blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/kidungs/files/2013/12/materi-hukum-fix.docx · web viewpembahasan hukum...
Post on 13-May-2018
243 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUKUM DALAM TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL
LATAR BELAKANG
Perkembangan ekonomi dunia selalu berkembang dalam mengalami
kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berfikir
manusia. Transaksi bisnis didunia semakin mudah untuk dilakukan. Seiringnya
dengan perkembangan perdagangan bebas didunia tidak membatasi individu atau
kelompok untuk melakukan transaksi internasional.
Akan tetapi, perdagangan bebas tetap memiliki hukum-hukum yang
mengikat didalamanya. Diantaranya hukum dalam transaksi bisnis internasional
yang dimana mengatur kegiatan komersial lintas batas negara yang dilakukan
individu atau perusahaan yang berkewarganegaraan yang berbeda.
Hukum transaksi bisnis internasional, dalam kaitannya, mempunyai
hubungan erat dengan hukum perdata internasional, yaitu sebagai kajian hukum
perdata internasional yangbehubungan dengan perbedaan bahasa, yang harus
dituntaskan melalui kontrak bisnis internasional. Dalam dunia perdagangan
internasional, terbukti berdaya guna dan bertepat guna sebagai salah satu sarana
transaksi dan sarana komunikasi. Dalam kaitan inilah hukum transaksi
internasional harus dikembangkan salah satu instalasi untuk mewujutkan transaksi
internasional.
PEMBAHASAN
A. HUKUM TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL
Hukum Bisnis atau Business Law adalah keseluruhan dari peraturan -
peraturan hukum,baik yang tertulis maupun tidak tertulis,yang mengatur hak
dan kewajiban yang timbul dari perjanjian- perjanjian maupun perikatan-
perikatan yang terjadi dalam praktik bisnis.
Hukum transaksi bisnis internasional adalah hukum yang dipergunakan
sebagai dasar transaksi bisnis lintas antar negara, yaitu perangkat kaidah, asas-
asas, dan ketentuan hukum, termasuk institusi dan mekanismenya, yang
digunakan hak dan kewajiban para pihak dalam suatu transaksi bisnis dalam
hubungan dengan objek transaksi, prestasi pada pihak, serta segala akibat yang
timbul akibat transaksi.
Menurut pengertian diatas hukum sebagai dasar transaksi bisnis yang
digunakan sebagai kewajiban dalam suatu transaksi bisnis.
B. PERLINDUNGAN KEPENTINGAN BISINIS MELALUI MEKANISME
HUKUM
Perlindungan hukum terhadap hubungan antar orang atau antar-perusahaan
yang bersifat lintas batas negara dapat dilakukan secara publik maupun privat.
Perlindungan secara publik dilakukan dengan cara memanfaatkan fasilitas
perlindungan yang disediakan oleh ketentuan-ketentuan yang bersifat publik,
seperti peraturan perundangan domestik dan perjanjian-perjanjian internasional,
bilateral maupun universal, yang dimaksudkan demikian. Perlindungan secara
privat dapat dilakukan dengan cam memanfaatkan fasilitas perlindungan hukum
yang bersifat privat, yaitu dengan cara berkontrak secara cermat.
Dalam dunia bisnis, jenis hukum yang kedua justru merupakan jenis yang
sangat populer. Jenis ini digunakan secara luas oleh masyarakat bisnis yang
terlibat transaksi lintas batas negara. Beberapa alasan yang mengakibatkan
penggunaan seperti itu adalah: pertama, berubahnya orientasi masyarakat
internasional pasca Perang Dunia II ke arah pembangunan ekonomi global;
Kedua,pesatnya pertumbuhan kebijakan, bentuk dan materi transaksi bisnis
internasional;Ketiga, kurang lengkapnya materi hukum publik (sistem perundang-
undangan) berkaitan dengan variasi bentuk dan materi transaksi.
Alasan yang ketiga berkaitan dengan masalah kekosongan, ketidakpastian,
dan lemahnya perlindungan hukum publik terhadap pihak-pihak yang melakukan
transaksi. UU No. 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing, misalnya,
kurang menampung aspek-aspek materi penanaman modal asing sehingga pelaku
transaksi untuk melindungi kepentingan bisnisnya, merasa perlu mengembangkan
bentuk kontrak tertentu seperti joint venture agreement, untuk mengatur dan
melindungi kepentingan mereka.
Akan tetapi, pada sisi lain, luasnya kesempatan untuk menentukan perlindungan
hukum sendiri, dengan cara menentukan sendiri hukum yang dipilih untuk
mengatur dan melindungi kepentingan mereka melalui sistem kontrak yang
mereka bentuk, juga merupakan persoalan tersendiri. Kebebasan berkontrak
sering kali menimbuikan risiko yang justru timbul dari sifat - sifat hukum
kontrak.Risiko ini sering kali berakibat fatal terhadap pelaksanaan prediksi -
prediksi bisnis, bahkan dapat menimbulkan berbagai kerugian yang sering kali
tidak diperhitungkan karena risiko demikian itu dapat menghadirkan
ketidakefisienan.Oleh karena itu, pengetahuan tentang hukum kontrak adalah
faktor yang sangat penting dalam rangka transaksi bisnis yang aman dan dalam
rangka pelaksanaan akibat-akibat transaksi secara konsisten.
C. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
Perdagangan internasional, secara umum , berkembang kearah
perdagangan yang lebih bebas dan terbuka. Negara – Negara semakin memahami
arti pasar bebas (free trade), termasuk manfaat – manfaat yang dapat diperoleh
dari mekanisme perdagangan tersebut.
Contoh kebijakan perdagangan internasional : kehadiran WTO, dan
kerjasama – kerjasama perdagangan lainnya, seperti AFTA dan APEC,
mengakibatkan perdagangan dunia terdorong kearah perdaganga yang lebih bebas
dan terbuka. Perdagangan, melalui bentuk – bentuk kerjasama itu, juga
diusahakan terbebas dari praktik bisnis curang (unfair business practices) seperti
system proteksi, tariff dan non tarif sehingga dapat berkembang dalam iklim yang
lebih kondusif.
Keadaan ini menghadapkan semua Negara dan perusahaan domestic pada
dua pilihan tertutup, yaitu bersaing memanfaatkan peluang pasar atau menjadi
korban dan dimanfaatkan sebagai peluang.
Indonesia sendiri telah lama mengubah strategi perdagangan luar
negerinya, antara lain :
1. Ditandai peningkatan peran aktif Indonesia dalam pendesainan pasar bebas
(free trade) baik pada kawasan ASEAN (ASEAN free trade area), asia
pasifik (Asia Pasific Economics Cooperation), maupun dunia (WTO).
2. Mendorong ekspansi produk dan pasar perusahaan – perusahaan
domestiknya.
PENUTUP
KESIMPULAN
Hukum transaksi bisnis internasional pada dasarnya adalah hal yang
mengikat sebuah transaksi lintas antar negara agar terjadi/tercipta perdagangan
yang adil (fair trade). Pentingnya pengenalan akan hukum transaski bisnis
internasional agar terhindar dari unfair trade. Oleh karenanya dibuatlah
kebijakan-kebijakan yang berlaku di masing-masing negara demi kepentingan
perdagangan negara itu sendiri.
Perlindungan transaksi bisnis dibutuhkan bagi pelaksana transaksi bisnis
internasional. Perlindungan hukum terhadap hubungan antar individu atau antar-
perusahaan yang bersifat lintas batas negara dimaksudkan agar kepentingan-
kepentingan antar individu atau perusahaan dapat terlindungi, sehingga luasnya
kesempatan untuk menentukan perlindungan hukum sendiri, dengan cara
menentukan sendiri hukum yang dipilih untuk mengatur dan melindungi
kepentingan mereka melalui sistem kontrak yang mereka bentuk, juga merupakan
persoalan tersendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://search.4shared.com/postDownload/BKvdXgA0/perlindungan_kepentingan_bisni s .html
http://umihanasumi.blogspot.com/2011/03/kebijakan-perdagangan-internasional.html
Bagus Wyasa Putra,Ida.Tanpa Tahun.Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional.Bandung: Refika Aditama
UNFAIR TRADE PRACTICES DAN ANTI-DUMPING CODE
LATAR BELAKANG
Dalam kegiatan bisnis, para pelaku bisnis memiliki tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang maksimal. Pihak produsen senantiasa berusaha
berbuat maksimal untuk memperluas pasarnya ke berbagai negara, sementara
pemerintah yang meletakkan kepentingan tidak sedikit terhadap perdagangan
demikian, juga melakukan berbagai upaya untuk memperbesar produksi dalam
negerinya, memperlancara ekspor hasil-hasil produksi nasionalnya, terasuk
melindungi produsen dan pasar dometiknya melalui kerja sama internasional
ataupun melalui sistem tarif (Ida Bagus Wyasa Putra, 2000 : 9).
Usaha-usaha yang dilakukan produsen dalam rangka memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya membuat adanya persaingan yang tidak sehat
(unfair trade practices). Salah satu bentuk persaingan yang tidak sehat adalah
adanya dumping. Adanya dumping membuat produk negeri terancam, untuk itu
biasanya dilakukan perlindungan terhadap produsen dalam negeri, yaitu dengan
antidumping.
Bagi negara produsen, terutama negara berkembang, praktek antidumping
yang umumnya dilakukan oleh negara-negara industri maju, sering kali menjadi
kerugian dan perdagangan yang tidak adil. Antidumping tidak selalu diberlakukan
sebagai mana mestinya, tetapi sering digunakan sebagai perisai untuk sekadar
melindungi pasar domestiknya. Hal ini dilakukan dengan cara menjatuhkan
tuduhan dumping atau secara semena-mena menolak produk yang berasalah dari
negara-negara berkembang yang kebetulan berkedudukan sebagai pengekspor.
Dengan adanya praktik antidumping yang berbentuk demikian hakikatnya juga
merupakan unfair trade practices. Di satu sisi negara-negara berkembang
dibanjiri produk-produk negara industri maju, sementara negara-negara
berkembang tidak mendapat kesempatan yang sama untuk memperluas pasarnya
(Ida Bagus Wyasa Putra, 2000 : 10).
Untuk mengatasi adanya unfair trade practices, salah satunya adalah
dengan dibentuknya GATT atau General Tariffs and Trade. Dengan adanya
ketentuan dalam GATT, semua pelaku bisnis seharusnya benar-benar memahami
GATT agar dalam pelaksanaan bisnis tidak ada lagi pratik-paktik unfair trade
practices.
PEMBAHASAN
1. UNFAIR TRADE PRACTICES
Bentuk umum unfair trade practices yang dipersoalkan dalam kaitan
dengan GATT adalah masalah dumping. Penekanan bentuk dasar dumping adalah
pemberlakuan diskriminasi harga oleh produsen antara dua pasar nasional. Pasar
nasional yang dimaksud adalah pasar domestik negara eksportir dan pasar asing
negara pengimpor. Diskriminasi harga, sejauh tidak merugikan negara pengimpor,
merupakan hal yang wajar dalam konsep maupun praktik perdagangan. Dalam
pasar internasional, diskriminasi harga dapat terjadi karena desakan kondisi yang
mengakibatkan produsen melakukan penurunan harga. Penurunan ini dapat terjadi
sebagai akibat rangkaian proses produksi dan pemasaran yang didahului produksi
yang berlebihan.
Dumping menunjuk pada pemberlakuan harga lebih rendah terhadap
barang-barang ekspor yang dijual di pasaran asing negara pengimpor dan
disbanding dengan harga normal yang diberlakuakan di pasaran domestik negara
pengekspor. Dumping, sebagai bentuk diskriminasi harga, umumnya dilakukan
berdasarkan beberapa alaasan. Pertama, untuk mengembangkan pasar, yaitu
dengan cara memberikan insentif, melalui pemberlakuan harga yang lebih rendah,
kepada pembeli pada pasar yang dituju. Kedua, adanya peluang, pada kondisi
pasar, yang memungkinkan penentuan harga secara lebih leluasa, baik di dalam
pasar ekspor maupun di dalam pasar domestik. Ketiga, untuk mempersiapkan
kesempatan bersaing dan pertumbuhan jangka panjang yang lebih baik dengan
cara memanfaatkan strategi penetapan harga yang progresif. Dumping dianggap
sebagai ancaman apabila penurunan harga dari suatu produk dilakukan melampau
kewajaran secara merugikan atau secara bertentangan dengan hukum.
Prof. Viner , berdasarkan motive of the dumper dan the continuity of his
dumping, mengklasifikasikan dumping atas tiga bentuk, yaitu:
sporadic dumping
dumping as intermittent
duping as persistent
Dumping mengakibatkan kerugian yang luas terhadap produsen, masyarakat
maupun negara tuan rumah. Akibat yang paling praktis dari dumping adalah
menyempitnya pangsa pasar produsen negara tuan rumah. Penyempitan ini dapat
mengakibatkan penurunan pendapatan produsen negara tuan rumah. Kemerosotan
pendapatan, lebih jauh dapat mengakibatkan penurunan daya bayar perusahaan
terhadap ongkos tenaga kerja, penurunan kemampuan pembiayaan perusahaan,
akhirnya penurunan daya produksi dan daya ekspor. Akibat lebih jauh dari kondisi
ini adalah pengangguran dan menurunnya daya hidup perusahaan.
Dengan adanya unfair trade practices, dibentuklah GATT atau General
Tariffs and Trade. Tujuan dasar GATT adalah mengantisipasi pertumbuhan
perdagangan lintas batas negara yang sangat pesat dan melindungi semua pihak
dari akibat buruk suatu perilaku menyimpang dalam praktik perdagangan. Pasal
VI GATT menyatakan,
In order to offset or prevent dumping, a contracting party may levy on any
dumped product an anti-dumping duty…
(Pasal VI, ayat 2)
Menurut ketentuan ini, setiap negara anggota GATT yang terkena dumping
dapat melakukan tindakan pembalasan berupa pembebanan kewajiban
antidumping yang seimbang. Bentuk kewajiban ini, yaitu :
pembebanan bea khusus atas barang-barang impor
pembebanan bea khusus terhadap barang impor
Jumlah bea khusus yang dapat dibebankan dapat dirumuskan sebagai
berikut :
BK < HE - NW
Keterangan :
BK = Bea Khusus
HE = Harga Ekspor
NW = Nilai Wajar
Ditentukan juga bahwa, tindakan pembalasan hanya dapat dilakukan dalam
hal terdapat suatu kondisi yang dapat dinilai sebagai threatens material injury
terhadap industry domestik negara tuan rumah akibat adanya dumping.
Pasal VI GATT, dalam praktik, sering kali disalgunakan. Ketentuan ini
sering digunakan sebagai dasar untuk melakukan proteksi oleh negara importir.
Pada umumnya dilakukan oleh negara maju atau produsen negara maju sebagai
dasar untuk melakukan tuduhan dumping terhadap produsen negara berkembang.
(Ida Bagus Wyasa Putra, 2000 : 11-15).
Di Indonesia dalam beberapa pasal dalam UUPK(Undang-Undang
Perlindungan Konsumen) bab VI yang berisi tentang perbuatan yang dilarang
bagi pelaku usaha1. Beberapa pasal tersebut adalah sebagai berikut.
2. ANTI-DUMPING CODE
1. Pembentukan anti dumping code
Anti dumping code merupakan penjabaran pasal VI GATT tentang
penjabaran penerapan ketentuan tersebut. Code ini dibentuk dan dilengkapi
selama Kenedy Round, dan mendapat persetujuan negaranegara GATT dalam
Tokyo Round. Dengan namaAgreement on Implementation of Article VI of the
General Agreement on Tarifs and Trade. Didukung oleh 25 negara terutama
negara Eropa Amerika Serikat, Australia, tanpa satupun negara dari kawasan Asia.
Dasar pemebentukan Code ini adalah kehendak untuk mengatur penerapan
klausula antidumping secara lebih konstruktif.
2. Antidumping code
Kewajiban anti dumping hanya dapat dibebankan sesuai dengan batas batas
sebagaimana ditentukan didalam Pasal VI perjanjian GATT, yaitu bahwa
penerapan demikian hanya dapat dilakukan sesuai dengan penjabaran proses dan
prosedur sebagaimana ditentukan di dalam anti dumping code.
Materi antidumping code diklasifikasikan atas dua bagian, yaitu :
Antidumping Code
Bagian ini meliputi ketentuan tentang :
a. Penentuan ada tidaknya dumping
1UNDANG-UNDANGREPUBLIK INDONESIANOMOR 8 TAHUN 1999TENTANGPERLINDUNGAN KONSUMEN
b. Penentuan ada tidaknya kerugian material
c. Prosedur administrasi dan penyelidikan
d. Kewajiban antidumping dan tindakan tindakan pendahuluan
e. Tindakan anti dumping pihak ketiga.
Final Provision
Memuat ketentuan tentang sifat anti dumping code yaitu open for
acceptance, kewajiban negara-negara anggota GATT berkenaan dengan
keterikatan mereka terhadap antidumping code, dan pembentukan a
comitee on anti dumping practices.A comitee on anti dumping practices
itu sendiri adalah wakil-wakil anggota perjanjian. Komite ini bersidang
setahun sekali, untuk membicarakan permasalahan sekitar pengaruh
penerapan hukum antidumping.
a. Determinations of Dumping
Suatu produk dinilai termasuk kualifikai dumping jika barang tersebut
diperdagangkan didalm pasar negara lain dengan harga lebih rendah dari
niai normalnya atau jika harga ekspor produk itu lebih rendah dari harga
normal yang berlaku untuk barang yang sejenis di negara importir tempat
barang ekspor itu dipasarkan. Barang yang sejenis adalah barang yang
serupa.
Dalam hal suatu produk tidak diimpor langsung dari negara asal,
tetapi ekspor ke negara.
b. Penentuan Kerugian
Penentuan kerugian dilakukan hanya dalam hal terdapat pemasaran
produk ekspor yang secara nyata menimbulkan kerugian atau anacaman
kerugian, termasuk retardasi terhadap perusahaan domestik negara
pengimpor. Badan yang berwenang harus memperhatikan kedua aspek
dari akibat dumping, baik akibat dumping maupun keseluruhan faktor
yang berpengaruh terhadap industri.
Penentua kerugian harus didasarkan pada keseluruhan faktor yang
mempunyai hubungan tetap dengan industry yang dinilai dirugikan.
Perhitungan berdasarkan faktorfaktor ini harus dilakukan secara kumulatif,
tidak secara representatif, atau hanya dengan menggunakan satu faktor
terdominan saja.
c. Penyelidikan permulaan
Penyelidikan terhadap dugaan dumping dilakukan berdasarkan
permohonan pihak yang dirugikan. Jika inisiatif penyelidikan itu
datangnya dari badan yang berwenang, penyelidikan demikian dapat
dilakukan jika terdapat bukti tentang kedua hal tersebut (pasal 5a).
d. Bukti
Bukti Dumping seharusnya berbentuk tertulis. Bukti demikian berhak
untuk dengan kesempatan sama diajukan oleh setiap pihak yang
berkepentingan dengan proses penyelidikan itu. Setiap pihak dapat
meminta informasi berkenaan dengan kasus kepada badan yang
berwenang, kecuali informasi demikian bersfiat rahasia dalam kaitan
dengan penyelesaian kasus (pasal 6b). Penting dicatat bahwa, selama
penyelidikan setiap pihak mendapat hak yang sama untuk melindungi atau
membela kepentingannya (pasal 6g)
e. Penyesuaian harga
Proses Anti Dumping tanpa kewajiban atau pembebanan anti dumping
dutyDihentikan jika eksportir menerima kewajiban untuk melakukan
penyesuaian harga atas dumping yang dituduhkan (pasal 7a). Dalam hal
eksportir tidak menawarkan usaha untuk menyesuaikan harga atau jika
tawaran demikian yang diusulkan oleh badan yang berwenang ditolak oleh
eksportir, penyelidikan dengan sendirinya harus diteruskan.
f. Kewajiban anti dumping dan tindakan sementara
Pada prinsipnya kewajiban demikian tidak boleh melampaui tingkat
dumping yang terjadi. Jika hal itu terjadi kewajiban demikian harus
dievaluasi dan diperbaiki secepatnya (pasal 8c). Dalam hal jaminan yang
sebanding telah diberikan terhadap kewajiban yang telah dibebankan,
kewajiban demikian tidak akan dibebankan. Sebaliknya jika jaminan
demikian tidak diberikan atau tidak dipenuhi, kewajiba dumping dapat
dibebankan tanpa batas (without limitation) (pasal 8e). kewajiban anti
dumping hanya dapat diterapkan selama atau terbatas hingga saat telah
dipulihnya kerugian akibat dumping (pasal 9a). kepentingan untuk
memperpanjang pembebanan itu ditentukan oleh badan yang berwenang
dengan memberitahukan pihak pihak yang berkepentingan (pasal 9b).
tindakan sementara (provisional measure) hanya dapat diterapkan untuk
dua kondisi yaitu pertama jika telah ditentukan bahwa terdapat dumping
yang merugikan, kedua telah terdapat bukti yang cukup berkenaan dengan
kerugian itu (pasal 10a). tindakan ini dapat berbentuk pengharusan
pemberian jaminan atau ketiadaan dana untuk kepentingan pelaksanaan
kewajiban, sejumlah tidak melampaui perkiraan kewajiban anti dumping
yang telah ditetapkan atau tidak melampaui tingkat dumping yang
diperkirakan (pasal 10b). Pembebanan kewajiban ini hanya dapat
dilakukan jika badan yang berwenang telah terlebih dahulu memberi tau
perwakilan Negara eksportir dan secara langsung pihak pihak yang
bersangkut, baik mengenai alasan pengambilan keputusan, kriteria yang
digunakan, maupun alasan lain yang berkaitan dengan kepentingan umum
(pasal 10c). Batas waktu pembebanan kewajiban ini diharuskan sesingkat
singkatnya, atau tidak boleh melampaui kurun waktu tiga bulan, atau atas
penetapan badan yang berwenang berdasarkan kepentingan pihak importer
dan eksportir, maksimum 6 bulan (pasal 10d). Kewajiban anti dumping
tidak dapat diterapkan berlaku surut (rektroactivity), atau hanya diterapkan
setelah adanya keputusan sesuai dengan pasal 8a dan 10a, kecuali :
pertama, penentuan kerugian material, dilakukan tanpa provisional
measure, atau jika barang yang terkena kewajiban anti dumping, telah
mengakibatkan kerugian, dihindarkan dari kewajiban selama kurun waktu
kewajiban itu seharusnya dibebankan. Kedua, karena adanya penghentian
penilaian dumping, misalnya karena adanya keraguan terhadap kebenaran
kasus tersebut. Ketiga, karena oleh badan berwenang ditentukan bahwa
telah berlangsung dumping yang merugikan dan terdapat kerugian yang
diakibatkan oleh tindakan dumping yang sifatnya sporadic.
g. Pembebanan anti dumping untuk kepentingan Negara ketiga (third
country).
Tuntutan pembebanan kewajiban anti dumping untuk kepentingan
Negara ketiga harus dibuat oleh Negara ketiga yang berkepentingan.
Tuntutan itu harus dilengkapi dengan data yang diperlukan seperti harga
yang bersifat dumping dan kerugian yang diakibatkan oleh dumping.
Selanjutnya Negara ketiga harus memberikan dukungan untuk segala
informasi yang telah diperlukan untuk keperluan pemeriksaan dumping
(pasal 12a,b). Badan berwenang Negara importer harus melakukan
pemeriksaan dumping dalam kaitan dengan industry yang dirugikan
meliputi seluruh pengaruh terhadap produk ekspor Negara tersebut, tetapi
terbatas hanya terdapat barang yang diimpor oleh Negara importer,
ataupun produk ekspor sejenis dalam arti keseluruhan (pasal 12c).
penetapan perlu tidaknya pembebanan kewajiban sepenuhnya ditentukan
oleh Negara importer.
Anti Dumping Code
WTO agreement bahkan mengakibatkan timbulnya ikatan otomatis terhadap
semua Negara, termasuk yang tidak ikut dalam putaran Tokyo, untuk secara
otomatis menyetujui dan menaati Code tersebut karena Code on Anti-Dumping
and Subsidies yang disepakati dalam putaran Uruguay merupakan bagian
integral dari GATT1994 yang akan dilaksanakan melalui kerangka WTO. Hal
ini dapat menjadi hal yang menyenangkan bagi usaha Indonesia karena
pemerintah Indonesia yang semula belum menentukan sikap terhadap code
tersebut, juga berkenaan dengan kuatnya usulan dunia usaha kepada
pemerintah untuk segera menandatangani Anti-Dumping Code kini telah
menerima kode tersebut.
Koreksi juga harus dilakukan oleh pihak produsen dan pihak eksportir. Mereka
penting sadar bahwa perbuatan tidak jujur yang dilakukan dalam praktek
perdagangan dapat merugikan Negara. Salah satu tumpuan kesempatan
perluasan pasar internasional bagi suatu Negara dalam kepercayaan Negara
pengimpor atau importer terhadap sikap Negara pengekspor. Sangat
dipersoalkan apakah Negara pengekspor bersikap terbuka dan adil atau tidak.
KESIMPULAN
1. Unfair trade practices yang dipersoalkan dalam perspektif GATT adalah
dumping dan penerapan anti dumping yang tidak rasional.
2. Dumping adalah diskriminasi harga dalam bentuk pemberlakuan harga ekspor
dipasaran domestik negara importir oleh eksportir, lebih rendah dari harga
yang diberlakukannya dalam pasar domestik.
3. Dumping, menurut pasal VI GATT, dikualifikasikan sebagai tindakan yang
dapat dipersalahkan dan dijadikan sanksi pembalasan jika mengakibatkan
kerugian material atau ancaman kerugian terhadap industri domestik negara
importir yang memproduksi barang sejenis.
4. Bentuk pembalasan yang dapat dilimpahkan adalah bea khusus yang
berbentuk anti dumping duties dan countervailing duties.
5. Penimpaan kewajiban itu harus melalui proses dan proseddur yang ditentukan
dalam pasal VI GATT dan Anti Dumping Code
6. Proses itu Antara lain meliputi penentuan ada tidaknya dumping, penentuan
kerugian, penyelidikan permulaan, pembuktian, penyesuaian harga atau
tindakan lain yang ditentukan oleh badan yang berwenang, dan berbagai
persayratan lain yang harus dipenuhi oleh Negara yang terkena
dumping/pihak yang melakukan dumping.
7. Dalam rangka perlindungan kepentingan Indonesia, Indonesia perlu segera
meratifikasi antidumpingcode, memngingat anti dumping code memiliki
system penanganan dumping dan antidumping yang bersifat spesifik, berlaku
dan dapat diterapkan hanya diantara Negara penandatangan (anggota).
DAFTAR PUSTAKA
Bagus Wyasa Putra, Ida. 2000. Aspek -aspek hukum Perdata internasional dalam
transaksi bisnis internasional. Bandung :PT` Refika Aditama Bandung.
PERLINDUNGAN KEPENTINGAN BISNIS DAN
UNIFIKASI HUKUM PERDATA
PENTINGNYA UNIFIKASI
PluralismehukumdalamsistemhukumperdataInternasionalmerupakansumbermas
alah yang sangatberpengaruhterhadapkegiatanbisnisInternasional. Setiap
negara memiliki sistem hukum perdata nasionalnya sendiri sehingga ragam
hukum perdata internasional ada sebanyak ragam negara yang ada.
Masalah ini mengakibatkan timbulnya keraguan dan kekhawatiran pihak-
phak pelaku bisnis terhadap keamanan, kepastian, dan jaminan perlindungan
hukum yang mungkin mereka peroleh. Keragaman tersebut juga merupakan
sebab sengketa yang berpengaruh terhadap konsistensi penerapan prediksi-
prediksi bisnis, efisiensi dan akhirnya keuntungan yang akan diperoleh .
Keragaman demikian juga sering mengakibatkan batalnya suatu transaksi karena
tidak sahnya kontrak.
Seluruh sistem hukum yang ada di dunia pada prinsipnya dapat
diklasifikasikan atas dua kelompok besar, yaitu sistem hukum Eropa Kontinental
(Civil Law System) dan sistem hukum Anglo Saxon (Common Law System).
Perbedaan prinsip kedua sistem hukum ini adalah prinsip yang pertama
mengutamakan prinsip hukum tertulis, sedangkan sistem yang kedua
mengutamakan sistem hukum kebiasaan. Dalam hal penentuan status personil,
sistem hukum Anglo Saxon mengutamakan prinsip domisili, sedangkan sistem
hukum Eropa Kontinental mengutamakn prinsip nasionalitas.Perbedaan ini akan
melahirkan akibat-akibat yang sangat besar terhadap kepastian dan
perlindungan hukum dalam hubungannya dengan hukum perdata internasional.
Dalam bidang perdagangan internasional, dapat dilihat contoh-contoh
yang berkaitan dengan penentuan hukum yang berlaku, penetuan sahnya
kontrak, dan pengakuan dan pelaksanaan keputusan forum asing di dalam
wilayah suatu negara. Menurut negara-negara yang menganut Common law
system, hukum yang berlaku terhadap suatu kontrak adalah hukum post-box,
yaitu hukum tempat penerima penawaran (post-box theory). Sementara itu,
menurut negara-negara yang menganut Civil Law system, hukum yang berlaku
adalah hukum negara tempat jawaban atas penerimaan penawaran itu diterima
kembali oleh pihak yang melakukan penawaran.
Dalam bidang angkutan udara dapat dilihat soal-soal yang berkaitan
dengan penentuan limit tanggung jawab pengangkut. Setiap negara menganut
limit tangggung jawab yang berbeda. Oleh karena itu, perlindungan hukum
(pembayaran santunan korban) antara satu negara dengan negara lainnya juga
berbeda-beda, bergantung tempat tuntutun itu diajukan.
Perspektif hukum perdata internasional mengklasifikasikan dua jenis jalan
menuju unifikasi, yaitu penyatuan hukum dan penyatuan kaidah-kaidah hukum.
Pengertian penyatuan hukum adalah tindakan pengubahan sistem hukum
perdata internasional intern negara-negara, yang berhubungan dengan masalah
tersebut, menjadi satu sistem hukum perdata internasional yang diberlakukan di
negara pembentuk atau negara yang menerima untuk diikat oleh konvensi
tersebut.
Penyatuan kaidah-kaidah hukum sendiri adalah tindakan untuk
menyatukan hanya kaidah-kaidah hukum perdata internasional negara-negara
yang meneytujui tindakan demikian untuk dibentuk satu kesatuan kaidah yang
kelak digunakan oleh hakim-hakim atau pengadilan untuk memutuskan untuk
perkara yang dihadapinya. Dengan demikian, kelak yang seragam adalah
keputusan hakim dari negara anggota konvensi tersebut.
Konferensi Den Haag 1893Motivasi pertemuan ini adalah menjajaki kemungkinan dilakukannya
unifikasi dalam bidang hukum perdata internasional. Konferensi ini pada mulanya
hanyalah melibatkan negara-negara intern Eropa, tetapi berangsur-angsur
melibatkan negara-negara seperti Jepang, Inggris, Turki, Israel dan Republik
Persatuan Arab, Amerika Serikat, Canada dan Amerika Latin.
Hingga kini telah dibahas puluhan topik penting dan telah dihasilkan sekitar
26 konvensi yang bersubstansi sangat vital dalam kaitan dengan kegiatan-
kegiatan yang bersifat perdata lintas batas negara. Konvensi-konvensi itu antara
lain:
1. Convention Relating to Civil Procedure ( March 1, 1954)
Konvensi ini mengatur masalah sistematik pembuktian di luar negeri,
bantuan hukum secara prodeo, paksaan badan terhadap orang asing
dalam perkara-perkara perdata, dan hal hal lain yang berkaitan dengan
proses berperkara yang menempatkan orang asing sebagai pihak.
2. Convention on the Law Aplicable to International Sales of Goods ( June
15, 1955)
Konvensi ini mengatur hukum yang harus dipakai dalam transaksi jual beli
internasional. Prinsip yang dianut tetap memperhatikan beberapa
pengecualian yakni hukum dari pihak penjual.
3. Convention Concerning the Recognition of Legal Personalities of Foreign
Companies, Assosiation and Foundation ( June 1, 1956)
Konvensi ini mengatur tentang pengakuan terhadap badan hukum,
badanusaha, perkumpulan dan yayasan-yayasan asing yang beroperasi
di wilayah suatu negara. Prinsip yang dianut bahwa hukum yang berlaku
adllah tempat dimana usaha itu didirikan.
4. Convention on the Jurisdiction of the Selected Forum in the Cases of
International Sales of Good ( Appril 15, 1958)
Konvensi ini mengatur tentang pilihan forum dan pilihan hakim yang
ditentukan sendiri oleh para pihak sehubungan dengan jual beli
internasional yang dilakukannya.
5. Convention Aboloshing the Requirements of Legalization for Foreign
Public Documents ( Oct. 5, 1961)
Konvensi ini mengatur penghapusan syarat legalisasi dokumen-dokumen
yang telah dibuat di luar negeri yang hendak dipergunakan dalam suatu
perkara yang sedang berlangsung di muka pengadilan negara lain.
6. Convention on Testamentary Disposition ( Oct. 5, 1961)
Konvensi ini mengatur tentang bentuk formal suatu tesatamen yang
dibuat di luar negeri.
7. Convention on the Service Abroad of Judical and Extra-Judical
Documents in Civil or Commercial Metter ( Nov 15, 1965)
Konvensi ini mempermudah cara penyampaian panggilan dan
pemberitahuan resmi dalam perkara-perkara perdata yang diselesaikan di
luar negeri.
8. Convention on the Choice of Court ( Nov 15, 1965)
Konvensi ini menegaskan diakuinya prinsip kebebasan para pihak
memilih forum pengadilan, hukum dan hakim untuk menyelesaikan
sengketa-sengketa yang timbul dari kontrak yang dibuatnya.
9. Convention of Recognition and Execution of Foreign Judgements in Civil
and Commercial Matters (1966)
Konvensi ini mengatur tentang pengakuan dan pelaksanaan keputusan
dalam perkara dagang yang diucapkan hakim di luar negeri di forum luar
negeri.
10. Convention on the Taking of Evidence Abroad in Civil or Commercial
Matter (1968)
Konvensi ini dimaksudkan untuk memudahkan pemanggilan dan
pendegaran bukti-bukti yang berada di luar negeri bagi suatu proses
pengadilan perkara perdata dan dagang yang berlangsung di dalam suatu
negara.
11. Convention on the Law Applicable of Traffic Accident (1968)
Konvensi ini mengatur tentang hukum yang berlaku terhadap
pertanggung jawab sipil yang bersifat non-contractual yang muncul dari
kecelakaan perjalanan, dimanapun kecelakaan itu diadili. Prinsip yang
dianut adalah hukum perdata internasional internal negara tempat
kecelakaan itu terjadi.
Inisiatif Global1. Inisiatif Unidroid
Unidroid adalah sebuatan umum untuk Institut Unifikasi Hukum Perdata.
Unidroid merupakan badan internasional yang dibentuk atas sponsor Liga
Bangsa-bangsa berkedudukan di Roma, dan bertujuan menciptakan cara
untuk mengharmonisasikan dan mengkoordinasikan ketentuan-ketentuan
hukum perdata dari negara-negara anggotanya dan mempromosikan
penerimaan hukum perdata yang uniform.
2. InisiatifLigaBangsa-Bangsa
Beberapa prestasi penting dalam unifikasi hukum perdata internasional
yang telah dicapai oleh lembaga ini adalah Konvensi Jenewa (1930,
1931, 1932) dan Konvensi Jenewa (1927).
Inisiatif PBB
a. Dalam Bidang Hukum Dagang Internasional (UNCITRAL)
Komisi ini dibentuk berdasarkan Resolusi PBB 2205 (XXI), 17
Desember 1966 dan bertugas mengembangkan dan meningkatkan
harmonisasi progresif dalam bidang hukum dagang internasional.
b. Pengakuan dan Pelaksanaan Keputusan Arbitrase Luar Negeri
Kelebihan Konvensi New York adalah dihapuskannya syarat timbal
balik di dalam Konvensi Jenewa 1927. Teranglah bahwa Konvensi
New York sangat mengutamakan efisiensi dan sifat praktis dan
kepentingan bisnis terutama dari segi pengakuan dan pelaksanaan
suatu keputusan asing.
c. Tentang Milik Perindustrian
Perhatian PBB terhadap masalah ini berkaitan erat dengan perhatian
PBB terhada pembangunan ekonomi internasional dan pembangunan
ekonomi di negara-negara berkembang.
INISIATIF REGIONAL 1. Komisi ekonomi regional PBB dan badan regional lainnya
Atas dukungan PBB, usaha-usaha unifikasi regional juga menunjukkan
perkembangan yang pesat. Badan-badan yang aktif dalam bidang
iniantaralain, ECE (Economic Commission for Europe), AALCC (Asian
African Legal Consultative Committee), Negara-negara Amerika Latin,
Negara-negara Benelux (Belgia, Nederland dan Luxemburg) dan Negara-
negara Afrika (Organization of African Unity)
2. Negara-negara Asia-Afrika
Kerja sama negara-negara Asia-Afrika dalam unifikasi hukum perdata
dilakukan melalui suatu komite konsultatif hukum yang disebut Asian
African Legal Consultative Committee (AALCC). Komite ini dilahirkan di
New Delhi (1951), bermarkas di New Delhi dan bertujuan untuk
menyiapkan usulan-usulan aman demen dan modifikasi yang
telahdisiapkanoleh UNCITRAL untukmenyesuaikan draft itu dengan
karakteristik kebutuhan Negara-negara Asia-Afrika. Hasilnya takerja
komiteini adalah Arbitration Center, yang berkedudukan di Kuala Lumpur
dan di Kairo (1979). Pusat ini kemudian mengadakan kerjasama dengan
World Bank, khususnya dalam kaitan dengan penyelesaian sengketa
penanaman modal.
3. Usaha Negara-negara ASEAN
Kendatipun telah memiliki ASEAN Control, sebagai dasar kerjasama
hukum, unifikasi regional hukum perdata intern negra-negara ini belum
menunjukkan hasil. Kalaupun ada, kerjasama itu umumnya bersifat
bilateral. Oleh karena itu, kerjasama pada tingkat regional tetap
merupakan kebutuhan yang harus secepatnya direalisasikan. Hal ini
penting bagi kerjasama perdagangan intern ASEAN, terutama setelah
terbentuknya AFTA (ASEAN Free Trade Area).
Usaha-Usaha Organisasi Non Pemerintah1. Usaha International Chamber of Commerce
Rules of Consiliation and Arbitration of the ICC adlah salah satu ahsil
penting dari usaha komite ini dalam bidang penyeragaman pandangan
tentang penyelesaian sengketa dagang.
2. Usaha International Maritime Committee (IMC)
Komite ini menyelenggarakan unifikasi hukum maritim perdata pada
tingkat global. Salah satu hasilnya adalah Convention for the unification
Certain Rules Relating to Bills of Lading.
3. Dalam bidang angkutan udara
Hasil penting dalam bidang angkutan udara adalah Konvensi Wasarwa
1929 yang ditandatangani di Wasarwa pada 12 Oktober 1929. Konvensi
ini mengatur prinsip dan limit tanggung jawab pengangkut terhadap
korban kecelakaan angkutan udara. Pengangkut menurut prinsip ini,
berkewajiban membayar ganti rugi dalam hal terjadi kerugian atau
meninggalnya penumpang selama proses pengangkutan, kecuali
pengangkut telah mengambil tindakan pencegahan sebagaimana
seharusnya.
Konvensi ini setelah Perang Dunia II mengalami banyak perubahan,
bahkan dalam soal substansinya, dapat dikatakan sangat mendasar.
Dalam perkembangan selanjutnya, International Law association, telah
membentuk Komite Hukum Udara (Air Law Committee) untuk
menyelenggarakan remisi terhadap Konvensi Wasarwa.
Lahirnya IATA (International Air Transport Association) yang
merupakan suatu asosiasi non pemerintah, beranggotakan perusahaan-
perusahaan angkutan udara yang lahir karena gagalnya akomodasi
Konvensi Chicago terhadap kebutuhan-kebutuhan bisnis angkatan udara.
Asosiasi ini juga berinisiatif dalam pembentukkan hukum dan berfungsi
menyiapkan peraturan-peraturan yang berlaku intern mereka dalam soal
bisnis angkutan udara.
DaftarPustakaEndangSaefullahWiradirpadja, TinjauanSingkatatasBerbagaiPerjanjian
Internasionaldi BidangAngkutanUdara, Lisan, Bandung, 1990.
Sudargo Gautama, Capita SelektaHukumPerdataInternasional, Alumni; Bandung,
1983.
___, PengantarHukumPerdataInternasional Indonesia, Binacipta, Bandung,
1978.
___, Indonesia danArbitraseINternasional, Alumni, Bandung, 1986.
___, Indonesia danArbitraseINternasional, Alumni, Bandung, 1992.
___, PerkembanganArbitraseDagangInternasional di Indonesia, Eresco,
Bandung,
1989.
___, Soal-soalAktualHukumPerdataInternasional, Aluni, Bandung, 1981.
___, HukumPerdataInternasionalHukum yang Hidup, Alumni, Bandung 1983.
___, ArbitraseDagangInternasional, Alumni, Bandung, 1986.
___, HukumPerdataInternsional Indonesia, Jilid III, Bagian 2, buku ke-8,
Alumni, Bandung, 1987.
___, KontrakDagangInternasional, Alumni, Bandung, 1976.
Zwaan, Tanja L. M., and De Leon, Pablo MJ Mendes, Air and Space Laws De
LegeFerenda, MartinusNijhoff, London, 1992.
KONTRAK BISNIS INTERNASIONALKONTRAK SEBAGAI INSTRUMEN DALAM HUBUNGAN BISNIS
Kontrak menurut UU KUH Perdata dalam Buku 2 bab 1 tentang Periktan
pasal 1313, menyebutkan Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu
orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Dalam
dunia bisnis kontrak diperlukan oleh para pelaku bisnis sebagai instrument
penting yang senantiasa membingkai hubungan hukum dan mengamankan
transaksi bisnis. Untuk mengamnakan transaksi bisnis
Menurut Subekti, kontrak adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis.
Dasar yuridisnya mengacu kepada hukum perjanjian. Dalam hukum perjanjian
yang menganut suatu sistem terbuka, maka dalam pembuatan kontrak masih tetap
diizinkan memasukkan klausul-klausul yang telah disepakati para pihak. Hal ini
dikenal dengan kebebasan berkontrak. Kebebasan ini tetap mempunyai rambu-
rambu, yaitu tidak boleh bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan
kesusilaan. Jika hal ini tetap terjadi, maka kontrak dianggap batal demi hukum.
Syarat sahnya suatu kontrak terdapat pula dalam hukum perjanjian. Berupa:
sepakat, cakap, hal tertentu dan causa yang halal.
Asas-Asas Hukum Dalam Kontrak
1. Asas Konsensualitas
Asas di mana persetujuan dapat terjadi sesuai dengan kehendak (persesuaian
pendapat). Ini terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata.
2. Asas Mengikat Sebagai UU (pacta sunt servanda)
Asas ini menjadi tidak ada dalam 3 hal:
a. Ada paksaan
b. Ada kekhilafan
c. Ada penipuan
3. Asas Itikad Baik
Menurut Subekti, itikad baik di waktu membuat suatu perjanjian berarti berkenaan
dengan kejujuran.
Menurut Prof. Wry, Bahwa kedua belah pihak harus berlaku yang satu terhadap
yang lain seperti patut, sopan, tanpa tipu daya, tanpa akal-akalan, tidak melihat
kepentingan sendiri saja tetapi juga dengan melihat kepeningan orang lain.
Itikad baik yaitu suatu sikap batin atau kejiwaan manusia yang jujur, terbuka dan
tulus ikhlas. Sedangkan jika dihubungkan dengan pasal 1338 (3) dapat
disimpulkan bahwa itikad baik harus digunakan pada saat pelaksanaan kontrak.
Hal tersebut berarti bahwa selain ketentuan yang telah disepakati dalam kontrak
yang wajib dilaksanakan oleh para pihak, juga ketentuan yang tidak tertulis yang
berfungsi sebagai penambah dari ketentuan atau kontrak tersebut.
Kontrak
Kontrak adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh dua orang pihak, yang dimana
orang di dalamnya dituntut untuk melakukan suatu hal yang biasa disebut prestasi.
Kontrak sama dengan perjanjian.
Muatan kontrak:
- Selalu komersial
- Selalu tertulis
- Berkaitan dengan dunia internasional
- Ditentukan oleh kontraknya sendiri
Kontrak Bisnis
Kontrak bisnis adalah:
a. Perjanjian dalam bentuk tertulis yang substansinya disetujui oleh para pihak
yang siisnya bermuatan bisnis.
b. Perjanjian dua belah pihak atau lebih yang isinya bermuatan komersial
Kontrak binsnis dibagi dalam 4 bagian:
Ø Bisa dibuat di bawah tangan dan bermaterai (olek kedua belah pihak)
Ø Kontrak bisnis yang didaftarkan oleh notaris
Ø Kontrak bisnis yang dilegalisasi oleh notaris
Ø Kontrak bisnis yang dibuat di depan notaris dan dituangkan dalam akta notaris
Ada beberapa kontrak bisnnis yang dalam UU harus dibuat dalam akta notaries
(UU No.40/2007). Misalnya PT tanpa lebih dari satu pemegang saham, yang
terdiri dari saham mayoritas dan saham minoritas.
Sedangkan contoh perjanjian bisnis yang bersifat internasional adalah bursa
saham.
Kontrak bisnis berdimensi publik adalah suatu kontrak bisnis di mana salah satu
pihak adalah pemerintah (publik),. Pemerintah dan aparat hukumnya dalah subjek
hukum yang mewakili dimensi publik, yang merupakan sumber hukum
adminstrasi negara, tapi hubungannya bersifat privat/perdata (hubungan
kesederajatan)
Tahapan Kontrak Bisnis
-Tahap kesepakatan
-Tahap pembuatan kontak Tahap penelaahan
-Tahap negosiasi rancangan kontrak
-Tahap penandatangan kontrak bisnis
-Tahap pelaksanaan kontrak bisnis
Penyelesaian Kontrak Bisnis
Tahap penyelesaian sengketa kontrak bisni
-Secara musyawarah Forum pengadilan
(Non litigasi)
- Konsiliasi (islah) – Arbitrase internasional
- Mediasi (orang lain) – Arbitrase nasional
– Pengadilan
Anatomi Kontrak
1. Judul Kontrak (Heading/Contract Title)
Judul kontrak haruslah dapat mengidentifikasikan inti kontrak yang syarat-syarat,
ketentuan-ketentuan atau klausula-klasulanya diatur di dalamnya. Harus ada
korelasi dan relevansi antara judul dan isi kontrak.
2. Tempat dan Tanggal Penandatanganan Kontrak
Standar pembukaan dari kontrak pada umumnya memuat tempat dan tanggal
penandatanganan kontrak. Terkadang tunduk pada keharusan formal tertentu,
misla pada akta jual beli, akta notarial.
Tanggal penandatanganan kontrak dapat menetukan keabsahan kapasitas para
pihak serta keabsahan dari kesepakatan-kesepakatan yang dicapai oleh para pihak.
Alasannya, kesepakatan-kesepakatan itu hanya sah bila tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku pada tanggal penandatanganan kontrak.
3. Komparisi (Perbandingan)
Istilah ini sebenarnya digunakan untuk menandai suatu bagian pembukaan dari
akta-akta notaris, dan karena bagian itu memang menyebutkan pihak-pihka yang
menghadap notaris.
Komparisi memuat identifikasi dari para pihak yang melibatkan dan mengikatkan
diri di dalam suatu kontrak.
Yang dapat menjadi pihak dalam kontrak adalah subjek hukum, yang
diklasifikasikan sebagai manusia dan badan hukum.
Untuk dapat menjadi subjek hukum, manusia dan badan hukum harus memenuhi
syarat kecakapan bertindak (bekwaamheid). Kecakapan manusia harus dibuktikan
dengan identitasnya. Akan tetapi untuk menjadi pihak dalam suatru kontrak,
seseorang yang mewakili suatu badan hukum sebagai subjek hukum harus
memenuhi syarat tambahan, yaitu bahwa dia juga memiliki kewenangan bertindak
(bevoegdheid).
4. Recitals (Pertimbangan-Pertimbangan Umum Kontrak)
Berisikan kondisi umum dari para pihak yang akan membuat suatu kontrak,
berisikan kemampuan modal, teknologi, pengalaman yang handal, pangsa pasar
dan sebagainya.
Contoh kontrak franchise:
Tempat di mana franchisor membangun sistem yang unik dan berhasil
bertahan untuk mengoperasikan bisnis, identifikasi dari bisnis serta sistem
franchise.
Menggambarkan merek dagang, jasa, dan tanda-tanda lain, copy rights,
logo, pembeda lainnya.
Peranan Konsultan Hukum Dalam Setiap Tahapan Kontrak
Konsultan hukum disebut pula in house of council. Di masa sekarang ini, hamper
setiap perusahaan atau badan instansi peemrintahan memiliki suatu divisi di mana
sarjana hukum bertempat. Divisi ini punya banyak sebutan. Dalam departemen
disebut biro hukum, dalam perusahaan swasta disebut divisi hukum atau legal
department. Ada juga perusahaan yang memasukkannya dalam bidang personalia.
Orang-orang yang tergabung dalam IHC adalah orang-orang yang bekerja dalam
divisi hukum. IHC harus dibedakan dengan independent council yang bukan
bagian dari perusahaan.
Penting mengetahui peranan konsultan hukum dalam tahapan kontrak. Yang
menggunakan IHC tidak bekerja sama dengan konsultan hukum apabila instansi
peemrintah atau perusahaan tidak menunjuk konsultan hukum independen. Perlu
diketahui bahwa walaupun satu perusahaan atau invesasi pemerintah sudah punya
IHC, namun untuk transaksi-transaksi bisnis yang tertentu, biasanya tetap
menunjuk konsultan hukum independen, yang dianggap sangat memahami dan
menguasai transaksi bisnis yang dilakukan.
Dalam keadaan demikian, seorang IHC harus dapat bekerja sama dengan
konsultan hukum yang ditunjuk oleh perusahaan atau instansi pemerintahnya.
Peranan IHC dalam tahapa kontrak :
Tahap kesepakatan para pihak
Dalam tahapan ini peranan dari IHC kurang dominan. Karena pihak-pihak yang
hendak mengikatkan diri jarang sekali menyertakan IHC dalam perundangan
awal, karena ada kekhawatiran dengan kehadiran orang hukum/IHC akan merusak
hubungan yang telah dibina para pihak.
Tahap pembuatan/penelaahan rancangan kontrak bisnis
Pada tahap ini terhadap apa yang telah disepakati oleh para pihak maka peran IHC
sangat dominan. Karena dia yang harus menafsirkan bentuk-bentuk kesepakatan
itu dalam bahasa hukum.
Seorang IHC dapat diminta:
- Membuat rancangan kontrak bisnis yang akan dinegosiasi atau disepakati oleh
para pihak.
- Melakukan telaah/review terhadap kontrak bisnis yang telah dipersiapkan oleh
para pihak.
Perbedaan peran ini tergantung pada pada diminta atau tidaknya IHC
mempersiapkan sebuah rancangan kontrak. Apabila ia diminta, maka IHC harus
membuat dan mempersiapkan rancangan kontrak yang dikehendaki pihak yang
menyuruh. Tapi bila tidak diminta membuat atau mempersiapkan rancangan
kontrak maka seorang IHC punya tanggung jawab untuk memeriksa isi yang
diatur dalam rancangan kontrak yang telah disiapkan pihak lain. Terlepas dari
peran yang diemban dalam salah satu dari dua peran yang dilakukan oleh IHC,
maka IHC itu dituntut untuk dapat menterjemah transaksi bisnis yang hendak
dilakukan oleh para pihak dan senantiasa mengakomodasi hal-hal yang telah
disepakati oleh para pihak pada pembicaraan awal dalam rancangan kontrak yang
hendak disepakati/ditandatangani. Selain itu, IHC harus mampu melindungi
kepentingan kliennya dalam klausula-klausula yang ada dalam rancangan kontrak.
Adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan IHC harus senantiasa bersikap
jujur, adil dan proporsional.
Penyusunan Kontrak Bisnis
Pemahaman Akan Latar Belakang Transaksi
Latar belakang yang merupakan keinginan dari para pihak untuk
mengadakan transaksi yang akan dirumuskan dalam bentuk kontrak.
Menetapakna judul atau title dari suatu kontrak yang mencerminkan esensi
ketntuan-ketentuan dari kontrak yang bersangkutan.
Yang Diperlukan Adalah:
1. Wawasan bidang transaksi yang akan dirumuskan
2. Pengetahuan dan kemampuan berpikir secara yuridis
Kurangnya kemampuan, pengetahuan dan wawasan berakibat kerugioan yang
besar, karena transaksi yang dituju menjadi bias.
3. Pengenalan dan pemahaman akan para pihak
4. Pengenalan dan pemahaman akan objek transaksi
Penyusunan Garis Besar Transaksi
1) Perlu diketahui mana “hulu” dan “hilir” nya dari transaksi yang akan
dilaksanakan.
2) Menghindari petualang dalam transaksi bisnis.
3) Skema transaksi yang transparan dan konklusif.
4) Proyek merupakan setimbun tindakan dan langkah yang harus dilaksanakan itu
dirumuskan dalam kontrak sebagai deretan dari aneka hak dan kewajiban yang
timbal balik sifatnya.
Perumusan Pokok-Pokok Kontrak
a. Mana pesan yang menonjol, yang merupakan pokok dari suatu kontrak.
Dalam keadaan ideal, pesan pokok dari para pihak bersifat komplementer, dalam
arti pesan pokok dari yang satu mengimbangi pesan pokok dari pihak yang lain.
b. Perumusan pokok-pokok kontrak.
Pokok-pokok tersebut harus dirumuskan dengan cermat dan akurat, karena:
© Rumusan tentang pokok-pokok kontrak itu menentukan keruntutan
(kesinambungan logis) dari ketntuan-ketntuan pelaksanaan dari suatu kontrak.
© Keruntutan itu menentukan apakah hubungan timbal balik dari berbagai hak
dan kewajiban yang akan berlaku bagi para pihak ditetapkan secara adil dan
masuk akal. Keruntutan ini perlu diperhatikan, karena kadang-kadang dapat
terjadi bahwa suatu pihak memang hendak mempencundangi pihak lain jauh hari
sebelum mereka benar-benar saling mengikatkan diri.
Kontrak Nominaat dan Kontrak Innominat
Kontrak Nominaat
Jual beli
Adalah suatu perjanjian timbal balik dengan mana pihak yang satu
(penjual) berjanjia untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang sedangkan
pihak yang lain berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang
sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
Barang yang menajdi objek perjanjian jual beli harus cukup tertentu dan jelas atau
dengan kata lain setidak-tidaknya ditentukan oleh jumlah dan wujudnya.
Saat terjadinya jual beli, unsur pokok dalam jual-beli adalah barang dan harga
sesuai dengan asas konsensualitas yang menjiwai hukum perjanjian, yang
memberikan penafsiran bahwa perjanjian jual beli itu sudah tercipta sejak tercapai
kata sepakat mengenai harga dan barang.
Sebenarnya asas konsensualitas berasal dari kata consensus yang berarati adanya
kesepakatan, artinya apa yang dikehendaki oleh yang satu juga dikehendaki pihak
lain. Tercapainya kata sepakat juga dapat diucapkan dengan kata-kata/bahasa
isyarat ataupun dengan bukti yang dilakukan secara tertulis.
Kerugian-kerugian penjual ada 2:
- Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan
- Menanggung kualitas atau kenikmatan barang yang diperjualbelikan dan
menanggung cacat tersembunyi.
Kewajiban menjernihkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut
hukum diperlukan adalah mengalihkan hak milik atas barang yang
diperjualbelikan. Oleh karena itu, hukum perdata mengenal 3 macam barang yaitu
barang bergerak, tetap dan tidak bertubuh.
Hukum perdata juga mengenal 3 macam penyerahan seperti:
Untuk barang bergerak, cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang
tersebut.
Untuk barang tetap maka dilakukan dengan perbuatan balik nama dalam
pasal 616 BW, penyerahan atau penunjukan atas barangbaik bergerak maupun
tidak bergerak dilakukan dengan pengunguman akta yang bersangkutan.
Barang tak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan cessie,
sebagaimana diatur dalam pasal 613 BW.
Negosiasi Kontrak
Menurut Balck’s law Dictionary, “Proses untuk menyerahkan dan
mempertimbangkan penawaran-penawaran sampai suatu penawaran
diterima………………”
Sifat Negosiasi Kontrak
Positif
Negosiasi yang kooperatif, jika para pelaku negosiasi hendak mencapai suatu
kontrak yang bersifat kerja sama. Jadi, sifat positif itu diperoleh dari maksud
orang memulai sesuatu yang baru dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Negative
Negosiasi yang kompetitif, jika para pelaku negosiasi hendak mencapai suatu
perdamaian. Suatu negosiasi untuk mencapai perdamaian bersifat negative karena
melalui negosiasi itu orang hendak mengakhiri sesatu yang negative, yaitu
perselisihan atau sengketa itu.
Win-Win Attitude
Suatu sikap yang dilandasi oleh itikad bahwa negosiasi kontrak itu sedapat
mungkin pada akhirnya akan menghasilkan suatu kontrak yang menguntungkan
secara timbal balik.
Strategi Dasar Dalam Teknik Negosiasi
1. Membangun kepercayaan
2. Memenangkan komitmen
3. Mengelola tantangan
4. Mengkompromikan jalan keluar
Interpretasi Dalam Kontrak
Ini diatur dalam pasal 1342-1351. Pada dasrnya, kontrak yang dibuat harus
dimengerti para pihak.
Isi kontrak dibedakan atas dua macam:
1. Kata-kata yang jelas
2. Kata-kata yang tidak jelas
Untuk melakukan penafsiran, maka harus diperhatikan beberapa aspek:
a. Jika kata-katanyadalam kontrak menimbulkan berbagai macam penafsiran maka
harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat kontrak tersebut.
b. Jika suatu kontrak memberikan berbagai penafsiran maka harus diselidiki
pengertian yang memungkinkan perjanjian itu dilaksanakan.
c. Jika kata-kata dalam kontrak terdapat 2 macam pengertiannya, maka harus
dipilih yang paling selaras sifatnya (perjanjian).
d. Jika dalam kontrak terjadi keragu-raguan maka harus ditafsirkan menurut
kebiasaan dalam negeri/ di tempat dibuatnya perjanjian tersebut. Dan selama
menguntungkan orang yang membuat kontrak tersebut.
KARATERISTIK KONTRAK BISNIS INTERNASIONALStudi bisnis internasional mulai berkembang sejak akhir PD II dan
memberi dimensi baru bagi studi ekonomi dan manajemen. Salah satu disiplin
ilmu yang dianggap dekat dengan studi bisnis internasional, adalah ekonomi
internasional dan perdagangan internasional. Adapun yang membedakan antara
ekonomi internasional/ perdagangan internasional dengan bisnis internasional
adalah sebagai berikut:
“Ekonomi internasional (perdagangan internasional), menitikberatkan
perhatiannya kepada hubungan ekonomi antar Negara. Sedangkan bisnis
internasional, focus perhatiannya adalah pelaku (perusahaan)yang memainkan
peran dalam bisnis internasional”
Alasan yang melatarbelakangi pengembangan bisnis internasional, adalah:
Dari segi pertumbuhan ekspor, produsen nasional menghadapi peluang pasar
dalam negeri yang semakin terbatas. Terobosan melalui ekspor memperluas
kemungkinan peluang bagi produk-produk mereka di Negara lain.
Bisnis internasional bersifat luas dan multidimensional, maka pelaku
bisnis atau perusahaan perlu memiliki kawasan yang luas dalam menjalankan
kegiatannya. Seperti yang dikatakan Pang Lay Kim, bahwa bisnis internasional
merupakan arena bagi hampir semua unsur seperti politik, ekonomi dan
diplomasi. Hubungan internasional secara nyata ikut berperan, mempengaruhI dan
bersaing serta bekerja sama dalam bisnis internasional.
Sebagaimana dinyatakan oleh Moyer, bidang bisnis internasional
meminjam beberapa disiplin akademis termasuk ekonomi internasional,
antropologi budaya dan ilmu politik.
Oleh karena itu, studi bisnis internasional biasanya meliputi hal-hal sebagai
berikut:
Operasi perusahaan dalam negeri di luar negeri (investasi)
Perdagangan ekspor dan impor. Bidang studi ini telah sejak lama menarik
para ekonom, karena arus perdaangan internasional memiliki dampak
besar bagi pembangunan dan kegiatan ekonomin local.
Manajemen perbandingan. Membandingkan perusahaan dalam dan luar
negeri.
Perbandingan sistem ekonomi.
Analisis bisnis fungsional, yang meliputi permasalahan international,
keuangan internasional dan manajemen internasional.
Kegiatan perusahaan multinasional di Negara-negara lain, tidak berbeda
jauh dari kegiatan pemasaran internasional sebagai sub fungsi dari bisnis
internasional. Phillips kotler, membedakan strategi-strategi perusahaan dalam
pemasaran internasional sebagai berikut:
1. Kegiatan ekspor yang terdiri atas ekspor langsung dan tidak langsung
2. Kegiatan usaha patungan yang terdiri atas:
Lisensi, hak untuk menggubakan proses manufacturing yang mengandung
royalti pembayaran, Kontrak pabrik local untuk menghasilkan produksi Kontrak
manajerial.
Dalam kegiatan dan perumusan strategi bisnis, perusahaan internasional
biasanya mempertimbangkan berbagai faktor eksternal, tidak hanya ekonomi
tetapi juga sosial-budaya politik dan kedaulatan hukum.
Konsep kepentingan nasional dan pandangan hidup masyarakat setiap Negara
berbeda karena itu perusahaan multinasional tidak bisa secara bebas
mengendalkikan seluruh kegiatannya di Negara tuan rumah.
Perbedaan kepentingan nasional tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik
perusahaan internasional dengan mitra usahanya, masyarakat, konsumen, tenaga
kerja lokal tuan rumah.
Aspek Sosial-Budaya
Perbedaan struktur sosial budaya, yang mirip hasil produk budaya
masyarakat maju, merupakan kendala bagi perusahaan internasional. Suatu
perusahaan asing secara sadar/ tidak, membawa tata nilai budaya negara asalnya,
yang berlainan dengan tata nilai masyarakat setempat, sehingga memungkinkan
terjadinya bentrokan sosial budaya antar kedua belah pihak.
Aspek sosial budaya ini dapat mempengaruhi fungsi-fugsi manajemen,
pemasaran, sumber daya manusia, produksi, dan strategi perusahaan.
Aspek poltik
Aspek politik tergolong kritis dalam perlusan operasi perusahaan
internasional. Perusahaan multinasional biasanya melakukan analisis resiko
politik terhadap negara yang menjadi wilayah operasinya tidak mengherankan
bagi suatu perusahaan untuk tidak melakukan investasi di negara yang mengalami
peperangan atau instabilitas politik dalam negeri sikap ini didasari akan
kekhawatiran akan perubahan situasi politik yang bisa merugikan operasi
perusahan multinasional.
Aspek ekonomi
Lingkungan ekonomi beserta perubahannya, baik didalam maupun di luar
negeri, berpengaruh terhadap kegiatan perusahaan internasional. Pertumbuhan dan
perubahan struktur ekonomi, yang merupakan unsur penting, sering menjadi
perhatian oleh perusahaan-perusahaan multinasional dalam melakukan kegiatan
bisnis internasionalnya. Unsur-unsur tersebut turut menentukan tingkat penawaran
dan pemasaran dalam kegiatan bisnis internasional.
PERLINDUNGAN KEPENTINGAN BISNIS DAN
UNIFIKASI HUKUM PERDATAPENTINGNYA UNIFIKASI
Pluralisme hokum dalam system hukum perdata internasional merupakan
sumber masalah dalam kegiatan bisnis . masalah ini antara lain mengakibatkan
timbulnya keraguan dan kekhawatiran pihak-pihak pelaku bisnis terhadap
keamanan, kepastian dan jaminan perlindungan hukum yang mereka peroleh
maka pluralisme sangat berpengaruh terhadap konsistensi penerapan prediksi-
prediksi bisnis yang pada akhirnya sering mengakibatkan batalnya suatu transaksi
karena tidak sahnya kontrak.
Seluruh system hukum di dunia pada prinsipnya dapat diklasifikasikan atas dua
kelompok besar ,yaitu:
a)Eropa Kontinental (civil law system) :
a.1) mengutamakan sistem hukum tertulis
a.2) mengutamakan prinsip nasionalitas
a.3) hukum yang berlaku adalah hokum Negara tempat jawaban atas penerimaan
penawaran itu diterima kembali oleh pihak yang melakukan penerimaan
b)Anglo Saxon (common law system) :
b.1) mengutamakan system hokum kebiasaan
b.2) menguatamakan prinsip domisili,
b.3) hukum yang berlaku terhadap suatu kontrak adalah hokum post-box
yaitu ,hokum tempat penerimaan Dalam bidang penanaman modal menurut
hukum Indonesia ( Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1967 , tentang Penanaman Modal
Asing ) ,perusahaan dibentuk dengan bentuk badan hukum (PT) Indonesia adalah
berstatus atau berkewarganegaraan Indonesia.
Fungsi unifikasi HPI antara lain :
untuk melenyapkan keraguan terhadap jaminan kepastian dan
perlindungan hukum
untuk melapangkan lintas hubungan internasional dalam bidang
keperdataan ,termasuk bisnis internasional
DUA SISTEM UNIFIKASI Istilah unifikasi sama dengan makna pengharmonisan (harmonazition)
keragaman sistem hukum yang ada untuk membentuk uniformitas system hokum
yang di berlakukan untuk semua negara yang menerimanya .
Dalam persfektip hukum perdata internasioanl jalan menuju unifikasi ini dapat
diklasifikasikan atas dua jenis yaitu:
penyatuan hukum
Penyatuan hukum adalah tindakan pengubahan sistem hukum perdata
internasional intern negara-negara , yang turut serta dalam tindakan demikaian itu,
menjadi system hokum perdata internasional (konvensi) yang diberlakukan di
antara mereka atau termasuk terhadap pihak (Negara) lain yang menerima untuk
di ikat oleh konvensi demikian.
penyatuan kaidah-kaidah hukum
Penyatuan kaidah-kaidah hukum adalah tindakan untuk menyatukan
(hanya) kaidah-kaidah hokum perdata internasional negara-negara yang
menyutujui tindakan demikian untuk dibentuk satu kesatuan kaidah (konvensi)
yang kelak dapat di gunakan oleh hakim untuk memutuskan perkara yang
dihadapinya .
KONFERENSI DEN HAAG 1893
Konferensi ini pada mulanya melibatkan negara-negara intern Eropa, dan
kemudian melibatkan negara-negara dikawasan Asia seperti : jepang (1904),
inggris (1951), Turki (1956) , Israel dan Republik Persatuan Arab (1960) ,
Amerika Serikat (1964) , Canada (1968) , Negara-negara Amerika Latin.
Sejak Tahun 1951 konferensi ini ini mencapai bentuk permanen , konferensi ini di
selenggarakan empat Tahun sekali secara berkala , hingga kini telah di bahas
puluhan topik penting dan di hasilkan sekitar 26 konvensi
Konvensi yang bersifat perdata lintas batas Negara itu anatara lain :
1.C) Convention Relating to Civil Procedure (March 1, 1954)
Mengatur masalah sistematik pembuktian di luar negeri, yaitu dengan cara
commission rogatoire , juga mengenai syarat penyetoran uang jaminan ongkos
perkara terhadap orang asing (sautio judicatum sovi)
2.C) Convention on the Law Aplicable to International Sales of Goods (june
15,1955)
Mengatur tentang hukum yang harus dipakai dalam transaksi jual beli ,
dan beberapa pengecualian terhadap pihak penjual
3.C) Convention Concerning the Recognition of legal Personalities of Foregin
Companies , Association and Foundation (june 1,1956)
Konferensi ini mengatur tentang pengakuan terhadap badan hukum ,badan
usaha , perkumpulan dan yayasan – yayasan asing yang beroperasi di wilayah
suatu Negara ,adalah bahwa hokum berlaku , yaitu hokum tempat dimana badan
usaha itu didirikan (place of incorporation).
4.C) Convention on the Jurisdiction of The Selected Forum in the cases of
International sales of Good (April 15,1958)
Konvensi ini mengatur tentang pilihan forum dan pilihan hakim yang
ditentukan sendiri oleh para pihak sehubungan dengan jual beli internasional yang
dilakukannya.
5.C) Convention Abolisihing Requirements of Legalization for Foreign Public
Documents (Oct 5,1961)
Konvensi ini mengatur tentang penghapusan syarat legalisasi dokumen-
dokumen yang telah dibuat di luarnegeri yang hendak di pergunakan dalam suatu
perkara yang sedang berlangsung dimuka pengadilan negara lain.
6.C) Convention on Testamentary Dispositions (Oct 5,1961)
Konvensi ini mengatur tentang bentuk formal suatu testament yang di buat
di luar negeri .konvensi ini mengutamakan prinsip p=favour testamentis.
7.C) Convention on the Service Abroad of Judicial and Extra-Judicial
Documents in Civil or Commercial Metters (Nov 15,1965)
Konvensi ini mempermudah cara penyampaian panggilan dan
pemberitahuan resmi perkara-perkara perdata yang diselsaikan di luar negeri .
8.C) Convention on the Choice Court (Nov 15, 1965 )
Konvensi ini menegaskan diakuinya prinsip kebebasan para pihak memilih
forum pengadilan, hukum , dan hakim untuk menyelsaikan sengketa- sengketa
yang timbul dari kontrak yang dibuatnya
9.C) Convention on Recognition and Execution of Foreign Judgments in Civil
and Commercial Matters (1966)
konvensi ini mengatur tentang pengakuan dan pelaksanaan keputusan
dalam perkara perdata dagang yang diucapkan hakim di luar negeri di forum luar
negeri
10.C) Convention on the Taking of Evidance Abroad in Civil or Commercial
Matters (1968)
Konvensi ini di maksudkan untuk memudahkan pemanggilan dan
pendengaran saksi-saksi yang berada di luar negeri ,memudahkan pengambilan
bukti-bukti yang berada diluarnegeri ,bagi sutu proses di pengadilan perkara-
perkara perdata dan dagang yang berlangsung berada di suatu negara .
11.C) Convention on the Law Applicable to Trafic Accident (1968)
Konvensi ini imengatur tentang hokum yang berlaku terhadap tanggung
jawab sipil yang bersifat non-contractual ,yang muncul dari kecelakaan perjalanan
di manapun kecelakaan itu di adili.
INISIATIF GLOBAL
1. Inisiatif Unidroit
Unidroit adalah sebutan umum untuk insitut Unifikasi Hukum Perdata.Unidroit
merupakan badan internasional yang dibentuk atas seponsor Liga Bangsa-
Bangsa , berkedudukan di Roma ,bertujuan menciptakan cara untuk
mengharmonisasikan dan mengkoordinasikan ketentuan-ketentuan hokum perdata
dari negera-negara anggotanya dan mempromosikan penerimaan system hokum
perdata yang uniform.
Usaha dan hasil-hasil penting dari badan ini adalah :
a) konvensi uniform tentang jual beli internasional benda-benda
bergerak(Convention Relating to a Unifrom law The International Sale of Goods-
1964)
b) kontrak jual beli benda-benda bergerak (Convention Relating to a Unifrom Law
on the Formation of Contracts for the International sale of goods(1964)
pertemuan badan ini adalah :
1) membahas masalah metodologi unifikasi hokum untuk tingkat
universal ,regional dan juga tingkat federal
2) membahas masalah hakim setiap negara terhadap bentuk hukum uniform ini
3) membahas masalah karakteristik unifikasi
4) masalah teknis berkenaan dengan pemberian bantuan untuk negara -negara
berkembang dalam pembentukan unifromitas hokum dari pertemuan itu
menghasilkan a body of uniform law doctrin
2. Inisiatif Liga Bangsa-Bangsa
Beberapa prestasi penting dalam unifikasi HPI adalah, konvensi Jenewa
tentang Wesel (1930) ,Cek ( 1931) protocol-protokol Jenewa (1932) tentang
klusula-klusula arbitrase ,dan konvensi Jenewa (1927) tentang pelaksanaan
keputusan arbitrase luar negeri
3. Inisiatif PBB
a. Dalam Bidang Hukum Dagang Internasional (UNCITRAL)
Pada tanggal 20 Desember 1965 telah menetapkan sebuah resolusi ,
Resolusi PBB 2102 (XX) , yang di maksudkan untuk mempromosikan
pembangunan HPI yang progresif ,khususnya dalam bidang
perdagangan ,kelahiran Resolusi ini di prngaruhi oleh akibat perbedaan system
hokum antar Negara dalam bidang itu.
PBB berdasarkan usul wakil Hunguria , telah membentuk komisi hokum
perdagangan UNCTRAL (united Nations Commission on International trade
Law) ,di bentuk berdasarkan Resolusi PBB 2205 (XXI). ,17 Desember 1966 dan
bertugas untuk meningkatkan harmonisasi progresif dalam bidang hokum dagang
internasional
Hasil terpenting lembagaini adalah UNCITRAL arbitration rules, konvensi
jual beli internasional dan konvensi tentang pengangkutan barang dari laut .Rules
Arbitrase UNCITRAL mengatur tentang proses penyelsaian sengketa melelui
arbitrase.
b. Pengakuan dan Pelaksanaan Keputusan Arbitrase Luar Negeri
untuk masalah ini PBB telah membentuk sebuah konvensi New York
(1958 menggantikan Konvensi Jenewa (1927).Kelebihan Konvensi New York
adalah di hapuskannya syarat timbale balik dan syarat permintaan exequatur
double, yang yang sebelumnya ditampung di dalam konvensi Jenewa 1927.
c. Tentang Milik Perindustrian
perhatian PBB terhadap masalah ini adalah adanya kerja sama PBB
dengan United International Bureau for the Protection of Industrial
Property ,tentang model Law for Develoving Countries on Inventions (1965).
INISIATIF REGIONAL
1. Komisi Ekonomi Regional PBB dan Badan Regional Lainnya.
Atas dukungan PBB usaha-usaha Unifikasi badan-badan regional yang
aktif dalam bidang ini antara lain:ECE (Economic Commission for
Europe),AALCC (Asian African Legal Consultative Committee).
2. Negara-negara Asia Afrika
Kerja sama melalui Negara-negara Asia Afrika ,dalam unifikasi perdata
dilakukan melalui suatu komite konsultatif hokum yang di sebut Asian African
Legal Consultative Committee .komite didirikan di New Delhi (1951) bertujuan
untuk menyiapkan ususlan-usulan amandemen dan modifikasi yang telah
disiapkan oleh UNCITRAL ,untuk menyesuaikan draft itu dengan karakteristik
kebutuhan Asia Afrika ..hasil kerja nyata dari komite ini adalah Arbitration
Center. Berkedudukan di kuala lumpur dan kairo (1979)
3.Usaha Negara-negara ASEAN
Kendatipun telah memiliki ASEAN Concord ,sebagai dasar kerjasama
hokum, ini belum menunjukan hasil .Olehkarenaitu kerjasama pada tingkat
regional harus secepatnya direalisasikan .Hal ini penting terutama setelah
terbentuknya AFTA (ASEAN Free Trade Area)
USAHA ORGANISASI – ORGANISASI NON PEMERINTAH
1. Usaha International Chamber of Commerce
Rules of Conciliation and Arbitration of The ICC adalah salah satu hasil
penting dari usaha komite ini dalam bidang penyeragaman pandangan tentang
penyellsaian sengketa dagang .
2. Usaha International Maritime Committee (IMC)
Komite ini menyelenggarakan unifikasi hokum maritime perdata pada
tingkat global .salah satu hasilnya adalah convention for the unification of Certain
Rules Relating to Bills of Lading.
3. Dalam bidang angkutan udara
Dalam bidang angkutan udara adalah Konvensi Warsawa 1929
(convention for the Unification of Certain Rulles Relating to International
Transportion Warsaw Convention 1929) di tandatangani di warsawa pada 12
oktober 1929
Konvensi ini menganut prinsip berkewajiban membayar ganti rugi dalam hal
terjadi kerugian atau meninggalnya penumpang selama proses pengangkutan ,
kecuali pengangkut telah mengambil tindakan pencegahan sebagaimana
seharusnya (psl 17,18,20 konvensi)
Konvensi ini setelah perang dunia II mengalami banyak perubahan
misalnya :perubahan yang dilakukan dengan protokol The Hauque 1955
PERLINDUNGAN KEPENTINGAN BISNIS
MELALUI KECERMATAN BERKONTRAK
(CHOICE OF LAW)SumberMasalah dalam Berkontrak
Kontrak tidak selalu menguntungkan pihak pemakainya. Dalam keadaan
tertentu bentuk hukum ini bahkan dapat menyulitkan pemakainya. Mereka harus
berhadapan dengan risiko-risiko, yang kadang-kadang sulit diperhitungkan sejak
awal, yang timbul dan sifat-sifat dasar kontrak. Dua sumber masalah yang sering
menjadi pemicu timbulnya sengketa adalah: pertama, kecermatan dalam
berkontrak, dan kedua, itikad baik para pihak (good faith).
Sumber pertama berkaitan dengan wawasan hukum pihak-pihak
pembentuk kontrak, keahlian para pihak menggunakan saluran-saluran hukum
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kontrak, Kemampuan para
pihak atau kuasa hukumnya memperhitungkan risiko yang dapat timbul dan setiap
klausula yang ditetapkan dalam kontrak, kemampuan bernegosiasi, kemampuan
memperhitungkan kelengkapan materi kontrak dan kecermatan dalam membuat
rumusan-rumusan klausula yang dapat memperkecil risiko dan membangun
kontrak yang bersifat bersih, terbuka, dan adil (bonaficle).
Sumber kedua berkaitan dengan kejujuran dn kualitas mental para pihak.
Tidak sedikit pelaku bisnis menyimpan niat atau strategi bisnis, untuk
mewujudkan
Pengertian mi ditransformasikan dan pengertian hukum perdata irternasonai.
Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasioncal Indonesia, 1987
(seianjutnya disebut Sudnrgo Gautama H) him. 3, 21 dan 26. Lihat juga Sunaryati
Hartono, Pokokpokok Hukum Perdata Intentasional, 1989 him. 12. Juga Sudargo
Gautama, Kantrak Dagang Inte,nasionai, 1976 (seianjumya disebut Sudargo
Gautama 111), him. 7.
° Sudargo Gautama I, oci, him. 175.
° Sudargo Gautama, Kapita Seiecta Hukum Perdata Internasionai, 1983
(aeianjumya disebut Sudargo Gautama IV), hIm. 72.
target-target bisnisnya, yang secara sengaja disembunyikan atau tidak
dimasukkan sebagai item pembicaraan dalam negosiasi. Target-target demikian
dalam dunia bisnis sering disebut irrtplied target, yaitu target bisnis yang secara
sengaja tidak ditawarkan Secara eksplisit dalam proses negosiasi dan secara diam
- diam hendak diwujudkat melalui kelemahan-kelemahan klausula pihak lawan
yang secara sengaja dikoridisikan demikian,
Sumber tersebut juga berkaitan dengan konsistensi atau perubahan sikap
mental (mental stream) para pihak. Dalam kondisi tertentu, entah karena keadaan
yang terdesak yang membuat suatu pihak terpaksa berbuat apa saja sekadar untuk
mempertahankan kelanjutan usahanya atau karena ingin melipatkan keuntungan
dengan jalan pintas, pihak-pihak tententu sering kali berubah pikir dan
menyimpangi apa yang semula disepakatmnya dalam kontnak. WaIaupun sangat
dikecam, karena bertentangan dengan prinsip-pninsip hukum kontrak, praktek-
praktek itu sangat sulit dihapuskan. Para penganut teori hukum alam (natural law)
memaklumi keadaan demikian sebagai sifat almiah suatu tradisi bisnis. Oleh
karena itu, sebagai kompensasinya, mereka menganjurkan masyarakat untuk tidak
berusaha melenyapkannya, tetapi meredam dampak buruk sifat demikian melalui
pemanfaatan kecerdasan dan kecermatan benkontrak. Sebuah kontrak harus
dibentuk dengan memperhitungkan segala kondisi yang berpengaruh, baik yang
ada pada saat kontrak dibentuk maupun yang mungkin timbul di kemudian hari
saat kontrak dilaksanakan. Hakikat suatu negosiasi bisnis dan pembentukan
kontrak bisnis adalah pengaturan materi bisnis dan perhitungan terhadap risiko
yang mungkin timbul.
Sumber penting masalah yang juga sangat berpenganuh terhadap
penyusunan kontrak yang adil adalah berkembangnya fenomena kontrak standar.
Kontrak ini, dalam perspektif praktek bisnis Indonesia, umumnya disodorkan
secara sepihak oleh pihak mitra asing kepada pihak mitra Indonesia. Pihak
Indonesia, terhdap kontrak-kontrak demikian ini, sering kali lalai, atau jika
disadari, sering kali gagal melakukan koreksi terhadap bagian-bagian kontrak
yang dapat meruikan. Kelalaian atau kegagalan itu umumnya disebabkan oleh dua
hal: pertama, kuatnya bargaining position mitra asing; atau kedua, lalainya mitra
Indonesia terhadap rumusan-numusan perjanjian yang dapat merugikan pihaknya.
Sebab pertama, umumnya disebabkan oleh keterpusatan modal, keahlian,
manajemen, informasi, dan faktor-faktor produksi lainnya pada pihak mitra asing,
serta kelebihan mereka dari segi pengalaman berkontrak atau bernegosiasi.
Sementara itu sebab yang kedua umumnya disebabkan oleh keahlian pihak asing
dalam merumuskan klausula kontrak sehingga tampak sederhana, lugas, dan
mutualistis.
Sumber-sumber masalah demikian, untuk keperluan perlindungan
kepentingan bisnis, pembentukan kontrak yang wajar dan adil, sebaiknya
dipelajari secara cermat agar dapat digunakan sebagai upaya untuk menghindari
risiko-risiko berkontrak yang merugikan.
Lemahnya Perlindungan Hukum di Indonesia
Masalah lemahnya jaminan perlindungan hukum Indonesia terhadap
kepentingan pihak mitra Indonesia merupakan akibat dan lemahnya sistem hukum
kontrak yang berlaku di Indonesia, termasuk kurang progresifnya Indonesia dalam
memanfaatkan potensi hukum internasional untuk keperluan perlindungan
demikian itu.
Sistem hukum kontrak Indonesia, hingga saat ini, masih didasarkan
kepada Pasal 1338 KUH Perdata (BW) yang mensyaratkan terbentuk dan sahnya
perjanjian berdasarkan kesepakatan para pihak. Padahal dewasa ini cenderung
berkembang bentuk-bentuk kontrak standar yang umumnya, diberlakukan oleh
pihak mitra asing. Kontrak standar adalah formulasi kontrak yang rumusannya
telah ditentukan (ditetapkan) secara sepihak oleh salah sam pihak transaksi, dalam
konteks mi, mitra asing yang akan menjadi mitra bisnis pihak mitra Indonesia.
Pihak Indonesia, umumnya, memiliki kesempatan sangat kecil untuk
menegosiasikan kepentingannya. Transaksi yang berlaku adalah transaksi take it
or leave it, mau menerima atau tidak, dan karena alasan-alasan tertentu, pihak
Indonesia umumnya cenderung menerima. Pola-pola seperti ini harus dihindari
dengan cara-cara berkontrak yang lebih baik. Pihak mitra Indonesia harus
mengusahakan perlindungan hukum sendiri, sementara ketentuan hukum nasional
belum mengakomodasikan kebutuhan demikian itu, untuk keperluan perlindungan
kepentingan bisnisnya melalui mekanisme dan cara-cara berkontrak yang lebih
cermat.
Sebab-sebab lain yang juga sangat berpengaruh terhadap kelemahan
demikian itu adalah kurang progresifnya Indonesia memanfaatkan fasilitas -
fasilitas perlindungan hukum yang disediakan oleh hukum internasional. Terdapat
sejumlah ketentuan yang dapat dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan itu,
seperti: GATT Anti-Dumping Code, dau beberapa konvensi intemasional penting
lamnnya seperti Convention on the law applicable tointernational sales of goods
(1955).
Kendatipun kini terdapat perkembangan yang sangat menggembirakan,
yaitu dengan aktifnya keterlibatan Indonesia dalam pendesainan dan
penandatanganan perjanjian-perjanjian yang bersifat melindungi pelaku bisnis,
seperti penandatanganan WTO Agreement, harus disadani bahwa kapasitas
perjanjian itu sangatlah terbatas, yaitu terbatas pada transaksi-transaksi bisnis
yang dilakukan dalam kerangka WTO. Dalam hal penyelesaian sengketa, juga
ditentukan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa (Disputes Settlement Body) WTO
hanya berurusan dengan sengketa-sengketa yang timbul dan akibat pelaksanaan
perjanjian
( WTO Agreement) dan sama sekali tidak berkaitan dengan penjanjian yang
bersifat privat, yang dibuat untuk suatu transaksi antar perusahaan. Jika suatu
perusahaan merasa dirugikan akibat tindakan proteksi suatu negara, keluhan itu
harus disampaikan kepada pemerintahnya yang akan menyelesaikan hal tersebut
melalui kenangka penyelesaiari sengketa WTO.
Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa untuk masalah-masalah yang
bersifat privat; yang berkaitan dengan transaksi bisnis internasional, tetap berlaku
hukum kontrak. Oleh karena itu, subyek bisnis, tetap harus mengusahakan
perlindungan sendiri melalui kontrak yang dibentuk dan akibat-akibat perilaku
curang mitra bisnisnya.
Cara Berkontrak
Masalah di atas tidak dapat dihindari dengan cara menghindarkan
penggunaan kontrak dalam suatu transaksi bisnis. Hingga saat ini belum ada
instrumen hukum lain yang dapat digunakan sebagai instrumen pengganti, untuk
menggantikan kedudukan kontrak sebagai instrumen pengikat suatu hubungan
bisnis. Sejak abad ke-16 masyarakat bisnis telah mengakui instrumen itu sebagai
satu-satunya instrumen yang paling sesuai dengan sifat-sifat bisnis yang
mengutamakan kelenturan dan efisiensi.
Belakangan, pengakuan tersebut dikukuhkan oleh berbagai kecenderungan
yang muncul dalam praktek bisnis internasional, seperti perkembangan berbagai
bentuk kontrak, sesuai dengan obyek atau materinya.
Masyarakat bisnis sebaiknya mengetahui tata cara berkontrak14yang aman, yang
dapat menghindarkan mereka dan risiko-risiko merugikan. Secara praktis dapat
digunakan cara-cara berikut. Pertama, memilih mitra bisnis secara selektif.
Hendaknya dipilih mitra yang bonafide atau memiliki neputasi dan kapasitas
“GATT 1994, Tantangan dan Peluang, XI-1. ‘ Mengensi tahap-tahap dan
cara-cara mi, dapat diperiksa Schaber, Gordon D and Rohwer, Claude D.,
Contracts in a Nutshell, Second Edition, West Publishing Co, St. Paul. Minn.,
1984. Jugs Lusk, Harold F., Business Law, Richard D. Irwin, INC., Homewood,
Illinois, 1966, hIm. 82-323.
bisnis yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menjaring informasi
yang selengkap-lengkapnya. Kedua, memanfaatkan jasa konsultan yang memiliki
kualifikasi keahlian untuk menyusun draft maupun untuk me-view kontrak.
Ketiga, menyediakan informasi selengkap-Iengkapnya tentang sifat dan kapasitas
bisnis yang akan digelar. Keempat, memanfaatkan jasa negosiator yang
profesional. Jasa ini umumnya tersedia pada konsultan tertentu yang sekaligus
menyediakan jasa mediasi. Kelima, merumuskan kontrak secara ringkas, cermat
dan selengkap-Iengkapnya, termasuk pencantuman klausula-klausula pilihan
hukum dan penyelesaian sengketa.
Secara ringkas, upaya-upaya tersebut dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu, pertama, memilih mitra bisnis yang bonafide, dan kedua, memanfaatkan
jasa konsultan yang memiliki kualifikasi keahlian dalam bidang itu.
Dalam kehidupan praktis, para pelaku bisnis sebaiknya mengetahui
berbagai aspek yang harus diperhatikan dalam membentuk kontrak, seperti status,
kapasitas, dan bonafiditas setiap pihak, karakteristik obyek kontrak, serta masalah
pilihan hukum dan pilihan terhadap bentuk penyelesaian sengketa yang akan
digunakan.
Setiap pihak sebaiknya mengetahui secara pasti status dan potensi
ekonomis pihak yang akan dijadikan mitra kontraknya. Dalam hal kerja sama
modal atau pemasaran, sebaiknya diketahui: statusnya, sebagai induk atau cabang
perusahaan; permodalan, omset, dan luas pasarnya; bonafiditas serta riwayat
perkembangan dan praktek bisnisnya. Kelalaian terhadap hal ini dapat melahirkan
berbagai masalah yang berkaitan dengan penuntutan tanggung jawab terhadap
akibat pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh salah satu pihak, luas kewajiban
yang harus dilaksanakan sehubungan dengan kerja sama yang dibentuk, porsi
pembagian keuntungan yang dihasilkan kerja sama, luas tanggung jawab setiap
pihak terhadap pihak ketiga, dalam hal tirnbul kerugian terhadap pihak ketiga
akibat penerapan kontrak yang dibuat.
Hal kedua yang harus dicermati adalah masalah obyek kontrak. Para pihak
sebaiknya mengetahui dengan pasti karakteristik obyek kontrak yang akan
diperjanjikannya, serta implikasi dan setiap rumusan kontrak yang dibentuk
sehubungan dengan obyek tersebut. Kelalaian terhadap hal ini dapat menimbulkan
berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan serta akibat - akibat
pelaksanaan kontrak, termasuk keuntungan yang seharusnya diperoleh.
Para pihak juga perlu menentukan hukum yang akan digunakan sebagai
dasar dan kontrak yang dibentuk, termasuk sistem hukum dan cara penyelesaian
sengketa yang akan dipilih untuk menyelesaikan sengketa yang timbul, secara
langsung maupun tidaklangsung, dan akibat penerapan kontrak. Masalah ini
sangat penting terutama dalam kaitan dengan kontrak yang dibuat untuk keperluan
transaksi bisnis internasional. Untuk keperluan ini, para pihak sebaiknya
mengetahui dengan pasti sistem hukum (dornestik nasional) suatu negara yang
akan dipilih sebagai dasar kontrak maupun dasar penyelesaian sengketa.
Pengalaman terhadap hal ini dapat menimbulkan masalah berupa kekaburan status
atau kesahan kontrak yang dibentuk; kekacauan dalam penyelesaian sengketa,
karena kekaburan sikap terhadap lembaga penyelesaian sengketa yang akan
digunakan; dan ketidakjelasan hukum yang dipilih sebagai dasar penyelesaian
sengketa. Simpul akhir dan masalah-masalah ini adalah inefisiensi, yang dapat
berpengaruh buruk terhadap pelaksanaan prediksi - prediksi bisnis serta
pewujudan keuntungan.
Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional Melalui Arbitrase
PendahuluanPenyelesaian sengketa yang bersifat sederhana dan efektif adalah idaman penyelesaian yang menjadi favorit bagi setiap pihak yang terlibat dalma suatu transaksi bisnis. Sudah tak bisa disangkal lagi bahwa suatu sengketa adalah penghambat mutlak bagi perwujudan ide-ide bisnis.Hal ini menjadi sangat pwerlu diperhatikan terutama dalam kaitan dengan visi bisni yang mendasari kegiatan demikian itu, yaitu efisiensi dan profit.PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
A. Melalui ArbitraseKelebihan Arbitrase adalah setiap sengketa hukum yang muncul dari kontrak dagang internasional pada dasarnya dapat diselesaikan melalui peradilan nasional suatu Negara atau arbitrase, yang sepenuhnya dapat ditentukan oleh pihak-pihak bersangkutan.Akan tetapi pada kenyataanya terdapat kecenderungan pihak asing lebih memilih arbitrasesebagai forum penyelesaian sengketa.Alasan dari seringnya kecenderungan ini adalah:a. Tidak terdapat badan peradilan internasional yang dapat mengadili
sengketa-sengketa dagang internasional.b. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase bersifat cepat dan murah. Sifat
cepat berhubungan dengan proses dan prosedur arbitrase yang cenderung lebih sederhana dibandingkan dengan prosedur biasa. Sifat ini sangat dibutuhkan masyarakat bisnis sehubungan dengan sifat bisnis internasional yaitu efisiensi dan berorientasi kepada profit.
c. Tidak banyak formalitas.d. Dapat dihindarkan dari efek negatif suatu publikasi. Hal ini sangat
penting sehubungan dengan sifat confidentio dari pertimbangan-pertimbangan arbiter dalam memutuskan perkara. Tidak seluruh hal yang berkaitan dengan sengketa yang diputus baik untuk diketahui umum.
e. Kekhawatiran terhadap kualitas forum peradilan nasional.f. Pembebasan diri dari forum hakim nasional. Hal ini dilakukan dengan
menetapkan arbitration clause dalam kontrak, yaitu klausula tentang forum yang akan digunakan dalam penyelesaian sengketa. Melalui klausula itu para pihak menentukan bahwa mereka, jika kelak timbul sengketa dari ikatan bisnis yang dibentuknya, akan menggunakan
forum arbitrase luar negeri, seperti arbitrase menurut ICC (International Chamber of Commerce) Paris.
g. Pencegahan terjadinya forum shopping. Forum Shopping adalah cara pemilihan forum penyelesaian sengketa oleh para pihak, yang dimaksudkan untuk menguntungkan dirinya.
h. Pencegahan pengadilan ganda terhadap kasus yang sama. Hal ini sering timbul akibat perbedaan penafsiran para pihak.
Kelemahan Arbitrase dan Jalan KeluarnyaKelemahan paling mendasar dari forum arbitrase adalah pada pelaksanaan keputusannya. Misalnya, pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri berkenaan dengan asset atau harta perusahaan yang terletak di negara pihak yang dikalahkan.Suatu keputusanarbitrase dapat sama sekali kehilangan kekuatannya jika salah satu pihak atau pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa tidak memenuhi syarat bonafiditas. Jika hal demikian tidak ada, suatu forum arbitrase dapat menjadi forum yang sangat lemah, seperti:
a. Berubahnya forum arbitrase menjadi forum yang sangat mahal. Hal ini dapat terjadi jika pihak yang kalah mengelak untuk melaksanakan kewajiban, tidak mentaati keputusan.
b. Forum ini digunakan untuk menghindari kewajiban, misalnya dengan cara membuat penafsiran-penafsiran yang berbeda tentang unsur-unsur perjanjian, misalnya terhadap unsur penentuan adanya sengketa dan unsur kewenangan arbitrase.
c. Forum ini digunakan untuk melakukan penyelundupan hukum . Misalnya, menggunakan forum itu untuk forum shopping. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat penafsiran-penafsiran yang berbeda terhadap syarat penentuan adanya sengketa dan yurisdiksi arbitrase.
Perumusan Klausula ArbitrasePenentuan penggunaan dan pilihan arbitrase akan digunakan dalam menyelesaikan sengketa bisnis sebaiknya dinyatakan dengan tegasdalam kontrak bisnis yang dibentuk. Hal ini penting berkenaan dengan keragaman jenis arbitrase, nasional, regional, universal, seperti: URA (Uncitral Arbitration Rules);Arbitrase AALCC(Asian African Legal Concultative Committee); dan Arbitration rules dari ICC (International Chamber of Commerce), disamping masing-masing ketentuan itu memang menghendaki agar arbitration clause dalam setiap kontrak yang dibentuk dinyatakan dengan tegas.
Prosedur Arbitrase Menurut ICC (ARICC)
1. Pengajuan PermintaanPermintaan dapat diajukan langsung atau melalui suatu komite nasional kepada Sekretariat Arbitrase. Permintaan harus berisi:a. Nama lengkap,keterangan, dan alamat-alamat para pihak.b. Tuntutan penuntut.c. Persetujuan, khususnya ersetujuan tentang pilian arbitrase atau
dokumen dan informasi lainnya yang dapat menjelaskan sengketa.d. Hal-hal yang bersifat khusus, seperti masalah kebangsaan arbiter,
jumlah arbiter, dan lain-lain.2. Sekretariat
Sekretariat akan mengirim dokumen gugatan itu kepada tergugat untuk dijawab sebagaimana mestinya.
3. Jawaban TergugatTergugat, dalam jangka waktu 30 hari sejak penerimaan dokumen gugatan, harus membuat komentar tentang jumlah arbiter, prosedur pemilihan, dan penunjukannya. Bersamaan dengan itu ia juga harus membuat sanggahan dan melengkapinya dengan dokumen yang relevan.
4. Counterclaim Jika tergugat ingin sekaligus mengajukan sanggahan(counterclaim), dalam waktu yang sama, tergugat juga harus mengirim sanggahan demikian itu kepada Sekretariat.
5. Pemeriksaan Pemeriksaan perkara oleh hakim arbitase dilakukan segera setelah para pihak memenuhi syarat dan prosedur pendahuluan.
6. KeputusanPemeriksaan tersebut akan diakhiri dengan pengambilan keputusan atas persetujuan pihak-pihak. Batas pengambilan keputusan adalah 6 bulan. Keputusan yang telah ditandatangani hakim akan diberitahukan kepada para pihak oleh Sekretariat. Keputusan itu bersifat final.
Prosedur Arbitrase Menurut BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)Prosedur penggunaan jasa badan arbitrase menurut Peraturan Prosedur Arbitrase pada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (PRABANI) adalah sebagai berikut:
1. Pengajuan Permohonan
Permohonan itu harus memuat:
a. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak.b. Uraian singkat tentang duduk perkara.c. Petitum.
d. Dilampiri perjanjian yang memuat klausula arbitrase.e. Dilampiri surat kuasa, dalam hal permohonan itu diajukan melalui
pihak lain yang diberi kuasa untuk itu.f. Penunjukan arbiter atau penyerahan hal itu kepada BANI.
2. Pemeriksaan PerkaraArbitrase akan memeriksa perkara, sesuai dengan PRA-BANI, melalui suatu proses persidangan setelah para pihak memenuhi seluruh proses atau syarat pendahuluan. Proses dan syarat pendahuluan itu antara lain:a. Melunasi biaya administrasi pendaftaran.b. Penetapan yurisdiksi arbitrase, menyatakan penerimaan atau
penolakan terhadap hal itu.c. Jika diterima, dilanjutkan dengan penetapan arbiter.
Sidang tersebut diakhiri oleh para pihak.3. Gugurnya Gugatan
Gugatan dinyatakan gugur jika pada hari yang ditetapkan penggugat tanpa alasan yang sah tidak dating menghadiri siding.
4. Penetapan Keputusan Penetapan keputusan dilakukan berdasarkan proses pemeriksaan perkara. Keputusan itu berlaku sebagai keputusan final (menikat secara langsung) bagi para pihak.
5. Isi KeputusanKeputusan berisi antara lain:jangka waktu pelaksanaan kewajban menurut keputusan, serta jalan keluarnya dalam hal kewajiban pemenuhan demikian tidak dilakukannya.
UNCITRAL Arbitration RulesArbitration Rukes of Nations Commission on International Trade Law
(AR UNCITRAL-UAR) adalah Kaidah hukum yang dimaksudkan untuk mengatur penyelesaian sengketa dagang yang timbul dari sengketa dagang internasional, yang oleh para pihak, melalui suatu arbitration clause, ditunjukkan oleh para pihak sebagai kaidah untuk dasar penyelesaian sengketanya. Kidah ini bersifat optional, artinya tidak mengikat para pihak untuk memilih atau memakainya. UNCITRAL tidak mendirikan lembaga arbitrase (arbitration institution) berkenaan dengan rules itu. Sistem yang dianut adalah bahwa para pihak dapat memilih lembaga arbitrase tertentu (ad hoc arbitration) untuk menyelesaikan sengketanya, yang dalam melaksanakan fungsinya melakukan UAR. Hal ini dilakukan dengan cara menempatkan klausula tertentu, berkaitan dengan hal itu, didalam kontraknya.
Ruang Lingkup UAR
UAR hanya berlaku untuk sengketa antara para pihak yang secara tegas ( in writing) menyatakan di dalam kontraknya bahwa sengketa mereka akan diselesaikan melalui rules tersebut.
Komposisi Badan ArbitraseKomposisi arbitrase yang dibentuk didasarkan kepada persetujuan pihak-pihak. Jumlah arbiter dapat 1 atau 3.
Pengangkatan ArbiterJika dalam waktu 15 hari belum diperoleh kesepakatan tentang jumlah arbiter bersifat tunggal (1 orang), akan diangkat 3 arbiter.
Penyalahgunaan terhadap ArbiterPenyalahgunaan ini dapat dilakukan dalam hal arbiter yang telah dipilih bersikap tidak adil atau dalam pengaruh pihak lain.
Tempat ArbitraseDalam hal para pihak tidak menentukan tempat arbitrase, temat itu akan ditentukan oleh panitia arbitrase.
BahasaBahasa yang akan ditentukan oleh arbiter setelah pengangkatannya.
Statement of ClaimHarus dinyatakan secara tertulis. Statement demikian harus berisi:a. The name of the partiesb. A statementof the facts supporting the claimc. The pont at issuesd. The relief of remedy sought
Hal ini juga berlaku terhadap statement of defence.
Amandement of ClaimAmandemen terbatas hanya berkaitan dengan arbitration clause yang dibuat itu tidak diperkenankan. Kepada para pihak dapat pula diminta dokumen-dokumen yang diperlukan.
Keputusan ArbitraseJika arbitrase dipimpin oleh 3 orang hakim, keputusan akan diambil berdasarkan pola mayoritas. Keputusan dapat menyangkut seluruh atau sebagian substansi tuntutan. Keputusan itu dibuat dalam bentuk tertulis. Keputusan tidak akan memuat pertimbangan-pertimbangan dan akan dimumkan dengan persetujuan para pihak.
Pengakhiran PemeriksaanPemeriksaan perkara atau acara arbitrase dapat diakhiri selama prosesnya berlansung jika para pihak memintanya demikian atau telah membuat perjanjian damai selama prose situ.
Koreksi Putusan
Koreksi putusan dapat dilakukan berdasarkan permintaan para pihak. Permintaan itu diajukan kepada Panitia Arbitrase.
Keputusan TambahanPara pihak dalam waktu 30 hari sejak keputusan diumumkan, dapat meminta keputusan tambahan, jika ada elemen-elemen tuntutan yang diberi putusan.
Biaya ArbitraseBiaya Arbitrase hendaknya reasonable, dipertimbangkan berdasar factor kesulitan kasusu. Biaya perkara umumnya dibayar oleh pihak yang kalah.
ARBITRASE DAGANG INTERNASIONALSuatu arbitrase dapat dikatakan internasional bila
1. Para pihak saat membuat perjanjian memiliki tempat usaha di negara yang berbeda
2. Tempat arbitrase saat perjanjian ditentukan terletak di luar Negara masing-masing pihak.
3. Tempat pelaksanaan perjanjian sebagian besar berada di luar Negara asal kedua belah pihak yang berhubungan paing erat dengan obyek sengketa
4. Obyek perjanjian arbitrase berhubungan dengan lebih dari satu Negara
Dengan demikian, arbitrasi dagang internasional adalah arbitrase yang menangani sengketa-sengketa yang timbul dari perdagangan internasional.
Hukum yang Harus DipakaiOleh karena kontrak dagang internasional melibatkan pihak-pihak yang terikat hukum yang berbeda, masalah pilihan hukum yang harus dipakai adalah masalah pertama yang akan timbul pada arbitrase. Partij Autonomie adalah suatu prinsip yang mengakui kewenangan perseorangan untuk memilih sendiri hukum yang berlaku bagi perjanjian yag mereka buat. Para arbiter tidak bisa melanggar atau memakai hukum lain yang tela disepakati sebelumnya. Katakanlah kedua belah pihak telah memilih hukum Cina untuk diterapkan dalam sengketa mereka, maka hukum Cina-lah yang harus mereka jadikan pedoman untuk semua pengambilan keputusan yang akan mereka buat.
Penentuan Hukum yang Dipakai Dalam Hal Tidak Adanya Pilihan Hukum1.Presumed Intention of the Parties
Salah satu cara yang digunakan oleh hakim-hakim Inggris adalah dengan melakukan analisis terhadap hukum yang hendak kedua belah pihakberlakukan, hukum yang ada di pikiran kedua belah pihak untuk diterapkan tetapi tidak ada ke-absahan sama sekali bahwa mereka memilih hukum tersebut.
Masalah fatal dalam cara kerja ini adalah kemungkinan menjelmanya hipotesis bahwa pilihan hukum yang hakikatnya merupakan pilihan hukum para hakim, bukan pilihan hukum para pihak
2.Lex Loci ContractusMenurut prinsip ini, hukum yang seharusnya dipakai adalah hukum tempat
dimana suatu kontrak terbentukPrinsip ini mempunyai kelemahan bahwa di kebanyakan kasus, para
pelaku bisnis yang membuat kontrak seringkali tidak bertatap muka secara langsung, bisa melalui web-cam, telfon seluler atau semua media komunikasi yang telah menjadi keharusan di zaman modern ini
3.Post Box Theory and Theory of ArrivalTeori ini adalah teori yang terbentuk untuk mengatasi kelamahan dari teori
Lex Loci Contraxus. Teori ini mengatakan hukum yang diterpkan dalam suatu perjanjian bilamana tidak adanya pilihan hukum oleh para pihak adalah system hukum dimana pihak yang menerima tawaran berada atau hukum tempat dimana pihak penawar berada.
4.Lex Loci SolutionisPrinsip ini juga diarahkan untuk mengatasi kelemahan dari Lex Loci
Contractus. Menurut teori ini, hukum yang harus diterapkan adalah hukum tempat dimana substansi kontrak dilaksanakan.
Persoalan yang kemudian timbul adalah berkenaan dengan kenyataan bahwa suatu kontrak tidak selalu dilaksanakan di suatu tempat.
5.The Most Characteristic Connection TheoryMenurut teori ini, hukum yang diterapkan adalah hukum dari pihak yang
memiliki titik taut yang paling karakteristik dari suatu kontrak ataupun pelaksanaannya.
top related