bahan tayangan uud
Post on 10-Aug-2015
87 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LATAR BELAKANG, PROSES, & PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
PATANIARI SIAHAAN
Memberikan pemahaman yang utuh dan menyeluruh mengenai materi UUD NRI Tahun 1945 serta materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan MPR.
Memberikan pemahaman yang utuh dan menyeluruh mengenai materi UUD NRI Tahun 1945 serta materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan MPR.
Mempersiapkan peserta agar mampu menjadi narasumber dalam penyelenggaraan sosialisasi Putusan MPR RI di lingkungannya
Mempersiapkan peserta agar mampu menjadi narasumber dalam penyelenggaraan sosialisasi Putusan MPR RI di lingkungannya
I. PENGANTAR MATERI
I.1. MAKSUD DAN TUJUAN SOSIALISASI
11
pata.doc
BUKU UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
BUKU PANDUAN PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
I. PENGANTAR MATERI
I.2. MATERI YANG DIGUNAKAN
22
pata.doc
I. PENGANTAR MATERI
I.3. NAMA RESMI
33
pata.doc
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah (Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 Sebagai Naskah Perbantuan Dan Kompilasi Tanpa Ada Opini)
Naskah Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (ditetapkan tanggal 19 Oktober 1999)
Naskah Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (ditetapkan tanggal 18 Agustus 2000)
Naskah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (ditetapkan tanggal 9 November 2001)
Naskah Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (ditetapkan tanggal 10 Agustus 2002)
Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959)
I. PENGANTAR MATERI
I.4. ISI UUD NRI TAHUN 1945
44
pata.doc
UUD 1945
Disahkan tanggal 18 Agustus 1945 pada Sidang PPKI yang
dipimpin Ir.Soekarno
Bentuk Negara KesatuanBentuk Pemerintahan RepublikSistem Pemerintahan Presidensiil
Konstitusi RIS1949 - 1950 Bentuk Negara Federal
Bentuk Pemerintahan RepublikSistem Pemerintahan Parlementer
MPR memegang sepenuhnya kedaulatan rakyat, kekuasaan
MPR tidak terbatas
Bentuk Negara KesatuanBentuk Pemerintahan RepublikSistem Pemerintahan Parlementer
Tahun 1946 Prof. Dr. Supomo memuat Penjelasan UUD 45
dalam Berita Negara
Kedaulatan dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama
DPR dan Senat
UUD Sementara
Disahkan oleh Parlemen RIS dan KNIP RIS tanggal 17
Agustus 1950
Bentuk Negara KesatuanBentuk Pemerintahan RepublikSistem Pemerintahan ParlementerKekuasaan kedaulatan
dilakukan oleh DPR dan Konstituante
UUD 1945Diberlakukan kembali melalui
Dekrit Presiden Soekarno tanggal 5 Juli 1959
(Pembukaan, Batang Tubuh, Penjelasan)
I. PENGANTAR MATERI
I.5. RIWAYAT SINGKAT KONSTITUSI NEGARA RI
55
Bentuk Negara KesatuanBentuk Pemerintahan RepublikSistem Pemerintahan Presidensiil
1. Amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
3. Penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi daerah).
5. Mewujudkan kebebasan pers.6. Mewujudkan kehidupan demokrasi.
II. LATAR BELAKANG PERUBAHAN
II.1. TUNTUTAN REFORMASI
66
pata.doc
1. UUD 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Pasal 1 ayat (2):“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR”.Penjelasan UUD 1945, Sistem Pemerintahan Negara:“III. Kekuasaan negara yang tertinggi ditangan MPR (Die gezamte staatgewalt liegi
allein bei der Majelis)”.“3. Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan
Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indnonesia (Vertretungsorgan des
Willens des Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar dan
menetapkan garis-garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat Kepala
Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden). Majelis inilah yang
memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan
haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis.
Presiden yang diangkat oleh Majelis, bertunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia adalah “mandataris” dari Majelis. Ia berwajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak “neben akan tetapi “untergeordnet” kepada Majelis.”
II. LATAR BELAKANG PERUBAHAN
II.2. ANALISIS PERMASALAHAN UUD 45
77
pata.doc
2. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (presiden). Sistem yang dianut adalah dominan eksekutif (executive heavy,) yakni kekuasaan dominan berada di tangan presiden. Presiden menjalankan pemerintahan (chief executive) yang dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasaan membentuk undang-undang. Hak Prerogratif:Pasal 13 UUD 1945: “(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Presiden menerima duta negara lain”.Pasal 14 UUD 1945: “Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi”.Kekuasaan legislatif:Pasal 5 ayat 1 UUD 1945: “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan DPR”.Pasal 20 UUD 1945 : “Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan DPR”.Penjelasan UUD 1945 BAB VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, Pasal 19, 20, 21 dan 23: “Dewan ini harus memberi persetujuannya kepada tiap-tiap rancangan undang-undang dari pemerintah…”
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsiran (multitafsir).Pasal 6 ayat (1) UUD 1945: “Presiden ialah orang Indonesia asli”.Pasal 7 UUD 1945: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa 5
tahun” dan sesudahnya dapat dipilih kembali.”
88
pata.doc
4. UUD 1945 terlalu banyak memberikan kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang.
5. Rumusan tentang semangat penyelenggara negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia (HAM), dan otonomi daerah.
99
pata.doc
hanya menyangkut aspek hukum, bahwa kekuasaan merupakan sesuatu yang mutlak harus dibatasi sesuai dengan adigium bahwa power tends to corrupt; absolute power corrupt absolutely. Konstitusi hanya mengandung norma-norma hukum yang membatasi kekuasaan yang ada dalam Negara.
merupakan bentuk pengaturan tentang berbagai aspek yang mendasar dalam sebuah Negara, baik aspek hukum maupun aspek lainnya yang
merupakan kesepakatan masyarakat untuk diatur (aspek sosial maupun aspek filosofis dalam arti asas-asas yang didasarkan pada alasan-alasan
tertentu) .
wujudnya sebagai ketentuan konstitusional yang bersifat normatif dan berkualifikasi sebagai konsep sebagaimana diinginkan oleh suatu bangsa
untuk diwujudkan sebagai perwujudan perjanjian sosial.konstitusi hendaknya tidak sekedar berisi rumusan yuridik-normatif,
melainkan harus bersifat praktikan serta menunjukan adanya interaksi antar-komponen (di dalam konstitusi). Konstitusi sebagai dokumen hukum dan dokumen sosial-politik resmi yang kedudukannya sangat istimewa dan luhur dalam sistem hukum suatu negara, terdiri dari peraturan-peraturan dasar diperoleh melalui kesepakatan-kesepakatan tentang prinsip-prinsip
pokok kekuasaan negara, maksud dan tujuan negara, organisasi kekuasaan negara, hak dan kewajiban, wewenang dan tanggung jawab, pembatasan terhadap kekuasaan negara, mengatur hubungan antar lembaga negara, termasuk jaminan atas perlindungan hak-hak asasi manusia dan warga
negara
DALAM ARTI SEMPIT
DALAM ARTI LUAS
DALAM ARTI STATIK
DALAM ARTI DINAMIK
II. LATAR BELAKANG PERUBAHAN
II.3. PENGERTIAN KONSTITUSI
• Konstitusi diartikan sebagai dokumen hukum dan dokumen sosial politik (social and political document) resmi yang kedudukannya sangat istimewa (a special legal sanctity) dan luhur dalam sistem hukum suatu negara.
• Konstitusi terdiri dari peraturan-peraturan dasar (basic law) yang diperoleh melalui kesepakatan-kesepakatan tentang prinsip-prinsip pokok kekuasaan negara, hak dan kewajiban, wewenang dan tanggung jawab, pembatasan terhadap kekuasaan negara, mengatur hubungan antar lembaga negara, termasuk jaminan atas perlindungan HAM warga negara.
1010
II. LATAR BELAKANG PERUBAHAN
II.4. MUATAN KONSTITUSI
Menurut HEN VAN MAARSEVEEN konstitusi harus menjawab berbagai persoalan pokok, antara lain:
konstitusi merupakan hukum dasar suatu negara; konstitusi harus merupakan sekumpulan aturan-aturan dasar yang
menetapkan lembaga-lembaga yang penting dalam negara; konstitusi melakukan pengaturan kekuasaan dan huibungan
keterkaitannya; konstitusi mengatur hak-hak dasar4 dan kewajiban warga negara dan
pemerintah, baik sendiri-sendiri maupunj bersama-sama; konstitusi harus dapat mengatur dan membatasi kekuasaan negara dan
lembaga-lembaganya; konstitusi merupakan ideologi elit penguasa; konstitusi menentukan hubungan materil antara negara dengan
masyarakat.
1111
pata.doc
1. menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan memperkokoh NKRI yang berdasarkan Pancasila;
2. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
3. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan paham HAM dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang dicita-citakan oleh UUD 1945 ;
4. menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) yang lebih ketat dan transparan, dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman;
5. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika, moral, dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara sejahtera;
6. melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;
7. menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, serta kepentingan bangsa dan negara Indonesia dewasa ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.
III. TUJUAN PERUBAHAN 1212
pata.doc
1. Secara yuridik, perubahan konstitusi dapat dilakukan apabila dalam konstitusi itu telah ditetapkan tentang syarat dan prosedur perubahan konstitusi. Perubahan konstitusi yang ditetapkan dalam konstitusi disebut perubahan secara formal (formal amendment).
2. Perubahan konstitusi juga dapat dilakukan melalui cara tidak formal yaitu oleh kekuatan-kekuatan yang bersifat primer (some primary forces), penafsiran oleh pengadilan (judicial interpretation) dan oleh kebiasaan dalam bidang ketatanegaraan (usages and conventions).
IV. PERUBAHAN KONSTITUSI
Berdasarkan hasil penelitian terhadap beberapa konsitusi dari berbagai negara dapat dikemukakan hal-hal yang diatur dalam konstitusi mengenai perubahan konstitusi yaitu:
Usul inisiatif perubahan konstitusi. Syarat penerimaan atau penolakan usul tersebut menjadi agenda resmi bagi
lembaga pengubah konstitusi. Pengesahan rancangan perubahan konstitusi. Pengumuman resmi pemberlakuan hasil perubahan konstitusi. Pembatasan tentang hal-hal yang tidak boleh diubah dalam konstitusi. Hal-hal yang hanya boleh diubah melalui putusan referendum atau klausa khusus. Lembaga-lembaga yang berwenang melakukan perubahan konstitusi, seperti
parlemen, negara bagian bersama parlemen, lembaga khusus, rakyat melalui referendum.
1313
pata.doc
1. Pasal 37 UUD 1945 mengatur prosedur perubahan UUD 1945. Naskah yang menjadi objek perubahan adalah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959.
2. Sebelum melakukan perubahan UUD 1945, MPR dalam Sidang Istimewa MPR tahun 1998 mengeluarkan Ketetapan MPR No.VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor IV/ MPR/1983 tentang Referendum yang mengharuskan terlebih dahulu penyelenggaraan referendum secara nasional dengan persyaratan yang demikian sulit sebelum dilakukan perubahan UUD 1945 oleh MPR.
3. Ketetapan MPR No.IX/MPR/1999 tentang Penugasan Badan Pekerja MPR RI untuk Melanjutkan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Ketetapan MPR No.IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja MPR RI untuk Mempersiapkan Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Ketetapan MPR. No.XI/MPR/2001 tentang Perubahan atas Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja MPR RI untuk Mempersiapkan Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
V. DASAR YURIDIS 1414
pata.doc
1. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945 karena memuat dasar filosofis dan dasar normatif yang mendasari seluruh pasal dalam UUD 1945, mengandung staatsidee berdirinya NKRI, tujuan (haluan) negara serta dasar negara yang harus tetap dipertahankan.
2. Mempertahankan bentuk negara kesatuan yakni NKRI, negara kesatuan adalah bentuk yang ditetapkan sejak awal berdirinya negara Indonesia dan dipandang paling tepat untuk mewadahi ide persatuan sebuah bangsa yang majemuk ditinjau dari berbagai latar belakang.
3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial, bertujuan untuk memperkukuh sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis yang dianut oleh Negara Republik Indonesia dan pada tahun 1945 telah dipilih oleh pendiri negara ini.
4. Memasukkan Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif ke dalam pasal-pasal (Batang Tubuh). Peniadaan Penjelasan UUD 1945 dimaksudkan untuk menghindarkan kesulitan dalam menentukan status “Penjelasan” dari sisi sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan. Penjelasan UUD 1945 bukan produk BPUPKI atau PPKI.
5. Perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara adendum. Perubahan dilakukan dengan tetap mempertahankan naskah asli UUD 1945 sebagaimana terdapat dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959 hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan naskah perubahan-perubahan UUD 1945 diletakkan melekat pada naskah asli.
VI. PROSES PERUBAHAN
VI.1. KESEPAKATAN DASAR
1515
pata.doc
Pembahasan oleh Badan Pekerja Majelis terhadap bahan-bahan yang masuk dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan rancangan Putusan Majelis sebagai bahan pokok pembicaraan tingkat II.
Pembahasan oleh Rapat Paripurna Majelis yang didahului oleh penjelasan Pimpinan dan dilanjutkan dengan Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi.
Pembahasan oleh Komisi / Panitia Ad Hoc Majelis terhadap semua hasil pembicaraan tingkat I dan II hasil pembahasan pada tingkat III ini merupakan rancangan putusan Majelis.
Pengambilan putusan oleh Rapat Paripurna Majelis setelah mendengar laporan dari Pimpinan Komisi / Panitia Ad Hoc Majelis dan bilamana perlu dengan kata akhir dari fraksi-fraksi
VI. PROSES PERUBAHAN
VI.2. TINGKAT-TINGKAT PEMBICARAAN (PASAL 92 TATIB MPR)
TINGKAT I
TINGKAT II
TINGKAT III
TINGKAT IV
1616
pata.doc
1. materi Rancangan Perubahan UUD Negara RI tahun 1945 sebagaimana dibuat dalam lampiran beberapa Tap MPR (Khusus untuk pembahasan Rancangan Perubahan kedua, ketiga, Keempat UUD Negara RI tahun 1945).
2. materi usulan Fraksi-fraksi MPR yang disampaikan dalam pengantar musyawarah pada rapat BP MPR.
3. materi usulan lembaga negara / pemerintah;4. materi usulan berbagai kelompok masyarakat (pihak perguruan tinggi,
ormas, pakar, LSM, lembaga pengkajian, dll );5. materi hasil kunjungan kerja kedaerah; 6. materi hasil seminar;7. materi usulan dari perseorangan warga negara;8. materi hasil studi banding kenegara-negara lain;9. materi masukkan dari Tim Ahli Panitia Ad Hoc I BP MPR.
VI. PROSES PERUBAHAN
VI.3. BAHAN BAHASAN RAPAT PAH I BP MPR
1717
pata.doc
Seluruh materi termasuk materi usulan fraksi-fraksi MPR yang belum sempat dibahas pada sidang-sidang MPR dibahas pada rapat pleno PAH I BP MPR.
Setelah rapat pleno, dilakukan rapat perumusan (dilakukan oleh Tim Perumus yang dibentuk oleh PAH I BP MPR) untuk merumuskan materi yang telah dibahas pada rapat pleno PAH I BP MPR, menginventarisasi pasal-pasal yang menjadi usulan fraksi atau yang telah dibahas dalam sidang-sidang MPR namun belum diputuskan serta melakukan inventarisasi permasalahan yang disampaikan oleh fraksi-fraksi MPR dalam pengantar musyawarah fraksi pada rapat BP MPR.
Hasil kesepakatan Tim Perumus, selanjutnya dibahas pada rapat pleno dengan tujuan untuk menyerasikan dan menyempurnakan materi-materi yang saling terkait antara satu bab dengan bab lainnya. Satu pasal dengan pasal lainnya, satu ayat dengan ayat lainnya. Selain itu rapat sinkronisasi diselenggarakan untuk merangkum dan melihat kembali hal-hal yang menyangkut permasalahan dan perhatian tiap-tiap fraksi sebagaimana disampaikan dalam pengantar musyawarah fraksi pada rapat BP MPR.
Materi yang telah disinkronkan, selanjutnya dibahas dalam rapat finalisasi dengan tujuan untuk merumuskan dan mensistematiskan materi rancangan perubahan UUD Negara RI Tahun 1945.
Materi yang dihasilkan dari rapat finalisasi, selanjutnya disosialisasikan sekaligus dilakukan uji sahih kepada berbagai kalangan masyarakat dan lembaga negara/pemerintah. Tujuannya ialah untuk menyerap berbagai pandangan, pendapat, dan tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat dan lembaga negara/pemerintah terhadap hasil rumusan rapat finalisasi.
Pembahasan berbagai pandangan, pendapat, dan tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat dan lembaga negara/pemerintah dilakukan oleh PAH I BP MPR dengan menyelenggarakan kegiatan review yang didahului dengan kegiatan pre-review.
Hasil kerja PAH I BP MPR selanjutnya disahkan oleh rapat PAH I BP MPR dan rapat BP MPR. Hasil kerja yang disepakati itu kemudian menjadi bahan pokok Pembicaraan Tingkat II.
VI. PROSES PERUBAHAN
VI.4. MEKANISME PEMBAHASAN RANCANGAN PERUBAHAN UUD NRI 1945 OLEH PAH I
1818
UUD 1945 merupakan konstitusi dalam arti luas. Ia bukan hanya dokumen hukum, melainkan juga mengandung aspek “non
hukum”, seperti pandangan hidup, cita-cita moral, dasar filsafat, keyakinan religius, dan paham politik suatu bangsa.
VIII. UUD NRI TAHUN 1945 SEBAGAI KONSTITUSI NEGARA RI
UUD 1945 merupakan konstitusi dalam arti dinamik, yang tidak sekedar berisi tentang pembatasan kekuasaan melainkan juga tersedianya pengaturan interaktif antar unsur bangsa secara
bersama-sama guna menentukan persoalan-persoalan ketatanegaraan yang ingin diwujudkan.
UUD 1945 sebagai hukum dasar, pengejewantahan konstitusi sebagai kerangka dasar dan rujukan negara terletak pada dasar,
tujuan negara, serta strategi pencapaian tujuan negara dalam menyelenggarakan masyarakat yang sejahtera, adil dan
makmur, baik secara material maupun spiritual. Karena itu, pemerintah yang cenderung menyalahgunakan kekuasaan harus dibatasi oleh konstitusi yang lahir dari kesepakatan nasional. Pembatasan itu umumnya ditandai oleh suatu
konstitusi yang mengandung nilai-nilai HAM yang mengacu pada nilai-nilai universal, yaitu yang terkandung dalam konvensi
internasional dan regional
UUD 1945
1919
pata.doc
IX. KARAKTER, SIFAT, DAN KEDUDUKAN KONSTITUSI
IX.1. KARAKTER KONSTITUSI
Konstitusi sebagai hukum tertinggi negara (a consitution is a supreme law of the land).
Konstitusi sebagai kerangka kerja sistem pemerintahan (a constitution is frame work for government).
Konstitusi sebagai instrument yang legitimate untuk membatasi kekuasaan pejabat pemerintah (a constitution is a letigimate way to grant and limit powers of government officials).
Konsitusi sebagai kendaraan yang dapat meng-akomodasikan tatanan internasional (the vehicle for defining the international order) ke dalam hukum nasional.
Keempat karakter konstitusi tersebut menunjukkan kedudukan konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi suatu negara, juga sebagai instrumen efektif untuk mencegah timbulnya penyalahgunaan kekuasaan (abuse power). Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi memiliki sifat dan kedudukan yang sangat kuat. Produk hukum lainnya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi dan kalau bertentangan harus dibatalkan (lex superior derogat legi inferior) melalui proses uji material (judicial review). Konsekuensi yuridisnya ialah bahwa seluruh peraturan yang ada di bawahnya harus dijiwai oleh substansi dan materi muatan konsitusi tersebut.
2020
pata.doc
IX. KARAKTER, SIFAT, DAN KEDUDUKAN KONSTITUSI
IX. 2. SIFAT KONSTITUSI
Sifat Konstitusi dari sisi materi muatan (subtance). Konstitusi harus memiliki materi muatan yang singkat dan elastis. Ringkas berarti hanya memuat materi muatan yang bersifat pokok atau mendasar saja, elastis berarti memuat materi muatan yang dapat mengikuti perkembangan jaman yang terjadi.
Konstitusi harus memiliki sifat derajat tinggi dalam suatu negara, konstitusi berada diatas segala peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga tidakl ada materi peraturan perundang-undangan lain yang bertentangan dengan konstitusi.
Sifat Konstitusi dari sisi materi muatan
(subtance)
Sifat Konstitusi dari sisi bentuk.
2121
pata.doc
IX. KARAKTER, SIFAT, DAN KEDUDUKAN KONSTITUSI
IX.3. KEDUDUKAN & FUNGSI KONSTITUSI
Konstitusi berfungsi sebagai dokumen nasional (national document) yang mengandung perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, ekonomi, kesejahteraan, dan aspek fundamental yang menjadi tujuan negara.
Konstitusi sebagai piagam kelahiran negara baru (a birth certificate of new state).
Konsitusi sebagai sumber hukum tertinggi. Konstitusi mengatur maksud dan tujuan terbentuknya suatu negara dengan sistim administrasinya melalui adanya kepastian hukum yang terkandung dalam pasal-pasalnya, unifikasi hukum nasional, social control, memberikan legitimasi atas berdirinya lembaga-lembaga negara termasuk pengaturan tentang pembagiann dan pemisahan kekuasaan antara organ legislatif, eksekutif, dan yudisial.
Konstitusi sebagai identitas nasional dan lambang persatuan. Konstitusi sebagai alat untuk membatasi kekuasaan. Konstitusi dapat berfungsi untuk membatasi kekuasaan, mengendalikan
perkembangan dan situasi politik yang selalu berubah, serta berupaya untuk menghindarkan penyalahgunaan kekuasaan.
Konstitusi sebagai pelindung HAM dan kebebasan warga negara. Konstitusi memberikan perlindungan terhadap HAM dan kebebasan warga negara.
2222
pata.doc
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945
PEMBUKAAN(Preambule)
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2323
pata.doc
BAB I. BENTUK DAN KEDAULATAN
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk
Republik
[Pasal 1 (1)]
Negara Indonesia adalah negara
hukum
[Pasal 1 (3)***]
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar
[Pasal 1 (2)***]
2424
pata.doc
TNI/POLRI
dewan pertimbanga
n
kementerian negara badan-badan
lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman
KY
UUD 1945
kpu bank sentra
l
DPR DPDMPR
LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAANmenurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
BPK MA MKPresiden
PUSAT
DAERAH
Lingkungan Peradilan TUN
Lingkungan Peradilan Militer
Lingkungan Peradilan Agama
Lingkungan Peradilan Umum
Perwakilan BPK
Provinsi
Pemerintahan Daerah Provinsi
DPRDGubernur
Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
DPRDBupati/
Walikota
2525
pata.doc
Pasal 24 (1)***Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan
MA MK
Pasal 4 (1)Memegang kekuasaan
pemerintahan
Presiden
Lembaga-lembaga Negara yang memegang kekuasaan menurut UUD
Pasal 20 (1)*Memegang kekuasaan
membentuk UU
DPR
2626
pata.doc
MPRPasal 2 (1)****
Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar [Pasal 3 ayat (1)*** dan Pasal 37**** ];
Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden [Pasal 3 ayat (2)***/**** ];
Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar
[Pasal 3 ayat (3)***/****];
Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden [Pasal 8 ayat (2)***];
Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya, jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan [Pasal 8 ayat (3)****].
Wewenang
BAB II. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
ANGGOTA DPR
dipilih melalui pemilu
ANGGOTADPDdipilih
melalui pemilu
2727
Presiden/Wakil Presiden
BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Syarat, Masa Jabatan, dan Wewenang Presiden/Wakil Presiden
Antara lain tentang: memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD [Pasal 4 (1)]; berhak mengajukan RUU kepada DPR [Pasal 5 (1)*]; menetapkan peraturan pemerintah [Pasal 5 (2)*]; memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa
[Pasal 9 (1)*]; memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU (Pasal 10); menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR [Pasal 11 (1)****]; membuat perjanjian internasional lainnya… dengan persetujuan DPR [Pasal 11 (2)***]; menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12); mengangkat duta dan konsul [Pasal 13 (1)]. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 13 (2)*]; menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 13 (3)*]; memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA [Pasal 14 (1)*]; memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 14 (2)*]; memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan UU (Pasal 15)*; membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16)****; pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri [Pasal 17 (2)*]; pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR [Pasal 20 (2)*] serta pengesahan RUU [Pasal 20 (4)*]; hak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU dalam kegentingan yang memaksa [Pasal 22 (1)]; pengajuan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23 (2)***]; peresmian keanggotaan BPK yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23F (1)***]; penetapan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh KY dan disetujui DPR [Pasal 24A (3)***]; pengangkatan dan pemberhentian anggota KY dengan persetujuan DPR [Pasal 24B (3)***]; pengajuan tiga orang calon hakim konstitusi dan penetapan sembilan orang anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***].
Wewenang, Kewajiban, dan Hak
Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus
seorang warga negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah
mengkhianati negara, serta mampu secara
rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai Presiden dan Wakil
Presiden. [Pasal 6 (1)***]
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat [Pasal 6A (1)***]
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali
dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali
masa jabatan. (Pasal 7 *)
2828
Pemilu
mendapatkan suara >50% jumlah suara
dalam pemilu dengan sedikitnya 20% di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 jumlah
provinsi[Pasal 6A (3)***]
Presidendan
Wapres
BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat
[Pasal 6A (1)***]
diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pemilu
[Pasal 6A (2) ***]
Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih
[Pasal 6A (4)****]
pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dalam pemilu
pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak kedua dalam pemilu
Pemilupasangan
yang memperoleh
suara terbanyak
2929
pata.doc
MPR
MK
BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARAPengusulan Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
DPR
usul DPR tidak
diterima
wajib memeriksa, mengadili, dan memutus
paling lama 90 hari setelah permintaan diterima
[Pasal 7B (4)***]
Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat
dilakukan dengan dukungan sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir dalam
sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
[Pasal 7B (3)***]
Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden telah melakukan pelanggaran hukum
ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat[Pasal 7B (2)***]
wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul DPR paling lambat 30 hari sejak usul diterima[Pasal 7B (6)***]
Keputusan diambil dalam sidang paripurna, dihadiri sekurang-
kurangnya 3/4 jumlah anggota, disetujui
sekurang-kurangnya 2/3 jumlah yang hadir, setelah Presiden
dan/atau wakil presiden diberi kesempatan
menyampaikan penjelasan
[Pasal 7B (7)***]
DPR menyelenggaraka
n sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian kepada MPR
[Pasal 7B (5)***]
usul DPRditerima
Presiden dan/atau
Wakil Presiden
terus menjabat
Presiden dan/atau Wakil
Presiden diberhentikan
tidak terbukti
terbukti
3030
pata.doc
MPR
selambat-lambatnya dalam
waktu 60 hari menyelenggarakan sidang MPR untuk memilih Wapres
Wapres terpilih
BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Pemilihan Wakil Presiden Dalam Hal Terjadi Kekosongan Wakil Presiden[Pasal 8 (2)***]
mengajukan dua calon
Wapres
Presiden
3131
pata.doc
MPR
Presidendan
Wapres
BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Dalam Hal Keduanya Berhalangan Tetap Secara Bersamaan [Pasal 8 (3)****]
selambat-lambatnya dalam
waktu 30 hari menyelenggarakan sidang MPR untuk
memilih
parpol atau gabungan parpol
yang pasangan calon Presiden dan
Wapresnya meraih suara terbanyak pertama dalam
pemilu sebelumnya
mengusulkan pasangan
calon Presiden dan
Wapres
parpol atau gabungan parpol
yang pasangan calon Presiden dan
Wapresnya meraih suara terbanyak
kedua dalam pemilu sebelumnya
mengusulkan pasangan
calon Presiden dan
Wapres
3232
pata.doc
mengangkat dan menerima Duta[Pasal 13 (2)* dan (3)*]
memberi grasi dan rehabilitasi[Pasal 14 (1)*]
memberi amnesti dan abolisi[Pasal 14 (2)*]
BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain dan internasional lainnya[Pasal 11 (1)**** dan (2)***]
memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
undang-undang(Pasal 15 *)
menyatakan keadaan bahaya(Pasal 12)
denganpersetujuan
denganpertimbangan
denganpertimbangan
denganpertimbangan
PresidenDPR MA
3333
pata.doc
Presiden
dibantumenteri-menteri negara
[Pasal 17 (1)]
yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden[Pasal 17 (2)*]
membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan[Pasal 17 (3)*]
membentuk suatu dewan pertimbangan
yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden
(Pasal 16) ****
BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARAKementerian Negara dan Dewan Pertimbangan
Pembentukan, pengubahan, dan
pembubaran kementerian negara diatur
dalam undang-undang
[Pasal 17 (4) ***]
3434
pata.doc
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan [Pasal 18 (2)**]
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh UU ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat [Pasal 18 (5) **]berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan [Pasal 18 (6)**]
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang [Pasal 18 (1)**]
PEMERINTAHAN DAERAH
KEPALA PEMERINTAH
DAERAH
DPRD
BAB VI. PEMERINTAHAN DAERAH
anggota DPRD dipilih melalui pemilu
[Pasal 18 (3) **]
Gubernur, Bupati,
Walikota dipilih secara
demokratis[Pasal 18 (4)**]
3535
pata.doc
BAB VI. PEMERINTAHAN DAERAHHubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat
istimewa yang diatur dengan undang-undang[Pasal 18 B (1)**]
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang[Pasal 18 B (2)**]
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil
dan selaras berdasarkan undang-undang[Pasal 18 A (2)**]
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah[Pasal 18 A (1)**]
3636
pata.doc
Fungsi, Wewenang, dan HakAntara lain tentang:
memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan [Pasal 20A (1)**] ;
mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat [Pasal 20A (2)**] ;
pengajuan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden [Pasal 7B (1)***] ;
persetujuan dalam menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian [Pasal 11 (1) dan (2)****] ;
pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan duta [Pasal 13 (2)*] ;
pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam menerima penempatan duta negara lain [Pasal 13 (3)*] ;
pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi [Pasal 14 (2)*] ;
persetujuan atas perpu [Pasal 22 (2)] ;
pembahasan dan persetujuan atas RAPBN yang diajukan oleh Presiden [Pasal 23 (2) dan (3)***] ;
pemilihan anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23F (1)***] ;
persetujuan calon hakim agung yang diusulkan oleh KY [Pasal 24A (3)***] ;
persetujuan pengangkatan dan pemberhentian anggota KY [Pasal 24B (3)***] ;
pengajuan tiga orang calon anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***] ;
DPRmemegang kekuasaan
membentuk UU [Pasal 20 (1)*]
BAB VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
anggota DPR dipilih melalui
pemilihan umum
[Pasal 19 (1)**]
anggota DPR dapat
diberhentikan dari
jabatannya, yang syarat-
syarat dan tata caranya
diatur dalamundang-undang
(Pasal 22B**)
3737
mengesahkan UU
[Pasal 20 (4)*]
Dalam hal RUU tidak disahkan dalam waktu 30
hari, RUU tersebut sah
menjadi UU dan wajib
diundangkan[Pasal 20 (5)**]DPR
memegang kekuasaan
membentuk UU[Pasal 20 (1)*]
Anggota berhak
mengajukan usul RUU
(Pasal 21*)
tidak boleh diajukan lagi
dalam persidangan
masa itu[Pasal 20 (3)*]
BAB VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYATPembentukan Undang-Undang
Presiden
berhak mengajukan
RUU[Pasal 5 (1)*]
mendapat persetujuan bersama
tidak mendapat persetujuan bersama
RUU dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk
mendapat persetujuan
bersama[Pasal 20 (2)*]
3838
pata.doc
mengesahkan UU
[Pasal 20 (4)*]
Dalam hal RUU tidak disahkan
dalam waktu30 hari, RUU tersebut sah menjadi UUdan wajib
diundangkan[Pasal 20 (5)**]
DPRmemegang kekuasaan membentuk
UU[Pasal 20 (1)*]
Anggota berhak
mengajukan usul RUU
(Pasal 21*)
tidak boleh diajukan lagi
dalam persidangan
masa itu[Pasal 20 (3)*]
Presiden
berhak mengajuka
n RUU[Pasal 5
(1)*]
mendapat persetujuan bersama
tidak mendapat persetujuan bersama
RUU dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk
mendapat persetujuan
bersama[Pasal 20 (2)*]
BAB VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYATPembentukan UU yang terkait dengan kewenangan DPD
DPDdapat
mengajukan RUU yang
sesuai dengan kewenanganny
a [Pasal 22D
(1)***]ikut membahas dan
memberikan pertimbangan atas RUU yang sesuai dengan kewenanganny
a [Pasal 22D (2)***]
3939
pata.doc
• Pendidikan
dapat mengajukan
ikutmembahas
memberi pertimbanga
n
dapat melakukan
pengawasan
● ●●● ●
●●
● ●
● ●
●
●●
●●
●●
● ●● ●
●
●
BAB VIIA. DEWAN PERWAKILAN DAERAHKewenangan DPD
KEWENANGAN DPD
I. RUU yang berkaitan dengan:
• Otonomi daerah• Hubungan pusat dan
daerah • Pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah• Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya
• Perimbangan keuangan pusat dan daerah
• RAPBN• Pajak
II. Pemilihan anggota BPK
• Agama
4040
pata.doc
Presiden
harus dicabut
[Pasal 22 (3)]
Dalam hal ihwal kegentingan
yang memaksa, berhak
menetapkan Perpu
[Pasal 22 (1)]
Perpu itu harus
mendapat persetujuan
DPR[Pasal 22 (2)]
menjadi UU
BAB VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYATPeraturan Pemerintah Sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu)
setuju
tidaksetuju
DPR
4141
pata.doc
BAB VIIA. DEWAN PERWAKILAN DAERAH
DPD
Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu [Pasal 22C (1)***]
Anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama
dan jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih 1/3
jumlah anggota DPR
[Pasal 22C (2)***]
Anggota DPD dapat diberhentikan dari jabatannya, yang
syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam
undang-undang[Pasal 22D (4)***]
4242
pata.doc
BAB VIIB. PEMILIHAN UMUM
PEMILIHAN UMUM“luber jurdil” setiap lima tahun
kpu
Perseorangan
Partai PolitikParpol/
Gabungan Parpol
Presiden dan Wapres
anggotaDPR
anggotaDPD
anggotaDPRD
4343
pata.doc
YA
TIDAK
DPRPresiden
mengajukan[Pasal 23 (2)***]
RAPBN
persetujua
n
DPD
Pemerintah menjalankan
tahun lalu[Pasal 23
(3)***]
APBN
Pemerintah menjalankan
APBN
memberi pertimbangan[Pasal 23 (2)***]
BAB VIII. HAL KEUANGANPenyusunan APBN
membahas bersama
[Pasal 23 (2)***]
RAPBN
4444
APBN dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Pasal 23 (1)***)
pata.doc
Hal-hal lain mengenai
keuangan negara(Pasal 23C***)
Macam dan harga mata uang
(Pasal 23B****)
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara(Pasal 23A***)
BAB VIII. HAL KEUANGAN Pajak, Pungutan Lain, Macam dan Harga Mata Uang, dan Hal-Hal Lain Mengenai Keuangan Negara
Undang-Undang
diatur dengan
ditetapkan dengandiatur dengan
4545
pata.doc
Susunan Kedudukan KewenanganTanggungjawa
bIndependens
i
BAB VIII. HAL KEUANGAN bank sentral
diatur dengan undang-undang
bank sentralPasal 23D ****
4646
pata.doc
BAB VIIIA. BADAN PEMERIKSA KEUANGANKeanggotaan, Tugas, dan Wewenang
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara diadakan satu Badan
Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri
[Pasal 23E (1)***]BPK berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki
perwakilan di setiap provinsi
[Pasal 23G (1)***]
Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
sesuai dengan undang-undang
[Pasal 23E (3)***]
BPK
Hasil pemeriksaan
keuangan negara
diserahkan kepada DPR,
DPD, dan DPRD, sesuai dengan
kewenangannya[Pasal 23E (2)***]
Anggota BPK dipilih oleh DPR
dengan memperhatikan pertimbangan
DPD dan diresmikan oleh
Presiden[Pasal 23F (1)***]
4747
pata.doc
DPR
Presiden
pertimbangan
memilih calon
diresmikan
BAB VIIIA. BADAN PEMERIKSA KEUANGANPemilihan Anggota BPK [Pasal 23 F (1)***]
DPD
calon Anggota
BPK
anggota BPK
terpilih
4848
pata.doc
BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMANMahkamah Agung
TUNMiliter
AgamaUmum
Kewajiban dan Wewenang
1.berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang [Pasal 24A (1)***];
2.mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***];
3.memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi [Pasal 14 (1)*].
MAPasal 24A ***
Hakim agung harus memiliki integritas
dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional,
dan berpengalaman di bidang hukum [Pasal 24A (2)***]
Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial
kepada DPR untuk mendapat
persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden [Pasal 24A (3)***]
4949
calon yang disetujuiDPR Preside
nKY
BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMANRekruitmen Hakim Agung [Pasal 24A (3)***]
hakim agung
calon yang diusulkan
5050
pata.doc
BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMANKomisi Yudisial
Wewenang
1. mengusulkan pengangkatan hakim agung [Pasal 24B (1)***];
2. mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim [Pasal 24B (1)***].
KYPasal 24B ***
Anggota Komisi Yudisial harus
mempunyai pengetahuan dan
pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas
dan kepribadian yang tidak tercela
[Pasal 24B (2)***]
Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden dengan persetujuan
DPR[Pasal 24B (3)***]
5151
pata.doc
BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMANMahkamah Konstitusi
MK
Wewenang dan Kewajiban
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum [Pasal 24C (1)***];
wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar [Pasal 24C (2)***].
Hakim konstitusiharus memiliki integritas
dan kepribadian yangtidak tercela, adil, negarawan yang
menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta
tidak merangkap sebagai pejabat negara[Pasal 24C (5)***]
mempunyaisembilan orang anggota hakim konstitusi yang
ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan
masing-masing tiga orang oleh MA, tiga
orang oleh DPR dan tiga orang oleh Presiden
[Pasal 24C (3)***]
5252
9 (sembilan) orang anggota
hakim konstitusi
DPRMA
mengajukan 3 (tiga)
orang hakim konstitusi
menetapkan
BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMANRekruitmen anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***]
mengajukan 3 (tiga)
orang hakim konstitusi
mengajukan 3 (tiga)
orang hakim konstitusi
Presiden
5353
pata.doc
BAB IXA. WILAYAH NEGARA
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-
undang (Pasal 25A) **
BATAS ZEE
BATAS WILAYAH
5454
pata.doc
BAB X. WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya [Pasal 27 (1)]
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan [Pasal 27 (2)]
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-
undang (Pasal 28)
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upayapembelaan negara [Pasal 27 (3)**]
WARGA NEGARA
DAN PENDUDUK
warga negara ialah orang-
orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara
[Pasal 26 (1)]
Penduduk ialah warga negara Indonesia dan
orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
[Pasal 26 (2)**]
5555
pata.doc
HAK ASASI
MANUSIA
BAB XA. HAK ASASI MANUSIA
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan, hak anak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
(Pasal 28B) **mengembangkan diri, mendapat pendidikan,
memperoleh manfaat dari IPTEK, seni dan budaya,
memajukan diri secara kolektif(Pasal 28C) **
kebebasan memeluk agama, meyakini
kepercayaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal, kebebasan berserikat, berkumpul dan
berpendapat (Pasal 28E) **
berkomunikasi, memperoleh, mencari, memiliki, menyimpan,
mengolah dan menyampaikan
informasi, (Pasal 28F) **
pengakuan yang sama di hadapan hukum, hak untuk bekerja dan kesempatan yg sama dalam pemerintahan,
berhak atas status kewarganegaraan
(Pasal 28D) **
hidup sejahtera lahir dan batin, memperoleh pelayanan
kesehatan, mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat guna mencapai persamaan dan
keadilan (Pasal 28H) **
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara,
terutama pemerintah(Pasal 28I) **
berkewajiban menghargai hak orang dan pihak lain serta
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan UU
(Pasal 28J) **
untuk hidup serta mempertahankan
hidup dan kehidupan
(Pasal 28A) **
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, harta benda, dan rasa aman serta untuk bebas
dari penyiksaan(Pasal 28G) **
5656
pata.doc
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa[Pasal 29 (1)]
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu
[Pasal 29 (2)]
BAB XI. AGAMA
A G A M A
5757
pata.doc
POLRI
sebagai alat negara yang
menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat
bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum
[Pasal 30 (4)**]
TNI (AD, AL, AU)
BAB XII. PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
Susunan dan kedudukan TNI, POLRI, hubungan kewenangan TNI dan POLRI,
syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang
terkait dengan pertahanan dan keamanan
diatur dengan undang-undang [Pasal 30 (5)**]
sebagai alat negara bertugas
mempertahankan, melindungi, dan
memelihara keutuhan dan
kedaulatan negara[Pasal 30 (3)**]
Usaha pertahanan dan keamanan
negara dilaksanakan melalui
sishankamrata oleh TNI dan POLRI
sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan
pendukung[Pasal 30 (2)**]
Tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara
[Pasal 30 (1)**]
Pertahanan dan Keamanan Negara
5858
pata.doc
PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan
APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional [Pasal 31 (4)****]
Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional[Pasal 32 (2)****]
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia[Pasal 31 (5)****]
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang [Pasal 31 (3)****]
Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat
dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya[Pasal 32 (1)****]
Setiap warganegara berhak mendapatkan
pendidikan[Pasal 31 (1)****]
Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya[Pasal 31 (2)****]
BAB XIII. PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 5959
pata.doc
BAB XIV. PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
PEREKONOMIAN NASIONAL
DAN KESEJAHTERAA
N SOSIAL
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan[Pasal 33 (1)]
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara [Pasal 33 (2)]
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat[Pasal 33 (3)]
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional [Pasal 33 (4)****]
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar
dipelihara oleh negara[Pasal 34 (1)****]
Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
[Pasal 34 (2)****]
Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umumyang layak
[Pasal 34 (3)****]
6060
pata.doc
BAB XV. BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN
ATRIBUT KENEGARAAN
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih (Pasal 35)
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia (Pasal 36)
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Pasal 36A) **
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya (Pasal 36B) **
6161
pata.doc
MPR
BAB XVI. PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASARPerubahan Pasal-Pasal
Khusus mengenaibentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan
[Pasal 37 (5)****]
Putusan dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% + 1 anggota dari seluruh anggota MPR
[Pasal 37 (4)****]
sidang MPR dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR
[Pasal 37 (3)****]
diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan
jelas bagian yang diusulkan untuk diubah
beserta alasannya[Pasal 37 (2)****]
Usul perubahan diajukan oleh sekurang-
kurangnya 1/3 dari jumlah
anggota MPR[Pasal 37 (1)****]
6262
pata.doc
Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
[Pasal 37 (5)****]
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang. (Pasal 25A**)
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia,yang diatur dalam undang-undang
[Pasal 18B (2)**]
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
[ Pasal 18 (1)**]
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik[Pasal 1 (1)]
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-
undang[Pasal 18B (1)**]
6363
Pasal I Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini ****)
Pasal IISemua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini ****)Pasal IIIMahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung ****)
ATURAN PERALIHAN
ATURAN PERALIHAN
6464
pata.doc
Pasal IMajelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003 ****)
Pasal IIDengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal ****)
ATURAN TAMBAHAN
ATURAN TAMBAHAN
6565
pata.doc
1. Negara Hukum2. Kedaulatan Rakyat3. Tugas, Fungsi, dan Wewenang MPR4. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Presiden5. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden6. Penghapusan lembaga negara DPA7. Kementerian Negara8. Pemerintahan Daerah9. Tugas, Fungsi, dan Wewenang DPR10. Dibentuknya DPD11. Ketentuan Pemilu12. Tugas, Fungsi, dan Wewenang BPK
HAL-HAL POKOK HASIL PERUBAHAN UUD 1945
13. Dibentuknya MK14. Dibentuknya KY15. Wilayah Negara16. Ketentuan Warga Negara &
Penduduk17. Hak Asasi Manusia18. Pertahanan dan Keamanan Negara19. Pendidikan Dan Kebudayaan20. Perekonomian dan Kesejahteraan
Sosial21. Atribut Negara22. Perubahan UUD23. Aturan Peralihan24. Aturan Tambahan
6666
pata.doc
NASKAH ASLIPembukaanBab I. Bentuk dan Kedaulatan [1 Pasal; 2 ayat]Bab II. Majelis Permusyawaratan Rakyat [2 Pasal;
3 ayat]Bab III. Kekuasaan Pemerintahan Negara [12
pasal; 8 ayat]Bab IV. Dewan Pertimbangan Agung [1 pasal; 2
ayat]Bab V. Kementerian Negara [1 pasal; 3 ayat]Bab VI. Pemerintahan Daerah [1 pasal]Bab VII. Dewan Perwakilan Rakyat [4 pasal; 9
ayat]Bab VIII. Hal Keuangan [1 pasal; 5 ayat]Bab IX. Kekuasaan Kehakiman [2 pasal; 2 ayat]Bab X. Warga Negara [3 pasal; 4 ayat]Bab XI. Agama [1 pasal; 2 ayat]Bab XII. Pertahanan Negara [1 pasal; 2 ayat]Bab XIII. Pendidikan [2 pasal; 2 ayat]Bab XIV. Kesejahteraan Sosial [2 pasal; 3 ayat]Bab XV. Bendera Dan Bahasa [2 pasal]Bab XVI. Perubahan Undang-Undang Dasar [1
pasal; 2 ayat]Aturan Peralihan [4 pasal]Aturan Tambahan [2 ayat]Penjelasan
PERUBAHAN IDitetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1999
Mengubah:
Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21.
HASIL PERUBAHAN PERTAMA6767
pata.doc
NASKAH ASLIPembukaanBab I. Bentuk dan Kedaulatan [1 Pasal; 2 ayat]Bab II. Majelis Permusyawaratan Rakyat [2 Pasal;
3 ayat]Bab III. Kekuasaan Pemerintahan Negara [12
pasal; 8 ayat]Bab IV. Dewan Pertimbangan Agung [1 pasal; 2
ayat]Bab V. Kementerian Negara [1 pasal; 3 ayat]Bab VI. Pemerintahan Daerah [1 pasal]Bab VII. Dewan Perwakilan Rakyat [4 pasal; 9
ayat]Bab VIII. Hal Keuangan [1 pasal; 5 ayat]Bab IX. Kekuasaan Kehakiman [2 pasal; 2 ayat]Bab X. Warga Negara [3 pasal; 4 ayat]Bab XI. Agama [1 pasal; 2 ayat]Bab XII. Pertahanan Negara [1 pasal; 2 ayat]Bab XIII. Pendidikan [2 pasal; 2 ayat]Bab XIV. Kesejahteraan Sosial [2 pasal; 3 ayat]Bab XV. Bendera Dan Bahasa [2 pasal]Bab XVI. Perubahan Undang-Undang Dasar [1
pasal; 2 ayat]Aturan Peralihan [4 pasal]Aturan Tambahan [2 ayat]Penjelasan
PERUBAHAN IIDitetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2000.
Mengubah dan/atau menambah:
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 Ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab Xll, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C
BAB IXA WILAYAH NEGARABAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUKBAB XA HAK ASASI MANUSIABAB XII PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARABAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,SERTA LAGU KEBANGSAAN
HASIL PERUBAHAN PERUBAHAN KEDUA6868
pata.doc
NASKAH ASLIPembukaanBab I. Bentuk dan Kedaulatan [1 Pasal; 2 ayat]Bab II. Majelis Permusyawaratan Rakyat [2 Pasal;
3 ayat]Bab III. Kekuasaan Pemerintahan Negara [12
pasal; 8 ayat]Bab IV. Dewan Pertimbangan Agung [1 pasal; 2
ayat]Bab V. Kementerian Negara [1 pasal; 3 ayat]Bab VI. Pemerintahan Daerah [1 pasal]Bab VII. Dewan Perwakilan Rakyat [4 pasal; 9
ayat]Bab VIII. Hal Keuangan [1 pasal; 5 ayat]Bab IX. Kekuasaan Kehakiman [2 pasal; 2 ayat]Bab X. Warga Negara [3 pasal; 4 ayat]Bab XI. Agama [1 pasal; 2 ayat]Bab XII. Pertahanan Negara [1 pasal; 2 ayat]Bab XIII. Pendidikan [2 pasal; 2 ayat]Bab XIV. Kesejahteraan Sosial [2 pasal; 3 ayat]Bab XV. Bendera Dan Bahasa [2 pasal]Bab XVI. Perubahan Undang-Undang Dasar [1
pasal; 2 ayat]Aturan Peralihan [4 pasal]Aturan Tambahan [2 ayat]Penjelasan
PERUBAHAN IIIDitetapkan di Jakarta pada tanggal 9 November 2001
Mengubah dan/atau menambah:
Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3), dan (4); Pasal 6 Ayat (1) dan (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan (5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); Pasal 7C; Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), Pasal 23 Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6)
BAB VIIA DEWAN PERWAKILAN DAERAHBAB VIIB PEMILIHAN UMUMBAB VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
HASIL PERUBAHAN PERUBAHAN KETIGA6969
pata.doc
NASKAH ASLIPembukaanBab I. Bentuk dan Kedaulatan [1 Pasal; 2 ayat]Bab II. Majelis Permusyawaratan Rakyat [2 Pasal;
3 ayat]Bab III. Kekuasaan Pemerintahan Negara [12
pasal; 8 ayat]Bab IV. Dewan Pertimbangan Agung [1 pasal; 2
ayat]Bab V. Kementerian Negara [1 pasal; 3 ayat]Bab VI. Pemerintahan Daerah [1 pasal]Bab VII. Dewan Perwakilan Rakyat [4 pasal; 9
ayat]Bab VIII. Hal Keuangan [1 pasal; 5 ayat]Bab IX. Kekuasaan Kehakiman [2 pasal; 2 ayat]Bab X. Warga Negara [3 pasal; 4 ayat]Bab XI. Agama [1 pasal; 2 ayat]Bab XII. Pertahanan Negara [1 pasal; 2 ayat]Bab XIII. Pendidikan [2 pasal; 2 ayat]Bab XIV. Kesejahteraan Sosial [2 pasal; 3 ayat]Bab XV. Bendera Dan Bahasa [2 pasal]Bab XVI. Perubahan Undang-Undang Dasar [1
pasal; 2 ayat]Aturan Peralihan [4 pasal]Aturan Tambahan [2 ayat]Penjelasan
PERUBAHAN IV Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus
2002.(a) pengubahan penomoran Pasal 3 ayat (3) dan
ayat (4) Perubahan Ketiga menjadi Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 25E Perubahan Kedua menjadi Pasal 25A;
(b) penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III;
(c) pengubahan dan/atau penambahan: Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8
ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2); Bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5); Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II
BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL
HASIL PERUBAHAN PERUBAHAN KEEMPAT7070
pata.doc
SEKIAN & SEKIAN & TERIMA KASIHTERIMA KASIH
pata.doc
- Konstitusi - Ketetapan MPR- Keputusan MPR
- Dinamika ketatanegaraan
Meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang kehidupan berbangsa
dan bernegara
Pembelajaranbersama
masyarakat
Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS danKetetapan MPR
Peraturan Tata Tertib MPR
Kode Etik Anggota MPR
Jenis Putusan MPR
Kedudukan, Tugas Dan Wewenang MPR Sebelum & Sesudah Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 194511
22
33
44
55
MPR adalah PENJELMAAN seluruhrakyat dan merupakan LEMBAGATERTINGGI NEGARA, pemegang
dan pelaksana sepenuhnyakedaulatan rakyat.
MPR adalah lembagaMPR adalah lembagapermusyawaratan rakyatpermusyawaratan rakyat
yang berkedudukan sebagaiyang berkedudukan sebagaiLEMBAGA NEGARA.LEMBAGA NEGARA.
SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945
Menetapkan dan mengubah UUD 1945;Menetapkan GBHN;Memilih & mengangkat Presiden & Wapres;Membuat Putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lainnya;Memberikan penjelasan / penafsiran terhadap putusan MPR;Meminta pertanggungjawaban Presiden;Memberhentikan Presiden.
SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
Mengubah dan menetapkan UUD; Melantik Presiden dan Wapres;Memberhentikan Presiden dan/atau Wapres dalam masa jabatannya menurut UUD;Melantik Wapres menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya;Memilih dan melantik Wakil Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres;Memilih dan melantik Presiden dan Wapres apabila keduanya berhenti secara bersamaan.
SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945
PUTUSANMPR RI
Perubahan & Penetapan UUD: mempunyai kekuatan hukum sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia; tidak menggunakan nomor putusan Majelis.
Ketetapan MPR: berisi hal-hal yang bersifat penetapan (beschikking); mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam, dan ke luar Majelis sebagaimana diatur dalam Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002; menggunakan nomor putusan Majelis.
Keputusan MPR: berisi aturan/ketentuan intern Majelis; mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam Majelis; menggunakan nomor putusan Majelis.
UUD
KETETAPAN
KEPUTUSAN
MPR dapat mengeluarkan ketetapan yang bersifatpenetapan (beschikking), yaitu:
menetapkan Wapres menjadi Presiden;
memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres;
memilih Presiden dan Wapres apabila
Presiden dan Wapres mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersama-sama.
MPR dapat mengeluarkan ketetapan yang bersifatpenetapan (beschikking), yaitu:
menetapkan Wapres menjadi Presiden;
memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres;
memilih Presiden dan Wapres apabila
Presiden dan Wapres mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersama-sama.
Tentang:Tentang:PENINJAUAN TERHADAP MATERI DAN STATUS HUKUM KETETAPAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIATAHUN 1960 SAMPAI DENGAN TAHUN 2002
Bersifat mengatur dan memberi tugas kepada Presiden dan Lembaga
Tinggi Negara Lainnya
Bersifat Penetapan
Bersifat Mengatur Ke Dalam
Bersifat Deklaratif
Bersifat Rekomendasi
Bersifat Perundang-undangan
INDIVIDUAL
Bersifat KONKRIT
Berlaku dengan ketentuan
UMUM
Bersifat ABSTRAK
Final/sekali-selesai (einmalig)
Alamat yang dituju(adressat norm)
Hal yang diatur
Keberlakuan
Dibatasi
1. Pasal I Aturan Tambahan UUD NEGARA RI TAHUN 19451. Pasal I Aturan Tambahan UUD NEGARA RI TAHUN 1945“Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status
hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003”
2. 2. Pasal IPasal I Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini”
3. 3. Pasal IIPasal II Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945“Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar
dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”
4.4. TAP MPR RI Nomor II/MPR/1999 sampai dengan perubahan yang TAP MPR RI Nomor II/MPR/1999 sampai dengan perubahan yang kelima kelima tahun 200 tahun 20022 tentang Peraturan tentang Peraturan
Tata Tertib MTata Tertib MPR RIPR RI
5.5. TAP MPR RI Nomor III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003TAP MPR RI Nomor III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003
Meninjau materi dan status hukum setiap TAP MPRS dan TAP MPR; Menetapkan keberadaan (eksistensi) dari TAP MPRS dan TAP MPR untuk saat ini dan
masa yang akan datang; dan Memberi kepastian hukum.
139 TAP MPRS & 139 TAP MPRS & TAP TAP MPRMPR
(1960 s/d. 2002)(1960 s/d. 2002)
““Dikelompokkan MenjadiDikelompokkan Menjadi
6 (enam) Pasal6 (enam) Pasal
Berdasarkan Berdasarkan
Materi Materi ddanan StatusStatus Hukumnya”Hukumnya”
PASAL 1PASAL 1 TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8 Ketetapan)TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8 Ketetapan)
PASAL 2 PASAL 2 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan (3 Ketetapan)
PASAL 3PASAL 3 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya
Pemerintahan Hasil Pemilu 2004 (8 Ketetapan)
PASAL 4PASAL 4TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya
undang-undang (11 Ketetapan)
PASAL 5PASAL 5TAP MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan
Tata Tertib baru oleh MPR Hasil Pemilu 2004 (5 Ketetapan)
PASAL 6PASAL 6TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih
lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan (104 Ketetapan)
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 1 TAP MPRS/TAP MPR YANG DICABUT DAN DINYATAKAN TIDAK BERLAKU
Ada 8 (delapan) TAP, yaitu:• Ketetapan MPRS RI Nomor X/MPRS/1966 tentang Kedudukan Semua Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi yang Diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.• Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.• Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/1973 tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil Presiden Republik Indonesia Berhalangan.• Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.• Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum.• Ketetapan MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.• Ketetapan MPR RI Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum.• Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Kedelapan TAP tersebut telah berakhir masa berlakunya dan/atau telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 2 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN
Ada 3 (tiga) TAP, yaitu:• Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
• Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
• Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.
Tentang:
Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN:
Seluruh ketentuan dalam Ketetapan
MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 ini, ke
depan diberlakukan dengan BERKEADILAN
dan MENGHORMATI HUKUM, PRINSIP
DEMOKRASI dan HAK ASASI MANUSIA.
1. TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966
1. TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 2
Tentang:
Politik Ekonomi Dalam Rangka Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi EkonomiDemokrasi Ekonomi
TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN:
Pemerintah berkewajiban mendorong keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan dukungan dan pengembangan ekonomi, usaha kecil menengah, dan koperasi sebagai pilar
ekonomi dalam membangkitkan terlaksananya pembangunan nasional dalam rangka
demokrasi ekonomi sesuai dengan hakikat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. TAP MPR No. XVI/MPR/19982. TAP MPR No. XVI/MPR/1998
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 2
Tentang:Penentuan Pendapat di Penentuan Pendapat di
Timor TimurTimor Timur
TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN:
Ketetapan ini tetap berlaku sampai terlaksananya ketentuan dalam Pasal 5 dan
Pasal 6 Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999.
(Karena masih adanya masalah-masalahkewarganegaraan, pengungsian, pengembalian
asset negara, dan hak perdata perseorangan)
3. TAP MPR No. V/MPR/1999
3. TAP MPR No. V/MPR/1999
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 2
Ada 8 (delapan) TAP, yaitu:
o Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004.o Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.o Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000.o Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia.o Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.o Ketetapan MPR RI Nomor X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001.o Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional.o Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Kedelapan TAP tersebut tidak berlaku karena Pemerintahan hasil Pemilu 2004 telah terbentuk
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 3 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TETAP BERLAKU SAMPAI DENGAN TERBENTUKNYA PEMERINTAHAN HASIL PEMILU 2004
Ada 11 (sebelas) TAP, yaitu:
o TAP MPRS Nomor XXIX/MPRS/1966 Tentang Tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera.o TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.o TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.o TAP MPR Nomor III/MPR/2000 TTentangentang Sumber Hukum danSumber Hukum dan Tata UrutanTata Urutan PeraturaPeraturan n Perundang-Perundang-uundanganndangan..o TAP MPR Nomor V/MPR/2000 Tentang Pemantapan Persatuan Dan Kesatuan Nasional.Pemantapan Persatuan Dan Kesatuan Nasional.o TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.o TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 TTentang entang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.Republik Indonesia.o TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa.o TAP MPR Nomor VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depano Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 TTentangentang Rekomendasi Arah Kebijakan Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN.Pemberantasan dan Pencegahan KKN.o Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 4 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TETAP BERLAKU SAMPAI DENGAN TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG
1. TAP MPRS Nomor XXIX/MPRS/1966 Tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera
Hasil Kajian:Karena undang-undang yang mengatur tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain
tanda kehormatan belum terbentuk maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Substansi:Setiap korban perjuangan menegakkan dan melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyatdalam melanjutan pelaksanan Revolusi 1945 mencapai masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila adalah Pahlawan Ampera.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003:
Memerintahkan pembentukan undang-undang tentang pemberian gelar, tanda jasa,
dan lain-lain tanda kehormatan.
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 4
Hasil Kajian:Karena amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 belum seluruhnya dilaksanakan dan
dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Substansi:Perlu berfungsinya lembaga-lembaga negara dan penyelenggara
negara, menghindarkan praktek KKN serta upaya pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003:
Terlaksananya seluruh ketentuan yang terdapat di dalam TAP MPR RI No. XI/MPR/1998.
2. TAP2. TAP MPR Nomor MPR Nomor XIXI/MPR/19/MPR/1998 Tentang98 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKNPenyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 4
3.TAP3.TAP MPR Nomor MPR Nomor XVXV/MPR/19/MPR/1998 t98 tentang Penyelenggaraan Otonomi entang Penyelenggaraan Otonomi DaerahDaerah;; Pengaturan, Pengaturan, PembagianPembagian,, ddan Pemanfaatan Sumber Daya an Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang BerkeadilanNasional Yang Berkeadilan;; Serta Perimbangan Keuangan Pusat Serta Perimbangan Keuangan Pusat ddan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesiaan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
Substansi:Substansi:Penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas,
nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan
serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Substansi:Substansi:Penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas,
nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan
serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Hasil Kajian:Karena amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 belum seluruhnya dituangkan ke
dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Hasil Kajian:Karena amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 belum seluruhnya dituangkan ke
dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003:Memerintahkan pembentukan berbagai undang-undang tentang penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18, 18A, dan 18B UUD Negara RI Tahun 1945.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003:Memerintahkan pembentukan berbagai undang-undang tentang penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18, 18A, dan 18B UUD Negara RI Tahun 1945.
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 4
UUD 1945
TAP MPR
UU
PERPU
PP
KEPRES
PERDA
UUD 1945
PP
PERPRES
PERDA
UU/PERPU
TAP MPR RI No. III/MPR/2000UU No. 10 Tahun 2004
Substansi:Substansi: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Hasil Kajian:
4. TAP MPR Nomor III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 4
5. TAP MPR Nomor V/MPR/2000 Tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional
Substansi:Ketetapan ini mempertegas perlunya kesadaran dan komitmen yang kuat
untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional dalam menghadapi berbagai masalah bangsa mencapai tujuan nasional.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003:Perlu diwujudkan persatuan dan kesatuan nasional antara lain
melalui pemerintahan yang mampu mengelola kehidupan secara baik dan adil, serta mampu mengatasi berbagai permasalahan sesuai dengan arah kebijakan
dan kaidah pelaksanaan.
Hasil Kajian:Telah terbentuk UU Nomor 27/2004 tentang Kebenaran dan Rekonsiliasi
(sebagaimana amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000),namun berbagai amanat yang terdapat dalam ketetapan ini tetap diperlukan sebagai pedoman dalam penyusunan berbagai kebijakan untuk mewujudkan persatuan dan
kesatuan serta menjamin keutuhan NKRI maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy)
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 4
6. TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Substansi:Mengamanatkan pemisahan lembaga TNI dan POLRI, serta menentukan peran dan fungsi
masing-masing.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003:Memerintahkan pembentukan undang-undang yang terkait dengan pemisahan
kelembagaan TNI dan POLRI.
Hasil Kajian:Pemisahan TNI dan POLRI secara kelembagaan telah diatur dengan
UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU No. 34/2004 tentang TNI, namun kerjasama dan saling membantu antara TNI dan POLRI
masih perlu diatur dengan undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 4
7. TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 Tentang Peran TNI dan POLRI
Substansi:Ketetapan ini mengamanatkan tentang jati diri, peran, susunan dan kedudukan, tugas bantuan,
dan keikutsertaan TNI dan POLRI dalam penyelenggaraan negara.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003:Memerintahkan pembentukan undang-undang yang terkait dengan penyempurnaan pasal 5 ayat (4)
dan pasal 10 ayat (2) tentang hak memilih dan dipilih TNI dan POLRI yang disesuaikan dengan perubahan UUD, dan pembentukan undang-undang tentang penyelenggaraan wajib militer dan yang berkaitan dengan tugas bantuan antara TNI dan POLRI.
Hasil Kajian:Belum terbentuknya undang-undang mengenai penyelenggaraan wajib militer,dan tugas bantuan antara TNI dan POLRI maka ketetapan ini tetap berlaku
(memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 4
8. TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa
Substansi:Ketetapan ini mengamanatkan untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertaqwa, dan berahklak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengacu pada cita-cita persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian,
keunggulan dan kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003:Perlu ditegakkan Etika Kehidupan Berbangsa yang meliputi, etika sosial dan budaya, etika politik dan
pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang berkeadilan dan berkesetaraan, etika keilmuan, dan etika lingkungan untuk dijadikan acuan dasar dalam penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaannya, sertamenjiwai seluruh pembentukan undang-undang.
Hasil Kajian:Ketetapan ini belum sepenuhnya dijadikan pedoman dalam perumusan berbagai kebijakan, terutamayang berkaitan dengan Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara maka ketetapan ini tetap berlaku
(memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 4
9. TAP MPR Nomor VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan
Substansi:Visi Indonesia masa depan diperlukan untuk menjaga kesinambungan arah penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia melaluivisi ideal, visi antara dan visi lima tahunan.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003:Perlu diwujudkan masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil,
sejahtera, maju, mandiri serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaan
Hasil Kajian:Ketetapan ini belum sepenuhnya dijadikan pedoman dalam perumusan berbagai kebijakan,terutama yang berkaitan dengan visi ideal dan visi antara maka ketetapan ini tetap berlaku
(memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Substansi:Visi Indonesia masa depan diperlukan untuk menjaga
kesinambungan arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia
Melalui visi ideal, visi antara dan visi lima tahunan.
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 4
10. 10. Ketetapan MPR Nomor Ketetapan MPR Nomor VIIIVIII/MPR//MPR/20012001 TTentangentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan
Pencegahan KKNPencegahan KKN
Substansi:Ketetapan ini mengamanatkan untuk mempercepat dan lebih menjamin efektivitas pemberantasan
KKN sebagaimana diamanatkan dalam TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negarayang bersih dan bebas KKN, serta berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003:Memerintahkan pembentukan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya untuk
percepatan dan efektivitas pemberantasan dan pencegahan KKN sampaiterlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan ini.
Hasil Kajian:Karena amanat dari TAP MPR RI No. VIII/MPR/2001 belum seluruhnya dituangkan ke dalam
undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 4
11. Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Substansi:• Ketetapan ini mendorong pembaharuan agraria melalui proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan,penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum;
• Pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di daratan, laut dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan untuk keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003:Memerintahkan pembentukan undang-undang untuk mendorong pembaharuan agraria dan
pengelolaan sumber daya alam yang harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keutuhan NKRI, HAM, supremasi hukum, KESRA, demokrasi, kepatuhan hukum, partisipasi rakyat, keadilan termasuk kesetaraan gender,
pemeliharaan sumber agraria/sumber daya alam, memelihara keberlanjutan untuk generasi kini dan generasi yang akan datang, memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan, keterpaduan
dan koordinasi antar sektor dan antar daerah, menghormati dan melindungi hak masyarakat hukum adat, desentralisasi, keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah, masyarakat dan individu sesuai dengan
arah kebijakan sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan ini.
Hasil Kajian:Ketetapan ini diperlukan untuk mendorong percepatan pembentukan dan pengharmonisan
berbagai undang-undang, terutama yang berkaitan dengan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam secara konprehensif. Oleh karena itu ketetapan ini tetap berlaku
(memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
Pasal 4
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 5 TAP MPR YANG DINYATAKAN MASIH BERLAKU SAMPAI DENGAN DITETAPKANNYA PERATURAN TATA TERTIB YANG BARU OLEH MPR HASIL PEMILU 2004
Kelima TAP MPR yang terdapat di dalam Pasal 5 tentang Peraturan Tata Tertib MPR, yaitu:
TAP MPR No. II/MPR/1999TAP MPR No. I/MPR/2000TAP MPR No. II/MPR/2000TAP MPR No. V/MPR/2001TAP MPR No. V/MPR/2002
sudah tidak berlaku lagi karena telah terbentuknya Peraturan Tata Tertib MPR hasil PEMILU 2004.
Ketetapan di dalam pasal iniberjumlah 104 Ketetapan.
Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 6 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TIDAK PERLU LAGI DILAKUKAN TINDAKAN HUKUM LEBIH LANJUT, BAIK KARENA BERSIFAT FINAL (EINMALIG), TELAH DICABUT, MAUPUN TELAH SELESAI DILAKSANAKAN
HASIL KAJIAN TIM KERJA MPR RI TENTANG
STATUS HUKUM TAP MPRS DAN TAP MPR RIBERDASARKAN TAP MPR RI NOMOR I/MPR/2003
SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2006
NO. PASALJUMLAH
KETETAPANTIDAK
BERLAKUBERLAKU
1 Pasal 1 8 8 -
2 Pasal 2 3 - 3
3 Pasal 3 8 8 -
4 Pasal 4 11 1 10
5 Pasal 5 5 5 -
6 Pasal 6 104 104 -
JUMLAH 139 126 13
TATA TERTIB
Keputusan Majelis berisi ketentuan yang mengatur tata cara Majelis
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya serta mengikat secara internal
KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 7/MPR/2004 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MPR RI SEBAGAIMANA
TELAH DIUBAH DENGAN KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 13/MPR/2004 TENTANG
PERUBAHAN PERATURAN TATA TERTIB MPR RI
Peraturan Tata TertibDASAR PEMIKIRAN DAN TUJUAN PEMBENTUKAN TATA-TERTIB
Perubahan UUD NEGARA RI 1945 mengharuskan MPR
melakukan penyesuaian terhadap
Peraturan Tata Tertib MPR yang dituangkan ke dalam
Keputusan MPR Nomor 7/MPR/2004
tentang Peraturan Tata Tertib MPR RI
sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan MPR RI Nomor 13/MPR/2004
tentang Perubahan Peraturan Tata Tertib MPR RI.
Peraturan Tata Tertib DASAR HUKUM
1. Ketentuan dalam Pasal-pasal UUD Negara RI 1945 yaitu Pasal 2, Pasal 3, Pasal 7B ayat (6) dan ayat (7) , Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 37.
2. UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 huruf g.
Peraturan Tata Tertib HAL-HAL YANG DIATUR, Antara Lain:
KEDUDUKAN KEDUDUKAN (Pasal 3(Pasal 3))
KEDUDUKAN KEDUDUKAN (Pasal 3(Pasal 3))
MPRMPR adalah adalah sebuah lembaga negarasebuah lembaga negara
KEANGGOTAAKEANGGOTAANN(Pasal 1 ayat (2))(Pasal 1 ayat (2))
KEANGGOTAAKEANGGOTAANN(Pasal 1 ayat (2))(Pasal 1 ayat (2))
Anggota MPR terdiri dari Anggota DPR dan
Anggota DPD.
TATA CARA PERUBAHAN UUD (Pasal 78)
TATA CARA PELANTIKAN PRESIDEN (Pasal 82)
TATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAUWAKIL PRESIDEN (Pasal 83)
TUGAS DAN WEWENANG (Pasal 4)
MPR memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar; melantik Presiden dan Wakil Presiden; memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden; melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, atau diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya; memilih dan melantik Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari; memilih dan melantik Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya; menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis dan Kode Etik Anggota Majelis; memilih dan menetapkan Pimpinan Majelis; membentuk alat kelengkapan Majelis.
Peraturan Tata Tertib TUGAS DAN WEWENANG (PASAL 4)
Usul 1/3 Anggota(≥ 226 Anggota)
[Pasal 78 huruf “a”]
Usul dibahas dalamRapat Pimpinan
(≤ 90 Hari)[Pasal 78 huruf “c”]
Jika Syarat Terpenuhi, Pimpinan
MengundangAnggota Bersidang[Pasal 78 huruf “d”]
Syarat Pengambilan Putusan:- Kuorum 2/3
- Keputusan 50% + 1 dari seluruh Anggota Majelis
[Pasal 71 ayat (1) huruf “a”]
Peraturan Tata Tertib TATA CARA PERUBAHAN UUD (PASAL 78)
Usul Tertulis Ke Pimpinan
(Materi yang Diubah)[Pasal 78 huruf “b”]
Usul Tertulis Ke Pimpinan
(Materi yang Diubah)[Pasal 78 huruf “b”]
a. diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah Anggota Majelis;
b. setiap usul perubahan diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta ulasannya;
c. usul sebagaimana dimaksud pada huruf b, diajukan kepada Pimpinan Majelis dan Pimpinan Majelis melaksanakan rapat untuk membahas usul tersebut paling lambat 90 hari dari sejak diterimanya usul;
d. apabila rapat Pimpinan Majelis menilai usul tersebut telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, Pimpinan Majelis mengundang Anggota Majelis untuk melaksanakan Sidang Majelis.
Pasal 71 ayat (1) huruf a: “diambil dalam rapat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Majelis untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar (kuorum), dan disetujui oleh lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis”.
Peraturan Tata Tertib TATA CARA PERUBAHAN UUD (PASAL 78)
Pimpinan MPRMengundang
[Pasal 82 ayat (1)]
Presiden dan WapresTerpilih
[Pasal 82 ayat (3)]
Anggota MPR[Pasal 82 ayat (2)]
Sidang Majelis:1. SK KPU2. Sumpah3. Berita Acara
Peraturan Tata Tertib TATA CARA PELANTIKAN PRESIDEN (PASAL 82)
Peraturan Tata Tertib TATA CARA PELANTIKAN PRESIDEN (PASAL 82)
Pimpinan Majelis mengundang Anggota Majelis untuk mengikuti Rapat Paripurna Majelis dalam rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilu;
Pimpinan Majelis mengundang Presiden dan Wakil Presiden terpilih;
Pembacaan Berita Acara hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua KPU dalam Rapat Paripurna Majelis;
Pelantikan dilakukan dengan cara mengucapkan sumpah/janji menurut agama dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis;
Berita Acara Pelantikan ditandatangani oleh Presiden dan Wakil Presiden, serta Pimpinan Majelis.
DPR
MKMKMemeriksa,Mengadili, dan
Memutuskan(≤ 90 hari)
MPR≤ 30 hari menyelenggarakan Sidang
(Presiden dan/atau Wapres diundang)
Pengambilan Putusan:-Kuorum ≥ 3/4 jumlah anggota
-Keputusan ≥ 2/3 Jumlah anggota yang hadir
Peraturan Tata TertibTATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAUWAKIL PRESIDEN (PASAL 83)
1
2
3
a. Majelis menyelenggarakan sidang untuk mengambil putusan tentang usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya yang diajukan DPR setelah adanya putusan MK paling lambat 30 hari
setelah Majelis menerima usul tersebut;
b. Pimpinan Majelis mengundang Anggota Majelis untuk mengadakan Rapat Paripurna;
c. Pimpinan Majelis mengundang Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk menyampaikan penjelasan yang berkaitan dengan usul pemberhentiannya kepada Rapat Paripurna Majelis;
d. Presiden dan/atau Wakil Presiden wajib hadir untuk memberikan penjelasan atas usul pemberhentiannya tersebut;
e. apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak hadir untuk menyampaikan penjelasan, maka Majelis tetap mengambil putusan.
Peraturan Tata TertibTATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAUWAKIL PRESIDEN (PASAL 83)
KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 8/MPR/2004TENTANG KODE ETIK ANGGOTA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
PENGERTIAN PENGERTIAN (Pasal (Pasal 1)1)
PENGERTIAN PENGERTIAN (Pasal (Pasal 1)1)
Kode Etik Anggota MPR RI adalah seperangkat norma-norma moral yang
berisi nilai-nilai etik dalam perikehidupan yang wajib dipatuhi oleh setiap
Anggota MPR RI
Kode Etik Anggota MPR RI adalah seperangkat norma-norma moral yang
berisi nilai-nilai etik dalam perikehidupan yang wajib dipatuhi oleh setiap
Anggota MPR RI
Kode Etik Anggota Majelis bertujuan untuk menjaga martabat, kehormatan, dan citra Anggota Majelis di tengah-tengah masyarakat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari terjaganya kehormatan MPR RI.
KODE ETIK ANGGOTAKODE ETIK ANGGOTA TUJUAN (PASAL 2)TUJUAN (PASAL 2)
Kepribadian: “Anggota Majelis adalah insan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi norma-norma agama, hukum, hak asasi manusia, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara” (Pasal 4).
KODE ETIK ANGGOTAKODE ETIK ANGGOTA KEPRIBADIAN DAN ETIKAKEPRIBADIAN DAN ETIKA
Etika: “Setiap Anggota Majelis wajib mematuhi etika (19 butir Pasal 5), antara lain:
menjauhkan diri dari perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya;
jujur terhadap diri sendiri dan orang lain; memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap
kondisi dan aspirasi rakyat”.
PENUTUPAKU KENAL NEGERIKU
TERIMA KASIHSemoga Sosialisasi ini dapat memberikan pemahaman dan
pengetahuan tentang konstitusi dan dinamika ketatanegaraan
top related