bab iv metode penelitian
Post on 26-Oct-2015
81 Views
Preview:
TRANSCRIPT
28
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Kecamatan
Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas
wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan
kawasan industri berskala kecil berdasarkan rencana tata ruang wilayah
Kabupaten Karawang. Hal ini mengindikasikan terjadinya alih fungsi lahan
pertanian ke pemukiman ataupun industri. Selain itu, wilayah ini juga merupakan
pusat pemerintahan Kabupaten Karawang sehingga memberikan implikasi
terjadinya perubahan tata guna lahan.
Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel Desa Kondangjaya.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) atau disebut juga
judgemental sampling karena wilayah tersebut merupakan wilayah yang
mengalami alih fungsi lahan tertinggi di Kabupaten Karawang pada tahun 2011.
Proses pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan pada bulan Februari
hingga April 2012.
4.2 Jenis dan Sumber data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat petani, dampak lingkungan dari alih
fungsi lahannya, serta dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap pendapatan
petani. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dari pemilik lahan
baik melalui kusioner maupun melalui wawancara mendalam. Data sekunder
digunakan untuk mengetahui laju alih fungsi lahan dan faktor-faktor yang
29
mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat wilayah dengan menggunakan data
time series 2001– 2010. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)
nasional, BPS kabupaten Karawang, Dinas Pertanian, kehutanan, perkebunan, dan
Peternakan Kabupaten Karawang, Kantor Kecamatan Karawang Timur, dan
Kantor Desa Kondangjaya, Bappeda Kabupaten Karawang dan dinas-dinas terkait
lainnya. Data sekunder berupa data kebijakan alih fungsi lahan yang berlaku,
harga lahan, dan kependudukan, serta data-data lain yang di anggap mendukung
dalam menjawab pertanyaan penelitian.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sample yang dilakukan kepada petani pemilik lahan yang
mengalami alih fungsi lahan dan tidak mengalami alih fungsi lahan dilakukan
secara purposive sampling. Teknik purposive sampling merupakan bentuk dari
non-probability sampling method. Penelitian dilaksanakan menggunakan metode
sampling non-probability disebabkan oleh jumlah masing-masing populasi yang
akan diteliti tidak diketahui secara pasti. Sampel pada sampling tidak acak akan
menyebabkan populasi yang akan diteliti tidak memiliki kesempatan yang sama
untuk dipilih sebagai sampel.
Responden dalam penelitian ini adalah petani setempat yang lahan usaha
taninya pernah mengalami alih fungsi lahan dan tidak mengalami alih fungsi
lahan. Penelitian yang dilaksanakan mengambil responden berjumlah 40
responden. Penetapan sampel ini disasarkan pada pendapat Bailey dalam Hasan
(2002) yang menyatakan bahwa ukuran sampel minimum yang menggunakan
analisis data statistik ialah 30 responden dimana populasi menyebar normal.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu
30
yang juga mewakili karateristik tertentu, jelas, dan lengkap yang bisa dianggap
bisa mewakili populasi.
Pengambilan data primer dilakukan melalui teknik wawancara dengan
bantuan kuisioner kepada responden. Responden merupakan pihak yang
memberikan informasi dan dapat mewakili dalam menjawab permasalahan
penelitian.
4.4 Metode dan Prosedur Analisis Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan dua metode analisis, yaitu metode analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. Metode analisis deskriptif digunakan dengan
tujuan untuk memberikan penjelasan dan interpretasi atas data dan informasi pada
tabulasi data. Kemudian metode analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui
laju alih fungsi lahan, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi
lahan, mengetahui dampak alih fungsi lahan terhadap pendapatan petani dan
lingkungan. Metode analisis kuantitatif menggunakan persamaan laju alih fungsi
lahan, analisis regresi berganda, analisis regresi logistik. dan analisis uji beda rata-
rata.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan
komputer dengan program microsoft office exel 2007 dan Statistical Program and
Service Solution (SPSS) 20.0.
4.4.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan metode pencarian fakta dengan interpretasi
yang tepat mengenai masalah-masalah yang ada dalam masyarakat, tata cara yang
berlaku, serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap,
31
pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena
(Withney 1960) dalam (Nazir 2005). Data yang diperoleh dari hasil penelitian
kemudian diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Penulisan data dan informasi yang diperoleh selama penelitian dengan
tujuan untuk mengevaluasi data. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi selama pengamatan.
2. Merumuskan data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel untuk menghindari
kesimpangsiuran interpretasi serta sekaligus untuk mempermudah
interpretasi data.
3. Menghubungkan hasil penelitian yang diperoleh dengan kerangka pemikiran
yang digunakan dalam penelitian, dengan tujuan mencari arti atau memberi
interpretasi yang lebih luas dari data yang diperoleh.
Dengan menggunakan analisis deskriptif ini maka akan diperoleh gambaran
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian dan
dampaknya terhadap pendapatan petani.
4.4.1 Analisis Laju Alih Fungsi Lahan
Dalam penghitungan laju alih fungsi lahan pertanian digunakan persamaan
alih fungsi lahan yang digunakan oleh sutandi (2009) dalam Astuti (2011). Laju
alih fungsi lahan dapat ditentukan dengan cara menghitung laju alih fungsi lahan
secara parsial. Laju alih fungsi lahan secara parsial dapat dijelaskan sebagai
berikut:
.................................................................................. (4.1)
32
dimana:
V = laju alih fungsi lahan (%)
Lt = Luas lahan tahun ke-t (ha)
Lt-1 = Luas lahan sebelumnya (ha)
Laju alih fungsi lahan (%) dapat ditentukan melalui selisih antara luas
lahan tahun ke-t dengan luas lahan tahun sebelumnya (t-1). Kemudian dibagi
dengan luas lahan tahun sebelumnya dan dikalikan dengan 100 persen. Hal ini
dilakukan juga pada tahun-tahun berikutnya sehingga diperoleh laju alih fungsi
lahan setiap tahun.
4.4.1 Analisis Regresi Linear Berganda
Dalam mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan lahan akibat
alih fungsi lahan pertanian digunakan model analisis regresi linear berganda.
Analisis regresi adalah sebuah alat analisis statistik yang memberikan penjelasan
tentang pola hubungan (antara dua variabel atau lebih). Tujuan dari analisis
regresi ini adalah meramalkan nilai rata-rata satu variabel. Metode ini sebenarnya
menggambarkan hubungan antara peubah bebas atau independent (Y) dengan
peubah tak bebas atau dependent (X) dan sering disebut dengan peubah penjelas.
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kegiatan alih fungsi lahan
di tingkat wilayah adalah:
1. Laju Pertumbuhan Penduduk (persen)
Jumlah penduduk mempengaruhi permintaan lahan. Semakin meningkat
jumlah penduduk maka permintaan lahan terutama untuk pembangunan
perumahan akan semakin tinggi sehingga mendorong penurunan luas
lahan sawah akibat alih fungsi lahan sawah yang semakin tinggi.
33
2. Jumlah Industri (unit)
Adanya peningkatan jumlah industri mendorong terjadinya peningkatan
permintaan lahan. Semakin tinggi jumlah industri maka semakin tinggi
penurunan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan sawah yang terjadi.
3. Produktivitas Lahan Pertanian (ton/ha)
Semakin rendah produktivitas lahan pertanian, maka diduga akan
meningkatkan penurunan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan karena
lahan dianggap memiliki opportunitunity cost.
4. Proporsi Luas Lahan Sawah Terhadap Luas Wilayah (persen)
Peningkatan luas lahan sawah karena adanya pencetakan sawah baru
menyebabkan terjadinya pembangunan yang dilakukan di atas lahan sawah
akan semakin besar. Semakin luas proporsi luas lahan sawah terhadap luas
wilayah maka akan semakin tinggi penurunan luas lahan sawah akibat alih
fungsi lahan yang terjadi.
5. Kebijakan pemerintah (dummy)
Adanya kebijakan pemerintah mengenai tata ruang wilayah pada saat ini
dan saat tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk membedakan
penggunaan lahan pertanian berdasarkan kebijakan tata ruang wilayah saat
ini dan tahun sebelumnya. Adanya perubahan kebijakan menyebabkan
terjadinya peningkatan penggunaan lahan sawah untuk keperluan non-
pertanian.
Persamaan model regresi linear berganda untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan adalah sebagai berikut:
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5D + ε ........................................... (4.2)
34
Tanda yang diharapkan:
β1 > 0
β2 > 0
β3 < 0
β4 > 0
D > 0
Dimana:
Y = Penurunan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan (m2 )
α = Intersep
Xi = Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi alih fungsi lahan
βi = Koefisien Regresi
D = Dummy
ε = Eror Term
Model analisis regresi linear berganda merupakan metode analisis yang
didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Konsep dari metode least
square adalah menduga koefisien regresi (β) dengan meminimumkan kesalahan
(error). Ordinary least square (OLS) dapat menduga koefisien regresi dengan
baik karena: (1) memiliki sifat tidak bias dengan varians yang minimum (efisien)
baik linear maupun bukan, (2) konsisten, dangan meningkatknya ukuran sampel
maka koefisien regresi mengarah pada nilai populasi yang sebenarnya, serta (3) β0
dan β1 terdistribusi secara normal (Gujarati 2002).
Model ini mencangkup hubungan banyak variabel terdiri dari satu variabel
dependent dan berbagai variabel independent. Penggunaan metode ini saling
terikat antara satu variabel dengan variabel lainnya. Jika dijumpai bahwa saat satu
35
variabel terikat yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas dalam
mempengaruhi variabel terikat itu bermacam maka bentuk hubungan antar
variabel pun juga akan berbeda. Dalam regresi linear berganda sifat hubungan
berjenjang sering kali terjadi dalam kajian ilmu sosial.
Sebagai langkah awal pengujian dilakukan pengujian ketelitian dan
kemampuan model regresi. Pengujian model regresi diperlukan dalam penelitian
ini terdiri dari tiga pengujian, yaitu uji koefisien determinasi (R-squared), Uji F,
dan Uji t.
Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh peubah-peubah dalam
persamaan akan mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian akan uji statistik
sebagai berikut:
1. Uji Koefisien Determinasi (R-squared)
Nilai R-squared mencerminkan seberapa besar keragaman dari variabel
dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. Nilai R-squared
memiliki besaran yang positif dan besarannya adalah 0 < R-squared < 1. Jika nilai
R-squared bernilai nol maka artinya keragaman variabel dependen tidak dapat
dijelaskan oleh variabel independennya. Sebaliknya, jika nilai R-squared bernilai
satu maka keragaman dari variabel dependen secara keseluruhan dapat
diterangkan oleh variabel independennya secara sempurna (Gujarati, 2002). R-
squared dapat dirumuskan sebagai berikut:
....................................................................................................(4.3)
Dimana:
ESS = Explained of Sum Squared
TSS = Total Sum of Squared
36
2. Uji t
Uji t dilakukan untuk menghitung koefisien regresi masing-masing
variabel independen sehingga dapat diketahui pengaruh variabel independen
tersebut terhadap variabel dependennya. Adapun prosedur pengujiannya yang
diungkap Gujarati (2002):
H0 : β1 = 0
H0 : β1 ≠ 0
.................................................................................................... (4.4)
Dimana:
b = Parameter dugaan
βt = Parameter Hipotesis
Seβ = Standar error parameter β
Jika t hitung (n-k) < t tabel α/2, maka H0 diterima, artinya variabel berarti variabel
(Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Namun, jika t hitung (n-k) > t tabel α/2, maka H0
ditolak, artinya variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y)
3. Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independent atau
bebas (Xi) secara bersama-sama terhadap variabel dependent atau tidak bebas (Y).
Adapun prosedur yang digunakan dalam uji F (Gujarati 2002):
H0 = β1 = β2 = β3 = .... = βi = 0
H1 = minimal ada satu βi ≠ 0
..................................................................................... (4.5)
37
Dimana:
JKR = Jumlah Kuadrat Regresi
JKG = Jumlah Kuadrat Galat
k = jumlah variabel terhadap intersep
n = jumlah pengamatan/sampel
Apabila F hitung < F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti
bahwa variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas
(Y). Sedangkan apabila F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima yang
berarti bahwa variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel (Y).
Model yang dihasilkan dari regresi linear berganda haruslah baik. Jika
tidak baik maka akan mempengaruhi interpretasinya. Interpretasi ini menjadi tidak
benar apabila terdapat hubungan linear antara variabel bebas (Chatterjee and price
dalam Nachrowi et all 2002) Namun, agar diperoleh model regresi linear
berganda yang baik, maka model harus memenuhi kriteria BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator). BLUE dapat dicapai bila memenuhi asumsi klasik. Uji
asumsi klasik merupakan pengujian pada model yang telah berbentuk linear untuk
mendapatkan model yang baik. Setelah model diregresikan kemudian dilakukan
uji penyimpangan asumsi.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah model tersbut baik atau
tidak. Model dikatakan baik jika mempunyai distribusi normal atau hampir
normal. Uji yang dapat digunakan adalah Uji Kolmogorov-Smirnov.
Hipotesis pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut:
H0 : Error term terdistribusi normal.
38
H1 : Error term tidak terdistribusi normal.
Dengan kriteria uji :
Jika P-value < α maka tolak H0
Jika P-value > α maka terima H0
Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan
persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat lain. Penerapan pada uji
Kolmogorov-Smirnov adalah jika signifikansi di atas 5 persen berarti tidak
terdapat pebedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal
baku, artinya data tersebut normal.
b. Uji Autokorelasi
Menurut Nachrowi et all (2002), Autokorelasi adalah adanya korelasi
antara variabel itu sendiri, pada pengamatan berbeda waktu dan individu.
Umumnya, kasus autokorelasi terjadi pada data time series. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi. Salah satu cara
yang digunakan adalah Uji Durbin Watson (DW-test). Uji ini hanya digunakan
untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan
adanya intercept dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel
penjelas. Jika pengujian autokorelasi diabaikan, maka akan berdampak terhadap
pengujian hipotesis dan proses peramalan. Besarnya nilai statistik DW dapat
diperoleh dengan rumus (Nachrowi et all. 2002):
.........………………………………………...... (4.6) Dimana:
d = statistik Durbin-Watson
ut dan ut-1 = Gangguan estimasi
39
Pengambilan keputusannya:
− Jika nilai DW terletak antara batas atau upper bound (du) dan (4-du), maka
koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi
positif.
− Jika nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah atau lower bound (dl),
maka koefisien autokorelasi lebih besar dari pada nol, berarti ada
autokorelasi positif.
− Jika DW lebih besar dari pada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil
dari pada nol, berarti ada autokorelasi positif.
− Jika nilai DW lebih besar dari pada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih
kecil dari pada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
− Jika nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW
terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
c. Uji Multikolinearitas
Jika suatu model regresi berganda terdapat hubungan linear sempurna
antar peubah bebas dalam model tersebut, maka dapat dikatakan model tersebut
mengalami multikolinearitas. Terjadinya multikolinearitas menyebabkan R-
squared tinggi namun tidak banyak variabel yang signifikan dari uji t. Ada
berbagai cara untuk menentukan apakah suatu model memiliki gejala
multikolinearitas. Salah satu cara yang digunakan adalah uji Varian Infiaction
Factor (VIF). Cara ini sangat mudah, hanya melihat apakah nilai VIF untuk
masing-masing variabel lebih besar dari 10 atau tidak. Bila nilai VIF lebih besar
dari 10 maka diindikasikan model tersebut mengalami multikolinearitas.
40
Sebaliknya, jika VIF lebih kecil dari 10 maka diindikasikan bahwa model tersebut
tidak mengalami multikolinearitas yang serius.
d. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi penting dari regresi linear klasik adalah bahwa gangguan yang
muncul dalam fungsi regresi adalah heteroskedastisitas. Menurut Juanda (2009),
heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak sama untuk tiap pengamatan ke-
i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Masalah heteroskedastisitas
biasanya sering terjadi dalam data cross section. Salah satu cara dalam mendeteksi
heteroskedastisitas adalah dengan transformasi terhadap peubah respon dilakukan
dengan tujuan untuk menjadikan ragam menjadi homogeny pada peubah respon
hasil transformasi tersebut. Namun, dalam mendeteksi terjadinya
heteroskedastisitas dalam model dapat digunakan juga metode grafik (Nachrowi et
all 2002). Selain itu, dapat juga dilakukan dengan uji glejser. Uji Glejser
dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai absolute
residualnya (Gujarati 2006). Jika nilai signifikan dari hasil uji Glejser lebih besar
dari α maka tidak terdapat heteroskedastisitas dan sebaliknya.
4.4.2 Analisis Regresi Logistik
Dalam mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam
mengalihfungsikan lahan sawah digunakan analisis regresi logistik. Menurut
Nachrowi et all (2002), model logit adalah model non linear, baik dalam
paramater maupun dalam variabel. Model logit diturunkan berdasarkan fungsi
peluang logistik yang dapat di spesifikasikan sebagai berikut (Juanda 2009):
....................................... (4.7)
41
Dimana e mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (e=2.718...).
Kemudian dengan menggunakan aljabar biasa, persamaan dapat ditunjukkan
menjadi:
................................................................................................. (4.8)
Peubah Pi / 1 – Pi dalam persamaan diatas disebut sebagai odds, yang
sering diistilahkan dengan resiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang
terjadinya pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif. Parameter
model estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum likelihood (ML).
Jika persamaan ditransformasikan dengan logaritma natural, maka:
................................................... (4.9)
Persamaan model regresi logistik untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan adalah sebagai berikut:
= Z = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + ε ...... (4.10)
Dimana:
Z = Peluang alih fungsi lahan (1) dan tidak alih fungsi lahan (0)
α = Intersep
Xi = Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan alih fungsi lahan
βi = Koefisien Regresi
ε = Eror Term
Adapun faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani dalam
mengalihfungsikan lahan, antara lain:
42
1. Tingkat Usia (Tahun)
Tingkat usia menunjukkan produktivitas seseorang dalam bekerja.
Semakin tinggi usia seseorang maka produktivitas dalam bekerja akan
semakin menurun. Hal ini akan mendorong terjadinya alih fungsi lahan
yang dilakukan.
2. Lama Pendidikan Petani (Tahun)
Lama pendidikan diduga berpengaruh terhadap keputusan petani dalam
melakukan alih fungsi lahan. Lama pendidikan menunjukkan tingkat
pendidikan yang dicapai. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka
akan semakin bijaksana dalam pengambilan keputusan alih fungsi lahan.
3. Luas Lahan (Hektar)
Petani yang memiliki ukuran lahan yang luas cenderung untuk
mempertahankan lahannya karena semakin luas lahan maka usaha tani
akan semakin efisien dan relatif lebih besar keuntungannya. Semakin luas
lahan yang dimiliki oleh petani maka semakin kecil alih fungsi lahan yang
terjadi.
4. Proporsi pendapatan hasil usaha tani (Persen)
Semakin rendah pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha tani, maka
akan semakin tinggi peluang petani dalam melakukan alih fungsi lahan.
Jika pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha tani rendah maka ada
kecenderungan untuk memilih pendapatan di luar sektor pertanian dan
lahan yang dimiliki dialihfungsikan karena pendapatan usaha tani tidak
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
43
5. Jumlah tanggungan petani (Jiwa)
Jumlah tanggungan yang harus ditanggung petani mempengaruhi alih
fungsi lahan dimana semakin banyak jumlah tanggungan yang harus
ditanggung, maka alih fungsi lahan akan semakin tinggi. Semakin banyak
tanggungan yang dimiliki maka biaya yang dibutuhkan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari semakin banyak sehingga petani akan cenderung
untuk mengalih fungsikan lahannya.
6. Pengalaman bertani (Tahun)
Semakin lama petani pengalaman dalam bertani, maka akan semakin berat
dalam pengambilan keputusan untuk alih fungsi lahan. Hal ini disebabkan
karena semakin lama pengalaman bertani, maka keahlian yang dalam
bertani akan semakin tinggi sehingga petani akan cenderung untuk terus
mempertahankan lahannya.
7. Produktivitas (Ton/Ha)
Semakin tinggi tingkat produktivitas lahan maka keputusan petani untuk
melakukan alih fungsi lahan akan semakin rendah. Hal tersebut
disebabkan karena semakin tinggi produktivitas, pendapatan yang
diperoleh dari sektor pertanian akan semakin tinggi sehingga petani akan
cenderung mempertahankan lahannya.
Agar diperoleh hasil analisis regresi logit yang baik perlu dilakukan
pengujian. Pengujian dilakukan untuk melihat apakah model logit yang dihasilkan
secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan pilihan secara kualitatif. Dalam
hal ini pilihan yang digunakan untuk melakukan alih fungsi lahan atau tidak
melakukan. Pengujian parameter dilakukan dengan menguji semua parameter
44
secara keseluruhan dan menguji masing-masing parameter secara terpisah.
Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Odds Ratio
Odds merupakan rasio peluang kejadian terjadi sukses (terjadinya pristiwa
y=1) terhadap peluang terjadi gagal (terjadinya pristiwa y=0) (Nachrowi et all.
2002). Odds ratio ini sering juga digunakan sebagai suatu ukuran asosiasi yang
sering ditemukan dalam epidemologi. Pada dasarnya odds ratio digunakan untuk
melihat hubungan antara peubah bebas dan peubah terikat dalam model logit.
Nilai tersebut dapat diperoleh dari perhitungan eksponensial dari koefisien
estimasi (βi) atau exp (βj). Odds Ratio dapat didefinisikan sebagai berikut:
dimana P menyatakan peluang terjadinya peristiwa (Z=1) dan 1-P menyatakan
peluang tidak terjadinya peristiwa.
b. Likelihood Ratio
Likelihood Ratio merupakan suatu rasio kemungkinan maksimum yang
digunakan untuk menguji peranan variabel penjelas secara serentak (Hosmer dan
Lemeshow 2002). Statistik uji yang dapat menunjukkan nilai likelihood ratio
adalah Uji G. Rumus umum Uji G adalah:
......................................................................................... (4.11)
Dimana l0 merupakan nilai likelihood tanpa variabel penjelas dan li
merupakan nilai likelihood model penuh. Statistik uji G akan mengikuti sebaran
chi-square dengan derajat bebas α. Kriteria keputusan yang diambil adalah jika G
> chi-square maka H0 ditolak. Jika H0 ditolak maka dapat disimpulkan bahwa
45
minimal ada βj ≠ 0, dengan pengertian lain, model regresi logistik dapat
menjelaskan atau memprediksi pilihan individu pengamatan.
4.4.3 Uji Beda Rata-rata
Perubahan pendapatan dilihat dari perubahan pendapatan rumah tangga
petani sebelum dan sesudah melakukan alih fungsi lahan. Untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan tingkat pendapatan petani sebelum alih fungsi lahan dan
setelah alih fungsi lahan yang dimilikinya digunakan pendekatan perbedaan dua
rata-rata. Pengujian ini dilakukan dengan uji T-test baik untuk menguji data
sampel masing-masing jenis alih fungsi lahan maupun untuk menguji data sampel
secara keseluruhan (Sutrisno 1995).
Persamaan uji T adalah sebagai berikut:
................................................ (4.12)
Dimana:
X1 = Rata-rata pendapatan sebelum terjadinya alih fungsi lahan
X2 = Rata-rata pendapatan setelah terjadinya alih fungsi lahan
n1 = Jumlah responden sebelum terjadinya alih fungsi lahan
n2 = Jumlah responden setelah terjadinya alih fungsi lahan
s1 = Standar deviasi sebelum terjadinya alih fungsi lahan
s2 = Standar deviasi setelah terjadinya alih fungsi lahan
Hipotesis:
H0 = X1 = X2
H1 = X1 ≠ X2
46
Apabila t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti tidak
ada perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan.
Sedangkan apabila t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada
perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan.
top related