bentuk pertanggungjawaban pidana dari pt. pln (persero) terhadap pemadaman listrik berkaitan dengan...
Post on 27-Jul-2015
4.198 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI PT. PLN (Persero)
TERHADAP PEMADAMAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN
PERWUJUDAN PASAL 4 HURUF b JUNCTO PASAL 62 UNDANG-UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
(Studi Di Kantor PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang,
Jawa Timur)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan
Dalam Ilmu Hukum
Oleh :
ANGGA K. NURINDIYANI
NIM. 0310100029
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2007
LEMBAR PERSETUJUAN
BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI PT. PLN (Persero) TERHADAP PEMADAMAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN
PERWUJUDAN PASAL 4 HURUF b JUNCTO PASAL 62 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
(Studi Di Kantor PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, Jawa Timur)
Oleh :
ANGGA KUSUMARIADINI NURINDIYANINIM. 0310100029
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Sri Lestariningsih, S.H., M.H. Yuliati, S.H., L.LM.NIP: 131914576 NIP : 131994340
Mengetahui
Ketua Bagian
Hukum Pidana
Setiawan Nurdayasakti, S.H., M.H.NIP : 131839360
i
LEMBAR PENGESAHAN
BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI PT. PLN (Persero) TERHADAP PEMADAMAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN
PERWUJUDAN PASAL 4 HURUF b JUNCTO PASAL 62 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
(Studi Di Kantor PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, Jawa Timur)
Disusun oleh :
ANGGA KUSUMARIADINI NURINDIYANINIM. 0310100029
Skripsi ini telah disahkan oleh Dosen Pembimbing pada tanggal : ………………..
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping
Sri Lestariningsih, S.H., M.Hum. Yuliati, S.H., L.LM.NIP: 131914576 NIP : 131994340
Ketua Majelis Penguji, Ketua Bagian Hukum Pidana,
Setiawan Nurdayasakti, S.H., M.H. Setiawan Nurdayasakti, S.H., M.H.NIP : 131839360 NIP : 131839360
Mengetahui
Dekan,
Herman Suryokumoro, S.H, M.S.NIP : 131472741
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan program sarjana strata satu pada Jurusan Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat
bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Herman Suryokumoro, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya.
2. Bapak Setiawan Nurdayasakti, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum
Pidana.
3. Ibu Sri Lestariningsih, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I, atas
bimbingan dan sarannya.
4. Ibu Yuliati, S.H., L.LM selaku Dosen Pembimbing II, atas bimbingan dan
motivasinya.
5. Eyang Mardoyo, papa, mama, dan adik-adikku tercinta yang telah
memberikan do’a, semangat, dan dukungan baik material maupun spiritual.
6. Bapak Ustriadi selaku Manajer Unit Jaringan Malang, PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan dan Jaringan Malang.
7. Bapak Mochamad Irfan selaku Manajer Unit Pelayanan Malang Kota,
PT.PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan Malang.
iii
8. Teman-teman yang sangat berarti bagiku, Asri, Nita, Ebink, Atiek, Monique,
Nanda, Anne, Aini, dan seluruh anak FH 2003 yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, terima kasih atas dukungan dan perhatian kalian.
9. Pihak-pihak lain yang turut membantu selesainya skripsi ini, yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Akhir kata, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam
proses pembuatan skripsi ini terdapat kesalahan baik yang disengaja maupun yang
tidak disengaja.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Malang, Februari 2007
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan....................................................................................... i
Lembar Pengesahan....................................................................................... ii
Kata Pengantar............................................................................................... iii
Daftar Isi........................................................................................................ v
Daftar Tabel................................................................................................... viii
Abstraksi........................................................................................................ x
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian................................................................. 8
E. Sistematika Penulisan............................................................ 9
Bab II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pertanggungjawaban............................................ 11
B. Korporasi (Badan Hukum)
1. Pengertian Korporasi....................................................... 12
2. Korporasi Sebagai Subyek Tindak Pidana....................... 12
C. Prinsip-prinsip Pertanggungjawaban Pelaku Usaha.............. 15
D. Hak dan Kewajiban Konsumen............................................. 17
E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha......................................... 21
F. Ketentuan Hukum Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen Mengenai
Pertanggungjawaban dan Sanksi............................................ 25
G. PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN/Persero)..................... 28
v
Bab III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan................................................................ 31
B. Lokasi Penelitian.................................................................... 32
C. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data......................................................................... 32
b. Sumber Data..................................................................... 33
D. Teknik Pengumpulan Data..................................................... 34
E. Populasi Dan Sampel............................................................. 36
F. Analisis Data.......................................................................... 37
G. Definisi Operasional.............................................................. 38
Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan
Jaringan (APJ) Malang
1. Sejarah Singkat................................................................ 40
2. Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Malang............................................. 43
3. Motto, Visi dan Misi........................................................ 56
4. Jumlah Pelanggan............................................................ 57
B. Profil Responden Penelitian................................................... 58
C. Bentuk-Bentuk Pertanggungjawaban Pidana PT. PLN
(Persero) Terhadap Terjadinya Pemadaman Listrik.............. 61
D. Kendala Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Bentuk-
Bentuk Pertanggungjawaban Pidana PT. PLN (Persero)
Terhadap Terjadinya Pemadaman Listrik.............................. 77
E. Upaya Yang Dapat Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala
Dalam Pelaksanaan Bentuk-Bentuk Pertanggungjawaban
Pidana PT. PLN (Persero) Terhadap Terjadinya
Pemadaman Listrik................................................................ 80
vi
Bab V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................ 84
B. Saran .................................................................................85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pengelompokan Pelanggan Listrik Unit Pelayanan (UP)
Malang Kota Berdasarkan Tegangan Tersambung................... 57
Tabel 4.2 Jumlah Responden Pelanggan Listrik Rumah Tangga
Berdasarkan Kecamatan............................................................ 58
Tabel 4.3 Pendidikan Terakhir Responden Pelanggan Listrik Rumah
Tangga....................................................................................... 59
Tabel 4.4 Tanggapan Responden Pelanggan Berdasarkan Pengetahuan
Mengenai Hak-Hak Konsumen Yang Diatur Dalam Pasal 4
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen................................................................................. 59
Tabel 4.5 Tanggapan Responden Pelanggan Berdasarkan Pengetahuan
Mengenai Sanksi Pidana Yang Dapat Dikenakan Kepada PT.
PLN (Persero) Yang Diatur Dalam Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen......... 60
Tabel 4.6 Besar Daya Yang Digunakan Responden Pelanggan Listrik
Rumah Tangga.......................................................................... 60
Tabel 4.7 Rekap Gangguan Penyulang 20 KV Berdasarkan Indikator
Relay Kerja Dan Penyebab Gangguan Tahun 2006................. 62
Tabel 4.8 Rekap Penyebab Gangguan Sambungan Rumah (SR) dan
Jaringan Tegangan Rendah (JTR) Tahun 2006........................ 64
Tabel 4.9 Tanggapan Responden Pelanggan PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang Berdasarkan
Kuantitas Pemadaman Listrik .................................................. 65
Tabel 4.10 Lamanya Pemadaman Listrik Yang Dialami Responden
Pelanggan.................................................................................. 66
Tabel 4.11 SAIDI dan SAIFI Tahun 2006.................................................. 67
viii
Tabel 4.12 Tanggapan Responden Pelanggan Mengenai Ada/Tidaknya
Pemberitahuan Pemadaman Listrik Dari PT. PLN (Persero)
Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang............................ 68
Tabel 4.13 Tanggapan Responden Pelanggan Berdasarkan Kepuasan
Terhadap Pelayanan Penanganan Pemadaman Listrik Oleh
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ)
Malang...................................................................................... 70
ix
ABSTRAKSI
Angga Kusumariadini Nurindiyani, Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Februari 2007, Bentuk Pertanggungjawaban Pidana Dari PT. PLN (Persero) Terhadap Pemadaman Listrik Berkaitan Dengan Perwujudan Pasal 4 Huruf B Juncto Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Di Kantor PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, Jawa Timur), Sri Lestariningsih,S.H., M.H., Yuliati, S.H., L.LM.
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi dengan masih seringnya terjadi pemadaman listrik yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Hal ini tidak seimbang dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelanggan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah mengenai (a) bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pihak PT.PLN (Persero) dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen, (b) kendala dalam penerapan bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pihak PT.PLN (Persero) dan (c) upaya dalam mengatasi kendala dalam penerapan bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pihak PT.PLN (Persero).
Dalam upaya mengetahui bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap PT.PLN (Persero), berikut kendala dan upayanya, maka metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris, meneliti suatu peraturan perundang-undangan dan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut dalam lingkungan masyarakat. Kemudian, seluruh data yang ada dianalisa secara deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jawaban bahwa pemadaman listrik yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) tidak dapat diperkirakan secara pasti. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya pemadaman listrik, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Pemadaman listrik tersebut melanggar hak konsumen. Sehingga PT. PLN (Persero) dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, yaitu sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) sesuai dengan rumusan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Kendala dari penerapan pertanggungjawaban pidana ini adalah kendala yuridis,yaitu tidak dirumuskannya sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan tentang pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik serta belum ada sinkronisasi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengenai kedudukan konsumen dalam menuntut pertanggungjawaban pidana kepada PT. PLN (Persero) dan kendala teknis, yaitu kendala dari pelanggan dan pelayanan PT. PLN (Persero). Sehingga upaya yang harus dilakukan adalah merumuskan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan dan perbaikan pelayanan serta SDM dalam tubuh PT. PLN (Persero).
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sejalan dengan dinamika ekonomi yang semakin berkembang,
kegiatan pelaku usaha pun semakin meluas. Hal ini berdampak pada
semakin banyaknya jenis barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.
Makin beragamnya barang dan/atau jasa tersebut membuat semakin variatif
pula pilihan bagi konsumen.
Di zaman yang semakin maju, kreativitas masyarakat untuk
menciptakan produk pun semakin meningkat. Kemajuan teknologi
telekomunikasi dan informatika, misalnya saja peralatan elektronik yang
semakin canggih yang menjadi salah satu kebutuhan hidup manusia. Untuk
menggunakan peralatan elektronik tersebut dibutuhkan energi listrik. Karena
saat ini peralatan elektronik telah menjadi salah satu kebutuhan pokok
manusia, maka energi listrik pun menjadi kebutuhan pokok pula.
Kecenderungan saat ini, kebutuhan hidup masyarakat luas
dipenuhi oleh pelaku usaha yang tidak lepas dari tujuan untuk memperoleh
keuntungan, termasuk PT. PLN (Persero). Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen dirumuskan mengacu pada filosofi
pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk
pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen
adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan
1
2
pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar negara Pancasila
dan konstitusi negara UUD 1945 1. Di Indonesia, penyediaan energi listrik
sampai saat ini masih dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, yaitu PT.
PLN (Persero).
Sebagai satu-satunya perusahaan penyedia energi listrik, PT.PLN
(Persero) sampai saat ini belum mampu memberikan pelayanan yang
seimbang dengan kewajiban yang dibebankan kepada pelanggan2. Hal ini
terlihat dari masih seringnya terjadi pemadaman listrik yang dilakukan oleh
PT. PLN (Persero). Contohnya saja pemadaman listrik di beberapa tempat di
seluruh sistem Jawa Bali selama 2 jam mulai pukul 18.30-20.30 pada hari
Jumat, 21 April 2006 yang lalu. Alasan yang digunakan oleh PT. PLN
(Persero) atas pemadaman listrik tersebut adalah karena keterlambatan
pasokan bahan bakar minyak (BBM) ke PLTGU (Pembangkit Listrik
Tenaga Gas Uap) Muara Tawar, Bekasi. Sehingga hal tersebut membuat
pembangkit tidak dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Menurut General
Manajer Pusat Penyaluran dan Pengaturan Beban Jawa-Bali PT PLN
(Persero), Muljo Adji, akibat keterlambatan pasokan BBM itu, terjadi defisit
pasokan listrik di Jawa Bali sebanyak 340 megawatt (MW). Namun pada
waktu beban puncak malam itu, ada penghematan pelanggan sebanyak 110
1 Melinda Okviona, 2003, Skripsi : Tanggung Jawab PT. PLN (Persero) Dalam Peningkatan Standar Pelayanan Terhadap Pelanggan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Malang Kota), Skripsi tidak diterbitkan, Malang, Fakultas Hukum Unversitas Brawijaya, hal. 2-3.
2 Martiana Widyatutik, 2004, Skripsi: Tanggung Jawab Perdata PT. PLN (Persero) Kepada Pelanggan Dalam Hal Pemadaman Sepihak (Studi Di PT. PLN (Persero) Cabang Pasuruan), Skripsi tidak diterbitkan, Malang, Fakultas Hukum Unversitas Brawijaya, hal.1.
3
MW sehingga defisit tinggal 230 MW. Sehingga mereka terpaksa
melakukan pemadaman listrik tersebut 3.
Pemadaman listrik yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero)
terkadang ada yang disengaja dan ada yang tidak disengaja. Pemadaman
listrik yang disengaja adalah pemadaman listrik yang dilakukan untuk
kepentingan pemeliharaan alat (travo) listrik. Hal ini dikarenakan
keterbatasan daya mampu alat (travo) listrik yang dimiliki oleh PT. PLN
(Persero) yang harus memenuhi permintaan pelanggan yang jumlahnya terus
bertambah. Sehingga energi listrik yang ada harus dibagi-bagi agar semua
pelanggan dapat menikmati listrik. Sedangkan pemadaman listrik yang tidak
disengaja adalah pemadaman listrik yang terjadi akibat adanya gangguan.
Misalnya karena gangguan cuaca (petir yang menyambar kabel listrik) atau
karena banyaknya pencurian listrik yang menyebabkan travo yang ada tidak
sanggup memenuhi kebutuhan yang tidak terdeteksi sebelumnya tersebut.
Seperti kasus yang terjadi di Kota Malang, di wilayah sekitar Batalyon
Alap-Alap pernah terjadi pemadaman listrik yang diakibatkan karena adanya
pohon yang tumbang yang menyebabkan jatuhnya tiang-tiang listrik dan
putusnya kabel listrik. Contoh kasus lain yang terjadi di Malang adalah
mengenai pemadaman listrik yang terjadi di sebuah pabrik plastik di wilayah
Gadang. Pemilik pabrik tersebut kemudian mengajukan komplain kepada
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang. Namun
ternyata, setelah ditelusuri kembali oleh pihak PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, ternyata kesalahan ada pada instalasi
3 Listrik di Sistem Jawa-Bali Padam Selama 2 Jam, tempointeraktif.com, diakses tanggal 21 April 2006.
4
domestik yang terdapat dalam pabrik tersebut. Sehingga, pada akhirnya
pemilik pabrik tidak menindaklanjuti pengaduannya tersebut4.
Namun, apapun alasannya, pemadaman listrik yang terjadi telah
merugikan pelanggan PT. PLN (Persero). Kerugian yang dialami oleh
pelanggan sebagai akibat dari pemadaman listrik tersebut antara lain adalah
aktivitas pelanggan yang menjadi terganggu, usaha pelanggan yang menjadi
terhambat, dan timbulnya tindak pidana, misalnya pencurian, dan lain
sebagainya. Kerugian ini terkadang tidak seimbang dengan kewajiban yang
harus dibayar oleh pelanggan. Apalagi dengan adanya isu kenaikan tarif
dasar listrik (TDL) di awal-awal tahun ini yang menuai banyak protes dari
pelanggan PT. PLN (Persero). Protes ini dirasa wajar mengingat pelanggan
masih sering dikecewakan oleh pelayanan PT. PLN (Persero) yang masih
kurang memadai yang salah satunya adalah tindakan pemadaman listrik.
Sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 4 huruf b Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, konsumen berhak
untuk mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Namun pada kenyataan yang terjadi,
PT. PLN (Persero) tidak memberikan jasa berupa energi listrik yang sesuai
dengan apa yang diperjanjikan. Pemadaman listrik yang terjadi seringkali
dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya atau apabila memang telah
dilakukan pemberitahuan, pemberitahuan tersebut tidak efektif dan tidak
semua pelanggan mengetahui pemberitahuan tersebut. Sampai sekarang pun,
tanggung jawab PT. PLN (Persero) terhadap terjadinya pemadaman listrik
4 Hasil wawancara dengan Bapak Arief Hidayat, Asisten Manajer PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, tanggal 5 Juli 2006.
5
masih rendah. Pengaduan-pengaduan yang telah dilakukan oleh pelanggan
PT. PLN (Persero) yang sudah melalui prosedur, yaitu melalui saluran 123,
terkadang tidak ditanggapi atau ditindaklanjuti.
Dalam Pasal 25 ayat (3) huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik
dicantumkan bahwa Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dalam
menyediakan tenaga listrik wajib :
a. memberikan pelayanan yang baik;
b. menyediakan tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan
keandalan yang baik.
Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa PT. PLN (Persero) wajib memberikan
pelayanan yang baik dan menyediakan tenaga listrik secara terus menerus.
Atas dasar berbagai permasalahan tersebut, maka penulis
menganggap perlu mengangkat masalah ini untuk diteliti lebih lanjut. Oleh
karena itu diperlukan adanya kajian terhadap permasalahan mengenai
Bentuk Pertanggungjawaban Pidana Dari PT. PLN (Persero) Terhadap
Terjadinya Pemadaman Listrik Yang Berkaitan Dengan Perwujudan
Pasal 4 Huruf b Juncto Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen.
6
B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa masalah yang hendak ditelaah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pihak
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang apabila
terjadi pemadaman listrik dengan mengacu pada Pasal 4 huruf b juncto
Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen?
2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan bentuk-bentuk
pertanggungjawaban pidana terhadap pihak PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang apabila terjadi pemadaman listrik
dengan mengacu pada Pasal 4 huruf b juncto Pasal 62 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen?
3. Apa saja upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi kendala
pelaksanaan bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pihak
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang apabila
terjadi pemadaman listrik dengan mengacu pada Pasal 4 huruf b juncto
Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen?
7
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengkaji bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap
pihak PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang
apabila terjadi pemadaman listrik dengan mengacu pada Pasal 4 huruf b
juncto Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
2. Untuk mengetahui dan mengkaji kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pihak
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang apabila
terjadi pemadaman listrik dengan mengacu pada Pasal 4 huruf b juncto
Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
3. Untuk menentukan upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi
kendala pelaksanaan bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana
terhadap pihak PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ)
Malang apabila terjadi pemadaman listrik dengan mengacu pada Pasal 4
huruf b juncto Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
8
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini dapat dibagi sebagai berikut :
a. Manfaat teoritis
Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini ditujukan untuk
pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan pengembangan ilmu
hukum perlindungan konsumen pada khususnya tentang bentuk
pertanggungjawaban PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Malang terhadap terjadinya pemadaman listrik dan kendala-
kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan bentuk pertanggungjawaban
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang terhadap
konsumen yang dirugikan atas terjadinya pemadaman listrik.
b. Manfaat praktis
Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan untuk menambah wawasan, yaitu mengenai bentuk-bentuk
pertanggungjawaban PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Malang terhadap terjadinya pemadaman listrik dan apa saja
kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan bentuk-bentuk
pertanggungjawaban PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Malang sebagai konsumen yang dirugikan atas terjadinya
pemadaman listrik.
Bagi PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ)
Malang, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk
meningkatkan pelayanan kepada pelanggan sesuai dengan standar mutu
9
pelayanan yang telah ditentukan sehingga pelanggan mendapatkan hak
yang setara dengan kewajiban yang harus mereka bayarkan.
Bagi konsumen, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
landasan untuk membela konsumen dalam mendapatkan hak-haknya.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam bagian ini diberikan gambaran yang jelas dan terarah
mengenai penyusunan skripsi. Berikut ini akan dikemukakan sistematika
pembahasan yang terbagi dalam :
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini dimuat latar belakang penulisan skripsi, rumusan
masalah, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II : Kajian Pustaka
Dalam bab ini akan diuraikan tentang pengertian
pertanggungjawaban, korporasi, prinsip-prinsip pertanggungjawaban pelaku
usaha, hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha,
ketentuan hukum dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen mengenai pertanggungjawaban dan sanksi, dan
tentang PT. PLN (Persero).
Bab III : Metode Penelitian
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai jenis metode pendekatan
yang digunakan dalam melakukan penelitian, lokasi penelitian yang
ditunjuk, jenis dan sumber data yang didapat dan dipergunakan dalam
10
melakukan penelitian, teknik pengambilan data, populasi dan sampling,
proses analisis data yang digunakan, serta definisi operasional dari judul dari
skripsi ini.
Bab IV : Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Dalam bab ini akan diberikan gambaran umum yang jelas
mengenai PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang,
profil singkat responden penelitian, hasil pembahasan rumusan masalah
tentang bentuk pertanggungjawaban pidana PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang terhadap konsumen apabila terjadi
pemadaman listrik berdasarkan Pasal 4 huruf b juncto Pasal 62 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, hasil
pembahasan tentang berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
bentuk pertanggungjawaban pidana PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan
Jaringan (APJ) Malang terhadap konsumen yang dirugikan atas terjadinya
pemadaman listrik serta upaya dalam mengatasi kendala dalam pelaksanaan
bentuk pertanggungjawaban pidana PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan
Jaringan (APJ) Malang terhadap konsumen yang dirugikan atas terjadinya
pemadaman listrik.
Bab V : Penutup
Dalam bab ini akan dimuat kesimpulan dari seluruh hasil
pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan saran-saran yang diharapkan
akan dapat menjadi masukan yang berguna dan bermanfaat bagi semua
pihak.
Daftar Pustaka
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN PERTANGGUNGJAWABAN
Pengertian dari kata “pertanggungjawaban” adalah perbuatan (hal
dsb) bertanggungjawab5. Jika berbicara mengenai pertanggungjawaban
hukum, maka mau tidak mau, kita harus berbicara tentang ada tidaknya
suatu kerugian yang telah diderita oleh suatu pihak sebagai akibat (dalam hal
hubungan konsumen-pelaku usaha) dari penggunaan, pemanfaatan, serta
pemakaian oleh konsumen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh
pelaku usaha tertentu6.
Dalam hukum pidana, untuk dapat dijatuhkannya pidana
diperlukan syarat adanya pertanggungjawaban pidana (criminal
responsibility). Pertanggungjawaban pidana harus dianggap melekat pada
tindak pidana (pandangan monistis) maupun harus dianggap terpisah dari
pengertian tindak pidana (pandangan dualistis). Adapun masalah
pertanggungjawaban pidana ini sangat erat kaitannya dengan kesalahan. Hal
ini sesuai dengan asas “geen sraft zonder schuld” atau “tiada pidana tanpa
kesalahan”7.
5 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, , hal. 1006
6 Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.59
7 A. Fuad Usfa, Moh. Najih, Tongat, 2004, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, Malang, hal.73-74
11
B. KORPORASI (BADAN HUKUM)
1. Pengertian Korporasi
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan hukum pidana
Indonesia dinyatakan bahwa pengertian korporasi itu adalah kumpulan
terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan baik merupakan badan
hukum maupun bukan8.
Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Korupsi, Korporasi adalah sekumpulan
orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan
hukum maupun bukan badan hukum. Korporasi tidak lain merupakan
suatu badan yang dibentuk sebagai kebutuhan untuk menjalankan suatu
kegiatan yang diberi status sebagai subjek hukum, disamping subjek
hukum yang alamiah (manusia). Korporasi (badan hukum) ini oleh
hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.
2. Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana
Sampai saat ini masih ada masalah dalam penempatan
korporasi sebagai subjek tindak pidana. Namun saat ini terdapat
beberapa peraturan perudang-undangan yang menempatkan korporasi
sebagai subjek tindak pidana.
8 H. Setiyono, 2003, Kejahatan Korporasi : Analisis Viktimologis Dan Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, hal. 17
12
Perkembangan pengaturan korporasi sebagai subjek tindak
pidana dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) sistem
pertanggungjawaban9, yaitu :
1. Pengurus korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang
bertanggungjawab.
Sistem pertanggungjawaban ini ditandai dengan usaha-
usaha agar sifat tindak pidana yang dilakukan korporasi dibatasi pada
perorangan (natuurlijk persoon). Sistem ini membedakan “tugas
mengurus” dan pengurus.
2. Korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggungjawab.
Sistem pertanggungjawaban ini ditandai dengan pengakuan
yang timbul dalam perumusan undang-undang bahwa suatu tindak
pidana dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha
(korporasi), akan tetapi tanggung jawab untuk itu menjadi beban dari
pengurus badan hukum (korporasi) tersebut.
Dalam sistem pertanggungjawaban ini, korporasi dapat
menjadi pembuat tindak pidana, akan tetapi yang bertanggungjawab
adalah para anggota pengurus, asal saja dinyatakan tegas dalam
peraturan itu.
3. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggungjawab.
Sistem pertanggungjawaban ini merupakan permulaan
adanya tanggung jawab yang langsung dari korporasi. Dalam sistem
ini dibuka kemungkinan menuntut korporasi dan meminta
pertanggungjawabannya menurut hukum pidana.
9 Ibid, hal.12
13
Dalam tindak pidana korporasi, dikenal 2 asas, yaitu :
1. Asas Strict Liability ( asas pertanggungjawaban mutlak)
Menurut doktrin ini, seseorang dapat
dipertanggungjawabkan untuk melakukan tindak pidana tertentu
walaupun pada diri orang itu tidak ada kesalahan (mens rea). Yang
penting adalah perbuatan tersebut sudah memenuhi rumusan undang-
undang atau termasuk dalam perbuatan yang dilarang oleh undang-
undang.
2. Asas Vicarious Liability (asas pertanggungjawaban pengganti)
Pada doktrin ini, syarat pertanggungjawaban badan hukum
adalah berdasarkan adanya pendelegasian wewenang atau hubungan
kerja dan pekerjaan yang dilakukan seseorang dimana masih dalam
ruang lingkup usaha dari badan hukum itu. dengan demikian, alasan
yang dapat diajukan kepada tidak adanya hubungan kerja dan/atau
pekerjaan itu dilakukan seseorang di luar dari ruang lingkup usaha
dari badan hukum tersebut10.
Selain dari kedua asas tersebut, ada beberapa teori yang
digunakan untuk mengetahui siapa yang harus bertanggungjawab, yaitu :
1. Teori pendelegasian wewenang.
Maksud dari teori ini adalah pemberian wewenang kepada
beberapa pengurus. Pengurus dapat bertanggungjawab jika pengurus
mempunyai atau diberi wewenang atau kuasa secara penuh didalam
menentukan kebijakan dan segala sikap tindakan terhadap
10 M. Hamdan, 2000, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Mandar Maju, Bandung, hal. 96.
14
operasional korporasi yang tercantum dalam anggaran dasar atau
anggaran rumah tangga korporasi.
2. Teori Identifikasi
Maksud dari teori ini adalah pengurus harus bisa
diidentifikasi atau ditandai siapa yang mempunyai wewenang atau
kekuasaan penuh dalam penentuan kebijakan, pengambilan
keputusan dan menentukan tindakan yang harus dilakukan korporasi.
C. Prinsip-Prinsip Pertanggungjawaban Pelaku Usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggungjawab terhadap produk-
produk yang dihasilkannya. Guna untuk menentukan siapa saja pihak yang
bertanggungjawab dan besar kecilnya tanggung jawab yang dapat
dibebankan, maka perlu diketahui prinsip-prinsip pertanggungjawaban
pelaku usaha. Prinsip-prinsip pertanggungjawaban pelaku usaha tersebut
antara lain adalah11:
1. Prinsip Fault Liability (Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur
kesalahan)
Prinsip ini merupakan doktrin hukum yang umum, artinya
dipegang teguh dalam hukum perdata dan pidana. Dasar hukum dari
prinsip ini adalah Pasal 1365, 1366, dan 1367 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
2. Prinsip Presumption of Liability (Prinsip praduga untuk selalu
bertanggungjawab)
11 Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, hal. 73 - 84
15
Prinsip ini lazimnya digunakan dalam hukum pengangkutan
udara. Beban pembuktian dalam prinsip ini adalah beban pembuktian
terbalik, sehingga pelaku usaha dianggap selalu bertanggungjawab
sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
3. Prinsip Presumption of Non-Liability (Prinsip praduga untuk tidak selalu
bertanggungjawab)
Penerapan dari prinsip ini adalah di ruang lingkup yang
terbatas dan tidak dianut secara mutlak.
4. Prinsip Strict Liability (Prinsip Tanggung Jawab Mutlak)
Prinsip ini dianut di dalam Undang-Undang No. 15 Tahun
1992 tentang Penerbangan. Dalam prinsip ini, pelaku usaha harus selalu
berhati-hati dan bertanggungjawab atas produk-produk yang dihasilkan.
5. Prinsip Limitation of Liability (Prinsip Tanggung Jawab Dengan
Pembatasan)
Dalam prinsip ini, pelaku usaha mau bertanggungjawab tetapi
menentukan sendiri batas-batas pertanggungjawabannya yang tidak
menguntungkan konsumen. Batasan-batasan tersebut dimuat dalam
klausula eksonerasi.
D. Hak dan Kewajiban Konsumen
16
Konsumen adalah setiap orang (pembeli) atas barang yang
disepakati, menyangkut harga dan cara pembayarannya, tetapi tidak
termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-
lain keperluan komersial12. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, arti
dari Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, pada
pidatonya tanggal 15 Maret 1962, pernah mengemukakan 4 (empat) hak
dasar konsumen, yaitu :
1. the right to safe products (hak untuk memperoleh keamanan);
2. The rights to be informed about products (hak untuk mendapatkan
informasi);
3. the rights to definite choices in selecting products (hak untuk memilih);
4. the right to be heard regarding consumer interest (hak untuk didengar).
Selain 4 (empat) hak dasar konsumen tersebut, Resolusi
perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 39/248 Tanggal 16 April 1985 tentang
Perlindungan Konsumen (Guidelines for Consumer Protection) juga
merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yaitu :
12 Az. Nasution (I), 1995, Konsumen Dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal.72
17
1. perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan
keamanannya;
2. promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen;
3. tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan
kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan
kebutuhan pribadi;
4. pendidikan konsumen;
5. tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;
6. kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi
lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi
tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan
keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.13
Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen juga dimuat hak-hak daripada konsumen, yaitu :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Maksud dari hak ini adalah konsumen seharusnya mendapatkan
rasa nyaman, aman dan selamat dalam mengkonsumsi suatu produk
barang atau jasa. Sehingga tidak timbul akibat-akibat yang membuat
keselamatan konsumen menjadi terganggu.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan.
13 Az. Nasution, Op.Cit; hal.27
18
Maksud dari hak ini adalah konsumen berhak untuk memilih
produk barang atau jasa sesuai dengan kehendaknya dan mendapatkan
barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan oleh pelaku usaha. Hak ini merupakan hak yang
mendasar dalam penyusunan skripsi ini. Hal ini karena konsumen berhak
untuk mendapatkan pelayanan listrik sesuai dengan jaminan yang
diperjanjikan oleh PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Malang dan kewajiban pembayaran yang dilakukan oleh
konsumen.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.
Konsumen harus benar-benar mengerti mengenai kondisi dan
jaminan barang atau jasa yang hendak dikonsumsi. Sehingga, pelaku
usaha harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi barang atau jasa tersebut.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan.
Apabila konsumen mengeluh atas kondisi barang atau jasa
yang digunakan, maka konsumen berhak untuk mengadukan keluhannya
kepada pelaku usaha.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Apabila terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha,
maka konsumen berhak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan
19
upaya penyelesaian sengketa tersebut. Sehingga konsumen merasa
dilindungi hak-haknya dan tidak diintimidasi oleh pelaku usaha.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
Setiap konsumen berhak untuk mendapatkan pembinaan dan
pendidikan sehingga mereka benar-benar mengerti mengenai kondisi
suatu barang atau jasa dan mereka dapat memilih barang atau jasa yang
baik bagi mereka.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
Setiap konsumen berhak untuk diperlakukan dan dilayani
secara benar dan jujur tanpa memandang perbedaan ras, agama, dan lain-
lain. Sehingga pelayanan yang diberikan oleh pelaku usaha harus adil
dan merata kepada setiap konsumen.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Apabila terjadi wanprestasi atau terjadi akibat-akibat yang
merugikan konsumen dalam penggunaan suatu barang atau jasa, maka
konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau
penggantian barang atau jasa tersebut.
Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki kewajiban. Dalam
Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen diatur bahwa kewajiban konsumen adalah :
20
1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, pengertian pelaku usaha adalah setiap
orang perseorangan atau badan usaha, baik yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Selain hak dan kewajiban konsumen, pelaku usaha juga
mempunyai hak dan kewajiban. Hak-hak pelaku usaha yang diatur dalam
Pasal 6 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen antara lain yaitu:
1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
21
2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha telah diatur pula dalam Pasal 7
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu
antara lain :
1. beritikad baik dalam melakukan usahanya;
2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
22
6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, dijelaskan pula mengenai perbuatan-perbuatan yang dilarang
dilakukan oleh pelaku usaha. Hal ini diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Perbuatan-perbuatan
yang dilarang tersebut adalah :
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang :
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dari ketentuan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
23
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,
gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan
dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, namadan alamat pelaku
usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut
ketentuan harus dipasang/dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan
benar atas barang dimaksud.
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan
yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar.
24
Apabila pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap perbuatan-
perbuatan yang dilarang tersebut, maka pelaku usaha berkewajiban menarik
barang atau jasa tersebut dari peredaran.
F. Ketentuan Hukum Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Mengenai Pertanggungjawaban dan Sanksi
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen telah diatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha dan sanksi-
sanksi yang dapat dikenakan. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) jenis sanksi, yakni sanksi
administratif, sanksi pidana pokok dan sanksi pidana tambahan.
Sanksi administratif ditentukan dalam Pasal 60 Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dimana Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) diberi kewenangan untuk
menjatuhkan sanksi administratif yaitu yang berupa ganti rugi paling banyak
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Sehingga kewenangan ada pada
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), bukan pada pengadilan.
Sanksi administrasi tersebut dapat dijatuhkan terhadap para pelaku usaha
yang melakukan pelanggaran terhadap :
a. Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), yaitu tentang tanggung jawab pembayaran
ganti kerugian dari pelaku usaha kepada konsumen yang dirugikan
akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan14.
14 Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 274
25
b. Pasal 20, yaitu tentang tanggung jawab pembayaran ganti rugi atas iklan
yang menyesatkan yang diproduksi dan segala akibat yang timbul dari
iklan tersebut.
c. Pasal 25, yaitu tentang tanggung jawab pembayaran ganti rugi atas tidak
disediakannya suku cadang dan/atau jaminan atau garansi atau fasilitas
perbaikan kepada konsumen.
d. Pasal 26, yaitu tentang tanggung jawab pembayaran ganti rugi akibat
pelaku usaha tidak memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati
dan/atau dijanjikan.
Berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap
pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Sanksi pidana pokok diatur dalam Pasal
62 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
dimana sanksi yang dapat dijatuhkan adalah :
1. Pelanggaran terhadap :
a. Pasal 8, yaitu tentang barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi
standar yang telah ditetapkan;
b. Pasal 9 dan Pasal 10,yaitu mengenai promosi atau iklan atau
informasi suatu barang dan/atau jasa yang tidak benar;
c. Pasal 13 ayat (2), yaitu tentang penawaran obat-obatan dan hal-hal
yang berhubungan dengan kesehatan;
d. Pasal 15, yaitu tentang penawaran suatu barang dan/atau jasa dengan
cara paksaan baik secara fisik maupun psikis;
26
e. Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, yaitu
mengenai iklan yang memuat informasi yang tidak sesuai dengan
kenyataan atau menyesatkan;
f. Pasal 17 ayat (2), yaitu tentang peredaran iklan yang dilarang;
g. Pasal 18, yaitu mengenai pencantuman klausula baku;
dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua
milyar rupiah).
2. Pelanggaran terhadap :
a. Pasal 11, yaitu mengenai penjualan dengan cara obral atau lelang
yang menyesatkan;
b. Pasal 12, yaitu mengenai penawaran dengan tarif khusus dimana
pelaku usaha tidak bermaksud untuk melaksanakannya;
c. Pasal 13 ayat (1), yaitu mengenai penawaran barang dan/atau jasa
dengan janji pemberian hadiah secara cuma-cuma;
d. Pasal 14, yaitu mengenai penawaran barang dan/atau jasa dengan
memberikan hadiah melalui cara undian;
e. Pasal 16, yaitu mengenai penawaran barang dan/atau jasa melalui
pesanan;
f. Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f, yaitu mengenai produksi iklan
yang bertentangan dengan etika, kesusilaan, dan ketentuan hukum
yang berlaku;
dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
27
3. Pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau
kematian, maka akan diberlakukan ketentuan pidana secara umum15.
Ketentuan Pasal 63 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen merumuskan adanya pidana tambahan yang dapat
dijatuhkan. Sanksi pidana tambahan tersebut antara lain berupa :
1. perampasan barang tertentu;
2. pengumuman keputusan hakim;
3. pembayaran ganti rugi;
4. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian konsumen;
5. kewajiban penarikan barang dari peredaran;
6. pencabutan izin usaha.
G. PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN/Persero)
PT. PLN (Persero) merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang berkewajiban melaksanakan usaha penyediaan tenaga
listrik. Kedudukan PT. PLN (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) diperkuat dengan dasar hukum pasal 3 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan
Tenaga Listrik.
Sebagai satu-satunya penyedia listrik, PT. PLN (Persero)
berkewajiban memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen atau
pelanggan. Berdasarkan Pasal 25 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 3
15 Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Op.Cit ; hal.86
28
Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik,
ditentukan bahwa kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi adalah :
a. memberikan pelayanan yang baik;
b. menyediakan tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan
keandalan yang baik;
c. memberikan perbaikan, apabila ada gangguan tenaga listrik;
d. bertanggungjawab atas segala kerugian atau bahaya terhadap nyawa,
kesehatan, dan barang yang timbul karena kelalaiannya; dan
e. melakukan pengamanan instalasi ketenagalistrikan terhadap bahaya yang
mungkin timbul.
Sedangkan hak PT. PLN (Persero) dimuat dalam Pasal 25 ayat (1), yaitu :
a.memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang diperlukan oleh masyarakat,
baik sebelum maupun sesudah mendapatkan sambungan tenaga listrik;
b. mengambil tindakan atas pelanggaran perjanjian penyambungan listrik
oleh konsumen; dan
c.mengambil tindakan penerbitan atas pemakaian tenaga listrik secara tidak
sah.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 1985
Tentang Ketenagalistrikan, Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang
menyangkut penyediaan dan pemanfaatan energi listrik. Dalam Pasal 1
angka 2 Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan,
yang dimaksud dengan Tenaga Listrik adalah salah satu bentuk energi
sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk
29
segala macam keperluan, dan bukan listrik yang dipakai untuk komunikasi
atau isyarat. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 1985
Tentang Ketenagalistrikan, yang dimaksud dengan Penyediaan tenaga listrik
adalah pengadaan tenaga listrik mulai dari titik pembangkitan sampai
dengan titik pemakaian. Setiap pelanggan PT. PLN (Persero) memiliki
instalasi listrik yang disebut dengan instalasi pelanggan. Instalasi pelanggan
adalah instalasi listrik yang terpasang sesudah meter listrik di rumah atau
pada bangunan16.
16 Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000), SNI 04-0225-2000, hal. 8
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. METODE PENDEKATAN
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode pendekatan yuridis empiris. Maksud dari metode pendekatan ini
adalah meneliti suatu peraturan perundang-undangan dan efektifitas
peraturan perundang-undangan tersebut dalam lingkungan masyarakat. Hal
ini dikarenakan hukum dikonsepkan secara sosiologis sebagai suatu gejala
empiris yang dapat diamati dalam kehidupan17.
Untuk mendapatkan data tersebut, dilakukan penelitian langsung
ke lapangan menuju obyek penelitian yang diteliti untuk mendapatkan data
primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai data pendukung.
Sehingga dalam penelitian ini, metode ini digunakan untuk mengkaji
tanggung jawab PT. PLN (Persero) dalam hal pemadaman listrik.
Karenanya segala sesuatu yang dijelaskan dalam penelitian ini berhubungan
dengan norma-norma atau aturan-aturan yang diatur sesuai dengan
ketentuan dalam hukum positif negara kesatuan RI, yaitu khususnya Pasal 4
huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen yang mengatur tentang hak konsumen untuk mendapatkan
barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan dan penerapannya secara nyata dalam lingkungan
masyarakat.
17 Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.73
31
B. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di kantor PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, Jawa Timur. Pemilihan lokasi
penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa di wilayah kerja PT.
PLN (Persero) Malang masih terjadi beberapa kali pemadaman listrik
dengan tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya.
Dimana data terakhir menyebutkan bahwa pada bulan Januari
sampai bulan Desember 2006 terdapat 8.211 kali gangguan listrik pada pada
Sambungan Rumah (SR) dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) yang
memungkinkan terjadinya pemadaman listrik18. Hal ini memungkinkan
adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
C. JENIS DAN SUMBER DATA
a. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data pokok yang didapat secara langsung. Dalam
penelitian ini, data primer diambil secara langsung yang didapat dari
hasil wawancara dan kuesioner terhadap pihak PT. PLN (Persero)
Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, Jawa Timur dan
pelanggan PT. PLN (Persero) di wilayah Malang tentang tanggung
jawab PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ)
Malang terhadap terjadinya pemadaman listrik.
18 PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, Rekap Penyebab Gangguan SR dan JTR Tahun 2006
32
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data tambahan pendukung data primer yang
diperoleh secara tidak langsung yang berasal dari pihak kedua, pihak
ketiga, dan seterusnya berupa data jadi yang sesuai dengan keinginan
pihak yang bersangkutan maupun dari literatur-literatur. Dalam
penelitian ini, data sekunder diperoleh dari PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, Jawa Timur yang berupa
data jumlah pelanggan, data kepuasan pelanggan dan data gangguan
listrik yang menyebabkan pemadaman listrik serta hasil studi pustaka
yang bersumber dari beberapa literatur, baik berupa buku-buku,
peraturan perundang-undangan, surat kabar, internet dan beberapa
literatur lain yang berkaitan dengan pertanggungjawaban PT. PLN
(Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang terhadap
terjadinya pemadaman listrik.
b. Sumber Data
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung
melalui wawancara dan kuesioner terhadap pihak PT. PLN (Persero)
dan pelanggan PT. PLN (Persero) yang berkaitan dengan tanggung
jawab PT PLN (Persero) terhadap terjadinya pemadaman listrik.
2. Sumber Data Sekunder
33
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara
tidak langsung yang berasal dari pihak kedua, pihak ketiga, dan
seterusnya berupa data jadi yang sesuai dengan keinginan pihak yang
bersangkutan maupun dari literatur-literatur, baik berupa buku-buku,
peraturan perundang-undangan, surat kabar, internet dan beberapa
literatur lain yang berkaitan dengan pertanggungjawaban PT. PLN
(Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang terhadap
terjadinya pemadaman listrik. Peraturan perundang-undangan yang
dimaksud adalah :
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang
Ketenagalistrikan.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang
Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
1. Data primer akan diperoleh dengan menggunakan teknik :
a. Wawancara.
Wawancara adalah tanya jawab yang dilakukan dengan
seseorang untuk memperoleh informasi, data yang diperlukan, antara
wartawan dengan pejabat, antara peneliti dengan narasumber, antara
direksi perusahaan atau stafnya dengan pelamar kerja, dan
34
sebagainya19. Dalam penelitian ini teknik wawancara dilakukan
dengan cara tanya jawab langsung dengan pihak PT. PLN (Persero)
Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang sebagai responden.
Bentuk wawancara adalah bebas terpimpin dengan mempersiapkan
terlebih dahulu daftar pertanyaan sebagai pedoman dalam
wawancara tersebut. Tetapi dalam pelaksanaan wawancara masih
dimungkinkan adanya variasi-variasi pertanyaan yang disesuaikan
dengan situasi ketika wawancara.
b. Kuesioner.
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi dengan
jawabannya (untuk penelitian, data pegawai, dsb.)20. Dalam
penelitian ini, kuesioner diberikan kepada pelanggan PT. PLN
(Persero) di wilayah Malang sebagai responden.
2. Data sekunder akan diperoleh dengan cara melalui :
a. Studi kepustakaan.
Yang dimaksud dengan studi kepustakaan adalah dengan
mengumpulkan literatur-literatur, baik berupa buku-buku, peraturan
perundang-undangan, surat kabar, internet dan beberapa literatur lain
yang berkaitan dengan pertanggungjawaban PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang terhadap terjadinya
pemadaman listrik
b. Dokumentasi..
19 Badudu-Zain, 2001, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal.1624.
20 ibid; hal.732
35
Yang dimaksud dengan dokumentasi adalah dengan cara
menyalin atau meng-copy dokumen-dokumen, catatan-catatan PT.
PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang berupa
data-data yang berhubungan langsung dengan topik penelitian.
E. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi penelitian adalah sebuah gambaran sesungguhnya yang harus
diteliti. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah pihak PT. PLN
(Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang sebagai pihak
penyedia tenaga listrik dan pelanggan PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang sebagai pihak pengguna tenaga
listrik.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini berdasarkan populasi di atas yang
ditentukan dengan menggunakan :
a. Purposive Sampling
Purposive Sampling adalah sistem pengambilan sampel yang
dilakukan dengan sengaja memilih subyek atau kumpulan subyek
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Adapun sampel
yang dimaksud adalah :
1. Bagian Pelayanan : 3 orang
2. Bagian Distribusi : 1 orang
3. Bagian SDM dan Administrasi : 2 orang
36
4. Bagian Sekretariat : 2 orang
5. Bagian Unit Jaringan : 1 orang
b. Random Sampling
Random Sampling adalah tiap unit atau individu populasi
mempunyai kesempatan atau probabilitas yang sama untuk menjadi
sampel. Dalam penelitian ini, sampel yang dimaksud adalah
konsumen atau pelanggan PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan
Jaringan (APJ) Malang. Adapun jumlah responden pelanggan adalah
20 orang yang terbagi dalam 2 (dua) wilayah kecamatan, yaitu
kecamatan Blimbing dan kecamatan Klojen.
F. ANALISIS DATA.
Proses analisis dalam penelitian ini akan dimulai dengan cara
mengumpulkan semua data yang ada, baik data primer maupun data
sekunder. Selanjutnya terhadap data-data tersebut dilakukan proses editing
dan interpretasi. Analisis data ini dilakukan secara bertahap sehingga data
yang kurang dapat diketahui dan dilengkapi dengan pengambilan data
tambahan.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Maksud dari
analisis ini adalah mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta
tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu,
termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-
pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari
37
satu fenomena21. Analisis ini dilakukan dengan cara memaparkan data yang
diperoleh dari wawancara dan studi pustaka atas beberapa literatur kemudian
dianalisis dan diinterpretasikan dengan memberikan beberapa kesimpulan.
G. DEFINISI OPERASIONAL
1. Pertanggungjawaban Pidana
Maksud dari pertanggungjawaban pidana dalam skripsi ini
adalah bentuk-bentuk sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada PT.
PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang yang
melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal
ini, peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
2. PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN/Persero)
Pihak yang hendak dijadikan objek dalam penelitian adalah
PT.PLN (Persero) sebagai pihak yang menyediakan tenaga listrik,
khususnya PT. PLN (Persero)Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ)
Malang, Jawa Timur yang terletak di Jalan Basuki Rachmat No. 100
Malang.
3. Pemadaman Listrik.
Maksud dari pemadaman listrik dalam skripsi ini adalah
terputusnya aliran listrik secara tiba-tiba, tanpa pemberitahuan
sebelumnya, yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Malang, yang menyebabkan kerugian bagi pihak
konsumen.21 Soejono, H. Abdurrahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hal.21.
38
4. Perlindungan Konsumen
Maksud dari perlindungan konsumen dalam skripsi ini adalah
perlindungan bagi hak-hak pelanggan PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang yang tidak diketahui oleh
pelanggan dimana dilanggar oleh PT. PLN (Persero) Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Malang.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM PT. PLN (PERSERO) AREA PELAYANAN
DAN JARINGAN (APJ) MALANG
1. Sejarah Singkat
Ketenagalistrikan di Indonesia mulai dikembangkan oleh
Belanda pada akhir abad ke-19. Tepatnya, pada tahun 1897, listrik
menyala di Jakara setelah Nederlandsch Indische Electriciteits
Maatschappij mendapatkan konsesi. Awalnya tenaga listrik digunakan
untuk keperluan pabrik gula, pabrik teh dan perkebunan lainnya yang
mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluannya sendiri.
Adapun listrik untuk kepentingan umum baru dimulai pada saat
perusahaan swasta Belanda yaitu NV.NIGM yang semula bergerak di
bidang gas memperluas usahanya dibidang listrik untuk kepentingan
umum. Hal ini dimungkinkan dengan diundangkannya Ordonansi 1890
No. 190 tanggal 13 September 1890 yang memberi kesempatan kepada
perusahaan swasta Belanda mengelola kelistrikan untuk kepentingan
umum. Ijin yang diberikan itu berbentuk Electriciteits Vergunning atau
Conscessie dan dapat diberikan untuk suatu tempat atau wilayah usaha
(regionale concessie). Kemudian pemerintah Belanda berdasarkan
Staatsblad 1927 No. 419 membentuk s’Lands Waterkracht Bedrijven
(LWB) yaitu perusahaan listrik negara yang mengelola Pusat Listrik
Tenaga Air (PLTA) di Plengan, Lamajan, Bengkok-Dago, Ubrug dan
40
Kracak semuanya di Jawa Barat, PLTA Giringan di Madiun,
PLTA Tes di Bengkulu dan PLTU di Jakarta. Usaha kelistrikan sangat
menguntungkan sehingga banyak perusahaan swasta Belanda yang
mendirikan perusahaan listrik dan gas di berbagai daerah antara lain NV.
NIGM, NV ANIEM, NV OJEM, NV GEBEO, NV. EMS, dan masih
banyak lagi22.
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, bersamaan dengan
berpindahnya kekuasaan dari pemerintah Hindia Belanda ke pemerintah
balatentara Jepang, perusahaan listrik dan gas yang ada diambil alih oleh
Jepang digabung menjadi satu badan bernama Djawa Denki Djigyo
Kosha dengan pembagian kewenangan untuk Jawa dikuasai Angkatan
Darat Jepang (Riku Gun) sedang diluar Jawa dikuasai Angkatan Laut
(Kai Gun). Selama penjajahan Jepang pembangunan kelistrikan di
Indonesia dilakukan dengan pola kerja paksa23.
Sejak kemerdekaan Indonesia, mulailah dilakukan
pengambilalihan penguasaan perusahaan listrik dan gas milik Jepang
oleh bangsa Indonesia khususnya oleh para pegawai pribumi perusahaan
listrik dan gas Jepang. Aksi ambil alih perusahaan listrik dan gas ini juga
dilakukan di luar Pulau Jawa. Perjuangan pengambil alihan perusahaan
listrik dan gas oleh bangsa Indonesia mencapai puncaknya dengan
dikeluarkannya Ketetapan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1/SD
pada tanggal 27 Oktober 1945 tentang pembentukan Jawatan Listrik dan
Gas yang dimasukkan dalam lingkungan Departemen Pekerjaan Umum.
22 PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, 2003, Artikel : Sekelumit Sejarah Dan Perkembangan Kelistrikan Di Indonesia, hal. 19
23 Ibid, hal. 20
41
Dengan penetapan ini maka status pegawai Jawatan Listrik dan Gas
diakui sebagai pegawai negeri melalui Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor As.702 tanggal 21 Desember 1946. Sedangkan tanggal 27
Oktober ditetapkan sebagai Hari Listrik dan Gas melalui surat
Keputusan Nomor As.702 tanggal 27 Desember 1960. Perjuangan
pengambil alihan Perusahaan Listrik dan Gas ditingkatkan sampai Mosi
Kobarsjih (SBLGI) tentang nasionalisasi Perusahaan Listrik dan Gas
milik swasta diterima Parlemen RI dan secara bertahap mulai
dilaksanakan seiring dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor
163 tanggal 3 Oktober 195324.
Untuk kelancaran nasionalisasi, melalui surat Keputusan
Menteri PUT Nomor Sekr.16/3/23 tanggal 22 Maret 1958 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 25/45/17 tanggal 23 Mei 1958, dibentuk Penguasa
Perusahaan-Perusahaan Listrik dan Gas (P3LG). Selanjutnya untuk
meningkatkan efesiensi kerja dengan Keputusan Menteri Muda PUT No.
1/7/20 tanggal 25 Agustus 1959 jo. Nomor Men.1/11/10 tanggal 19
Oktober 1959, P3LG dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuk Direktorat
Djenderal PLN (DDPLN). Selanjutnya berdasarkan UU.19 Prp/1960
tanggal 30 April 1960 jo.PP.67/1961 tanggal 29 Maret 1961, DDPLN
dibubarkan diganti dengan Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik
Negara (BPU – PLN). Dalam perkembangan selanjutnya, Organisasi
BPU–PLN mengalami perubahan. Dengan keluarnya Peraturan Menteri
24 Ibid, hal. 20
42
PUT No. 9/PRT/1964 tanggal 28 Desember 1964 PLN dan PGN
memiliki direksi sendiri-sendiri25.
Seiring dengan dibuatnya TAP MPR No IV/MPR/1978 tentang
GBHN struktur organisasi Departemen Pertambangan ditingkatkan
menjadi Departemen Pertambangan Dan Energi sehingga PLN dan PGN
dipindahkan pengelolaannya dari Departemen PU ke Departemen
Pertambangan dan Energi hingga saat ini. Selain itu, berdasarkan PP No.
23 tahun 1994 tanggal 16 Juni 1994 serta sesuai dengan Akta Notaris
Soetjipto SH Nomor 169 tanggal 30 Juli 1994 (tambahan Berita Negara
RI tangal 13 September 1994 Nomor 73) status PLN diubah dari Perum
Listrik Negara menjadi PT PLN (Persero)26.
2. Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan
Jaringan (APJ) Malang
Struktur organisasi adalah suatu gambaran secara skema
mengenai hubungan antar bagian yang terdapat dalam suatu organisasi
atau perusahaan. Dengan struktur organisasi maka akan nampak dengan
jelas pekerjaan dan tanggung jawab yang dilimpahkan serta dapat
dipertanggungjawabkan.
Hingga akhir Desember 2006, tercatat bahwa terdapat 302
orang pegawai di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ)
Malang. Jumlah tersebut masih merupakan data sementara karena
25 Ramadhan K.H., Sugiarta Sriwibawa, Tim PT. PLN (Persero), 1995, 50 Tahun Pengabdian PLN, Humas PT. PLN (Persero), Jakarta, hal.10
26 Ibid, hal. 39
43
adanya beberapa orang pegawai yang hendak dimutasi maupun
pensiun27.
Adapun struktur organisasi PT. PLN (Persero) Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Malang adalah :
Bagan 4.1
STRUKTUR ORGANISASIPT. PLN (PERSERO) AREA PELAYANAN DAN JARINGAN
MALANGPer Desember 2006
Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007
Manajer Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang
membawahi seluruh bagian dan cabang-cabang dari PT. PLN (Persero)
Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, yaitu Unit Pelayanan, Unit
27 Hasil wawancara dengan Bapak Supandi, Bagian Kepegawaian, tanggal 22 Januari 2007.
ManajerAPJ Malang
Fungsional Ahli
Asisten Manager
Pemasaran
Asisten Manager
Niaga
Asisten Manager Distribusi
Asisten Manager
Keuangan
Asisten Manager
SDM &Adm.
Svr. Strategi Pemasaran
Svr. Peningkatan Pelayanan
Svr. TU Langganan
Svr. Pembaca Meter
Svr. Pengolah Data Rekening
Svr. Penagihan
Svr. Operasi Distribusi
Svr. Pemeliharaan & Konstruksi Distribusi
Svr. PengendalianSistem Meter
YMT. Svr. Anggaran Keuangan
Svr. Akuntansi
Svr. Pengawasan Pendapatan
Svr. SDM
Svr. Sekretariat
Svr. Logistik
Svr. Sistem TI
44
Jaringan dan Unit Pelayanan dan Jaringan yang tersebar di beberapa
wilayah.
Pegawai yang ada di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan
Jaringan (APJ) Malang terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu pegawai
struktural dan pegawai non-struktural. Yang dimaksud dengan pegawai
struktural adalah pegawai yang masuk dalam susunan organisasi. Seperti
dalam bagan di atas, contoh pegawai strukturalnya adalah Asisten
Manager Pemasaran, Asisten Manager Niaga, Asisten Manager
Distribusi, Asisten Manager Keuangan dan Asisten Manager SDM dan
Adminstrasi. Sedangkan pegawai non-struktural adalah fungsional ahli,
yaitu pegawai yang dipekerjakan berdasarkan fungsinya. Pegawai ini
berada di luar susunan organisasi, namun dibutuhkan sesuai dengan
kebutuhan PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ)
Malang pada saat tertentu. Pegawai fungsional ahli merupakan pegawai
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang yang
pangkatnya bisa saja setingkat dengan Manajer Area Pelayanan Dan
Jaringan (APJ) Malang28.
Berdasarkan Keputusan General Manager Nomor
024.K/021/DIST-JATIM/2003 tanggal 7 April 2003, maka masing-
masing bagian pada struktur organisasi PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang mempunyai tugas pokok yang
berbeda-beda. Adapun tugas-tugas pokok tersebut adalah29 :
a.Bagian Pemasaran
28 Hasil wawancara dengan Bapak Supandi, Bagian Kepegawaian, tanggal 22 Januari 2007.29 Lampiran III Keputusan General Manager Nomor 024.K/021/DIST-JATIM/2003 tanggal 7
April 2003
45
Bagian pemasaran ini dikepalai oleh Asisten Manajer
Pemasaran. Bagian pemasaran bertanggungjawab dalam penyusunan
rencana penjualan dan pengembangan usaha sesuai dengan potensi
dan kemampuan yang ada, serta pelaksanaan kegiatan pelayanan
khusus yang diprioritaskan kepada pelanggan-pelanggan potensial
untuk menjamin terciptanya peningkatan kepuasan pelanggan
potensial.
Untuk melaksanaan tanggung jawab sebagaimana
disebutkan di atas, Bagian Pemasaran mempunyai fungsi :
1. Menyusun data potensi pasar, rencana penjualan serta perkiraan
pendapatan di daerah kerja Area Pelayanan dan Jaringan (APJ)
maupun di masing-masing unit asuhannya.
2. Mempersiapkan dan melaksanakan pengembangan usaha baru
sesuai dengan program yang telah ditetapkan.
3. Memonitor dan melakukan analisa atas pemakaian energi pada
pelanggan-pelanggan potensial (TM/TT).
4. Mengadakan komunikasi dan memberikan pelayanan khusus
kepada pelanggan-pelanggan potensial dalam rangka
meningkatkan loyalitas pelanggan.
5. Melaksanakan pembacaan meter dengan Automatic Meter
Reading (AMR) untuk pelanggan-pelanggan potensial, serta
memelihara sarana dan kelengkapannya.
6. Menyusun laporan sesuai bidang tugas bagian pemasaran.
b. Bagian Niaga
46
Bagian Niaga dikepalai oleh Asisten Manajer Niaga.
Bagian Niaga ini bertanggungjawab dalam kegiatan pelayanan
pelanggan, administrasi pelanggan, pembuatan tagihan listrik dan
pengendalian pendapatan untuk menjamin peningkatan pelayanan
dan peningkatan pendapatan.
Untuk melaksanaan tanggung jawabnya tersebut, Bagian
Niaga mempunyai fungsi :
1. Melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan pelayanan
pelanggan / calon pelanggan.
2. Menyusun dan memelihara Data Induk Pelanggan (DIL) dan
Data Induk Saldo (DIS).
3. Mengawasi kegiatan pencatatan meter dan melaksanakan
pembinaan dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pembacaan
meter.
4. Melaksanakan dan memonitor proses pengolahan data dalam
rangka pembuatan tagihan listrik sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang ada.
5. Mengamankan dan mengendalikan pendapatan dengan
melaksanakan administrasi pelanggan secara tertib.
6. Melaksanakan pengawasan dan mengkoordinir kegiatan
penagihan dalam rangka pengelolaan piutang.
7. Menyusun standar mutu pelayanan serta mengendalikan
pencapaiannya.
8. Menyusun laporan sesuai bidang tugas bagian niaga.
47
c.Bagian Distribusi
Bagian Distribusi dikepalai oleh Asisten Manajer
Distribusi. Bagian Distribusi bertanggungjawab dalam perencanaan
dan pembangunan jaringan distribusi untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan dan pengembangan sistem, merencanakan dan
melaksanakan pengoperasian jaringan distribusi untuk menjamin
kontinyuitas pelayanan dengan mutu dan keandalan yang memadai,
serta mengoptimalkan pelaksanaan pemeliharaan dan pengaturan
jaringan distribusi agar dicapai pengusahaan energi yang efisien.
Untuk melaksanaan tanggung jawabnya tersebut, Bagian
Distribusi mempunyai fungsi :
1. Menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan jaringan
untuk melayani pelanggan dan pengembangan sistem.
2. Menyusun SOP (Standar Operating System) dan mengatur
pengoperasian jaringan distribusi.
3. Menyusun rencana pemeliharaan dan melaksanakan
pemeliharaan jaringan distribusi.
4. Mengelola asset jaringan distribusi dan menyusun Data Induk
Jaringan.
5. Membuat data peta jaringan (mapping) dan memelihara akurasi
data sesuai dengan perkembangan.
6. Mengendalikan dan mengawasi fungsi Alat Pembatas dan
Pengukur (APP) dan menyusun rencana pemeliharaannya.
48
7. Melaksanakan analisa dan evaluasi susut distribusi serta
menyusun upaya pengendaliannya.
8. Membina dan mengembangkan PDKB (Pekerjaan Dalam
Keadaan Bertegangan).
9. Menyusun laporan sesuai bidang tugas bagian distribusi.
d. Bagian Keuangan
Bagian Keuangan dikepalai oleh Asisten Manajer
Keuangan. Bagian Keuangan bertanggungjawab dalam pencatatan
dan pembukuan aset, perencanaan dan pengendalian anggaran dan
pendapatan sesuai dengan prosedur administrasi dan akuntansinya,
untuk menjamin pengelolaan anggaran dan pendapatan yang efektif
dan efisien guna peningkatan kinerja keuangan.
Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, Bagian
Keuangan mempunyai fungsi :
1. Melaksanakan pencatatan dan pembukuan aset.
2. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian pendapatan serta
mengadakan rekonsiliasi dengan fungsi terkait.
3. Menyusun RAO / UAI sesuai dengan jadwal dan pedoman yang
ada.
4. Mengatur dan melaksanakan pengawasan atas penggunaan
anggaran investasi maupun operasi.
5. Mengatur dan mengendalikan likuiditas keuangan secara optimal.
6. Melaksanakan supervisi tentang keuangan dan akuntansi
terhadap unit asuhannya.
49
7. Menyusun Laporan Keuangan serta melaksanakan analisa dan
evaluasi untuk merumuskan upaya perbaikannya.
8. Menyusun laporan sesuai bidang tugas bagian Keuangan.
e.Bagian SDM Dan Administrasi.
Bagian SDM Dan Administrasi dikepalai oleh Asisten
Manajer SDM Dan Administrasi. Bagian SDM Dan Administrasi
bertanggungjawab dalam pengembangan dan administrasi Sumber
Daya Manusia, pengelolaan kegiatan kesekretariatan dan umum
untuk menjamin kelancaran operasional, serta melaksanakan
kegiatan kehumasan dan pemberdayaan lingkungan.
Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, Bagian
SDM Dan Administrasi mempunyai fungsi :
1.Mencatat dan melaksanakan inventarisasi fasilitas kantor serta
menyusun rencana dan melaksanakan pemeliharaannya.
2.Melaksanakan administrasi kepegawaian, membuat perhitungan
dan melaksanakan pembayaran hak-hak pegawai sesuai
ketentuan yang ada.
3.Menyusun dan memelihara Data Induk Kepegawaian serta
melaksanakan monitoring dan evaluasi SDM.
4.Melaksanakan pembinaan SDM serta menyusun rencana
pengembangan SDM.
5.Merencanakan dan mengelola kegiatan kesekretariatan, umum dan
KJ.
50
6.Mengatur penyelesaian masalah hukum yang terkait dengan
masalah kedinasan, baik di lingkungan internal maupun
eksternal.
7.Mengatur dan melaksanakan program kehumasan dan
pemberdayaan lingkungan.
8.Menyusun laporan sesuai bidang tugas Bagian SDM Dan
Administrasi.
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang
terdiri dari 2 (dua) unit, yaitu Unit Pelayanan dan Unit Jaringan. Dalam
Keputusan General Manager Nomor 025.K/021/DIST-JATIM/2003
tanggal 7 April 2003 diatur mengenai tanggung jawab dan fungsi dari
Unit Pelayanan (UP) dan Unit Jaringan (UJ), yaitu30 :
a. Unit Pelayanan (UP)
Bertanggungjawab dalam peningkatan pelayanan kepada
pelanggan, pengelolaan administrasi pelanggan untuk menjamin
pencapaian target pendapatan dan peningkatan kepuasan pelanggan.
Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, Unit
Pelayanan (UP) mempunyai fungsi :
1. Pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada pelanggan, pengelolaan
administrasi pelanggan, penagihan dan pengawasan piutang.
2. Pelaksanaan dan Pengawasan kegiatan pembacaan meter, analisa
dan evaluasi hasil pembacaan meter serta pengolahan hasil
pembacaan meter.
30 Lampiran III Keputusan General Manager Nomor 025.K/021/DIST-JATIM/2003 tanggal 7 April 2003.
51
3. Penetapan dalam pelaksanaan Penyambungan Baru (PB),
Perubahan Daya (PD) dan Perubahan Tarif.
4. Pelaksanaan koordinasi dengan Unit Jaringan (UJ) untuk
menjamin keandalan pendistribuasian tenaga listrik, kecepatan
penyamungan dan pemutusan serta kegiatan Penertiban
Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL).
5. Pelaksanaan kegiatan administrasi personalis, pengelolaan
kesekretariatan pengendalian keuangan.
b. Unit Jaringan (UJ)
Bertanggungjawab dalam peningkatan mutu dan keandalan
serta efisiensi dalam pendistribusian tenaga listrik untuk menjamin
pencapaian target pendapatan dan peningkatan kepuasan pelanggan.
Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, Unit
Jaringan (UJ) mempunyai fungsi :
1. Pelaksanaan kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan sarana
pendistribusian tenaga listrik serta pengawasan pekerjaan
konstruksi.
2. Pelaksaan Penyambungan Baru (PB), Perubahan Daya (PD) sesuai
permintaan dari Unit Pelayanan (UP).
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Sehingga dibagi menjadi 1
(satu) Unit Jaringan (UJ), 4 (empat) Unit Pelayanan (UP), dan 8
52
(delapan) Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ). Masing-masing unit
tersebut mempunyai susunan organisasi tersendiri, yaitu31 :
a.Unit Jaringan (UJ)
Unit Jaringan (UJ) dari PT. PLN (Persero) Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Malang hanya ada 1 (satu) unit, yaitu Unit
Jaringan (UJ) Malang. Unit Jaringan (UJ) Malang dikepalai oleh
Manajer Unit Jaringan (UJ) Malang.
Adapun susunan organisasinya adalah terdiri dari :
1. Supervisor Pengendali Losses.
2. Supervisor Pemeliharaan & Konstruksi Distribusi.
3. Supervisor Operasi Distribusi
4. Supervisor Keuangan dan Administrasi
b. Unit Pelayanan (UP)
Unit Pelayanan (UP) dari PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang ada 4 (empat) unit. Masing-
masing Unit Pelayanan (UP) tersebut dikepalai oleh Manajer Unit
Pelayanan (UP). Keempat Unit Pelayanan (UP) tersebut tersebar
dalam 4 (empat) wilayah, yaitu :
1. Unit Pelayanan (UP) Malang Kota.
2. Unit Pelayanan (UP) Kebonagung.
3. Unit Pelayanan (UP) Dinoyo.
4. Unit Pelayanan (UP) Blimbing.
31 Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan Malang Per Desember 2006.
53
Masing-masing Unit Pelayanan (UP) tersebut juga
mempunyai susunan organisasi tersendiri, yaitu terdiri dari :
1. Supervisor Pelayanan Pelanggan.
2. Supervisor Pengendalian Keuangan dan Administrasi.
3. Supervisor Pengendalian Penagihan.
c.Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ)
Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) dari PT. PLN (Persero)
Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang ada 8 (delapan) unit.
Masing-masing Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) dikepalai oleh
Manajer Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ).
Masing-masing Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) tersebut
mempunyai susunan organisasi sendiri, yaitu :
1. Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) Batu
1.1 Supervisor Pelayanan Pelanggan.
1.2 Supervisor Pengelolaan Rekening.
1.3 Supervisor Operasi Distribusi Dan Pelayanan Teknik.
1.4 Supervisor Keuangan dan Administrasi.
1.5 Supervisor Pengendalian Losses.
1.6 Supervisor Kantor Pelayanan.
2. Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) Lawang.
1.1 Supervisor Pelayanan Pelanggan.
1.2 Supervisor Pengelolaan Rekening.
1.3 Supervisor Operasi Distribusi Dan Pelayanan Teknik.
1.4 Supervisor Keuangan dan Administrasi.
54
3. Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) Bululawang.
1.1 Supervisor Pelayanan Pelanggan.
1.2 Supervisor Pengelolaan Rekening.
1.3 Supervisor Operasi Distribusi Dan Pelayanan Teknik.
1.4 Supervisor Keuangan dan Administrasi.
4. Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) Singosari.
1.1 Supervisor Pelayanan Pelanggan.
1.2 Supervisor Pengelolaan Rekening.
1.3 Supervisor Operasi Distribusi Dan Pelayanan Teknik.
1.4 Supervisor Keuangan dan Administrasi.
5. Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) Kepanjen.
1.1 Supervisor Pelayanan Pelanggan.
1.2 Supervisor Pengelolaan Rekening.
1.3 Supervisor Operasi Distribusi Dan Pelayanan Teknik.
1.4 Supervisor Keuangan dan Administrasi.
1.5 Supervisor Pengendalian Losses.
1.6 Supervisor Kantor Pelayanan.
6. Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) Tumpang.
1.1 Supervisor Pelayanan Pelanggan.
1.2 Supervisor Pengelolaan Rekening.
1.3 Supervisor Operasi Distribusi Dan Pelayanan Teknik.
1.4 Supervisor Keuangan dan Administrasi.
7. Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) Ngantang.
1.1 Supervisor Pelayanan Pelanggan.
55
1.2 Supervisor Pengelolaan Rekening.
1.3 Supervisor Operasi Distribusi Dan Pelayanan Teknik.
1.4 Supervisor Keuangan dan Administrasi.
8. Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) Gondanglegi.
1.1 Supervisor Pelayanan Pelanggan.
1.2 Supervisor Pengelolaan Rekening.
1.3 Supervisor Operasi Distribusi Dan Pelayanan Teknik.
1.4 Supervisor Keuangan dan Administrasi.
1.5 Supervisor Pengendalian Losses.
1.6 Supervisor Kantor Pelayanan.
3. Motto, Visi dan Misi
Motto dari PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Malang adalah listrik untuk kehidupan yang lebih baik. Visi dari
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang adalah
diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang, unggul
dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani.
Misi dari PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Malang adalah32 :
a.Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait,
berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan
pemegang saham.
b. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat.
32 Hasil wawancara dengan Ibu Leni, Bagian Pelayanan, di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, tanggal 23 Januari 2007.
56
c.Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan
ekonomi.
d. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.
4. Jumlah Pelanggan
Sampai saat ini PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan
Jaringan (APJ) Malang, dalam hal ini khususnya Unit Pelayanan (UP)
Malang Kota mempunyai pelanggan sejumlah 46.129 orang33. Dalam
setiap bulannya, jumlah pelanggan ini selalu bertambah hingga target
yang dicapai oleh Unit Pelayanan (UP) Malang Kota sepanjang tahun
2006 adalah sebesar 100,97%34. Jumlah pelanggan tersebut terbagi
menjadi pelanggan tegangan rendah (TR) dan pelanggan tegangan
menengah (TM). Pembagian tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.1Pengelompokan Pelanggan Listrik Unit Pelayanan (UP) Malang
Kota Berdasarkan Tegangan Tersambung
No. Pelanggan Jumlah Pelanggan1. Pelanggan Tegangan Rendah (TR) 46.1102. Pelanggan Tegangan Menengah (TM) 19
Total 46.129
Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007
Adapun yang dimaksud dengan pelanggan Tegangan Rendah
(TR) adalah pelanggan yang menggunakan sambungan Tegangan
Rendah (TR). Menurut Pasal 1 ayat (1) angka 10 Keputusan Direksi
PT.PLN (Persero) Nomor 336.K/010/DIR/2003 tentang Ketentuan
33 PT. PLN (Persero Distribusi Jawa Timur Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Malang – UP Malang Kota, Analisa Evaluasi Pengusahaan Area / Unit Pelayanan Malang Kota tahun 2006.
34 Data Kinerja Tahun 2006 PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Malang – UP Malang Kota.
57
Pelaksanaan Harga Jual Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh PT. PLN
(Persero), arti dari Tegangan Rendah (TR) adalah tegangan sistem
sampai dengan 1.000 volt.
Sedangkan yang dimaksud dengan pelanggan Tegangan
Menengah (TM) adalah pelanggan yang menggunakan sambungan
Tegangan Menengah (TM). Menurut Pasal 1 ayat (1) angka 9 Keputusan
Direksi PT.PLN (Persero) Nomor 336.K/010/DIR/2003 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Harga Jual Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh
PT. PLN (Persero), arti dari Tegangan Menengah (TM) adalah tegangan
sistem di atas 1.000 volt sampai dengan 35.000 volt.
B. PROFIL RESPONDEN PENELITIAN
Survey dilakukan terhadap 20 orang responden pelanggan PT. PLN
(Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang yang terbagi dalam 2
(dua) wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Blimbing dan kecamatan Klojen.
Adapun data responden tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 4.2Jumlah Responden Pelanggan Listrik Rumah Tangga Berdasarkan
Kecamatan
No. Kecamatan Jumlah Prosentase (%)
1. Blimbing 10 502. Klojen 10 50
Total 20 100Sumber : Data sekunder, diolah, 2007
Responden pelanggan tersebut terdiri dari mahasiswa, ibu rumah
tangga dan pegawai kantor. Adapun latar belakang pendidikan terakhir dari
58
para responden adalah SMA sampai dengan S2 yang dapat dilihat dalam
tabel berikut.
Tabel 4.3Pendidikan Terakhir Responden Pelanggan Listrik Rumah Tangga
n = 20
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Prosentase (%)1. SMA 8 402. S1 11 553. S2 1 5
Total 20 100Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007
Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa pendidikan terakhir
responden paling banyak adalah Strata 1 (S1), terbanyak kedua adalah SMA
dan terakhir adalah Strata 2 (S2). Hal ini akan berpengaruh terhadap
pengetahuan mereka akan hak-hak mereka sebagai konsumen.
Tabel 4.4Tanggapan Responden Pelanggan Berdasarkan Pengetahuan Mengenai
Hak-Hak Konsumen Yang Diatur Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
n = 20
No. Uraian Jumlah Prosentase (%)1. Tahu 8 402. Tidak Tahu 12 60
Total 20 100Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007.
Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa tingkat pengetahuan
responden pelanggan akan hak-hak konsumen sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen cukup rendah. Mayoritas diantara mereka tidak mengetahui
bahwa mereka mempunyai hak yang dilindungi dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Tabel 4.5
59
Tanggapan Responden Pelanggan Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Sanksi Pidana Yang Dapat Dikenakan Kepada PT. PLN (Persero) Yang
Diatur Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
n = 20
No. Uraian Jumlah Prosentase (%)1. Tahu 5 252. Tidak Tahu 15 75
Total 20 100Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007.
Berdasarkan Tabel 4.5 terlihat bahwa responden pelanggan tidak
mengetahui bahwa PT.PLN (Persero) yang melakukan pemadaman listrik
dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Mayoritas
dari mereka memilih tindakan untuk diam dan tidak menuntut kepada
PT.PLN (Persero) untuk dapat dikenakan sanksi pidana.
Tabel 4.6Besar Daya Yang Digunakan Responden Pelanggan Listrik Rumah
Tangga n = 20
No. Besar Daya Jumlah Prosentase (%)1. 450 watt 2 102. 900 watt 4 203. 1300 watt 12 604. Lebih Dari 130 watt 2 10
Total 20 100Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007.
Pada Tabel 4.6, dapat dilihat besar daya yang digunakan oleh
masing-masing responden pelanggan rumah tangga. Dari prosentase yang
ada, terlihat bahwa responden pelanggan paling banyak menggunakan daya
sebesar 1300 watt pada rumahnya. Responden pelanggan listrik rumah
tangga menggunakan daya listrik yang besarnya berbeda-beda. Perbedaan
60
besar daya tersebut dikarenakan perbedaan kebutuhan pada masing-masing
rumah tangga.
C. BENTUK-BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PT. PLN
(PERSERO) TERHADAP TERJADINYA PEMADAMAN LISTRIK
Pemadaman listrik terjadi karena adanya gangguan. Pada
wilayah PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang,
dalam kurun waktu Januari 2006 hingga Desember 2006 terjadi 381,5
kali gangguan penyulang 20 KV35 dan 11.387 kali gangguan pada
Sambungan Rumah (SR) dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR)36.
Adapun jumlah gangguan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.7 dan tabel
4.8 berikut.
35 PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang – Unit Jaringan Malang, Rekap gangguan Penyulang 20 KV Berdasarkan Indikator Reley Kerja Dan Penyebab Gangguan Tahun 2006.
36 PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang – Unit Jaringan Malang, Rekap Penyebab Gangguan SR & JTR Tahun 2006.
61
Tabel 4.7Rekap Gangguan Penyulang 20 KV Berdasarkan Indikator Relay Kerja Dan Penyebab Gangguan
Tahun 2006
No BulanIndikator
RelayJenis Gangguan
KumDGR OCR 24 37 41a 41b 41c1 41c2 41d1 41d2 44a 44b 44c 45 46 47 48 49a 49b 49c1 51 56
1 Januari 9,5 7 1 - 2 1 - 7,5 1 - - 1 2 - - - - 1 - - - - 16,52 Februari 14,5 7 4 - - 1 - 10,5 - - 1 3 - - 1 - - 1 - - - - 21,53 Maret 21,5 5 4 - 5 - - 10,5 1 - - 3 - - - - - 2 1 - - - 26,54 April 21 6 - - 6 - - 14 2 - - 1 - - 1 - 1 2 - - - - 275 Mei 22,5 15 4 - 3 - - 15,5 7 - - - - - 1 - 3 4 - - - - 37,56 Juni 21,5 10 2 - 4 - - 17,5 - - 1 3 - - 2 - - 2 - - - - 31,57 Juli 13 4 1 - 1 1 - 11 - - 1 - - - - - 2 - - - - - 178 Agustus 24 17 1 - - - - 22 7 1 - - 1 - 3 - 3 2 1 - - - 419 September 19,5 11,5 1 - 2 - - 15 4 1 - 1 - - 1 - 2 3 1 - - - 3110 Oktober 19 15 - - 3 - - 24 2 - - 2 - - 2 - - 1 - - - - 3411 November 31 26,5 6 - 5 - - 31,5 6 1 - 4 1 - - - 2 1 - - - - 57,512 Desember 21 19,5 1 - 5 - - 29,5 1 - 2 1 - - - - - 1 - - - - 40,5
Total 238 143,5 25 0 36 3 0 208,5 31 3 5 19 4 0 11 0 13 20 3 0 0 0 381,5
Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007
Keterangan :
24 : trafo rusak 41d2 : karena umbul-umbul / pita kaset 48 : lightning arester rusak37 : tiang SUTM Roboh karena sebab lain 44a : SUTM putus 49a : ground wire rusak41a : karena pohon/dahan 44b : Jamperan SUTM putus 49b : SUTM lengket41b : karena binatang dalam gardu 44c : SUTM lepas dari isolator 49c1 : bersamaan memasukkan AVS/LBS, dll41c1 : gangguan sementara karena hujan/petir 45 : isolator rusak 51 : karena gangguan kabel41c2 : gangguan sementara karena sebab lain 46 : cut out rusak 56 : sympthetic tripping41d1 : karena layang-layang 47 : pole switch rusak
62
Pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa gangguan penyulang 20 KV
terjadi karena berbagai macam sebab. Dalam setiap bulan tidak dapat
dipastikan terjadi gangguan atau tidak. Gangguan paling banyak terjadi
karena hujan atau petir. Pada saat musim hujan, gangguan dapat sering
terjadi karena trafo yang biasanya kering dapat tiba-tiba rusak karena basah
terkena air hujan37. Maksud dari gangguan penyulang 20 KV adalah
gangguan pada Jaringan Tegangan Menengah (JTM) yang berasal dari gardu
induk. Jaringan Tegangan Menengah (JTM) tersebut bertegangan antara 200
kVA sampai dengan 29.000 kVA38.
Selain gangguan pada penyulang 20 KV, gangguan dapat pula
terjadi pada Sambungan Rumah (SR) dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR).
Gangguan inilah yang sering dirasakan oleh pelanggan rumah tangga.
Adapun jumlah gangguan pada Sambungan Rumah (SR) dan Jaringan
Tegangan Rendah (JTR) dapat dilihat pada tabel berikut.
37 Hasil wawancara dengan Bapak Arief Hidayat, Asisten Manajer Distribusi PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, tanggal 23 Januari 2007.38 Hasil wawancara dengan Bapak Ustriadi, Manajer Unit Jaringan Malang Kota di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, tanggal 22 Januari 2007.
63
Tabel 4.8Rekap Penyebab Gangguan Sambungan Rumah (SR) dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) Tahun 2006
No. BulanJenis Gangguan
Kum KeteranganA B C D E F G H I J
1. Januari 36 1 295 40 183 53 1 126 76 416 1.227 A : NH Fuse putusB : Kontak Veer terbakar
(Lost Kontak)C : Lost Kontak JTR – SRD : SR – SM putus terbakarE : Lost Kontak pada
terminal APP/OakastF : JTR putus / Lost KontakG : JTR tertimpa pohon.H : MOB rusak / macetI : KWH meter macetJ : Lain-lain (gangguan tanpa
padam)
2. Februari 38 4 257 34 164 37 5 113 57 346 1.0553. Maret 29 2 208 52 160 39 4 93 77 340 1.0044. April 35 3 211 63 181 32 1 61 68 294 9495. Mei 43 11 257 33 158 55 1 90 52 333 1.0336. Juni 34 6 145 20 145 32 2 84 47 247 7627. Juli 32 4 155 46 157 21 2 39 74 256 7868. Agustus 21 4 165 20 141 18 - 74 43 250 7369. September 37 6 168 49 133 24 - 66 53 290 82610. Oktober 31 5 166 31 128 33 2 92 35 238 76111. November 52 4 211 32 175 34 4 91 49 321 97312. Desember 35 4 315 39 230 58 1 144 64 385 1.275
Total 423 54 2.553 459 1.955 436 23 1.073 695 3.716 11.378Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007
64
Dari tabel 4.8 terlihat bahwa tidak semua gangguan menyebabkan
pemadaman listrik. Dari 11.387 kali gangguan pada Sambungan Rumah
(SR) dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR), terdapat 3.176 kali gangguan
tidak menyebabkan pemadaman listrik. Sehingga terdapat 8.211 kali
gangguan pada Sambungan Rumah (SR) dan Jaringan Tegangan Rendah
(JTR) yang menyebabkan padamnya listrik. Adapun maksud dari gangguan
Sambungan Rumah (SR) dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) adalah
gangguan pada saluran instalasi listrik yang mengalir pada rumah-rumah.
Jaringan Tegangan Rendah (JTR) ini bertegangan antara 14 kVA sampai
dengan 200 kVA39.
Pemadaman listrik tidak selalu terjadi pada wilayah yang sama
dalam kurun waktu tertentu. Ada wilayah yang sering mengalami
pemadaman listrik dan ada juga wilayah yang tidak sering terjadi
pemadaman listrik. Hal ini tergantung dari beberapa faktor penyebab
pemadaman listrik tersebut. Adapun kuantitas dari terjadinya pemadaman
listrik dan lamanya pemadaman listrik berlangsung dapat dilihat dari tabel
berikut.
Tabel 4.9Tanggapan Responden Pelanggan PT. PLN (Persero) Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Malang Berdasarkan Kuantitas Pemadaman Listrikn = 20
No. KuantitasKecamatan Blimbing
Kecamatan Klojen
Prosentase (%)
1. Sering 4 3 352. Tidak Sering 6 7 65
Total 10 10 100 Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007
39 Hasil wawancara dengan Bapak Ustriadi, Manajer Unit Jaringan Malang Kota di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, tanggal 22 Januari 2007.
65
Berdasarkan tabel 4.9, terlihat bahwa pemadaman listrik jarang
terjadi di kedua wilayah kecamatan tersebut. Dari kuesioner yang disebarkan
kepada 20 orang responden, 4 orang menjawab pemadaman listrik paling
sering terjadi sebulan sekali dan 5 orang menjawab pemadaman listrik
terjadi sebulan 2 (dua) kali. Penanganan terhadap terjadinya pemadaman
listrik pun sangat cepat dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Malang.
Tabel 4.10Lamanya Pemadaman Listrik Yang Dialami Responden Pelanggan
n = 20
No. UraianKecamatan Blimbing
Kecamatan Klojen
Prosentase (%)
1. Kurang Dari 1 Jam 5 4 452. Antara 1 s/d 2 Jam 4 3 353. Lebih Dari 2 Jam 1 3 20
Total 10 10 100Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007
Berdasarkan tabel 4.10 terlihat bahwa pemadaman listrik yang
terjadi saat ini tidak berlangsung lama. Dari prosentase yang ada
menunjukkan bahwa sebanyak 45% atau 9 orang responden pelanggan
mengalami pemadaman listrik selama kurang dari 1 jam. Hal ini
menunjukkan bahwa PT.PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ)
Malang berusaha untuk secara cepat tanggap menangani pemadaman listrik
yang terjadi. Sehingga pelanggan tidak mengalami pemadaman listrik yang
cukup lama.
Lama atau tidaknya pemadaman tergantung dari kecepatan
PT.PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang memulihkan
gangguan yang terjadi. Hal ini dapat dilihat dari SAIDI dan SAIFI yang
66
telah dihitung. SAIDI (System Average Interrupt Duration Index / Lama Jam
Padam Rata-Rata) adalah perhitungan lamanya gangguan berlangsung,
sedangkan SAIFI (System Average Interrupt Frecuency Index / Frekuensi
Padam Rata-Rata) adalah perhitungan jumlah gangguan yang berlangsung
dalam kurun waktu tertentu. SAIDI dan SAIFI tersebut diperoleh dengan
rumus40 :
1. SAIDI = Jam X x Jumlah Pelanggan PadamTotal Pelanggan
2. SAIFI = Jam X x Jumlah PelangganTotal Pelanggan
Adapun SAIDI dan SAIFI PT.PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Malang sepanjang tahun 2006 dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.11SAIDI dan SAIFI Tahun 2006
No. Bulan SAIDI SAIFI
1 Januari 0,024558 0,037631
2 Februari 0,027429 0,042080
3 Maret 0,026810 0,041497
4 April 0,020062 0,030917
5 Mei 0,031828 0,051025
6 Juni 0,022638 0,035070
7 Juli 0,015312 0,026317
8 Agustus 0,024213 0,035140
9 September 0,017849 0,028085
10 Oktober 0,020158 0,031793
11 November 0,02709 0,042851
12 Desember 0,028607 0,045588
Jumlah 0,023880 0,037333Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007
40 Hasil wawancara dengan Bapak Ustriadi, Manajer Unit Jaringan Malang Kota di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, tanggal 30 Januari 2007
67
Dari Tabel 4.11 terlihat bahwa lama padam dan frekuensi padam
berbeda-beda dalam setiap bulan. Hal ini tergantung dari sebab terjadinya
gangguan. Sehingga terkadang pemulihan gangguan dapat cepat ditangani
kadang dapat pula lamban.
Sebelum terjadi pemadaman listrik, PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang melakukan pemberitahuan melalui
media cetak maupun elektronik. Media pers yang sering digunakan adalah
media radio, yaitu diantaranya adalah radio KDS 8, RRI, dan Mas FM41.
Namun, pada kenyataannya, pemberitahuan tersebut jarang dilakukan. Hal
ini dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.12Tanggapan Responden Pelanggan Mengenai Ada/Tidaknya
Pemberitahuan Pemadaman Listrik Dari PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang
n = 20
No. UraianKecamatan Blimbing
Kecamatan Klojen
Prosentase (%)
1. Ada Pemberitahuan 2 3 25 2. Tidak Ada Pemberitahuan 8 7 75
TOTAL 10 10 100
Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007
Berdasarkan tabel 4.12 terlihat bahwa prosentase paling tinggi,
yaitu 75% atau 15 orang responden pelanggan merasa bahwa selama ini
tidak ada pemberitahuan dari PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan
Jaringan (APJ) Malang sebelum pemadaman listrik terjadi. Umumnya,
listrik langsung padam secara tiba-tiba. Sehingga mereka tidak
mempersiapkan diri sebelum listrik padam.
41 Hasil wawancara dengan Bapak Moch. Irfan, Manajer Unit Pelayanan Malang Kota, tanggal 22 Januari 2007
68
Pemadaman listrik yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero)
menyebabkan kerugian pada pelanggan. Dari 20 orang responden pelanggan,
16 orang diantaranya menyatakan bahwa mereka mengalami kerugian akibat
terjadinya pemadaman listrik. Terutama karena tidak ada pemberitahuan
sebelumnya dari pihak PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Malang. Adapun bentuk-bentuk kerugian yang mereka alami adalah
rusaknya peralatan elektronik, dan terhambatnya kegiatan sehari-hari. Hal
ini menunjukkan bahwa PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Malang telah melanggar hak konsumen sesuai dengan Pasal 4 huruf a
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Dalam kasus ini, konsumen menjadi
tidak nyaman akibat kerugian yang dideritanya.
Apabila terjadi pemadaman listrik secara tiba-tiba, dari 20
responden pelanggan, 12 orang diantaranya melakukan pengaduan melalui
layanan telepon call center 123. Namun terkadang dari pihak PT. PLN
(Persero) tidak diberikan jawaban yang membuat pelanggan puas. Mereka
hanya memberitahukan sebab terjadinya pemadaman listrik tanpa diberitahu
sampai berapa lama pemadaman tersebut akan berlangsung.
Meskipun demikian, pelayanan PT. PLN (Persero) Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Malang tidak selamanya buruk. Hal ini dapat terlihat
dari tingkat kepuasan pelanggan yang ditunjukkan dalam tabel berikut.
69
Tabel 4.13Tanggapan Responden Pelanggan Berdasarkan Kepuasan Terhadap Pelayanan Penanganan Pemadaman Listrik Oleh PT. PLN (Persero)
Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malangn = 20
No UraianKecamatan Blimbing
Kecamatan Klojen
Prosentase (%)
1. Puas 2 1 152. Cukup Puas 4 5 453. Kurang Puas 4 3 354. Tidak Puas - 1 5
Total 10 10 100Sumber : Data Sekunder, diolah, 2007
Berdasarkan tabel 4.13, terlihat bahwa pada dasarnya pelanggan
cukup puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang. Hal ini terlihat dari sebanyak 45%
atau 9 orang responden menjawab cukup puas atas pelayanan PT. PLN
(Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang. Mereka merasa
bahwa meskipun pemadaman lisrik yang terjadi memang mengecewakan
mereka, namun dengan penanganan pemadaman listrik yang cukup cepat,
mereka merasa cukup puas.
Dalam setiap kasus pemadaman listrik, PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang tidak selamanya dapat dipersalahkan.
Hal ini mengingat pada seringnya terjadi pemadaman listrik akibat adanya
gangguan alam, seperti yang ditunjukkan sebelumnya pada Tabel 6, yaitu
gangguan jenis D dan G. Dimana gangguan terjadi karena putusnya
Sambungan Rumah (SR) dengan Saluran Menengah (SM) dan putusnya
Jaringan Tegangan Rendah (JTR) akibat pohon. Kedua gangguan tersebut
dapat dimungkinkan terjadi karena hujan atau petir atau angin ribut yang
merupakan gangguan alam.
70
Selain itu, PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ)
Malang selalu melakukan pemeliharaan terhadap peralatan listrik yang
mereka miliki. Sehingga hal ini berdampak pada terjadinya pemadaman
listrik. Namun, karena pemeliharaan peralatan listrik ini merupakan kegiatan
yang rutin, maka PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ)
Malang selalu melakukan pemberitahuan terlebih dahulu42.
Namun, terkadang pihak PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan
Jaringan (APJ) Malang juga melakukan kesalahan. Contohnya, pihak PT.
PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang masih saja
menambah pelanggan pada suatu wilayah, padahal sudah diketahui bahwa
daya listrik yang terdapat pada wilayah tersebut sudah penuh43. Sehingga
membuat seringnya listrik di wilayah tersebut padam. Dalam kasus ini maka
PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang dapat
dipersalahkan dan dimintai pertanggungjawaban pidana.
Pertanggungjawaban pidana pada dasarnya dapat dikenakan
kepada setiap subyek hukum yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Subyek hukum yang dapat
dimintai pertanggungjawaban pidana adalah orang-perseorangan dan badan
hukum (korporasi). Dalam hal ini, oleh PT. PLN (Persero) sebagai sebuah
badan hukum dapat pula dikenai pertanggungjawaban pidana apabila
melanggar peraturan perundang-undangan.
42 Hasil wawancara dengan Bapak Ustriadi, Manajer Unit Jaringan Malang Kota di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, tanggal 22 Januari 2007
43 Hasil wawancara dengan Bapak Moch. Irfan, Manajer Pelayanan, di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, tanggal 22 Januari 2007.
71
Dalam tindak pidana korporasi, terdapat 3 (tiga) sistem
pertanggungjawaban korporasi44, yaitu :
4. Pengurus korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang
bertanggungjawab.
Sistem pertanggungjawaban ini ditandai dengan usaha-usaha
agar sifat tindak pidana yang dilakukan korporasi dibatasi pada
perorangan (natuurlijk persoon). Sistem ini membedakan “tugas
mengurus” dan pengurus.
5. Korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggungjawab.
Sistem pertanggungjawaban ini ditandai dengan pengakuan
yang timbul dalam perumusan undang-undang bahwa suatu tindak
pidana dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha (korporasi),
akan tetapi tanggung jawab untuk itu menjadi beban dari pengurus badan
hukum (korporasi) tersebut.
Dalam sistem pertanggungjawaban ini, korporasi dapat menjadi
pembuat tindak pidana, akan tetapi yang bertanggungjawab adalah para
anggota pengurus, asal saja dinyatakan tegas dalam peraturan itu.
6. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggungjawab.
Sistem pertanggungjawaban ini merupakan permulaan adanya
tanggung jawab yang langsung dari korporasi. Dalam sistem ini dibuka
kemungkinan menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawabannya
menurut hukum pidana.
Berdasarkan Pasal 25 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10
44 H. Setiyono, Op Cit, hal.12
72
Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik,
ditentukan bahwa kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi adalah :
g. memberikan pelayanan yang baik;
h. menyediakan tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan
keandalan yang baik;
i. memberikan perbaikan, apabila ada gangguan tenaga listrik;
j. bertanggungjawab atas segala kerugian atau bahaya terhadap nyawa,
kesehatan, dan barang yang timbul karena kelalaiannya; dan
k. melakukan pengamanan instalasi ketenagalistrikan terhadap bahaya yang
mungkin timbul.
Kewajiban-kewajiban tersebut harus dilaksanakan dengan baik oleh PT.PLN
(Persero). Hal ini karena kewajiban-kewajiban tersebut merupakan hal yang
telah ditetapkan untuk wajib dilaksanakan.
Berkaitan dengan ini, ada 2 (dua) kewajiban yang tercantum di atas
yang seringkali dilanggar oleh pihak PT. PLN (Persero), yaitu memberikan
pelayanan yang baik dan menyediakan tenaga listrik secara terus-menerus
dengan mutu dan keandalan yang baik.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Listrik Dan
Pemanfaatan Energi Nomor 114-12/39/600.2/2002 tentang Indikator Mutu
Pelayanan Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Umum Yang Disediakan Oleh
PT. PLN (Persero) telah ditentukan bahwa PT. PLN (Persero) wajib
memenuhi pelayanan yang baik kepada masyarakat umum dengan
memperhatikan hal-hal berikut :
73
a. Hak dan kewajiban penerima pelayanan dan jadwal waktu pelayanan
diatur secara jelas;
b. Prosedur dan mekanisme pelayanan pelayanan mudah dipahami,
sederhana serta diinformasikan secara luas;
c. Pelayanan diberikan secara tertib dan teratur sesuai prosedur yang sudah
ditetapkan.
Melihat pada pasal ini, maka hal ini terkait dengan Pasal 4 huruf c Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam
pasal tersebut disebutkan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan
barang dan/atau jasa.
Namun nampaknya ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal
Listrik Dan Pemanfaatan Energi tersebut belum dilakukan secara optimal
oleh PT. PLN (Persero). Hal ini terlihat dari tidak adanya informasi yang
pasti yang didapat oleh pelanggan PT. PLN (Persero) ketika terjadi
pemadaman listrik. Ketika menghubungi layanan telepon call center 123,
pelanggan seringkali hanya mendapatkan informasi sebab pemadaman atau
sering pula layanan telepon tersebut tidak dapat dihubungi45.
Pada Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Listrik Dan Pemanfaatan
Energi Nomor 114-12/39/600.2/2002 tentang Indikator Mutu Pelayanan
Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Umum Yang Disediakan Oleh PT. PLN
(Persero) telah ditentukan pula bahwa dalam menetapkan tingkat mutu
pelayanan yang diberikan PT. PLN (Persero) harus memperhatikan :
45 Hasil kuesioner responden pelanggan PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Malang, 2007.
74
a. Peraturan perundang-undangan dalam bidang pelayanan dan
perlindungan konsumen;
b. Peraturan perundang-undangan dalam usaha penyediaan tenaga listrik;
c. Tingkat mutu pelayanan periode sebelumnya.
Bila melihat pada pasal 2 tersebut, maka seharusnya dalam melakukan
pelayanan, PT. PLN (Persero) selalu berpatok pada Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, terutama Pasal 4 yang
mengatur mengenai hak-hak konsumen dan Pasal 7 yang mengatur
mengenai kewajiban pelaku usaha. Sehingga seharusnya PT. PLN (Persero),
dalam melakukan pelayanannya, juga memperhatikan hak-hak konsumen
dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai pelaku usaha.
Dalam kenyataannya, pelayanan yang diberikan oleh PT. PLN
(Persero) sebenarnya sudah cukup baik, namun masih banyak pelanggan
yang mengeluh bahwa PT. PLN (Persero) belum bisa memberikan
pelayanan yang optimal. Contohnya saja, ternyata masih banyak pelanggan
yang tidak mengetahui bahwa ada layanan call center 123 yang dapat
dihubungi untuk mengajukan keluhan pada saat terjadi pemadaman listrik46.
Hal ini berkaitan dengan hak konsumen untuk didengar. Karena setiap
konsumen berhak untuk mengajukan keluhan dan pendapatnya apabila
terjadi hal-hal yang merugikan konsumen. Seharusnya PT. PLN (Persero)
mendengarkan keluhan pelanggan dan menanggapinya dengan baik
mengingat karena pelangganlah yang membayar PT. PLN (Persero)
sehingga pelanggan seharusnya dilayani dengan baik.
46 Hasil kuesioner responden pelanggan PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Malang, 2007.
75
Sedangkan mengenai penyediaan tenaga listrik secara terus-
menerus jelas sekali masih sering dilanggar. Hal ini dapat dilihat dari
seringnya pemadaman listrik terjadi walaupun tidak ada gangguan alam.
Misalnya saja pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 terlihat bahwa gangguan dapat
terjadi karena rusaknya peralatan PT. PLN (Persero) yang rusak, seperti
trafo dan isolator serta macetnya KWH meter. Dalam hal ini, seharusnya PT.
PLN (Persero) menjaga peralatan yang dimiliki agar tidak rusak dan segera
memperbaiki peralatan yang rusak tersebut guna mencegah terjadinya
pemadaman listrik. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan
kepada pegawai PT. PLN (Persero) yang bertugas menjaga dan merawat
peralatan listrik tersebut.
Apabila ditelaah lebih lanjut, dengan tidak dilakukannya kedua
kewajiban tersebut seharusnya terhadap PT.PLN (Persero) dapat dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu mengenai pelanggaran
terhadap Pasal 8 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen tentang barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi standar yang
telah ditetapkan. Maksud dari standar yang telah ditetapkan di sini adalah
standar bahwa PT. PLN (Persero) harus memberikan pelayanan yang baik
dan menyediakan tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan
keandalan yang baik
Berdasarkan ketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tersebut, maka bentuk
pertanggungjawaban pidana yang dapat dikenakan kepada PT. PLN
76
(Persero) adalah sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar
rupiah). Sanksi ini sesuai dengan ketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sanksi pidana
ini merupakan sanksi pidana yang bersifat alternatif. Sehingga dapat
dimungkinkan bahwa pegawai PT. PLN (Persero) dapat dikenai sanksi
pidana penjara sedangkan PT. PLN (Persero) sebagai badan hukum dapat
dikenai pidana denda. Hal ini sesuai dengan sistem pertanggungjawaban
korporasi sebagai subyek hukum pidana, yaitu sistem pertanggungjawaban
ke-1 (satu) dan ke-3 (tiga) dimana pengurus korporasi sebagai pembuat,
maka pengurus yang bertanggungjawab dan korporasi sebagai pembuat dan
yang bertanggungjawab.
D. KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN BENTUK-
BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PT. PLN
(PERSERO) TERHADAP TERJADINYA PEMADAMAN LISTRIK
Dalam pelaksanaannya, bentuk-bentuk pertanggungjawaban
tersebut tidak mudah dilaksanakan. Hal ini dikarenakan adanya beberapa
kendala. Kendala-kendala ini membuat pertanggungjawaban pidana
terhadap PT. PLN (Persero) sulit untuk dilaksanakan.
Adapun kendala-kendala dalam penerapan bentuk-bentuk
pertanggungjawaban pidana tersebut adalah :
1. Kendala Yuridis.
77
a. Kendala pertama dalam penerapan bentuk-bentuk
pertanggungjawaban pidana ini adalah dalam Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan tidak diatur
ketentuan khusus mengenai sanksi pidana terhadap PT. PLN
(Persero) yang melanggar kewajibannya sebagaimana diatur dalam
Pasal 25 ayat (3) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, yaitu
bahwa PT.PLN (Persero) wajib untuk menyediakan tenaga listrik
secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik.
Sehingga pelanggaran terhadap Pasal 25 ayat (3) huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan
Pemanfaatan Tenaga Listrik tersebut harus dikaitkan dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Sejauh ini, PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ)
Malang pernah dituntut sanksi pidana oleh pelanggannya, yaitu
sebuah usaha rumah tangga. Namun, dengan alasan bahwa di dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan
tidak dimuat sanksi pidana tersebut dan tidak ada pula ketentuan
bahwa apabila terjadi pelanggaran terhadap Pasal 25 ayat (3) huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan
78
Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik harus merujuk pada Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Hal
inilah yang dijadikan alasan oleh PT.PLN (Persero) Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Malang untuk meloloskan diri dari
pertanggungjawaban pidana. Karena pada akhirnya PT.PLN
(Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang hanya
memberikan ganti rugi atas terjadinya pemadaman listrik pada
pelanggan tersebut47.
b. Kendala kedua adalah belum adanya sinkronisasi antara Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen mengenai kedudukan konsumen dalam menuntut
pertanggungjawaban pidana kepada PT. PLN (Persero). Dimana
dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang
Ketenagalistrikan diatur mengenai kewajiban PT. PLN (Persero)
tanpa ada ketentuan sanksi pidana. Hal ini membuat kedudukan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen menjadi lemah karena hanya menjamin hak-hak
konsumen dan membuat PT. PLN (Persero) berkilah karena merasa
bahwa dasar hukum yang menjadi pedoman adalah Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan. Sementara telah
jelas bahwa status PT.PLN (Persero) memenuhi rumusan sebagai
47 Hasil wawancara dengan Bapak Arief Hidayat, Asisten Manager Distribuís PT.PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jeringan (APJ) Malang, tanggal 5 Juli 2006.
79
pelaku usaha sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
2. Kendala Teknis
Terdapat beberapa hal yang menjadi kendala teknis dalam
penerapan pertanggungjawaban pidana terhadap PT. PLN (Persero) yang
melakukan pemadaman listrik, yaitu :
a. Pihak pelanggan umumnya tidak mengetahui bahwa mereka
mempunyai hak untuk mereka pertahankan dalam Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Hal
ini terbukti bahwa dalam kuesioner yang diberikan kepada 20 orang
responden pelanggan, sebanyak 12 orang responden pelanggan yang
sering mengalami pemadaman listrik tidak pernah menerima ganti
rugi dari pihak PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan
(APJ) Malang. Mereka juga tidak melakukan pengaduan kepada
pihak yang berwenang48.
b. PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang
menggunakan berbagai alasan untuk memperkuat kedudukannya
sehingga tidak dapat dipersalahkan. Misalnya saja dalam kasus
mengenai penambahan pelanggan yang terus-menerus dilakukan
padahal daya yang dimiliki oleh PT. PLN (Persero) Area Pelayanan
Dan Jaringan (APJ) Malang tidak cukup untuk para pelanggan
tersebut. Sehingga peralatan listrik yang dimiliki menjadi rusak dan
menyebabkan padamnya listrik Dalam kasus tersebut, maka jelas
48 Hasil Kuesioner responden pelanggan PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Malang, 2007.
80
bahwa yang patut dipersalahkan adalah PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang. namun PT. PLN (Persero)
masih saja dapat berkelit bahwa kerusakan alat tersebut diakibatkan
oleh gangguan alam atau gangguan lain yang menyebabkan mereka
tidak dapat dipersalahkan49.
E. UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN DALAM MENGATASI
KENDALA DALAM PELAKSANAAN BENTUK-BENTUK
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PT. PLN (PERSERO)
TERHADAP TERJADINYA PEMADAMAN LISTRIK
Dalam mengatasi kendala-kendala tersebut, maka dibutuhkan
upaya-upaya tertentu. Dalam menghadapi kendala yuridis, berdasarkan
penelitian yang telah dilaksanakan, maka seharusnya dalam Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan diatur ketentuan
mengenai sanksi pidana yang tegas terhadap PT. PLN (Persero) yang
melanggar kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan
Pemanfaatan Tenaga Listrik. Selain itu, dalam perumusan ketentuan sanksi
pidana tersebut, hendaknya juga dapat dirumuskan ketentuan bahwa
penerapan sanksi pidana tersebut dapat dilakukan dengan mengacu dan
memperhatikan pula kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen dimana hak-hak konsumen dilindungi dalam
49 Hasil wawancara dengan Bapak Moch. Irfan, Manajer Pelayanan, di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, tanggal 22 Januari 2007
81
undang-undang tersebut. Sehingga hal-hal yang dilakukan oleh PT. PLN
(Persero) tidak lepas dari kewajibannya sebagai pelaku usaha sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen dengan memperhatikan pula hak-hak pelanggannya sebagai
konsumen. Hal ini guna mencegah agar PT.PLN (Persero) tidak lepas dari
tanggungjawabnya secara pidana dan hanya memberi ganti kerugian kepada
pelanggannya.
Dalam menghadapi kendala teknis, maka harus ada sikap
transparansi yang seharusnya dilakukan oleh PT. PLN (Persero) dan
perbaikan sistem kerja di dalam tubuh PT. PLN (Persero). Seharusnya PT.
PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang meningkatkan
SDM yang dimiliki, meningkatkan pelayanan dan cepat tanggap dalam
setiap keluhan dari pelanggan. Dengan mutu SDM yang baik maka
diharapkan pelayanan yang diberikan pun akan semakin baik.
Saat ini PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang telah
melakukan Tes Uji Kelayakan Dan Kepatutan (Fit and Proper Test) dan Tes Uji
Kompetensi tehadap setiap pegawai. Tes Uji Kelayakan Dan Kepatutan (Fit and
Proper Test) dilaksanakan untuk kenaikan pangkat bagi pegawai, sedangkan Tes
Uji Kompetensi dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan pegawai di bidang
pekerjaannya. Kedua tes ini dilaksanakan demi meningkatkan mutu pegawai50.
Adapun Tes Uji Kompetensi dilaksanakan berdasarkan Pasal 21 ayat (9)
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga
50 Hasil wawancara dengan Ibu Leni, Bagian Pelayanan, di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan (APJ) Malang, tanggal 23 Januari 2007
82
Listrik dimana dimuat ketentuan bahwa setiap tenaga teknik yang bekerja dalam
usaha ketenagalistrikan wajib memiliki sertifikasi kompetensi sesuai peraturan
perundang-undangan. Sehingga dengan dilaksanakannya kedua tes tersebut
diharapkan pelayanannya pun semakin ditingkatkan.
83
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dari rumusan masalah
yang dibahas dapat disimpulkan bahwa :
1. Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana yang dapat dikenakan
kepada PT. PLN (Persero) adalah sanksi pidana yang sesuai dengan
Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, yaitu pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua
milyar rupiah). Sanksi pidana ini merupakan sanksi pidana yang bersifat
alternatif. Sehingga dapat dimungkinkan bahwa pegawai PT. PLN
(Persero) dapat dikenai sanksi pidana penjara sedangkan PT. PLN
(Persero) sebagai badan hukum dapat dikenai pidana denda.
2. Kendala dalam menerapkan bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana
terhadap PT. PLN (Persero) adalah kendala yuridis dan kendala teknis.
Maksud dari kendala yuridis adalah dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan tidak diatur ketentuan khusus
mengenai sanksi pidana terhadap PT. PLN (Persero) yang melanggar
kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan
Pemanfaatan Tenaga Listrik dan belum adanya sinkronisasi antara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan
84
84
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Sedangkan maksud dari kendala teknis adalah pengetahuan
atau tingkat pendidikan yang rendah yang dimiliki oleh pelanggan dan
kemampuan dari PT. PLN (Persero) untuk berkilah dengan berbagai
alasan yang kuat sehingga tidak dapat dipersalahkan.
3. Dalam mengatasi kendala dalam pelaksanaan bentuk-bentuk
pertanggungjawaban pidana terhadap PT. PLN (Persero) yang
melakukan pemadaman listrik diperlukan beberapa upaya. Dalam
mengatasi kendala yuridis, maka seharusnya dalam Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan diatur ketentuan
mengenai sanksi pidana yang tegas terhadap PT. PLN (Persero) yang
melanggar kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (3)
huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan
Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik. Sedangkan dalam mengatasi kendala
teknis maka harus ada upaya pembenahan diri dalam tubuh PT. PLN
(Persero) seperti perbaikan mutu pegawai PT. PLN (Persero) dan
peningkatan pelayanan bagi para pelanggan.
B. SARAN
Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah :
1. Hendaknya sanksi pidana yang sesuai dengan Pasal 62 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
85
banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) tersebut dapat
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2. Seharusnya dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang
Ketenagalistrikan diatur ketentuan mengenai sanksi pidana yang tegas
terhadap PT. PLN (Persero) yang melanggar kewajibannya sebagaimana
diatur dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
Sehingga PT. PLN (Persero) benar-benar melaksanakan kewajibannya
untuk menyediakan tenaga listrik secara terus-menerus.
3. PT. PLN (Persero) sebaiknya melakukan pembenahan diri dan meneliti
kemampuan pegawainya agar pelayanan yang diberikan kepada
pelanggan menjadi lebih baik. Sehingga pelanggan tidak dikecewakan
mengingat kewajiban untuk membayar telah mereka lakukan dengan
baik.
86
DAFTAR PUSTAKA
A. Fuad Usfa, Moh. Najih, Tongat, 2004, Pengantar Hukum Pidana, Malang, UMM Press
Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Raja Grafindo Persada
Az. Nasution (I), 1995, Konsumen Dan Hukum, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada
Badudu-Zain, 2001, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama
H. Setiyono, 2003, Kejahatan Korporasi : Analisis Viktimologis Dan Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Malang, Bayumedia Publishing
M. Hamdan, 2000, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Bandung, Mandar Maju
Ramadhan K.H., Sugiarta Sriwibawa, Tim PT. PLN (Persero), 1995, 50 Tahun Pengabdian PLN, Humas PT. PLN (Persero), Jakarta
Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Grasindo
Soejono, H. Abdurrahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta, Balai Pustaka
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik
Keputusan Direktur Jenderal Listrik Dan Pemanfaatan Energi Nomor 114-12/39/600.2/2002 tentang Indikator Mutu Pelayanan Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Umum Yang Disediakan Oleh PT. PLN (Persero)
Keputusan Direksi PT.PLN (Persero) Nomor 336.K/010/DIR/2003 tentang Ketentuan Pelaksanaan Harga Jual Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh PT. PLN (Persero)
Lampiran III Keputusan General Manager Nomor 024.K/021/DIST-JATIM/2003 tanggal 7 April 2003
Lampiran III Keputusan General Manager Nomor 025.K/021/DIST-JATIM/2003 tanggal 7 April 2003
Situs Internet
Syakur Usman. 2006, Listrik di Sistem Jawa-Bali Padam Selama 2 Jam,
http://www.tempointeraktif.com
DAFTAR ISTILAH
jamperan : sambungan
cut out : peralatan listrik yang berfungsi untuk mengamankan
trafo distribusi terhadap arus lebih.
pole switch : peralatan switching yang dioasang di tiang (pole)
seperti Load Break Switch (LBS).
lightning arester : peralatan listrik yang berfungsi untuk mengamankan
trafo dan jaringan dari tegangan lebih (sambaran petir).
ground wire : kawat penangkal petir yang dipasang di tiang paling
atas.
sympthetic tripping : gangguan yang terjadi di penyulang lain akibat
peralatan pengaman tidak berfungsi dengan baik karena
rusak.
top related