bab v transformasi sosial ekonomi · pdf filedi antaranya dapat terlihat pada migrasi,...
Post on 11-Feb-2018
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB V
TRANSFORMASI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
SEKITAR PENGEMBANGAN LAHAN SKALA BESAR
BUMI SERPONG DAMAI (BSD)
Melalui tinjauan literatur yang telah dilakukan, ada beberapa perubahan sosial
ekonomi yang terjadi pada wilayah peri-urban. Perubahan atau transformasi tersebut
di antaranya dapat terlihat pada migrasi, struktur mata pencaharian, serta struktur
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Berbagai komponen tersebut diuraikan
lebih lanjut dalam sejumlah sub-bab pada pembahasan ini. Oleh karena tidak
tersedianya data sekunder yang dibutuhkan, maka studi kali ini menggunakan data-
data responden dari hasil survei primer (rumah tangga) untuk menjelaskan
transformasi yang terjadi. Dalam hal migrasi, di antaranya dijelaskan mengenai
jumlah perpindahan yang dilakukan responden pendatang, tahun dilakukannya
perpindahan, proporsi rumah tangga pendatang, tempat asal, dan sebagainya.
Sementara dalam sub-bab struktur mata pencaharian, dijelaskan mengenai perubahan-
perubahan yang terjadi dalam struktur mata pencaharian rumah tangga, salah satunya
adalah tentang dominannya sektor tersier dan sekunder sehingga menggeser
keberadaan sektor primer yang dulu banyak digeluti oleh masyarakat di wilayah
studi. Sedangkan dalam hal pendapatan dan pengeluaran, dijelaskan mengenai
perubahan struktur pendapatan dan juga perubahan struktur pengeluaran rumah
tangga dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, di antaranya adalah mengenai
peningkatan alokasi pengeluaran rumah tangga untuk berbagai kebutuhan non-primer
seiring dengan perkembangan yang terjadi di wilayah studi.
V.1. Identifikasi Migrasi Masyarakat Sekitar Pengembangan Lahan Skala
Besar Bumi Serpong Damai
Dalam karakteristik migrasi ini dibahas mengenai beberapa hal, di antaranya adalah
proporsi rumah tangga pendatang, tahun tinggal pertama kali di wilayah studi, jumlah
perpindahan yang dilakukan, tahun perpindahan, tempat tinggal asal, alasan pindah
73
serta pihak yang mengajak pindah. Dikarenakan tidak tersedianya data sekunder yang
mampu menjelaskan migrasi masyarakat di wilayah studi, seperti jumlah penduduk
masuk dan keluar, tempat asal pendatang, dan sebagainya, maka studi ini didukung
oleh survei primer (kuesioner rumah tangga) yang diharapkan mampu membantu
mengidentifikasi karakteristik migrasi masyarakat di sekitar pengembangan lahan
skala besar BSD. Di samping itu, pada bagian ini juga dilakukan analisis sebaran data
dengan menggunakan tabulasi silang (crosstab) untuk melihat lebih jauh mengenai
karakteristik masyarakat pendatang di wilayah studi.
V.1.1. Proporsi Rumah Tangga Pendatang
Penduduk asli dalam hal ini merupakan responden rumah tangga (diwakili oleh
kepala keluarga) yang sejak lahir telah bertempat tinggal di wilayah studi dan tidak
pernah pindah (keluar) dari kelurahan tempat mereka tinggal. Sedangkan penduduk
pendatang dalam studi ini merupakan responden rumah tangga (diwakili oleh kepala
keluarga) yang sejak keluarga tersebut terbentuk pernah melakukan perpindahan, baik
sekali ataupun lebih, dan perpindahan yang dilakukan minimal keluar dari kelurahan
wilayah studi.
46.8%53.2%
Penduduk asli
Penduduk pendatang
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.1. Perbandingan Responden Penduduk
Pendatang dan Penduduk Asli Tahun
2006
Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa antara komposisi responden penduduk
pendatang dan penduduk asli di wilayah studi hampir sama atau tidak begitu jauh
perbedaannya. Responden penduduk pendatang 6,4% lebih banyak daripada
responden penduduk asli (lihat Gambar V.1). Ini menunjukkan bahwa wilayah studi
secara signifikan diwarnai oleh adanya migrasi yang masuk ke kelurahan-kelurahan
74
wilayah studi. Komposisi pendatang dan penduduk asli tersebut sejalan dengan apa
yang disampaikan Bowder dan Bohland (1990) di dalam artikelnya, bahwa sebagian
besar penduduk di daerah pinggiran merupakan pendatang yang berasal dari pedesaan
maupun perkotaan. Sehubungan migrasi yang terjadi di wilayah studi, Bryant dkk
(1982), Russwurm (1977), Iaquinta & Drescher (2000), dan lain-lain, melihat migrasi
sebagai salah satu komponen penting yang mempengaruhi proses peri-urbanisasi
pada suatu wilayah. Untuk itu di sini nampak bahwa migrasi secara langsung ataupun
tidak langsung membawa perubahan bagi masyarakat di sekitar pengembangan lahan
skala besar BSD, terutama dalam hal sosial ekonominya.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
1936
1938
1940
1942
1944
1946
1948
1950
1952
1954
1956
1958
1960
1962
1964
1966
1968
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Pro
sen
tase
Total Responden Responden Penduduk Asli Responden Pendatang
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.2. Perubahan Prosentase Pendatang, Penduduk Asli, serta Total Responden yang
Tinggal di Wilayah Studi dari Tahun ke Tahun
Salah satu perubahan sosial yang dapat dilihat dengan mudah dan nyata pada
masyarakat sekitar pengembangan lahan skala besar adalah berkenaan dengan
pertambahan penduduknya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa pertambahan
penduduk di wilayah studi diwarnai oleh adanya migrasi yang masuk ke sekitar
pengembangan BSD. Hal ini pula yang tampaknya ditunjukkan dari hasil responden
mengenai tahun tinggal pertama kali (lihat Gambar V.2 dan Gambar V.3). Dari
gambaran tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah responden yang
75
tinggal di wilayah studi terus meningkat. Prosentase responden penduduk asli yang
tinggal di wilayah studi mengalami peningkatan dari tahun 1930-an hingga tahun
1980-an. Hal yang sama juga terjadi pada responden pendatang yang pindah ke
wilayah studi, dengan prosentase yang terus meningkat dari tahun 1980-an hingga
tahun 2005. Dari data tersebut juga dapat diketahui bahwa sejak tahun 2000-an
proporsi responden pendatang lebih besar daripada proporsi renponden yang
merupakan penduduk asli. Hal ini sekali lagi memperkuat identifikasi bahwa
peningkatan jumlah penduduk di sekitar pengembangan lahan skala besar, selain
dipengaruhi oleh pertumbuhan alami (kelahiran) juga dipengaruhi oleh adanya
migrasi.
V.1.2. Tahun Tinggal Pertama Kali di Wilayah Studi
Dari survei primer diketahui bahwa responden pendatang ada yang mulai masuk atau
tinggal di wilayah studi sejak tahun 1961, yakni jauh sebelum BSD dikembangkan,
dan ada pula yang baru pindah ke wilayah studi pada tahun 2005 (lihat Gambar V.3).
Jika menelusuri migrasi responden pendatang ini dari tahun 1960 sampai dengan
tahun 2006, nampak bahwa jumlah ataupun prosentase responden pendatang yang
pindah ke sekitar pengembangan lahan skala besar BSD mulai meningkat pada awal
tahun 1990-an, yakni pada tahun 1991, 1992, 1993, 1994, dan mengalami puncaknya
pada tahun 1995. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tahun tinggal pertama kali
responden pendatang ke sekitar pengembangan lahan BSD, dapat dilihat pada bagian
Lampiran D.
Peningkatan tersebut tampaknya tidak terlepas dari pengembangan BSD yang mulai
dilakukan pada awal 1990-an atau tepatnya pada tanggal 16 Januari 1989. Dari
pengembangan yang dilakukan, pada di awal tahun 1990-an, mulai nampak berbagai
pembangunan pada sektor-sektor BSD, akses yang semakin membaik, kelengkapan
sarana prasarana yang dibangun untuk mendukung fungsi BSD, tumbuhnya industri
yang membuka peluang mata pencaharian bagi masyarakat dan sebagainya. Hal ini
membuat kawasan BSD maupun sekitarnya banyak didatangi oleh para pendatang
atau dengan kata lain terdapat arus migrasi yang mengarah ke wilayah ini, terlebih
76
lagi sejak awal peluncurannya pengembangan BSD ini cukup menuai kesuksesan.
Untuk itu tidak mengherankan jika dalam kurun 1991 sampai dengan 1995 prosentase
masuknya pendatang ke wilayah sekitar pengembangan lahan skala besar BSD pun
semakin lama semakin besar. Berdasarkan hasil survei tahun 2006, arus pendatang
tersebut terus berlangsung hingga tahun 2005 dan tampaknya hal ini tidak terlepas
dari terus tumbuhnya industri atau sektor mata pencaharian lainnya yang memberikan
peluang pekerjaan bagi masyarakat. Untuk faktor-faktor yang mempengaruhi
pendatang tinggal di wilayah studi akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian lain
dalam sub-bab ini (sub-bab V.1.5. mengenai alasan pindah).
Tahun pertama kali tinggal di wilayah studi
2005200019951990198519801975197019651960
Pe
rcen
t
12.5%
10.0%
7.5%
5.0%
2.5%
0.0%
Diresmikannya kawasan BSD
Tahap I Pengembangan
BSD
Tahap II Pengembangan
BSD
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.3. Tahun Tinggal Responden Pertama Kali di Wilayah Studi
V.1.3. Jumlah Perpindahan yang Dilakukan
Melalui hasil survei yang dilakukan, diketahui bahwa responden pendatang di
wilayah studi ada yang melakukan perpindahan sebanyak satu, dua bahkan tiga kali,
sebelum akhirnya memilih bertempat tinggal di wilayah studi yang berada di sekitar
77
pengembangan lahan skala besar BSD. Dari sejumlah perpindahan tersebut, sebagian
besar (87,9%) melakukan perpindahan sebanyak satu kali, yakni dari tempat asal
langsung menuju ke wilayah sekitar pengembangan BSD. Hanya sebagian kecil
(1,9%) responden pendatang yang melakukan perpindahan sebanyak tiga kali.
Gambaran prosentase jumlah perpindahan responden pendatang dapat dilihat melalui
Gambar V.4.
87.9%
10.3%1.9%
1 kali
2 kali
3 kali
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.4. Jumlah Perpindahan Responden
Pendatang
V.1.4. Tempat Tinggal Asal dan Tujuan Pendatang
Berikut ini dijelaskan mengenai tempat tinggal responden pendatang tepat sebelum
pindah ke wilayah studi serta wilayah-wilayah yang pernah ditempati oleh responden
pendatang sebelum akhirnya tinggal di wilayah studi. Penjelasan ini dibagi menjadi
dua bagian, yaitu tempat tinggal asal dan tempat tujuan.
Tempat tinggal asal
Berdasarkan hasil survei, responden pendatang yang kini tinggal di sekitar
pengembangan lahan BSD sebelumnya tinggal di beberapa tempat, baik yang
lokasinya dekat dengan pengembangan lahan BSD maupun yang jauh dari BSD. Dari
hasil survei, sebagian besar responden pendatang sebelumnya bertempat tinggal di
lokasi yang relatif dekat dengan wilayah sekitar BSD, yakni di Tangerang (30,8%)
dan Jakarta (27,1%). Sementara itu ada pula yang dulunya yang tinggal di Jawa
Tengah (14,0%), Jawa Barat (10,3%), Bogor (5,6%), Sumatera (4,7%), Jawa Timur
(3,7%), Depok (1,9%) dan Bekasi (1,9%). Lebih jelasnya mengenai tempat tinggal
sebelumnya bagi para pendatang ini, dapat dilihat pada Gambar V.5.
78
27.1%
5.6%
1.9%
30.8%
1.9%
10.3%
14.0%
3.7%
4.7%
0.0%
0.0% Jakarta
Bogor
Depok
Tangerang
Bekasi
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Sumatera
Sulawesi
Kalimantan
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.5. Tempat Tinggal Responden
Pendatang Sebelum Pindah ke
Wilayah Studi
Responden yang sebelumnya tinggal di Jakarta meliputi berbagai wilayah antara lain
Jakarta Selatan (seperti Kebayoran, Pasar Minggu dan Mampang), Jakarta Barat
(seperti Grogol), Jakarta Timur (seperti Kampung Melayu) dan Jakarta Pusat.
Responden yang berasal dari Tangerang meliputi beberapa lokasi seperti Ciputat,
Cipondoh, Jatiuwung, Legok, Pamulang bahkan dari Serpong sendiri (hanya pindah
kelurahan). Responden yang berasal dari Jawa Tengah (Propinsi Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta) diantara adalah dari Brebes, Banyumas, Yogyakarta, Surakarta, Sragen,
Kebumen dan Purworejo. Adapun untuk Jawa Barat dalam hal ini adalah wilayah-
wilayah di Jawa Barat yang tidak termasuk dalam BODETABEK, di antaranya
berasal dari Sukabumi, Cirebon, Krawang, Garut dan Ciamis. Responden yang
berasal dari Sumatera di antaranya adalah dari Sumatera Barat (Padang), Sumatera
Selatan (Palembang) dan Riau. Responden yang berasal dari Jawa Timur di antaranya
adalah dari Surabaya, Madura dan Pasuruan.
Selain meninjau tempat tinggal sebelumnya, perlu pula diketahui mengenai tempat
asal maupun tempat-tempat yang pernah ditinggali oleh para pendatang, mengingat
perpindahan yang dilakukan ada yang tidak hanya satu kali, tetapi ada yang sampai
dengan tiga kali sebelum akhirnya memilih untuk tinggal di wilayah sekitar
pengembangan BSD. Dengan menelusuri hasil survei yang terkait dengan migrasi,
pada awalnya sekali responden pendatang berasal dari berbagai wilayah. Ada yang
berasal dari wilayah Tangerang yang lokasinya dekat dengan pengembangan lahan
BSD, ada pula responden yang berasal dari titik-titik lain di sekitarnya yang masuk
79
dalam kawasan Jabodetabek yaitu Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi, bahkan ada
yang berasal dari luar Pulau Jawa seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Perpindahan yang berasal dari berbagai titik ini merupakan salah satu bagian yang
disoroti oleh Iaquinta dan Drescher (2000), bahwa proses sosial demografi yang
terjadi pada suatu peri-urban bisa diakibatkan oleh adanya migrasi yang berasal dari
banyak (multi) titik, seperti yang terjadi pada responden di wilayah studi ini.
Seperti halnya pada gambaran tempat tinggal pendatang tepat sebelum tinggal di
wilayah sekitar BSD, berdasarkan hasil survei tempat asal mula para pendatang ini
sebagian besar juga berasal dari lokasi yang relatif dekat dengan kawasan BSD, yaitu
Tangerang (27,1%) dan Jakarta (24,3%). Melalui hasil survei, diketahui bahwa
pendatang tidak hanya berasal dari wilayah rural, tetapi juga ada yang berasal dari
wilayah urban. Responden pendatang (migran) yang berasal dari Tangerang
misalnya, sebagian besar dulunya merupakan responden yang tinggal di wilayah
dengan karakteristik rural, yakni desa-desa di sekitar wilayah studi yang masuk dalam
lingkup Kabupaten Tangerang. Sementara migran dari Jakarta mewakili pendatang
yang berasal dari wilayah dengan karakteristik urban. Membandingkan besarnya
prosentase pendatang dari kedua wilayah tersebut yang tidak jauh berbeda,
menunjukkan bahwa wilayah studi merupakan tempat yang dipilih oleh para
pendatang, baik yang dari rural maupun yang dari urban. Adapun untuk lebih jelasnya
mengenai tempat asal responden pendatang ini dapat dilihat pada Gambar V.6.
Hasil survei yang menggambarkan perpindahan responden dari Jakarta menuju
wilayah studi, serupa dengan apa yang disampaikan oleh McQiunn (1978) serta
Brunet dan Lepine (1981), bahwa migran – khususnya yang berasal dari urban
(exurbanite), berpindah ke wilayah yang dekat dengan tempat tinggal (kota)
sebelumnya. Bryant dkk (1982) juga mengungkapkan bahwa dalam suatu
perkembangan regional cities terjadi suatu pergerakan dan orang-orang bergerak
keluar dari kota menuju titik-titik aktivitas tertentu. Sementara itu, perpindahan
responden dari Jakarta menuju wilayah studi ini juga sejalan dengan hasil Survai
Penduduk Antar Sensus (SUSPAS) 1995 untuk DKI Jakarta. Berdasarkan hasil survei
tersebut terdapat aliran penduduk keluar DKI Jakarta dalam jumlah yang lebih besar
80
daripada aliran penduduk yang masuk. Aliran migran itu menuju kabupaten-
kabupaten yang ada di sekitar DKI Jakarta, di antaranya Bogor, Tangerang dan
Bekasi, dengan laju pertambahan penduduk masing-masing 3,40%, 5,70% dan
5,55% per tahun, dalam kurun 1990 sampai dengan 1995. Mengingat wilayah studi
masuk dalam wilayah Tangerang, maka aliran migran dari hasil survei tersebut
(menuju Tangerang), salah satunya terjadi pada wilayah studi.
24.3%
4.7%
1.9%
27.1%1.9%
10.3%
15.9%
4.7%
7.5%
0.9%0.9% Jakarta
Bogor
Depok
Tangerang
Bekasi
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Sumatera
Sulawesi
Kalimantan
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.6. Tempat Tinggal Asal Responden
Pendatang
Faktor kedekatan lokasi bisa saja membuat migran yang dulunya tinggal di wilayah
yang dekat dengan wilayah studi, seperti Tangerang dan Jakarta, memiliki akses yang
lebih baik dalam mengetahui, mengenal sekaligus juga bisa lebih dulu mendapatkan
informasi tentang kawasan BSD dan sekitarnya, dibandingkan dengan wilayah lain
yang lokasinya relatif lebih jauh. Kelengkapan informasi yang diperoleh tersebut
(seperti informasi tentang harga tanah/bangunan, kemudahan akses, peluang
pekerjaan dan sebagainya di BSD dan sekitarnya), menjadi faktor penting yang
mempengaruhi keputusan pendatang hingga akhirnya memilih tinggal di wilah studi.
Tempat tujuan
Mengingat jumlah perpindahan yang dilakukan oleh responden pendatang sebagian
besar (87,9%) adalah satu kali, maka dalam hal ini para pendatang tersebut sebagian
besar langsung pindah dari daerah asalnya ke kelurahan-kelurahan wilayah studi yang
terletak di sekitar pengembangan lahan skala besar BSD. Sementara itu jika ditelusuri
lebih lanjut, dari berbagai perpindahan yang dilakukan oleh responden pendatang
tersebut, selain langsung pindah ke kelurahan wilayah studi, ada pula beberapa
81
tempat tujuan perpindahan lainnya yang sempat ditinggali oleh sebagian pendatang
sebelum akhirnya memilih tinggal di wilayah studi, di antaranya adalah Jakarta,
Tangerang dan Bogor. Lebih jelasnya mengenai tempat-tempat perpindahan para
pendatang tersebut dapat dilihat pada Tabel V.1 dan Gambar V.7.
Tabel. V. 1. Perpindahan yang Dilakukan Responden Pendatang
Jumlah
Perpindahan Lokasi Jumlah Prosentase
Satu kali Tangerang wilayah studi 29 27.1
Jakarta wilayah studi 22 20.6
Jawa Tengah wilayah studi 15 14.0
Jawa Barat wilayah studi 10 9.3
Bogor wilayah studi 5 4.7
Sumatera wilayah studi 5 4.7
Jawa Timur wilayah studi 4 3.7
Bekasi wilayah studi 2 1.9
Depok wilayah studi 2 1.9
Dua kali Sumatera Jakarta wilayah studi 2 1.9
Jakarta Tangerang wilayah studi 2 1.9
Sumatera Tangerang wilayah studi 1 0.9
Jawa Tengah Bogor wilayah studi 1 0.9
Kalimantan Tangerang wilayah studi 1 0.9
Tangerang Tangerang wilayah studi 1 0.9
Jakarta wilayah studi wilayah studi 1 0.9
Jawa Tengah Jawa Barat wilayah studi 1 0.9
Sulawesi Jakarta wilayah studi 1 0.9
Tiga kali Jawa Barat Bogor Jakarta wilayah studi 1 0.9
Jawa Timur Jakarta Jakarta wilayah studi 1 0.9
Total 107 100.0
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Berdasarkan gambaran tersebut dapat diketahui bahwa responden (rumah tangga)
pendatang di wilayah studi berasal dari berbagai wilayah yang tersebar di beberapa
titik, baik yang jaraknya dekat maupun yang jauh dengan wilayah studi. Responden
pendatang yang berasal dari titik yang relatif dekat dengan wilayah studi, seperti dari
Tangerang, Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi, sebagian besar melakukan
perpindahan satu kali atau dengan kata lain langsung memilih pindah ke kelurahan
wilayah studi tanpa pernah tinggal di tempat lain sebelumnya. Hal yang hampir sama
juga terjadi pada pendatang yang berasal dari dalam Pulau Jawa, seperti Jawa
Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur, sebagian besar melakukan perpindahan
sebanyak satu kali. Kalaupun ada yang melakukan perpindahan lebih dari satu kali,
pendatang ini pindah ke titik-titik yang mendekati wilayah studi, seperti Tangerang
dan Bogor.
82
Perpindahan yang
Dilakukan Responden
Pendatang
Sumber: Survei rumah tangga, 2006
Gambar V.7. Perpindahan yang Dilakukan Responden Pendatang
Sementara itu, pendatang yang berasal dari titik yang relatif jauh dari wilayah studi,
seperti pendatang dari luar Pulau Jawa (dari Sulawesi dan Kalimantan), cenderung
melakukan perpindahan lebih dari satu kali – yaitu dua kali. Pendatang ini sebelum
menempati wilayah studi, terlebih dulu tinggal di wilayah lain yang lokasinya masih
relatif dekat dengan wilayah studi, seperti Jakarta, Tangerang dan Bogor. Untuk itu di
sini pendatang dari luar Jawa ini nampak seolah mendekati wilayah studi sebelum
akhirnya pindah ke kelurahan wilayah studi yang berada di sekitar pengembangan
lahan skala besar BSD.
V.1.5. Alasan Pendatang Melakukan Perpindahan
Ada beragam alasan yang melatarbelakangi responden pendatang dalam melakukan
perpindahan ke wilayah sekitar pengembangan lahan BSD. Alasan-alasan tersebut
adalah: diharuskan pindah oleh karena pekerjaan, mencari pekerjaan, memulai
usaha/pekerjaan baru, dekat dengan lokasi tempat kerja, pendapatan yang lebih baik,
perubahan status perkawinan, ikut suami/isteri/orang tua/anak, ikut saudara
kandung/famili lain, prasarana dan sarana yang lengkap, kemudahan akses, dekat
dengan BSD, harga yang terjangkau, faktor keamanan, serta alasan bising atau tidak
83
nyaman tinggal di tempat yang lama. Lebih jelasnya mengenai prosentase alasan
pindah para pendatang tersebut dapat dilihat melalui Gambar V.8.
6.6%
13.2%
17.5%
7.5%12.3%
7.5%
7.1%
0.5%
6.6%
3.3%
11.3%
2.4%
2.8%
1.4% Diharuskan pindah oleh karena pekerjaan
Mencari pekerjaan
Memulai usaha di tempat tinggal baru
Dekat dengan tempat bekerja
Pendapatan yang lebih baik
Perubahan status perkawinan
Ikut suami/isteri/orang tua/anak
Ikut saudara kandung/famili lain
Prasarana dan sarana yang lengkap
Kemudahan akses
Dekat dengan BSD
Harga terjangkau
Keamanan
Bising tinggal di tempat sebelumnya
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.8. Alasan Dilakukannya Perpindahan oleh Responden
Pendatang ke Wilayah Studi
Dari berbagai alasan tersebut, berdasarkan hasil survei, sebagian besar responden
pendatang memilih pindah ke wilayah studi untuk memulai usaha atau pekerjaan baru
(17,0%) dan untuk mencari pekerjaan (12,7%). Adapun memulai usaha atau
pekerjaan baru dalam hal ini bisa berarti membuka lapangan usaha yang baru (seperti
wiraswasta), berubah jenis pekerjaan untuk tingkat penghidupan yang lebih baik,
merintis usaha/pekerjaan lain yang bisa menunjang mata pencaharian utama rumah
tangga, dan sebagainya. Sementara itu, responden pendatang yang pindah ke wilayah
studi untuk mencari pekerjaan merupakan responden yang dulunya belum memiliki
pekerjaan, dan setelah pindah ke sekitar BSD baru mereka memiliki pekerjaan.
Alasan pendatang yang berkaitan dengan mata pencaharian tersebut sejalan dengan
beberapa paparan teoritis yang terkait. Tacoli (1999), Briggs dan Mwamfupe (2001),
serta Brook (2000), mengemukakan adanya kesempatan bagi perluasan mata
pencaharian ataupun munculnya mata pencaharian baru seiring dengan
perkembangan area yang disebut sebagai peri-urban. Sementara itu Bryant dkk
(1982) juga menjelaskan bahwa adanya peluang pekerjaan sebagai salah satu ciri
yang terdapat pada open city, dan salah satu faktor yang menyebabkan perpindahan
84
penduduk ke area yang dianggap peri-urban adalah karena adanya permintaan
(demand) terhadap tenaga kerja. Untuk itu di sini mata pencaharian merupakan faktor
penarik yang kuat bagi para pendatang untuk pindah ke wilayah studi, yang
mengalami proses peri-urbanisasi seiring dengan adanya pengembangan lahan skala
besar BSD.
Dari sudut pandang yang lain, perpindahan responden karena alasan mata
pencaharian juga terkait secara tidak langsung dengan skenario pengembangan BSD
itu sendiri. Dari tiga kemungkinan skenario yang akan dijalankan, skenario yang
dipilih adalah skenario ”inti perkotaan” (telah dijelaskan pada bagian IV.1.5).
Skenario ini salah satunya menitikberatkan pada terbukanya peluang kesempatan
kerja. Upaya menggerakkan kegiatan ekonomi BSD melalui bidang pekerjaan juga
merupakan salah satu prinsip yang dipegang oleh PT. BSD. Melalui salah satu dari
lima unsur dasar kelengkapan kota yang dicoba untuk direalisasikannya, yaitu unsur
karya, BSD berusaha tidak hanya berfungsi sebagai kawasan permukiman saja, tetapi
juga sebagai tempat bekerja, berbisnis dan melakukan usaha. Prinsip ini ternyata
tidak hanya membawa pengaruh bagi warga yang tinggal di BSD saja, tetapi juga
bagi para pendatang di sekitar area pengembangan BSD.
Adapun berdasarkan hasil survei, pendatang yang alasan pindahnya karena ingin
memulai usaha baru maupun untuk mencari pekerjaan, sebagian besar adalah
pendatang yang mata pencaharian utama rumah tangganya buruh, wiraswasta dan
karyawan di sektor swasta. Mata pencaharian tersebut merupakan sebagian dari mata
pencaharian di sektor sekunder dan tersier yang tersedia di wilayah studi seiring
dengan tumbuhnya industri serta maraknya perdagangan di wilayah ini. Adapun
untuk melihat lebih jelas mengenai sebaran alasan pindah responden pendatang
berdasarkan mata pencaharian utamanya, dapat dilihat pada bagian Lampiran D.
Alasan pendatang lainnya adalah ingin memperoleh pendapatan yang lebih baik.
Dalam hal ini dengan pindah ke wilayah studi, para pendatang berharap dapat
menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh di tempat
lamanya, baik melalui pengembangan usaha atau melalui pekerjaan yang sudah ada,
85
maupun dengan memulai atau merintis usaha dan pekerjaan yang baru di wilayah
studi. Peningkatan pendapatan ini hampir mirip dengan yang disampaikan Adell
(1999), Bowder dan Bohland (1990) dalam artikelnya yang mengangkat tentang
kawasan pinggiran metropolitan, bahwa penduduk di pinggiran kota terikat dengan
bermacam-macam aktivitas untuk meningkatkan pendapatan, meskipun kadang
bersifat informal. Responden yang mengemukakan alasan ini di antaranya adalah
yang bekerja sebagai buruh, karyawan dan pedagang (lebih lengkap mengenai
sebaran alasan pindah responden pendatang berdasarkan mata pencaharian utamanya
dapat dilihat pada bagian Lampiran D). Responden ini pindah ke wilayah studi karena
adanya kesempatan yang besar untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik seiring
dengan berkembangnya BSD, terutama dengan tumbuhnya industri serta maraknya
sektor perdagangan di wilayah BSD dan sekitarnya.
Selanjutnya ada pula pendatang yang pindah ke wilayah studi karena lokasinya yang
berdekatan dengan BSD (11,32%). Hal ini tentunya tidak terlepas dari kondisi BSD
yang menjadi faktor penarik kuat bagi para pendatang. Keberadaan BSD membawa
kemajuan bagi wilayah Serpong dan sekitarnya, di antaranya adalah kemudahan
akses – baik di dalam BSD maupun akses menuju titik lain di luar BSD, kelengkapan
sarana dan prasarana yang disediakan, lingkungan yang nyaman, dan lain sebagainya.
BSD sebagai faktor penarik yang kuat juga dapat dilihat dari banyaknya kegiatan
responden yang berorientasi pada kawasan BSD melalui penggunaan sarananya, di
antaranya adalah sarana hiburan (86,20%), sarana perdagangan untuk belanja
bulanan (76,00%), dan sarana olahraga (64,80%). Pusat-pusat kegiatan di BSD yang
digunakan oleh responden tersebut di antaranya adalah Ocean Park, Taman Kota,
Water Park, Aqua City, BSD Junction, Pasar Moderen, ITC, Hypermart, Giant,
lapangan tenis, lapangan volley, dan sebagainya.
Masih terkait dengan keberadaan BSD, ada pula responden yang mengemukakan
alasan pindah ke wilayah studi karena kelengkapan prasarana dan sarana (6,6%),
kemudahan akses (3,3%), dan karena faktor keamanan (2,8%). Hal-hal tersebut
tampaknya juga terlepas dengan pengembangan serta peningkatan pelayanan yang
86
dilakukan BSD, misalnya saja pembangunan jalan tol Jakarta-Serpong, tol Jakarta-
Merak, penyediaan layanan transportasi umum Trans BSD City, beragam jenis sarana
hiburan maupun sarana belanja, dan sebagainya, yang kesemuanya itu menjadi daya
tarik tersendiri bagi para pendatang untuk tinggal di wilayah studi yang berada di
sekitar BSD.
Berdasarkan hasil survei, terdapat 7,5% responden pendatang yang pindah ke wilayah
studi karena dekat dengan tempat bekerja. Jika dilihat sebarannya terhadap mata
pencaharian utama, responden yang mengemukakan alasan ini sebagian besar adalah
buruh (3,30%) dan karyawan (3,30%). Hal ini tentunya juga tidak terlepas dari
maraknya perkembangan sektor sekunder dan tersier di BSD dan sekitarnya. Terlebih
lagi dengan munculnya industri-industri, pertokoan dan perkantoran yang jaraknya
relatif dekat dengan wilayah studi.
Selain itu, ada pula pendatang yang mengemukakan alasan pindah ke wilayah studi
karena perubahan status perkawinan (11,79%). Perubahan status perkawinan di sini
merupakan saat atau momen terbentuknya keluarga ataupun rumah tangga responden
akibat adanya pernikahan. Dalam hal ini pendatang yang di tempat asalnya dulu
belum menikah, dan kemudian setelah menikah mereka memutuskan untuk pindah ke
wilayah studi. Bersamaan dengan hasil identifikasi ini, di wilayah studi nampak
sebagian besar reponden (rumah tangga) yang merupakan keluarga muda pada saat
pindahnya. Berdasarkan hasil survei, tahun 2006 usia kepala keluarga responden
pendatang sebagian besar berkisar antara 29 sampai dengan 45 tahun (76,01% dari
total pendatang), sedangkan perpindahan sebagian besar dilakukan sejak tahun 1991
sampai dengan 2003 (80,20%), sehingga dalam hal ini sebagian besar responden
pendatang atau migran adalah keluarga muda. Selain itu sebagian besar responden
atau rumah tangga juga telah memiliki anak (92,52% dari total pendatang).
Sehubungan dengan gambaran tersebut, Bryant dkk (1982) sempat menyinggung hal
yang serupa pada area suburban yang sebagian besar penduduknya merupakan
keluarga muda dan telah memiliki anak.
87
Selanjutnya, alasan lain pendatang pindah ke sekitar pengembangan lahan skala besar
BSD adalah karena merasa kurang nyaman tinggal di tempat lamanya, yakni karena
kebisingan yang cukup mengganggu di tempat tersebut (1,4%). Jika dikaitkan dengan
tempat asalnya, responden yang mengemukakan alasan ini merupakan responden
pendatang yang berasal dari Jakarta – yang dikenal sebagai area urban. Hal yang
hampir sama juga pernah dikemukakan AREA (1973) dalam Bryant dkk (1982),
bahwa salah satu faktor pendorong (push factor) migran dari kota atau urban
melakukan perpindahan ke area peri-urban adalah karena kurang nyamannya
lingkungan perkotaan, kemacetan serta polusi udara di kota. Penduduk tersebut
merasa telah dirugikan, secara fisik maupun psikologis, karena memilihnya sebagai
tempat tinggal.
Alasan lainnya yang dikemukakan oleh sebagian kecil responden (2,4%) di wilayah
studi adalah harga hunian di wilayah ini relatif lebih terjangkau. Dalam hal ini
responden merasa diuntungkan tinggal di sekitar BSD karena memperoleh hunian
dengan harga yang terjangkau (relatif lebih murah daripada hunian di dalam BSD)
sementara mereka tetap bisa memperoleh manfaat dari keberadaan BSD, seperti
kelengkapan fasilitas perdagangan, hiburan, akses yang baik, dan sebagainya.
Dari berbagai alasan tersebut, serta mengacu pada kajian teoritis yang telah
dipaparkan sebelumnya mengenai pull factor dan push factor oleh Russwurm (1977a
dalam Bryant dkk, 1982), ada beberapa alasan yang dapat dikategorikan sebagai
faktor pendorong dan faktor penarik para migran pindah ke sekitar pengembangan
lahan skala besar BSD. Push factor atau faktor pendorong perpindahan migran
tersebut diantaranya adalah karena diharuskan pindah oleh kantor tempat migran
bekerja, serta alasan bising (kurang nyaman) tinggal di tempat tinggal sebelumnya.
Sementara untuk pull factor atau faktor penarik, salah satunya adalah berkaitan
dengan peluang kerja seperti alasan mencari pekerjaan, memulai usaha di tempat
tinggal baru, dekat dengan tempat kerja, serta alasan lainnya seperti pendapatan yang
lebih baik, prasarana dan sarana yang lengkap, kemudahan akses, dekat dengan BSD,
harga yang terjangkan serta faktor keamanan di tempat tinggal yang baru.
88
V.1.6. Pihak yang Mempengaruhi Dilakukannya Perpindahan
Ada beberapa pihak yang mempengaruhi keputusan responden pendatang untuk
pindah ke wilayah studi yang lokasinya berada di sekitar pengembangan lahan BSD.
Pihak-pihak tersebut di antaranya adalah keluarga, kantor, teman, dan ada pula yang
pindah atas inisiatif sendiri dari kepala keluarga. Berdasarkan hasil survei, sebagian
besar responden pendatang pindah ke wilayah studi karena pengaruh dari pihak
keluarga (52,3%). Dalam hal ini responden pendatang mendapat masukan, ajakan,
cerita dan sebagainya dari pihak keluarga (misal: isteri, anak, orang tua, atau pihak
keluarga lainnya), mengenai kelebihan dan kekurangan tinggal di wilayah studi. Atas
berbagai pertimbangan dan disertai alasan-alasan tertentu, responden tersebut
kemudian memutuskan pindah ke wilayah studi. Adapun masukan ataupun ajakan
juga bisa datang dari teman (11,2%), yang kemudian mempengaruhi keputusan
responden pendatang dalam melakukan perpindahan ke wilayah studi. Selain itu,
keputusan pindah responden pendatang ke wilayah studi juga bisa karena inisiatif
sendiri dari kepala keluarga (25,2%). Lebih jelasnya, gambaran prosentase pihak
yang mempengaruhi para pendatang melakukan perpindahan, dapat dilihat melalui
Gambar V.9.
25.2%
52.3%
11.2%
11.2%
Inisiatif kepala keluarga
Keluarga
Teman
Kantor/perusahaan
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.9. Pihak yang Mempengaruhi Keputusan
Responden Pendatang untuk Pindah ke
Wilayah Studi
V.2. Identifikasi Transformasi Struktur Mata Pencaharian Masyarakat
Sekitar Pengembangan Lahan Skala Besar Bumi Serpong Damai
Pada pembahasan ini dibahas mengenai beberapa hal, di antaranya adalah mengenai
perubahan jenis mata pencaharian rumah tangga – baik mata pencaharian utama
89
maupun mata pencaharian tambahan, serta pembahasan mengenai lokasi atau tempat
bekerja. Oleh karena tidak tersedianya data sekunder yang mampu menjelaskan
perubahan struktur mata pencaharian masyarakat di wilayah studi – seperti jumlah
penduduk series berdasarkan struktur mata pencaharian, jumlah penduduk bekerja,
dan sebagainya, maka studi ini dibantu dengan survei primer (kuesioner rumah
tangga). Identifikasi dilakukan secara series – per lima tahun – sejak tahun 1991
sampai dengan tahun 2006. Dalam bagian ini, selain menggunakan analisis statistik
deskriptif juga dilakukan analisis sebaran data dengan menggunakan tabulasi silang
(crosstab), untuk melihat lebih jauh mengenai struktur mata pencaharian rumah
tangga masyarakat di sekitar pengembangan lahan skala besar BSD.
V.2.1. Struktur Mata Pencaharian Rumah Tangga di Wilayah Studi
Pada sub-bab ini dijelaskan mengenai perubahan jenis mata pencaharian utama rumah
tangga responden dan juga mata pencaharian tambahannya. Selain melihat
perubahannya secara keseluruhan, identifikasi ini juga melihat perubahan struktur
mata pencaharian rumah tangga berdasarkan penduduk asli dan penduduk pendatang.
V.2.1.1. Perubahan Struktur Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga di
Wilayah Studi (1991-2006)
Berdasarkan hasil survei, pada tahun 2006 ada beragam mata pencaharian utama
rumah tangga responden di sekitar pengembangan lahan skala besar BSD, yang
terdiri dari buruh (34,8%), karyawan (23,9%), wiraswasta (14,4%), pedagang
(12,4%), PNS (4,5%), menyewakan rumah (4,5%), guru (3,0%) , TNI/Polri (1,0%),
pensiunan (1,0%) dan petani (0,5%). Gambaran prosentase mata pencaharian utama
rumah tangga responden tersebut, dapat dilihat pada Gambar V.10.
Dari hasil survei tersebut dapat diketahui bahwa sampai dengan pengumpulan data
dilakukan di tahun 2006, mata pencaharian utama rumah tangga responden sekitar
pengembangan skala besar BSD lebih didominasi oleh sektor tersier. Hal ini salah
satunya dapat dilihat dari dua prosentase terbesar dari mata pencaharian utama rumah
tangga responden pada tahun 2006 tersebut, yaitu buruh dan karyawan – yang lebih
berorientasi pada sektor jasa. Selain itu berdasarkan hasil survei rumah tangga,
terdapat suatu hal yang cukup menarik dalam kegiatan/sektor jasa di wilayah studi
90
ini, yakni adanya beberapa rumah tangga responden yang justru mata pencaharian
atau penghasilan utamanya diperoleh dari menyewakan rumah. Sementara itu
prosentase terbesar lainnya pada tahun 2006, dapat dijumpai pada mata pencaharian
wiraswasta dan pedagang, yang merupakan mata pencaharian sektor sekunder.
Adapun aktivitas pada sektor perdagangan dan jasa ini pernah dipaparkan oleh Briggs
dan Mwamfupe (2000) melalui pengamatannya terhadap peri-urban di Afrika.
Sementara Bryant dkk (1982) juga mengamati adanya kegiatan di sektor jasa pada
perkembangan regional cities.
34.8%
12.4%4.5%
14.4%
1.0%
23.9%
1.0%
3.0% 0.5%
4.5%Petani
PNS
Buruh
Pedagang
Menyewakan rumah
Wiraswasta
TNI/POLRI
Karyawan
Pensiunan
Guru
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.10. Struktur Mata Pencaharian Utama
Rumah Tangga Responden di
Wilayah Studi Tahun 2006
5.0%
2.5%
21.9%
9.5%
2.5%11.4%
40.8%
0.5%6.0%
Petani
PNS
Buruh
Pedagang
Menyewakan rumah
Wiraswasta
TNI/POLRI
Karyawan
Pensiunan
Guru
Belum bekerja
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.11. Struktur Mata Pencaharian Utama
Rumah Tangga Responden di
Wilayah Studi Tahun 1991
Jika dibandingkan dengan struktur mata pencaharian rumah tangga responden di
tahun 1991, tampak bahwa responden yang bekerja sebagai petani lebih besar
daripada di tahun 2006, meskipun jenis mata pencaharian ini sudah bukan merupakan
sektor yang dominan. Sementara itu jenis mata pencaharian lainnya, khususnya di
91
sektor sekunder dan tersier, cenderung mengalami peningkatan (lihat Gambar V.10
dan V.11).
Adapun untuk melihat perubahan jenis mata pencaharian utama rumah tangga
responden di wilayah studi dalam 15 tahun terakhir (1991-2006) dapat dilihat melalui
Tabel V.2 dan Gambar V.12. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa
antara tahun 1991 sampai dengan tahun 2006 ada mata pencaharian yang menurun
dan ada pula yang meningkat prosentasenya. Penurunan prosentase terjadi pada mata
pencaharian petani. Penurunan di sini menunjukkan bahwa mata pencaharian tersebut
sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian rumah tangga di wilayah studi. Penurunan
tersebut sesuai dengan apa yang digambarkan Brook dan Davila (2000), Bryant dkk
(1982), maupun yang lainnya, bahwa pada wilayah peri-urban terdapat penurunan
tenaga kerja di sektor petanian serta hilangnya fungsi lahan pertanian.
Tabel V.2. Jenis Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga Responden (1991-2006)
Tahun 1991 Tahun 1996 Tahun 2001 Tahun 2006 Jenis Mata
Pencaharian Utama Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Petani 10 5.0 4 2.0 1 0.5 1 0.5
PNS 5 2.5 7 3.5 9 4.5 9 4.5
Buruh 44 21.9 60 29.9 69 34.3 70 34.8
Pedagang 19 9.5 22 10.9 26 12.9 25 12.4
Menyewakan rumah 5 2.5 6 3.0 6 3.0 9 4.5
Wiraswasta 12 6.0 23 11.4 28 13.9 29 14.4
TNI/POLRI 0 0.0 1 0.5 1 0.5 2 1.0
Karyawan 23 11.4 34 16.9 46 22.9 48 23.9
Pensiunan 0 0.0 0 0.0 0 0.0 2 1.0
Guru 1 0.5 4 2.0 6 3.0 6 3.0
Belum bekerja 82 40.8 40 19.9 9 4.5 0 0.0
Total 201 100.0 201 100.0 201 100.0 201 100.0Sumber: Hasil survei,rumah tangga, 2006
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Pro
sen
tase
PNS
Buruh
Pedagang
Wiraswasta
TNI/POLRI
Karyawan
Pensiunan
Menyewakan rumah
Guru
Petani
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.12. Perubahan Mata Pencaharian Utama Rumah
Tangga Responden (1991-2006)
92
Semakin berkurangnya prosentase petani tampaknya tidak terlepas dari kegiatan
pengembangan lahan yang dilakukan pada kawasan BSD. Seiring dengan
pengembangan lahan tersebut, sebagian lahan yang dulunya digunakan untuk
kegiatan pertanian, kini ada yang berubah menjadi area terbangun ataupun fungsi lain
yang mendukung keberadaan BSD. Ada pula lahan yang dulunya untuk pertanian kini
berubah kepemilikan dan belum difungsikan oleh pemiliknya. Di lain hal terdapat
pula lahan yang berubah kepemilikan dan tetap digunakan untuk kegiatan pertanian,
namun akibat perubahan kepemilikan tersebut, responden yang dulunya petani kini
hanya bekerja sebagai petani penggarap atau buruh tani, dengan keuntungan yang
diperoleh relatif lebih kecil, sehingga mata pencaharian ini semakin lama semakin
ditinggalkan oleh rumah tangga responden.
Di sisi lain, berdasarkan hasil wawancara, kegiatan pertanian tidak begitu membawa
keuntungan yang besar lagi bagi para petani. Ditambah lagi dengan faktor pertanian
di wilayah studi yang merupakan pertanian non teknis atau tadah hujan, yang sangat
tergantung pada cuaca. Pada saat cuaca kurang mendukung, pendapatan petani pun
jadi tidak menentu atau bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Sementara itu dari waktu ke waktu harga berbagai kebutuhan meningkat begitu cepat
dibandingkan dengan hasil atau pendapatan yang diperoleh dari hasil bertani. Kondisi
seperti ini menjadi himpitan ekonomi tersendiri bagi rumah tangga yang
bersangkutan, sehingga banyak petani yang kemudian beralih ke mata pencaharian
lain.
Sehubungan dengan perubahan dalam mata pencaharian petani ini, ada sebagian yang
memilih menjual lahannya dan hasil penjualan lahan tersebut kemudian digunakan
sebagai modal untuk mata pencaharian lain, misalnya hasil penjualan lahan
digunakan untuk membeli sepeda motor, dan kemudian petani tersebut berubah mata
pencaharian menjadi tukang ojek untuk wilayah BSD maupun sekitarnya. Selain itu
ada pula sebagian kecil dari responden tersebut yang masih memiliki lahan serta
masih menggeluti kegiatan bertani, namun hanya menjadikan mata pencaharian ini
sebagai mata pencaharian tambahan rumah tangga, serta hanya memanfaatkan lahan
yang seadanya. Oleh karenanya hasil produksi dari kegiatan pertanian responden
93
tersebut dalam waktu terakhir tidak dalam jumlah yang banyak dan sebagian besar
tidak untuk dijual, namun hanya untuk memenuhi keperluan rumah tangga itu sendiri
sehari-harinya. Kondisi seperti yang terjadi di wilayah studi ini sejalan dengan apa
yang diungkapkan oleh Blake dkk (1975, dalam Brook dan Davila, 2000), bahwa
pertanian di wilayah peri-urban masih dianggap sebagai sumber penghidupan tetapi
sudah tidak menjadi mata pencaharian utama.
Sementara itu mata pencaharian lainnya memiliki kecenderungan meningkat dari
tahun 1991 sampai dengan 2006. Mata pencaharian tersebut adalah buruh, karyawan,
pedagang, wiraswasta, PNS, pensiunan, menyewakan rumah dan guru.
Untuk mata pencaharian buruh dan karyawan, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, selain meningkat prosentasenya dari tahun ke tahun juga menjadi mata
pencaharian yang digeluti oleh sebagian besar rumah tangga responden sejak tahun
1991 sampai dengan tahun 2006. Gambaran peningkatan mata pencaharian di sektor
jasa ini merupakan salah satu hal yang menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah
studi telah terurbanisasi dan terindustrialisasi, seperti yang digambarkan Bryant dkk
(1982) mengenai area fringe dan shadow. Kondisi ini tentunya tidak terlepas dari
maraknya industri yang tumbuh di kawasan BSD maupun sekitarnya. Berdasarkan
hasil survei, terdapat masyarakat yang bekerja sebagai buruh dan karyawan di Taman
Tekno BSD seperti Festo, PT. Merck Indonesia, Paul Buana Indonesia, dan
sebagainya, dan ada pula yang bekerja di perusahaan/industri yang berada di sekitar
BSD seperti pada PT. Tifiko, Indah Kiat dan sebagainya.
Perubahan yang terjadi dalam struktur mata pencaharian rumah tangga responden ini
tampaknya juga terkait dengan semakin banyaknya peluang tenaga kerja di wilayah
BSD dan sekitarnya seiring dengan dikembangkannya BSD. Adanya peluang mata
pencaharian di wilayah peri-urban ini juga sejalan dengan apa yang disampaikan
Tacoli (1999), Briggs dan Mwamfupe (2001), Brook (2000) serta Bryant dkk (1982),
seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya (sub-bab V.1.5).
Berdasarkan hasil survei, ada berbagai jenis pekerjaan yang masuk dalam kategori
buruh. Di antaranya adalah buruh industri atau buruh pabrik, supir, buruh bangunan
94
atau tukang bangunan, tukang taman, tukang ojek, tukang pijat, pembantu rumah
tangga, tukang cuci, dan lain sebagainya. Responden buruh tersebut sebagian besar
bekerja di sekitar tempat tinggalnya, dan ada pula yang bekerja di kawasan BSD
seperti menjadi tukang taman BSD, pembantu rumah tangga untuk keluarga yang
tinggal di BSD, dan sebagainya. Sementara itu jika dilihat dari perubahannya, ada
sebagian kecil responden yang dulunya bekerja sebagai buruh namun di tahun-tahun
berikutnya lebih memilih jenis mata pencaharian lain yang dianggap lebih baik,
misalnya ada yang kemudian bekerja menjadi karyawan, wiraswasta, pedagang dan
ada pula yang menyewakan rumah. Namun hal ini hanya terjadi pada sebagian kecil
(sekitar 27%) dari responden yang bermata pencaharian utama sebagai buruh.
Berdasarkan hasil survei, responden yang mata pencaharian utamanya karyawan di
antaranya adalah mereka yang bekerja sebagai karyawan pada perusahaan/kantor
swasta, karyawan pertokoan ataupun pusat-pusat perbelanjaan, perawat pada rumah
sakit swasta, dan sebagainya. Sementara itu, untuk jenis mata pencaharian wiraswasta
berdasarkan hasil survei di antaranya adalah pengusaha furniture, kitchen set, kusen
pintu dan jendela, pemilik wartel, warnet, bengkel, membuka usaha bimbingan
belajar, fotocopy dan sebagainya. Masing-masing pekerjaan tersebut ada yang
berlokasi di sekitar tempat tinggal, di BSD, di kelurahan lain dalam Kecamatan
Serpong, dan bahkan ada pula yang berlokasi di luar Propinsi Banten.
Adapun dalam perkembangannya, untuk mata pencaharian pedagang, dari tahun 2001
hingga 2006 mengalami sedikit penurunan prosentase. Hal ini salah satunya
disebabkan oleh adanya rumah tangga responden yang berubah mata pencaharian
utamanya, dulunya bermata pencaharian utama pedagang, namun seiring dengan
keuntungan serta kesuksesan yang diperoleh maka kemudian mencoba merintis mata
pencaharian lain, misalnya dengan berwiraswasta. Mata pencaharian pedagang di sini
bermacam-macam, di antaranya adalah pedagang sembako, pedagang buah, pedagang
onderdil sepeda motor, pedagang warung makanan, pedagang bunga/tanaman, dan
sebagainya, baik yang berlokasi di Pasar Serpong, BSD maupun di sekitar tempat
tinggalnya.
95
Sementara itu untuk mata pencaharian menyewakan rumah merupakan sesuatu yang
menarik dalam pembahasan transformasi sosial ekonomi ini, mengingat terdapat
cukup banyaknya responden yang memiliki rumah kontrakan ataupun tempat kos
yang disediakan untuk para pendatang ataupun para pekerja di wilayah BSD dan
sekitarnya, misalnya bagi para buruh industri/pabrik, karyawan swasta dan
sebagainya. Untuk itu mata pencaharian ini dibahas secara tersendiri dan terpisah dari
kegiatan wiraswasta, agar terlihat lebih jelas bagaimana perubahannya dari tahun ke
tahun. Hasilnya, responden yang menggeluti mata pencaharian ini terus meningkat
dari tahun ke tahun, bahkan ada beberapa di antaranya yang merubahnya mata
pencaharian ini dari hanya sekedar sebagai tambahan atau sampingan menjadi mata
pencaharian utama bagi rumah tangganya.
Selanjutnya jenis mata pencaharian utama rumah tangga juga dapat dikelompokkan
ke dalam tiga sektor, yaitu sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer
merupakan sektor mata pencaharian yang lebih berorientasi pada kegiatan penyediaan
bahan baku, yang hasil produksinya perlu diolah lagi sebelum akhirnya digunakan.
Sektor primer di antaranya adalah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan
sebagainya. Sedangkan sektor sekunder merupakan mata pencaharian yang
kegiatannya lebih berorientasi pada upaya menghasilkan ataupun mengadakan suatu
barang, seperti perdagangan, wirausaha, industri dan sebagainya. Sementara untuk
sektor tersier, merupakan kegiatan mata pencaharian yang berorientasi pada
pelayanan atau jasa, seperti perbankan, pemerintahan, sewa menyewa rumah, buruh,
karyawan, dan sebagainya.
Berdasarkan pengelompokan tersebut, di wilayah studi dari tahun 1991 sampai
dengan tahun 2006 nampak adanya penurunan prosentase mata pencaharian utama
rumah tangga responden di sektor primer, dan di sisi lain terjadi peningkatan
prosentase mata pencaharian utama rumah tangga responden di sektor lain, terutama
pada sektor tersier (lihat Gambar V.13). Hal ini menunjukkan bahwa mata
pencaharian utama rumah tangga responden semakin lama semakin bergeser ke
sektor tersier dan sekunder, serta dan mulai meninggalkan sektor primer. Perubahan
96
tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan Bryant dkk (1982) mengenai
pergeseran struktur tenaga kerja di sektor primer.
0.0%10.0%
20.0%30.0%
40.0%50.0%60.0%
70.0%80.0%
90.0%100.0%
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Pro
sen
tase Sektor primer
Sektor sekunder
Sektor tersier
Belum bekerja
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.13. Sektor Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga
Responden (1991-2006)
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa aparat kelurahan maupun tokoh
masyarakat, pada tahun 1980-an mata pencaharian utama masyarakat masih
didominasi oleh sektor primer (pertanian dan perkebunan). Namun pada awal tahun
1990-an kondisinya justru sudah berubah dan sangat berbeda, karena sektor sekunder
dan tersier mendominasi mata pencaharian utama rumah tangga responden. Dalam
hal ini nampak terjadi suatu perubahan sosial ekonomi yang cepat, khususnya
berkaitan dengan mata pencaharian. Hal tersebut tidak terlepas dari maraknya
pembangunan yang terjadi seiring dengan pengembangan lahan skala besar BSD.
Perubahan seperti itu pernah dipaparkan oleh Webster (2002), bahwa perkembangan
peri-urban biasanya melibatkan perubahan sosial yang cepat, ketika komunitas
pertanian berubah menjadi suatu kota atau kehidupan industri dalam waktu yang
singkat. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Iaquinta dan Drescher (2000)
mengenai perubahan sosial yang dinamis pada wilayah yang disebut sebagai peri-
urban.
V.2.1.2. Perubahan Struktur Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga di
Wilayah Studi berdasarkan Penduduk Asli dan Penduduk Pendatang
Sektor mata pencaharian utama rumah tangga dapat pula dikaitkan dengan status
responden, yakni menurut perpindahan yang pernah dilakukan atau dengan kata lain
97
berdasarkan penduduk asli ataupun penduduk pendatang. Berdasarkan hasil survei,
mata pencaharian utama rumah tangga responden yang statusnya penduduk asli (tidak
pernah melakukan perpindahan) sebagian besar adalah buruh (mata pencaharian
sektor tersier), dan hal ini terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2006. Hal yang
serupa juga terjadi pada responden pendatang, dalam kurun waktu yang sama mata
pencaharian utama rumah tangganya sebagian besar adalah karyawan dan buruh –
yang juga termasuk dalam sektor tersier. Dalam hal ini nampak bahwa mata
pencaharian utama rumah tangga responden, baik yang merupakan penduduk asli
maupun penduduk pendatang, telah berorientasi ke sektor tersier sejak tahun 1991,
terlebih lagi di tahun-tahun selanjutnya. Untuk melihat gambaran prosentase sektor
mata pencaharian utama rumah tangga responden pendatang dan responden yang
merupakan penduduk asli dapat dilihat melalui Gambar V.14. Sedangkan untuk
sebaran datanya lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran D. Sementara itu, khusus
untuk responden pendatang, perubahan prosentase mata pencaharian utama rumah
tangganya pada saat sebelum pindah ke sekitar pengembangan lahan skala besar BSD
maupun setelah pindah, dapat dilihat melalui Gambar V.15 dan Gambar V.16.
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
45.0
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Penduduk asli Penduduk pendatang
Pro
sen
tase Sektor primer
Sektor sekunder
Sektor tersier
Belum bekerja
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.14. Sebaran Sektor Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga
Responden (1991-2006) berdasarkan Penduduk Asli dan
Penduduk Pendatang
Berdasarkan gambaran yang diperoleh, dapat dilihat bahwa pada kondisi terakhir
(tahun 2006), mata pencaharian utama rumah tangga responden pendatang sebagian
98
besar telah berorientasi pada sektor tersier dan sekunder. Jenis mata pencaharian yang
mengalami peningkatan prosentase cukup besar dari responden pendatang tersebut
adalah karyawan, wiraswasta dan buruh. Sementara itu berdasarkan gambaran tahun
terakhir, sudah tidak terdapat responden pendatang yang mata pencaharian utama
rumah tangganya di sektor primer (petani). Berbagai hal tersebut dapat menunjukkan
bahwa masyarakat di wilayah studi sudah mulai terurbanisasi, seperti yang
disampaikan Bryant dkk (1982) mengenai perkembangan area fringe.
7.5%
1.9%
26.2%
13.1%
0.0%8.4%
0.0%
23.4%
0.0%
1.9%
17.8%
Petani
PNS
Buruh
Pedagang
Menyewakan rumah
Wiraswasta
TNI/POLRI
Karyawan
Pensiunan
Guru
Belum bekerja
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.15. Mata Pencaharian Utama Rumah
Tangga Responden Pendatang
Sebelum Pindah ke Sekitar
Pengembangan Lahan BSD
30.8%
11.2%
0.9%14.0%
0.0%
35.5%
0.9%
3.7%2.8%
Petani
PNS
Buruh
Pedagang
Menyewakan rumah
Wiraswasta
TNI/POLRI
Karyawan
Pensiunan
Guru
Belum bekerja
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.16. Mata Pencaharian Utama Rumah
Tangga Responden Pendatang Tahun
2006
V.2.1.3. Mata Pencaharian Tambahan Rumah Tangga di Wilayah Studi
Selain mata pencaharian utama, sebagian masyarakat sekitar pengembangan lahan
skala besar BSD juga memiliki mata pencaharian tambahan atau sampingan.
Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa prosentase rumah tangga responden yang
99
memiliki mata pencaharian tambahan dari tahun 1991 sampai dengan 2006 semakin
meningkat dari tahun ke tahun (lihat Gambar V.17). Peningkatan ini sekaligus juga
membuat prosentase rumah tangga responden yang tidak mempunyai mata
pencaharian tambahan semakin menurun. Meskipun demikian, jika dibandingkan
antara rumah tangga responden yang memiliki mata pencaharian tambahan dengan
yang tidak memiliki pada tahun 2006, prosentase yang lebih besar adalah responden
yang tidak memiliki mata pencaharian tambahan (53,7%).
0.010.0
20.030.0
40.050.060.0
70.080.0
90.0100.0
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Pro
sen
tase
Memiliki mata
pencaharian
tambahan
Tidak memiliki mata
pencaharian
tambahan
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.17. Perbandingan Rumah Tangga Responden yang
Memiliki dan Tidak Memiliki Mata Pencaharian
Tambahan (1991-2006)
Peningkatan prosentase rumah tangga responden yang memiliki mata pencaharian
tambahan ini menjadi suatu pertanda bahwa di wilayah studi, seiring dengan semakin
berkembangnya BSD, semakin banyak dan beragam peluang kerja yang tersedia.
Dalam hal ini masyarakat yang ada di sekitar pengembangan BSD, selain berupaya
untuk terus meningkatkan perekonomiannya juga berupaya untuk menangkap
berbagai peluang tersebut, yakni dengan mengembangkan mata pencaharian
tambahan atau sampingan rumah tangganya.
Mata pencaharian tambahan rumah tangga antara tahun 1991 sampai dengan tahun
1996 sebagian besar dimiliki oleh responden yang merupakan penduduk asli. Namun
antara tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 mulai nampak ada perubahan, karena
dalam kurun waktu tersebut rumah tangga responden yang lebih banyak memiliki
mata pencaharian tambahan adalah responden pendatang. Di sini terdapat suatu
indikasi bahwa responden pendatang lebih peka akan berbagai peluang maupun
100
kesempatan dalam mengembangkan mata pencaharian rumah tangganya. Adapun hal
tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan beberapa aparat kelurahan dan tokoh
masyarakat setempat melalui wawancara, bahwa masyarakat pendatang cenderung
lebih gigih dan kreatif dalam menangkap berbagai peluang untuk meningkatkan
perekonomiannya dibandingkan dengan penduduk asli di wilayah studi.
Pada sisi lain, prosentase responden penduduk asli yang memiliki mata pencaharian
tambahan dari tahun ke tahun juga cenderung meningkat, namun peningkatan
responden pendatang yang memiliki mata pencaharian tambahan justru lebih cepat
daripada yang terjadi pada penduduk asli. Untuk itu dari data 10 tahun terakhir (2001
dan 2006), dapat dilihat bahwa prosentase rumah tangga responden pendatang yang
memiliki mata pencaharian tambahan melebihi prosentase yang dimiliki oleh
penduduk asli. Untuk lebih jelasnya, sebaran ada dan tidaknya mata pencaharian
tambahan rumah tangga pada responden penduduk asli maupun penduduk pendatang,
dapat dilihat melalui Tabel V.3.
Tabel V.3. Sebaran Ada dan Tidaknya Mata Pencaharian Tambahan Rumah Tangga
Responden berdasarkan Penduduk Asli dan Penduduk Pendatang (1991-2006)
Tahun 1991 Tahun 1996 Tahun 2001 Tahun 2006
Pen
du
du
k
Asl
i
Pen
da
tan
g
To
tal
Pen
du
du
k
Asl
i
Pen
da
tan
g
To
tal
Pen
du
du
k
Asl
i
Pen
da
tan
g
To
tal
Pen
du
du
k
Asl
i
Pen
da
tan
g
To
tal
11.0 6.0 17.0 19.0 11.0 30.0 32.0 37.0 69.0 43.0 50.0 93.0 Memiliki
mata
pencaharian
tambahan %
5.5 3.0 8.5 9.5 5.5 14.9 15.9 18.4 34.3 21.4 24.9 46.3
48.0 54.0 102.0 60.0 71.0 131.0 58.0 65.0 123.0 51.0 57.0 108.0 Tidak
memiliki
mata
pencaharian
tambahan
%23.9 26.9 50.7 29.9 35.3 65.2 28.9 32.3 61.2 25.4 28.4 53.7
35.0 47.0 82.0 15.0 25.0 40.0 4.0 5.0 9.0 0.0 0.0 0.0 Belum
bekerja %
17.4 23.4 40.8 7.5 12.4 19.9 2.0 2.5 4.5 0.0 0.0 0.0
94.0 107.0 201.0 94.0 107.0 201.0 94.0 107.0 201.0 94.0 107.0 201.0
Total%
46.8 53.2 100.0 46.8 53.2 100.0 46.8 53.2 100.0 46.8 53.2 100.0
Sumber : Hasil pengolahan data SPSS, 2007
101
V.2.1.4. Perubahan Struktur Mata Pencaharian Tambahan Rumah Tangga di
Wilayah Studi
Seperti halnya pada mata pencaharian utama, mata pencaharian tambahan rumah
tangga masyarakat sekitar pengembangan lahan skala besar BSD juga beragam. Pada
tahun 2006 mata pencaharian tambahan rumah tangga responden terdiri dari
pedagang (10,9%), wiraswasta (10,0%), buruh (9,0%), karyawan (8,0%),
menyewakan rumah (4,0%), guru (2,5%), petani (1,0%), TNI/Polri (2,5%) dan PNS
(0,5%). Seperti yang terjadi pada mata pencaharian utama, dalam hal mata
pencaharian tambahan ini responden lebih terkonsentrasi pada sektor non-primer,
seperti pedagang, wiraswasta, buruh dan karyawan. Lebih jelasnya mengenai mata
pencaharian tambahan rumah tangga responden tahun 2006, dapat dilihat melalui
Gambar V.18.
9.0%
10.9%
4.0%
10.0%
0.5%
8.0%
2.5%
53.6%
0.5%
1.0%
Petani
PNS
Buruh
Pedagang
Menyewakan rumah
Wiraswasta
TNI/POLRI
Karyawan
Guru
Tidak memiliki mata pencaharian
tambahan
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.18. Mata Pencaharian Tambahan Rumah Tangga
Responden Tahun 2006
Jika dilihat secara keseluruhan, sebagian besar jenis mata pencaharian tambahan
rumah tangga responden semakin meningkat prosentasenya dari tahun 1991 sampai
dengan 2006. Mata pencaharian yang semakin meingkat prosentasenya itu di
antaranya adalah pedagang, wiraswasta, buruh dan karyawan. Peningkatan ini salah
satunya dipengaruhi oleh semakin banyaknya peluang kerja di BSD maupun
sekitarnya, seiring dengan semakin maraknya pengembangan BSD beserta kegiatan-
kegiatan di dalamnya. Perubahan mata pencaharian tambahan rumah tangga
102
responden berdasarkan hasil survei primer (rumah tangga), dapat dilihat pada Gambar
V.19 dan Tabel V.4.
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
Tahun 1991 Tahun 1996 Tahun 2001 Tahun 2001
Pro
sen
tase
Petani
Buruh
Pedagang
Menyewakan rumah
Wiraswasta
Karyawan
PNS
TNI/POLRI
Guru
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.19. Perubahan Mata Pencaharian Tambahan Rumah
Tangga Responden (1991-2006)
Tabel V.4. Jenis Mata Pencaharian Tambahan Rumah Tangga Responden (1991-2006) Tahun 1991 Tahun 1996 Tahun 2001 Tahun 2006 Jenis Mata Pencaharian
Tambahan Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Petani 5 2.5 6 3.0 3 1.5 2 1.0
PNS 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 0.5
Buruh 3 1.5 4 2.0 10 5.0 18 9.0
Pedagang 5 2.5 7 3.5 22 10.9 22 10.9
Menyewakan rumah 1 0.5 4 2.0 9 4.5 8 4.0
Wiraswasta 2 1.0 5 2.5 14 7.0 20 10.0
TNI/POLRI 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 0.5
Karyawan 0 0.0 2 1.0 6 3.0 16 8.0
Guru 1 0.5 2 1.0 5 2.5 5 2.5
Tidak memiliki mata
pencaharian tambahan 102 50.7 131 65.2 123 61.2 108 53.7
Belum bekerja 82 40.8 40 19.9 9 4.5 0 0.0
Total 201 100.0 201 100.0 201 100.0 201 100.0
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Sedangkan mata pencaharian yang prosentasenya terus menurun sejak tahun 1991
sampai dengan tahun 2006 adalah petani. Seperti halnya pada mata pencaharian
utama, berkurangnya petani di sini juga tidak terlepas dari adanya pengembangan
lahan pada BSD, seperti adanya perubahan fungsi dari lahan pertanian menjadi
hunian, komersial atau fungsi lainnya, faktor cuaca yang kurang mendukung bagi
pertanian, pendapatan dari sektor pertanian yang kurang untuk mencukupi berbagai
kebutuhan, dan sebagainya.
103
Mata pencaharian tambahan lainnya yang juga mengalami kecenderungan menurun
prosentasenya adalah menyewakan rumah (dari tahun 2001 sampai 2006). Dalam hal
ini terdapat rumah tangga responden yang sebelumnya menjadikan mata pencaharian
ini sebagai mata pencaharian tambahan, namun seiring dengan berjalannya waktu,
kesuksesan serta keuntungan yang bisa diperoleh, kemudian menjadikannya sebagai
mata pencaharian utama rumah tangga.
Pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1996, sebagian besar mata pencaharian
tambahan yang digeluti rumah tangga responden adalah petani dan pedagang. Di
tahun 1991 prosentase kedua mata pencaharian itu sama, yaitu 2,5%. Sementara itu
pada tahun 1996 mata pencaharian pedagang merupakan prosentase yang terbesar
(3,5%), bahkan lebih besar dari mata pencaharian petani (3,0%). Pada tahun 2001
sebagian besar mata pencaharian tambahan rumah tangga responden adalah pedagang
(10,9%) dan wiraswasta (7,0%). Untuk tahun 2006 sebagian besar mata pencaharian
tambahan rumah tangga responden tersebut adalah pedagang (10,9%), wiraswasta
(10,0%), buruh (9,0%) dan karyawan (8,0%). Besaran prosentase tersebut
menunjukkan adanya pergeseran mata pencaharian tambahan rumah tangga
responden dari sektor primer dan sekunder ke sektor tersier. Hal ini juga sejalan
dengan apa yang disampaikan oleh Bryant dkk (1982) bahwa dalam perkembangan
peri-urban terdapat pergeseran struktur tenaga kerja di sektor primer ke sektor non-
primer, seperti halnya yang terjadi pada mata pencaharian tambahan rumah tangga
responden di wilayah studi ini.
Perubahan seperti yang diuraikan di atas juga dapat dilihat melalui gambaran
perubahan mata pencaharian tambahan rumah tangga responden yang dikelompokkan
ke dalam tiga sektor, yaitu sektor primer, sekunder dan tersier, dari tahun 1991
sampai dengan tahun 2006 (lihat Gambar V.20). Melalui gambaran tersebut,
diketahui bahwa dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2006, mata pencaharian
tambahan rumah tangga responden di sektor primer nampak terus mengalami
penurunan. Sementara mata pencaharian tambahan rumah tangga di sektor sekunder
dan tersier, terus mengalami peningkatan. Sektor sekunder mendominasi mata
pencaharian tambahan rumah tangga responden di tahun 1991, 1996 dan 2001.
104
Sedangkan dari data terakhir yang berhasil diperoleh (tahun 2006), diketahui bahwa
sektor yang dominan dalam mata pencaharian tambahan rumah tangga responden di
tahun tersebut adalah sektor tersier. Hal ini semakin menunjukkan bahwa dalam
kurun waktu 15 tahun terakhir tidak hanya mata pencaharian utama rumah tangga
responden saja yang mengalami pergeseran ke arah sektor tersier, tetapi juga mata
pencaharian tambahannya.
0.0%10.0%
20.0%30.0%
40.0%50.0%60.0%
70.0%80.0%
90.0%100.0%
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Pro
sen
tase
Sektor primer
Sektor sekunder
Sektor tersier
Tidak memiliki mata
pencaharian
tambahanBelum bekerja
Sumber : Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.20. Sektor Mata Pencaharian Tambahan Rumah Tangga
Responden (1991-2006)
V.2.1.5. Mata Pencaharian Tambahan Rumah Tangga di Wilayah Studi
berdasarkan Penduduk Asli dan Penduduk Pendatang
Seperti halnya pada mata pencaharian utama, mata pencaharian tambahan rumah
tangga dapat pula dikaitkan dengan status rumah tangga responden menurut
perpindahan yang pernah dilakukan (berdasarkan penduduk asli ataupun penduduk
pendatang). Melalui hasil survei, diketahui bahwa dalam kurun waktu 15 tahun
terakhir mata pencaharian tambahan rumah tangga responden di sektor sekunder
cenderung lebih dominan dibanding dua sektor lainnya. Dalam hal ini sebagian besar
rumah tangga responden yang memiliki mata pencaharian tambahan, baik pendatang
maupun penduduk asli, ada yang bekerja sebagai pedagang kecil di sekitar tempat
tinggalnya, pedagang makanan di kantin-kantin, pedagang kios, usaha wartel, warnet,
dan sebagainya. Sekor sekunder mendominasi mata pencaharian tambahan rumah
tangga responden penduduk asli pada tahun 1991 sampai dengan 2001, serta
mendominasi mata pencaharian rumah tangga responden pendatang pada tahun 1996
sampai dengan 2006. Jika dilihat dari perubahan prosentasenya, sektor sekunder pada
105
responden pendatang nampak mengalami peningkatan yang cepat dibandingkan
dengan yang terjadi pada penduduk asli, terutama dalam lima tahun terakhir. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar responden pendatang setelah pindah ke wilayah
studi (di awal tahun 1990-an) berupaya memanfaatkan kesempatan ataupun peluang
yang ada sekitar pengembangan lahan skala besar BSD dengan bekerja di sektor
sekunder. Perubahan sektor mata pencaharian tambahan rumah tangga untuk
responden pendatang maupun penduduk asli ini dapat dilihat melalui Gambar V.21.
Sedangkan untuk lebih lengkapnya, sebaran data mata pencaharian tambahan rumah
tangga responden pendatang maupun penduduk asli dapat dilihat melalui Lampiran
D.
Adapun untuk sektor tersier dalam mata pencaharian tambahan ini, walaupun tidak
dominan seperti halnya sektor sekunder, namun seiring dengan berjalannya waktu,
prosentase sektor ini cenderung terus meningkat. Bahkan di tahun 2006 sektor ini
menjadi dominan dalam mata pencaharian tambahan rumah tangga responden
penduduk asli dibandingkan sektor lain. Di sini mata pencaharian tambahan rumah
tangga responden penduduk asli tersebut di antaranya adalah sebagai buruh industri,
tukang taman BSD, pembantu harian bagi rumah tangga di sekitarnya, tukang
bangunan, karyawan pertokoan, dan sebagainya.
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Penduduk Asli Penduduk pendatang
Mata Pencaharian Tambahan
Pro
sen
tase
Sektor primer
Sektor sekunder
Sektor tersier
Tidak memiliki mata
pencaharian tambahan
Belum bekerja
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.21. Sebaran Sektor Mata Pencaharian Tambahan Rumah
Tangga Responden (1991-2006) berdasarkan Penduduk Asli
dan Penduduk Pendatang
106
77.6%
17.8%
1.9%0.9%
0.9%
0.9%
Petani
PNS
Buruh
Pedagang
Menyewakan rumah
Wiraswasta
TNI/POLRI
Karyawan
Pensiunan
Guru
Tidak memiliki mata
pencaharian tambahanBelum bekerja
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.22. Mata Pencaharian Tambahan Rumah
Tangga Responden Pendatang Sebelum
Pindah ke Sekitar Pengembangan Lahan
BSD
6.5%
11.2%
4.7%
13.1%
7.5%
3.7%
53.3%
Petani
PNS
Buruh
Pedagang
Menyewakan rumah
Wiraswasta
TNI/POLRI
Karyawan
Pensiunan
Guru
Tidak memiliki mata
pencaharian tambahanBelum bekerja
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.23. Mata Pencaharian Tambahan Rumah
Tangga Responden Pendatang Tahun 2006
Adapun untuk mata pencaharian tambahan rumah tangga di sektor primer, lebih
banyak dijumpai pada responden yang merupakan penduduk asli. Jika dilihat
perubahannya dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2006, prosentase sektor ini
cenderung menurun. Kecenderungan penurunan juga terjadi pada responden
pendatang. Hal ini menunjukkan bahwa sektor primer semakin lama semakin
ditinggalkan oleh responden, baik penduduk asli maupun penduduk pendatang.
Adapun khusus untuk rumah tangga responden pendatang, gambaran perubahan mata
107
pencaharian tambahannya, baik pada saat sebelum pindah maupun setelah pindah ke
sekitar pengembangan lahan skala besar BSD, dapat dilihat pada Gambar V.22 dan
Gambar V.23.
Berdasarkan gambaran tersebut, dapat dilihat bahwa mata pencaharian tambahan
rumah tangga responden pendatang setelah pindah ke sekitar pengembangan lahan
skala besar semakin bervariasi dan lebih berorientasi pada sektor sekunder, seperti
pedagang dan wiraswasta. Sedangkan untuk petani (sektor primer), berdasarkan hasil
survei, menjadi salah satu mata pencaharian tambahan bagi sebagian kecil rumah
tangga responden pendatang sebelum melakukan perpindahan ke sekitar BSD, namun
di tahun terakhir (2006) sudah tidak terdapat lagi responden pendatang yang
menggeluti pekerjaan tersebut sebagai mata pencaharian tambahan rumah tangganya.
Untuk itu di sini dapat diketahui bahwa responden pendatang setelah pindah ke
wilayah studi lebih memilih sektor sekunder dan tersier sebagai mata pencaharian
tambahannya daripada sektor primer. Penurunan di sektor primer tersebut tampaknya
juga dipengaruhi oleh semakin berkembanganya kawasan BSD maupun sekitarnya
yang semakin membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat sekitar, tidak tersedianya
lahan untuk pertanian, masyarakat yang sudah mulai terurbanisasi dan
terindustrialisasi (Bryant dkk, 1982), dan sebagainya.
V.2.2. Tempat Bekerja
Berdasarkan hasil survei, terdapat beberapa tempat bekerja responden, mulai dari
yang berada di luar Propinsi Banten, di luar Kabupaten Tangerang dengan lingkup
Propinsi Banten, di luar Kecamatan Serpong dengan lingkup Kabupaten Tangerang,
di luar kelurahan/desa tempat tinggal dengan lingkup Kecamatan Serpong, di dalam
ruang lingkup BSD dan di dalam ruang lingkup kelurahan wilayah studi. Berikut
adalah gambaran mata pencaharian utama rumah tangga responden mulai tahun 1991
sampai 2006.
108
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Pro
sen
tase
Di luar Propinsi Banten
Di luar Kabupaten Tangerang
Di luar Kecamatan Serpong
Di luar kelurahan tempat tinggal
Di BSD
Di sekitar tempat tinggal (dalam
satu kelurahan wilayah studi)
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.24. Lokasi Tempat Bekerja Responden untuk Mata
Pencaharian Utama Rumah Tangga (1991-
2006)
Berdasarkan gambaran tersebut, dapat dilihat bahwa dari tahun 1991 sampai dengan
2006 sebagian besar responden bekerja (untuk mata pencaharian utama rumah
tangga) di sekitar tempat tinggal yang masih berada dalam satu kelurahan dengan
tempat tinggalnya. bahwa responden semakin lama cenderung lebih memilih lokasi
bekerja yang relatif dekat dengan tempat tinggalnya, ditambah lagi dengan
perkembangan BSD yang memberikan peluang cukup besar bagi tenaga kerja di
sektor sekunder maupun tersier. Hal ini tentunya tidak terlepas dari semakin
berkembangnya kawasan BSD dan sekitarnya yang semakin membuka peluang
pekerjaan bagi masyarakat.
Meskipun demikian, sampai dengan tahun 2006 masih ada responden yang bekerja di
luar Propinsi Banten, seperti bekerja di Jakarta, Bogor dan sebagainya, yang
lokasinya relatif jauh dari tempat tinggal. Pemilihan lokasi bekerja ini tampaknya
juga tidak terlepas dari semakin membaiknya aksesibilitas kawasan BSD dan
sekitarnya, seiring dengan pengembangan lahan yang dilakukan. Selain itu dari
wawancara dengan beberapa responden, terdapat masyarakat yang walaupun telah
pindah ke wilayah studi namun tetap bekerja di Jakarta – tempat tinggal dan tempat
bekerjanya dulu. Untuk itu dalam hal ini dengan membaiknya aksesibilitas, bersama
dengan pengembangan serta pembangunan yang dilakukan BSD, responden lebih
bebas memilih lokasi tempat bekerja, terutama untuk lokasi bekerja yang relatif jauh
dari tempat tinggalnya.
109
Sementara itu, untuk gambaran lokasi tempat bekerja mata pencaharian tambahan
rumah tangga responden mulai tahun 1991 sampai 2006, dapat dilihat pada Gambar
V.25.
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Pro
se
nta
se
Di luar Propinsi Banten
Di luar Kabupaten Tangerang
Di luar Kecamatan Serpong
Di luar kelurahan tempat tinggal
Di BSD
Di sekitar tempat tinggal (dalam
satu kelurahan wilayah studi)
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.25. Lokasi Tempat Bekerja Responden untuk
Mata Pencaharian Tambahan Rumah
Tangga (1991-2006)
Berdasarkan gambaran tersebut, lokasi bekerja responden untuk mata pencaharian
tambahan rumah tangganya sebagian besar adalah di sekitar tempat tinggal atau
berada dalam satu kelurahan dengan tempat tinggal. Di samping itu, seperti yang
terjadi pada mata pencaharian utama, prosentase responden yang lokasi bekerjanya
(mata pencaharian tambahan rumah tangga) di BSD juga semakin meningkat dan
merupakan terbesar kedua setelah lokasi bekerja di sekitar tempat tinggal.
Peningkatan prosentase responden yang bekerja di BSD ini terjadi pada tahun 2001
sampai dengan 2006. Hal tersebut menunjukkan bahwa seiring dengan
berkembangnya BSD maka semakin luas peluang kerja bagi masyarakat, tidak hanya
bagi mata pencaharian utama tetapi juga bagi mata pencaharian tambahan.
Sementara itu untuk melihat lebih jauh mengenai keberadaan pengembangan lahan
skala besar BSD terhadap masuknya para pendatang serta peluang kerja di BSD
maupun sekitarnya yang menjadi salah satu faktor penarik para pendatang, berikut
ditelusuri lebih jauh mengenai tempat bekerja responden pendatang setelah tinggal di
wilayah studi, baik untuk mata pencaharian utama maupun mata pencaharian
tambahan. Gambaran mengenai tempat bekerja responden pendatang dari tahun 1991
sampai dengan 2006 dapat dilihat melalui Gambar V.26 dan Gambar V.27.
110
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Pro
sen
tase
Masih berada di tempat tinggal
lama
Di sekitar tempat tinggal (lingkup
kelurahan wilayah studi)
Di BSD
Di luar kelurahan/desa tempat
tinggal (lingkup Kec Serpong)
Di luar Kecamatan Serpong
(lingkup Kab. Tangerang)
Di luar Kabupaten Tangerang
(lingkup Propinsi Banten)
Di luar Propinsi Banten
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.26. Tempat Bekerja Responden Pendatang
untuk Mata Pencaharian Utama Rumah
Tangga (1991-2006)
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Pro
sen
tase
Masih berada di tempat tinggal
lama
Di sekitar tempat tinggal (lingkup
kelurahan wilayah studi)
Di BSD
Di luar kelurahan/desa tempat
tinggal (lingkup Kec Serpong)
Di luar Kecamatan Serpong
(lingkup Kab. Tangerang)
Di luar Kabupaten Tangerang
(lingkup Propinsi Banten)
Di luar Propinsi Banten
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.27. Tempat Bekerja Responden Pendatang
untuk Mata Pencaharian Tambahan
Rumah Tangga (1991-2006)
Berdasarkan gambaran tersebut dapat diketahui bahwa responden pendatang yang
setelah pindah ke wilayah studi bekerja di BSD untuk mata pencaharian utamanya
semakin lama semakin meningkat, bahkan pada tahun 2006 jumlah pendatang yang
bekerja di BSD merupakan prosentase paling besar (34,58%) dibandingkan dengan
prosentase tempat bekerja responden pendatang lainnya. Sementara itu untuk mata
pencaharian tambahan, tempat bekerja di BSD bagi para pendatang ini juga
cenderung meningkat, walaupun bukan merupakan tempat bekerja yang dominan
bagi mata pencaharian tambahan tersebut. Untuk itu, dalam hal ini pergerakan atau
migrasi penduduk menuju titik sekitar pengembangan lahan skala besar BSD turut
dipengaruhi oleh keberadaan BSD itu sendiri, yang salah satunya dapat dilihat dari
111
pilihan tempat bekerja para pendatang setelah pindah – terutama untuk mata
pencaharian utamanya, yang sebagian besar berlokasi di BSD.
V.3. Identifikasi Transformasi Struktur Pendapatan dan Pengeluaran
Masyarakat Sekitar Pengembangan Lahan Skala Besar Bumi Serpong
Damai
Seperti halnya pada pembahasan mengenai migrasi dan struktur mata pencaharian
rumah tangga, identifikasi struktur pendapatan dalam studi ini juga menggunakan
data primer melalui hasil kuesioner rumah tangga. Untuk melihat transformasi
struktur pendapatan, yang menjadi salah satu bagian dari sasaran studi, data
pendapatan rumah tangga responden diurutkan secara series per lima tahun, dari
tahun 1991 sampai dengan tahun 2006. Pendapatan dalam hal ini merupakan total
pendapatan rumah tangga responden per bulan, baik yang diperoleh dari mata
pencaharian utama dan juga dari mata pencaharian tambahan rumah tangga.
Pembahasan sub-bab ini juga dilengkapi dengan identifikasi pengeluaran rumah
tangga responden per bulan untuk berbagai macam keperluan.
V.3.1. Transformasi Struktur Pendapatan Rumah Tangga di Wilayah Studi
Pendapatan rumah tangga responden dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2006
dinilai cukup bervariasi. Pada tahun 1991 total pendapatan rumah tangga responden,
baik dari mata pencaharian utama rumah tangga maupun dari mata pencaharian
tambahannya, berkisar antara Rp.320.000,00 per bulan sampai dengan
Rp.3.200.000,00 per bulan. Sementara pada tahun 1996 total pendapatan rumah
tangga responden berkisar antara Rp.350.000,00 per bulan sampai dengan
Rp.5.000.000,00 per bulan. Adapun untuk tahun 2001 dan 2006 total pendapatan
rumah tangga responden memiliki rentang yang lebih besar dari sebelumnya, yakni
mulai dari Rp.300.000,00 per bulan sampai dengan Rp.10.000.000,00 per bulan pada
tahun 2001, dan Rp.650.000,00 per bulan sampai dengan Rp.15.000.000,00 per bulan
pada tahun 2006. Adanya rentang yang cukup besar dalam total pendapatan rumah
tangga responden tersebut dapat menjadi salah satu indikasi adanya kesenjangan pada
ekonomi masyarakat sekitar pengembangan lahan skala besar BSD. Sementara
112
rentang yang semakin lama semakin lebar antara nilai minimum dan nilai maksimum
total pendapatan rumah tangga tersebut (lihat Tabel V.5 dan V.32), menunjukkan
bahwa semakin lama seiring dengan masuknya para pendatang dari berbagai wilayah,
persaingan yang semakin ketat, dan sebagainya, kesenjangan yang terjadi dalam hal
pendapatan pun semakin besar. Adapun untuk gambaran total (absolut) pendapatan
rumah tangga responden dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2006, dapat dilihat
pada V.28 sampai dengan Gambar V.31.
Sehubungan dengan adanya rumah tangga responden yang memiliki pendapatan
relatif tinggi di wilayah studi tersebut, menguatkan hasil pengamatan Bryant dkk
(1982) terhadap karakteristik masyarakat di city’s countryside, bahwa di wilayah
yang juga dikenal sebagai peri-urban ini terdapat masyarakat dengan kondisi sosial
ekonomi yang relatif baik – salah satunya dengan berpenghasilan tinggi. Meskipun
demikian, masih ada pula sebagian rumah tangga responden yang pendapatan per
bulannya sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari nilai minimum pendapatan dari
mata pencaharian utamanya yang selalu berada di bawah Rp.1.000.000,00 dari 1991
sampai dengan 2006.
Dalam mengidentifikasi perubahan atau transformasi struktur pendapatan di sini,
perlu pula ditelusuri bagaimana kecenderungan memusat pendapatan rumah tangga
responden dari tahun ke tahun, dalam hal ini dilihat melalui nilai modus dan
mediannya (lihat Tabel V.5 dan Gambar V.32). Modus merupakan nilai variabel yang
paling sering terjadi atau dengan kata lain nilai/besaran pendapatan yang paling
banyak dimiliki oleh rumah tangga responden. Sedangkan median adalah nilai
variabel pendapatan rumah tangga responden yang mempunyai setengah jumlah
kasus di atasnya dan setengah jumlah kasus di bawahnya setelah diurutkan dari tinggi
ke rendah.
113
Perc
en
t
12.5%
10.0%
7.5%
5.0%
2.5%
0.0%
Total pendapatan tahun 1991
15,0
00,0
00
14,0
00,0
00
13,0
00,0
00
12,0
00,0
00
11,0
00,0
00
10,0
00,0
00
9,0
00
,000
8,0
00
,000
7,0
00
,000
6,0
00
,000
5,0
00
,000
4,0
00
,000
3,0
00
,000
2,0
00
,000
1,0
00
,0000
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.28. Pendapatan Rumah Tangga Responden Tahun 1991
Perc
en
t
12.5%
10.0%
7.5%
5.0%
2.5%
0.0%
Total pendapatan tahun 1996
15,0
00
,000
14,0
00
,000
13,0
00
,000
12,0
00
,000
11,0
00
,000
10,0
00
,000
9,0
00,0
00
8,0
00,0
00
7,0
00,0
00
6,0
00,0
00
5,0
00,0
00
4,0
00,0
00
3,0
00,0
00
2,0
00,0
00
1,0
00,0
000
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.29. Pendapatan Rumah Tangga Responden Tahun 1996
114
Perc
en
t
12.5%
10.0%
7.5%
5.0%
2.5%
0.0%
Total pendapatan tahun 2001
15
,00
0,0
00
14
,00
0,0
00
13
,00
0,0
00
12
,00
0,0
00
11
,00
0,0
00
10
,00
0,0
00
9,0
00
,000
8,0
00
,000
7,0
00
,000
6,0
00
,000
5,0
00
,000
4,0
00
,000
3,0
00
,000
2,0
00
,000
1,0
00
,0000
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.30. Pendapatan Rumah Tangga Responden Tahun 2001
Perc
en
t
12.5%
10.0%
7.5%
5.0%
2.5%
0.0%
Total pendapatan tahun 2006
15,0
00
,000
14,0
00
,000
13,0
00
,000
12,0
00
,000
11,0
00
,000
10,0
00
,000
9,0
00,0
00
8,0
00,0
00
7,0
00,0
00
6,0
00,0
00
5,0
00,0
00
4,0
00,0
00
3,0
00,0
00
2,0
00,0
00
1,0
00,0
000
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.31. Pendapatan Rumah Tangga Responden Tahun 2006
115
Tabel V. 5. Nilai Minimum, Nilai Maksimum, Median dan Modus Total
Pendapatan Responden (1991-2006)
Total
pendapatan
tahun 1991
Total
pendapatan
tahun 1996
Total
pendapatan
tahun 2001
Total
pendapatan
tahun 2006
Jumlah Sudah bekerja 119 161 192 201
Belum bekerja 82 40 9 0
Mean 728,840.3 1,078,565 1,713,656 2,356,144
Median 600,000 850,000 1,275,000 1,750,000
Mode 700,000 600,000 1,000,000 1,200,000
Minimum 320,000 350,000 300,000 650,000
Maximum 3,200,000 5,000,000 10,000,000 15,000,000
Sumber: Hasil pengolahan data SPSS, 2007
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
8,000,000
9,000,000
10,000,000
11,000,000
12,000,000
13,000,000
14,000,000
15,000,000
16,000,000
Tahun 1991 Tahun 1996 Tahun 2001 Tahun 2006
To
tal P
en
dap
ata
n
Median
Mode
Nilai minimum
Nilai maksimum
Sumber: Hasil pengolahan data SPSS, 2007
Gambar V.32. Perubahan Nilai Minimum, Nilai Maksimum, Median dan
Modus Total Pendapatan Responden (1991-2006)
Dalam kurun waktu 1991 sampai dengan 2006, nampak adanya peningkatan median
pendapatan rumah tangga responden. Hal yang hampir sama juga nampak pada
modus, yang dalam 10 tahun terakhir nilai modus pendapatan rumah tangga
responden juga cenderung meningkat. Penurunan modus sempat terjadi antara tahun
1991 ke 1996, dan hal ini tampaknya tidak terlepas dari masuknya para pendatang
dari berbagai wilayah ke sekitar pengembangan lahan skala besar BSD di awal tahun
1990-an. Pada tahun-tahun tersebut sebagian para responden pendatang baru
beradaptasi dan memulai mata pencahariannya di wilayah studi dengan pendapatan
116
yang relatif kecil, sehingga hal ini mempengaruhi modus pendapatan di tahun 1996
yang lebih kecil daripada modus di lima tahun sebelumnya (tahun 1991).
Sementara itu jika membandingkan nilai modus dan median dari tahun ke tahun, pada
tahun 1991 modus berada sedikit di atas median atau lebih besar dari mediannya.
Sedangkan dalam 10 tahun terakhir (1996 sampai 2006), modus berada di bawah atau
lebih kecil dari median. Kondisi demikian menunjukkan bahwa nilai pendapatan yang
banyak dimiliki oleh rumah tangga responden merupakan pendapatan yang relatif
masih kecil atau terkonsentrasi pada titik yang lebih rendah daripada nilai tengah atau
mediannya. Kondisi demikian dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
adalah karena masuknya para pendatang yang baru mulai beradaptasi dan baru mulai
merintis mata pencahariannya di wilayah studi, karakteristik rumah tangga responden
yang merupakan keluarga muda atau baru memulai kehidupan berumah tangga, serta
jenis mata pencaharian yang digeluti oleh sebagian besar rumah tangga responden
adalah buruh – yang pendapatannya relatif kecil. Berbagai faktor tersebut membawa
pendapatan sebagian rumah tangga responden cenderung atau terkonsentrasi pada
titik yang lebih rendah dari median pendapatannya. Namun hal ini belum bisa
memastikan bahwa kondisi perekonomian masyarakat sekitar pengembangan lahan
skala besar BSD semakin baik atau semakin buruk dalam kurun waktu 15 tahun
terakhir tersebut. Lebih lanjut untuk mengidentifikasi pendapatan rumah tangga di
wilayah studi, dijelaskan perubahannya berdasarkan kelas pendapatan.
Total pendapatan rumah tangga responden dapat diklasifikasikan menjadi lima1 kelas
pendapatan. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi serta melihat perubahan
masing-masing kelas pendapatan tersebut dari tahun ke tahun (lihat Gambar V.33).
1 Rentang atau range dibuat dengan mempertimbangkan besarnya pendapatan penduduk Indonesia
atau Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia di tahun 2006 versi BPS, yakni
mencapai Rp.15.000.000,00 per tahun atau sekitar Rp.1.250.000,00 per bulan (sumber:
Kuswaraharja, 2007), serta juga melihat pendapatan maksimal masyarakat di wilayah studi yang
mencapai Rp.15.000.000,00 per bulan. Dari pertimbangan tersebut dibuat lima kelas pendapatan,
yang terdiri dari <Rp.1250.000: pendapatan sangat rendah, Rp.1.250.000–Rp.2.500.000: pendapatan
rendah, Rp.2.500.000-Rp.5.000.0000: pendapatan sedang, Rp.5.000.000–10.000.000: pendapatan
tinggi, dan >Rp.10.000.000 pendapatan sangat tinggi.
117
Dari gambaran tersebut dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 1991 sampai dengan
2006, ada kelas pendapatan yang cenderung menurun dan ada pula yang cenderung
meningkat. Untuk kelas pendapatan <Rp.1.250.000,00 nampak cenderung menurun
dan ini berarti bahwa prosentase rumah tangga responden yang memiliki pendapatan
kurang dari Rp.1.250.000,00 semakin lama semakin berkurang. Sementara untuk
kelas pendapatan lain, yang nilainya berkisar antara Rp.1.250.000,00 hingga lebih
dari Rp.10.000.000,00 justru cenderung meningkat.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
Tahun
1991
Tahun
1996
Tahun
2001
Tahun
2006
Pro
sen
tase
<Rp.1,250,000
Rp.1,250,000-Rp.2,499,999
Rp.2,500,000-Rp.4,999,999
Rp.5,000,000-Rp.10.000.000
>Rp.10,000,000
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.33. Perubahan Pendapatan Rumah Tangga Responden berdasarkan
Kelas (1991-2006)
Peningkatan di kelas pendapatan ini selain karena inflasi yang terjadi dalam kurun
waktu tersebut, juga karena semakin membaiknya kondisi perekonomian rumah
tangga masyarakat itu sendiri. Untuk sebab yang terakhir, hal ini dapat dilihat dari
pertumbuhan prosentase beberapa kelas pendapatan per tahun yang lebih besar
daripada rata-rata inflasi per tahun yang terjadi dalam kurun waktu tersebut (lihat
Tabel V.6). Kondisi yang demikian dapat dilihat pada kelas pendapatan
Rp.1.250.000-Rp.2.499.999, Rp.2.500.000-Rp.4.999.999, Rp.5.000.000-
Rp.10.000.000 serta >Rp.10.000.000,00 (lihat bagian yang diarsir pada Tabel V.6).
Gambaran melalui kelas pendapatan ini memberikan suatu indikasi bahwa kondisi
perekonomian masyarakat sekitar pengembangan lahan skala besar BSD, khususnya
yang berkaitan dengan pendapatan, semakin membaik. Hal ini mendekati dengan apa
yang menjadi hasil analisis Bauer dan Roux (1976), bahwa masyarakat yang tinggal
118
di area peri-urban atau city’s country side memiliki kondisi sosial ekonomi yang
relatif baik, salah satunya diwakili oleh karakteristik pendapatan ini.
Tabel V.6. Kenaikan/Penurunan Pendapatan Rumah Tangga Responden (berdasarkan
Kelas) serta Perbandingannya terhadap Inflasi
Sa
tua
n
1991 - 1996 1991 - 2001 1991 - 2006
Pertumbuhan prosentase rumah tangga dengan pendapatan
<Rp.1,250,000 (per tahun) % -2.18 -8.88 -14.69
Pertumbuhan prosentase rumah tangga dengan pendapatan
antara Rp.1,250,000-Rp.2,499,999 (per tahun) % 14.00 69.25 96.04
Pertumbuhan prosentase rumah tangga dengan pendapatan
antara Rp.2,500,000-Rp.4,999,999 per tahun % 31.74 79.17 222.74
Pertumbuhan prosentase rumah tangga dengan pendapatan
antara Rp.5,000,000-Rp.10,000,000 (per tahun) % 24.80 52.00 99.60
Pertumbuhan prosentase rumah tangga dengan pendapatan
>Rp.10,000,000 (per tahun) % 0.00 31.20 39.80
Rata-rata inflasi (per tahun) % 8.39 14.36 12.70
Sumber: - Hasil survei rumah tangga, 2006, - BPS
- Hasil analisis, 2007 - na, 2005
Catatan: bagian yang diarsir merupakan prosentase kenaikan yang lebih besar daripada rata-rata inflasi yang terjadi
dalam kurun waktu tersebut
Sementara itu, jika membandingkan antara pendapatan rumah tangga responden
dengan pendapatan penduduk yang tinggal di BSD, nampak bahwa penduduk di
dalam BSD memiliki pendapatan yang lebih baik dibandingkan dengan responden
yang tinggal di sekitar BSD (lihat Tabel V.7 dan Tabel V.8). Dilihat dari kelas
pendapatan yang paling rendah, penduduk BSD yang berpendapatan kurang dari
Rp.1.000.000,00 per bulan hanya sebesar 7,5% (Harmanujeni, 2005), sementara
rumah tangga responden yang berpendapatan kurang dari Rp.1.250.000,00
mencapai 23,9%. Di kelas pendapatan lainnya terdapat 69,2% rumah tangga
responden yang berpendapatan antara Rp.1.250.000,00-Rp.4.999.999,00, dan
55,6% penduduk BSD yang berpendapatan antara Rp.1.000.000,00-
Rp.5.000.000,00 (Harmanujeni, 2005). Sedangkan pada kelas pendapatan
Rp.5.000.000,00-10.000.000,00, dimiliki oleh 13,1% penduduk BSD
(Harmanujeni, 2005) dan 5,0% untuk rumah tangga responden.
119
Tabel V.7. Penghasilan Penduduk
dalam BSD Tahun 2006
Penghasilan per bulan %
< 1,000,000 7.5
1,000,000 – 5,000,000 55.6
5,000,000 – 10,000,000 13.1
10,000,000 – 41,666,667 20.0
> 41,666,667 3.8
Jumlah 100.0
Tabel V.8. Pendapatan Rumah
Tangga Responden Tahun
2006
Penghasilan per bulan %
<Rp.1,250,000 23.9
Rp.1,250,000-Rp.2,499,999 48.8
Rp.2,500,000-Rp.4,999,999 20.4
Rp.5,000,000-Rp.10.000.000 5.0
>Rp.10,000,000 2.0
Total 100.0Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006 dalam
Harmanujeni, 2006 Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Selanjutnya, pendapatan rumah tangga responden ini juga dapat dibandingkan
terhadap pendapatan per kapita nasional, terhadap upah minimum propinsi – baik
Propinsi Banten yang merupakan bagian wilayah studi, maupun UMP di wilayah
sekitarnya seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat. Selain itu perbandingan juga
dilakukan terhadap upah minimum kabupaten (UMK) Tangerang. Dalam
perbandingan ini digunakan pendapatan rumah tangga responden dari mata
pencaharian utama, mengingat pendapatan per kapita maupun upah tersebut
diasumsikan berasal dari satu sektor tertentu dan juga merupakan penghasilan per
orang. Berdasarkan perbandingan tersebut, di tahun 2006 sebagian besar rumah
tangga responden memiliki pendapatan yang berada di atas masing-masing
pendapatan maupun upah yang telah ditetapkan. Dalam perbandingannya dengan
pendapatan nasional, terdapat 63,2% rumah tangga responden yang memiliki
pendapatan di atas pendapatan nasional per kapita. Sedangkan dalam
perbandingannya dengan UMP Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat, masing-masing
memiliki prosentase sebesar 96,5%, 91,5% dan 98,5% rumah tangga responden yang
memiliki pendapatan di atas UMP. Untuk perbandingan dengan UMK Tangerang,
terdapat 91,5% rumah tangga responden yang pendapatannya di atas UMK
Tangerang. Lebih jelasnya, perbandingan ini dapat dilihat pada bagian Lampiran D.
Hasil perbandingan tersebut dapat menjadi suatu gambaran bahwa pada tahun 2006,
sebagian besar rumah tangga di wilayah studi memiliki kondisi perekonomian yang
relatif baik, karena pendapatan mereka sebagian besar berada di atas standar
minimum, tidak hanya standar minimum di wilayah Kabupaten Tangerang dan
Propinsi Banten saja, tetapi juga Jawa Barat bahkan DKI Jakarta.
120
V.3.2. Transformasi Struktur Pengeluaran Rumah Tangga di Wilayah Studi
Di samping memperhatikan pendapatan, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
transformasi sosial ekonomi masyarakat di wilayah studi, dibahas pula pengenai
pengeluaran rumah tangga per bulan untuk berbagai keperluan. Adapun kebutuhan
rumah tangga dalam pembahasan ini meliputi biaya makan, biaya kesehatan, biaya
pendidikan, biaya listrik, air dan telepon, biaya transportasi, biaya hiburan, biaya
rutin tempat tinggal (sewa, pajak, dsb), tabungan serta biaya lain-lain. Berikut adalah
gambaran pengeluaran rumah tangga responden dari tahun 1991 sampai dengan tahun
2006, dimulai dari identifikasi total pengeluaran rumah tangga per bulan dan
dilanjutkan dengan identifikasi beraneka jenis pengeluaran rumah tangga dalam
memenuhi berbagai kebutuhannya. Untuk gambaran perubahan pengeluaran rumah
tangga per bulan (1991-2006), dapat dilihat melalui Gambar V.34.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
1991 1996 2001 2006
Pro
sen
tase
<Rp.1,250,000
Rp.1,250,000-Rp.2,499,999
Rp.2,500,000-Rp.4,999,999
Rp.5,000,000-Rp.10.000.000
>Rp.10,000,000
Sumber: Hasil analisis, 2006
Gambar V.34. Perubahan Pengeluaran Rumah Tangga Responden berdasarkan
Kelas (1991-2006)
Pengeluaran rumah tangga responden per bulan tampaknya tidak jauh berbeda dengan
pendapatan per bulannya. Hal ini dapat dilihat dari kisarannya dari tahun ke tahun
(nilai maksimum dan minimum), maupun kecenderungan memusatnya (modus dan
median) yang menunjukkan nilai yang hampir sama dengan yang ditunjukkan pada
total pendapatan dari tahun ke tahunnya. Gambaran nilai minimum, nilai maksimum,
median dan modus total pengeluaran rumah tangga ini, dapat dilihat melalui
121
Lampiran D. Hal yang hampir sama juga ditunjukkan perubahan total pengeluaran
dari tahun ke tahun yang diklasifikasikan ke dalam lima kelas.
Kondisi yang identik atau kesamaan tersebut menunjukkan bahwa total pengeluaran
rumah tangga berimbang dengan besarnya pendapatan rumah tangga. Selain itu,
seperti halnya pada pembahasan pendapatan di bagian sebelumnya, terjadi
kecenderungan peningkatan pengeluaran dari tahun ke tahunnya, terutama pada kelas
pengeluaran mulai dari Rp.1.250.000,00 hingga lebih dari Rp.10.000.000,00.
Peningkatan di sini bukan hanya dipengaruhi oleh inflasi, tetapi juga karena semakin
meningkatnya kebutuhan rumah tangga yang diiringi dengan semakin membaiknya
perekonomian rumah tangga tersebut, karena berbagai kebutuhan rumah tangga
sebagian besar dapat dipenuhi dengan pendapatan per bulan yang diperoleh (total
pengeluaran kurang dari dan atau sama dengan total pendapatan).
Meskipun demikian, ada pula rumah tangga responden yang pengeluarannya lebih
besar daripada pendapatan (lihat Tabel V.9 dan Gambar V.35). Hal ini perlu pula
ditelaah lebih lanjut dalam melihat perubahan sosial ekonomi masyarakat di wilayah
studi. Berdasarkan hasil survei, dari tahun 1991 sampai dengan 2006, nampak
terdapat sebagian kecil rumah tangga responden yang pengeluarannya lebih besar dari
pada pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian kecil rumah tangga di
wilayah studi masih belum mampu mencukupi berbagai keperluan rumah tangganya
dengan pendapatan yang diperoleh setiap bulannya. Kondisi yang demikian dialami
oleh beberapa rumah tangga responden yang berpenghasilan relatif masih rendah,
yakni pada kelas pendapatan <Rp.1.250.000,00 dan pendapatan Rp.1.250.000,00-
Rp.1.2499.999,00 (dapat dilihat melalui bagian yang diarsir pada Tabel V.9).
Berdasarkan hasil survei, di tahun 1991 kondisi seperti yang tersebut di atas dialami
oleh responden pendatang. Namun pada tahun-tahun selanjutnya (1996-2006) tidak
hanya responden pendatang saja yang mengalami pengeluaran lebih besar daripada
pendapatan, tetapi juga responden yang merupakan penduduk asli. Ini terjadi karena
beberapa hal, di antaranya adalah karena keterbatasan keahlian dan keterampilan,
122
Tabel V.9. Perbandingan Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Responden
(1991-2006) Pengeluaran
TAHUN 1991 <Rp.1,250,000
Rp.1,250,000-
Rp.2,499,999
Rp.2,500,000-
Rp.4,999,999
Rp.5,000,000-
Rp.10.000.000 >Rp.10,000,000 Total
105 2 0 0 0 107<Rp.1,250,000
% 88.20% 1.70% 0.00% 0.00% 0.00% 89.90%
2 8 0 0 0 10Rp.1,250,000-
Rp.2,499,999 % 1.70% 6.70% 0.00% 0.00% 0.00% 8.40%
0 1 1 0 0 2Rp.2,500,000-
Rp.4,999,999 % 0.00% 0.80% 0.80% 0.00% 0.00% 1.70%
0 0 0 0 0 0Rp.5,000,000-
Rp.10.000.000 % 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
0 0 0 0 0 0>Rp.10,000,000
% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
107 11 1 0 0 119Total
% 89.90% 9.20% 0.80% 0.00% 0.00% 100.00%
TAHUN 1996<Rp.1,250,000
Rp.1,250,000-
Rp.2,499,999
Rp.2,500,000-
Rp.4,999,999
Rp.5,000,000-
Rp.10.000.000 >Rp.10,000,000 Total
126 3 0 0 0 129<Rp.1,250,000
% 78.30% 1.90% 0.00% 0.00% 0.00% 80.10%
2 21 0 0 0 23Rp.1,250,000-
Rp.2,499,999 % 1.20% 13.00% 0.00% 0.00% 0.00% 14.30%
0 2 5 0 0 7Rp.2,500,000-
Rp.4,999,999 % 0.00% 1.20% 3.10% 0.00% 0.00% 4.30%
0 0 1 1 0 2Rp.5,000,000-
Rp.10.000.000 % 0.00% 0.00% 0.60% 0.60% 0.00% 1.20%
0 0 0 0 0 0>Rp.10,000,000
% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
128 26 6 1 0 161Total
% 79.50% 16.10% 3.70% 0.60% 0.00% 100.00%
TAHUN 2001<Rp.1,250,000
Rp.1,250,000-
Rp.2,499,999
Rp.2,500,000-
Rp.4,999,999
Rp.5,000,000-
Rp.10.000.000 >Rp.10,000,000 Total
92 4 0 0 0 96<Rp.1,250,000
% 47.90% 2.10% 0.00% 0.00% 0.00% 50.00%
3 68 1 0 0 72Rp.1,250,000-
Rp.2,499,999 % 1.60% 35.40% 0.50% 0.00% 0.00% 37.50%
0 1 15 0 0 16Rp.2,500,000-
Rp.4,999,999 % 0.00% 0.50% 7.80% 0.00% 0.00% 8.30%
0 0 2 3 0 5Rp.5,000,000-
Rp.10.000.000 % 0.00% 0.00% 1.00% 1.60% 0.00% 2.60%
0 0 2 1 0 3>Rp.10,000,000
% 0.00% 0.00% 1.00% 0.50% 0.00% 1.60%
95 73 20 4 0 192Total
% 49.50% 38.00% 10.40% 2.10% 0.00% 100.00%
TAHUN 2006<Rp.1,250,000
Rp.1,250,000-
Rp.2,499,999
Rp.2,500,000-
Rp.4,999,999
Rp.5,000,000-
Rp.10.000.000 >Rp.10,000,000 Total
38 10 0 0 0 48<Rp.1,250,000
% 18.90% 5.00% 0.00% 0.00% 0.00% 23.90%
3 94 1 0 0 98Rp.1,250,000-
Rp.2,499,999 % 1.50% 46.80% 0.50% 0.00% 0.00% 48.80%
0 7 34 0 0 41Rp.2,500,000-
Rp.4,999,999 % 0.00% 3.50% 16.90% 0.00% 0.00% 20.40%
0 0 4 6 0 10Rp.5,000,000-
Rp.10.000.000 % 0.00% 0.00% 2.00% 3.00% 0.00% 5.00%
0 0 1 1 2 4>Rp.10,000,000
% 0.00% 0.00% 0.50% 0.50% 1.00% 2.00%
41 111 40 7 2 201
Pen
da
pa
tan
Total% 20.40% 55.20% 19.90% 3.50% 1.00% 100.00%
Sumber : Hasil pengolahan data SPSS, 2007
Catatan: bagian yang diarsir merupakan jumlah & prosentase rumah tangga yang pengeluarannya > pendapatannya.
123
persaingan yang ketat, tuntutan akan berbagai jenis kebutuhan yang semakin
kompleks sementara harga terus naik, dan sebagainya, sehingga membuat sebagian
rumah tangga mengalami kesulitan untuk mencukupi berbagai keperluan rumah
tangganya. Adapun untuk ketidak mampuan yang dialami oleh penduduk pendatang,
juga bisa disebabkan karena rumah tangga tersebut masih relatif baru dalam merintis
atau memulai pekerjaannya. Di pihak lain terkait dengan kondisi ini, beberapa aparat
kelurahan melalui wawancara, menuturkan bahwa penduduk asli di wilayah studi
cenderung kurang siap dan kurang kreatif dalam menghadapi persaingan di dunia
kerja dibandingkan dengan penduduk pendatang, terlebih lagi dulunya penduduk asli
ini sangat mengandalkan aset yang dimiliki – seperti kepemilikan sejumlah lahan
yang kemudian dijual untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Hal inilah pula yang
dimungkinkan menjadi penyebab semakin meningkatnya prosentase responden
penduduk asli yang kurang mampu dalam memenuhi kebutuhannya atau dengan kata
lain pengeluaran lebih besar daripada pendapatannya.
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
1991 1996 2001 2006
Pro
sen
tase
Penduduk pendatang
Penduduk asli
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.35. Prosentase Rumah Tangga Responden Penduduk Asli dan
Pendatang yang Memiliki Pengeluaran > Pendapatan
Selanjutnya, dalam bagian pembahasan pengeluaran ini juga dijelaskan mengenai
perubahan pengeluaran berdasarkan jenis kebutuhan rumah tangga, yakni meliputi
biaya makan, biaya kesehatan, biaya pendidikan, biaya listrik, air dan telepon, biaya
transportasi, biaya hiburan, biaya rutin tempat tinggal (sewa, pajak, dsb), tabungan
serta biaya lain-lain.
124
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
450,000
500,000
550,000
600,000
650,000
700,000
750,000
1991 1996 2001 2006
Pengelu
ara
n r
um
ah tangga (
Rp)
Makan
Kesehatan
Pendidikan
Listrik, air dan telepon
Transportasi
Hiburan
Rutin tempat tinggal
Tabungan
Lain-lain
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006 dan hasil pengolahan data SPSS, 2007
Gambar V.36. Perubahan Pengeluaran menurut Berbagai Jenis
Keperluan Rumah Tangga Responden (1991-2006)
Jika dilihat nilai rata-rata (absolut) secara keseluruhan, biaya-biaya yang dikeluarkan
rumah tangga responden untuk berbagai keperluan cenderung terus meningkat (lihat
Gambar V.36). Biaya paling tinggi yang harus dikeluarkan rumah tangga responden
setiap bulannya adalah biaya makan, diikuti dengan biaya-biaya lainnya seperti biaya
lain-lain, tabungan, transportasi, biaya rutin tempat tinggal, biaya pendidikan, biaya
hiburan, biaya listrik, air dan telepon, serta biaya kesehatan. Sebagai gambaran, pada
tahun 1991 pengeluaran rumah tangga responden untuk biaya makan adalah 40.28%
dari total pengeluaran, dan pada tahun 2006 prosentasenya menjadi 31,39% dari total
pengeluaran (lebih jelasnya, perbandingan berbagai jenis pengeluaran rumah tangga
dari tahun ke tahun terhadap total pengeluaran maupun pendapatan, dapat dilihat pada
Lampiran D). Adapun penurunan di sini diiringi dengan peningkatan pengeluaran
untuk biaya yang lain, seperti biaya listrik, air dan telepon, biaya kesehatan,
tabungan, biaya transportasi, biaya pendidikan dan biaya hiburan. Peningkatan ini
selain dikarenakan inflasi juga karena semakin meningkatnya berbagai kebutuhan
masyarakat tersebut (lihat Tabel V.10).
125
Tabel V.10. Pertumbuhan Rata-Rata Berbagai Jenis Pengeluaran Rumah
Tangga Responden (1991-2006)
Jenis pengeluaran Satuan 1991-1996 1996-2001 2001-2006
Makan % 6.09 15.38 26.49
Kesehatan % 9.68 30.75 49.13
Pendidikan % 7.04 25.03 43.58
Listrik, air dan telepon % 10.16 32.88 51.02
Transportasi % 8.78 25.80 45.87
Hiburan % 10.51 25.51 37.51
Rutin tempat tinggal % 1.70 19.64 33.16
Tabungan % 14.47 30.61 41.80
Lain-lain % 7.03 22.85 43.38
Rata-rata inflasi (per tahun) % 8.39 14.36 12.7Sumber : Hasil perhitungan dan pengolahan data SPSS, 2007
Catatan: bagian yang diarsir merupakan prosentase kenaikan yang lebih besar daripada rata-rata
inflasi yang terjadi dalam kurun waktu tersebut
Dari berbagai jenis pengeluaran tersebut, ada beberapa biaya yang tidak dialokasikan
oleh sebagian rumah tangga responden untuk pengeluaran per bulannya. Biaya-biaya
tersebut di antaranya adalah biaya rutin tempat tinggal, biaya lain-lain, biaya
tabungan, biaya hiburan, biaya pendidikan, biaya kesehatan dan biaya listrik, air dan
telepon. Sementara jenis pengeluaran yang selalu dialokasikan oleh rumah tangga
responden setiap bulannya adalah biaya makan dan biaya transportasi. Lebih jelasnya
mengenai jumlah/prosentase biaya-biaya yang masuk maupun yang tidak masuk
dalam alokasi pengeluaran rumah tangga responden tersebut, dapat dilihat melalui
Lampiran D.
Biaya yang paling banyak tidak terdapat dalam alokasi pengeluaran rumah tangga,
responden dari tahun 1991 sampai dengan 2006, adalah biaya rutin tempat tinggal.
Biaya rutin di sini merupakan jenis pengeluaran yang berkaitan dengan pajak dan
sewa rumah. Jika melihat hasil survei, di tahun 2006 terdapat 82,6% responden yang
status tempat tinggalnya adalah milik sendiri, dan 16,9% responden status tempat
tinggalnya rumah sewa/kontrak. Sementara itu, jumlah responden yang tidak
memiliki alokasi pengeluaran untuk biaya rutin tempat tinggal adalah sebesar
74,13%, sehingga jika diasumsikan seluruh rumah tangga yang status tempat
tinggalnya sewa/kontrak menganggarkan pengeluaran untuk biaya rutin tempat
tinggalnya, maka rumah tangga dengan status tempat tinggal milik sendiri yang tidak
menganggarkan biaya untuk membayar pajak adalah sekitar 73,63% responden atau
126
89,14% dari total yang seharusnya membayar pajak. Hal ini tampaknya disebabkan
kurangnya perhatian masyarakat di wilayah studi terhadap kewajiban dalam
membayar pajak. Selain itu juga dimungkinkan karena biaya pajak dibayar satu tahun
sekali, sehingga tidak dimasukkan dalam alokasi pengeluaran rumah tangga per
bulan.
Sementara itu, berdasarkan hasil survei, prosentase rumah tangga responden yang
tidak memiliki alokasi pengeluaran untuk biaya tabungan, hiburan, pendidikan dan
kesehatan, cenderung menurun, dengan kata lain, terdapat semakin banyak rumah
tangga responden yang mengalokasikan pengeluarannya untuk biaya-biaya tersebut
(lihat Gambar V.37). Ini menunjukkan bahwa rumah tangga di wilayah studi semakin
lama tidak hanya berupaya untuk memenuhi kebutuhan primernya saja, tetapi juga
mulai memperhatikan kebutuhan lainnya (non-primer), yakni dengan mengalokasikan
biaya untuk tabungan, kebutuhan akan hiburan atau rekreasi, pendidikan dan
kesehatan bagi keluarganya. Ini sekaligus juga memberikan indikasi bahwa kondisi
perekonomian rumah tangga masyarakat di sekitar pengembangan lahan skala besar
BSD semakin lama semakin membaik.
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
1991 1996 2001 2006
Pro
sen
tase
Makan
Transportasi
Kesehatan
Pendidikan
Listrik, air dan telepon
Hiburan
Rutin tempat tinggal
Tabungan
Lain-lain
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.37. Keberadaan Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga
Responden untuk Berbagai Jenis Keperluan Keluarga
per Bulan (1991-2006)
Hal lainnya yang juga dapat ditarik dari gambaran karaktersitik tersebut adalah
adanya pergeseran pola hidup masyarakat di wilayah studi ke arah pola hidup
masyarakat urban yang kompleks, serta mulai meninggalkan pola hidup rural yang
sederhana. Adapun yang dimaksud dengan kompleks di sini adalah semakin
127
beragamnya jenis kebutuhan masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari serta
semakin meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk keperluan non-primer. Salah
satu contoh, dulu sebagian responden tidak perlu mengalokasikan pengeluaran untuk
biaya hiburan, namun seiring dengan berubahnya karakteristik tempat tinggalnya oleh
proses peri-urbanisasi, maka kini sebagian besar responden memiliki alokasi
pengeluaran untuk kebutuhan hiburan.
Di sisi lain, peningkatan prosentase reponden yang mengalokasikan pengeluarannya
untuk biaya pendidikan maupun kesehatan dapat menjadi salah satu indikasi bahwa
perhatian masyarakat akan pentingnya pendidikan dan kesehatan juga semakin
meningkat. Demikian pula halnya dengan peningkatan pada alokasi pengeluaran
untuk tabungan, menunjukkan bahwa masyarakat dengan pola pikir dan
pengetahuannya yang semakin maju, jadi lebih menyadari dan memperhatikan
pentingnya tabungan untuk kepentingan di masa yang akan datang.
Sedangkan untuk biaya lain-lain, dari tahun 1991 sampai dengan 2006 prosentase
responden yang memiliki alokasi pengeluaran ini cenderung menurun. Jika biaya
lain-lain menggambarkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan rumah tangga untuk
membayar cicilan, hutang dan sebagainya, maka dalam hal ini terjadi penurunan
prosentase responden yang memiliki hutang maupun cicilan setiap bulannya. Untuk
itu, hal ini kiranya juga dapat menggambarkan semakin membaiknya kondisi
perekonomian masyarakat di wilayah studi, karena masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya tanpa melalui hutang dan cicilan. Dari berbagai jenis
pengeluaran tersebut, gambaran total pengeluaran rumah tangga responden dari tahun
1991 sampai dengan tahun 2006 dapat dilihat melalui Gambar V.38 sampai dengan
Gambar V.41.
128
Pe
rce
nt
7.0%
6.0%
5.0%
4.0%
3.0%
2.0%
1.0%
0.0%
Total pengeluaran per bulan tahun 1991
13,5
00,0
00
13,0
00,0
00
12,5
00,0
00
12,0
00,0
00
11,5
00,0
00
11,0
00,0
00
10,5
00,0
00
10,0
00,0
00
9,5
00,0
00
9,0
00,0
00
8,5
00,0
00
8,0
00,0
00
7,5
00,0
00
7,0
00,0
00
6,5
00,0
00
6,0
00,0
00
5,5
00,0
00
5,0
00,0
00
4,5
00,0
00
4,0
00,0
00
3,5
00,0
00
3,0
00,0
00
2,5
00,0
00
2,0
00,0
00
1,5
00,0
00
1,0
00,0
00
500,0
000
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.38. Total Pengeluaran Rumah Tangga Responden Tahun 1991
Perc
en
t
7.0%
6.0%
5.0%
4.0%
3.0%
2.0%
1.0%
0.0%
Total pengeluaran per bulan tahun 1996
13,5
00,0
00
13,0
00,0
00
12,5
00,0
00
12,0
00,0
00
11,5
00,0
00
11,0
00,0
00
10,5
00,0
00
10,0
00,0
00
9,5
00,0
00
9,0
00,0
00
8,5
00,0
00
8,0
00,0
00
7,5
00,0
00
7,0
00,0
00
6,5
00,0
00
6,0
00,0
00
5,5
00,0
00
5,0
00,0
00
4,5
00,0
00
4,0
00,0
00
3,5
00,0
00
3,0
00,0
00
2,5
00,0
00
2,0
00,0
00
1,5
00,0
00
1,0
00,0
00
500
,0000
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.39. Total Pengeluaran Rumah Tangga Responden Tahun 1996
129
Pe
rce
nt
7.0%
6.0%
5.0%
4.0%
3.0%
2.0%
1.0%
0.0%
Total pengeluaran per bulan tahun 2001
13,5
00,0
00
13,0
00,0
00
12,5
00,0
00
12,0
00,0
00
11,5
00,0
00
11,0
00,0
00
10,5
00,0
00
10,0
00,0
00
9,5
00,0
00
9,0
00,0
00
8,5
00,0
00
8,0
00,0
00
7,5
00,0
00
7,0
00,0
00
6,5
00,0
00
6,0
00,0
00
5,5
00,0
00
5,0
00,0
00
4,5
00,0
00
4,0
00,0
00
3,5
00,0
00
3,0
00,0
00
2,5
00,0
00
2,0
00,0
00
1,5
00,0
00
1,0
00,0
00
500,0
000
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.40. Total Pengeluaran Rumah Tangga Responden Tahun 2001
Perc
en
t
7.0%
6.0%
5.0%
4.0%
3.0%
2.0%
1.0%
0.0%
Total pengeluaran per bulan tahun 2006
13,5
00,0
00
13,0
00,0
00
12,5
00,0
00
12,0
00,0
00
11,5
00,0
00
11,0
00,0
00
10,5
00,0
00
10,0
00,0
00
9,5
00,0
00
9,0
00,0
00
8,5
00,0
00
8,0
00,0
00
7,5
00,0
00
7,0
00,0
00
6,5
00,0
00
6,0
00,0
00
5,5
00,0
00
5,0
00,0
00
4,5
00,0
00
4,0
00,0
00
3,5
00,0
00
3,0
00,0
00
2,5
00,0
00
2,0
00,0
00
1,5
00,0
00
1,0
00,0
00
500
,0000
Sumber: Hasil survei rumah tangga, 2006
Gambar V.41. Total Pengeluaran Rumah Tangga Responden Tahun 2006
130
top related