership adalah aspek kesadaran diri,
-
100
sedangkan untuk aspek kecerdasan spiritual secara keseluruhan
berpengaruh positif signifikan terhadap servant leadership. Aspek
kecerdasan spiritual yang paling dominan memengaruhi servant
leadership adalah aspek conscious state expansion.
4.9 DISKUSI Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini
ditemukan bahwa secara simultan terdapat pengaruh langsung yang
positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual terhadap servant leadership. Besarnya pengaruh kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual terhadap servant leadership
tercermin dalam nilai R Square (R2) sebesar 0,213 yang
menjelaskan bahwa 21,3% dari total varians servant leadership
pendeta GKST dapat dijelaskan secara simultan oleh kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual. Lebih lanjut hasil temuan ini
juga didukung oleh nilai Fhitung 14.397 dengan nilai signifikansi
sebesar 0.000 (p
-
101
dapat juga dilihat melalui hasil analisis regresi berganda dimana
koefisien regresi menunjukkan tanda positif (searah) yang
memberikan informasi bahwa semakin baik kualitas kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual pendeta akan berdampak pada
meningkatnya kualitas nilai-nilai servant leadership yang
ditransformasikan oleh pendeta GKST dalam pelayanan. Adanya
pengaruh yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual terhadap servant leadership disebabkan
karena secara psikologis kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual saling berinteraksi dan saling melengkapi dalam
meningkatkan mutu atau kualitas servant ledaership pendeta Gereja
Kristen Sulawesi Tengah. Selanjutnya kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual mampu membentuk pendeta GKST yang
berkarakter dimana karakter merupakan sesuatu yang berasal dari
dalam diri setiap pendeta sebagai cerminan dari keyakinan spiritual
yang terpancar keluar mewarnai emosi seseorang yang
memungkinkan para pendeta GKST mentransformasikan nilai-nilai
servant leadership secara optimal dalam pelayanan. Sebagaimana
Chin, Anantharaman & Kin Tong (2011) mengemukakan bahwa
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual mengacu pada
perasaan terdalam atau jiwa dari seseorang, sehingga kecerdasan
emosional dan spiritual secara bersama-sama memungkinkan setiap
orang termotivasi secara instrinsik untuk meningkatkan efektivitas
servant leadership. Selain itu, Animasahun (2010) menemukan
bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual saling terkait
satu sama lain dalam proses penyesuaian diri. Hal ini yang
memungkinkan pendeta GKST dapat membangun hubungan yang
-
102
baik dengan warga jemaat sehingga mampu meningkatkan kualitas
nilai-nilai servant leadership guna mencapai efektivitas pelayanan.
Selanjutnya hasil temuan ini mendapat dukungan empirik dari
penelitian sebelumnya diantaranya adalah Hartsfiel (2003), Hannay
(2009), Amram (2009, 2010), dan Samiyanto (2011) yang
menemukan bahwa perilaku servant leadership akan lebih
cenderung diperlihatkan oleh pemimpin yang memiliki kecerdasan
emosional dan kecerdasan spritual yang tinggi. Untuk itu guna
mencapai efektivitas pelayanan maka pengembangan kepemimpinan
pendeta GKST harus difokuskan pada kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual.
Ditinjau dari determinasi parsial diketahui bahwa variabel
kecerdasan spiritual memberikan kontribusi dominan terhadap
servant leadership yaitu sebesar 0,307. Artinya naik turunnya
servant leadership yang mampu dijelaskan oleh kecerdasan spiritual
adalah sebesar 30,7% sebagaimana dinyatakan pada tabel 4.24. Hasil
temuan ini didukung oleh hasil koefisien korelasi regresi yang
menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual mempunyai nilai yang
lebih besar daripada kecerdasan emosional demikian pula dengan
hasil uji sumbangan efektif sebesar 12,7%. Hal ini bisa terjadi
karena kecerdasan spiritual sangat erat hubungannya dengan
kemampuan pendeta dalam memaknai eksistensi kehidupan
melampaui kekinian dan pengalaman manusia, membuat pendeta
benar-benar memahami siapa dirinya dan apa makna terdalam dari
pelayanan. Kesadaran inilah yang mendorong pendeta memaknai
bahwa servant leadership merupakan suatu panggilan untuk
mengabdikan diri kepada Tuhan dan sesama dengan mengedepankan
-
103
karakter dan hati. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Lynton (2009) yang menemukan pentingnya
kecerdasan spiritual bagi pemimpin dalam membangun hubungan
yang erat, membangun norma-norma berperilaku, memiliki
kemurahan hati, dan mempunyai keterampilan untuk menentukan
arah yang jelas dan benar yang menginspirasi para pengikut untuk
bertindak bersama. Searah dengan itu Freeman (2011) berpendapat
bahwa kecerdasan spiritual memiliki pengaruh terhadap
pembentukan dan efektivitas servant leadership. Hasil ini lebih
lanjut memperkuat hasil temuan Chakraborty dan Chakraborty
(2004) tentang peran penting kecerdasan spiritual terhadap
kepemimpinan. Kecerdasan spiritual memungkinkan pendeta untuk
menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal, menjembatani
kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain, memandang semua
orang sebagai pribadi yang utuh hidup berdampingan untuk saling
melengkapi sehingga hidup semakin kaya akan makna (Martin,
2006; Ginanjar, 2006; Sukidi 2004; Berman 2001; Zhohar &
Marshal, 2000).
Aspek kecerdasan spiritual yang memiliki pengaruh yang
paling dominan terhadap servant leadership adalah conscious state
expansion yaitu kemampuan untuk masuk dan keluar kepada
keadaan kesadaran spiritual yang diaktualisasikan melalui praktek-
praktek spiritual seperti perenungan, meditasi, dan doa. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan pendeta dalam membangun relasi
yang intim bersama dengan Tuhan memberikan kesadaran kepada
para pendeta untuk mewujudkan nilai-nilai spiritual melalui
integritas, kepercayaan, etika, komunikasi yang jujur, dan
-
104
kerendahan hati serta menunjukkan nilai-nilai spiritual melalui sikap
hidup dengan menunjukkan hormat, memperlakukan orang lain
secara manusiawi, mengungkapkan perhatian dan kepedulian,
menghargai kontribusi orang lain (Fry, 2003; Reave, 2005). Selain
itu praktek-praktek spiritual dapat mengurangi kecemasan dan stres
sehingga mampu menciptakan hubungan interpersonal yang baik.
Dengan demikian kecerdasan spiritual secara komprehensif mampu
memberikan makna terhadap pikiran, perilaku, dan aktivitas
pelayanan pendeta baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun
dalam hubungannya dengan sesama manusia, sebab sejatinya
seorang pemimpin harus memiliki komitmen perjalanan batin secara
spiritual yang akan memberi kesadaran untuk membangkitkan spirit
dalam memahami nilai diri sendiri, membimbing dalam pencarian
makna dan kebenaran yang memungkinkan seseorang untuk
bertahan di dalam tekanan serta bangkit dari keterpurukan sekaligus
menampilkan keutuhan dan keaslian yang pada gilirannya
menghasilkan pemahaman diri seutuhnya sebagai dasar untuk
memahami dan menerima orang lain (Hope, 2005).
Hasil temuan selanjutnya menunjukkan bahwa kecerdasan
emosional memberikan Sumbangan efektif terhadap servant
leadership sebesar 10,4%. Adanya sumbangan efektif ini
menunjukkan bahwa pada kenyataannya para pendeta GKST telah
mengedepankan pentingnya nilai-nilai kecerdasan emosional dalam
proses kepemimpinan. Pernyataan ini didukung oleh hasil
identifikasi skor kecerdasan emosional pada tabel 4.12 yang telah
memberikan informasi bahwa nilai skor kecerdasan emosional
berada pada kategori yang tinggi. Hal inilah yang memungkinkan
-
105
pendeta GKST mampu mengimplentasikan nilai-nilai servant
leadership dalam pelayanan. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil
temuan sebelumnya, diantaranya: Peters, Roberts, Leonard &
Sparkman (2012), Mills (2009), Fiedeldey, Dijk, Freedman (2007),
Waterhouse (2006), Hayashi (2005), Gardner & Stough (2002),
Goleman, Boyatzis & McKee (2002) yang telah menekankan nilai
kecerdasan emosional dalam efektivitas kepemimpinan. Bahkan
Higgs & Aitken (2003), mengemukakan pemimpin yang memiliki
kualitas kecerdasan emosional yang lebih baik akan mampu
mengoptimalkan potensi kepemimpinan sekaligus mampu
menciptakan iklim kerja yang mendorong orang lain untuk
mengoptimalkan potensi yang mereka miliki sehingga dapat
memberikan yang terbaik bagi organisasi (Cherniss dan Goleman,
2001).
Aspek kecerdasan emosional yang memiliki kontribusi
dominan terhadap servant leadership pendeta GKST adalah
kesadaran diri. Hal ini dapat terjadi karena kedasaran diri merupakan
fondasi dasar dalam membangun kecerdasan emosional. Menurut
Goleman (2007); Bradberry dan Greaves (2007) kesadaran diri
bertindak sebagai barometer batiniah, yang mengukur apakah yang
sedang dikerjakan bernilai sekaligus menjadi pedoman bahwa
keputusan-keputusan yang diambil dalam pelayanan selaras dengan
nilai-nilai hidup. Kesadaran diri memungkinkan seseorang memiliki
penilaian diri yang akurat sehingga menyadari kelebihan dan
kelemahannya, membuka ruang bagi dirinya untuk merenung dan
belajar dari pengalaman, terbuka terhadap umpan balik yang tulus,
bersedia menerima perspektif baru, terus belajar dan memiliki rasa
-
106
humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan perspektif yang
luas yang memberi kemampuan untuk membuka diri serta secara
tulus menerima kritikan orang lain yang melaluinya setiap orang
belajar untuk mengembangkan diri, untuk menghargai diri sendiri
sekaligus menghargai orang lain. Berani tampil dengan keyakinan
diri, bersedia berkorban demi kebenaran serta tegas dan mampu
mengambil keputusan yang baik sekalipun berada dalam situasi
yang sulit. Menurut Palmer dan Stough (2001) kesadaran diri
memungkinkan seseorang untuk secara efektif memahami,
mengelola, dan mengekspresikan emosi secara profesional di tempat
kerja. Selanjutnya, kesadaran sosial berpengaruh positif terhadap
servant leadership hal ini mungkin saja terjadi karena pengaruh
fiolosofi budaya suku Pamona yaitu hidup saling menghidupkan
dalam satu kebersamaan yang telah membudaya dalam kehidupan
bermasyarakat yang menyebabkan kepedulian terhadap sesama
semakin tinggi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dengan dukungan
dari penelitian-penelitian terdahulu, maka dapat dikatakan bahwa
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual menjadi prediktor
potensial yang bisa meningkatkan kualitas perilaku servant
leadership pendeta. Untuk itu, pengembangan kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual perlu dilakukan dan itu menuntut komitmen
pribadi, sebab emosi dan spiritual bersumber dari hati dan jiwa yang
mengalir keluar melalui sikap dan perilaku sehari-hari.
top related