bab iv - repository.ipb.ac.id · matrix (glcm) untuk mendapatkan ciri tekstur yang meliputi...
Post on 25-Mar-2019
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan dan Praproses Data
Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan
pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data
sekunder berupa citra buah manggis Padang dengan tingkat ketuaan atau
kematangan tahap 2, 3, 4, 5 dan 6. Jumlah dari masing-masing tahap kematangan
sejumlah 25 citra, sehingga jumlah data citra keseluruhan adalah 125 citra buah
manggis. Citra buah manggis ini merupakan hasil capture buah manggis pada tiap
tahap kematangan, yang diambil dengan perlakuan yang sama, dari buah manggis
kematangan tahap 2 yang dikembangkan sampai tahap 5. Citra yang digunakan
pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 2.
Penentuan tahap kematangan atau tingkat ketuaan yang dimaksud pada
penelitian ini adalah tingkat ketuaan berdasarkan Ditjen tanaman buah dalam
Standar Prosedur Operasional (SPO) manggis deptan 2004. Tahap kematangan
pada SPO manggis tersebut dimulai dari kematangan tahap 0 sampai kematangan
tahap 6. Ciri perubahan pada tiap tahap kematangannya adalah perubahan warna
kulit manggis, yaitu perubahan dari warna kuning kehijauan yang merupakan
warna kulit buah manggis pada tahap kematangan 0, berangsur-angsur berubah
warna pada tiap tahap kematangannya ke warna ungu kehitaman yang merupakan
warna kulit buah manggis pada tahap kematangan 6. Hal ini disajikan pada Tabel
1.
Penentuan tahap kematangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah
penentuan tahap kematangan menjadi tiga kelompok/kelas, yaitu membagi buah
manggis kedalam kelompok buah mentah untuk buah manggis yang berada pada
kematangan tahap 2, buah ekspor untuk buah manggis yang berada pada
kematangan tahap 3 dan 4, dan buah lokal/domestik untuk buah manggis yang
berada pada kematangan tahap 5 dan 6.
38
Data citra buah manggis yang digunakan tidak mempunyai ukuran yang
seragam dan tidak memperhitungkan diameter buah manggis dalam pengolahan
menjadi nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu tahap kematangan buah
manggis.
Citra buah manggis yang berjumlah 125 diolah menggunakan Matlab R2009a
sehingga didapatkan nilai-nilai RGB dari rata-rata semua piksel, yang disajikan
pada
Lampiran 3. Nilai-nilai RGB tersebut diolah kembali untuk mendapatkan
parameter-parameter yang digunakan sebagai variabel penentu tahap kematangan
buah manggis, yaitu HSV, L*u*v* dan L*a*b*. Dilakukan juga ekstraksi ciri
pada citra buah manggis tersebut menggunakan metode gray-level co-occurrence
matrix (GLCM) untuk mendapatkan ciri tekstur yang meliputi entropi, kontras,
energi dan homogenitas. Ekstraksi ciri dilakukan menggunakan orientasi sudut 0o
dan level keabuan 8. Selanjutnya data ini dibagi menjadi dua kelompok data yang
saling asing, yaitu data pelatihan/training sebanyak 105 data atau 85% dan data
uji/testing sebanyak 20 data atau 15%, setelah sebelumnya dilakukan transformasi
nilai-nilai tersebut kedalam selang 0 sampai 1.
4.2 Hubungan Indek RGB dengan Tahap Kematangan Buah
Berdasarkan data penelitian, perkembangan warna R, G dan B pada tiap
tahap kematangan tidak mempunyai pola yang teratur. Tidak ada pola yang jelas
untuk naik atau turunnya nilai RGB pada tiap perkembangan tahap kematangan.
Pada tahap perkembangan yang sama suatu data ada yang nilai RGB naik,
sebagian data yang lain nilainya turun, demikian juga terjadi pada tahap-tahap
perkembangan yang lain. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 17.
Nilai rata-rata sebaran indek RGB pada penelitian ini menunjukkan derajat
kemerahan, kehijauan dan kebiruan buah yang menurun seiring dengan tingkat
ketuaan atau bertambahnya tahap kematangan. Hal ini ditunjukkan pada Gambar
18 dan Lampiran 4. Perubahan nilai RGB dapat menjelaskan fenomena
bertambahnya tingkat ketuaan buah manggis yang ditandai dengan perubahan dari
warna kuning kehijauan menjadi ungu kehitaman.
39
Gambar 17 Sebaran RGB pada tiap tahap kematangan
Gambar 18 Rata-rata nilai RGB
Indek warna RGB mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan
dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai
penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien
determinasi (R2) seperti pada Lampiran 5. Model regresi yang diduga kuat
memiliki keeratan hubungan antara warna dengan tahap kematangan adalah model
regresi menurut warna g (hijau). Nilai R2 warna g sebesar 0.4548
mengindikasikan bahwa sebesar 45% derajat kematangan ditentukan oleh
perubahan warna g.
4.3 Hubungan HSV dengan Tahap Kematangan Buah
Berdasarkan data penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 19,
perkembangan nilai H naik turun tidak berpola pada tiap tahap kematangannya
dan nilai S mempunyai nilai yang mirip pada tiap tahap kematanganannya,
sehingga nilai H dan S tidak dapat digunakan sebagai penduga model kematangan
buah manggis.
0.6500
0.7000
0.7500
0.8000
Nila
i
Merah Hijau BiruFitur Penduga Tahap Kematangan
0.7200
0.7400
0.7600
0.7800
1 2 3 4 5 6 7
Nila
i RG
B
Tahap Kematangan
blue
red
green
40
Gambar 19 Sebaran HSV pada tiap tahap kematangan
Nilai rata-rata V menurun seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis, hal ini
ditunjukkan oleh Gambar 20 dan Lampiran 6. Sebaran nilai V overlap pada tiap
tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat
digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai
koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 7. Model regresi yang diduga
kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan kematangan adalah model
regresi menurut nilai value. Nilai R2 sebesar 0.4062 mengindikasikan bahwa
sebesar 40% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai value.
Gambar 20 Rata-rata nilai HSV
Menurunnya nilai value menunjukkan menurunnya tingkat kecerahan
manggis, yang mengakibatkan perubahan warna dari merah kearah hitam. Hal ini
menjelaskan perubahan warna dari kuning kemerahan ke warna ungu kehitaman
pada buah manggis.
4.4 Hubungan L*a*b* dengan Tahap Kematangan Buah
Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai L*
(luminance/lightness) menurun seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis,
-0.1000
0.1000
0.3000
0.5000
0.7000
0.9000
1.1000
Nila
i
H S VFitur Penduga Tahap Kematangan
0.0000
0.5000
1.0000
1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta
Tahap Kematangan
H
S
V
41
nilai a* meningkat seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis, dan nilai b*
tidak mempunyai keteraturan pola pada perkembangan tahap ketuaan buah
manggis, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 21, Gambar 22 dan Lampiran 8.
Menurunnya nilai L* menunjukkan perubahan warna dari terang ke warna
gelap, yaitu dari warna kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman.
Meningkatnya nilai a* menunjukkan terjadi perubahan kadar warna merah yaitu
warna kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. Secara umum
perubahan warna L*a*b* seiring dengan tingkat ketuaan buah menunjukkan
perubahan warna dari kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman.
Gambar 21 Sebaran L*a*b* pada tiap tahap kematangan
Gambar 22 Nilai rata-rata L*a*b*
Nilai L* dan a* mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap
kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat
digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai
koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 9. model regresi yang diduga
kuat memiliki keeratan hubungan antara warna L*a*b* dengan kematangan
0.0000
0.2000
0.4000
0.6000
0.8000
1.0000
Nila
i
L* a* b*Fitur Penduga Tahap Kematangan
0.0000
0.5000
1.0000
1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta
Tahap Kematangan
L*
a*
b*
42
adalah model regresi menurut nilai a*. Nilai R2 sebesar 0.4808 mengindikasikan
bahwa sebesar 48% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai a*.
4.5 Hubungan u*v* dengan Tahap Kematangan Buah
Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai u* dan v* meningkat
seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar
23, Gambar 24 dan Lampiran 10.
Gambar 23 Sebaran u*v* pada tiap tahap kematangan
Gambar 24 Nilai rata-rata u*v*
Meningkatnya nilai u* dan v* menunjukkan bahwa terjadi perubahan kuat
warna merah ke hijau oleh nilai u* dan terjadi perubahan kuat warna kuning ke
biru oleh nilai v*. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan warna dari kuning
kemerahan menjadi warna ungu kehitaman.
Nilai u* dan v* mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan
dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai
penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien
determinasi (R2) seperti pada Lampiran 11. Model regresi yang diduga kuat
memiliki keeratan hubungan antara warna L*u*v* dengan kematangan adalah
0.0000
0.2000
0.4000
0.6000
0.8000
1.0000
Nila
i
u* v*Fitur Penduga Tahap Kematangan
0.2400
0.4400
1 2 3 4 5 6 7Rat
a-ra
ta
Tahap Kematangan
u*
v*
43
model regresi menurut nilai u*v*. Nilai R2 sebesar 0.5856 mengindikasikan
bahwa sebesar 59% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai u*v*.
4.6 Hubungan Tekstur dengan Tahap Kematangan Buah
Berdasarkan data penelitian, nilai entropi (keteracakan dari distribusi
perbedaan lokal dari sebuah citra) semakin kecil seiring dengan bertambahnya
tahap kematangan, nilai kontras dan keragamannya meningkat seiring dengan
ketuaan buah manggis, nilai energi dan homogenitas tidak mempunyai keteraturan
pola pada perkembangan tiap tahap kematangan, hal ini ditunjukkan oleh Gambar
25, Gambar 26 dan Lampiran 12.
Gambar 25 Sebaran entropi, kontras, energi dan homogenitas pada tiap tahap kematangan
Gambar 26 Nilai rata-rata entropi, kontras, energi dan homogenitas
Hal ini menunjukkan manggis yang lebih muda permukaan kulitnya
mempunyai warna yang hampir seragam (homogen) sehingga intensitas warna
yang diterima kamera lebih tinggi. Menurut Ahmad (2005) dan Harlick et al.
0.0500
0.2500
0.4500
0.6500
0.8500
Nila
i
entropi kontras energi homogenitasFitur Penduga Tahap Kematangan
0.00000.20000.40000.60000.80001.0000
1 2 3 4 5 6 7
Nila
i Rat
a-ra
ta
Tahap Kematangan
entropi
kontras
energi
homogenitas
44
(1973) kontras merupakan fitur tekstur yang digunakan untuk mengukur kekuatan
perbedaan intensitas dalam citra.
Nilai entropi dan kontras mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap
kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat
digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai
koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 13. Model regresi yang diduga
kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan kematangan adalah model
regresi menurut fitur entropi. Nilai R2 sebesar 0.3189 mengindikasikan bahwa
sebesar 32% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai entropi.
4.7 Parameter Penentu Tahap Kematangan Manggis
Parameter yang digunakan untuk menentukan tahap kematangan manggis
dalam penelitian ini adalah warna kulit manggis. Sebelum membangun sistem
untuk menentukan tahap kematangan buah manggis, terlebih dahulu dicari
variabel yang mempunyai korelasi dengan tingkat ketuaan atau tahap kematangan
buah manggis. Variabel ini selanjutnya digunakan sebagai variabel penduga
dalam penentuan tahap kematangan. Variabel-variabel yang diuji adalah RGB,
HSV, l*a*b*, l*u*v* dan entropi, energi, kontras serta homogenitas. Berdasar
hasil analisis, variabel penduga yang digunakan dalam penentuan tahap
kematangan buah manggis adalah nilai RGB, V, a*, u*, v*, entropi, energi,
kontras dan homogenitas.
Dalam penelitian ini digunakan 4 model kombinasi variabel dari variabel-
variabel penduga, disajikan pada Tabel 4. Empat model tersebut digunakan
sebagai input/masukan pada FNN yang akan digunakan sebagai model untuk
menentukan tahap kematangan buah manggis. Selanjutnya diambil hasil FNN
yang terbaik dari keempat model masukan tersebut sebagai model klasifikasi
kematangan buah manggis.
45
Tabel 4 Model variabel input/masukan penentuan tahap kematangan manggis
Model R G B V a* u* v* entropi energi kontras homogenitas FNN1
√
√ √ √ √ √
FNN2 √ √ √ √ √ √ √ √ FNN3 √ √ √ √ √ √ √ √ √
FNN4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4.8 Paramater Output Tahap Kematangan Manggis
Parameter output yang digunakan sebagai target pembelajaran dalam
penelitian ini adalah tahap kematangan manggis. Telah dijelaskan sebelumnya
bahwa penentuan tahap kematangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah
penentuan tahap kematangan menjadi tiga kelompok/kelas, yaitu membagi buah
manggis kedalam kelas buah mentah atau belum matang untuk buah manggis
yang berada pada kematangan tahap 2, kelas buah ekspor untuk buah manggis
yang berada pada kematangan tahap 3 dan 4, dan kelas buah lokal/domestik untuk
buah manggis yang berada pada kematangan tahap 5 dan 6.
Nilai output yang digunakan adalah 1 untuk kelas manggis yang belum matang, 2
untuk kelas manggis ekspor dan 3 untuk kelas manggis lokal/domestik, disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai output/keluaran tahap kematangan manggis
Output Tahap kematangan Keterangan
1 2 mentah/belum matang
2 3
ekspor
4
3 5 domestik
6
Sebelum proses training, akan dilakukan pengubahan nilai target pelatihan
menjadi target bernilai fuzzy terlebih dahulu, yaitu berupa derajat keanggotaan tiap
pola input terhadap tiap kelas kematangan, yang nilai-nilainya disajikan pada
Lampiran 14 dan grafiknya disajikan pada Gambar 27.
46
Gambar 27 Derajat keanggotaan target pelatihan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa semua variabel
yang dapat digunakan sebagai model penduga tahap kematangan buah manggis
tidak dapat ditarik garis pembeda pada tiap tahap kematangannya karena terdapat
nilai-nilai atau pola yang berada diantara dua kelas. Hal ini terlihat pula pada
derajat keanggotaan yang terbentuk, yang mempunyai nilai sangat dekat satu sama
lain. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ambiguitas yang tinggi dalam
penentuan kelas kematangan buah manggis jika dilakukan menggunakan
klasifikasi klasik.
4.9 Program Model Penentuan Tahap Kematangan Buah Manggis
Program model penentuan tahap kematangan buah manggis dalam
penelitian ini mempunyai beberapa tahapan, yaitu memanggil file citra yang sudah
disimpan, melakukan proses pengolahan citra untuk mendapatkan parameter
penentu tahap kematangan manggis, dan menentukan tahap kematangan buah
manggis dari citra tersebut.
Citra buah manggis yang dipanggil akan menghasilkan nilai RGB yang
merupakan parameter penentu utama, yang diperoleh dari nilai rata-rata
keseluruhan piksel objek. Selanjutnya program tersebut akan menghitung
parameter penduga tahap kematangan buah manggis, yaitu mengkonversi
parameter warna dari model warna RGB ke nilai value, a*, u*, v*, serta
menghitung nilai entropi, kontras, energi dan homogenitas. Kemudian program
akan menampilkan variabel-variabel penduga penentu tahap kematangan buah
47
manggis yang digunakan sebagai input/masukan model FNN, yaitu R, V, a*, u*,
v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Tahap terakhir adalah menentukan
tahap kematangan dari citra buah manggis tersebut berdasarkan bobot yang telah
didapatkan dari hasil terbaik percobaan pelatihan menggunakan FNN. Bentuk
antar muka program model ditunjukkan pada Gambar 28, sedangkan source code
desain program antar muka disajikan pada Lampiran 15.
Gambar 28 Antar muka model penentuan tahap kematangan manggis
4.10 Analisis Hasil Pemodelan FNN
Percobaan-percobaan dilakukan untuk mendapatkan model jaringan FNN
yang terbaik dalam penentuan tahap kematangan buah manggis. Model FNN yang
terbaik adalah yang memberikan akurasi optimal ketika dilakukan validasi
terhadap data training maupun pengujian pada data testing.
Dari empat model input yang dicobakan pada model output dengan tiga
kelas target didapatkan hasil terbaik pada model FNN3. Model FNN3
menggunakan parameter g, v, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan
homogenitas. Maksimum epoch yang digunakan adalah 3000 dan learning rate
adalah 1. Berikut adalah hasil percobaan yang dilakukan pada variasi jumlah
neuron pada lapisan tersembunyi dari model FNN3. Hasil percobaan dari tiap
model input lainnya disajikan pada Lampiran 16.
48
a. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 2
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 0.000179 yang diperoleh pada epoch 9, yang ditunjukkan
oleh Gambar 29. Proses training selesai dengan durasi kurang dari 1 detik
dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000175 pada epoch 15.
Gambar 29 Pelatihan dengan 2 neuron pada lapisan tersembunyi
Proses validasi dilakukan dengan menguji jaringan yang terbentuk
menggunakan data training. Hasil dari proses validasi mampu mengenali
sebanyak 79 data dari 105 data atau 75%. Pada proses pengujian
menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 14 data dari 20 data
atau 70%.
b. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 5
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 0.000210 yang diperoleh pada epoch 5, yang ditunjukkan
oleh Gambar 30. Proses training selesai dengan durasi kurang dari 1 detik
dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000200 pada epoch 11.
Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 75 data dari 105
data atau 71%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu
mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%.
49
Gambar 30 Pelatihan dengan 5 neuron pada lapisan tersembunyi
c. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 10
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 0.000309 yang diperoleh pada epoch 15, yang
ditunjukkan oleh Gambar 31. Proses training selesai dengan durasi 1 detik
dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000129 pada epoch 21.
Gambar 31 Pelatihan dengan 10 neuron pada lapisan tersembunyi
Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 77 data dari 105
data atau 73%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu
mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%.
d. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 15
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 0.0001671 yang diperoleh pada epoch 16, yang
ditunjukkan oleh Gambar 32. Proses training selesai dengan durasi 1 detik
dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000161 pada epoch 22.
50
Gambar 32 Pelatihan dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi
Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 76 data dari 105
data atau 72%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu
mengenali sebanyak 17 data dari 20 data atau 85%.
e. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 20
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 4.389e-005 yang diperoleh pada epoch 14, yang
ditunjukkan oleh Gambar 33. Proses training selesai dengan durasi 1 detik
dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000199 pada epoch 20.
Gambar 33 Pelatihan dengan 20 neuron pada lapisan tersembunyi
Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 78 data dari 105
data atau 74%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu
mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%.
f. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 25
Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai
error (MSE) sebesar 0.000429 yang diperoleh pada epoch 5, yang ditunjukkan
51
oleh Gambar 34. Proses training selesai dengan durasi 1 detik dengan error
(MSE) terkecil sebesar 9.42e-05 pada epoch 11.
Gambar 34 Pelatihan dengan 25 neuron pada lapisan tersembunyi
Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 80 data dari 105
data atau 76%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu
mengenali sebanyak 16 data dari 20 data atau 80%.
Dari gambar proses training pada Gambar 26 sampai dengan Gambar 31
diatas menunjukkan bahwa jumlah epoch yang berbeda tidak menentukan waktu
pelatihan yang berbeda, bahkan justru menunjukkan waktu pelatihan yang rata-
rata hampir sama. Dengan kata lain bahwa secara umum jumlah epoch, waktu
pelatihan dan MSE yang didapatkan secara random tidak mempunyai pengaruh
satu sama lain. Bentuk grafik yang landai menunjukkan lambatnya perubahan
bobot untuk mencapai konvergen, sedangkan bentuk grafik yang menukik tajam
menunjukkan cepatnya perubahan bobot untuk mencapai konvergen.
Dengan memperhitungkan akurasi dan waktu pada saat pengenalan tahap
kematangan buah manggis hasil pelatihan pada Tabel 6, maka model jaringan
yang terbaik untuk penentuan tahap kematangan buah manggis ini adalah model
jaringan yang menggunakan 15 neuron lapisan tersembunyi.
Untuk mendapatkan perbandingan kemampuan pengenalan tahap
kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka
variabel-variabel model FNN3 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi
jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama. Hasil pelatihan NN
memberikan hasil terbaik menggunakan 20 neuron pada lapisan tersembunyi
dengan akurasi sebesar 65%. Perbandingan hasil percobaan pelatihan dengan 3
52
kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran 17, hal
tersebut menunjukkan bahwa FNN mempunyai kemampuan pengenalan yang
lebih baik dibandingkan NN dalam menentukan tahap kematangan buah manggis.
Perbandingan hasil proses validasi dan testing dari FNN dan NN disajikan pada
Gambar 35, dengan akurasi rata-rata FNN sebesar 85% dan NN sebesar 65%.
Tabel 6 Hasil pelatihan pengenalan tahap kematangan
FNN3
Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 0 0.000175 15 75 70
5 neurons 0 0.000200 11 71 75
10 neurons 1 0.000129 21 73 75
15 neurons 1 0.000161 22 72 85
20 neurons 1 0.000199 20 74 75
25 neurons 1 9.42e-05 11 76 80
Gambar 35 (a) Perbandingan validasi (b) Perbandingan testing
Berdasarkan matriks confussion pada Gambar 36, akurasi yang dihasilkan
oleh model FNN untuk buah manggis kelas mentah dan kelas ekspor adalah
100%. Hal ini berarti untuk menjaga kualitas buah manggis mentah dan ekspor
teknik ini bisa diandalkan. Untuk kelas manggis lokal teknik ini tidak bisa
dipergunakan. Dengan kata lain bahwa buah manggis dikelompokkan menjadi 3
kelas, yaitu kelas mentah, kelas ekspor, kelas bukan mentah dan bukan ekspor.
Jika hal tersebut yang dilakukan maka teknik mampu melakukan klasifikasi
dengan baik sebesar 100%.
53
Gambar 36 Matriks confussion hasil klasifikasi (a) FNN (b) NN
Kesalahan pendugaan sistem sebesar 15% pada model FNN dapat terjadi
karena ukuran sampel manggis yang digunakan tidak seragam dan dalam
pengambilan nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu kematangan
manggis mengabaikan diameter buah manggis. Jika ukuran sampel manggis yang
digunakan seragam dan atau pengambilan nilai-nilai fitur dilakukan hanya pada
area kulit buah manggis yang mengalami perkembangan warna seiring dengan
ketuaan atau tahap kematangan dimungkinkan akan mendapatkan nilai-nilai fitur
yang lebih mencirikan buah manggis tersebut. Atau dengan kata lain, akan
didapatkan nilai-nilai fitur yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap tahap
kematangan buah manggis, sehingga kesalahan pendugaan bisa menjadi lebih
kecil.
Berdasarkan perbandingan pengenalan tersebut diatas, FNN mempunyai
kemampuan yang lebih bagus dalam pengenalan terhadap tahap kematangan buah
manggis, sehingga model FNN layak digunakan sebagai model klasifikasi
kematangan buah manggis. Model FNN yang dikembangkan untuk klasifikasi
kematangan buah manggis menggunakan bobot yang didapatkan dari model
FNN3 dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi.
4.11 Analisis Hasil Pemodelan FNN Pembanding
FNN pembanding yang dimaksud dalam penelitian ini adalah FNN untuk
mengklasifikasi tahap kematangan manggis ke dalam 5 kelas dan 2 kelas target
klasifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui akurasi model FNN yang
dilatih menggunakan data, variasi input dan variasi jumlah neuron pada lapisan
input yang sama namun menggunakan jumlah target yang berbeda.
Lima kelas target klasifikasi buah manggis menunjukkan lima tahap
kematangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kelas 1 untuk buah yang
berada pada tahap kematangan 2 (mentah), kelas 2 untuk buah yang berada pada
54
tahap kematangan 3 (ekspor1), kelas 3 untuk buah yang berada pada tahap
kematangan 4 (ekspor2), kelas 4 untuk buah yang berada pada tahap kematangan
5 (lokal/domestik1) dan kelas 5 untuk buah yang berada pada tahap kematangan 6
(lokal/domestik2). Dua kelas target klasifikasi buah manggis menunjukkan tahap
kematangan buah untuk kelas ekspor dan lokal/domestik. Kelas 1 (ekspor) untuk
buah yang berada pada tahap kematangan 2, 3 dan 4. Kelas 2 (lokal/domestik)
untuk buah yang berada pada tahap kematangan 5 dan 6. Nilai output untuk
penentuan tahap kematangan buah manggis ke dalam 5 kelas dan 2 kelas target
disajikan dalam Lampiran 18.
Seperti pada percobaan sebelumnya, percobaan-percobaan dilakukan
untuk mendapatkan model jaringan FNN yang terbaik dalam penentuan tahap
kematangan buah manggis. Model FNN yang terbaik adalah yang memberikan
akurasi optimal ketika dilakukan validasi terhadap data training maupun
pengujian pada data testing.
a. Percobaan dengan 5 kelas target output
Dari empat model input yang dicobakan pada 5 kelas target output
didapatkan hasil terbaik pada model FNN3. Model FNN3 menggunakan
parameter g, v, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Hasil terbaik
yang didapatkan adalah testing dengan akurasi sebesar 70% dengan 15 neuron
pada lapisan tersembunyi. Hasil percobaan model FNN3 dengan variasi jumlah
neuron pada lapisan tersembunyi disajikan pada Lampiran 19.
Untuk mendapatkan perbandingan kemampuan pengenalan tahap
kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka
variabel-variabel model FNN3 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi
jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama pula. Hasil pelatihan NN
memberikan hasil terbagus menggunakan 25 neuron pada lapisan tersembunyi
dengan akurasi testing sebesar 40%. Pada perbandingan percobaan pelatihan
dengan 5 kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran
20 menunjukkan bahwa FNN mempunyai kemampuan yang lebih baik
dibandingkan NN dalam menentukan tahap kematangan buah manggis, yaitu
55
akurasi testing sebesar 70% untuk FNN dan akurasi testing sebesar 40% untuk
NN.
Perbandingan prosentase hasil proses validasi dan testing pada FNN dan
NN dapat dilihat pada Gambar 37, ketepatan penentuan tahap kematangan buah
manggis berdasarkan warna kulit menggunakan FNN adalah sebesar 70%,
sedangkan menggunakan NN sebesar 40%.
Gambar 37 (a) Perbandingan validasi (b) Perbandingan pengenalan
b. Percobaan dengan 2 target output
Dari empat model input yang dicobakan pada 2 kelas target output
didapatkan hasil terbaik pada model FNN2. Model FNN2 menggunakan
parameter r, g, b, v, a*, u*, v* dan entropi. Hasil terbaik yang didapatkan adalah
testing dengan akurasi sebesar 90% dengan 5 neuron pada lapisan tersembunyi.
Hasil percobaan model input 2 dengan variasi jumlah neuron pada lapisan
tersembunyi disajikan pada Lampiran 21.
Untuk mendapatkan perbandingan kemampuan pengenalan tahap
kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka
variabel-variabel model FNN2 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi
jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama pula. Hasil pelatihan NN
memberikan hasil terbagus menggunakan 15 neuron pada lapisan tersembunyi
dengan akurasi testing sebesar 90%. Perbandingan percobaan pelatihan dengan 2
kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran 22
menunjukkan bahwa FNN dan NN mempunyai kemampuan pengenalan yang
sama dalam penentuan tahap kematangan buah manggis dengan 2 kelas target,
yaitu memberikan akurasi testing sebesar 90%.
56
Perbandingan hasil proses validasi dan testing pada FNN dan NN disajikan
pada Gambar 38, ketepatan penentuan tahap kematangan buah manggis
berdasarkan warna kulit menggunakan FNN dan NN adalah sama yaitu sebesar
90%.
Gambar 38 (a) Perbandingan validasi, (b) Perbandingan testing
4.12 Analisis Hasil FNN Berdasarkan Jumlah Target Kelas Klasifikasi
Berdasarkan hasil percobaan dalam penelitian ini menyatakan bahwa FNN
dalam mengklasifikasi tahap kematangan buah manggis menggunakan data yang
sama namun menggunakan jumlah target kelas yang berbeda memberikan hasil
yang berbeda. Demikian juga halnya klasifikasi menggunakan NN, akan
memberikan hasil yang berbeda jika menggunakan jumlah target kelas yang
berbeda.
Perbandingan rata-rata hasil validasi dan testing pada pelatihan FNN dan
NN dengan jumlah kelas target yang berbeda disajikan pada Gambar 39.
Gambar 39 Perbandingan hasil pelatihan (a) Validasi (b) Akurasi rata-rata
57
Dalam penelitian ini nilai akurasi rata-rata menunjukkan bahwa
penggunaan FNN dalam klasifikasi tahap kematangan buah mangis ini
memberikan hasil yang lebih bagus daripada menggunakan NN. Hal ini
menjelaskan bahwa himpunan fuzzy yang mempunyai derajat keanggotaan antara
0 dan 1 dapat digunakan untuk memisahkan pola yang mempunyai nilai ambigu
atau berada diantara dua kelas menggunakan derajat keanggotaan, yang tidak bisa
dilakukan menggunakan klasifikasi klasik pada NN.
top related