beberapa aspek reproduksi ikan kresek (thryssa mystax
Post on 12-Jan-2017
239 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI IKAN KRESEK (Thryssa mystax) PADA BULAN JANUARI-JUNI DI PERAIRAN
UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR
LISA FATIMAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRAK
LISA FATIMAH. Beberapa aspek reproduksi ikan kresek (Thryssa mystax) pada bulan Januari-Juni di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Dibimbing oleh Yunizar Ernawati dan Djadja S. Sjafei. Ikan kresek (Thryssa mystax) merupakan salah satu sumberdaya hayati ikan yang terdapat di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Dalam penelitian ini dikaji beberapa aspek reproduksi ikan kresek (Thryssa mystax) sebagai dasar dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut secara optimal. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Januari 2006 hingga bulan Juni 2006. Ikan kresek yang diperoleh selama penelitian berjumlah 196 ekor, terdiri atas 77 ekor ikan jantan dan 119 ekor ikan betina. Panjang total berkisar antara 69-199 mm dan berat tubuh berkisar 2,38–61,65 gr. Ukuran panjang total pertama kali ikan kresek jantan matang gonad adalah 98 mm sedangkan untuk ikan betina adalah 82 mm. Pemijahan ikan kresek diduga terjadi pada bulan Januari-Juni. Pengamatan terhadap sebaran frekuensi diameter telur memperlihatkan bahwa ikan kresek memijah secara sebagian-sebagian (partial spawner). Fekunditas ikan kresek berkisar antara 1.920-13.197 butir telur. Usaha-usaha pengelolaan terhadap sumberdaya ikan kresek diarahkan pada upaya untuk melindungi stok ikan kresek agar tetap lestari. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah pengaturan terhadap penggunaan alat tangkap (cager) dengan ukuran mata jaring yang selektif yang dapat meloloskan ikan-ikan yang matang gonad serta melakukan perlindungan daerah mangrove yang merupakan daerah pembesaran ikan kresek.
BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI IKAN KRESEK
(Thryssa mystax) PADA BULAN JANUARI-JUNI DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR
Oleh : LISA FATIMAH
C24102076
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Beberapa Aspek Reproduksi Ikan Kresek (Thryssa mystax) pada bulan Januari-Juni di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur.
Nama Mahasiswa : Lisa Fatimah
NRP : C24102076
Disetujui
I. Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS Dr. Ir. Djadja . S. Sjafei
NIP. 130 808 228 NIP. 130 234 862
Mengetahui
II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi
NIP. 130 805 031
Tanggal ujian : 28 November 2006
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI IKAN KRESEK (Thryssa mystax) PADA BULAN JANUARI – JUNI DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR. Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2006
LISA FATIMAH C24102076
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Desember 1984
dari pasangan Ayahanda Markun dan Ibunda Hikmawati. Penulis
merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
Pendidikan formal pertama diawali di TK Borobudur II pada
tahun 1989 dan dilanjutkan di SDN 06 Pagi pada tahun 1990-1996.
Bersamaan dengan berakhirnya pendidikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan di
SLTPN 166 dan selesai pada tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan
studinya di SMUN 38 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis juga pernah menjadi pengurus dalam
organisasi Himpunan Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) periode
2004/2005. Penulis juga pernah aktif dalam temu ramah mahasiswa baru MSP
(TERUMBU) serta sebagai panitia pada kegiatan Festival air 2005.
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis
melaksanakan penelitian yang berjudul “Beberapa aspek reproduksi ikan kresek
(Thryssa mystax) pada bulan Januari-Juni di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur”.
i
PRAKATA
Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah,
rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Beberapa aspek
reproduksi ikan kresek (Thryssa mystax) pada bulan Januari-Juni di perairan
Ujung Pangkah, Jawa Timur” ini dapat diselesaikan oleh penulis. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Departemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Ir.Yunizar Ernawati, MS dan Bapak Dr. Ir. Djadja S. Sjafei,
sebagai komisi pembimbing yang telah memberi banyak bimbingan,
arahan serta nasehat.
2. Bapak Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA selaku dosen penguji tamu dan
Bapak Yon Vitner Spi, M.Si selaku dosen penguji departemen.
3. Bapak Dr.Ir Sulistiono M.Sc atas kepercayaan yang telah diberikan untuk
terlibat dalam kegiatan penelitian di Perairan Ujung Pangkah ini.
4. Bapak Ir. Zulhamsyah Imran, M.Si selaku pembimbimg akademik atas
segala arahan dan nasehatnya.
5. Seluruh dosen serta staf karyawan Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan serta Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
6. Ayah, mama, beserta kakak-kakak yang selalu mendoakan, mendukung
dan memberi semangat.
7. Teman-teman tim Ujung Pangkah dan teman-teman di MSP 39, 37, 38, 40
dan 41 yang telah memberikan dukungan selama ini, serta semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Bogor, Desember 2006
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ vii
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3
2.1. Klasifikasi dan ciri morfologis........................................................ 3
2.1.1. Klasifikasi ............................................................................. 3 2.1.2. Ciri morfologis...................................................................... 3
2.2. Habitat dan penyebaran................................................................... 4
2.3. Hubungan panjang berat.................................................................. 5
2.4. Faktor kondisi.................................................................................. 5
2.5. Aspek reproduksi.............................................................................. 6
2.5.1. Nisbah kelamin ..................................................................... 6 2.5.2. Tingkat kematangan gonad ................................................... 7 2.5.3. Indeks kematangan gonad..................................................... 7 2.5.4. Fekunditas ............................................................................. 8 2.5.5. Pendugaan pola pemijahan ................................................... 8
III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 9
3.1. Lokasi dan waktu penelitan............................................................. 9
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................ 10
3.3. Pengumpulan data ............................................................................ 10
3.3.1. Metode pengambilan ikan contoh ........................................ 10 3.3.2. Pengukuran dan pengamatan data........................................ 11
3.4. Analisis data .................................................................................... 12
3.4.1. Hubungan panjang berat ...................................................... 12 3.4.2. Faktor kondisi ...................................................................... 13 3.4.3. Parameter reproduksi ........................................................... 13
Nisbah kelamin .................................................................... 13 Tingkat kematangan gonad .................................................. 14 Indeks kematangan gonad.................................................... 14 Pendugaan pola pemijahan .................................................. 15 Fekunditas ............................................................................ 15
iii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 16
4.1. Keadaan umum lokasi ..................................................................... 16
4.2. Sebaran jumlah contoh .................................................................... 17
4.3. Hubungan panjang berat.................................................................. 18
4.4. Faktor kondisi.................................................................................. 20
4.5. Aspek reproduksi.............................................................................. 22
4.5.1 Nisbah kelamin .................................................................... 22 4.5.2 Tingkat kematangan gonad .................................................. 23
Karakteristik makroskopis gonad......................................... 23 Karakteristik mikroskopis gonad ......................................... . 25
4.5.3 Indeks kematangan gonad.................................................... 31 4.5.4 Fekunditas ............................................................................ 33 4.5.5 Pola pemijahan..................................................................... 35
4.4. Aspek pengelolaan sumberdaya ikan kresek .................................. 36
V. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 38
5.1. Kesimpulan...................................................................................... 38
5.2. Saran................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 39
LAMPIRAN................................................................................................. 41
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Alat dan bahan yang digunakan .............................................................. 10
2. Penentuan TKG ikan berdasarkan ciri TKG modifikasi Cassie (Effendie, 1979) .......................................................................... 12
3. Tingkat kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) modifikasi Cassie (Effendie, 1979) ....................................................... 24
4. Karakteristik mikroskopis gonad ikan kresek (Thryssa mystax) jantan dan ikan betina selama penelitian .......................................................... 25
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ikan kresek (Thryssa mystax) Sumber: dokumentasi pribadi ................................................................. 4
2. Peta lokasi penelitian di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur Sumber : laporan AMDAL, 2006 ........................................................... 9
3. Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur...... 16
4. Sebaran frekuensi jumlah ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap bulan..................................................................................... 17
5. Sebaran frekuensi jumlah ikan kresek (Thryssa mystax) pada selang panjang total................................................................................. 18
6. Hubungan panjang berat ikan kresek (Thryssa mystax).......................... 19
7. Faktor kondisi ikan kresek (Thryssa mystax) jantan dan ikan betina pada setiap bulan .................................................................. 20
8. Faktor kondisi ikan kresek (Thryssa mystax) jantan dan ikan betina pada setiap selang panjang total (mm) ................................. 21
9. Faktor kondisi ikan kresek (Thryssa mystax) jantan dan ikan betina pada setiap Tingkat Kematangan Gonad (TKG)..................................... 22
10. Nisbah kelamin ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap bulan......... 23
11. Struktur anatomis Testes (a) dan Ovarium (b) ikan kresek (Thryssa mystax) TKG III .................................................................... 25
12. Struktur histologis testes ikan kresek (Thryssa mystax). Perbesaran : 20 x 10 .............................................................................. 26
13. Struktur histologis ovarium ikan kresek (Thryssa mystax). Perbesaran : 20 x 10 .............................................................................. 27
14. Tingkat kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap bulan .................................................................................. 28
15. Tingkat kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap selang ukuran panjang total (mm)...................................... 30
16. Indeks kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap bulan................................................................................... 31
17. Indeks kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap selang ukuran panjang total (mm) ..................................... 32
18. Indeks kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap tingkat kematangan gonad ................................................. 33
19. Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan kresek (Thryssa mystax) ................................................................................... 34
vi
20. Sebaran diameter telur ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap tingkat kematangan gonad pada setiap bulan ............................. 36
21. Hubungan panjang total dan tinggi badan ikan kresek (Thryssa mystax) .................................................................................... 37
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Proses pembuatan preparat histologis gonad ikan kresek (Thryssa mystax) (Banks, 1986) ............................................................. 42
2. Alat tangkap drift gillnet dan cager ....................................................... 44
3. Sebaran jumlah contoh ikan kresek (Thryssa mystax) ............................ 46
4. Uji t hubungan panjang dan berat ikan jantan dan ikan betina ............... 47
5. Faktor kondisi ikan kresek (Thryssa mystax).......................................... 48
6. Nisbah kelamin ikan kresek (Thryssa mystax)........................................ 49
7. Uji Chi –square nisbah kelamin ikan kresek (Thryssa mystax).............. 50
8. Frekuensi ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap tingkat kematangan gonad ................................................................................. 51
9. Data indeks kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax)............... 52
10. Data fekunditas ikan kresek (Thryssa mystax)....................................... 53
11. Data sebaran diameter telur ikan kresek (Thryssa mystax) tiap TKG pada setiap bulan pengamatan................................................................ 55
12. Hubungan antara panjang total dengan tinggi badan ikan kresek (T. mystax)............................................................................................... 56
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ikan kresek (Thryssa mystax) merupakan ikan bertulang sejati dari famili
Engraulidae yang hidup didaerah tropis 23°LU- 8°LS. Ikan ini tersebar di
berbagai wilayah perairan pantai dan pelagis serta perairan mangrove dan perairan
payau (www.fishbase.org). Daerah penyebaran ikan ini meliputi sepanjang
perairan Indonesia terutama di Jawa, Sumatra bagian timur, sepanjang
Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru ke utara sampai Teluk Benggala,
sepanjang pantai Laut Cina Selatan, ke selatan sampai utara Queensland
(Direktorat Jendral Perikanan, 1979). Berdasarkan pengamatan di lapangan, ikan
kresek sudah dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi, pada umumnya dalam bentuk
asin kering.
Ikan kresek (T. mystax) merupakan salah satu sumberdaya hayati ikan
yang terdapat di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa
Timur. Berdasarkan hasil wawancara nelayan setempat, keberadaan ikan ini di
perairan tersebut cukup banyak. Ikan kresek di perairan Ujung Pangkah
merupakan ikan tangkapan sampingan, sedangkan hasil tangkapan utama nelayan
adalah ikan belanak (Mugil sp)
Meningkatnya jumlah penduduk dimasa datang menyebabkan
meningkatnya kebutuhan konsumsi protein hewani, untuk itu ikan ini dapat
menjadi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani dan peningkatan
ekonomi nelayan. Hal ini dikawatirkan dapat memungkinkan terjadinya
penurunan jumlah populasi T.mystax. Untuk mencegah terjadinya penurunan
populasi akibat kegiatan penangkapan, maka diperlukan suatu upaya pengelolaan
yang membutuhkan berbagai informasi yang mengarah pada pelestarian
sumberdaya ikan kresek. Salah satu informasi yang diperlukan adalah informasi
mengenai aspek biologi reproduksi. Informasi ini merupakan salah satu mata
rantai dalam daur hidup ikan dan sangat berperan dalam menentukan
kelangsungan hidup ikan.
2
B. Perumusan masalah
Ikan kresek merupakan salah satu sumberdaya ikan yang terdapat di
perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Tetapi penelitian terhadap ikan ini masih
sedikit dilakukan sehingga informasi-informasi yang dapat berguna dalam
pengelolaan perikanan masih sangat terbatas. Salah satu informasi penting yang
diperlukan yaitu mengenai aspek reproduksi.
Perbedaan musim berpengaruh terhadap pola reproduksi ikan kresek.
Sehingga informasi mengenai aspek reproduksi ikan tersebut pada musim tertentu
perlu diketahui untuk dibandingkan dengan musim lainnya. Penelitian ini
difokuskan pada bulan Januari-Juni yang akan dibandingkan dengan periode
sebelumnya (Juli-Desember), sehingga pola reproduksi tahunan dapat diketahui.
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek-aspek biologi reproduksi
ikan kresek (T. mystax) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur, sehingga
selanjutnya dapat digunakan sebagai informasi dalam upaya pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut secara optimal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan ciri morfologis
2.1.1. Klasifikasi
Klasifikasi ikan kresek (Thryssa mystax) menurut Munroe dan Nizinky
(1999) in www.fishbase.org adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Subkelas : Neopterygii
Ordo : Clupeiformes
Famili : Engraulidae
Subfamili : Coilinae
Genus : Thryssa
Spesies : Thryssa mystax
Nama lain : Engraulis mystax
Scutengraulis valenciennesi
Stolephorus valenciennesi
Nama Inggris : Moustached thryssa (Dwiponggo, 1971)
Nama Lokal : Bulu ayam, Kresek (Jawa Barat / Jakarta), Cangkang, Bido
(Sulawesi Selatan) (Dwiponggo, 1971).
2.1.2 Ciri morfologis
Ikan kresek (Thryssa mystax) merupakan ikan bertulang sejati (Teleostei).
Ikan ini mempunyai bentuk tubuh pipih, sirip ekor bercagak, tidak bersambungan
dengan sirip dubur, sisik tebal berada antara sirip dada dan sirip dubur. Panjang
ikan 3 sampai 5 kali panjang sirip dubur, dari mulut sampai dubur bersisik tebal.
Sirip dubur terletak di bawah atau sedikit di belakang ujung sirip punggung
(Saanin, 1989). Tubuh memiliki 16 -19 skut pada bagian depan dasar sirip
pektoral dan 9 - 11 pada bagian belakang, selain itu terdapat duri kecil yang tajam
sebelum sirip dorsal. Ujung moncong sejajar dengan garis tengah mata (Kottelat,
1993). Mulut tumpul membundar serta mempunyai maksila yang panjang. Sirip
4
punggung terdiri dari 13-16 jari-jari lemah dan sirip anal mempunyai 35-41 jari-
jari lemah (Fischer et al.,1974).
Bagian atas tubuh berwarna sawo matang atau kuning sedikit pucat, putih
perak pada bagian bawah. Sirip-siripnya tembus cahaya atau putih kekuningan.
Rahang atas sedikit melampaui penutup insang (Direktorat Jenderal Perikanan,
1979). Panjang maksimum T.mystax mencapai 20 cm namun pada umumnya 17,5
cm (Fischer et al., 1974)
Gambar 1. Ikan kresek (Thryssa mystax)
Sumber : dokumentasi pribadi
2.2. Habitat dan penyebaran
Ikan kresek ini hidup di daerah tropis antara 23°LU-8°LS, ditemukan di
perairan pantai pelagis, perairan mangrove, perairan payau dan bersifat
oceanodromus. Ikan ini biasa hidup pada kedalaman 0–50 m. Telur dan larva ikan
kresek ditemukan di sekitar perairan mangrove/bakau. Saat juvenil ikan ini masih
ada yang hidup di mangrove dan ada yang memasuki daerah pantai, juvenil yang
ada di mangrove hidup dengan larva udang dan ikan. Ketika dewasa spesies ini
hidup bergerombol dan banyak ditemukan di dekat pantai (www.fishbase.org).
Thryssa mystax juga banyak terdapat di muara-muara sungai yang besar, di pantai
Jawa jarang terdapat kecuali di muara sungai yang besar seperti Surabaya, Gresik
(Dwiponggo, 1971). Menurut Direktorat jendral Perikanan (1979), daerah
penyebaran ikan kresek terdapat di sepanjang pantai perairan Indonesia terutama
5
di Jawa, Sumatra bagian Timur, sepanjang Kalimantan, Sulawesi Selatan,
Arafuru, ke utara sampai Teluk Benggala, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, ke
selatan sampai utara Queensland (Australia). Menurut sumber lain ikan kresek
hidup menyebar di samudra India sampai Myanmar dan Selatan Jawa, Indonesia
(www.fishbase.org).
2.3. Hubungan panjang berat
Cara yang dapat digunakan untuk menghitung panjang berat ikan ialah
dengan menggunakan regresi, dapat mengikuti seperti dikemukanan oleh
Rousenfell dan Everhart (1953) dan Lagler (1961) in Effendie (1997) yaitu
dengan menghitung dahulu logaritma dari tiap-tiap panjang dan berat ikan.
Menurut Hile in Effendie (1979) rumus umum mengenai hubungan panjang berat
adalah W = aLb, a dan b adalah konstanta yang didapatkan dari perhitungan
regresi sedangkan W adalah berat total dan L adalah panjang total. Dari hasil
regresi akan didapatkan nilai a dan b, jika b = 3 maka pertambahan panjang dan
pertambahan berat seimbang (isometrik), jika b<3 dapat ditafsirkan bahwa
pertumbuhan panjang dan berat tidak proposional, yaitu pertambahan beratnya
tidak secepat pertambahan panjang (allometrik negatif), sedangkan apabila b>3
maka dapat ditafsirkan bahwa pertambahan panjang tidak secepat pertambahan
beratnya (allometrik positif) (Richer in Effendie, 1979).
2.4. Faktor kondisi
Royce (1972) menyatakan bahwa faktor kondisi adalah keadaaan yang
menyatakan kemontokan ikan dalam bentuk angka. Perhitungan faktor kondisi ini
didasarkan pada panjang dan berat ikan. Nilai faktor kondisi ini menunjukkan
keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup
(survival) dan reproduksi (Effendie, 1997).
Faktor kondisi yang didapatkan oleh Patulu (1963) in Effendie (1997)
berfluktuasi dengan ukuran ikan. Ikan yang berukuran kecil mempunyai kondisi
relatif yang tinggi, kemudian menurun ketika ikan bertambah besar. Ikan betina
memiliki nilai rata-rata kondisi yang lebih besar dibandingkan ikan jantan, diduga
karena pada ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik dengan mengisi
6
gonadnya dengan sel kelamin untuk proses reproduksi dibandingkan dengan ikan
jantan (Effendie, 1997).
2.5. Aspek reproduksi
Reproduksi pada ikan merupakan tahap penting dalam siklus hidupnya
untuk menjamin kelangsungan hidup suatu spesies (Effendie, 1997). Biologi
reproduksi dapat memberikan gambaran tentang aspek biologi yang terkait dengan
proses reproduksi, mulai dari diferensiasi seksual hingga dihasilkannya individu
baru (larva) (Tang dan Affandi, 2000).
Nikolsky (1963) menyatakan bahwa beberapa aspek biologi reproduksi
dapat memberi keterangan yang berarti mengenai frekuensi pemijahan,
keberhasilan pemijahan, lama pemijahan dan ukuran ikan ketika pertama kali
mencapai matang gonad. Aspek reproduksi tersebut meliputi nisbah kelamin,
tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas,
dan diameter telur.
2.5.1. Nisbah kelamin
Menurut Bal dan Rao (1984) nisbah kelamin merupakan perbandingan
ikan jantan dan ikan betina dalam suatu populasi, dimana nisbah 1:1 (50% ikan
jantan dan 50% ikan betina) merupakan kondisi yang ideal. Terjadinya
penyimpangan dari pola 1:1 dapat disebabkan adanya perbedaan pola tingkah laku
bergerombol antar jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan.
Perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama pemijahan.
Dalam ruaya ikan untuk memijah terjadi perubahan nisbah kelamin secara teratur,
pada awalnya ikan jantan dominan, kemudian nisbah kelamin berubah menjadi
1:1, diikuti dengan dominansi ikan betina (Nikolsky, 1969).
Sumadhiharga (1984) in Hutomo et al., (1987) memberi informasi bahwa
rasio kelamin betina dan jantan berlainan dari tiga jenis Stolephorus dari famili
Engraulidae di Teluk Ambon. Rasio paling tinggi adalah 1: 1,6 dan jarang yang
lebih besar dari 1: 1.
7
2.5.2. Tingkat kematangan gonad
Effendie (1979) menyatakan bahwa tingkat kematangan gonad merupakan
merupakan tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan itu
berpijah. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari
proses reproduksi ikan betina dimana perkembangan gonad tersebut terjadi akibat
proses vitellogenesis, yaitu proses pengendapan kuning telur pada tiap-tiap sel
telur ikan (Effendie, 1997).
Lagler et al., (1977) menyatakan bahwa secara garis besar perkembangan
gonad dibagi atas dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai
dewasa kelamin dan tahap pematangan gonad. Tahap pertama dimulai sejak ikan
menetas hingga mencapai dewasa kelamin. Tahap kedua dilanjutkan dengan
tahap pematangan seksual dan terus berlangsung selama fungsi reproduksi
berjalan dengan baik.
Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya matang tidak
sama ukurannya. Demikian juga dengan ikan yang spesiesnya sama. Faktor
utama yang mempengaruhi kematangan gonad ikan antara lain suhu dan makanan
selain faktor keberadaan hormon (Tang dan Affandi, 2000).
2.5.3. Indeks kematangan gonad
Di dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar
hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan
terdapat perubahan dalam gonad itu sendiri. Umumnya pertambahan bobot gonad
pada ikan betina 10 - 25 % sedangkan pada ikan jantan hanya 5 – 10 % dari bobot
tubuh (Tang dan Affandi, 2000).
Indeks kematangan gonad atau dinamakan juga ”Gonado Somatic Index”
yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan berat gonad dengan
berat tubuh ikan termasuk gonad dikalikan dengan 100% (Effendie, 1979).
Indeks kematangan gonad akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai
batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Pada ikan betina nilai IKG
lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Perubahan nilai IKG berhubungan
8
erat dengan tahap perkembangan telur. Dengan memantau perubahan IKG dari
waktu ke waktu, maka dapat diketahui ukuran ikan waktu memijah (Effendie,
1997).
2.5.4. Fekunditas
Fekunditas merupakan ukuran yang paling umum dipakai untuk mengukur
potensi reproduksi ikan, karena relatif lebih mudah dihitung, yaitu jumlah telur di
dalam ovari ikan betina (Sjafei et al., 1992). Menurut Effendie (1979) fekunditas
yaitu jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah.
Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar pada umumnya memijah di
daerah permukaan tanpa perlindungan terhadap keturunannya. Sedangkan spesies
dengan fekunditas kecil biasanya melindungi telur dari pemangsa dengan cara
menyimpan dalam kantung telur atau menempelkan telur pada tanaman atau
substrat lainnya (Nikolsky, 1963). Peningkatan fekunditas berhubungan dengan
peningkatan berat tubuh dan berat gonad (Nikolsky, 1969).
2.5.5. Pendugaan pola pemijahan
Pendugaan pola dan frekuensi pemijahan dilakukan dengan mengamati
pola distribusi diameter telur ikan yang memiliki gonad III dan IV. Diameter telur
adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan
mikrometer berskala yang sudah ditera (Effendie, 1979). Frekuensi pemijahan
dapat dilihat dari modus penyebaran diameter telur Sebaran diameter telur pada
tiap TKG akan mencerminkan pola pemijahan kan tersebut.
Effendie (1979) menyatakan bahwa ukuran diameter telur semakin
membesar dengan berkembangnya gonad sampai mendekati waktu pemijahan.
Masa pemijahan tiap-tiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang
berlangsung dalam waktu singkat (total spawner), tetapi banyak pula dalam waktu
yang panjang (partial spawner) pada ikan dapat berlangsung sampai beberapa hari
(Effendie, 1997).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penangkapan ikan contoh di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten
Gresik, Provinsi Jawa Timur (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan selama enam
bulan yaitu mulai bulan Januari 2006 sampai Juni 2006.
Gambar 2. Peta lokasi penelitian di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Sumber: laporan AMDAL, 2006
Lokasisampling
L A U T J A W A U
10
3.2. Alat dan bahan
Ikan contoh yang ditangkap nelayan setempat menggunakan alat tangkap
drift gillnet (jaring insang hanyut) dan cager, ukuran mata jaring drift gillnet yaitu
1,75 inchi sedangkan ukuran mata jaring cager 0,75 inchi. Gillnet tersebut
memiliki 10 pelampung besar dan 25 pelampung kecil dalam tiap set. Alat dan
bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan
Alat dan Bahan Satuan Kegunaan
Alat Mistar mm Mengukur panjang ikan Timbangan digital gram Mengukur bobot ikan dan gonad
contoh Alat bedah set Untuk membedah ikan Mikroskop binokular listrik dan gelas objek
unit Mengukur diameter telur
Mikrometer okuler yang telah ditera dengan mikrometer objektif
μm Mengukur diameter telur
Cawan petri, pipet tetes, gelas ukur, hand tally counter
unit Perhitungan jumlah telur berdasarkan metode gabungan gravimetri, volumetrik dan hitung
Botol film unit Tempat gonad ikan Kamera digital unit Dokumentasi foto ikan dan organ
reproduksinya Bahan Ikan contoh ekor Objek penelitian Larutan formalin 10 % ml Bahan pengawet ikan contoh
Larutan formalin 4 % ml Bahan pengawet gonad ikan
Jaringan gonad - Pembuatan preparat histologi
3.3. Pengumpulan data
3.3.1. Metode pengambilan ikan contoh
Ikan kresek ditangkap oleh nelayan di Perairan Ujung Pangkah dengan
menggunakan alat tangkap drift gillnet dan cager (Lampiran 2), ukuran mata
jaringnya masing-masing yaitu 1,75 inchi dan 0,75 inchi. Waktu penangkapan
11
ikan ini dilakukan pada pagi hari mulai pukul 7 dengan menggunakan kapal
bervariasi mulai dari 5 – 7 PK.
Pengambilan ikan contoh diambil tiap bulan sekali selama enam bulan
pengamatan yaitu mulai bulan Januari 2006 sampai dengan bulan Juni 2006. Ikan
ini diambil berdasarkan hasil tangkapan nelayan. Ikan contoh yang telah diambil
diawetkan dengan menggunakan formalin 10% dan dimasukkan ke dalam toples
untuk dibawa ke Laboratorium Ekobiologi , Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk
dilakukan analisis.
3.3.2. Pengukuran dan pengamatan data
Pengukuran panjang total ikan contoh di laboratorium dilakukan dengan
menggunakan mistar yang mempunyai ketelitian 1 milimeter dan kemudian
dilakukan penimbangan terhadap berat total ikan dengan menggunakan timbangan
digital yang memiliki ketelitian 0,01 gram, setelah itu ikan contoh dibedah dan
kemudian diamati organ reproduksinya.
Penentuan jenis kelamin ikan dilakukan berdasarkan pada pengamatan
gonadnya. Untuk keperluan analisa, masing-masing gonad ikan tersebut
diawetkan dalan larutan formalin 4 %. Gonad ikan jantan dan betina diamati
tingkat kematangannya (TKG) secara morfologi kemudian ditimbang berat total
gonad tersebut dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01
gram. Karakter makroskopik gonad diamati langsung pada saat pembedahan ikan
contoh. Sedangkan kriteria penentuan TKG dilakukan secara visual berdasarkan
ciri TKG ikan modifikasi Cassie (Effendie, 1979) pada Tabel 2. Untuk
karakteristik mikroskopik gonad, diamati berdasarkan preparat histologis dari
gonad jantan dan betina.
Untuk pengamatan fekunditas dilakukan dengan cara menghitung jumlah
telur. Cara mendapatkan telur yaitu dengan mengambil telur dari ikan betina yang
mempunyai TKG III dan IV. Setelah itu gonad dihitung dengan menggunakan
metode gabungan yang terdiri dari metode gravimetri, volumetrik dan hitung.
Gonad diambil pada bagian posterior, median dan anterior. Bagian dari goand
tersebut ditimbang kemudian diencerkan air sampai 10 cc dan diaduk secara
12
merata lalu diambil sebanyak 1 cc untuk dihitung jumlah telurnya. Untuk
diameter telur diukur dengan cara mengambil telur pada ikan contoh yang
mempunyai TKG III dan IV pada beberapa bagian yaitu anterior, median dan.
posterior. Setelah itu diamati diameter telur dengan mikroskop (perbesaran
10x10) yang dilengkapi dengan mikrometer.
Tabel 2. Penentuan TKG ikan berdasarkan ciri TKG modifikasi Cassie (Effendie, 1979).
TKG Jantan Betina I Testes seperti benang, lebih pendek
(terbatas) dan terlihat ujungnya dirongga tubuh. Warna jernih.
Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh. Warna jernih. Permukaan licin.
II Ukuran testes lebih besar.Pewarnaan putih seperti susu.Bentuk lebih jelas daripada tingkat I.
Ukuran ovari lebih besar. Pewarnaan lebih gelap kekuning-kuningan. Telur Belum terlihat jelas dengan mata.
III Permukaan testes tampak bergerigi. Warna makin putih, testes makin besar dalam keadaan diawet mudah putus.
Ovari berwarna kuning. Secara morfologi telur mulai kelihatan butirnya dengan mata.
IV Seperti pada tingkat III tampak lebih jelas. Testes makin pejal.
Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi ½ - 2/3 rongga perut, usus terdesak.
V Testes bagian belakang kempis dan di bagian dekat pelepasan masih berisi.
Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan. Banyak telur seperti pada tingkat II.
3.4. Analisis data
3.4.1. Hubungan panjang berat
Hubungan panjang berat digunakan rumus (Hile 1963, in Effendie 1997)
adalah sebagai berikut :
W = aLb
Keterangan : W = berat tubuh ikan (gram) L = panjang ikan (mm) a dan b = konstanta
13
Dari persamaan tersebut akan diketahui apakah ikan tersebut memiliki
pertambahan panjang yang seimbang dengan pertambahan berat atau sebaliknya.
Bilamana nilai b = 3 menunjukkan bahwa pertambahan panjang seimbang dengan
pertambahan beratnya (isometrik). Sedangkan apabila b > 3 atau b < 3 dinamakan
pertumbuhan allometrik. Jika b < 3 menunjukkan keadaan ikan kurus, dimana
pertambahan panjangnya lebih lebih cepat dan pertambahan beratnya (allometrik
negatif). Dan jika b > 3 berarti pertambahan beratnya lebih dominan dari
pertambahan panjang (allometrik positif).
Untuk penarikan keputusan dilakukan dengan membandingkan Thit dengan
Ttabel pada selang kepercayaan 95 %. Jika Thit > Ttabel maka keputusannya adalah
menolak hipotesis nol, jika Thit < Ttabel keputusannya adalah menerima hipotesis
nol (Steel dan Torrie, 1993).
3.4.2. Faktor kondisi
Faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan berat ikan contoh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie, 1979) :
jika nilai b = 3 maka rumus yang digunakan adalah :
Dan jika nilai b ≠ 3 maka digunakan rumus :
Keterangan : K = faktor kondisi W = berat ikan contoh (gram) L = panjang ikan contoh (mm) a dan b = konstanta
3.4.3. Parameter reproduksi
3.4.3.1. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin dianalisis dengan menggunakan perbandingan antara
jumlah ikan jantan dan ikan betina yang ditemukan setiap bulan. Untuk
membandingkan jumlah ikan jantan dan betina digunakan rumus sebagai berikut :
3
510L
WK =
baLWK =
14
Keterangan : X = Nisbah kelamin
J = Jumlah ikan jantan (ekor) B = Jumlah ikan betina (ekor)
Melihat keseragaman jenis kelamin digunakan uji ”Chi-Square” (Steel dan
Torrie, 1993) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
( )∑=
−=Χ
n
i i
ii
eeo
1
22
Hipotesis : Ho : Frekuensi ikan jantan = frekuensi ikan betina H1 : Frekuensi ikan jantan ≠ frekuensi ikan betina Keterangan: X2 = Sebuah nilai bagi peubah acak X2 yang sebaran penarikan
contohnya menghampiri sebaran khi kuadrat oi = Frekuensi ikan jantan dan atau betina yang diamati ei = Frekuensi harapan ikan jantan dan betina pada sel ke-i
3.4.3.2 Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad (TKG) dilakukan terhadap ikan jantan dan
ikan betina. Pendugaan ikan pertama kali matang gonad ditentukan berdasarkan
ukuran selang kelas panjang dan tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu
pengambilan ikan contoh digunakan untuk mengetahui musim pemijahan.
3.4.3.3 Indeks kematangan gonad
Indeks kematangan gonad (IKG) berdasarkan pada berat gonad dan berat
tubuh ikan contoh secara keseluruhan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Effendie, 1979) :
Keterangan : IKG = indeks kematangan gonad (%) Bg = berat gonad (gram) Bt = berat total tubuh ikan contoh (gram)
BJX =
100xB
BIKG
t
g=
15
3.4.3.4 Pendugaan pola pemijahan
Pengukuran diameter telur dilakukan dengan cara mengambil telur ikan
contoh dari TKG 3 dan 4 dari tiga bagian yang berbeda yaitu anterior, median dan
posterior. Selanjutnya pola pemijahan ikan ini dapat diduga dari distribusi ukuran
diameter telur.
3.4.3.5 Fekunditas
Untuk menghitung fekunditasnya menggunakan rumus sebagai berikut
(Effendie, 1979):
QGxVxXF =
Keterangan : F = Fekunditas (butir)
G = Berat gonad total (gram) V = Isi pengenceran (cc) X = Jumlah telur tiap cc Q = Berat gonad contoh
Untuk Hubungan fekunditas dengan panjang total tubuh menggunakan
rumus sebagai berikut (Effendie, 1979) :
F = aLb
Keterangan : F = fekunditas L = panjang total ikan (mm) a dan b = konstanta
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan umum lokasi
Perairan Ujung Pangkah terletak di kecamatan Ujung Pangkah, kabupaten
Gresik, Propinsi Jawa Timur. Wilayah ini berada antara 60 49’ 30” LS sampai
dengan 60 52’ 30” LS dan 1110 31’ 30” BT sampai dengan 1110 34’ 30” BT.
Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0-12 m
di atas permukaan laut kecuali sebagian kecil di bagian utara mempunyai
ketinggian 25 m di atas permukaan laut. Luas wilayah daratan Gresik seluruhnya
1.192,25 km2 , terdiri dari 996,14 km2 luas daratan ditambah sekitar 196,11 km2
luas Pulau Bawean. Sedangkan luas wilayah perairan adalah 5.773,80 km2 yang
sangat potensial dari subsektor perikanan laut (http://www.gresik.go.id).
Perairan Ujung Pangkah terletak di bagian Utara Kabupaten Gresik,
Propinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Ujung Pangkah di sebelah utara Laut
Jawa, sebelah timur Kecamatan Sedayu, dan sebelah barat Kecamatan Panceng.
Aliran air di perairan Ujung Pangkah berasal dari sungai Bengawan Solo yang
berakhir di Laut Jawa. Wilayah ini terletak sekitar 0-25 m di atas permukaan laut
dengan suhu rata-rata 23-24°C. Curah hujan tahunan sebesar 1598 mm/th, dengan
curah hujan rata-rata pada musim hujan (Oktober-Maret) sebesar 179 mm/bln dan
pada musim kemarau (April-September) sebesar 113 mm/bln (Farida, 1997).
Gambar 3. Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur.
17
Kecamatan Ujung Pangkah memiliki perairan yang aliran airnya bermuara
di pantai Utara. Menurut sumber yang didapat bahwa kondisi mangrove di
sepanjang Pantai Utara Jawa Timur sudah diambang kepunahan dikarenakan
digunakan untuk kepentingan pengembangan kawasan industri, pemukiman dan
budidaya perikanan payau. Keadaan ini dipicu oleh belum ditetapkannya
Rencana Tata Ruang Wilayah Regional Pesisir Pantai Utara Jawa Timur
(http://www.ecoton.or.id). Selain itu daerah sekitar Perairan Ujung Pangkah juga
terdapat pengeboran minyak bumi lepas pantai milik salah satu perusahaan
swasta.
4.2. Sebaran jumlah contoh
Ikan kresek (Thryssa mystax) yang diamati selama penelitian berjumlah
196 ekor, yang terdiri dari 77 ekor (39,29%) ikan jantan dan 119 ekor (60,71%)
ikan betina. Frekuensi ikan jantan pada setiap bulannya menunjukkan terjadinya
fluktuasi yaitu berkisar antara 10-18 ekor dan frekuensi ikan betina berkisar antara
17-22 ekor. Hasil tangkapan terbanyak terjadi pada bulan Februari dan Maret
dengan jumlah ikan sebanyak 35 ekor sedangkan jumlah terendah terjadi pada
bulan April yaitu sebanyak 30 ekor. Besarnya jumlah tangkapan pada bulan
Februari dan Maret diduga karena nelayan melakukan penangkapan yang
intensif pada bulan tersebut dimana badai dan angin kencang belum terjadi dan
biasanya terjadi pada bulan April.
11
18
1315
10 10
22
17
22
15
22 21
0
5
10
15
20
25
Januari Februari Maret April Mei Juni
Jantan
Betina
Gambar 4. Sebaran frekuensi jumlah ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap bulan.
N=196
Jum
lah
(ind)
Bulan
18
Gambar 5. Sebaran frekuensi jumlah ikan kresek (Thryssa mystax) pada selang
panjang total. Ukuran panjang total ikan yang tertangkap bervariasi antara 69-199 mm
dengan berat tubuh berkisar 2,38-61,65 gram. Pada Gambar 5 terlihat bahwa ikan
kresek yang banyak tertangkap pada selang panjang 69-148 mm Hal ini diduga
pada selang tersebut ikan kresek lebih banyak tertangkap dengan alat tangkap
cager dengan ukuran mata jaring 0,75 inchi.
Ikan jantan terbanyak tertangkap pada ukuran panjang total 85-100 mm
dengan jumlah 19 ekor, sedangkan ikan betina terbanyak pada ukuran panjang
133-148 mm dengan jumlah 32 ekor (Lampiran 3). Perbedaan ukuran yang paling
banyak tertangkap pada selang panjang 133-148 mm disebabkan oleh perbedaan
TKG dimana ikan betina yang tertangkap mempunyai persentase TKG IV yang
lebih besar dari TKG yang lain. Sedangkan sebagian besar ikan kresek jantan
memiliki TKG yang masih rendah (Lampiran 8). Perbandingan kelamin dapat
berubah menjelang dan selama pemijahan. Dalam ruaya ikan untuk memijah
terjadi perubahan nisbah kelamin secara teratur, pada awalnya ikan jantan
dominan, kemudian nisbah kelamin berubah menjadi 1:1, diikuti dengan
dominansi ikan betina (Nikolsky, 1969).
4.3. Hubungan panjang berat
Hubungan panjang dengan berat ikan kresek dapat dilihat dari nilai
koefisien korelasi (r), untuk ikan jantan sebesar 0,9136 dan ikan betina sebesar
0,9862 (Gambar 6). Menurut Walpole (1995) nilai koefisien korelasi (r)
N=196
Selang panjang total (mm)
Jum
lah 10
19 18 18
9
2 1 0 05
15 15
31 32
10 10
0 105
101520253035
69-84
85-10
0
101-11
6
117-1
32
133-1
48
149-16
4
165-1
80
181-1
96
197-2
12
Jantan
Betina
(ind)
19
mendekati 1, maka terdapat hubungan linier yang kuat antara kedua variabel,
karena nilai koefisien korelasi (r) mendekati nilai satu maka hal ini menunjukan
adanya keeratan hubungan antara panjang total dan berat tubuh ikan kresek.
Gambar 6. Hubungan panjang berat ikan kresek (Thryssa mystax). Nilai b adalah koefisien pertumbuhan yang menggambarkan
kecenderungan pertambahan panjang (L) dan berat (W). Ikan jantan memiliki
nilai b = 2,6753 dan ikan betina memiliki nilai b = 2,9470 (Gambar 6). Uji t
terhadap nilai b ikan jantan dan ikan betina diperoleh nilai t hitung > t tabel yang
menunjukkan nilai b ≠ 3 (b < 3) atau tipe pertumbuhan allometrik negatif , yang
berarti pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan berat tubuh (Lampiran
4). Hal ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
ikan kresek memiliki tipe pertumbuhan allometrik negatif (Maharani, 2006).
Hubungan antara panjang dengan berat tubuh ikan bersifat relatif, dapat
berubah dengan perubahan waktu. Jika faktor-faktor disekitar organisme seperti
kondisi lingkungan periran dan ketersediaan makanan berubah maka
dimungkinkan nilai b yang diperoleh juga akan berubah. Nikolsky (1963)
menyatakan bahwa pola pertumbuhan organisme perairan bervariasi tergantung
pada kondisi lingkungan tempat organisme tersebut berada dan ketersediaan
makanan yang dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan
pertumbuhannya.
Ber
at (g
ram
)
Panjang total (mm)
Betina Jantan
N = 77 N = 119 y = 2.6753x - 4.5205R2 = 0.8347r = 0.9136
0
0.5
1
1.5
2
0 0.5 1 1.5 2 2.5
y = 2.947x - 5.0364R2 = 0.9726r = 0.9862
0
0.5
1
1.5
2
0 0.5 1 1.5 2 2.5
20
4.4. Faktor kondisi
Faktor kondisi ikan kresek dihitung dengan menggunakan rumus faktor
kondisi allometrik untuk ikan jantan dan ikan betina. Nilai faktor kondisi baik
pada ikan jantan maupun ikan betina berfluktuasi setiap bulannya. Berdasarkan
hasil analisa, nilai faktor kondisi rata-rata ikan kresek betina lebih besar dari ikan
kresek jantan kresek jantan. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan jantan berkisar
antara 0,9737-1,0617 dan mencapai puncaknya pada bulan April dan terendah
pada bulan Februari. Sedangkan ikan kresek betina nilai rata-rata faktor
kondisinya berkisar antara 1,0132-1,0689 dan puncaknya terjadi pada bulan Juni
dan terendah pada bulan Mei (Gambar 7).
Nilai faktor kondisi yang lebih besar pada ikan betina juga ditemukan
pada penelitian sebelumnya dimana faktor kondisi ikan kresek (T. mystax) jantan
berkisar antara 0,7564 – 1,0971 dan ikan kresek betina berkisar antara 0,9675 –
1,2906 (Maharani, 2006). Nilai rata- rata faktor kondisi ikan betina yang lebih
besar dibandingkan ikan jantan diduga karena ikan betina memiliki kondisi yang
lebih baik dengan mengisi gonadnya dengan sel kelamin untuk proses produksi
dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie, 1997).
Gambar 7. Faktor kondisi ikan kresek (Thryssa mystax) jantan dan ikan betina pada setiap bulan.
Faktor kondisi terendah pada bulan Mei diperkirakan pada bulan tersebut
terjadi musim peralihan yang ditandai dengan hujan yang lebat, hal ini berkaitan
dengan perubahan kondisi air di area penangkapan seperti perubahan salinitas dan
kekeruhan. Sehingga menyebabkan ikan yang masih ada pada daerah tersebut
Bulan
Fakt
or k
ondi
si
N = 77 N = 119
Betina Jantan
0.00
0.60
1.20
1.80
Janu
ari
Februa
ri
Maret
April
MeiJu
ni0.00
0.60
1.20
1.80
Janu
ari
Februa
ri
Maret
April
MeiJu
ni
21
harus mengeluarkan lebih banyak energi untuk penyesuaian terhadap kondisi
lingkungan. Hal ini menyebabkan kondisi ikan menurun dibanding musim
sebelumnya. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Couprif dan Benson (1951) in
Lagler et al., (1977) bahwa faktor kondisi dapat digunakan untuk
mengindikasikan kecocokan terhadap lingkungan dan musim merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi faktor kondisi.
Pada selang panjang, nilai rata-rata faktor kondisi ikan jantan berkisar
antara 0,9319-1,0862 dan ikan betina berkisar antara 1,0064-1,1507 (Lampiran
5;Gambar 8). Nilai faktor kondisi ikan kresek cenderung berfluktuasi terhadap
ukuran ikan. Menurut Patulu (1963) in Effendie (1997) faktor kondisi relatif
berfluktuasi terhadap ukuran ikan. Ikan yang berukuran kecil (juvenil)
mempunyai faktor kondisi yang cukup tinggi, kemudian menurun ketika ikan
bertambah besar. Hal ini berhubungan dengan perubahan jenis makanan saat ikan
mengalami pertumbuhan. Pada awal masa pertumbuhan terjadi pembentukan sel
dan jaringan pada tubuh ikan yang membutuhkan banyak energi. Keadaan ini
membuat ikan makan sebanyak mungkin, sehingga faktor kondisi meningkat.
Gambar 8. Faktor kondisi ikan kresek (Thryssa mystax) jantan dan ikan betina
pada setiap selang panjang total (mm).
Dari hasil pengamatan dapat terlihat bahwa semakin tinggi kematangan
gonad, faktor kondisi ikan jantan maupun ikan betina semakin meningkat dan
menurun kembali setelah ikan selesai melakukan pemijahan (Gambar 9). Faktor
kondisi menurun diperkirakan berkaitan dengan perkembangan gonad dan
Fakt
or k
ondi
si
Betina Jantan
Selang panjang total (mm)
0.00
0.60
1.20
1.80
69-84
85-10
0
101-1
16
117-1
32
133-1
48
149-1
64
165-1
80
181-1
96
197-2
120.00
0.60
1.20
1.80
69-8485-100
101-116
117-132
133-148
149-164
165-180
181-196
197-212
N = 119N = 77
22
0.00
0.50
1.00
1.50
I II III IV V
0.00
0.50
1.00
1.50
I II III IV V
aktivitas pemijahan yang membuat nafsu makan ikan menurun (Patulu, 1993 in
Effendie,1997)
Nilai rata-rata faktor kondisi ikan jantan (1,0015) lebih kecil daripada ikan
betina (1,0410) (Lampiran 5), hal ini dapat terjadi karena perbedaan komposisi
jumlah ikan jantan dan betina yang matang gonad dimana jumlah ikan betina yang
mempunyai TKG III dan IV lebih besar dari ikan jantan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Lagler et al.,(1977) bahwa jenis kelamin merupakan salah satu
karakteristik yang mempengaruhi faktor kondisi selain umur dan musim.
Ikan kresek betina pada TKG V mengalami penurunan nilai rata-rata faktor
kondisi karena diperkirakan sebagian telur yang dikandungnya sudah dikeluarkan
ke perairan.
Gambar 9. Faktor kondisi ikan kresek (Thryssa mystax) jantan dan ikan betina
pada setiap Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
4.5. Aspek reproduksi
4.5.1. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin ikan kresek (Thryssa mystax) secara keseluruhan adalah
1:1,55 atau 39,29% ikan jantan dan 60,71% ikan betina. Berdasarkan uji Chi-
square terhadap nisbah kelamin secara keseluruhan pada taraf nyata 0,05
diperoleh χ2 hitung > χ² tabel (9 > 3,8410) yang berarti nisbah kelamin ikan kresek
selama penelitian tidak seimbang (Lampiran 7). Hal yang serupa juga terjadi pada
penelitian sebelumnya (Juli-Desember 2005) dimana nisbah kelamin ikan kresek
secara keseluruhan yaitu 1 : 1,39 (Maharani, 2006). Tidak seimbangnya jumlah
ikan jantan dan betina yang tertangkap diduga karena perbedaan tingkah laku
Fakt
or k
ondi
si
Betina Jantan
TKG
N = 77N = 119
23
serta faktor penangkapan, seperti misalnya ikan jantan bersifat aktif sehingga
menyebabkan peluang tertangkapnya lebih kecil dibanding ikan betina. Selain itu
menurut Sumadhiharga in Hutomo et al., (1987) Stolephorus buccaneeri, S.
heterolobus dan S. devisi dari famili Engraulidae di Teluk Ambon ditemukan
ikan jantan yang lebih banyak dibandingkan ikan betina dengan nilai nisbah
kelamin sebesar 1 : 0,6.
Gambar 10. Nisbah kelamin ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap bulan
Nisbah kelamin ikan kresek bervariasi setiap bulannya (Gambar 10).
Nisbah kelamin tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan jumlah ikan kresek
jantan 18 ekor dan ikan betina 17 ekor. Pada bulan Mei nisbah kelamin terendah
dengan jumlah ikan betina sebanyak 22 ekor dan ikan jantan 10 ekor (Lampiran
6). Pada setiap bulan pengamatan ikan betina cenderung berjumlah lebih banyak
daripada ikan jantan. Pada bulan Februari jumlah ikan jantan lebih mendominasi
dibanding ikan betina dan pada bulan April jumlah ikan betina dan jantan
seimbang yaitu 1:1. Terjadinya penyimpangan dari pola 1:1 dapat disebabkan
adanya perbedaan pola tingkah laku bergerombol antar jantan dan betina,
perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan (Bal dan Rao, 1984).
4.5.2 Tingkat kematangan gonad
4.5.2.1. Karakteristik makroskopis gonad
Penentuan tingkat kematangan gonad dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis. Pada pengamatan gonad secara makroskopis dapat terlihat jelas
0.5
1.06
0.59
1
0.45 0.48
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Januari Februari Maret April Mei Juni
Nis
bah
kela
min
J/B
Bulan
24
perbedaan antara ikan jantan dan betina. Menurut Effendie (1979) yang
membedakan tingkat kematangan gonad ikan jantan antara lain : bentuk testes,
besar kecilnya testes, pengisian testes dalam rongga tubuh, warna testes dan
keluar tidaknya cairan dari testes.
Pada ikan betina yang membedakan tingkat kematangan gonadnya anrara
lain : bentuk ovarium, besar kecilnya ovarium, pengisian ovarium dalam rongga
tubuh, warna ovarium, halus tidaknya ovarium, secara umum ukuran telur dalam
ovarium, diameter telur dan warna telur.
Karakteristik makroskopis gonad ikan betina dan ikan jantan (Thryssa mystax)
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) modifikasi Cassie (Effendie, 1979)
TKG Jantan Betina
I Testis seperti benang, bentuknya ramping dan warna putih susu.
Ovarium berbentuk seperti benang
II Ukuran testes lebih panjang dan ramping, warna putih susu. Bentuk lebih jelas daripada TKG I.
Ukuran ovarium lebih besar, terdapat benang berwarna kuning keputihan yang melekat pada tepian ovarium, warna ovarium putih transparan.
III Warna makin putih susu, ukurannya makin besar dan panjang. Dalam keadaan diawetkan mudah putus.
Ukuran ovarium makin besar, warna kuning seperti benang yang melekat pada tepi ovarium makin jelas selain itu sepanjang tepian dan permukaan ovarium berbentuk seperti gerigi, warna ovarium kuning, secara morfologi butir telur sudah mulai terlihat oleh mata dan terdapat butir minyak pada ovarium.
IV Ukuran testes lebih besar dari TKG III, warna semakin putih
Ovarium makin besar, gerigi pada permukaan dan sepanjang tepi ovarium makin terlihat jelas, warna ovarium kuning keputihan, butir telur mudah dipisahkan, butir minyak tidak tampak, ovarium mengisi ½-1/3 rongga tubuh.
V Pada pengamatan tidak diketemukan testes TKG V.
Ovarium berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat lubang pelepasan.
25
(a) (b)
Gambar 11. Struktur anatomis Testes (a) dan Ovarium (b) ikan kresek (Thryssa mystax) TKG III
4.5.2.2. Karakteristik mikroskopis gonad
Karakteristik mikroskopis gonad ikan kresek jantan dan ikan betina dapat
dilihat pada Tabel. 4 dan gambar berikut ini :
Tabel 4. Karakteristik mikroskopis gonad ikan kresek (Thryssa mystax) jantan dan ikan betina selama penelitian.
TKG Jantan Betina I Terdapat spermatogonium dengan
jaringan ikat yang kuat Didominasi oleh oogonium, inti sel belum terlihat jelas
II Gonad lebih berkembang, jaringan ikat gonad sudah mulai berkurang, kantung tubulus seminiferi pada testes berisi spermatosit primer
Ukuran sel telur semakin membesar, didominasi oleh oosit dan nukleus terlihat jelas
III spermatosit primer sudah berkembang menjadi spermatosit sekunder, jaringan ikat lebih sedikit dari TKG II
Terjadi pembentukan ootid, dijumpai butiran kuning telur meskipun ukuran dan jumlahnya masih sedikit (tahap vitelogenesis), inti mulai bergerak ke pinggir
IV Terdapat spermatid yang berdiferensiasi menjadi spermatozoa dan siap dikeluarkan untuk memijah
Ootid berkembang menjadi ovum dengan butiran kuning telur yang besar dan banyak
V Tidak ditemukan Terdapat sisa ovum yang masih belum dikeluarkan pada saat memijah dan juga terdapat celah kosong yang merupakan bekas tempat ovum.
anterior
posterior
anterior
posterior
26
Pengamatan mikroskopis gonad diamati berdasarkan histologis pada
gonad ikan jantan dan ikan betina. Melalui preparat histologis diharapkan dapat
diketahui secara lebih mendalam mengenai perkembangan yang terjadi di dalam
sel gonad. Berikut ini adalah struktur histologis testes dan ovarium ikan kresek
(Thryssa mystax) :
Keterangan : Sg = spermatogonium; Sp = Speramatosit primer; Ss = Spermatosit sekunder; St = Spermatid; So = Spermatozoa
Gambar 12. Struktur histologis testes ikan kresek (Thryssa mystax) Perbesaran : 20 x 10
Pada tingkat kematangan gonad I, secara morfologis testes berbentuk
seperti benang dan berwarna putih susu. Secara histologis terdapat
spermatogonium dengan jaringan ikat yang kuat. Pada tingkat kematangan gonad
II, ukuran testes lebih panjang, warna putih susu dan bentuk lebih jelas daripada
TKG I. Secara histologis gonad lebih berkembang, jaringan ikat gonad sudah
mulai berkurang, testes berisi spermatosit primer. Pada tingkat kematangan gonad
III secara morfologis warna testes semakin putih susu, ukurannya makin besar
Ss
TKG III
St
TKG IV
Sg100
TKG I
Sp
TKG II
100 μm 100 μm
100 μm 100 μm So
27
dan panjang, secara histologis spermatosit primer sudah berkembang menjadi
spermatosit sekunder, jaringan ikat lebih sedikit dari TKG II. Pada TKG IV
ukuran testes lebih besar dari TKG III, warna semakin putih, secara histologis
terdapat spermatid yang berdiferensiasi menjadi spermatozoa dan siap dikeluarkan
untuk memijah.
Keterangan : Og = Oogonium:Ov = Ovum; Os = Oosit; O = Ootid; N = Nukleus; FYG
Fussion of yolk globule/butir kuning telur; O = Oil droplets/butir minyak
Gambar 13. Struktur histologis ovarium ikan kresek (T.mistax) Perbesaran : 20 x 10
Og
TKG I
100 μm
N
TKG II
100 μm
Os
Ot FYG
N
TKG III
100 μm
N
FYGOv
TKG IV
100 μm
O
TKG V
100 μm
FYG O
N
Ov
Og
28
Pada tingkat kematangan gonad I ovarium berbentuk seperti benang,
secara histologis ovarium didominasi oleh oogonium, inti sel belum terlihat jelas.
Pada TKG II secara morfologis ukuran ovarium lebih besar, warna ovarium putih
transparan. Secara histologis ukuran sel telur semakin membesar, didominasi oleh
oosit dan nukleus terlihat jelas.
Pada tingkat kematangan gonad III ukuran ovarium makin besar, berwarna
kuning, butir telur sudah mulai terlihat oleh mata dan terdapat butir minyak pada
ovarium, secara histologis terjadi pembentukan ootid, dijumpai butiran kuning
telur meskipun ukuran dan jumlahnya masih sedikit (tahap vitelogenesis), inti
mulai bergerak ke pinggir. Pada TKG IV ovarium makin besar, warna ovarium
kuning keputihan, butir telur mudah dipisahkan, ovarium mengisi ½-1/3 rongga
tubuh. Secara histologis ootid berkembang menjadi ovum dengan butiran kuning
telur yang besar dan banyak. Pada TKG V ovarium berkerut, dinding tebal, butir
telur sisa terdapat di dekat lubang pelepasan. Secara histlogis terdapat sisa ovum
yang masih belum dikeluarkan pada saat memijah dan juga terdapat celah kosong
yang merupakan bekas tempat ovum.
Gambar 14. Tingkat kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap bulan.
Betina 0
20
40
60
80
100
TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I
0
20
40
60
80
100
Januari Februari Maret April Mei Juni
TKG V
TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I
Tin
gkat
kem
atan
gan
gona
d (%
)
18 11 13 15 10 10
1722 22 15 22 21
Jantan
Bulan
29
Hasil penelitian terhadap ikan kresek menunjukkan bahwa ikan betina
yang mempunyai tingkat kematangan gonad (TKG) III dan IV ditemukan pada
setiap bulan (Gambar 14). Jumlah persentase ikan betina TKG IV terbesar
ditemukan pada bulan Mei (68,18 %) dan persentase terkecil pada bulan April
(20,00%). Sedangkan Ikan jantan yang mempunyai TKG IV hanya ditemukan
pada bulan April (6,67%).
Dengan ditemukannya ikan betina TKG III dan IV pada setiap bulan maka
ikan kresek diduga memijah pada setiap bulan pengamatan (Januari-Juni). Pada
periode lain Maharani (2006) menyatakan bahwa ikan kresek diduga memijah
pada setiap bulan pengamatan (Juli-Desember). Adapun hasil penelitian lainnya
pada Thryssa mystax di perairan India, menunjukkan bahwa pemijahan terjadi
pada bulan Desember-Juni (www.csa.com).
Dengan melihat frekuensi jumlah ikan kresek jantan, ikan jantan yang
mempunyai TKG IV tidak ditemukan setiap bulannya dan hanya ditemukan pada
bulan April (1 ekor) (Gambar 14). Selain itu ikan kresek bersifat oceanodromus
yaitu melakukan pemijahan di laut (www.fishbase.org), sedangkan alat tangkap
cager yang digunakan pada penelitian ini dioperasikan di pantai. Dari informasi
tersebut maka dapat diduga bahwa lokasi sampling bukan merupakan area
pemijahan bagi ikan kresek.
Berdasarkan selang ukuran panjang total (mm), menunjukkan bahwa ikan
kresek jantan pertama kali matang gonad pada ukuran 98 mm pada selang panjang
total 85-100 mm, sedangkan pada ikan betina pertama kali matang gonad pada
ukuran 82 mm pada selang 69-84 mm, hal tersebut diperkuat dengan
ditemukannya ikan betina dengan TKG III. Dengan demikian, disimpulkan
bahwa ikan jantan mencapai kematangan gonad pertama kali pada ukuran yang
lebih panjang dari ikan betina. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa ikan betina pertama kali matang gonad
berukuran panjang total 80 mm sedangkan ikan jantan pada ukuran panjang total
97 mm (Maharani, 2006). Hal ini sesuai dengan pernyataan Tang dan Affandi
(2000), bahwa tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya matang
tidak sama ukurannya, demikian juga dengan ikan yang spesiesnya sama.
30
0
20
40
60
80
100
TKG IVTKG IIITKG IITKG I
Gambar 15. Tingkat kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap
selang ukuran panjang total (mm). Rotland et al., (2002) menyatakan bahwa waktu dan lama puncak
pemijahan serta kematangan gonad berbeda-beda pada tiap spesies, daerah
distribusi masing-masing spesies dan kisaran kedalaman masing-masing spesies
pada tiap daerah.
Perbedaan ukuran ikan pertama kali matang gonad tersebut menurut
Lagler et al., (1977) dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor luar dan faktor
dalam. Faktor luar meliputi suhu, arus, adanya individu yang berjenis kelamin
berbeda di tempat berpijah yang sama sedangkan faktor dalam meliputi perbedaan
spesies, umur, dan ukuran serta fungsi fisiologis individu.
Tin
gkat
kem
atan
gan
gona
d (%
)
Selang panjang total (mm)
Betina
Jantan
0
20
40
60
80
100
69-84
85-100
101-116
117-132
133-148
149-164
165-180
181-196
197-212
TKG V
TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I
10 19 18 18 9 21
5 1 15 15 31 32 10 10
31
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Januari Februari Maret April Mei Juni
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
4.5.3. Indeks Kematangan Gonad
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada bulan Januari-Juni
menunjukkan nilai Indeks kematangan gonad ikan kresek berfluktuasi setiap
bulannya (Gambar 16). Nilai indeks kematangan gonad (IKG) ikan jantan berkisar
antara 0,2557-0,5999% dan ikan betina berkisar antara 0,9243-2,5760%
(Lampiran 9). Nilai rata-rata IKG pada ikan jantan (0,5999%) dan ikan betina
(2,5760%) tertinggi pada bulan Maret.
Gambar 16. Indeks kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap bulan.
Hasil penelitian Maharani (2006) menunjukkan bahwa IKG ikan kresek
(Thryssa mystax) pada periode sebelumnya (Juli-Desember) juga mengalami
fluktuasi setiap bulannya. Pada ikan jantan rata-rata nilai IKG berkisar antara
0,2576 %-1,2009% sedangkan ikan betina berkisar antara 0,4675 %-4,119 %.
Berdasarkan ukuran selang kelas panjang total, nilai rata-rata indeks
kematangan gonad (IKG) ikan jantan antara 0,3479-0,5736 % dan ikan betina
berkisar antara 0,6405-2,7899% (Lampiran 9). Rata-rata IKG pada ikan jantan
tertinggi pada selang panjang 165 – 180 mm, sedangkan ikan betina tertinggi pada
selang panjang 197 – 212 mm.
Inde
ks k
emat
anga
n go
nad
(%)
Bulan
Betina
Jantan N = 77
N = 119
32
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
69-84
85-100
101-116
117-132
133-148
149-164
165-180
181-196
197-212
Gambar 17. Indeks kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap selang ukuran panjang total (mm)
Nilai rata-rata IKG tertinggi pada selang 197-212 mm untuk ikan betina
tidak dapat dijadikan sebagai nilai IKG tertinggi dikarenakan sedikitnya jumlah
sampel pada ikan betina tersebut yaitu sebanyak 1 ekor.
Perbedaan kisaran nilai IKG untuk ikan jantan dan betina diduga karena
pada ikan betina pertumbuhan cenderung lebih tertuju pada pertumbuhan gonad.
Tang dan Affandi (2000) menyatakan bahwa pertambahan berat gonad pada ikan
betina dapat mencapai 10-25% dari berat tubuhnya sedangkan pada ikan jantan
hanya mencapai 5-10% dari berat tubuh.
Berdasarkan tingkat kematangan gonad, rata-rata IKG ikan jantan dan
betina mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan TKG (Gambar 18).
Pada ikan betina rata-rata nilai IKG mencapai puncak pada TKG IV dan menurun
pada TKG V. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (1997) yang menyatakan
bahwa semakin meningkat nilai kematangan gonad maka nilai indeks kematangan
gonadnya semakin besar dan menurun setelah ikan selesai memijah. Sedangkan
Inde
ks k
emat
anga
n go
nad
(%)
Selang panjang total (mm)
Betina
Jantan N = 77
N = 119
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
33
pada ikan jantan tidak terlihat terjadinya penurunan nilai IKG karena tidak
ditemukannya ikan yang mempunyai TKG V selama pengamatan.
Gambar 18. Indeks kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap
tingkat kematangan gonad. Rata-rata IKG ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan, yaitu ikan
jantan mempunyai kisaran nilai 0,2948%-1,1646% sedangkan ikan betina berkisar
antara 0,1680%-3,2378%. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang
juga menyatakan bahwa ikan betina mempunyai nilai rata-rata IKG yang lebih
besar dari ikan jantan, yaitu ikan jantan memiliki kisaran nilai IKG 0,2516 % -
1,2009 % dan ikan betina berkisar antara 0,4663 % - 4,167 % (Maharani, 2006).
Biushing (1987) in Siregar (2003) menyatakan bahwa nilai indeks kematangan
gonad ikan jantan lebih rendah dibanding ikan betina, hal ini dikarenakan karena
berat tubuh ikan betina lebih besar dari pada ikan jantan. Perubahan nilai IKG
berhubungan erat dengan tahap perkembangan telur. Dengan memantau
perubahan IKG dari waktu ke waktu, maka dapat diketahui ukuran ikan waktu
memijah (Effendie, 1997).
4.5.4. Fekunditas
Dari jumlah total ikan betina yang diperoleh selama pengamatan sebanyak
79 ekor ikan yang memiliki TKG III (34 ekor) dan TKG IV (45 ekor). Nilai
fekunditas berkisar antara 1.920- 13.197 butir. Nilai fekunditas terbesar terdapat
pada ikan kresek TKG IV yang memiliki panjang total 155 mm dan berat tubuh
Inde
ks k
emat
anga
n go
nad
(%)
Tingkat kematangan gonad
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
I II III IV V
Betina Jantan N = 77
N =119
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
I II III IV V
34
27,22 gram sedangkan fekunditas terkecil terdapat pada ikan kresek TKG III
ukuran 96 mm dan berat tubuh 4,12 gram (Lampiran 10).
Hubungan antara fekunditas dengan panjang total menunjukan nilai
koefisien korelasi (r) yang rendah dengan nilai R2 = 0,2071 dan koefisien korelasi
0,4551 (Gambar 19), maka hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan
kresek (Thryssa mystax) adalah kurang erat. Menurut Hutomo et al., (1987)
hubungan fekunditas dan panjang tubuh Stolephorus spp dari famili Engraulidae
di Teluk Ambon juga kurang erat karena nilai koefisien determinasinya, R2
berkisar antara 0,014-0,420.
y = 47.921x - 922.48R2 = 0.2071
02000400060008000
100001200014000
0 50 100 150 200Panjang total (mm)
Feku
ndita
s (B
utir)
Gambar 19. Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan kresek (Thryssa
mystax).
Hubungan fekunditas dengan panjang total kurang erat diduga ada
beberapa ikan yang ukurannya besar mempunyai fekunditas yang kecil dan juga
ikan yang panjang totalnya kecil mempunyai fekunditas besar, selain itu ada juga
beberapa ikan yang ukurannya sama memiliki fekunditas yang berbeda, hal ini
terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Batts (1972) in Effendie (1997) yang
menyatakan bahwa ikan skipjack tuna (Katsuwanus pelamis) juga memiliki nilai
koefisien korelasi yang rendah, rendahnya nilai tersebut disebabkan oleh
fekunditas yang bervariasi pada ukuran yang sama. Menurut Effendie (1997)
fekunditas sering dihubungkan dengan panjang, karena panjang penyusutannya
relatif kecil sekali dibandingkan dengan berat yang dapat berkurang dengan
mudah.
35
0
20
40
60
80
0
20
40
60
80
0
20
40
60
80
4.5.5. Pola pemijahan
Sebaran diameter telur ikan kresek yang diamati pada TKG III dan IV
bervariasi ukurannya. Ukuran diameter telur TKG III dan IV bervariasi antara 80
- 559 μm yang terbagi dalam 10 kelas ukuran diameter telur (Lampiran 11).
0
20
40
60
80
0
20
40
60
80
0
20
40
60
80
0
20
40
60
80
0
20
40
60
80
0
20
40
60
80
JANUARI
0
20
40
60
80
FERUARI
MARET
APRIL
MEI
Jum
lah
telu
r
N = 200 butir
N = 200 butir N = 200 butir
N = 200 butir N = 200 butir
N = 200 butir
N = 200 butir
N = 200 butir N = 200 butir
N = 200 butir
TKG III TKG IV
36
Gambar 20. Sebaran diameter telur ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap
tingkat kematangan gonad pada setiap bulan.
Dari sebaran frekuensi diameter telur pada TKG III dan TKG IV pada
setiap bulan pengamatan masing-masing diperoleh modus penyebaran dua puncak
(Gambar 20). Hal ini menunjukkan bahwa ikan kresek termasuk ikan yang
memijah sebagian demi sebagian dan terus menerus dalam waktu yang relatif
lama (partial spawner). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maharani (2006)
pada periode sebelumnya dimana ikan kresek juga memiliki pola pemijahan
partial spawner. Berdasarkan hasil pengamatan sebaran diameter telur tiga jenis
Stelophorus dari famili Engraulidae di Teluk Ambon, yaitu S.heterolous, S.devisi
dan S. buccaneri didapatkan adanya frekuensi sebaran dengan dua modus
(Sumadhiharga in Hutomo et al., 1987) dan kemudian disimpulkan bahwa
individu-individu Stelophorus dari famili yang sama dengan T.mystax memijah
lebih dari sekali selama masa pemijahan.
4.6. Aspek pengelolaan sumberdaya ikan kresek
Pengelolaan sumberdaya hayati ikan didiarahkan pada upaya-upaya yang
menjamin kelestarian stok ikan di alam. Aspek reproduksi sangat berkaitan
dengan ada tidaknya stok ikan. Menurut Effendie (1997) pengelolaan
sumberdaya hayati perikanan bukan saja mengusahakan hasil tangkapan
maksimum yang dapat dipertahankan oleh perairan secara efisien dari stok ikan
yang dieksploitasi, tetapi juga meliputi keadaan ekonomi dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan perkembangan perikanan.
0
20
40
60
80
80-127
128-175
176-223
224-271
272-319
320-367
368-415
416-463
464-511
512-559
Selang kelas diameter telur (µm)
N = 200 butir
0
20
40
60
80
80-127
128-175
176- 223
224- 271
272-319
320-367
368-415
416-463
464-511
512-559
JUNIN = 200 butir
Jum
lah
telu
r
37
Ikan kresek yang tertangkap selama penelitian pada umumnya berukuran
antara 117 -148 mm. Ikan jantan pertama kali matang gonad pada ukuran
panjang 98 mm, sedangkan pada ikan betina pertama kali matang gonad pada
ukuran 82 mm. Dari informasi tersebut, untuk menjaga kelestarian populasi ikan
kresek maka harus ada kelompok ikan jantan dan betina yang lolos dari alat
tangkap (cager). Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 11 (Gambar 21),
dapat disimpulkan bahwa ukuran mata jaring yang dapat meloloskan ikan kresek
pada panjang minimal 98 mm adalah tidak kurang dari 24 mm atau 0,94 inchi.
Gambar 21. Hubungan panjang total dengan tinggi badan ikan kresek (Thryssa
mystax).
Pada umumnya nelayan Ujung Pangkah menggunakan alat tangkap cager
dalam melakukan penangkapan ikan dimana alat tangkap tersebut memiliki
ukuran mata jaring yang kecil. Sehingga dikhawatirkan selain ikan yang baru
matang gonad, banyak juga ikan-ikan kecil yang tertangkap sehingga
menyebabkan populasi ikan tersebut menurun. Dengan demikian maka
penangkapan ikan dengan alat tangkap cager sebaiknya dikurangi. Alat tangkap
yang sebaiknya digunakan adalah drift gillnet karena ukuran mata jaringnya sudah
selektif (1,75 inchi).
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perlindungan
daerah mangrove yang merupakan daerah pembesaran ikan kresek
(www.fishbase.org). Hal ini dilakukan dengan tujuan memberi kesempatan ikan
untuk berkembang serta untuk mencegah terjadinya penurunan populasi.
0
10
20
30
40
50
0 50 100 150 200
Panjang total (mm)
Ting
gi b
adan
(mm
)
98
24
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Ikan jantan dan ikan betina memiliki pola pertumbuhan yang bersifat
allometrik negatif. Ikan jantan pertama kali matang gonad pada ukuran yang
lebih panjang (98 mm) dari pada ikan betina (82 mm). Pemijahan ikan kresek
diduga terjadi pada setiap bulan pengamatan (Januari-Juni).
Berdasarkan pola distribusi diameter telur, tipe pemijahan ikan kresek
termasuk partial spawner. Fekunditas ikan kresek betina berkisar antara 1.920-
13.197 butir. Tidak ada hubungan yang nyata antara panjang total dengan
fekunditas.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan adanya upaya penggunaan alat
tangkap yang lebih selektif oleh nelayan setempat dengan menggunakan ukuran
mata jaring cager dengan ukuran tidak kurang dari 0,94 inchi Hal ini
dimaksudkan agar ikan kresek yang matang gonad tidak tertangkap, sehingga ikan
tersebut dapat meneruskan hidupnya untuk bereproduksi.
Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini maka perlu dilakukan upaya
konsrevasi pada area nursery ground dengan menjaga kelestarian mangrove dan
tidak melakukan penangkapan disekitar perairan mangrove, perlu dilakukan
penelitian terhadap larva ikan kresek sehingga daerah pemijahan ikan kresek
dapat diketahui. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada lokasi
yang berbeda, sehingga data yang diperoleh cukup mewakili.
DAFTAR PUSTAKA
Amdal, 2006. (Dalam proses) Kegiatan Pengembangan Lapangan Minyak dan
Gas Ujung Pangkah, Blok Pangkah, kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur. AMERADA HESS (INDONESIA – PANGKAH) Ltd.
Bal, D. V. and K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata Mc Graw-Hill Publishing
Company Limited. New Delhi. 470 p. Banks, W. J. 1986. Applied Veterinary Histology. Second Edition. Louisiana.
503 p. Direktorat Jendral Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengenalan Sumberdaya
Perikanan Laut Bagian I (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Jakarta. 170 p.
Dwiponggo, A. 1971. Djenis-djenis Ikan Komersil. Lembaga Penelitian Perikanan
Laut. Jakarta. 80 p. Farida, D.1997. Keadaan Umum Perikanan di Kecamatan Ujung Pangkah,
Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Laporan Praktek Lapangan. Departemen Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 146 p. (tidak dipublikasikan).
Fischer, W and P.J.P. Whitehead. 1974. Species Identification Sheet for Fishery
Purposes Eastern Indian Ocean dan Western Central Pacific. Vol II. FAO of The United Nation. Rome. 461 p.
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 p.
. 1997.Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 p. Hutomo, M., Burhanuddin, A. Djamali dan S. Martodewojo. 1987. Sumberdaya
Ikan Teri di Indonesia Objek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Oceanologi LIPI. Jakarta. 71 p.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari and S. Wirjoatmojo. 1993.
Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (edisi dwi bahasa). Barkeley books. Pte ltd, Terrer road. Singapore. 293 p.
Lagler, K. F., J. E. Bardach, R. R. Miller. and D. M. Passino. 1977. Ichthyology.
John Wiley and Sons, Inc. New York. 505 p.
40
Maharani N. R. 2006. Biologi Reproduksi Ikan Kresek (Thryssa mystax) pada
Periode I (Juli-Desember 2005) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 73 p. (tidak dipublikasikan).
Munroe, T.A and M. Nizinky. 1999. Thryssa mystax. http://www.fishbase.org
(13 Agustus 2006). Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York. 325 p.
. 1969. The Theory of Fish Population Dynamics As The Biological Background of Rational Exploitation and Management of Fisheries Resources. Translate by Bradley, Oliver and Boyd. London. 323 p.
Rotllant, G., J. Moranta, E. Massuti, F. Sarda, and B. Morales-Nin. 2002.
Reproductive Biology of Three Gadiform Fish Species Through the Mediterranean Deep-Sea Range (147-1850 m). Scientia Marina. hlm157-166.
Royce, W. F. 1972. Introduction to The Fishery Science. Academic Press. New
York. 428 p. Saanin, H. 1989. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I. Bina Cipta.
Bandung. 256 p. Sjafei, D. S., M. F. Rahardjo, M. Brojo, R. Affandi dan Sulistiono. 1992. Fisiologi
Ikan II, Reproduksi Ikan. Pusat Antar Universitas. Bogor. 210 p. Siregar, R. 2003. Biologi Reproduksi Ikan Giligan (Panna microdon,Bleeker) di
Perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat. Skripsi . Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor. 57 p. (tidak dipublikasikan)
Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan
Bambang Sumantri. PT. Gramedia. Jakarta. 748 p. Tang, U. M. dan R. Affandi. 2000. Biologi Reproduksi Ikan. Bogor. 155 p. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistik. Terjemahan Bambang Sumantri (Edisi
ke-3). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 515 p.
http://www.csa.com tanggal 6 Februari 2006
http://www.ecoton.or.id tanggal 15 Maret 2006
http://www.fishbase.org tanggal 6 Februari 2006
http://www.gresik.go.id tanggal 15 Maret 2006
42
Lampiran 1. Proses pembuatan preparat histologis gonad ikan kresek (Thryssa mystax) (Banks, 1986).
Fiksasi
Gonad difiksasi dengan larutan formalin 4% selama 24 jam,
setelah itu dipindahkan ke dalam alkohol 70 %.
Dehidrasi
Gonad direndam dalam alkohol 70% (24 jam), alkohol 80% (dua jam),
alkohol 90% (dua jam), alkohol 95% (satu jam), alkohol 100% (12 jam)
Penjernihan
Gonad direndam dalam campuran alkohol 100% dengan xylol (1:1)
selama 30 menit, kemudian direndam dalam xylol I, II dan xylol III
masing-masing selama 30 menit.
Impregnasi (Penyusupan)
Gonad direndam dalam xylol + parafin (1:1) selama 45 menit
pada oven (65-700C), selanjutnya direndam dalam parafin I, II dan III
masing-masing selama 45 menit yang dipanaskan dalam oven (65-700C)
dan kemudian jaringan dicetak dalam cetakan selama 12 jam (proses blocking).
Pemotongan
Spesimen dipotong setebal 4-6 μm dengan microtom, diapungkan dalam
air hangat (500C) dan diletakkan di atas hot plate 400C sampai kering
Deparafinasi
Preparat direndam berturut-turut dalam xylol I, II dan III
masing-masing selama lima menit.
43
Rehidrasi
Preparat direndam dengan alkohol 100% I, alkohol 100% II,
alkohol 95% I, akohol 95% II, alkohol 85%, 80%, 70%, 50%,
masing-masing selama dua menit. Setelah itu preparat dicuci
dengan akuades sampai berwarna putih.
Pewarnaan
Preparat direndam dalam larutan haematoxylin (5-7 menit),
kemudian dalam larutan eosin (tiga menit) dan kemudian
dicuci dengan air kran mengalir.
Dehidrasi
Preparat direndam dalam alkohol 50%, 70%, 80%, 85%,
90%, 100% I, 100% II (masing-masing selama dua menit)
Penjernihan II
Preparat direndam dalam xylol I, II, III (masing-masing dua menit)
Penempelan
Preparat diberi zat perekat entelan/canada balsam, kemudian
ditutup dengan kaca penutup dan dibiarkan selama 12 jam
44
Lampiran 2. Alat tangkap Drift gillnet dan cager
a. Alat tangkap drift gillnet
Drift gillnet sebelum dioperasikan
Drift gillnet pada saat dioperasikan
45
Lampiran 2 (Lanjutan)
b. Alat tangkap Cager
Cager sebelum dioperasikan
Cager pada saat dioperasikan
Pantai
Arus
Dasar laut
46
Lampiran 3. Sebaran jumlah contoh ikan kresek (Thryssa mystax)
a. Setiap bulan
Jantan Betina Bulan Jumlah % Jumlah % Januari 11 14.29 22 18.49
Februari 18 23.38 17 14.29 Maret 13 16.88 22 18.49 April 15 19.48 15 12.61 Mei 10 12.99 22 18.49 Juni 10 12.99 21 17.65
Jumlah 77 100 119 100 b. Setiap selang panjang total (mm)
Jantan Betina Selang panjang (mm) Jumlah % Jumlah % 69-84 10 12.99 5 4.20
85-100 19 24.68 15 12.61 101-116 18 23.38 15 12.61 117-132 18 23.38 31 26.05 133-148 9 11.69 32 26.89 149-164 2 2.60 10 8.40 165-180 1 1.30 10 8.40 181-196 0 0.00 0 0.00 197-212 0 0.00 1 0.84
total 77 100 119 100
47
Lampiran 4. Uji t hubungan panjang berat ikan kresek jantan dan ikan
betina
Jenis kelamin b Sb Jantan 2,6753 0,1375 Betina 2,947 0,0257
a. Ikan jantan
Ho : b = 3, pertumbuhan isometrik
H1 : b ≠ 3, pertumbuhan allometrik
Sb
bThit
3−= = 2,3619
)75;05,0(=Ttab = 1,9921 Kesimpulan : Thit>Ttab maka tolak Ho, pertumbuhan ikan jantan allometrik b. Ikan betina
Ho : b = 3, pertumbuhan isometrik
H1 : b≠3, pertumbuhan allometrik
Sb
bThit
3−= = 2,0623
)117;05,0(=Ttab = 1,9804 Kesimpulan : Thit>Ttab maka tolak Ho, pertumbuhan ikan betina allometrik
48
Lampiran 5. Faktor kondisi ikan kresek (Thryssa .mystax) a. Setiap bulan
Jantan Betina Bulan Rata-rata maks min Rata-rata maks min
Januari 0.9948 1.2375 0.7319 1.0684 1.2774 0.8709 Februari 0.9737 1.2243 0.8013 1.0403 1.2601 0.8718 Maret 1.0122 1.2079 0.8309 1.0185 1.2281 0.8680 April 1.0617 1.2061 0.8916 1.0435 1.9735 0.4625 Mei 1.0468 1.2097 0.9458 1.0132 1.2598 0.8689 Juni 1.0342 1.2566 0.6357 1.0689 1.6046 0.8568
b. Setiap selang panjang total (mm)
Jantan Betina Selang panjang rata-rata maks min rata-rata maks min
69-84 0.9412 1.1291 0.7319 1.1032 1.6046 0.8568 85-100 0.9662 1.1525 0.8013 1.0064 1.1245 0.8595 101-116 1.0375 1.2375 0.6357 1.0886 1.9735 0.7865 117-132 1.0862 1.2566 0.8799 1.0076 1.2598 0.4625 133-148 1.0467 1.2097 0.9133 1.0523 1.3845 0.8709 149-164 1.0087 1.0616 0.9559 1.0643 1.2601 0.9603 165-180 0.9319 0.9319 0.2004 1.0346 1.3049 0.8689 181-196 197-212 1.1507 1.1507 1.1507
c. Setiap Tingkat Kematangan Gonad
Jantan Betina TKG rata-rata maks min rata-rata maks min
I 0.9351 1.0315 0.7319 0.9379 0.9700 0.9057 II 1.0125 2.5981 0.2004 1.0377 1.6664 0.8728 III 1.0219 1.2566 0.6357 1.0565 1.2800 0.8792 IV 1.0365 1.0365 1.0365 1.0909 2.0102 0.8699 V 1.0819 1.1009 1.0628
49
Lampiran 6. Nisbah kelamin ikan kresek (Thryssa mystax) a. Keseluruhan
Jenis kelamin Jumlah (ekor) % J/B Jantan 77 39.29 0.65 Betina 119 60.71 1 Jumlah 196 100
b. Setiap bulan
Jumlah Bulan Jantan Betina J/B Januari 11 22 0.50 Februari 18 17 1.06 Maret 13 22 0.59 April 15 15 1.00 Mei 10 22 0.45 Juni 10 21 0.48
Jumlah 77 119
50
Lampiran 7. Uji Chi-square nisbah kelamin ikan kresek (Thryssa mystax) Secara Keseluruhan Jenis kelamin jumlah (ekor)
Jantan 77 (98) Betina 119 (98) Jumlah 196
Ket : Nilai dalam kurung merupakan nilai harapan Rumus uji Chi-square :
Hipotesis : Ho : P1 = P2
H1 : P1 ≠ P2
=−
+−
=98
)98119(98
)9877( 222X 4,5 + 4,5 = 9
X2tabel = X2 0.05 (v = 2-1) = 3,841
Hasil : X2hit > X2
tab = Tolak Ho
Kesimpulan: Nisbah kelamin ikan kresek jantan dan betina selama pengamatan
adalah tidak seimbang
∑ −=
i
ii
eeo
X2
2 )(
51
Lampiran 8. Frekuensi ikan kresek (Thryssa mystax) pada setiap tingkat kematangan gonad
a. Setiap bulan
Betina Jantan Bulan I II III IV V I II III IV V
Januari - 11 5 6 - - 9 2 - -Februari - 7 5 5 - - 17 1 - -Maret - 1 8 11 2 2 11 - - -April 2 6 4 3 - 2 11 1 1 -Mei - 3 4 15 - - 9 1 - -Juni - 8 8 5 - 2 8 - - -
b. Setiap selang panjang
Betina Jantan Selang panjang I II III IV V I II III IV V
69-84 - 4 1 - - 3 7 - - - 85-100 - 2 9 3 1 3 15 1 - - 101-116 1 5 2 7 - - 17 1 - - 117-132 1 12 8 10 - - 16 1 1 - 133-148 - 7 8 17 - - 8 1 - - 149-164 - 3 5 2 - - 1 1 - - 165-180 - 2 1 6 1 - 1 - - - 181-196 - - - - - - - - - - 197-212 - 1 - - - - - - - -
52
Lampiran 9. Data indeks kematangan gonad ikan kresek (Thryssa mystax) a. Setiap bulan
jantan Betina Bulan rata-rata maksimum minimum rata-rata maksimum minimum
Januari 0.4496 1.3930 0.0879 1.6137 5.2499 0.2083Februari 0.4104 1.0661 0.1125 1.6088 3.2609 0.5693Maret 0.5999 2.2678 0.1996 2.5760 4.6073 0.0663April 0.4682 1.9769 0.0582 0.9243 2.7368 0.0383Mei 0.3560 1.1646 0.1507 2.5745 4.5992 0.2592Juni 0.2557 0.4202 0.1055 1.7364 6.4063 0.1311
b. Setiap selang panjang
Jantan Betina Selang kelas rata-rata maksimum minimum rata-rata maksimum minimum
69-84 0.3479 0.4785 0.2513 0.6405 0.9456 0.2865 85-100 0.3735 1.0638 0.1390 2.0210 4.0161 0.2309
101-116 0.4572 1.9769 0.1055 1.7345 4.1045 0.1311 117-132 0.4389 1.3930 0.1507 1.9205 4.8817 0.0663 133-148 0.3660 0.6479 0.0879 2.0755 5.2499 2.0755 149-164 0.4959 0.7361 0.2558 1.3227 3.2609 0.0383 165-180 0.5736 0.5736 0.5736 2.2144 3.8385 0.5090 181-196 - - - - - - 197-212 - - - 2.7899 2.7899 2.7899
c. Setiap tingkat kematangan gonad
Jantan Betina TKG rata-rata maksimum minimum rata-rata maksimum minimum
I 0.2948 0.4386 0.1802 0.1680 0.1706 0.1653 II 0.3545 1.0661 0.0879 0.5505 2.1411 0.0383 III 1.1252 1.9769 0.6472 1.6782 2.8063 0.6441 IV 1.1646 1.1646 1.1646 3.2378 6.4063 0.4783 V - - - 2.4016 2.7951 2.0080
53
Lampiran 10. Data fekunditas ikan kresek (Thryssa mystax) panjang total berat total berat gonad TKG Fekunditas
82 4.23 0.04 3 194085 4.37 0.10 3 232086 4.65 0.07 3 665089 4.75 0.13 3 269890 5.15 0.06 3 210092 5.56 0.10 3 257593 6.14 0.13 3 253593 5.43 0.10 3 277596 4.12 0.16 3 1920
100 7.11 0.15 3 3075104 8.22 0.17 3 3542114 9.99 0.19 3 2304122 15.96 0.33 3 3135125 14.11 0.31 3 4366128 14.53 0.25 3 3675128 16.17 0.31 3 6463130 13.26 0.29 3 5510131 14.02 0.33 3 3072131 14.61 0.41 3 5567132 17.05 0.16 3 2469135 15.65 0.32 3 3968135 18.13 0.25 3 2813141 21.35 0.31 3 3053144 20.35 0.16 3 2354144 22.66 0.42 3 5349144 21.99 0.44 3 7299145 21.42 0.23 3 4986145 22.09 0.23 3 8223153 23.71 0.34 3 8398155 26.63 0.24 3 4800157 25.75 0.46 3 3680160 32.84 0.43 3 3325161 30.6 0.20 3 5465167 29.89 0.30 3 632588 4.98 0.20 4 672091 5.08 0.19 4 443999 7.4 0.18 4 9135
100 7.53 0.13 4 2171101 7.25 0.20 4 4760102 8.04 0.33 4 3586105 9.09 0.23 4 3143107 11.52 0.39 4 5356114 10.21 0.30 4 5018114 12.8 0.82 4 7827116 13.28 0.63 4 6510120 13.61 0.66 4 4614120 11.35 0.42 4 2993122 8.15 0.26 4 2860
54
123 11.81 0.32 4 5467124 13.59 0.47 4 3311125 15.73 0.41 4 3485126 12.74 0.42 4 3220127 15.94 0.57 4 8170128 15.22 0.70 4 9130131 17.52 0.77 4 10387134 18.08 0.74 4 5367134 15.12 0.59 4 5647134 17.85 0.56 4 7309135 21.81 1.15 4 7061135 15.36 0.48 4 4423139 17.65 0.48 4 7606141 22.94 0.70 4 5813141 21.78 0.43 4 3798141 19.1 0.88 4 9403142 19.08 0.60 4 6000142 21.04 0.70 4 6524144 20.32 0.42 4 4962144 21.19 0.42 4 8206145 21.22 0.10 4 4553145 29.18 0.33 4 6840146 26.58 0.34 4 2223149 23.92 0.78 4 6521155 27.22 0.85 4 13197165 32.92 1.09 4 5730165 26.8 0.71 4 5822165 30.07 0.75 4 5638167 35.17 1.35 4 12150171 31.81 0.48 4 7646177 49.5 1.68 4 11299
55
Lampiran 11. Data sebaran diameter telur ikan kresek (Thryssa mystax) tiap TKG pada setiap bulan pengamatan.
a. Januari b. Februari
c. Maret d. April
e. Mei f. Juni
Selang kelas TKG 3 TKG 4 80-127 45 0 128-175 72 0 176-223 61 9 224-271 9 21 272-319 3 27 320-367 8 63 368-415 2 54 416-463 0 1 464-511 0 24 512-559 0 1
Selang kelas TKG 3 TKG 4 80-127 21 23
128-175 35 16 176-223 48 25 224-271 25 3 272-319 32 16 320-367 26 34 368-415 11 36 416-463 1 26 464-511 1 17 512-559 0 4
Selang kelas TKG 3 TKG 4 80-127 14 6 128-175 40 13 176-223 19 28 224-271 74 20 272-319 53 18 320-367 0 34 368-415 0 45 416-463 0 18 464-511 0 17 512-559 0 1
Selang kelas TKG 3 TKG 4 80-127 34 0
128-175 57 0 176-223 53 6 224-271 20 20 272-319 9 32 320-367 19 44 368-415 6 32 416-463 1 54 464-511 1 9 512-559 0 3
Selang kelas TKG 3 TKG 4 80-127 45 6
128-175 72 11 176-223 61 22 224-271 9 13 272-319 3 21 320-367 8 61 368-415 2 48 416-463 0 16 464-511 0 1 512-559 0 1
Selang kelas TKG 3 TKG 4 80-127 11 23 128-175 24 16 176-223 19 31 224-271 79 23 272-319 43 20 320-367 24 30 368-415 0 32 416-463 0 16 464-511 0 8 512-559 0 1
56
0
10
20
30
40
50
0 50 100 150 200Panjang total (mm)
Ting
gi b
adan
(mm
)
Lampiran 12. Hubungan antara panjang total dengan tinggi badan ikan kresek (T.mystax)
a = panjang total
d = tinggi badan Dari hasil interpolasi antara panjang total dengan tinggi badan maka pada panjang
total 98 mm diperoleh tinggi badan sebesar 24 mm. Maka ukuran mata jaring
yang diperlukan tidak kurang dari 24 mm atau 0,94 inchi
a d 64 14 89 25 96 21
102 24 89 22
117 26 120 28 125 36 142 43 167 40 98 24
98
24
57
top related