bab iv pengembangan indikator penilaian...
Post on 31-Jan-2018
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
55
BAB IV
PENGEMBANGAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA SUPPLY CHAIN
PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Studi mengenai supply chain konstruksi yang mendukung perkembangan ke arah
konstruksi ramping (lean construction) di Indonesia baru memasuki tahap awal.
Berbagai kajian awal tersebut perlu ditindaklanjuti dengan studi-studi yang
mengarah pada metoda pengelolaan supply chain konstruksi yang efektif dan
efisien. Berdasarkan hasil kajian pada penelitian yang dilakukan Susilawati (2005)
dapat disimpulkan bahwa telah ada upaya-upaya pengelolaan supply chain (SCM)
di tingkat proyek untuk menuju konstruksi ramping. Namun upaya-upaya tersebut
belum menyeluruh, sehingga peningkatan efektifitas dan efisiensi melalui
penghindaran pemborosan, pengurangan waktu produksi dan biaya, serta
peningkatan koordinasi dan komunikasi antar pihak yang terlibat, pada
penyelenggaraan suatu proyek konstruksi khususnya bangunan gedung belum bisa
berjalan dengan sempurna.
Sebelum pengkajian terhadap efektifitas dan efisiensi jaringan supply chain
proyek konstruksi dapat dilakukan, maka diperlukan suatu alat bantu sebagai
media di dalam melakukan penilaian. Alat bantu yang dimaksud disini berupa
suatu indikator yang akan dijadikan sebagai acuan untuk menilai kinerja
(efektifitas dan efisiensi) dari jaringan supply chain itu sendiri. Melalui penelitian
inilah alat bantu berupa indikator kinerja tersebut kemudian akan dikembangkan.
Indikator kinerja adalah suatu deskripsi apa yang akan diukur atau dinilai,
termasuk ukuran atau satuan yang akan digunakan, skala atau rumusan yang akan
diaplikasikan seperti persentase a terhadap b, waktu rata-rata antara kegagalan dan
perbaikannya. Dengan melakukan pengembangan indikator kinerja supply chain,
maka penilaian terhadap kinerja supply chain pada proyek-proyek konstruksi di
Indonesia dapat dilakukan, sehingga pada akhirnya akan diketahui kelebihan dan
kekurangan yang ada dan dapat dirumuskan umpan balik yang perlu diberikan
agar kinerja dapat menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Di samping itu,
dapat pula dirumuskan langkah perbaikan terhadap kinerja supply chain
selanjutnya. Perbaikan kinerja supply chain tersebut di satu sisi dilakukan untuk
56
meningkatkan kinerja proyek agar lebih baik sehingga penurunan total biaya
pelaksanaan dengan mutu yang sesuai dan waktu pengerjaan yang tepat waktu
bisa terealisasi dan di sisi lain dapat pula meningkatkan value bagi konsumennya.
Hal inilah yang menjadi alasan sehingga kemudian dikembangkan indikator
kinerja supply chain proyek konstruksi dalam penelitian kali ini.
4.1. Dasar Pengembangan Indikator
Seperti telah sebelumnya bahwa aplikasi konsep lean construction berupa
pengelolaan supply chain (SCM) di tingkat proyek, dianggap merupakan suatu
usaha yang paling tepat dan sangat penting dalam membentuk suatu jaringan
kerjasama yang efektif dan efisien antar pihak-pihak yang terlibat dalam suatu
jaringan supply chain pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi demi tercapainya
tujuan bersama, yaitu tercapainya value yang maksimal dengan waste yang
minimal bagi customer. Karena itulah melakukan pengelolaan yang baik terhadap
ke 3 (tiga) prinsip utama yang terkandung didalam konsep ini, yaitu conversion,
flow dan value, merupakan suatu hal yang penting didalam industri konstruksi.
Pengelolaan conversion di konstruksi dapat dilakukan dengan mengontrol dan
mengoptimalkan sumberdaya melalui hirarki, sehingga proses produksi dari input
menjadi output di proyek konstruksi dapat berjalan dengan baik. Untuk
pengelolaan flow dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem perencanaan dan
pengendalian proyek. Karena perencanaan yang bisa menjamin dan
mengoptimalkan aktifitas dalam proses produksi yang merupakan value adding
activities dan mengurangi non-value adding activities, akan mampu menciptakan
flow pekerjaan yang lancar. Sementara penciptaan value yang sesuai keinginan
konsumen merupakan prinsip dasar yang melingkupi semua tahapan dalam proses
produksi suatu produk, sehingga salah satu pengimplementasian dari prinsip ini
adalah dengan melakukan berbagai usaha agar hasil akhir dari proses produksi
yang dilakukan (produk konstruksi yang dihasilkan) sesuai dengan keinginan
konsumen (memberikan kepuasan terhadap konsumen).
Didalam penelitian ini, indikator yang telah terbentuk nantinya akan didasarkan
terhadap 3 (tiga) hal :
57
− Penerapan tiga aspek utama dari konstruksi ramping, yaitu “conversion,”
“flow,” dan “value”.
− Telaah studi literatur mengenai konsep rantai pasok (supply chain) dan
pengelolaan rantai pasok (supply chain management) serta kajian terkait
dengan berbagai model pengukuran kinerja supply chain yang pernah
dikembangkan di industri manufaktur.
− Ketersediaan jenis-jenis data, terutama yang terkait dengan aliran
material/jasa, uang dan informasi yang dapat mendukung terhadap kelancaran
produksi dan koordinasi yang baik antar pihak yang terlibat di suatu jaringan
supply chain, yang tipikal dimiliki oleh kontraktor-kontraktor besar yang
menangani pelaksanaan suatu proyek konstruksi (khususnya bangunan
gedung).
Berdasarkan telaah studi literatur sebelumnya diketahui bahwa industri
manufaktur merupakan salah satu industri yang telah banyak melakukan berbagai
studi dan penelitian terkait dengan peningkatan kinerja dalam supply chain. Salah
satu studi terkait dengan hal ini adalah studi yang dilakukan Salla (2003),
mengenai pengukuran kinerja supply chain management di suatu perusahaan.
Dalam studi tersebut telah dikembangkan 15 (lima belas) indikator pengukuran
kinerja di suatu perusahaan manufaktur. Pada Tabel 4.1. berikut diberikan
15 (lima belas) indikator pengukuran kinerja di suatu perusahaan manufaktur yang
dikembangkan Salla (2003).
Tabel 4.1. Kinerja Supply Chain Perusahaan Manufaktur
No Indikator Kinerja Definisi
1. Delivery performance to request Kinerja perusahaan dalam memenuhi permintaan untuk dapat sesuai dengan jumlah yang diminta oleh customer
2. Order fulfillment lead time Waktu yang diperlukan perusahaan untuk memenuhi permintaan customer
3. Perfect order Tingkat keakuratan perusahaan dalam melakukan pemenuhan permintaan dari customer
4. Order fill rate Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan customer pada kedatangan pertama kali
58
No Indikator Kinerja Definisi
5. Performance to promise Keadaan perusahaan berkaitan dengan pemenuhan janji yang diberikan oleh perusahaan jika terjadi kekurangan atau jika terjadi kekosongan dari barang yang diminta
6. Upside production flexibility Fleksibilitas dari supplier perusahaan dalam memenuhi permintaan perusahaan
7. Fixed production Stabilitas produksi yang dilakukan oleh perusahaan
8. Total supply management cost : • Order manufacturing cost Biaya order dari pesanan • Equipment related to production as
a% of revenue Besarnya pembelian perlengkapan yang diperlukan perusahaan
• Inventory carrying cost Biaya simpan dari inventory • Inventory investment as % of sales Besarnya investasi dari inventory • % of raw material, purchased
component, product compare to total inventory investment
Jumlah bahan baku yang dibeli perusahaan
9. Measure of excess/obsolete inventory Adanya inventory yang kelebihan/menjadi tidak digunakan
10. Projected inventory turns Perpindahan inventory yang diinginkan perusahaan di masa depan
11. Inventory accuracy Ketepatan penggunaan dari jumlah inventory yang dilakukan
12. Value of slow maving product Ketepatan dari besarnya nilai yang harus disediakan
13. Forecast accuracy : • Unit of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang dilakukan • Dollar of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang dilakukan dari
besarnya nilai yang harus disediakan 14. Transportation
• Freight cost per unit shipped Biaya angkut dari pengiriman per unit • Outbound freight cost as percentage
of net sales Biaya kirim yang dibandingkan terhadap penjualan
• Inbound freight cost as percentage of purchases
Biaya angkut yang terjadi di dalam perusahaan dibandingkan terhadap pembelian
• Claims as % og freight costs Biaya klaim yang dibandingkan terhadap biaya angkut
• Accecorials as percent of total freight
Biaya tambahan dalam mengirim
• Percent of truckload capacity utilized
Pengunaan ruang dalam kendaraan
• Mode selection vs optimal Cara pengiriman yang paling opimal • Truckturn around time Lama waktu untuk mengisi kendaraan yang
datang • Shipment visibility/ traceability
percent Kemampuan melihat kinerja pengiriman dari ekspedisi yang digunakan perusahaan
• Number of carries per mode Jumlah ekspedisi yang menggunakan cara pengangkutan yang sama dengan perusahaan
• On time pickups Ketepatan waktu pengambilan ke perusahaan
59
No Indikator Kinerja Definisi
15. Return • Return processing cost as % of
product revenue Biaya memproses barang yang dikembalikan terhadap penerimaan produk yang sejenis yang dikirim
• Return inventory status Jumlah inventory dari barang yang dikembalikan • Return cycle time : - Cycle times to process excess
product return to re sale Waktu untuk memproses barang yang dikembalikan untuk dijual kembali
• Cycle time to process obsolete & end of life product return disposal
Waktu untuk memproses barang yang dikembalikan yang sudah habis masa expired
• Cycle time to repair of refurbish return for use
Waktu untuk memperbaiki barang yang dikembalikan untuk digunakan kembali
• Percent actual achievement versus published service agreement cycle time
Waktu yang direncanakan dibandingkan waktu actual yang dilakukan berkaitan dengan return
• # of repairs performed as % of total units shipped annualy
Jumlah yang diperbaiki dibandingkan terhadap jumlah yang dikirim
• # of repairs performed internally as a % of total # repairs performed
Jumlah yang diperbaiki oleh perusahaan sendiri dibandingkan terhadap jumlah total perbaikan yang harus dilakukan
• # of repairs performed externally (by third party) as a % of total # repairs performed.
Jumlah yang diperbaiki oleh pihak luar dari perusahaan
• Cost of units repaired/refusbished internally as a % of total
Biaya memperbaiki barang yang dikembalikan
• Cost of units repaired/refusbished externally as a % of total
Biaya perbaikan yang dilakukan oleh pihak luar dari perusahaan
• Defect free order to total order Jumlah pemenuhan permintaan yang tanpa return
Kelima belas indikator ini akan menjadi dasar pertimbangan dalam tahap
penentuan nama indikator yang akan dikembangkan dalam penelitian ini, namun
hanya dalam hal ide penamaan saja. Dari 15 (lima belas) indikator tersebut akan
dilakukan pemilahan mana yang bisa diterapkan di proyek konstruksi, kemudian
berdasarkan jenis data di lapangan yang berhasil diperoleh dari survey akan
dilihat keterkaitannya dengan 15 (lima belas) indikator di manufaktur sehingga
pada akhirnya bisa dikembangkan 10 (sepuluh) indikator penilaian kinerja supply
chain pada proyek konstruksi bangunan gedung.
Jenis data di lapangan yang akan menjadi pertimbangan dalam penentuan
indikator yang dikembangkan dalam penelitian ini akan diperoleh melalui suatu
survey berupa wawancara dan diskusi terpadu dengan pihak-pihak yang terlibat di
proyek yang dijadikan studi kasus. Dari hasil survey inilah kemudian akan
diperoleh apa saja jenis data yang terkait dengan aliran material/jasa, uang dan
60
informasi yang dapat mendukung terhadap kelancaran produksi dan koordinasi
yang baik antar pihak yang terlibat di suatu jaringan supply chain. Setelah itu
pengkajian yang lebih mendalam terhadap isi dari masing-masing jenis data dan
bagaimana keterkaitannya dengan prinsip-prinsip yang ada didalam konsep lean
construction kemudian dilakukan, sehingga penentuan indikator dan pendefinisian
terhadap masing-masing indikator kemudian bisa dilakukan.
Jenis-jenis data yang tipikal dimiliki oleh kontraktor-kontraktor besar yang
menangani pelaksanaan suatu proyek konstruksi (khususnya bangunan gedung),
yang terkait dengan aliran material/jasa, uang dan informasi yang dapat
mendukung terhadap kelancaran produksi dan koordinasi yang baik antar pihak
yang terlibat di suatu jaringan supply chain, yang berhasil diidentifikasi dan
bagaimana keterkaitannya dengan indikator penilaian yang akan dikembangkan,
diilustrasikan dalam Gambar 4.1. berikut ini.
61
JENIS
DATA
PRIMER
EKSISTING
DI
LAPANGAN
Purchase Order (PO)
Data Variation Order (VO) atau Change Order (CO)
Catatan berbagai kendala yang terjadi di proyek
Data catatan hasil pengawasan yang
dilakukan oleh proyek
Data material reject
Data inventory material di gudang
Catatan keikutsertaan subkontraktor dalam
perencanaan pelaksanaan
Daftar complaints yang terjadi selama masa
pelaksanaan
Data risalah jenis-jenis rapat yang dilakukan
selama masa pelaksanaan
INDIKATOR 3 :Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat
INDIKATOR 1 :Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja
INDIKATOR 2 :Intensitas kendala selama pelaksanaan pekerjaan
INDIKATOR 5 :Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material
INDIKATOR 4 :Intensitas defect pekerjaan
INDIKATOR 7 :Intensitas kejadian reject material
INDIKATOR 8 :Inventory material
INDIKATOR 9 :Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan
INDIKATOR 10 :Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier
Data monitoring kedatangan material
INDIKATOR 6 :Kedatangan material yang melewati waktu tenggang (lead time)
Gambar 4.1. Keterkaitan antara jenis data primer dan indikator penilaian
4.2. Batasan Penggunaan Indikator
Indikator kinerja supply chain yang dikembangkan ini hanya bisa digunakan
untuk mengukur kinerja dari beberapa pihak (stakeholders) yang terlibat dalam
suatu jaringan supply chain pada suatu proyek konstruksi (khususnya bangunan
gedung) saja. Berdasarkan beberapa literatur, dapat disimpulkan beberapa
komponen utama dalam suatu supply chain konstruksi, antara lain:
62
1. Owner (pelaku hilir)
Dalam proses produksi konstruksi peran owner sangatlah tinggi. Proses supply
chain konstruksi dimulai dari inisiatif owner yang memprakarsai dibuatnya
produk konstruksi bangunan dan berakhir pada owner ketika produk tersebut
selesai diproduksi (Vrijhoef, 1999). Peran owner ada dalam setiap tahapan, sejak
tahap feasibility study, perencanaan, pengadaan, pelaksanaan, operasi, dan
pemeliharaan. Bahkan dalam tahapan proses produksi owner dapat menunjuk
langsung pihak yang terlibat untuk pelaksanaan nominated subcontractor/
nominated supplier. Selain itu owner juga memiliki beberapa peranan penting
lainnya seperti membiayai proyek dan tentunya menetapkan keputusan-keputusan
penting berkaitan dengan proyek.
2. Kontraktor (pelaku utama)
Kontraktor adalah suatu organisasi konstruksi yang memberikan layanan
pekerjaan pelaksanaan konstruksi berdasarkan perencanaan teknis dan spesifikasi
yang telah ditetapkan. Sekarang ini berkembang berbagai organisasi yang
berperan sebagai kontraktor, mulai dari perusahaan individu hingga perusahaan
besar dengan jumlah pekerja yang banyak. Begitu pula dengan ruang lingkup
pekerjaan kontraktor dalam suatu proyek, terdapat spektrum yang sangat beragam,
mulai dari lingkup pekerjaan yang sangat sempit, hingga lingkup keseluruhan
pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi. Peran utama dari kontraktor adalah
menyediakan layanan jasa pelaksanaan konstruksi (construction).
3. Subkontraktor, supplier, dan mandor (pelaku di hulu)
• Subkontraktor dan Spesialis
Subkontraktor adalah perusahaan konstruksi yang berkontrak dengan
kontraktor utama untuk melaksanakan beberapa bagian pekerjaan
kontraktor utama. Terminologi subkontraktor dalam konteks tradisional
terdapat satu kontraktor yang memiliki hubungan kontrak dengan owner
yaitu kontraktor utama sehingga menempatkan kontraktor lainnya yang
tidak memiliki hubungan langsung dengan owner sebagai subordinan dari
kontraktor utama tersebut. Hirarki dalam hubungan kontrak ini
63
menimbulkan istilah kontraktor utama, subkontraktor, bahkan sub-
subkontraktor.
Penggolongan subkontraktor berdasarkan jenis aktivitas terdiri dari:
subkontraktor pada aktivitas dasar, subkontraktor pada pekerjaan yang
membutuhkan teknik khusus, serta subkontraktor pada pekerjaan khusus
dan yang berkaitan dengan material khusus. Sedangkan penggolongan
subkontraktor berdasarkan sumber daya yang diberikan terdiri dari:
subkontraktor yang memberikan jasa pelaksanaan saja (labor-only
subcontractor), subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa
pekerja dan material, subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa
pekerja, material, dan perencanaan (design), serta subkontraktor yang
memberikan sumber daya berupa pekerja, material, dan perencanaan
(design), dan jasa pemeliharaan. Sedangkan specialist trade contractor
adalah suatu perusahaan yang memberikan design, manufacture, purchase,
assembly, installation, testing, dan commission dari item-item yang
diperlukan dalam suatu proyek konstruksi bangunan. Specialist trade
contractor dapat dibedakan menjadi dua, yaitu specialist contractor yang
memberikan jasa perencanaan (design service) bagi item yang diproduksi
serta dipasang pada konstruksi bangunan dan trade contractor yang
melaksanakan pekerjaan dengan skill tertentu dalam konstruksi bangunan
tanpa melakukan perencanaan.
Terdapat perbedaan yang mendasar antara subkontraktor dengan
kontraktor spesialis bila dikaitkan dengan jenis jasa yang diberikan dan
sumber daya. Untuk keperluan penelitian ini, maka terminologi
subkontraktor digunakan untuk pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor
tertentu yang hanya memerlukan material, alat, dan pekerja, dan tidak
menuntut perencanaan (design engineering), serta teknologi tinggi.
Dengan asumsi bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh
subkontraktor ini merupakan jenis pekerjaan dasar maka umumnya
kontraktor ini selalu berada di bawah kontrak dengan kontraktor tertentu,
tidak berdiri sendiri, sehingga lebih sering diposisikan sebagai
64
subkontraktor. Sedangkan kontraktor spesialis memiliki kelebihan di
dalam jenis pekerjaan yang ditangani, kemampuan teknologi, kemampuan
finansial, serta knowledge tertentu yang spesifik, didukung oleh skill
pekerjanya. Sejalan dengan tuntutan perkembangan teknologi konstruksi
bangunan risiko tinggi (high rise building) menempatkan kontraktor
spesialis dalam posisi tawar yang lebih tinggi. Adanya komponen design
dan teknologi membedakan antara kontraktor pada pekerjaan dasar
(selanjutnya disebut subkontraktor) dengan kontraktor spesialis serta
diperlukannya keterlibatan kontraktor spesialis dalam proses perencanaan
dengan knowledge-nya untuk menghasilkan perencanaan yang baik.
• Subkontraktor tenaga kerja
Di Indonesia sebagai negara yang berkembang, industri konstruksi
merupakan entry point yang relatif mudah dalam memasuki dunia kerja
sehingga muncul suatu kelompok pekerja dengan skill yang rendah.
Kelompok ini memiliki pemimpin yang disebut dengan mandor. Mandor
bertindak sebagai penghubung antara kontraktor dengan pekerja. Mandor
memberikan jasa kepada kontraktor sebagai pemasok tenaga kerja (labor
only subcontractor) berbagai keahlian yang spesifik (misalnya: tukang
gali, tukang batu, dan tukang kayu) dan tingkatan keahlian yang berbeda-
beda (misalnya: pekerja terampil, pekerja setengah terampil, dan tukang).
Dengan proses produksi pada industri konstruksi yang umumnya memiliki
karakteristik penggunaan teknologi yang relatif rendah serta tingginya
intensitas penggunaan pekerja maka keberadaan mandor sebagai pemasok
tenaga kerja yang menyediakan jasa kepada kontraktor untuk
mengkonversikan material menjadi intermediate product sangat
diperlukan.
Dalam prakteknya subkontraktor juga melakukan pengadaan material serta
peralatan sebagai bagian dari pekerjaan mereka. Namun input yang
diberikan hanya berupa jasa maka mandor (subkontraktor tenaga kerja)
merupakan tingkatan subkontraktor yang paling rendah. Hal ini sesuai
65
dengan pendapat Jervis yang menyatakan bahwa tugas utama
subkontraktor adalah sebagai penyedia tenaga kerja.
• Supplier dan manufaktur konstruksi
Dilihat dari jenis material yang diperlukan dalam suatu proyek konstruksi
bangunan, terdiri dari material alam seperti pasir, kerikil, batu alam, dan
material hasil produksi manufaktur seperti besi beton, keramik, panel
beton precast. Dengan demikian terdapat dua jenis pelaku yang terlibat
dalam aliran material-material yang dibutuhkan dalam proyek konstruksi
bangunan:
– Manufaktur konstruksi memproduksi material-material konstruksi
dengan mengolah material-material alam hingga menghasilkan
komponen bangunan tertentu.
– Supplier mendistribusikan material yang diperoleh kepada pengguna.
Dari jenis material yang didistribusikan maka supplier ini dapat
dibedakan menjadi supplier material alam dan supplier komponen
bangunan.
Material alam terlebih dahulu mengalami proses di dalam suatu
manufaktur sebelum memasuki lokasi konstruksi hal ini menunjukkan
adanya hubungan antar industri konstruksi dan industri manufaktur yang
memproduksi komponen bangunan. Industri manufaktur khususnya yang
memproduksi komponen konstruksi telah mendukung industri konstruksi.
Adanya manufaktur konstruksi sebagai pihak yang melakukan produksi di
luar lokasi konstruksi (off site production), memiliki kontribusi yang besar
bagi konstruksi untuk lebih mengefisienkan proses konstruksi yang terjadi
dalam lokasi konstruksi.
Dari uraian terkait pihak-pihak yang terlibat (stakeholders) dalam suatu jaringan
supply chain pada suatu proyek konstruksi (khususnya bangunan gedung) diatas,
maka indikator-indikator yang akan dikembangkan selanjutnya hanya akan
digunakan untuk mengukur kinerja dari 3 (tiga) pihak yang terkait saja, yaitu :
66
kontraktor utama, subkontraktor dan supplier material. Hal ini berkaitan dengan
hasil wawancara terkait data yang telah dikumpulkan. Berdasarkan wawancara
tersebut diketahui informasi bahwa 8 (delapan) data yang telah diperoleh dari
hasil survey pada proyek X1 dan X2 maupun 10 (sepuluh) data yang telah
diperoleh dari hasil survey pada proyek Y1, memang hanya terkait dengan ketiga
pelaku yang telah disebutkan diatas sehingga hal ini juga menjadi salah satu
batasan didalam penggunaan indikator, bahwa indikator kinerja supply chain yang
dikembangkan ini nantinya hanya digunakan untuk mengukur kinerja dari
kontraktor utama, subkontraktor dan supplier material saja.
4.3. Indikator Penilaian
Berdasarkan pengkajian yang lebih mendalam terhadap isi dari masing-masing
jenis data hasil survey dan bagaimana keterkaitannya dengan prinsip-prinsip yang
ada didalam konsep lean construction, maka saat ini telah berhasil dikembangkan
10 (sepuluh) indikator penilaian yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai
efektifitas dan efisiensi dari jaringan supply chain pada proyek konstruksi
bangunan gedung.
Penilaian disini lebih difokuskan pada efektifitas dan efisiensi aliran dari material
dan informasi pada suatu supply chain, karena sebagaimana telah dikemukakan
pada studi literatur sebelumnya bahwa di dalam suatu jaringan supply chain
terdapat 3 (tiga) macam aliran yang harus dikelola dengan baik, sehingga
efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi dapat
ditingkatkan. Ketiga macam aliran tersebut adalah aliran barang yang mengalir
dari hulu (upstream) ke hilir (downstream), aliran informasi yang bisa terjadi dari
hulu ke hilir ataupun sebaliknya serta aliran uang dan sejenisnya yang mengalir
dari hilir ke hulu.
Penilaian efektifitas dan efisiensi jaringan supply chain ini melibatkan dua jenis
indikator penilaian, yaitu indikator dengan satuan yang terukur (kuantitatif) dan
indikator berupa kategori (kualitatif). Penilaian dilakukan secara obyektif jika
melibatkan indikator kinerja yang bersifat kuantitatif dan secara subyektif jika
melibatkan indikator yang bersifat kualitatif. Untuk pengukuran nilai yang
kuantitatif akan mudah dilakukan dengan bantuan satuan yang baku, sedangkan
67
untuk indikator kualitatif dapat didekati melalui penilaian preferensi dengan
judgement terhadap kategori-kategori yang akan dikembangkan.
Penilaian obyektif ini dilakukan terhadap data primer yang tipikal dimiliki oleh
kontraktor-kontraktor besar yang menangani pelaksanaan suatu proyek konstruksi
(khususnya bangunan gedung), yang telah dikumpulkan dari hasil survey
identifikasi ketersediaan jenis data sebelumnya. Sedangkan penilaian subyektif
akan dilakukan melalui suatu mekanisme wawancara dengan para pihak yang
terkait di proyek. Analisis kualitatif dilakukan untuk melengkapi data agar pada
akhirnya dapat ditarik berbagai kesimpulan. Hasil analisis kualitatif kemudian
akan disajikan bersama dengan hasil analisis kuantitatif sebagai pembanding dan
pelengkap.
Seperti telah diuraikan diatas, bahwa hasil pengukuran terhadap ke 10 (sepuluh)
indikator yang telah terbentuk nantinya akan didasarkan terhadap penerapan
3 (tiga) prinsip utama dalam lean construction (conversion, flow dan value). Hal
ini dilakukan karena adanya suatu asumsi bahwa melakukan pengelolaan yang
baik terhadap ke 3 (tiga) prinsip utama yang terkandung didalam konsep ini, yaitu
conversion, flow dan value, merupakan suatu hal yang penting didalam industri
konstruksi karena dapat mendukung terhadap peningkatan efektifitas dan efisiensi
jaringan supply chain.
Oleh sebab itu selama penyusunan dan pendefinisian indikator selain berdasarkan
pertimbangan hasil kajian terhadap jenis-jenis data primer yang tipikal dimiliki
oleh kontraktor-kontraktor besar yang menangani pelaksanaan suatu proyek
konstruksi (khususnya bangunan gedung), yang telah dikumpulkan dari hasil
survey identifikasi ketersediaan jenis data sebelumnyai, juga tidak terlepas dari
studi terhadap berbagai literatur yang terkait dengan konsep lean construction
yang ada (buku, paper, maupun penelitian-penelitian sebelumnya, baik di dalam/
luar negeri), agar keterkaitan antara indikator dan manfaat hasil pengukuran
terhadap efektifitas dan efisiensi jaringan supply chain di proyek konstruksi dapat
digambarkan dengan jelas, seperti diilustrasikan dalam Gambar 4.2. berikut.
68
INDIKATOR 3 :Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat
INDIKATOR 1 :Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja
INDIKATOR 2 :Intensitas kendala selama pelaksanaan pekerjaan
INDIKATOR 5 :Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material
INDIKATOR 4 :Intensitas defect pekerjaan
INDIKATOR 7 :Intensitas kejadian reject material
INDIKATOR 8 :Inventory material
INDIKATOR 9 :Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan
INDIKATOR 10 :Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier
KONSEP
LEAN
CONSTRUCTION
CONVERSION
Kontrol dan optimalisasi
penggunaan sumber daya
FLOW
Identifikasi dan minimalisasi terhadap
aktifitas yang tidak memberikan
tambahan value (non-value adding
activites); Minimalisasi waste
VALUE
Memberikan kepuasan terhadap
konsumen
INDIKATOR 6 :Kedatangan material yang melewati waktu tenggang (lead time)
Gambar 4.2. Pengelompokkan indikator penilaian terhadap prinsip lean construction
Berikut ini uraian mengenai 10 (sepuluh) indikator penilaian efektifitas dan
efisiensi dari jaringan supply chain pada proyek konstruksi bangunan gedung
yang telah berhasil diidentifikasi sebagai hasil kompilasi antara telaah dari kajian
literatur dan kajian terhadap data-data yang tipikal dimiliki oleh kontraktor-
69
kontraktor besar yang menangani pelaksanaan suatu proyek konstruksi
(khususnya bangunan gedung), yang terkait dengan aliran material/jasa, uang dan
informasi yang dapat mendukung terhadap kelancaran produksi dan koordinasi
yang baik antar pihak yang terlibat di suatu jaringan supply chain, yang berhasil
diidentifikasi dari hasil survey. Indikator-indikator tersebut antara lain :
INDIKATOR 1 : Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja.
Indikator ini digunakan untuk melihat intensitas terjadinya perubahan/ revisi
terhadap rencana kerja kontraktor yang dibuat sebagai acuan pelaksanaan di
lapangan, seperti perubahan desain sehingga mengakibatkan terjadinya pekerjaan
tambah kurang (Variation Order atau Change Order).
Perencanaan diawal proyek biasanya memiliki tingkat ketidakpastian
(uncertainty) yang tinggi dan variabilitas juga tidak dapat diprediksi dengan baik,
sehingga pada masa pelaksanaan seringkali terjadi penyesuaian dengan kenyataan
di lapangan. Didalam konsep lean construction (konstruksi ramping), semua
bentuk perencanaan, termasuk juga rencana kerja dianggap sebagai suatu sistem
untuk memberikan jaminan bahwa tidak terjadi pekerjaan-pekerjaan yang tidak
efektif yang tidak memberikan memberikan tambahan value bagi konsumen.
Sehingga jika perencanaan dilakukan dengan baik, tentunya pada saat pelaksanaan
tidak akan terjadi banyak perubahan yang signifikan. Selain itu di konstruksi
ramping perencanaan yang dibuat diawal selalu dievaluasi dengan kenyataan
dilapangan proyek dan selalu diperbaiki untuk meningkatkan perbaikan secara
terus menerus (continuous improvement).
Penilaian yang akan dilakukan pada penelitian ini hanya melihat intensitas
terjadinya perubahan/revisi terhadap rencana kerja yang diakibatkan karena
terjadinya ketidaksesuaian dengan desain di awal, sehingga pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya pekerjaan tambah kurang. Jika dikaitkan dengan prinsip
lean construction indikator ini akan mendukung terhadap prinsip flow, karena jika
rencana kerja selalu berubah tentunya akan menghambat terhadap flow dari
pelaksanaan keseluruhan pekerjaan.
70
Jenis data yang digunakan didalam penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah
data Variation Order atau Change Order. Dari data tersebut akan dilihat berapa
kali pekerjaan tambah kurang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu (penilaian
tidak dilakukan terhadap keseluruhan waktu siklus proyek). Melalui indikator ini
selain penilaian kuantitatif, juga akan dilakukan penilaian kualitatif melalui suatu
wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi
kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya
terkait dengan objektif dari indikator ini, sebagai bahan pembanding dan
pelengkap.
Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat intensitas terjadinya
perubahan/revisi terhadap rencana kerja kontraktor atau terjadinya pekerjaan
tambah kurang (pengukuran kualitatif). Termasuk juga mengidentifikasi penyebab
terjadinya perubahan/revisi serta dampak yang dirasakan proyek akibat adanya
perubahan/revisi tersebut (pengukuran kualitatif).
INDIKATOR 2 : Intensitas kendala selama pelaksanaan pekerjaan.
Kendala merupakan kondisi-kondisi eksisting di lapangan yang bisa mengganggu
flow pekerjaan seperti ketersediaan sumberdaya yang minim (kurang dari yang
dibutuhkan), disain gambar yang belum selesai, persetujuan dari klien, belum
selesainya pekerjaan yang mendahului (downstream), dan lain-lain. Sehingga
berdasarkan definisi tersebut diatas, maka indikator ini akan digunakan untuk
mengidentifikasi kendala yang terjadi selama proses penyelenggaraan proyek
konstruksi berlangsung.
Jika dikaitkan dengan prinsip lean construction, maka indikator ini akan
mendukung terhadap prinsip flow, karena semakin jarangnya terjadi kendala
selama pelaksanaan suatu proyek konstruksi berlangsung, maka akan semakin
lancar flow penyelesaian pekerjaan pada proyek yang bersangkutan.
Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini
adalah data catatan berbagai kendala yang terjadi di proyek. Dari data tersebut
akan dilihat berapa kali kendala terjadi pada suatu kurun waktu tertentu (penilaian
71
tidak dilakukan terhadap keseluruhan waktu siklus proyek). Selain itu juga
dilakukan pencatatan tentang jenis/macam kendala yang biasa terjadi di proyek
dan penyebabnya, yang akan diperoleh dari hasil wawancara sebagai bahan
pelengkap dan pembanding. Sehingga melalui indikator ini selain penilaian
kuantitatif, juga akan dilakukan penilaian kualitatif melalui suatu wawancara
terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site
manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait
dengan objektif dari indikator ini. Penilaian akan dibatasi, yaitu hanya melihat
intensitas kendala yang terjadi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan
terhadap waktu siklus keseluruhan proyek).
Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat intensitas terjadinya kendala
selama pelaksanaan satu pekerjaan tertentu yang telah ditentukan sebelumnya
(pengukuran kuantitatif). Termasuk juga identifikasi mengenai jenis kendala yang
terjadi, apa penyebabnya, permasalahan/dampak yang ditimbulkan dan solusi
penyelesaiannya (pengukuran kualitatif).
INDIKATOR 3 : Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat.
Tahap pertama yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja suatu aktifitas
adalah dengan memahami dan menganalisa cara suatu pekerjaan dilakukan dan
dikembangkan. Hal ini bisa dilakukan dengan adanya rapat mingguan yang
dihadiri oleh production manager, site manager, logistic division, foreman dan
pihak-pihak lain yang terkait langsung dengan pelaksanaan di lapangan. Rapat ini
akan mengidentifikasi permasalahan dan mencari penyebab dan solusi untuk
meningkatkan sistem produksi. Arbulu and Tommelein (2002) juga menekankan
pentingnya koordinasi dan komunikasi antara para pelaku yang terlibat dalam
supply chain untuk menghasilkan produk sesuai dengan waktu yang direncanakan,
karena di dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan, waktu yang diperlukan
untuk aliran informasi dan material site seringkali tidak diperhitungkan.
Transparansi juga merupakan salah satu prinsip dasar didalam konstruksi ramping
yang terkait dengan masalah koordinasi dan komunikasi. Transparansi diartikan
sebagai kemampuan dari suatu proses produksi untuk berkomunikasi dengan
72
pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksinya. Pemberian informasi
mengenai tahapan-tahapan proses produksi yang telah dan akan dilakukan secara
baik dapat memberikan pengaruh yang baik sehingga proses produksi akan
menjadi optimal.
Tidak adanya peningkatan terhadap proses transparansi akan membuat
kecenderungan untuk melakukan kesalahan semakin mungkin untuk terjadi.
Dengan demikian, sangatlah penting untuk membuat setiap proses produksi
menjadi transparan agar memberikan kemudahan didalam proses pengendalian
dan perbaikan, caranya yaitu dengan membuat flow utama yang terjadi dari
permulaan sampai akhir operasi dapat terlihat dan dapat dimengerti oleh semua
pihak yang terlibat dalam proses produksi (Stalk & Hout 1989). Hal ini dapat
dicapai dengan menjadikan setiap proses dapat terlihat secara langsung oleh
organisasi di tempat produksi dan membuat agar informasi dapat diketahui oleh
semua pihak yang terlibat.
Proyek konstruksi dengan karakteristiknya yang dinamis dan kompleks telah
menuntut adanya struktur komunikasi yang baik, sehingga adanya pengembangan
mengenai penyusunan perencanaan ke depan dan perencanaan kerja mingguan
yang terorganisir dengan baik, yang memungkinkan para pelaku proyek berbagi
informasi tentang jadwal terakhir dan konflik yang mungkin terjadi perlu
dilakukan, minimal dengan melakukan rapat koordinasi antar pihak yang terlibat
secara intensif.
Karena itu jika dikaitkan dengan prinsip lean construction, maka indikator ini
jelas akan mendukung terhadap prinsip flow karena dengan sering dilakukannya
rapat koordinasi antar pihak yang terlibat di proyek, maka akan membuat
kecenderungan untuk melakukan kesalahan atau aktifitas yang tidak memberikan
tambahan nilai (non-value adding activity) akan semakin kecil untuk terjadi dan
juga bisa meminimalisasi terhadap terjadinya waste sehingga efisiensi biaya
proyek bisa dilakukan.
Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini
adalah data risalah jenis-jenis rapat yang biasa dilakukan oleh proyek, dilengkapi
73
dengan hasil wawancara terkait dengan objektif dari indikator ini sebagai bahan
pelengkap dan pembanding. Indikator ini dikembangkan untuk melihat intensitas
dari masing-masing rapat rutin yang biasa dilakukan. Penilaian akan dibatasi
untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus
keseluruhan proyek).
Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat ada tidaknya rapat yang dilakukan
antar pihak yang terlibat terkait dengan pekerjaan (yang telah ditentukan
sebelumnya), apa jenisnya dan berapa kali (intensitas) masing-masing jenis rapat
tersebut biasa dilakukan, selama kurun waktu tertentu (pengukuran kuantitatif).
Termasuk mengidentifikasi sifat rapat, peserta rapat serta pengaruh yang
dirasakan dengan adanya rapat terhadap kelancaran pekerjaan tersebut
(pengukuran kualitatif).
INDIKATOR 4 : Intensitas defect pekerjaan.
Defect adalah cacat-cacat pekerjaan (ketidaksesuaian dengan instruksi
kerja/spesifikasi teknis yang telah diberikan) yang dilakukan oleh
pelaksana/subkontraktor, sehingga diharuskan kepada pelaksana/ subkontraktor
yang bersangkutan untuk melakukan perbaikan/ penggantian.
Merupakan sifat alami dari suatu proses produksi bahwa non value adding
activities pasti terjadi. Misalnya saja material yang masih dalam pengolahan dari
satu perubahan ke perubahan berikutnya tentu akan mengalami perpindahan,
sehingga selama prosesnya akan mengalami cacat-cacat pekerjaan. Namun
demikian hal ini bisa manjadi suatu kendala manakala cacat-cacat pekerjaan
tersebut seringkali terjadi, karena akan mengakibatkan tambahan waktu dan biaya
didalam pengawasan. Oleh karena itu hal ini perlu diminimalisasi atau dikurangi,
salah satunya dengan melakukan perencanaan yang baik dan melakukan
pemilihan yang tepat terhadap pelaksana/subkontraktor yang akan dilibatkan
selama pelaksanaan proses pelaksanaan proyek konstruksi.
Dari uraian tersebut sudah jelas terlihat bahwa jika dikaitkan dengan konsep lean
construction, maka indikator ini dapat mendukung terhadap prinsip conversion
74
karena semakin kecil intensitas defect terjadi, maka akan semakin lancar proses
produksi (kendala berkurang) selama pelaksanaan suatu proyek konstruksi
berlangsung, sehingga dengan demikian bisa disimpulkan bahwa telah dilakukan
kontrol dan optimalisasi penggunaan sumberdaya dengan baik pada proyek yang
bersangkutan.
Indikator ini ditetapkan guna mengukur intensitas terjadinya defect terkait dengan
suatu pekerjaan yang dilakukan pada saat proses konstruksi berlangsung. Melalui
indikator ini bisa terukur bagaimana kesesuaian antara perencanaan dengan mutu
pekerjaan yang dihasilkan pada pekerjaan yang dilakukan oleh subkontraktor .
Dengan melakukan pengukuran ini, maka diharapkan gambaran sekilas tentang
seberapa baik kinerja subkontraktor dalam melaksanakan pekerjaan (berdasarkan
catatan hasil pengawasan yang dilakukan proyek terkait inspeksi dan tes terhadap
subkontraktor) dapat diperoleh. Untuk hal ini jika dikaitkan dengan prinsip lean
construction, maka indikator selain dapat mendukung terhadap prinsip conversion
juga dapat mendukung terhadap prinsip value karena dengan semakin kecilnya
angka kegagalan subkontraktor dalam melalui inspeksi dan tes yang dilakukan
terhadap hasil pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya (hasil pekerjaan selalu
disetujui karena sesuai dengan mutu yang direncanakan), maka ini berarti kinerja
subkontraktor yang bersangkutan dianggap baik karena telah berhasil didalam
memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh owner.
Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini
adalah data catatan hasil pengawasan yang dilakukan proyek terkait inspeksi dan
tes terhadap subkontraktor, dari data tersebut akan dilihat berapa kali (intensitas)
kegagalan subkontraktor dalam melalui inspeksi dan tes yang dilakukan terhadap
hasil pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Data akan dilengkapi dengan
hasil wawancara terkait dengan objektif dari indikator ini sebagai bahan
pelengkap dan pembanding. Penilaian akan dibatasi untuk suatu kurun waktu
tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek).
Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat intensitas terjadinya defect, dari
sini akan terlihat apakah sudah terjadi kesesuaian antara perencanaan dengan
mutu pekerjaan yang dihasilkan pada pekerjaan (yang telah ditentukan
75
sebelumnya sebagai sampling untuk penelitian ini) yang dilakukan oleh
subkontraktor, sehingga bisa teridentifikasi seberapa baik kinerja subkontraktor
dalam melaksanakan pekerjaan tersebut (pengukuran kuantitatif). Termasuk
mengidentifikasi penyebab terjadinya defect tersebut, dampak apa yang timbul
akibat terjadinya defect ini terhadap pekerjaan/pihak lain dan solusi apa yang
dilakukan untuk menyelesaikannya (pengukuran kualitatif).
INDIKATOR 5 : Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman
material.
Indikator ini digunakan untuk mengukur kinerja supplier dalam memenuhi
permintaan yang dipesan oleh proyek. Seperti yang telah diuraikan dalam studi
literatur sebelumnya, bahwa aliran material merupakan salah satu jenis aliran
didalam supply chain yang harus dikelola dengan baik sehingga efektifitas dan
efisiensi dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi dapat terus meningkat.
Menurut Arbulu dan Ballard (2005), di dalam suatu supply chain yang baik
terdapat sistem pasokan yang harus didefinisikan, dirancang, dan
diimplementasikan untuk mendapatkan aliran yang efektif dari material, informasi
dan dana pada suatu supply chain. Oleh karena itu pengukuran terhadap seberapa
baik kinerja supplier dalam memenuhi permintaan proyek perlu dilakukan karena
dengan dilakukannya pengukuran tersebut diharapkan akan didapat gambaran
secara umum mengenai kelancaran aliran material di proyek yang bersangkutan.
Jika dikaitkan dengan prinsip lean construction, maka indikator ini akan
mendukung terhadap prinsip conversion karena dengan semakin kecilnya angka
kegagalan supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material yang telah
dibuat proyek, maka ini berarti kinerja supplier yang bersangkutan telah dianggap
baik, sehingga dengan demikian bisa disimpulkan bahwa telah dilakukan kontrol
dan optimalisasi penggunaan sumberdaya dengan baik oleh supplier yang
bersangkutan. Selain mendukung prinsip conversion, indikator ini juga
mendukung terhadap prinsip flow karena dengan semakin kecilnya angka
kegagalan supplier dalam memenuhi permintaan proyek, maka ini berarti kinerja
supplier yang bersangkutan telah dianggap baik. Semakin baik kinerja supplier
yang terlibat (terutama untuk pengiriman material-material yang dianggap
76
penting, misal karena kuantitasnya yang cukup besar), maka akan juga berdampak
terhadap kelancaran flow yang terjadi selama proses produksi di proyek
(pelaksanaan konstruksi) berlangsung.
Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini
adalah Purchase Order (PO). Dari data tersebut akan dilakukan pencatatan kapan
kedatangan material tidak tepat waktu sesuai dengan yang telah ditentukan dan
berapa jumlah total dari kedatangan material yang bersangkutan terjadi. Data akan
diperlengkapi dengan hasil wawancara terkait dengan objektif dari indikator ini
sebagai bahan pelengkap dan pembanding. Penilaian akan dibatasi untuk suatu
kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek),
selain itu pengumpulan data juga hanya akan dilakukan terhadap satu atau
beberapa data jenis material yang digunakan oleh proyek yang telah ditentukan
sebagai sampling untuk penelitian ini.
Objektif dari indikator ini adalah untuk mengukur seberapa baik kinerja supplier
didalam memenuhi jadwal pengiriman material yang dibuat oleh proyek. Jadi
disini akan dilakukan pengamatan berapa kali intensitas terjadinya satu barang/
material tertentu tidak datang tepat waktu sesuai dengan jadwal (pengukuran
kuantitatif). Termasuk juga mengidentifikasi apa penyebab terjadinya
ketidaksesuaian (jika terjadi), permasalahan/dampak yang timbul dari terjadinya
ketidaksesuaian tersebut terhadap proyek serta solusi apa yang telah dilakukan
proyek untuk menanggulanginya (pengukuran kualitatif).
INDIKATOR 6 : Kedatangan material yang melewati waktu tenggang
(lead time).
Lead time adalah waktu tenggang untuk mendapatkan produk yang dipesan.
Berdasarkan definisi tersebut, maka indikator ini akan digunakan untuk mengukur
persentase kapan material datang tidak tepat waktu dan melewati waktu tenggang
yang telah diberikan, selama proses pasokan material tersebut berlangsung. Hal
yang perlu mendapat perhatian juga disini adalah penyebab dari ketidaksesuaian
itu terjadi. Oleh karena itu selain melakukan pencatatan terhadap berapa lama
waktu tenggang yang terjadi dan berapa kali ketidaksesuaian kedatangan material
77
yang melewati waktu tenggang, maka perlu juga dilakukan identifikasi pihak
mana yang mengakibatkan ketidaksesuaian kedatangan material yang melewati
waktu tenggang yang diberikan.
Jika dikaitkan dengan prinsip lean construction, maka indikator ini akan
mendukung terhadap prinsip flow karena dengan semakin seringnya terjadi
ketidaksesuaian kedatangan material yang melebihi waktu tenggang antara
pemesanan (order) dan pengiriman (deliver) yang diberikan, maka ini berarti akan
mengurangi terhadap waktu siklus total pelaksanaan konstruksi. Pengurangan
waktu siklus total ini merupakan salah satu prinsip yang mendukung terhadap
perbaikan proses flow dalam filosofi manajemen produksi baru di industri
konstruksi. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa indikator ini dikembangkan
untuk mendukung terhadap prinsip flow.
Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini
adalah Purchase Order (PO) dan data monitoring kedatangan material. Dari PO
akan terlihat berapa lama waktu tenggang yang diberikan untuk setiap pemesanan
barang. Dalam PO juga akan terlihat catatan mengenai tanggal pendatangan dan
volume dari barang yang dipesan. Sedangkan dari data monitoring kedatangan
material akan terlihat tanggal kedatangan dan volume material pada saat diterima
di site. Dari kedua jenis data tersebut akan dilakukan pencatatan berapa lama
waktu tenggang terjadi dan intensitas kedatangan material di site tidak sesuai
menurut jadwal dan melewati waktu tenggang yang telah diberikan. Sehingga
dapat diketahui kapan material datang tidak tepat waktu dan juga melewati waktu
tenggang yang telah diberikan. Kedua data akan diperlengkapi dengan hasil
wawancara terkait dengan objektif dari indikator ini sebagai bahan pelengkap dan
pembanding. Penilaian akan dibatasi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak
dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek), selain itu pengumpulan
data juga hanya akan dilakukan terhadap satu atau beberapa data jenis material
yang digunakan oleh proyek yang telah ditentukan sebagai sampling untuk
penelitian ini.
Objektif dari indikator ini adalah ingin mengukur ketidaksesuaian material datang
tidak tepat waktu dan melewati waktu tenggang yang telah diberikan (pengukuran
78
kuantitatif). Termasuk juga mengidentifikasi apa penyebab terjadinya
ketidaksesuaian tersebut, apa dampaknya terhadap proyek serta solusi apa yang
telah dilakukan (pengukuran kualitatif).
INDIKATOR 7 : Intensitas kejadian reject material.
Reject material adalah material/produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang
diberikan atau tidak sesuai dengan yang diharapkan (material yang rusak/cacat
pada saat diterima di proyek) sehingga kemungkinan material/produk tersebut
akan langsung di kembalikan atau diperbaiki sebelum diterima. Didalam
konstruksi ramping tujuan utama konsep flow adalah untuk mencapai lean
production system dengan sesedikit atau bahkan dengan tidak ada waste.
Mengidentifikasi dan mengurangi sumber dari waste merupakan langkah awal
untuk penerapan konsep ini. Menurut sistem produksi yang dikembangkan
Toyota, terdapat 7 (tujuh) kategori dari waste juga bisa dikategorikan sebagai non-
value adding activities, dan repair/rejects material merupakan salah satunya.
Dari uraian diatas sudah jelas bahwa jika dikaitkan dengan prinsip lean
construction, maka indikator ini akan mendukung terhadap prinsip flow karena
semakin kecil persentase intensitas material ditolak (reject) dibandingkan
terhadap jumlah kedatangan material, maka usaha yang dilakukan pihak
manajemen proyek untuk melakukan hubungan yang baik dengan para
suppliernya telah berjalan dengan baik, hal ini terbukti dari semakin baiknya
pelayanan yang diberikan para supplier dengan selalu memberikan material yang
selalu sesuai dengan yang diharapkan sehingga material tersebut selalu langsung
bisa diterima. Hal ini tentunya dapat mendukung terhadap kelancaran flow
keseluruhan proses produksi. Selain konsep flow, indikator ini juga mendukung
terhadap konsep conversion karena dengan kecilnya intensitas material ditolak
(reject), juga bisa berarti telah dilakukan kontrol yang baik oleh proyek terhadap
para suppliernya misal dengan selalu memberikan updating jadwal maupun
spesifikasi terbaru terhadap para supplier, sehingga mereka selalu memberikan
material yang selalu sesuai dengan yang diharapkan.
79
Indikator ini dikembangkan guna mengukur intensitas terjadinya reject terhadap
material yang telah dipesan. Penilaian akan dibatasi untuk suatu kurun waktu
tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek), selain itu
pengumpulan data juga hanya akan dilakukan terhadap satu atau beberapa data
jenis material yang digunakan oleh proyek sebagai sampling.
Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini
adalah data material reject. Dari data tersebut akan dilakukan pencatatan berapa
kali intensitas terjadinya material ditolak dan apa penyebab material tersebut
ditolak. Data tersebut akan diperlengkapi dengan hasil wawancara terkait dengan
objektif dari indikator ini sebagai bahan pelengkap dan pembanding.
Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat intensitas terjadinya reject material
(pengukuran kuantitatif). Termasuk mengidentifikasi penyebab terjadinya reject
tersebut, dampak dan solusi seperti apa yang saat ini telah dilakukan untuk
meminimalkan terjadinya reject material tersebut (pengukuran kualitatif).
INDIKATOR 8 : Inventory material.
Inventory adalah material yang digunakan tetapi kedatangannya di site terlalu
cepat dari waktu yang dijadwalkan atau tidak langsung digunakan (misal karena
jadwal pemasangan terlambat), sehingga menumpuk di gudang serta
menimbulkan tambahan biaya, tempat dan untuk mengelolanya. Sama dengan
rejects material sebelumnya, maka inventory juga temasuk dalam salah satu dari 7
(tujuh) kategori waste yang dikategorikan sebagai non-value adding activities
didalam sistem produksi yang dikembangkan Toyota.
Berdasarkan definisi diatas, maka indikator ini dikembangkan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya inventory yang menumpuk di gudang. Penilaian
akan dibatasi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu
siklus keseluruhan proyek), selain itu pengumpulan data juga hanya akan
dilakukan terhadap satu atau beberapa data jenis material yang digunakan oleh
proyek sebagai sampling. Jika dikaitkan dengan konsep lean construction, maka
indikator ini akan mendukung terhadap prinsip flow karena semakin kecil atau
80
bahkan tidak adanya meterial yang menumpuk di gudang, maka usaha yang
dilakukan pihak manajemen proyek untuk mengelola inventory yang dimilikinya
telah berjalan dengan baik dan hal ini pada akhirnya akan mendukung terhadap
kelancaran flow keseluruhan proses produksi.
Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini
adalah data inventory di gudang yang terkait dengan satu atau beberapa jenis
material yang digunakan oleh proyek yang telah ditentukan sebagai sampling
untuk penelitian ini. Dari data tersebut akan dilakukan pencatatan berapa volume
suatu material sisa menumpuk di gudang, dan berapa total volume material yang
sisanya menumpuk di gudang tersebut, selain itu penilaian juga akan dibatasi
untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus
keseluruhan proyek). Data kemudian akan dilengkapi dengan hasil wawancara
terkait dengan objektif dari indikator ini sebagai bahan pelengkap dan
pembanding.
Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat persentase inventory yang
menumpuk di gudang, mengidentifikasi apa saja jenisnya, apa penyebab
terjadinya, permasalahan/dampak apa yang timbul dan solusi seperti apa yang saat
ini telah dilakukan (pengukuran kualitatif).
INDIKATOR 9 : Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan
pelaksanaan.
Untuk memberikan fasilitas dalam pembagian informasi, maka Nicolini (2001)
menyarankan untuk menggunakan sistem cluster (kluster), yaitu sebuah organisasi
temporer terdiri atas perencana (tim desain) dan supplier untuk mendukung
kolaborasi intensif antara berbagai disiplin. Hal ini juga bisa diterapkan didalam
menyusun perencanaan untuk pelaksanaan di lapangan, sehingga pihak perencana
yang dimaksud di sini tidak hanya terbatas pada kontraktor utama saja, tetapi
diperluas termasuk sub kontraktor, atau bahkan supplier material yang juga
terlibat.
81
Dengan dilakukannya perluasan, maka akan terjadi penambahan suatu koreksi
terhadap kesalahan dan pemecahan masalah yang biasanya timbul di proyek
berdasarkan pengalaman masing-masing pihak yang terkait. Selain itu dengan
memberikan tanggungjawab pada para pihak yang terkait (berkepentingan)
langsung dalam proses perencanaan, maka secara tidak langsung para pihak
terkait tersebut juga telah ikut berpartisipasi dalam kelancaran keseluruhan proses
produksi. Dari uraian tersebut sudah jelas terlihat bahwa jika dikaitkan dengan
konsep lean construction, maka indikator ini dikembangkan untuk mendukung
terhadap prinsip conversion, karena dengan diikutsertakannya sub kontraktor, atau
bahkan supplier material didalam perencanaan untuk pelaksanaan, maka dapat
disimpulkan bahwa telah dilakukan optimalisasi penggunaan sumberdaya dengan
baik pada proyek yang bersangkutan demi kelancaran pelaksanaan keseluruhan
peyelesaian konstruksi.
Indikator ini dikembangkan untuk mengidentifikasi ada tidaknya keikutsertaan
kontraktor, sub kontraktor, dan supplier material yang melaksanakan pekerjaan
(yang telah ditentukan sebelumnya sebagai sampling) di dalam perencanaan.
Penilaian yang dilakukan hanya berbentuk kualitatif saja. Jenis data yang
mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah catatan
keikutsertaan subkontraktor dalam perencanaan untuk pelaksanaan, yang
kemudian dilengkapi dengan hasil wawancara terkait dengan objektif dari
indikator ini sebagai bahan pelengkap dan pembanding.
Objektif dari indikator ini adalah mengidentifikasi ada tidaknya keikutsertaan
subkontraktor yang melaksanakan pekerjaan (yang telah ditentukan sebelumnya)
di dalam perencanaan, dampak apa yang dirasakan terhadap kelancaran
pelaksanaan pekerjaan tersebut (pengukuran kualitatif).
INDIKATOR 10 : Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor &
dari kontraktor kepada supplier.
Value merupakan nilai yang ditentukan oleh konsumen yang merupakan
kebutuhan yang harus diterima secara spesifik sesuai dengan spesifikasi, waktu,
tempat dan biaya yang telah ditentukan. Tidak tercapainya value yang sesuai
82
dengan yang diinginkan seringkali terjadi pada proyek konstruksi yang masih
menggunakan sistem manajemen konstruksi tradisional didalam sistem
koordinasinya. Hal ini tercermin dari banyaknya complaints yang terjadi dari
pihak owner terhadap pihak kontraktor maupun dari pihak kontraktor terhadap
supplier.
Koordinasi untuk penyelesaian pekerjaan di manajemen konstruksi tradisional
masih bersifat sentralisasi, dimana semua pekerjaan dikendalikan dari pusat
perencanaan yang dilakukan hanya oleh satu orang, yaitu yang bertindak sebagai
manajer lapangan. Padahal prinsip sistem koordinasi yang bersifat desentralisasi,
dimana koordinasi secara global dilakukan melalui pusat perencanaan (central
schedule), namun detail dan flow pekerjaannya tetap dikembangkan oleh pihak-
pihak otonom yang dalam pengembangan detailnya tetap memperhatikan tujuan
central schedule seharusnya dilakukan agar komitmen bersama untuk
meningkatkan value bagi owner secara bersama-sama bisa terjadi. Dari uraian
tersebut sudah jelas terlihat bahwa jika dikaitkan dengan konsep lean
construction, maka indikator ini dikembangkan untuk mendukung terhadap
prinsip value.
Indikator ini dikembangkan untuk mengidentifikasi ada tidaknya complaints dari
owner terhadap pihak kontraktor, maupun dari kontraktor terhadap suppliernya,
berkaitan dengan pekerjaan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai sampling
untuk penelitian ini. Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif
untuk indikator ini adalah data complaints dari owner terhadap pihak kontraktor
yang terjadi maupun dari kontraktor terhadap suppliernya, dari data tersebut
kemudian bisa diketahui berapa kali intensitas masing-masing komplain tersebut
terjadi, juga dilengkapi dengan hasil wawancara terkait dengan objektif dari
indikator ini sebagai bahan pelengkap dan pembanding. Penilaian akan dibatasi
untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus
keseluruhan proyek).
Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat ada tidaknya dan berapa kali
komplain dari owner terhadap pihak kontraktor terjadi (pengukuran kuantitatif).
83
Termasuk mengidentifikasi apa penyebab terjadinya komplain & solusi apa yang
dilakukan sebagai tindak lanjut dari komplain tersebut (pengukuran kualitatif).
Sedangkan susunan masing-masing indikator penilaian efektifitas dan efisiensi
supply chain disajikan dalam kolom (2) Tabel 4.1. Sedangkan dalam kolom (3)
diuraikan mengenai uraian singkat dari masing-masing indikator yang terdiri dari
definisi, objektif, jenis data untuk penilaian kuantitatif, jenis data untuk penilaian
kualitatif serta keterkaitannya dengan lean construction.
Pada Tabel 4.2 diuraikan mengenai keterkaitan antar indikator penilaian
(kolom 1) dengan jenis data yang diperlukan untuk mendukungnya (kolom 2),
bentuk rumus matematis untuk penilaian kuantitatif (kolom 3) serta bagaimana
bentuk penilaian yang dilakukan di masing-masing indikator apakah kuantitatif,
kualitatif atau keduanya (kolom 4).
Sepuluh indikator diatas kemudian akan digunakan untuk mengkaji bentuk
hubungan yang paling efisien untuk pihak-pihak yang terlibat di suatu proyek
konstruksi (yaitu hubungan antara pemilik dan kontraktor, antara kontraktor dan
subkontraktor, antara kontraktor dan pemasok), sehingga pada akhirnya dapat
diidentifikasi berbagai metoda yang sesuai dalam pengelolaan supply chain
konstruksi di Indonesia.
84
Tabel. 4.1. Susunan indikator penilaian efektifitas dan efisiensi supply chain pada proyek konstruksi bangunan gedung
No. Indikator Deskripsi
1.
Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja
Definisi : Indikator ini digunakan untuk melihat intensitas terjadinya perubahan/ revisi terhadap rencana kerja kontraktor yang dibuat sebagai acuan pelaksanaan di lapangan, seperti perubahan desain sehingga mengakibatkan terjadinya pekerjaan tambah kurang (Variation Order atau Change Order). Objektif : Melihat intensitas terjadinya perubahan/revisi terhadap rencana kerja kontraktor atau terjadinya pekerjaan tambah kurang (pengukuran kualitatif). Termasuk juga mengidentifikasi penyebab terjadinya perubahan/ revisi serta dampak yang dirasakan proyek akibat adanya perubahan/revisi tersebut (pengukuran kualitatif). Jenis data untuk penilaian kuantitatif : Data Variation Order atau Change Order. Dari data tersebut akan dilihat berapa kali Variation Order atau Change Order terjadi pada suatu kurun waktu tertentu (penilaian tidak dilakukan terhadap keseluruhan waktu siklus proyek). Jenis data untuk penilaian kualitatif : Hasil wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini. Keterkaitan dengan lean construction : Mendukung terhadap prinsip flow.
2. Intensitas kendala selama pelaksanaan pekerjaan
Definisi : Kendala merupakan kondisi-kondisi eksisting di lapangan yang bisa mengganggu flow pekerjaan seperti ketersediaan sumberdaya yang minim (kurang dari yang dibutuhkan), disain gambar yang belum selesai, persetujuan dari klien, belum selesainya pekerjaan yang mendahului (downstream), dan lain-lain. Sehingga berdasarkan definisi tersebut diatas, maka indikator ini akan digunakan untuk mengidentifikasi kendala yang terjadi selama proses penyelenggaraan proyek konstruksi berlangsung.. Objektif : Melihat intensitas terjadinya kendala selama pelaksanaan satu pekerjaan tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (pengukuran kuantitatif). Termasuk juga identifikasi mengenai jenis kendala yang terjadi, apa penyebabnya, permasalahan/dampak yang ditimbulkan dan solusi penyelesaiannya (pengukuran kualitatif). Jenis data untuk penilaian kuantitatif : Daftar kendala yang terjadi selama masa pelaksanaan. Dari data tersebut akan dilihat berapa kali kendala terjadi pada suatu kurun waktu tertentu (penilaian tidak dilakukan terhadap keseluruhan waktu siklus proyek). Jenis data untuk penilaian kualitatif : Hasil wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini. Keterkaitan dengan lean construction : Mendukung terhadap prinsip flow.
85
No. Indikator Deskripsi
3. Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat
Definisi : Proyek konstruksi dengan karakteristiknya yang dinamis dan kompleks menuntut adanya struktur komunikasi yang baik, sehingga adanya pengembangan mengenai penyusunan perencanaan ke depan dan perencanaan kerja mingguan yang terorganisir dengan baik, yang memungkinkan para pelaku proyek berbagi informasi tentang jadwal terakhir dan konflik yang mungkin terjadi perlu dilakukan, minimal dengan melakukan rapat koordinasi antar pihak yang terlibat secara intensif, kerena rapat ini dapat mengidentifikasi permasalahan dan mencari penyebab serta solusi untuk meningkatkan sistem produksi agar lebih efisien. Objektif : Melihat ada tidaknya rapat yang dilakukan antar pihak yang terlibat terkait dengan pekerjaan tertentu, apa jenisnya dan berapa kali (intensitas) masing-masing jenis rapat tersebut biasa dilakukan selama kurun waktu tertentu (pengukuran kuantitatif). Termasuk mengidentifikasi sifat rapat, peserta rapat serta pengaruh yang dirasakan dengan adanya rapat terhadap kelancaran pekerjaan tersebut (pengukuran kualitatif). Jenis data untuk penilaian kuantitatif : Data risalah jenis-jenis rapat yang dilakukan selama masa pelaksanaan. Dari data tersebut akan dilihat intensitas dari masing-masing rapat rutin yang biasa dilakukan di proyek. Penilaian akan dibatasi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek). Jenis data untuk penilaian kualitatif : Hasil wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini. Keterkaitan dengan lean construction : Mendukung terhadap prinsip flow.
4. Intensitas defect pekerjaan
Definisi : Defect adalah cacat-cacat pekerjaan (ketidaksesuaian dengan instruksi kerja/spesifikasi teknis yang telah diberikan) yang dilakukan oleh subkontraktor, sehingga diharuskan kepada subkontraktor tersebut untuk melakukan perbaikan/ penggantian. Indikator ini ditetapkan guna mengukur intensitas terjadinya defect terkait dengan suatu pekerjaan yang dilakukan pada saat proses konstruksi berlangsung. Melalui indikator ini bisa terukur bagaimana kesesuaian antara perencanaan dengan mutu pekerjaan yang dihasilkan pada pekerjaan yang dilakukan oleh subkontraktor sehingga gambaran sekilas tentang seberapa baik kinerja subkontraktor dalam melaksanakan pekerjaan dapat diperoleh. Objektif : Melihat intensitas terjadinya defect, dari sini akan terlihat apakah sudah terjadi kesesuaian antara perencanaan dengan mutu pekerjaan yang dihasilkan pada yang dilakukan oleh subkontraktor, sehingga bisa teridentifikasi seberapa baik kinerja subkontraktor dalam melaksanakan pekerjaan tersebut (pengukuran kuantitatif). Termasuk mengidentifikasi penyebab terjadinya defect tersebut, dampak apa yang timbul akibat terjadinya defect ini terhadap pekerjaan/pihak lain dan solusi apa yang dilakukan untuk menyelesaikannya (pengukuran kualitatif). Jenis data untuk penilaian kuantitatif : Data catatan hasil pengawasan yang dilakukan oleh proyek, dari data tersebut akan dilihat berapa kali intensitas kegagalan subkontraktor dalam melalui inspeksi dan tes yang dilakukan terhadap hasil pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Jenis data untuk penilaian kualitatif : Hasil wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini. Keterkaitan dengan lean construction : Mendukung terhadap prinsip conversion dan value.
86
No. Indikator Deskripsi
5. Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material
Definisi : Indikator ini digunakan untuk mengukur kinerja supplier dalam memenuhi permintaan yang dipesan oleh proyek. Aliran material merupakan salah satu jenis aliran didalam supply chain yang harus dikelola dengan baik sehingga efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi dapat terus meningkat. Di dalam suatu supply chain yang baik terdapat sistem pasokan yang harus didefinisikan, dirancang, dan diimplementasikan untuk mendapatkan aliran yang efektif dari material, informasi dan dana pada suatu supply chain. Oleh karena itu pengukuran terhadap seberapa baik kinerja supplier dalam memenuhi permintaan proyek perlu dilakukan karena dengan dilakukannya pengukuran tersebut diharapkan akan didapat gambaran secara umum mengenai kelancaran aliran material di proyek yang bersangkutan. Objektif : Mengukur seberapa baik kinerja supplier didalam memenuhi jadwal pengiriman material yang dibuat oleh proyek. Jadi disini akan dilakukan pengamatan berapa kali intensitas terjadinya satu barang/ material tertentu tidak datang tepat waktu sesuai dengan jadwal (pengukuran kuantitatif). Termasuk juga mengidentifikasi apa penyebab terjadinya ketidaksesuaian (jika terjadi), permasalahan/dampak yang timbul dari terjadinya ketidaksesuaian tersebut terhadap proyek serta solusi apa yang telah dilakukan proyek untuk menanggulanginya (pengukuran kualitatif). Jenis data untuk penilaian kuantitatif : Purchase Order (PO). Dari kedua jenis data tersebut akan dilakukan pencatatan kapan waktu pemesanan dilakukan, kapan waktu pengiriman dilakukan dan kapan waktu material diterima. Jenis data untuk penilaian kualitatif : Hasil wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini. Keterkaitan dengan lean construction : Mendukung terhadap prinsip conversion dan flow.
6.
Waktu tenggang (lead time) antara pemesanan (order) dan pengiriman (deliver)
Definisi : Lead time adalah waktu tenggang untuk mendapatkan produk yang dipesan. Berdasarkan definisi tersebut, maka indikator ini akan digunakan untuk mengukur persentase kapan material datang tidak tepat waktu dan melewati waktu tenggang yang telah diberikan, selama proses pasokan material tersebut berlangsung. Hal yang perlu mendapat perhatian disini adalah penyebab dari lama ataupun sebentarnya waktu tenggang itu terjadi. Oleh karena itu selain melakukan pencatatan terhadap berapa lama waktu tenggang yang terjadi dan berapa kali ketidaksesuaian kedatangan material yang melewati waktu tenggang, maka perlu juga dilakukan identifikasi pihak mana yang mengakibatkan ketidaksesuaian kedatangan material yang melewati waktu tenggang yang diberikan. Objektif : Objektif dari indikator ini adalah ingin mengukur ketidaksesuaian material datang tidak tepat waktu dan melewati waktu tenggang yang telah diberikan (pengukuran kuantitatif). Termasuk juga mengidentifikasi apa penyebab terjadinya ketidaksesuaian tersebut, apa dampaknya terhadap proyek serta solusi apa yang telah dilakukan (pengukuran kualitatif). Jenis data untuk penilaian kuantitatif : Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah Purchase Order (PO) dan data monitoring kedatangan material. Dari kedua jenis data tersebut akan dilakukan pencatatan berapa lama waktu tenggang terjadi dan intensitas kedatangan material di site tidak sesuai menurut jadwal dan melewati waktu tenggang yang telah diberikan. Sehingga dapat diketahui kapan material datang tidak tepat waktu dan juga melewati waktu tenggang yang telah diberikan. Jenis data untuk penilaian kualitatif : Hasil wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini. Keterkaitan dengan lean construction : Mendukung terhadap prinsip flow.
87
No. Indikator Deskripsi
7. Intensitas kejadian reject material
Definisi : Reject material adalah material/produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diberikan atau tidak sesuai dengan yang diharapkan (material yang rusak/cacat pada saat diterima di proyek) sehingga kemungkinan material/produk tersebut akan langsung di kembalikan atau diperbaiki sebelum diterima. Berdasarkan definisi diatas, maka indikator ini dikembangkan untuk mengidentifikasi intensitas terjadinya reject terhadap suatu material yang digunakan di proyek. Objektif : Melihat intensitas terjadinya reject material (pengukuran kuantitatif). Termasuk mengidentifikasi penyebab terjadinya reject tersebut, dampak dan solusi seperti apa yang saat ini telah dilakukan untuk meminimalkan terjadinya reject material tersebut (pengukuran kualitatif). Jenis data untuk penilaian kuantitatif : Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah data material reject. Dari data tersebut akan dilakukan pencatatan berapa kali intensitas terjadinya material ditolak dan apa penyebab material tersebut ditolak. Jenis data untuk penilaian kualitatif : Hasil wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini. Keterkaitan dengan lean construction : Mendukung terhadap prinsip conversion dan flow.
8. Inventory material
Definisi : Inventory adalah material yang digunakan tetapi kedatangannya di site terlalu cepat dari waktu yang dijadwalkan atau tidak langsung digunakan (misal karena jadwal pemasangan terlambat), sehingga menumpuk di gudang serta menimbulkan tambahan biaya, tempat dan untuk mengelolanya. Berdasarkan definisi diatas, maka indikator ini dikembangkan untuk mengidentifikasi ada tidaknya inventory yang menumpuk di gudang. Objektif : Objektif dari indikator ini adalah ingin melihat persentase inventory yang menumpuk di gudang, mengidentifikasi apa saja jenisnya, apa penyebab terjadinya, permasalahan/dampak apa yang timbul dan solusi seperti apa yang saat ini telah dilakukan (pengukuran kualitatif). Jenis data untuk penilaian kuantitatif : Jenis data yang mendukung terhadap penilaian kuantitatif untuk indikator ini adalah data inventory material. Dari data tersebut akan dilakukan pencatatan berapa volume suatu material sisa menumpuk di gudang, dan berapa total volume material yang sisanya menumpuk di gudang tersebut. Jenis data untuk penilaian kualitatif : Hasil wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini. Keterkaitan dengan lean construction : Mendukung terhadap prinsip flow.
88
No. Indikator Deskripsi
9.
Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan
Definisi : Untuk memberikan fasilitas dalam pembagian informasi disarankan untuk menggunakan sistem cluster (kluster), yaitu sebuah organisasi temporer terdiri atas perencana (tim desain) dan supplier untuk mendukung kolaborasi intensif antara berbagai disiplin. Hal ini juga bisa diterapkan didalam menyusun perencanaan untuk pelaksanaan di lapangan, sehingga pihak perencana yang dimaksud di sini tidak hanya terbatas pada kontraktor utama saja, tetapi diperluas termasuk sub kontraktor, atau bahkan supplier material yang juga terlibat. Dengan dilakukannya perluasan, maka akan terjadi penambahan suatu koreksi terhadap kesalahan dan pemecahan masalah yang biasanya timbul di proyek berdasarkan pengalaman masing-masing pihak yang terkait. Selain itu dengan memberikan tanggungjawab pada para pihak yang terkait (berkepentingan) langsung dalam proses perencanaan, maka secara tidak langsung para pihak terkait tersebut juga telah ikut berpartisipasi dalam kelancaran keseluruhan proses produksi. Objektif : Mengidentifikasi ada tidaknya keikutsertaan subkontraktor yang melaksanakan pekerjaan (yang telah ditentukan sebelumnya) di dalam perencanaan, dampak apa yang dirasakan terhadap kelancaran pelaksanaan pekerjaan tersebut (pengukuran kualitatif). Jenis data untuk penilaian kualitatif : Hasil wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini. Keterkaitan dengan lean construction : Mendukung terhadap prinsip conversion.
10.
Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier
Definisi : Value merupakan nilai yang ditentukan oleh konsumen yang merupakan kebutuhan yang harus diterima secara spesifik sesuai dengan spesifikasi, waktu, tempat dan biaya yang telah ditentukan. Tidak tercapainya value yang sesuai dengan yang diinginkan seringkali terjadi pada proyek konstruksi yang masih menggunakan sistem manajemen konstruksi tradisional didalam sistem koordinasinya. Hal ini tercermin dari banyaknya complaints yang terjadi dari pihak owner terhadap pihak kontraktor maupun dari pihak kontraktor terhadap supplier. Indikator ini dikembangkan untuk mengidentifikasi ada tidaknya complaints dari owner terhadap pihak kontraktor, maupun dari kontraktor terhadap suppliernya, berkaitan dengan hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukannya. Objektif : Melihat ada tidaknya dan berapa kali komplain dari owner terhadap pihak kontraktor dan pihak kontraktor terhadap supplier terjadi (pengukuran kuantitatif). Termasuk mengidentifikasi apa penyebab terjadinya komplain & solusi apa yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari komplain tersebut (pengukuran kualitatif). Jenis data untuk penilaian kuantitatif : Data complaints dari owner terhadap pihak kontraktor yang terjadi maupun dari kontraktor terhadap suppliernya, dari data tersebut kemudian bisa diketahui berapa kali intensitas masing-masing komplain tersebut terjadi. Penilaian akan dibatasi untuk suatu kurun waktu tertentu (tidak dilakukan terhadap waktu siklus keseluruhan proyek). Jenis data untuk penilaian kualitatif : Hasil wawancara terpadu dengan pihak-pihak terlibat di proyek yang menjadi studi kasus (site manager, project manager, maupun divisi logistik) yang lingkupnya terkait dengan objektif dari indikator ini. Keterkaitan dengan lean construction : Mendukung terhadap prinsip value.
89
Tabel. 4.2. Keterkaitan antar indikator penilaian, jenis data yang diperlukan, rumus penilaian kuantitatif dan bentuk penilaian yang dilakukan
Indikator Jenis data yang diperlukan Rumus penilaian kuantitatif Bentuk Penilaian 1. Intensitas perubahan/revisi
terhadap rencana kerja Data Variation Order (VO) atau Change Order (CO) Kuantitatif/Kualitatif
2. Intensitas kendala selama pelaksanaan pekerjaan
Daftar kendala yang terjadi selama masa pelaksanaan Kuantitatif/Kualitatif
3. Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat
Data risalah jenis-jenis rapat yang dilakukan selama masa pelaksanaan Kuantitatif/Kualitatif
4. Intensitas defect pekerjaan Data catatan hasil pengawasan yang dilakukan proyek terkait inspeksi dan tes terhadap subkontraktor
Kuantitatif/Kualitatif
5. Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material
Purchase Order (PO) Kuantitatif/Kualitatif
6. Waktu tenggang (lead time) antara pemesanan (order) dan pengiriman (deliver)
Purchase Order (PO) dan data monitoring kedatangan material Kuantitatif/Kualitatif
7. Intensitas kejadian reject material Data material reject Kuantitatif/Kualitatif
8. Inventory material Data inventory material di gudang
Kuantitatif/Kualitatif
9. Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan
Catatan keikutsertaan subkontraktor dalam perencanaan pelaksanaan Kualitatif
10. Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier
Daftar complaints yang terjadi selama masa pelaksanaan Kuantitatif/Kualitatif
90
top related