bbp proposal fix
Post on 25-Dec-2015
12 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan perikanan memegang peranan penting dalam menyediakan sumber bahan
makanan protein hewani berupa ikan. Salah satu usaha untuk menghasilkan ikan secara
optimal dan tidak mengganggu atau merusak populasi ikan serta lingkungan media hidup
ikan adalah melalui usaha budidaya yang dikembangkan dengan baik.
Ikan lele (Clarias sp) tergolong jenis ikan air tawar yang sangat berpotensi untuk
dibudidayakan dan dikembangkan sebagai sumber penyedia pangan protein hewani untuk
mencukupi kebutuhan manusia. Ikan lele merupakan salah satu dari berbagai jenis ikan yang
sudah banyak dibudidayakan di Indonesia, dalam habitatnya ikan lele sangat fleksibel,
pertumbuhannya sangat pesat, dan dapat hidup pada lingkungan dengan kadar oksigen
rendah. Untuk mewujudkan keberhasilan budidaya ikan lele diperlukan tempat budidaya
yang mendukung pertumbuhan lele baik dari segi mutu maupun jumlahnya, ketersediaan
pakan yang mencukupi, lingkungan hidup yang sesuai serta ilmu pengetahuan dan teknologi
yang maju.
Saat ini budidaya ikan lele dapat dilakukan dilahan perkotaan seperti Surabaya, dengan
menggunakan metode kolam terpal. Namun dengan metode ini masih banyak yang
mengalami kegagalan budidaya ikan lele, salah satu penyebabnya adalah kurangnya
ketahanan pagar kolam. Untuk menanggulangi masalah tersebut, perlu dilakukan manajemen
kolam yang baik bagi para pembudidaya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana membuat kolam terpal yang baik untuk budidaya ikan lele (Clarias sp)?
C. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui standard kolam terpal yang baik
untuk budidaya ikan lele(Clarias sp).
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Biologi Ikan Lele
Ikan lele adalah salah satu ikan yang berasal dari Taiwan dan pertama kali masuk ke
Indonesia pada tahun 1985 melalui sebuh perusahaan swasta di Jakarta (Suryanto,
1986). Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu dari berbagai jenis ikan yang sudah banyak
dibudidayakan di Indonesia, dalam habitatnya ikan lele sangat fleksibel, dapat dibudidayakan
dengan padat penebaran tinggi, pertumbuhannya sangat pesat, dan dapat hidup pada
lingkungan dengan kadar oksigen rendah.
Gambar 1. Ikan Lele
Sumber : http://bkpd.jabarprov.go.id/
Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.
2
Ikan lele (Clarias sp.) adalah ikan yang termasuk dalam golongan catfish. Ikan lele
mudah beradaptasi meskipun dalam lingkungan yang kritis, misalnya perairan yang kecil
kadar oksigennya dan sedikit air. Ikan lele juga termasuk ikan omnivor, yaitu pemakan segala
jenis makanan tetapi cenderung pemakan daging atau karnivora. Secara alami ikan lele
bersifat nokturnal, artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap,
tetapi dalam usaha budidaya ikan lele dibuat beradaptasi menjadi diurnal (Suryanto, 1986).
Ikan lele mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan ikan lainnya, sehingga dapat
dengan mudah dibedakan dengan jenis-jenis ikan lain. Menurut Astuti (2003) ikan lele
memiliki bentuk badan yang memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat
pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernapasan tambahan
(arborescent organ). Bagian depan badannya terdapat penampang melintang yang membulat,
sedang bagian tengah dan belakang berbentuk pipih. Ikan lele memiliki alat pernapasan
tambahan dalam kondisi lingkungan perairan yang sedikit akan kandungan oksigen terlarut
disebut dengan arboresence (Suryanto, 1986). Alat pernapasan tambahan ini terletak di
bagian kepala di dalam rongga yang dibentuk oleh dua pelat tulang kepala. Alat pernapasan
ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-
kapiler darah. Mulutnya terdapat dibagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang
sungut, yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar (berfungsi sebagai
tentakel), dan dua pasang sungut mandibula. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada
kepala bagian belakang (Pillay, 1990).
Ikan lele mempunyai jumlah sirip punggung D.68-79, sirip dada P.9-10, sirip perut
V.5-6, sirip anal A.50-60 dan jumlah sungut sebanyak 4 pasang, 1 pasang diantaranya lebih
panjang dan besar. Panjang baku 5-6 kali tinggi badan dan perbandingan antara panjang baku
terhadap panjang kepala adalah 1: 3-4. Ukuran matanya sekitar 1/8 panjang kepalanya.
Giginya berbentuk villiform dan menempel pada rahang. Penglihatan lele kurang berfungsi
dengan baik, akan tetapi ikan lele memiliki dua buah alat olfaktori yang terletak berdekatan
dengan sungut hidung untuk mengenali mangsanya melalui perabaan dan penciuman. Jari-jari
pertama sirip pektoralnya sangat kuat dan bergerigi pada kedua sisinya serta kasar. Jari-jari
sirip pertama itu mengandung bisa dan berfungsi sebagai senjata serta alat penggerak pada
saat ikan lele berada di permukaan (Rahardjo dan Muniarti, 1984).
Semua jenis ikan lele berkembang dengan ovipar, yakni pembuahan telur di luar
tubuh. Ikan lele memiliki gonad satu pasang dan terletak disekitar usus. Ikan lele memiliki
3
lambung yang relatif besar dan panjang. Tetapi ususnya relatif pendek daripada badannya.
Hati dan gelembung renang ikan lele berjumlah 2 dan masing-masing sepasang.
Habitat ikan lele di alam adalah di perairan tergenang yang relatif dangkal, ada
pelindung atau tempat yang agak gelap dan lebih menyukai substrat berlumpur. Kualitas air
yang dianggap baik untuk kehidupan lele adalah suhu yang berkisar antara 20-30oC, akan
tetapi suhu optimalnya adalah 27oC, kandunga oksigen terlarut > 3 ppm, pH 6.5-8 dan
NH3 sebesar 0.05 ppm (Khairuman dan Amri, 2002).
1. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu.
Kelangsungan hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta
perbandingan antara jumlah makanan dan kepadatannya (Effendi, 2002). Padat tebar yang
terjadi dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat kelangsungan hidup suatu
organisme, terlihat kecenderungannya bahwa makin meningkat padat tebar ikan maka tingkat
kelangsungan hidupnya akan makin kecil (Allen, 1974).
Kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh nutrisi makanan Selain
itu peningkatan padat tebar ikan juga beRpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan
(Rukmana, 2003). Nilai tingkat kelangsungan hidup ikan rata-rata yang baik berkisar antara
73,5-86,0 %. Kelangsungan hidup ikan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas
air meliputi suhu, kadar amoniak dan nitrit, oksigen yang terlarut, dan tingkat keasaman (pH)
perairan, serta rasio antara jumlah pakan dengan kepadatan (Gustav, 1998 dalam Safitri
2007).
Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan lele yang perlu diperhatikan
adalah padat tebar, pemberian pakan, penyakit, dan kualitas air. Meskipun ikan lele bisa
bertahan pada kolam yang sempit dengan padat tebar yang tinggi tapi dengan batas tertentu.
Begitu juga pakan yang diberikan kualitasnya harus memenuhi kebutuhan nutrisi ikan dan
kuantitasnya disesuaikan dengan jumlah ikan yang ditebar. Penyakit yang menyerang
biasanya berkaitan dengan kualitas air (Yuniarti, 2006), sehingga kualitas air yang baik akan
mengurangi resiko ikan terserang penyakit dan ikan dapat bertahan hidup.
2. Pertumbuhan
Pertumbuhan yaitu perubahan ikan dalam berat, ukuran, maupun volume seiring
dengan berubahnya waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal seperti umur
dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan
dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal yang meliputi sifat fisika dan kimia air,
4
ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas juga mempengaruhi
pertumbuhan (Huet, 1971).
Ketersediaan pakan dan oksigen sangat penting bagi ikan untuk pertumbuhan. Di sisi
lain, bahan buangan metabolik akan mengganggu pertumbuhan ikan. Pada kondisi kepadatan
ikan yang tinggi, ketersediaan pakan dan oksigen bagi ikan akan berkurang, sedangkan bahan
buangan metabolik ikan tinggi (Hepher, 1978).
3. Pakan
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan adalah frekuensi
pemberian pakan dan konversi pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan daging ikan.
Pakan alami ikan lele berupa jasad hewani yaitu krustasea kecil, larva serangga (kutu air,
jentik nyamuk), cacing, dan moluska (Susanto, 1988). Ketersedian pakan alami merupakan
faktor pembatas bagi kehidupan benih di kolam. Ukuran pakan alami harus sesuai dengan
bukaan mulut dan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Selain itu, pakan alami mempunyai
gerakan yang lambat sehingga mudah dimakan ikan. Sedangkan pakan buatan merupakan
campuran dari berbagai bahan yang diolah menurut keperluan untuk diberikan ke ikan
sebagai sumber energi. Pemberian pakan pada benih ikan umur 7 sampai 15 hari dalam
bentuk tepung dan remah. Benih umur 15 sampai 30 hari dapat diberi pakan berupa pelet
yang berdiameter ± 1 mm atau disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Pakan ini diberikan 3-
5 kali sehari (Soetomo, 1987).
Frekuensi pemberian pakan adalah jumlah pemberian pakan per satuan waktu,
misalnya dalam satu hari pakan diberikan tiga kali. Pada ukuran larva frekuensi pemberian
pakan harus tinggi karena laju pengosongan lambungnya lebih cepat. Konversi pakan dapat
diartikan sebagai kemampuan spesies akuakultur mengubah pakan menjadi daging sedangkan
efisiensi pakan adalah bobot basah daging ikan yang diperoleh per satuan berat kering pakan
yang diberikan.
Nilai konversi pakan menunjukkan sejauh mana makanan efisien dimanfaatkan oleh
ikan peliharaan. Konversi pakan tergantung pada spesies ikan (kebiasaan makan, tingkat
tropik, ukuran/ stadia,), kualitas air meliputi kadar oksigen dan amoniak serta suhu air, dan
pakan baik secara kualitas maupun kuantitas. Efisien pakan berubah sejalan dengan tingkat
pemberian pakan dan ukuran ikan. Menurut Schmitou (1992) dalam Hasanah (2003) efisiensi
pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kualitas pakan, jumlah pakan, spesies
ikan, ukuran ikan dan kualitas air. Konversi pakan dan efisiensi pakan merupakan indikator
untuk menentukan efektifitas pakan (Watanabe, 1988).
5
B. Kolam
Kolam merupakan lahan yang dibuat untuk menampung air dalam jumlah tertentu
sehingga dapat digunakan untuk pemeliharaan ikan dan atau hewan air lainnya. Berdasarkan
pengertian teknis (Susanto, 1992), kolam merupakan suatu perairan buatan yang luasnya
terbatas dan sengaja dibuat manusia agar mudah dikelola dalam hal pengaturan air, jenis
hewan budidaya dan target produksinya. Kolam selain sebagai media hidup ikan juga harus
dapat berfugsi sebagai sumber makanan alami bagi ikan, artinya kolam harus berpotensi
untuk dapat menumbuhkan makanan alami.
1. Fungsi dan manfaat kolam
Fungsi ekologis: (a) habitat hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan air, (b) sumber
plasma nutfah
Manfaat ekonomis kolam: (a) menghasilkan berbagai sumber daya alam bernilai
ekonomis, (b) meningkatkan perekonomian masyarakat, (c) sarana pariwisata / rekreasi
(Lani, 2005).
2. Proses pembuatan kolam
Kolam merupakan lahan basah buatan yang dapat dikelola dan diatur langsung oleh
manusia untuk kebutuhan budidaya ikan. Berdasarkan proses pembentukannya, kolam dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu kolam yang sengaja dibangun dan kolam yang tidak
sengaja dibangun (Lani, 2005).
3. Tipe-tipe kolam
Tipe Kolam berdasarkan sumber air: (a) kolam tadah hujan, (b) kolam mata air, (c)
kolam berperairan setengah teknis, (d) kolam berperairan teknis.
Tipe kolam berdasarkan kegunaannya: (a) kolam pemeliharaan induk, kolam pemijahan /
perkawinan, (c) kolam penetaan telur, (d) kolam pendederan, (e) kolam pembesaran, (f)
kolam penumbuhan makanan alami, (g) kolam pengendapan, (h) kolam penampungan
hasil.
Tipe kolam berdasarkan aliran air: (a) kolam air tergenang (stagnant water ponds), (b)
kolam air air mengalir / kolam air deras (running water pond) (Lani, 2005).
4. Jenis Wadah Kolam
Jenis-jenis kolam yang akan digunakan sangat tergantung kepada sistem budidaya yang
akan diterapkan. Ada tiga sistem budidaya ikan air yang biasa dilakukan yaitu :
Tradisional/ekstensif, kolam yang digunakan adalah kolam tanah yaitu kolam yang
keseluruhan bagian kolamnya terbuat dari tanah.
6
Semi intensif, kolam yang digunakan adalah kolam yang bagian kolamnya (dinding
pematang) terbuat dari tembok sedangkan dasar kolamnya terbuat dari tanah.
Intensif, kolam yang digunakan adalah kolam yang keseluruhan bagian kolam terdiri
dari tembok (Lani, 2005).
5. Syarat Kolam Ikan yang Baik untuk Budidaya
Suatu kolam ikan yang baik untuk budidaya harus mempunyai unsur sebagai berikut
a. Luas tiap petak kolam berkisar antara 100-1000 m².
b. Kedalam air antara 50-150 cm.
c. Pemasukan air langsung dari sumber yang belum terpolusi dan harus ada cadangan
pintu pemasukan air.
d. Pengeluaran air harus langsung ke saluran pembuangan.
e. Tekstur tanah yang baik untuk dijadikan pematang adalah yang tidak porous dan tidak
mudah longsor.
f. Lebar pematang antara 1-2 m.
g. Air yang masuk ke dalam kolam harus jernih atau sudah melewati bak pengendapan.
Berdasarkan kriteria di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu kolam yang baik harus
mempunyai konstruksi sebagai berikut: ada saluran pemasukan dan pengeluaran, ada pintu
pemasukan dan pengeluaran air, pematang yang kokoh dengan lebar antara 1-2 m, dan
kedalaman kolam maupun air harus cukup yaitu 50-150 cm (Lani, 2005).
C. Pemeliharaan Ikan Lele Di Kolam Terpal
Salah satu sistem budidaya intensif pada akuakultur air tawar adalah sistem budi daya
kolam terpal. Sistem budidaya ikan di kolam terpal merupakan salah satu inovasi baru dalam
pengembangan budidaya ikan. Sistem budi daya kolam terpal pertama kali dikembangkan
oleh bapak Mujarob, seorang petani di bekasi, jawa barat, pada tahun 1999, dengan
membudidaya ikan lele. Saat ini kolam terpal telah digunakan untuk budi daya segala jenis
ikan, seperti lele, gurami, nila, patin, bawal air tawar, dan sebagainya.
Budi daya ikan kolam terpal memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
a. Dapat diterapkan dilahan bebas.
b. Dapat diterapkan di lahan atau tanah yang porous, tanah yang menyerap air, atau tanah
berpasir.
c. Dapat diterapkan di daerah sulit air.
d. Pembuatannya praktis.
7
e. Waktu produksi yang lebih singkat.
f. Ikan-ikan yang dibudidayakan di kolam terpal tidak berbau lumpur.
g. Sintasan atau kelangsungan hidup (survival rate) ikan yang dippelihara di kolam terpal
lebih tinggi, yang dapat mencapai 90-95 %.
h. Padat penebaran lebih tinggi.
i. Pertumbuhan ikan lebih cepat.
j. Biaya pertumbuhan kolam terpal lebih murah
Berbagai keunggulan kolam terpal ini merupakan suatu peluang yang baik bagi
pengembangan budi daya ikan. Kolam terpal dapat diterapkan untuk kegiatan pembenihan,
pendederan, hingga pembesaran untuk menghasilkan ikan konsumsi dan indukan (Ghufran,
2010).
1. Lokasi untuk Kolam Terpal
Telah disebutkan bahwa kolam terpal merupakan salah satu alternatif teknologi
budidaya ikan yang dapat diterapkan pada lahan sempit, minim air, ataupun pada lahan yang
tanahnya porous, terutama tanah berpasir. Kolam terpal dapat menjadi solusi untuk
pengembangan budidaya ikan di lahan kritis.
Kolam tepal berbeda dengan kolam konvensional, seperti kolam air mengalir dan
kolam air deras yang pembangunannya harus dilakukan di lokasi yang memiliki sumber air
dengan kuantitas dan kualitas yang ideal. Pada budidaya ikan di kolam terpal, kuantitas dan
kualitas air, sekalipun tetap merupakan faktor penting, hal itu tidak menjadi faktor pembatas.
Sumber air untuk kolam terpal tidak harus berupa sumber air utama yang dikenal
dalam sistem budidaya konvensional seperti danau, waduk, sungai, rawa-rawa, dan saluran
irigasi. Kolam terpal bisa dengan air sumur, air dari PAM (Perusahaan Air Minum), air hujan
yang telah ditampung ataupun air limbah yang telah di treatment. Namun demikian
pemanfaatan lahan sempit atau kritis untuk pembangunan kolam terpal perlu
mempertimbangkan faktor teknis maupun faktor social (Ghufran, 2010).
2. Pertimbangan Teknis
Kolam terpal dapat dibangun di berbagai tempat, termasuk di halaman rumah, bekas
garasi mobil atau bekas gudang. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
membangun kolam terpal antara lain sebagai berikut:
a. Sumber air untuk mengisi kolam seperti sumur, air PAM, tempat penampungan air hujan
dan sumber-sumber lain yang layak digunakan.
8
b. Ketinggian lokasi untuk pembangunan kolam terpal perlu diperhatikan karena terkait
dengan suhu air.
c. Ukuran ikan yang terkait dengan kedalaman air dalam kolam, misalnya benih gurami
yang cocok dipelihara pada kedalaman 20-40 cm. untuk menampung air dengan kedalam
40 cm, dapat dibuat kolam dengan kedalaman 60 cm.
d. Dasar kolam untuk peletakan kolam terpal harus rata.
e. Untuk kolam yang dibangun di pemukiman penduduk harus dipertimbangkan
pengelolaan air limbahnya (Ghufran, 2010).
3. Pertimbangan Sosial Ekonomi
Pengembangan budidaya ikan di kolam terpal juga perlu mempertimbangkan faktor
sosial-ekonomi, diantaranya:
a. Lokasi yang dipilih untuk pemeliharaan ikan dengan kolam terpal bukanlah lahan
sengketa.
b. Dekat dengan daerah pengembangan budidaya ikan sehingga mudah untuk memperoleh
induk ataupun benih.
c. Tersedia sarana dan prasarana transportasi yang memadai untuk pengadaan alat dan
bahan maupun trasnportasi benih hasil panen, dan lain-lain.
d. Adanya alat dan bahan di sekitar lokasi, atau pengadaanya mudah.
e. Pasar cukup terbuka untuk menampung produksi, baik pasar lokal maupun ekspor, serta
harga yang cukup memadai.
f. Lokasi cukup aman dari ganguan hewan liar maupun manusia (pencurian). Harus ada
cara efektif untuk mengatasi ganguan tersebut.
g. Adanya sumber energi listrik untuk penerapan dan kebutuhan lainnya. Misalnya
mengoprasikan pompa air dan aerator.
h. Adanya dukungan dari pihak-pihak terkait, misalnya permodalan dan yang lain. Untuk
petani ikan kecil, dukungan juga dapat berupa penyuluhan dan pemasaran hasil
(Ghufran, 2010).
D. Membuat Kolam Terpal
Sesuai dengan namanya, kolam terpal adalah kolam yang keseluruhan bentuknya,
dari bagian dasarnya hingga dindingnya menggunakan bahan utama berupa terpal. Selain
dapat berbentuk seperti kolam tanah atau kolam tembok, kolam terpal juga bisa berbentuk
bak dengan sokongan kerangka bambo, kayu, atau besi (Ghufran, 2010).
9
1. Jenis kolam terpal
a. Kolam terpal di atas permukaan tanah
b. Kolam terpal di bawah permukaan tanah
2. Bahan dan Alat untuk membuat kolam terpal
a. Plastik terpal
b. Kayu/ bambu/ pipa
c. Papan/ seng/ asbes
d. Pipa paralon
e. Paku/kawat/tali
f. Alat kerja.
E. Manajemen Kolam
Setelah mengetahui bermacam macam wadah budidaya ikan dan mengetahui
konstruksi wadah, maka langkah selanjutnya adalah menyiapkan segalanya agar wadah
budidaya ikan tersebut dapat dipergunakan untuk kegiatan budidaya. Dalam
membudidayakan ikan dengan menggunakan kolam yang biasanya dilakukan untuk
melakukan budidaya ikan air tawar, harus dilakukan persiapan kolam agar dapat
dipergunakan untuk membudidayakan ikan. Persiapan kolam meliputi pembuatan pematang,
pengolahan dasar kolam, pembuatan saluran pemasukan dan pengeluaran air, pemupukan dan
pengapuran. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan tahapan-tahapan yang harus dilakukan
meliputi:
1. Pembuatan pematang kolam budidaya ikan
Pembuatan pematang bertujuan untuk membentuk kerangka awal pada kolam.
2. Pengolahan dasar kolam budidaya ikan
Pengolahan dasar kolam dilakukan pada kolam tradisional dan kolam semi intensif
dimana dasar kolam berupa tanah. Pengolahan dasar kolam dilakukan dengan mencangkul
dasar kolam sedalam 10 – 20 cm. Tanah tersebut dibalik dan dibiarkan kering sampai 3-5
hari.
Tujuan pengolahan dasar kolam adalah mempercepat berlangsungnya proses
dekomposisi (penguraian) senyawa-senyawa organik dalam tanah sehingga senyawa senyawa
yang beracun yang terdapat di dasar kolam budidaya ikan akan menguap. Tanah yang baru
dicangkul diratakan. Setelah dasar kolam rata, lalu dibuat saluran ditengah kolam. Saluran ini
disebut kemalir. Kemalir berfungsi untuk memudahkan pemanenan dan sebagai tempat
10
berlindung benih ikan pada siang hari. Saluran pemasukan dan pengeluaran air dilengkapi
dengan saringan. Tujuannya untuk menjaga agar tidak ada hama yang masuk ke dalam kolam
dan benih ikan budidaya yang ditebarkan tidak kabur atau keluar kolam (Khairul, 2002).
3. Pemupukan kolam budidaya ikan
Pemupukan tanah dasar kolam bertujuan untuk meningkatkan kesuburan kolam,
memperbaiki struktur tanah dan menghambat peresapan air pada tanah-tanah yang porous
serta menumbuhkan phytoplankton dan zooplankton yang digunakan sebagai pakan alami
benih ikan dalam kolam budidaya ikan. Jenis pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk
kandang dan pupuk buatan. Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran ternak
besar (sapi, kerbau, kuda dan lain-lain) atau kotoran unggas (ayam, itik dan lain-lain) yang
telah dikeringkan. Sedangkan pupuk buatan berupa bahan-bahan kimia yang dibuat manusia
dipabrik pupuk yang berguna untuk menyuburkan tanah. Jenis pupuk buatan yang dapat
digunakan antara lain adalah pupuk nitrogen (urea, ZA), pupuk phosphor (TSP), pupuk
kalium (KCl) dan pupuk NPK yang merupakan gabungan dari ketiga hara tunggal. Dosis
pupuk kandang juga bergantung kepada kesuburan kolam ikan, biasanya berkisar antara 100-
150 gram/m2 sedangkan untuk kolam budidaya ikan yang kurang kesuburannya dapat
ditebarkan kotoran ayam sebanyak 300 – 500 gr/m2.
Dosis yang digunakan untuk pupuk buatan biasanya berkisar antara 200-300 gram/m2.
Kolam dapat juga dipupuk menggunakan, TSP dan Urea masing-masing sebanyak 10 gr/m2
dan kapur pertanian sebanyak 25 – 30 gr/m2 atau disesuaikan dengan tingkat kesuburan lahan
budidaya ikan (Khairul, 2002).
4. Pengapuran kolam budidaya ikan.
Pengapuran dasar kolam sebaiknya dilakukan setelah pengolahan tanah. Pada saat
tanah dibalikkan dan sambil menunggu kering tanah dasar, penebaran kapur dapat dilakukan.
Pengapuran merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kestabilan keasaman (pH)
tanah dan air, sekaligus memberantas hama penyakit dalam kolam budidaya ikan. Jenis kapur
yang digunakan untuk pengapuran kolam ada beberapa macam diantaranya adalah kapur
pertanian, yaitu kapur carbonat: CaCO3 atau [CaMg(CO3)]2, dan kapur tohor / kapur aktif
(CaO). Kapur pertanian yang biasa digunakan adalah kapur karbonat yaitu kapur yang
bahannya dari batuan kapur tanpa lewat proses pembakaran tapi langsung digiling. Kapur
pertanian ada dua yaitu Kalsit dan Dolomit. Kalsit bahan bakunya lebih banyak mengandung
karbonat, magnesiumnya sedikit (CaCO3), sedangkan dolomit bahan bakunya banyak
mengandung kalsium karbonat dan magnesium karbonat [CaMg(CO3)]2, Dolomit merupakan
11
kapur karbonat yang dimanfaatkan untuk mengapur lahan kolam budidaya ikan bertanah
masam. Kapur tohor adalah kapur yang pembuatannya lewat proses pembakaran. Kapur ini
dikenal dengan nama kapur sirih, bahannya adalah batuan tohor dari gunung dan kulit kerang.
Dosis kapur yang akan ditebarkan harus tepat ukurannya karena jika berlebihan kapur
akan menyebabkan kolam tidak subur, sedangkan bila kekurangan kapur dalam kolam akan
menyebabkan tanah dasar kolam menjadi masam. Tetapi ada juga para petani menggunakan
dosis kapur berkisar antara 100 – 200 gram/m2 hal ini dilakukan bergantung kepada
keasaman tanah kolam (Khairul, 2002).
5. Pengairan kolam budidaya ikan
Pengairan ini harus dilakukan minimal 4 –7 hari sebelum larva/benih ikan di tebar ke
dalam kolam pemeliharaan budidaya ikan agar pakan alami tumbuh dengan sempurna.
Ketinggian air di kolam ikan ini bergantung pada jenis kolam, untuk kolam pemijahan
ketinggian air 0,75-1,00 m, kolam pemeliharaan 1-1,25 m. Mengairi kolam Wadah budidaya
ikan (kolam) yang sudah dipersiapkan dan siap untuk dipergunakan sebagai wadah untuk
kegiatan budidaya. Agar kolam budidaya ikan yang dipergunakan senantiasa baik untuk
kegiatan budidaya maka harus selalu dilakukan pengelolaan terhadap kolam budidaya baik
kolam pemeliharaan, pemijahan, penetasan telur dan lain sebagainya (Khairul, 2002)
12
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – Oktober. Bertempat di Green
House gedung C3 Universitas Negeri Surabaya.
C. Alat dan Bahan
a. Alat :
1. Cangkul
2. Linggis
3. Mesin bor tangan
4. Pensil
5. Meteran
6. Cutter
7. Palu
8. Golok
9. Gergaji
b. Bahan:
1. Terpal
2. Bambu
3. Pipa paralon yang berukuran 1,5 inci, panjangnya sekitar 2 meter
4. Knee dengan diameter 1,5 inci
5. Kayu reng
6. Lem karet
7. Tali nilon
8. Paku reng 0,5 (setengah) kg
9. Paku kayu 1 kg
10. Sebuk gergaji atau sekam
13
11. Pupuk kandang (sapi, kerbau, kuda dan lain-lain) atau kotoran unggas (ayam, itik dan
lain-lain)
12. Kapur carbonat: CaCO3 atau [CaMg(CO3)]2, dan kapur tohor / kapur aktif (CaO).
D. Langkah kerja
Dalam cara pembuatan kolam terpal lele ada beberapa hal standar yang harus di
perhatikan, antara lain jumlah populasi ikan lele dan luas kolam terpal. Standar yang tepat
untuk 100 ekor lele ukuran sedang, luas ukuran kolam terpal yang dibutuhkan adalah
(Panjang 2m x Lebar 1m x Tinggi 0,6m). Jika untuk ukuran bibitan yang dimasukkan bisa
juga menggunakan aturan 200 ekor lele per meter persegi (m2). Sehingga dalam pembibitan
lele kolam terpal yang perlu di perhatikan adalah panjang dan lebar kolam terpal. Berikut ini
langkah-langkah pembuatan kolam terpal menurut Herlambang (2013) :
a. Langkah pembuatan saluran air pembuangan pada kolam
Ukuran Membuat Gambar
Menyiapkan alat-alat seperti pipa paralon,
gergaji, palu, knee, serta bor tangan kecil.
Potong pipa paralon menjadi 3 bagian
dengan ukuran masing-masing 50 cm, 50
cm, dan 100 cm
Buat lubang-lubang kecil seperti gambar di
samping menggunakan bor. Letakkan
lubang kecil tepat berada 30 cm dari
pangkal lubang lalu tutup lubang atas pipa
dengan papan yang seukuran dengan
lubang paralon
Perhatikan gambar di samping. Gambar
tersebut adalah gambar dimana pipa yang
disambungkan dengan knee dan bagaimana
cara meletakkannya.
14
Selanjutnya buat pipa saringan
menggunakan sisa paralon yang berukuran
50 cm tadi. Buat lubang kecil seperti
gambar disamping sampai ke pangkal pipa.
Tutup juga bagian pangkalnya
menggunakan papan yang seukuran
Jika disambungkan dengan knee sama
halnya dengan nomer 4 di atas.Pipa
saringan ini berfungsi hanya untuk
digunakan saat menguras kolam atau saat
panen saja.
Ada cara yang lebih praktis untuk tahap ke
6 , yaitu dengan menggunakan pipa
saringan. Perhatikan gambar disamping.
b. Langkah pembuatan kolam
Tahapan kerja Gambar
1. Menyiapkan bambu yang sudah
dipotong-potong untuk dibentuk
menjadi kerangka kolam ikan lele
2. Tancapkan bambu-bambu ke dalam
tanah membentuk seperti
persegi/persegi panjang
3. Bentuk kerangka menyerupai
kotak, lihat gambar disamping
15
4. Lengkapi bilah-bilah kosong
dengan bambu untuk memperkuat
kerangka kolam
5. Lalu pasang pipa pembuangan.
Lihat kembali gambar di samping
6. Setelah selesai, pasang terpal di
kerangka kolam dan ikan bagian
tepi-tepinya
7. Untuk bagian terpal yang dekat
dengan bagian pipa pengeluaran,
tekan lalu buat lubang di terpal
seukuran lubang pipa pengeluaran
menggunakan cutter.
8. Pasang pipa pengaturan yang sudah
kita buat sebelumnya. Agar tidak
bocor beri lem.
9. Dan kolam terpal siap dilaksanakan
c. Langkah pemupukan kolam
Pemupukan kolam dilakukan dengan cara menebarkan pupuk pada kolam. Pupuk yang
digunakan dapat berupa pupuk kandang maupun pupuk buatan. Dosis pupuk kandang juga
bergantung kepada kesuburan kolam ikan, biasanya berkisar antara 100-150 gram/m2
sedangkan untuk kolam budidaya ikan yang kurang kesuburannya dapat ditebarkan kotoran
ayam sebanyak 300 – 500 gr/m2.
16
Dosis yang digunakan untuk pupuk buatan biasanya berkisar antara 200-300 gram/m2.
Kolam dapat juga dipupuk menggunakan, TSP dan Urea masing-masing sebanyak 10 gr/m2
dan kapur pertanian sebanyak 25 – 30 gr/m2 atau disesuaikan dengan tingkat kesuburan lahan
budidaya ikan (Ghufran, 2010).
d. Langkah pengapuran kolam
Pengapuran dasar kolam sebaiknya dilakukan setelah pengolahan tanah. Pada saat
tanah dibalikkan dan sambil menunggu kering tanah dasar, penebaran kapur dapat dilakukan.
Jenis kapur yang digunakan untuk pengapuran kolam ada beberapa macam diantaranya
adalah kapur pertanian, yaitu kapur carbonat: CaCO3 atau [CaMg(CO3)]2, dan kapur tohor /
kapur aktif (CaO).
Dosis kapur yang akan ditebarkan harus tepat ukurannya karena jika berlebihan kapur
akan menyebabkan kolam tidak subur, sedangkan bila kekurangan kapur dalam kolam akan
menyebabkan tanah dasar kolam menjadi masam. Umumnya para petani menggunakan dosis
kapur berkisar antara 100 – 200gram/m2 hal ini dilakukan bergantung kepada keasaman tanah
kolam (Ghufran, 2010).
17
top related