bab vi aktivitas antioksidan antosianin
Post on 08-Jul-2015
1.332 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6. AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) SECARA IN VITRO
PENDAHULUAN
Radikal bebas dan spesies oksigen reaktif (SOR) seperti radikal hidroksil
(OH•), anion superoksida (O2•), dan radikal peroksil (ROO•) di dalam tubuh
dihasilkan melalui reaksi-reaksi biokimia normal dan juga berasal dari lingkungan
(Kevin et al. 2007). Radikal bebas sangat berbahaya karena dapat menyerang
lemak di dalam membran sel, protein dalam jaringan atau enzim, karbohidrat,
dan DNA yang menginduksi oksidasi sehingga menyebabkan kerusakan
membran, modifikasi protein (termasuk enzim), dan kerusakan DNA. Kerusakan
oksidatif ini berperan sebagai penyebab penuaan dini dan beberapa penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung, katarak, disfungsi kognitif, dan kanker
(Pietta 2000). Kerusakan oksidatif karena radikal bebas dapat dikurangi oleh
antioksidan yang diproduksi oleh tubuh (antioksidan enzim seperti superoksida
dismutase, glutation peroksidase, katalase) dan antioksidan yang diperoleh
secara eksogenus yang dijumpai banyak dalam bahan pangan seperti vitamin C
vitamin E, karotenoid, polifenol (Pietta 2000; Papas 1998).
Antosianin, yang termasuk kelompok polifenol, telah banyak diteliti dan
dilaporkan menunjukkan kemampuan sebagai senyawa antioksidan (Wang et al.
1997; Ghiselli et al. 1998; Heinonen et al. 1998; Seeram & Nair 2002; Hu et al.
2003; Kähkönen & Heinonen 2003; Bao et al. 2005; Kano et al. 2005; Brown &
Kelly 2007; Watanabe 2007; Kim et al. 2009). Buah duwet yang mengandung
antosianin juga telah dilaporkan oleh Lestario et al. (2005a); Lestario et al.
(2005b); Banerjee et al. (2005); Veigas et al. (2007) menunjukkan adanya
aktivitas antioksidan. Lestario et al. (2005a); Lestario et al. (2005b) menguji
aktivitas antioksidan buah duwet pada beberapa tingkat kemasakan buah duwet
dan pada beberapa perlakuan ekstraksi (jenis pelarut, lama dan suhu ekstraksi).
Banerjee et al. (2005) menguji aktivitas antioksidan dari bagian kulit buah duwet
dengan perlakuan pengeringan selama 7 hari dan 6 bulan. Veigas et al. (2007)
melakukan identifikasi komposisi antosianin buah duwet, menguji aktivitas
antioksidan dari bagian kulit buah duwet, serta menguji stabilitas warna
antosianin kulit buah duwet untuk tujuan farmaseutikal untuk produk antitusif
yang mengandung salbutamol.
88
Untuk melengkapi penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya maka pada bagian penelitian disertasi ini dilakukan penelitian
lanjutan dengan tujuan untuk mengevaluasi kontribusi senyawa antosianin yang
terkandung dalam buah duwet terhadap peranannya sebagai antioksidan dan
membandingkan efektifitas aktivitas antioksidan dari antosianin yang terkandung
dalam ekstrak dan isolat antosianin dengan senyawa antioksidan standar
flavonoid (katekin dan kuersetin), asam askorbat serta ekstrak antosianin kubis
ungu yang secara komersial telah digunakan sebagai pewarna untuk pangan.
Ekstrak dan isolat antosianin buah duwet dapat digunakan sebagai pewarna
untuk pangan yang memiliki aktivitas antioksidan. Selain itu juga dilakukan
pengujian aktivitas antioksidan pada minuman model yang ditambahkan
antosianin buah duwet sebagai pewarna. Pengujian aktivitas antioksidan
dilakukan untuk memberikan tambahan informasi peranan antosianin buah duwet
selain dapat digunakan sebagai pewarna pada pangan, juga dapat memberikan
manfaat untuk kesehatan terutama sebagai antioksidan. Dari hasil penelitian ini
diharapkan antosianin buah duwet dapat dikembangkan sebagai pewarna
pangan fungsional berbasis antosianin.
BAHAN DAN METODE
Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan SEAFAST Center,
IPB; Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen ITP, FATETA, IPB; serta
Laboratorium Terpadu Mikrobiologi Medik, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah duwet
matang berwarna ungu kehitaman yang diperoleh dari hutan di Probolinggo,
Jawa Timur. Sampel buah duwet telah mendapat pengesahan determinasi jenis
tanaman dari LIPI Biologi, Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah kubis merah
diperoleh dari supermarket di Bogor, Jawa Barat.
Bahan kimia yang digunakan berspesifikasi pro analisis. Metanol, asam
klorida (HCl), etil asetat, kalium klorida, natrium asetat, folin ciocalteau, natrium
karbonat (Na2CO3), etanol, natrium fosfat monobasis (NaH2PO4), natrium fosfat
dibasis (Na2HPO4.7H2O), asam tetraasetat etilendiamin (EDTA), besi amonium
89
sulfat ((NH4)2Fe(SO4)2.6H2O), hidrogen peroksida (H2O2), asam trikloroasetat
(TCA), natrium klorida (NaCl), natrium hidroksida (NaOH), CuSO4, dan kalium
tartrat diperoleh dari Merck (Darmstadt, Jerman). Asam askorbat, katekin,
kuersetin, 2,2-difenil-1-pikrilhidrasil (DPPH), 2-deoksi-D-ribosa, asam
2-tiobarbiturat (TBA), hipoxantin, asam dietilentriaminpentaasetat, nitro blue
tetrazolium, xantin oksidase, lipoprotein densitas rendah (LDL), bufer fosfat salin
(PBS), bovine serum albumin (BSA), dan 1,1,3,3-tetrametoksipropana (TMP)
diperoleh dari Sigma-Aldrich (St. Louis, MO). Gas nitrogen diperoleh dari suplier
bahan kimia di Bogor.
Peralatan yang digunakan adalah pisau baja tahan-karat, hand blender,
pengering beku, timbangan analitik, pengaduk/stirer, batang stirer, sentrifugasi,
kertas Whatman no 1, pompa vakum, vakum evaporator putar, pH-meter, pipet
mikrometer, vortek, spektrofotometer UV-Vis, SPE (solid-phase extraction), C18
Sep-Pak cartridge, kantong dialisis 3500 MWCO, penangas air, lemari pendingin,
dan alat-alat kaca.
Metode Penelitian
Persiapan sampel Buah duwet matang (warna ungu kehitaman) disortasi, dicuci dengan air
bersih, lalu ditiriskan. Buah duwet dipisahkan dari bijinya dengan menggunakan
pisau baja tahan-karat sehingga diperolah bagian pulp (buah duwet utuh tanpa
biji). Sebagian buah duwet lainnya diambil kulitnya saja dengan cara dikupas
menggunakan pisau baja tahan-karat sehingga diperoleh bagian kulit buah.
Kedua sampel yaitu bagian pulp dan kulit buah secara terpisah diblansir selama
3 menit dengan menggunakan uap panas (80oC), kemudian dihancurkan dengan
menggunakan hand blender dan dikeringkan dengan menggunakan pengering
beku. Masing-masing sampel kering beku dikemas dalam kantong plastik
polietilen (PE) dan disimpan pada suhu -20oC untuk digunakan pada tahapan
penelitian selanjutnya.
Ekstraksi senyawa polifenol Senyawa polifenol termasuk antosianin dalam buah duwet diekstraksi
secara maserasi dengan diaduk (stirer) menggunakan pelarut 0,1% HCl-metanol
(v/v) dengan nisbah sampel dan pelarut 1:25 (b/v). Ekstraksi dari masing-masing
90
sampel dilakukan selama 30 menit pada suhu ruang, kemudian disentrifus
dengan kecepatan 3552 g untuk memisahkan filtrat dan residu. Ekstraksi diulang
kembali dengan menggunakan pelarut yang sama sebanyak 3 kali. Filtrat hasil
keseluruhan ekstraksi digabung dan disaring secara vakum, kemudian pelarut
dievaporasi dengan rotavapor pada suhu 40oC sehingga diperoleh ekstrak pekat.
Ekstrak dikeringkan dengan pengering beku lalu ditimbang untuk mengetahui
berat serta diukur kadar air. Untuk penentuan kontribusi senyawa antosianin
terhadap aktivitas antioksidan, ekstrak yang diperoleh (setelah evaporasi)
selanjutnya ditera dengan labu takar menjadi volume 25 ml untuk pemakaian
sampel kering sebanyak 2 g.
Ekstrak dianalisis kandungan total polifenol (metode folin-ciocalteau;
Slinkard & Singleton 1977), total antosianin monomerik (metode perbedaan pH;
Giusti & Wrolstad 2001), serta aktivitas antioksidan. Total polifenol dinyatakan
sebagai ekuivalen asam galat dan antosianin sebagai ekuivalen sianidin-3-
glukosida.
Fraksinasi senyawa polifenol
Fraksinasi senyawa polifenol dalam ekstrak dilakukan dengan
menggunakan solid-phase extraction (SPE), C-18 Sep-Pak cartridge, yang telah
diaktivasi. Ekstrak dilewatkan pada mini kolom C-18 Sep-Pak Cartridge, lalu
dicuci dengan 0,01% HCl-akuades (v/v). Selanjutnya mini kolom C-18 Sep-Pak
Cartridge dielusi menggunakan pelarut etil asetat untuk mengelusi senyawa
polifenol non-antosianin (fraksi polifenol non-antosianin). Fraksi polifenol
antosianin yang masih terserap dalam mini kolom dielusi dengan 0,01% HCl-
metanol (v/v). Kedua fraksi yang diperoleh yaitu fraksi polifenol non-antosianin
dan fraksi polifenol antosianin dihilangkan pelarut organiknya dengan
menggunakan rotavapor pada suhu 40oC (Kim & Lee 2002). Fraksi-fraksi
polifenol yang diperoleh lalu dianalisis kandungan total polifenol secara
spektrofotometri (metode Follin-Ciocalteau, Slinkard & Singleton 1977) dan total
antosianin monomerik (metode pH-diferensial; Giusti & Wrolstad 2001), serta
aktivitas antioksidan.
Pengukuran kandungan total antosianin monomerik Kandungan total antosianin monomerik diukur berdasarkan metode
perbedaan pH (Giusti & Wrolstad 2001). Sampel dalam jumlah tertentu
91
dimasukkan ke dalam 2 buah tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah
larutan bufer kalium klorida (0,025 M) pH 1 hingga volume menjadi 5 mL. Tabung
reaksi kedua ditambahkan larutan bufer natrium asetat (0,4 M) pH 4,5 hingga
volume menjadi 5 mL. Absorbans dari kedua perlakuan pH diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm dan 700 nm setelah
didiamkan selama 15 menit. Nilai absorbans dihitung dengan rumus: A = [(A520 -
A700)pH 1 - (A520 - A700)pH 4,5]. Kandungan antosianin dihitung sebagai sianidin-3-
glikosida menggunakan koefisien ekstingsi molar sebesar 29 600 dan bobot
molekul sebesar 448,8. Kandungan antosianin (mg/L) = (A x BM x FP x 1000) / (ε
x 1), A adalah absorbans, BM adalah berat molekul, FP adalah faktor pengencer,
dan ε adalah koefisien ekstingsi molar. Kandungan total antosianin monomerik
dinyatakan sebagai mg CyE/g sampel.
Pengukuran kandungan total polifenol
Sampel dianalisis kandungan total polifenol secara spektrofotometri
dengan metode follin-ciocalteau (Slinkard & Singleton 1977). Sampel dengan
konsentrasi tertentu dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan
akuades hingga volume menjadi 5 mL. Selanjutnya sebanyak 0,5 mL follin
ciocalteu ditambahkan ke dalam tabung reaksi, lalu divortek dan didiamkan
selama 5 menit. Kemudian ditambahkan Na2C03 (7%) sebanyak 1 mL, divortek,
dan didiamkan selama 60 menit ditempat gelap. Nilai absorbans diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 765 nm. Kandungan total polifenol
dalam sampel dihitung dengan menggunakan kurva standar yang dibuat dari
asam galat (GA) pada beberapa konsentrasi. Total polifenol dinyatakan sebagai
mg GAE/g sampel.
Pengujian aktivitas scavenging radikal (secara in vitro)
Aktivitas scavenging diuji terhadap radikal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
(DPPH), anion superoksida (O2•), dan hidroksil (OH•). Radikal anion superoksida
(O2•) dan hidroksil (OH•) dihasilkan dari reaksi hipoxantin (HPX)-xantin oksidase
(XOD) dan hidrogen peroksida-ferrous sulfat (reaksi Fenton).
Aktivitas scavenging terhadap radikal DPPH Aktivitas antioksidan dianalisa berdasarkan kemampuan menangkap
radikal bebas (radical scavenging ability/RSA) DPPH menurut metode yang
92
dikembangkan oleh Chen et al. (2006) dengan modifikasi. Sebanyak 3 mL DPPH
(100 μM) dimasukkan kedalam tabung reaksi, setelah itu ditambah etanol dan
sampel/senyawa standar (seri konsentrasi) dimana total keseluruhan volume
etanol dan sampel adalah 1 mL. Campuran reaksi dalam tabung reaksi divortek
dan didiamkan selama 15 menit. Absorbans diukur pada panjang gelombang 517
nm. Absorbans dari larutan radikal DPPH tanpa sampel diukur sebagai kontrol.
Aktivitas scavenging terhadap radikal DPPH dinyatakan sebagai %
penghambatan terhadap radikal DPPH, AEAC (ascorbic acid equivalent
antioxidant capacity), dan IC50-DPPH (μg/mL). Persen penghambatan dihitung
sesuai rumus : [(Ao–As)/Ao] x 100, Ao = absorbans tanpa penambahan
sampel/standar, As = absorbans dengan penambahan sampel/standar.
Aktivitas scavenging terhadap radikal hidroksil (OH•) Aktivitas scavenging radikal hidroksil (OH•) diuji menggunakan metode
deoksiribosa (Halliwel et al. 1987). Larutan sampel/senyawa standar dalam
beberapa seri konsentrasi dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 690
μL deoxyribose 2,5 mM (dalam 10 mM bufer fosfat pH 7,4), 100 μL campuran
EDTA (1,04 mM)-iron amonium sulfat (1,0 mM). Kemudian campuran larutan
tersebut divortek. Reaksi dimulai dengan menambabkan 100 μL asam askorbat
(1 mM) dan 10 μL H202 (0,1 M), lalu divortek kembali. Campuran diinkubasi pada
penangas air suhu 37oC selama 10 menit, kemudian ditambahkan 1 mL TCA
(2,8%) dan 0,5 mL TBA (1%). Campuran reaksi dipanaskan pada penangas air
berisi air mendidih (99oC) selama 8 menit lalu didinginkan. Selanjutnya campuran
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm. Untuk kontrol
dibuat dengan cara yang sama tanpa penambahan sampel. Faktor koreksi dibuat
dengan cara yang sama tanpa penambahan TBA untuk semua seri konsentrasi
sampel yang diujikan. Aktivitas scavenging radikal hidroksil (OH•) dinyatakan
sebagai % penghambatan terhadap radikal hidroksil dan IC50 (μg/mL). Persen
penghambatan dihitung sesuai rumus : [(Ao–As)/Ao] x 100, Ao = absorbans tanpa
penambahan sampel/standar, As = absorbans dengan penambahan sampel/
standar (Abs 532+TBA–Abs 532-TBA).
Aktivitas scavenging terhadap radikal superoksida (O2•)
Pengujian aktivitas scavenging radikal anion superoksida (O2•) dilakukan
dengan metode yang dikembangkan oleh Wettasinghe dan Shahidi (1999),
93
radikal superoksida dihasilkan dari reaksi enzimatis. Sampel/senyawa standar
dalam beberapa seri konsentrasi yang disiapkan dalam bufer fosfat (0,1 M pH
7,4); 0,3 mL hipoxanthine (3 mM); 0,3 mL diethylenetriaminepentaacetic acid (12
mM); 0,3 mL nitro blue tetrazolium (178 μM); 0,3 mL xanthine oxidase
(mengandung 150 mIU) direaksikan dalam tabung reaksi selama 15 menit.
Selanjutnya reaksi campuran diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 560 nm. Aktivitas scavenging radikal anion superoksida (O2•)
dinyatakan sebagai % penghambatan terhadap anion superoksida (O2•) dan IC50
(μg/mL). Persen penghambatan dihitung sesuai rumus: [(Ao–As)/Ao] x 100,
dimana Ao = absorbans tanpa penambahan sampel/standar, As = absorbans
dengan penambahan sampel/standar.
Pengujian aktivitas penghambatan oksidasi lipoprotein LDL
Persiapan LDL manusia LDL yang digunakan adalah LDL komersial (Sigma) yang diisolasi dari
darah manusia. LDL dalam bentuk liofil dilarutkan menggunakan larutan 0,01 M
phosphate-buffered saline (PBS) pH 7,4 mengandung 0,15 M NaCl (Kähkönen &
Heinonen 2003), kemudian didialisis menggunakan kantong dialisis 3500 MWCO
dalam larutan 0,01 M PBS-0,15 M NaCl; pH 7,4 pada suhu 5oC selama 48 jam
(Ghiselli et al. 1998). Larutan LDL dianalisa kadar protein dengan metode Lowry
(Lowry et al. 1951) dan diencerkan dengan PBS (0,01 M; pH 7,4) sehingga
diperoleh larutan LDL yang mengandung 200 μg protein/mL. Larutan LDL
disimpan dalam vial dan diembus gas nitrogen (N2) untuk mencegah oksidasi.
Pengukuran kandungan protein LDL Kandungan protein LDL dianalisa menggunakan metode Lowry (Lowry et
al. 1951). Pereaksi-pereaksi yang digunakan untuk analisis meliputi (1) pereaksi
A: 2% Na2CO3 dalam 0,1% NaOH, pereaksi ini disimpan dalam lemari pendingin;
(2) pereaksi B: 0,5% CuSO4.5H2O dalam 1% kalium tartrat, campuran ini dibuat
segar setiap kali melakukan analisis; (3) pereaksi C: 200 mL pereaksi A di
tambah 4 mL pereaksi B; (4) pereaksi Folin Ciocalteau: pereaksi folin ditambah
air bebas ion dengan perbandingan 1:1; (5) larutan 0,9% NaCl, 0,01% EDTA pH
7,4; (6) larutan standar bovine serum albumin (BSA) 1 mg/mL, dibuat dalam
beberapa seri konsentrasi menggunakan larutan NaCl 0,9%, EDTA 0,01% pH
7,4; (7) larutan LDL (larutan LDL diencerkan sampai volume 0,5 mL
94
menggunakan larutan NaCl 0,9% EDTA, 0,01% pH 7,4); (8) larutan blanko (0,5
mL larutan NaCl 0,9%, EDTA 0,01% pH 7,4).
Sebanyak 0,5 mL sampel LDL atau standar BSA (seri konsentrasi) dipipet
ke dalam tabung reaksi. Setiap tabung ditambah dengan 2 mL pereaksi C
kemudian divortek dan didiamkan selama 10 menit. Masing-masing tabung
ditambah 0,2 mL pereaksi Folin Ciocalteau, divortek dan didiamkan selama 1
jam. Selanjutnya dibaca nilai absorbansnya pada panjang gelombang 700 nm.
Hasil pembacaan absorbans standar BSA kemudian diplotkan dalam kurva
standar antara nilai absorbans dengan konsentrasi protein BSA. Persamaan
kurva standar digunakan untuk menentukan kandungan protein yang terdapat
pada sampel LDL. Berdasarkan kadar protein LDL yang diperoleh kemudian
dilakukan pengenceran terhadap sampel LDL sehingga kandungan protein
menjadi sebesar 200 μg protein/mL.
Oksidasi LDL Oksidasi LDL dilakukan sesuai metode gabungan yang dilakukan oleh
Ghiselli et al. (1998); Hu et al. (2003). LDL yang telah didialisis (375 μL,
mengandung 75 μg protein) dioksidasi menggunakan 5 μM CuSO4 pada suhu
37oC (dalam penangas air) selama 4 jam. Oksidasi LDL dilakukan dalam PBS
dengan perlakuan penambahan sampel (LDL + CuSO4 + sampel), kontrol
oksidasi (LDL + CuSO4), dan penambahan EDTA (LDL + CuSO4 + EDTA 500
μM). Penambahan sampel dilakukan sebelum reaksi oksidasi dimulai (0 menit)
dan dilakukan inkubasi selama 15 menit. Reaksi oksidasi dihentikan dengan
penambahan 100 μM EDTA. Oksidasi modifikasi LDL dievaluasi setelah 4 jam
inkubasi dengan mengukur kandungan malonaldehid dengan metode yang
dilakukan Buege dan Aust (1978) menggunakan standar TMP (1,1,3,3-
tetrametoksipropana).
Pengukuran kandungan malonaldehid Pengukuran kandungan malonaldehid (MDA) dilakukan mengikuti
prosedur Buege dan Aust (1978) dengan modifikasi. Pereaksi yang digunakan
adalah pereaksi TBA (asam tiobarbiturat) yang dibuat dengan melarutkan TCA
(15 g) menggunakan aquades lalu ditambahkan TBA (0,375 g) dan 1 N HCl (25
mL). Volume campuran ditera sampai 100 mL dengan aquades.
95
Sampel maupun standar TMP yang dibuat dalam beberapa seri
konsentrasi dimasukkan dalam tabung reaksi (total volume 0,5 mL) lalu
ditambahkan 1 mL pereaksi TBA. Campuran dalam tabung reaksi dipanaskan
dalam penangas air bersuhu 99oC selama 15 menit. Setelah didinginkan,
ditambahkan 0,5 mL etanol lalu divortek dan diukur absorbansnya pada panjang
gelombang 535 nm. Konsentrasi malonaldehid dihitung dari kurva standar
hubungan antara konsentrasi standar TMP yang dibuat dari beberapa seri
konsentrasi dan nilai pembacaan absorbans.
Minuman model Minuman model dibuat dari bufer sitrat (0,1 M; asam sitrat-natrium sitrat)
pada pH 3 yang mengandung ekstrak antosianin buah duwet. Penambahan
pigmen dilakukan sehingga diperoleh pembacaan nilai absorbans pada kisaran
nilai ~0,6 (λvis-maks, 516 nm). Campuran didiamkan selama 60 menit pada suhu
ruang untuk mencapai kesetimbangan dan disebut sebagai minuman model
tanpa kopigmentasi (native). Selain itu, minuman model yang mengandung
antosianin buah duwet juga ditambahkan kopigmen asam sinamat (asam
sinapat, asam kafeat, asam ferulat) dan ekstrak polifenol rosemary, masing-
masing dengan konsentrasi 1 mg/mL. Larutan campuran diaduk dan diinkubasi
selama 60 menit pada suhu ruang agar terjadi reaksi dan disebut sebagai
minuman terkopigmentasi intermolekular. Minuman model (tanpa kopigmentasi
dan terkopigmentasi intermolekular) dianalisis kandungan total polifenol (metode
folin-ciocalteau; Slinkard & Singleton 1977), total antosianin monomerik (metode
perbedaan pH; Giusti & Wrolstad 2001), serta aktivitas antioksidan berdasarkan
kemampuan scavenging radikal DPPH (Chen et al. 2006). Total polifenol
dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat dan antosianin sebagai ekuivalen
sianidin-3-glukosida. Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai nilai kapasitas
antioksidan AEAC, ascorbic acid equivalent antioxidant capacity, (μg AA/mL).
Analisa data secara statistik Data hasil pengujian dianalisis secara statistika dengan menghitung nilai
rata-rata dan standar deviasi menggunakan aplikasi Microsoft Office EXCEL
2007 serta analisis sidik ragam (uji ANOVA) satu arah kemudian dihitung nilai
bedanya dengan uji beda Duncan Multiple Range Test pada taraf 5% (p < 0,05)
menggunakan aplikasi SPSS 17.0.
96
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kontribusi Antosianin Buah Duwet sebagai Antioksidan
Ekstraksi senyawa polifenol dalam buah duwet (termasuk antosianin)
dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut metanol mengandung 0,1%
HCl. Untuk fraksinasi senyawa polifenol dilakukan dengan metode solid-phase
extraction (SPE) menggunakan C18 Sep-Pak cartridge. Proses fraksinasi
dilakukan untuk tujuan mengetahui kontribusi antosianin buah duwet sebagai
senyawa antioksidan. Hasil fraksinasi senyawa polifenol diperoleh 2 fraksi yaitu
fraksi polifenol antosianin dan fraksi polifenol non-antosianin (Gambar 6.1).
Fraksi polifenol non-antosianin berwarna kuning, yang mengandung senyawa
polifenol selain grup antosianin, sedangkan fraksi antosianin berwarna merah
yang mengandung hanya senyawa polifenol antosianin.
Gambar 6.1 Ekstrak polifenol (A), fraksi polifenol antosianin (B), dan fraksi polifenol non-antosianin (C) dari buah duwet.
Hasil identifikasi senyawa yang terkandung dalam fraksi antosianin
diperoleh bahwa komposisi antosianin dalam fraksi antosianin buah duwet terdiri
dari delfinidin-3,5-diglukosida (41%), petunidin-3,5-diglukosida (28%), malvidin-
3,5-diglukosida (26%), sianidin-3,5-diglukosida (4%), dan peonidin-3,5-
diglukosida (1%), sesuai hasil penelitian sebelumnya (Sari et al. 2009). Senyawa
polifenol yang terkandung dalam fraksi polifenol non-antosianin tidak
diidentifikasi jenis-jenis polifenolnya. Dalam fraksi polifenol non-antosianin dapat
mengandung senyawa polifenol netral dari grup flavonoid (seperti flavanols,
flavonols, flavons, isoflavones, flavanones, dan turunannya) dan senyawa
polifenol asam seperti asam hidroksibensoat, hidroksifenilasetat, dan
hidroksisinamat. Data sekunder yang diperoleh dari Faria et al. (in press)
menyebutkan bahwa buah duwet mengandung asam fenolik (galoil-glukosa
ester, asam galat), flavanonol (dihidromirisetin diglukosida, dihidrokuersetin
A B C
97
diglukosida, metil-dihidromirisetin diglukosida, dimetil-dihidromirisetin
diglukosida), dan flavonol (mirisetin glukosida, mirisetin pentosida, mirisetin
ramnosida, mirisetin asetil-ramnosida, mirisetin).
Kandungan polifenol dan antosianin dalam ekstrak dan fraksi dilaporkan
sebagai data spektrofotometrik yang dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat
untuk kandungan polifenol dan ekuivalen sianidin-3-glukosida untuk kandungan
antosianin (Tabel 6.1). Kandungan polifenol dalam ekstrak polifenol sebesar
25,92 mg GAE/g, sedangkan pada fraksi antosianin dan fraksi non-antosianin
masing-masing sebsar 21,57 mg GAE/g dan 2,15 mg GAE/g. Polifenol jenis
antosianin mendominasi kandungan polifenol di dalam buah duwet sebesar
83,25% sedangkan senyawa polifenol lain selain antosianin hanya mengandung
8,30% dalam buah duwet. Kontribusi utama senyawa polifenol dalam buah duwet
berasal dari antosianin, yang termasuk dalam kelompok flavonoid, sebesar ~83%
(b/b). Kandungan polifenol dalam ekstrak menunjukkan nilai yang lebih tinggi
dibandingkan gabungan kandungan polifenol dalam fraksi antosianin dan non-
antosianin, kemungkinan karena dalam ekstrak mengandung gula yang tinggi
dan juga asam askorbat dengan level yang rendah. Buah-buahan diketahui
mengandung gula cukup tinggi. Menurut Waterhouse (2002), kandungan gula,
asam askorbat, dan protein dalam bahan dengan level yang tinggi dapat
mempengaruhi pengukuran polifenol menggunakan metode folin ciocalteau.
Tabel 6.1 Kandungan total polifenol dan antosianin dalam ekstrak dan fraksi
Kandungan polifenol Kandungan antosianin Sampel mg GAE/g % Berat mg CyE/g % Berat Ekstrak polifenol 25,92 ± 0,20c 100,00 15,13 ± 0,09b 100,00 Fraksi polifenol : - Antosianin 21,57 ± 0,05b 83,25 14,44 ± 0,20a 95,43 - Non-antosianin 2,15 ± 0,07a 8,30 - -
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata (p<0,05). Kandungan polifenol dinyatakan sebagai miligram ekuivalen asam galat per gram sampel (berat kering). Kandungan antosianin dinyatakan sebagai miligram ekuivalen sianidin-3-glukosida per gram sampel (berat kering). % berat didasarkan pada kandungan senyawa dalam ekstrak.
Data spektrofotometrik lainnya menunjukkan kandungan antosianin dalam
ekstrak lebih tinggi (15,13 mg CyE/g) dibandingkan dalam fraksi antosianin
(14,44 mg CyE/g) dengan kontribusi sebesar 95.43%. Adanya perbedaan
kandungan antosianin dalam ekstrak dan fraksi antosianin, karena pada proses
fraksinasi ada sebagian kecil antosianin yang terikat didalam gum yang
98
terkandung dalam ekstrak buah duwet yang tidak terikut dalam proses
pemisahan (fraksinasi).
Gambar 6.2 menunjukkan aktivitas scavenging terhadap radikal DPPH
dari ekstrak, fraksi polifenol antosianin dan fraksi polifenol non-antosianin buah
duwet. Aktivitas scavenging radikal DPPH, dinyatakan sebagai nilai kapasitas
antioksidan/AEAC (AEAC=ascorbic acid equivalent antioxidant capacity), dari
ekstrak polifenol, fraksi polifenol antosianin dan fraksi polifenol non-antosianin
berturut-turut sebesar 25,21; 28,52; dan 2,62 mg AA/g, AA=asam askorbat.
Fraksi polifenol antosianin menunjukkan aktivitas scavenging lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak polifenol dan fraksi polifenol non-antosianin. Fraksi
polifenol non-antosianin menunjukkan aktivitas yang paling rendah karena
kandungan senyawa polifenol dalam fraksi non-antosianin hanya 8,30%. Aktivitas
antioksidan buah duwet utamanya dikontribusi oleh senyawa antosianin.
Kontribusi aktivitas antioksidan dari polifenol non-antosianin relatif sangat kecil.
25,21b
28,52c
2,62a
0 5 10 15 20 25 30 35
Ekstrak
Fraksi polifenolantosianin
Fraksi polifenol non-antosianin
Kapasitas Antioksidan AEAC (mg AA/g)
Gambar 6.2 Aktivitas scavenging radikal DPPH dari ekstrak polifenol, fraksi
polifenol antosianin dan fraksi polifenol non-antosianin buah duwet. AEAC, ascorbic acid equivalent antioxidant capacity; AA, asam askorbat. Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan hasil uji berbeda nyata (p<0,05).
Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Isolat Antosianin Buah Duwet
Pada penelitian ini, aktivitas antioksidan dianalisa menggunakan
beberapa metode pengujian yang berbeda seperti pengujian kemampuan
scavenging terhadap radikal DPPH, radikal hidroksil (OH•), radikal superoksida
(O2•), dan pengujian kemampuan menghambat peroksidasi lipid menggunakan
99
lipoprotein LDL. Semua pengujian dilakukan secara in vitro. Sampel dari buah
duwet yang diujikan meliputi ekstrak pulp duwet (EPD), ekstrak kulit duwet
(EKD), dan isolat antosianin duwet (IAD). Ekstrak pulp duwet (EPD) diperoleh
dengan mengekstrak senyawa polifenol (termasuk antosianin) dalam buah utuh
yang telah dibuang bijinya (hanya bagian daging dan kulit), sedangkan ekstrak
kulit duwet (EKD) diperoleh dengan mengekstrak senyawa polifenol yang
terkandung dalam bagian kulit buah. Isolat antosianin duwet (IAD) diperoleh
dengan mengisolasi antosianin yang terkandung dalam buah duwet
menggunakan metode solid-phase extraction (SPE) sehingga dalam isolat hanya
mengandung 5 jenis antosianin. Ekstrak dan isolat antosianin duwet
mengandung senyawa polifenol utama yaitu antosianin, sehingga bisa dikatakan
senyawa antosianin memberikan kontribusi utama terhadap aktivitas antioksidan.
Ekstrak dan isolat antosianin buah duwet dapat digunakan sebagai pewarna
yang dapat memberikan warna pada pangan dan sekaligus dapat memberikan
manfaat kesehatan sebagai antioksidan.
Kandungan Total Polifenol Kandungan polifenol dalam ekstrak pulp duwet (EPD), ekstrak kulit duwet
(EKD), isolat antosianin duwet (IAD), dan ekstrak kubis merah (EKM) disajikan
pada Tabel 6.2. Ekstrak pulp duwet mengandung polifenol paling rendah,
sedangkan isolat antosianin duwet mengandung polifenol yang paling tinggi
sebesar 379,69 mg GAE/g. Kandungan polifenol ini berpengaruh terhadap
aktivitas antioksidan sesuai yang dinyatakan oleh Pietta (2000), senyawa
polifenol berperanan sebagai senyawa antioksidan termasuk didalamnya
senyawa flavonoid. Senyawa polifenol dalam ekstrak duwet yang berperanan
utama sebagai antioksidan adalah antosianin yang dapat memberikan kontribusi
sebesar 83%, sesuai hasil dari penelitian sebelumnya.
Tabel 6.2 Kandungan polifenol dalam ekstrak dan isolat antosianin buah duwet, serta kubis merah
Sampel Kandungan polifenol (mg GAE/g) Ekstrak pulp duwet 15,86 ± 0,10a Ekstrak kulit duwet 33,57 ± 1,42b Isolat antosianin duwet 379,69 ± 12,32c Ekstrak kubis merah 27,70 ± 0,48b
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan hasil uji berbeda nyata (p<0,05). Kandungan polifenol dinyatakan sebagai miligram ekuivalen asam galat per gram ekstrak/isolat (berat kering).
100
Aktivitas Scavenging terhadap Radikal DPPH
Pada pengujian ini, aktivitas antioksidan dari sampel diukur berdasarkan
kemampuannya mendonorkan atom hidrogen atau kemampuannya scavenging
radikal, menggunakan radikal DPPH. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil
yang memiliki elektron tidak berpasangan dan menunjukkan absorpsi maksimum
pada 517 nm. Elektron yang tidak berpasangan ini menjadi berpasangan dengan
keberadaan antioksidan (donor hidrogen/elektron) sehingga kekuatan absorpsi
menurun dan menghasilkan perubahan warna yang bergantung pada jumlah
elektron yang ditangkap (Blois 1958). Perubahan warna yang terjadi dari ungu ke
kuning dengan adanya donor elektron atau hidrogen dari antioksidan
menyebabkan absorbans pada panjang gelombang 517 nm menjadi menurun.
Semakin cepat terjadi perubahan warna, semakin kuat kemampuannya dalam
scavenging radikal bebas.
Radikal DPPH 517 nm (ungu)
Gambar 6.3 Skema scavenging radikal DPPH oleh antioksidan (RH) (Yamaguchi et al. 1998).
Pengujian aktifitas scavenging menggunakan radikal DPPH dimaksudkan
untuk mengetahui kemampuan dari ekstrak dan isolat antosianin duwet serta
sampel pembanding dalam menangkal semua jenis radikal bebas. Radikal DPPH
dipilih untuk mewakili semua radikal bebas yang terdapat dalam tubuh sehingga
aktivitas antioksidan menunjukkan kemampuan penangkapan radikal secara
umum. Hubungan antara konsentrasi sampel dengan aktivitas scavenging radikal
DPPH (%) dari EPD, EKD, IAD serta sampel pembanding EKM, asam askorbat,
katekin, dan kuersetin disajikan pada Gambar 6.4. Peningkatan konsentrasi
sampel dapat meningkatkan aktivitas scavenging radikal DPPH. Aktivitas
antioksidan yang dinyatakan sebagai nilai IC50 disajikan pada Tabel 6.3. Nilai IC50
101
menunjukkan konsentrasi sampel yang dibutuhkan untuk scavenger atau
menangkap 50% radikal bebas. Nilai IC50 yang lebih rendah menunjukkan
aktivitas antioksidan yang lebih besar. Berdasarkan nilai IC50 secara berurutan
aktivitas antioskidan dari sampel buah duwet dapat diurutkan sebagai berikut:
IAD (IC50, 23,02 μg/mL) > EKD (IC50, 915,85 μg/mL) > EPD (IC50, 1756,88
μg/mL). Aktivitas antioksidan EPD dan EKD menunjukkan aktivitas yang lebih
rendah dari EKM (IC50, 434,34 μg/mL), sedangkan IAD memiliki aktivitas yang
lebih besar dari EKM. Apabila dibandingkan dengan sampel standar (katekin,
kuersetin, dan asam askorbat), sampel IAD menunjukkan aktivitas yang sedikit
lebih rendah dari aktivitas katekin dan asam askorbat, sedangkan kuersetin
menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling kuat di antara sampel yang
diujikan. Dengan melakukan isolasi antosianin pada buah duwet maka dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan.
Gambar 6.4 Aktivitas scavenging radikal DPPH dari ekstrak pulp duwet (EPD), ekstrak kulit duwet (EKD), isolat antosianin duwet (IAD), ekstrak kubis merah (EKM), asam askorbat, katekin, dan kuersetin.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 10 20 30 40 50
IAD
Katekin
Asam askorbat
Kuersetin
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Konsentrasi sampel/standar (μg/ml)
EPD
EKD
EKM
Akt
ivita
s sc
aven
ging
radi
kal D
PPH
(%)
Konsentrasi sampel/standar (μg/ml)
102
Tabel 6.3 Nilai IC50 dari ekstrak duwet, isolat antosianin, dan senyawa pembanding Nilai IC50 (μg/mL)
Sampel Scavenging Scavenging radikal Scavenging radikal DPPH anion superoksida radikal hidroksil Ekstrak plup duwet 1756,88 ± 11,73e 35,06 ± 0,88e 446,48 ± 16,12e Ekstrak kulit duwet 915,85 ± 8,52d 22,16 ± 0,49d 357,19 ± 10,48d Isolat antosianin duwet 23,02 ± 0,88b 1,85 ± 0,04a 257,27 ± 4,32b Ekstrak kubis merah 434,34 ± 11,34c 20,67 ± 0,23c 332,65 ± 14,14c Katekin 16,69 ± 0,20ab 1,27 ± 0,04a 167,52 ± 2,63a Kuersetin 9,30 ± 0,25a - - Asam askorbat 13,48 ± 0,06ab 6,59 ± 0,08b -
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata (p<0,05). IC50, konsentrasi sampel yang diperlukan untuk scavenger atau menangkap 50% radikal bebas.
Aktivitas IAD lebih kecil dari sampel standar (katekin, kuersetin, dan asam
askorbat) karena struktur antosianin yang tersubstitusi gula dapat menyebabkan
penurunan aktivitas. Katekin dan kuersetin merupakan senyawa polifenol
(flavonoid) bentuk aglikon sehingga memiliki aktivitas yang lebih besar
dibandingkan antosianin. Menurut Bravo (1998), efisiensi antioksidan flavonoid
berkorelasi dengan menurunnya keberadaan gugus gula (glikosida bukan
antioksidan sedangkan aglikon adalah antioksidan). Lebih lanjut Seeram dan
Nair (2002) menyatakan bahwa jumlah gugus gula berperanan dalam aktivitas
antioksidan, aktivitas menurun dengan meningkatnya jumlah gugus gula. Hasil
penelitian yang dilakukan juga menunjukkan bahwa antosianin mempunyai
aktivitas antioksidan yang lebih rendah dibandingkan dengan antosianidin
(aglikon), epikatekin, dan katekin. Senyawa kuersetin merupakan senyawa
antioksidan yang paling kuat karena struktur kimianya, kuersetin (flavonol)
memiliki ketiga struktur dasar utama yang terlibat dalam aktivitas
antiradikal/scavenging radikal (Gambar 2.10). Aktivitas Scavenging terhadap Spesies Oksigen Reaktif (SOR)
Spesies oksigen reaktif seperti anion superoksida (O2•) dan hidroksil
radikal (OH•) berperanan penting dalam kesehatan manusia dan penyakit.
Reaktifitas dari senyawa flavonoid terhadap radikal superoksida dan hidroksil
telah dipelajari secara intensif. Pada penelitian ini, ekstrak dan isolat antosianin
duwet diuji kemampuannya dalam scavenger radikal hidroksil dan anion
superoksida.
103
Aktivitas Scavenging terhadap Radikal Hidroksil Diantara spesies oksigen reaktif, radikal hidroksil adalah yang paling
reaktif dan menyebabkan kerusakan berat pada biomolekul. Radikal hidroksil
lebih reaktif dari radikal anion superoksida, oleh karena itu lebih berbahaya
(Gutteridge 1984; Shi et al. 2001). Pada penelitian ini, aktivitas scavenging
radikal hidroksil diuji menggunakan metode deoksiribosa. Pada metode ini,
radikal hidroksil dihasilkan melalui reaksi antara kompleks besi-EDTA dengan
H2O2 dengan keberadaan asam askorbat (reaksi fenton). Radikal hidroksil
menyerang deoksiribosa membentuk produk (fragmen-fragmen), kemudian
campuran reaksi dipanaskan pada kondisi asam. Ketika malonaldehid (MDA)
dibentuk dapat dideteksi melalui kemampuannya bereaksi dengan TBA (asam
tiobarbiturat) yang dapat membentuk kromagen berwarna merah. Reaksi yang
terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Fe2+-EDTA + H2O2 OH- + OH• + Fe3+-EDTA
OH• + deoksiribosa fragmen MDA
2TBA + MDA kromogem (Halliwell et al. 1987).
Dalam sistem pengujian menggunakan metode deoksiribosa, antioksidan
berkompetisi dengan deoksiribosa untuk bereaksi dengan radikal hidroksil dan
mengurangi pembentukan kromogen. Hubungan antara konsentrasi sampel
dengan aktivitas scavenging radikal hidroksil (%) dari ekstrak, isolat antosianin
duwet, dan sampel pembanding disajikan pada Gambar 6.5. Peningkatan
konsentrasi sampel dapat meningkatkan aktivitas scavenging radikal hidroksil.
Selain itu, aktivitas scavenging radikal hidroksil juga dinyatakan sebagai nilai
IC50. Nilai IC50 dari aktivitas scavenging radikal hidroksil pada kisaran nilai dari
167,52 sampai 446,48 μg/mL (Tabel 6.3). EPD (IC50, 446,48 μg/mL)
menunjukkan aktivitas paling rendah di antara sampel, hal ini berhubungan
dengan kandungan polifenol yang paling rendah (15,86 mg GAE/g). Aktivitas
scavenging radikal dari EKD (IC50, 357,19 μg/mL) sebanding dengan aktivitas
EKM (IC50, 332,65 μg/mL) yang memiliki nilai IC50 tidak jauh beda. IAD (IC50,
257,27 μg/mL), isolat antosianin yang mengandung 5 jenis antosianin duwet,
menunjukkan aktivitas lebih kuat dibandingkan EPD, EKD, dan EKM. Bentuk
isolat antosianin dapat meningkatkan aktivitas scavenging radikal yang terlihat
pada penurunan nilai IC50 sebesar ~100 μg/ml dibandingkan dalam bentuk
panas
104
ekstrak EKD. Kemampuan aktivitas scavenging radikal hidroksil dari IAD lebih
rendah dibandingkan katekin (IC50, 167,52 μg/mL) disebabkan struktur antosianin
yang tersubstitusi gula dapat menurunkan aktivitas scavenging radikal hidroksil.
Gambar 6.5 Aktivitas scavenging radikal hidroksil (OH•) dari ekstrak pulp duwet (EPD), ekstrak kulit duwet (EKD), isolat antosianin duwet (IAD), ekstrak kubis merah (EKM), dan katekin.
Husein et al. (1987); van Acker et al. (1996); Wettasinghe dan Shahidi
(1999) melaporkan bahwa flavonoid adalah scavenger radikal hidroksil (OH•) dan
keefektifan senyawa flavonoid meningkat dengan meningkatnya jumlah gugus
hidroksil pada cincin aromatik B (B-ring). Seperti pada kebanyakan radikal bebas
lainnya, radikal hidroksil dapat dinetralkan apabila dilengkapi dengan atom
hidrogen. Jadi polifenol dalam EPD, EKD, dan IAD sampel duwet, utamanya
antosianin, mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan atom hidrogen ke
radikal hidroksil. Lebih lanjut dijelaskan oleh Shi et al. (2001), reaktivitas dari
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 200 400 600 800
EPD
EKD
EKM
Akt
ifita
s sc
aven
ging
radi
kal h
idro
ksil
(%)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 50 100 150 200 250 300 350
IAD
Katekin
Konsentrasi sampel/standar (μg/ml)
105
flavonoid terhadap radikal hidroksil umumnya lebih tinggi daripada terhadap
radikal anion superoksida.
Aktivitas Scavenging terhadap Radikal Anion Superoksida Radikal anion superoksida merupakan spesies yang juga dihasilkan
melalui reaksi biokimia normal di dalam tubuh (Kevin et al. 2007). Dalam sistem
pengujian ini, radikal anion superoksida dihasilkan melalui reaksi enzimatis.
Aktivitas scavenging radikal anion superoksida ditentukan menggunakan sistem
hipoxantin/xantin oksidase sebagai sumber anion superoksida. Xanthin oksidase
dapat mengkatalisa melalui 2 reaksi:
a) Hipoxantin + H2O + 2O2 Xantin + 2O2
•- + 2H+
b) Xantin + H2O + 2O2 asam urat + 2O2•- + 2H+ (Lu & Foo 2000).
Gambar 6.6 menyajikan hubungan antara konsentrasi sampel dengan
aktivitas scavenging radikal anion superoksida (%) dari ekstrak, isolat antosianin
duwet, dan sampel pembanding. Peningkatan konsentrasi sampel dapat
meningkatkan aktivitas scavenging radikal anion superoksida. Aktivitas
scavenging radikal anion superoksida menunjukkan pola yang sama dengan
aktivitas scavenging radikal hidroksil. Aktivitas antioksidan dari sampel yang
dinyatakan sebagai nilai IC50 disajikan pada Tabel 6.3. Aktivitas scavenging
radikal anion superoksida dari IAD IAD (IC50, 1,85 μg/mL) menunjukkan aktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan EPD (IC50, 35,06 μg/mL) dan EKD (IC50, 22,16
μg/mL). Aktivitas scavenging radikal dari EKD sebanding dengan aktivitas EKM
EKM (IC50, 20,67 μg/mL) yang memiliki nilai IC50 tidak jauh berbeda. Bentuk
isolat antosianin dapat meningkatkan aktivitas scavenging terhadap radikal anion
superoksida sehingga mempunyai aktivitas yang sebanding dengan sampel
standar (katekin dan asam askorbat). IAD menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan asam askorbat (IC50, 6,59 μg/mL) dan aktivitasnya sebanding
dengan katekin (IC50, 1,27 μg/mL).
Xantin oksidase
Xantin oksidase
106
Gambar 6.6 Aktivitas scavenging radikal anion superoksida (O2•) dari ekstrak
pulp duwet (EPD), ekstrak kulit duwet (EKD), isolat antosianin duwet (IAD), ekstrak kubis merah (EKM), asam askorbat, dan katekin.
Katekin, termasuk kelompok flavonoid, dan IAD, utamanya mengandung
5 jenis antosianin, menunjukkan aktivitas scavenging radikal anion superoksida
lebih besar dari asam askorbat kemungkinan karena katekin dan IAD mempunyai
dua mode reaksi yaitu sebagai inhibitor xanthin oksidase dan scavenger radikal
superoksida. Pada asam askorbat kemungkinan hanya memiliki satu mode
reaksi yaitu hanya sebagai scavenger radikal superoksida sehingga aktivitas
menjadi lebih rendah. Alasan ini juga diperkuat oleh Lu dan Foo (2000) yang
menyatakan polifenol dapat mempunyai lebih dari satu mode reaksi pada sistem
pengujian ini: 1) dapat berperan sebagai inhibitor xanthin oksidase dan/atau
2) sebagai scavenger radikal superoksida. Lebih lanjut dijelaskan oleh Shi et al.
(2001), apabila sistem/reaksi enzimatis yang digunakan dalam pengujian maka
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 2 4 6 8 10
IAD
Asam askorbat
Katekin
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 10 20 30 40 50 60
(%)
EPD
EKD
EKM
10
20
30
40
50
60
70A
ktifi
tas
scav
engi
ng ra
dika
l ani
on
supe
roks
ida
(%)
Konsentrasi sampel/standar (μg/ml)
107
efek scavenging radikal superoksida kemungkinan berasal dari efek quenching
radikal atau/dan efek inhibisi enzim. Lebih lanjut dijelaskan hubungan antara
aktivitas dan struktur flavonoid sebagai inhibitor xantin oksidase dan scavenger
radikal anion superoksida. Gugus hidroksil pada C-5 dan C-7 serta ikatan
rangkap antara C-2 dan C-3 adalah penting/esensial untuk menghambat aktivitas
xantin oksidase. Gugus hidroksil pada C-3’ cincin B dan pada C-3 merupakan
gugus yang penting untuk aktivitas scavenging anion superoksida. Aucamp et al.
(1997) juga melaporkan bahwa katekin dalam teh mungkin beraksi pada tahapan
awal reaksi dengan menghambat produksi radikal superoksida melalui aksi
menghambat aktivitas xantin oksidase dan menetralkan radikal superoksida yang
telah terbentuk.
Penghambatan Peroksidasi Lipid (Lipoprotein LDL) Aktivitas penghambatan peroksidasi lipid dari antosianin buah duwet diuji
secara in vitro dalam sistem model yang mengandung lipoprotein LDL yang
diisolasi dari manusia. Lipoprotein LDL mengandung protein sebanyak 21% dan
lipid 79% (Marinetti 1990), sehingga mudah mengalami oksidasi. Banyak fakta
ilmiah yang mendukung keterlibatan LDL termodifikasi (modified LDL), melalui
reaksi oksidasi, pada patogenesis dari ateroklerosis. Untuk itu pada bagian
penelitian ini dilakukan pengujian kemampuan antosianin buah duwet dalam
menghambat oksidasi lipoprotein LDL.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak (EPD dan EKD) serta isolat
(IAD) buah duwet yang mengandung senyawa utama antosianin menunjukkan
aktivitas penghambatan terhadap oksidasi lipoprotein LDL menggunakan logam
Cu2+, Gambar 6.7 dan Tabel 6.4. Penelitian dari Hu et al. (2003); Kano et al.
(2005); Ghiselli et al. (1998); Heinonen et al. (1998), Kähkönen dan Heinonen
(2003), Brown dan Kelly (2007); juga menunjukkan bahwa antosianin memiliki
kemampuan dalam menghambat oksidasi lipoprotein LDL.
108
54.62g51.08fg
47.92ef 47.29ef45.78e
38.82d 37.18d
25.81c
17.34b
11.53a
0
10
20
30
40
50
60
Kontrol EDTA EPD 2.5μg/ml
EPD 10μg/ml
EKD 2.5μg/ml
EKD 10μg/ml
EKM 2.5μg/ml
EKM 10μg/ml
IAD 2.5μg/ml
Katekin 2.5μg/ml
Kon
sent
rasi
mal
onal
dehi
d (n
mol
MD
A/m
g pr
otei
n)
Gambar 6.7 Efek penghambatan oksidasi lipoprotein LDL oleh ekstrak pulp
duwet (EPD), ekstrak kulit duwet (EKD), ekstrak kubis merah (EKM), isolat antosianin duwet (IAD), dan katekin. Kontrol, LDL + Cu2+; EDTA, LDL + Cu2+ + EDTA. Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan hasil uji berbeda nyata (p<0,05).
Tabel 6.4 Konsentrasi malonaldehid dari LDL termodifikasi (oksidasi Cu2+) tanpa dan dengan ditambahkan ekstrak dan isolat antosianin buah duwet, ekstrak kubis merah, dan katekin
Sampel Konsentrasi malonaldehid Pengurangan (nmol MDA/mg protein) konsentrasi MDA dari kontrol (%)
Kontrol 54,62 ± 2,27 - EDTA 25,81 ± 4,27 52,75 EPD 2,5 μg/ml 51,08 ± 2,32 6,48 EPD 10 μg/ml 45,78 ± 2,66 16,20 EKD 2,5 μg/ml 47,92 ± 2,74 12,26 EKD 10 μg/ml 38,82 ± 2,58 28,92 EKM 2,5 μg/ml 47,29 ± 2,47 13,42 EKM 10 μg/ml 37,18 ± 2,01 31,93 IAD 2,5 μg/ml 17,34 ± 1,71 68,26 Katekin 2,5 μg/ml 11,53 ± 0,58 78,90
Kontrol, LDL + Cu2+; EDTA, LDL + Cu2+ + EDTA; sampel (EPD, EKD, EKM, IAD, katekin), LDL + Cu2+ + sampel; EPD, ekstrak pulp duwet; EKD, ekstrak kulit duwet; EKM, ekstrak kubis merah; IAD, isolat antosianin duwet.
Pengukuran penghambatan oksidasi lipoprotein LDL dengan mengukur
pembentukan hasil oksidasi sekunder, malonaldehid. Konsentrasi malonaldehid
dari ekstrak EPD dan EKD buah duwet (51,08 nmol MDA/mg protein dan 47,92
nmol MDA/mg protein) menunjukkan nilai lebih besar dari isolat antosianin buah
duwet, IAD (17,34 nmol MDA/mg protein) pada konsentrasi pengujian 2,5 μg/mL.
IAD memiliki kemampuan menghambat oksidasi lipoprotein LDL lebih besar
dibandingkan dengan ekstrak EPD dan EKD. Pembentukan malonaldehid
109
dengan penambahan ekstrak EKD dan EKM menunjukkan konsentrasi
malonaldehid yang hampir sama pada kedua konsentrasi pengujian, 2.5 dan 10
μg/mL. Hal ini menunjukkan bahwa EKD memiliki aktivitas penghambatan
terhadap oksidasi lipoprotein LDL yang sebanding dengan EKM. Sedangkan
aktivitas penghambatan oksidasi LDL untuk isolat antosianin buah duwet (IAD)
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan katekin. Katekin menunjukkan aktivitas
penghambatan terhadap oksidasi LDL yang paling tinggi diantara sampel yang
diujikan, dimana pembentukan malonaldehid kecil sebesar 11,53 nmol MDA/mg
protein pada kosentrasi pengujian 2,5 μg/mL. Pengurangan kadar malonaldehid
dari kontrol untuk sampel buah duwet yaitu EPD, EKD, dan IAD berturut-turut
sebesar 6,48-16,20%; 12,26-28,92%; dan 68,26%. Isolat antosianin duwet dapat
mengurangi pembentukan malonaldehid di atas nilai 50% pada konsentrasi
pengujian 2,5 μg/mL.
Pada tahapan reaksi oksidasi lipid dihasilkan radikal lipid seperti radikal
peroksil (ROO•), alkoksi (RO•), dan alkil (R•) (Hamilton et al. 1997; Gordon 1990).
Radikal lipid juga dihasilkan pada oksidasi lipoprotein LDL menggunakan logam
Cu2+. Menurut Aviram dan Fuhram (2003), flavonoid dapat menghambat oksidasi
LDL melalui beberapa mekanisme diantaranya: sebagai scavenging radikal
bebas dengan mendonorkan elektron atau atom hidrogen ke radikal bebas serta
mengkelasi (chelating agents) ion logam transisi (Gambar 6.8). Huang et al.
(2005) memaparkan tahapan autooksidasi, inisiasi dengan senyawa azo, dan
aksi penghambatan dari antioksidan sebagai berikut :
inisiasi R2N2 2R• + N2 R• + O2 ROO• ROO• + LH ROOH + L• propagasi L• + O2 LOO• LOO• + LH LOOH + L• inhibisi LOO• + AH LOOH + A• terminasi A• + (n-1)LOO• produk-produk nonradikal LOO• + LOO• produk-produk nonradikal (R2N2 = senyawa azo; LH = substrat asam lemak; ROO• = radikal peroksil; AH = antioksidan).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Gordon (1990) dan Bravo (1998), mekanisme
antioksidan primer fenolik (antioksidan pemutus rantai reaksi oksidasi) dalam
proses autooksidasi adalah dengan cepat menyumbangkan atom hidrogen ke
110
radikal lipid dan mengubah radikal lipid menjadi produk yang lebih stabil, seperti
diilustrasikan pada reaksi berikut :
ROO• + AH ROOH + A•
RO• + AH ROH + A•
(ROO• = radikal peroksil; RO• = radikal alkoksi; AH = antioksidan)
Menurut Bravo (1998), radikal fenoksil relatif stabil, oleh karena itu reaksi
berantai baru tidak mudah diinisiasi. Radikal fenoksil distabilisasi melalui
delokalisasi elektron tidak berpasangan mengelilingi cincin aromatik. Selain itu,
radikal fenoksi juga berperan sebagai terminator (penghenti reaksi berantai) pada
tahapan propagasi yang bereaksi dengan radikal bebas lain :
ROO• + A• ROOA
RO• + A• ROA
Mekanisme aktivitas antioksidan antosianin dalam menghambat oksidasi
lipid (lipoprotein LDL) utamanya berkaitan dengan keberadaan gugus hidroksil
pada cincin B (Seeram dan Nair 2002; Kähkönen dan Heinonen 2003; Brown dan
Kelly 2007). Jumlah dan posisi gugus OH pada cincin B sangat berpengaruh
pada aktivitas penghambatan oksidasi lipid lipoprotein LDL. Mekanismenya
adalah melalui pemutusan rantai propagasi dari radikal bebas (free radikal chain-
breaking), dimana semua gugus hidroksil (cincin B) dapat menyumbangkan atau
berperan sebagai donor elektron atau hidrogen sehingga terjadi pembersihan
(scavenging) atau pencegatan (inteceptor) terhadap radikal bebas.
Keseluruan antosianin buah duwet dalam bentuk 3,5-diglukosida dan
tidak memiliki struktur 4-okso sehingga kemampuan kelasi antosianin terhadap
logam Cu2+ terletak pada struktur katekol (o-difenolik) pada cincin B, juga untuk
struktur katekin (Gambar 6.8). Brown dan Kelly (2007) menjelaskan bahwa
keberadaan o-dihidroksifenol memberikan kontribusi kelasi ion Cu2+ yang dapat
memberikan peningkatan kemampuan penghambatan oksidasi lipid yang
diinduksi oleh ion logam.
Aktivitas Antioksidan Minuman Model yang Mengandung Antosianin Buah Duwet
Ekstrak antosianin buah duwet yang telah diuji memiliki aktivitas
antioksidan selanjutnya diaplikasikan ke dalam minuman model yang dibuat dari
bufer sitrat (pH 3) sebagai pewarna. Minuman model yang diberi warna
antosianin buah duwet baik tanpa kopigmentasi dan terkopigmentasi
111
intermolekular diuji kandungan total antosianin, total polifenol, serta aktivitas
antioksidan berdasarkan kemampuan scavenging radikal DPPH. Pengujian
aktivitas antioksidan pada minuman model yang diberi warna antosianin buah
duwet bertujuan untuk memberikan informasi tambahan peranan antosianin buah
duwet selain sebagai pewarna, juga sekaligus dapat memberikan manfaat
kesehatan terutama sebagai antioksidan. Pewarna berbasis antosianin dari buah
duwet dapat dikategorikan sebagai pewarna pangan fungsional.
Gambar 6.8 Pengikatan trace logam oleh senyawa polifenol (flavonoid).
Minuman model yang diberi warna antosianin buah duwet baik tanpa
kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular mengandung antosianin pada
kisaran nilai 63,27-65,73 μg CyE/ml, CyE = cyanidin equivalent dan kandungan
total polifenol pada kisaran nilai 65,32-578,99 μg GAE/ml, GAE = gallic acid
equivalent (Gambar 6.9). Penambahan kopigmen asam sinapat, asam kafeat,
asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary meningkatkan kandungan polifenol
minuman model. Asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat merupakan
senyawa polifenol termasuk kelompok asam fenolik (asam sinamat), sedangkan
ekstrak polifenol rosemary mengandung utamanya senyawa polifenol larut air
asam rosmarinat (Basaga et al. 1997; Brenes et al. 2005).
Aktivitas antioksidan minuman model yang mengandung antosianin buah
duwet baik tanpa kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular, dinyatakan
sebagai nilai kapasitas antioksidan AEAC (ascorbic acid equivalent antioxidant
capacity), ditampilkan pada Gambar 6.10. Kapasitas antioksidan minuman model
pada kisaran nilai 47,54-354,58 μg AA/ml, AA = asam askorbat. Minuman model
yang hanya diberi warna antosianin buah duwet (tanpa perlakuan
kopigmentasi/native) menunjukkan aktivitas antioksidan paling rendah sebesar
112
47,54 μg AA/ml, sedangkan minuman model yang diberi warna antosianin buah
duwet dan dikopigmentasi dengan ekstrak polifenol rosemary menunjukkan
aktivitas antioksidan paling tinggi sebesar 354,58 μg AA/ml. Minuman model
yang dikopigmentasi dengan ekstrak polifenol rosemary menunjukkan aktivitas
antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan minuman model yang
dikopigmentasi dengan asam sinamat (asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat)
karena ekstrak polifenol rosemary (utamanya mengandung asam rosmarinat)
memiliki sifat larut dalam air dibandingkan dengan asam sinamat yang tidak larut
sempurna dalam air.
63.73
64.15
63.27
65.73
64.20
300.52
154.79
207.75
268.50
317.65
524.30
578.99
65.32
241.85
0 100 200 300 400 500 600 700
Asn
AF
Asn+AF
AS
Asn+AS
AK
Asn+AK
EPR
Asn+EPR
Kandungan Antosianin (μg CyE/ml) / Total Polifenol (μg GAE/ml)
Asn = antosianin; Asn+AF = antosianin+asam ferulat; Asn+AS = antosianin+asam sinamat; Asn+AK = antosianin+asam kafeat; Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary
Gambar 6.9 Kandungan antosianin dan total polifenol minuman model yang
diberi warna antosianin buah duwet baik tanpa kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular. Penambahan kopigmen 1 mg/ml.
Perlakuan kopigmentasi intermolekular dengan asam sinapat, asam
kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary pada minuman model dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan dan tidak dijumpai adanya efek sinergisme
antara antosianin buah duwet dengan kopigmen. Peningkatan aktivitas
antioksidan pada minuman model terkopigmentasi intermolekular karena adanya
penambahan aktivitas antioksidan dari kopigmen yang ditambahkan dalam
minuman. Kopigmen (asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak
polifenol rosemary) yang ditambahkan dalam minuman model sebagai kontrol
113
negatif menunjukkan aktivitas antioksidan (Gambar 6.10). Selain itu, minuman
model dengan perlakuan kopigmentasi intermolekular menunjukkan aktivitas
antioksidan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan penjumlahan dari nilai
aktivitas antioksidan minuman model yang hanya ditambahkan antosianin buah
duwet (native) dengan aktivitas antioksidan minuman model yang hanya
ditambahkan kopigmen (kontrol negatif). Adanya interaksi antara antosianin dan
kopigmen membentuk kompleks antosianin-kopigmen diduga sebagai penyebab
menurunnya aktivitas antioksidan pada minuman model dengan perlakuan
kopigmentasi intermolekular.
205.72
239.79
320.10
354.58
143.87
99.45
117.91
80.39
47.54
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Asn
AF
Asn+AF
AS
Asn+AS
AK
Asn+AK
EPR
Asn+EPR
Kapasitas Antioksidan AEAC (μg AA/ml)
Asn = antosianin; Asn+AF = antosianin+asam ferulat; Asn+AS = antosianin+asam sinamat;
Asn+AK = antosianin+asam kafeat; Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary
Gambar 6.10 Kapasitas antioksidan minuman model yang diberi warna antosianin buah duwet (tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi). Penambahan kopigmen 1 mg/ml.
Ekstrak dan isolat antosianin buah duwet mengandung senyawa polifenol
utama yaitu antosianin, sehingga kontribusi utama terhadap aktivitas antioksidan
berasal dari antosianin. Mekanisme aktivitas antioksidan dari antosianin buah
duwet diantaranya sebagai scavenging radikal bebas (DPPH, hidroksil,
superoksida, dan radikal lipid) dengan mendonorkan elektron atau atom hirogen,
mengkelasi logam Cu2+ yang berperan dalam oksidasi lipid, serta inhibisi enzim
xantin oksidase yang berperan dalam pembentukan radikal anion superoksida.
114
Antosianin termasuk kelompok flavonoid sehingga memiliki mekanisme
aktivitas antioksidan yang sama dengan kebanyakan senyawa flavonoid lainnya.
Aktivitas antioksidan senyawa flavonoid sangat bergantung pada jumlah dan
lokasi gugus fenolik (-OH) yang berperan untuk menetralkan radikal bebas
dengan menyumbangkan atom hidrogen (donor elektron/atom hidrogen).
Flavonoid berperan mengurangi radikal bebas seperti radikal superoksida,
peroksil, alkoksil, dan hidroksil dengan menyumbangkan atom hidrogennya:
Fl-OH + R● Fl-O● + RH, dimana Fl-OH adalah flavonoid dan R● adalah
radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil. Aroksil radikal (Fl-O●)
beraksi dengan radikal lainnya membentuk struktur kuinon yang stabil (Pietta
2000).
Green (2007) melengkapi penjelasan diatas bahwa radikal antioksidan
fenolik setelah melakukan fungsi antioksidannya akan berubah menjadi radikal
fenoksil yang relatif stabil. Hal ini karena (1) delokalisasi elektron yang tidak
berpasangan dari radikal fenoksil yang terjadi pada cincin aromatik, Gambar
6.11; (2) radikal fenoksil kurang reaktif karena tidak mempunyai cukup energi
untuk reaksi oksidasi lebih lanjut; dan (3) radikal fenoksil dapat bereaksi dengan
radikal lainnya membentuk senyawa yang stabil. Lebih spesifik Castañeda-
Ovando et al. (2009) menjelaskan bahwa dalam struktur katekol, oksidasi yang
terjadi melalui radikal bebas membentuk radikal semikuinon yang stabil. Gambar
6.12 menyajikan mekanisme stabilisasi radikal semikuinon dari sianidin.
Gambar 6.11 Delokalisasi elektron tidak berpasangan di sekitar cincin aromatik
pada radikal fenol (Gordon 1990).
Kähkönen dan Heinonen (2003) juga menjelaskan bahwa
aktivitas/kemampuan antioksidan dari antosianin berhubungan dengan a) struktur
konjugasi dari antosianin yang mengambil bagian dalam delokalisasi elektron
yang menghasilkan produk radikal yang stabil, b) jumlah atau tingkat dan posisi
hidroksilasi dan metoksilasi pada cincin B, c) pola glikosilasi, dimana kekuatan
antioksidan dari antosianidin umumnya lebih tinggi dibandingkan bentuk glikosida
(antosianin). Lebih lanjut Castañeda-Ovando et al. (2009) menjelaskan bahwa
sianidin, delfinidin, dan petunidin yang mengandung substitusi o-dihidroksil
115
merupakan senyawa yang mudah mengalami oksidasi, sedangkan pelargonidin,
petunidin, dan malvidin tidak mudah mengalami oksidasi karena strukturnya tidak
disubstitusi o-dihidroksil. Sianidin, delfinidin, dan petunidin terkandung dalam
buah duwet sebesar ~73% memberikan kontribusi aktivitas antioksidan yang
lebih kuat, dibandingkan peonidin dan malvidin yang memberikan kontribusi
sebesar ~27%. Antosianin buah duwet menunjukkan aktivitas antioksidan yang
lebih rendah dibandingkan katekin dan kuersetin karena antosianin buah duwet
mengandung 2 gugus gula, keberadaan gugus gula yang berikatan pada
antosianin menurunkan aktivitas antioksidan. Satué-Gracia et al. (1997); Wang et
al. (1997); Kähkönen dan Heinonen (2003), menyatakan bahwa kekuatan
antioksidan dari antosianidin umumnya lebih tinggi dibandingkan bentuk glikosida
(antosianin). Hal ini juga didukung penelitian Rice-Evan et al. (1996) yang
menunjukkan tren penurunan nilai TEAC (trolox equivalent antioxidant capacity)
dengan adanya glikosilasi pada senyawa flavonoid.
Gambar 6.12 Mekanisme stabilisasi radikal semikuinon dari sianidin (resonansi) (diusulkan oleh Castañeda-Ovando et al. 2009).
SIMPULAN
Kontribusi utama senyawa polifenol dalam buah duwet berasal dari
antosianin sebesar ~83% (b/b) sehingga antosianin merupakan kontributor
utama aktivitas antioksidan buah duwet. Ekstrak dan isolat antosianin buah
duwet menunjukkan aktivitas antioksidan terutama dalam kemampuan
Sianidin Radikal bebas
Radikal semikuinon
116
scavenging radikal DPPH dan spesies oksigen reaktif/SOR serta kemampuan
dalam menghambat oksidasi lipoprotein LDL.
Isolat antosianin duwet (IAD) menunjukkan aktivitas antioksidan yang
lebih tinggi dibandingkan ekstrak antosianin buah duwet (ekstrak pulp duwet/EPD
dan ekstrak kulit duwet/EKD) dan ekstrak kubis merah (EKM), serta memiliki
aktivitas antioksidan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan sampel standar
(kuersetin, katekin, dan asam askorbat). Perkecualian pada pengujian
scavenging radikal anion superoksida, isolat antosianin duwet menunjukkan
aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan asam askorbat. Ekstrak kulit duwet (EKD)
memiliki aktivitas antioksidan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak
kubis merah (EKM), ekstrak kubis merah telah digunakan secara komersial untuk
pewarna pangan.
Minuman model yang ditambahkan antosianin buah duwet baik tanpa
kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular menunjukkan aktivitas
antioksidan. Kopigmentasi antosianin buah duwet dalam minuman model dengan
asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary
meningkatkan kandungan total polifenol dan aktivitas antioksidan minuman.
Tidak ada efek sinergisme antara antosianin buah duwet dengan kopigmen
terhadap aktivitas antioksidan.
Antosianin yang terkandung dalam buah duwet memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai pewarna alami fungsional untuk pangan. Antosianin buah
duwet selain berfungsi sebagai pewarna untuk pangan juga dapat sekaligus
berfungsi sebagai antioksidan yang dapat memberikan efek positif untuk
kesehatan manusia.
top related