buku obes 0215
Post on 11-Jan-2016
22 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
REKOMENDASIIKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
Diagnosis, Tata Laksanadan Pencegahan Obesitas
pada Anak dan Remaja
UKK NUTRISI DAN PENYAKIT METABOLIK2014
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
Penyunting: Damayanti Rusli Sjarif; Lanny Christine Gultom; Aryono Hendarto; Endang Dewi Lestari; I Gusti Lanang Sidiartha; Maria Mexitalia
Ikatan Dokter Anak Indonesia2014
Kedokteran – Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun juga tanpa seiijin penulis dan penerbit.
Disusun oleh:Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit MetabolikIkatan Dokter Anak Indonesia
Diterbitkan pertama kali tahun 2014Cetakan Pertama
ISBN
iii
Damayanti Rusli Sjarif
Lanny Christine Gultom
Aryono Hendarto
Endang Dewi Lestari
I Gusti Lanang Sidiartha
Maria Mexitalia
Tim Penyusun
v
SambutanPengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
Salam hormat dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) mengucapkan selamat kepada Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI yang telah menerbitkan ‘Rekomendasi Diagnosis, Tata Laksana, dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja’. Rekomendasi yang dibuat oleh satu organisasi profesi bertujuan untuk memberi panduan dan menyamakan persepsi kepada anggotanya dalam menangani penyakit atau kondisi yang terlihat sangat lebar perbedaannya, sehingga memberikan hasil tata laksana yang tidak optimal dan tentunya merugikan pasien.
Obesitas merupakan masalah yang mulai banyak ditemukan, tidak saja di daerah perkotaan dengan sosial ekonomi yang tinggi, tetapi tidak sedikit pula ditemukan pada anak yang tinggal di daerah pedesaan bahkan dari kelompok sosial ekonomi menengah ke bawah. Penanganan obesitas memerlukan pendekatan tata laksana yang komprehensif, mencakup promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Penanganan obesitas dapat sangat bervariasi, karena banyak faktor yang mempengaruhinya, tidak saja genetik, tetapi juga faktor lingkungan dan kebiasaan yang salah. Oleh karena itu, sangat tepat bila UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI menerbitkan Rekomendasi IDAI tentang Diagnosis, Tata Laksana, dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja. Rekomendasi ini merupakan jawaban dari masalah tersebut dan akan menjadi acuan bagi anggota IDAI.
Semoga dengan memberikan pelayanan kesehatan secara profesional, IDAI dapat lebih berperan dalam mewujudkan konsep ‘child survival, child health and child development’ dalam rangka menyiapkan anak-anak yang sehat untuk Indonesia yang sehat.
Badriul Hegar
Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI 2011-2014
vii
Kata Pengantar
Angka kejadian overweight dan obesitas anak secara global meningkat dari
4,2% pada tahun 1990 menjadi 6,7% pada tahun 2010. Kecenderungan
ini diperkirakan akan mencapai 9,1 % atau 60 juta ditahun 2020. Di
Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, secara
nasional menunjukkan bahwa masalah overweight dan obesitas pada
anak umur 5 sampai 12 tahun berturut-turut sebesar 10,8% dan 8,8%,
sudah mendekati perkiraan angka dunia di tahun 2020. Peningkatan
obesitas tersebut di sertai dengan peningkatan ko-morbiditas yang
berpotensi menjadi penyakit degeneratif di kemudian hari misalnya
penyakit jantung koroner, hipertensi, DM Tipe 2, dll.
Sulitnya tata laksana obesitas menyebabkan pencegahan menjadi
prioritas utama. Kompetensi dokter spesialis anak dalam mendeteksi
dini early adiposity rebound serta menata laksana segera dengan
pendekatan pola makan serta aktifitas yang sehat perlu dimiliki oleh
seluruh dokter spesialis anak di Indonesia.
Untuk mewujudkan hal tersebut, UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI
berinisiatif untuk membuat Rekomendasi Diagnosis,Tata laksana serta
Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja agar terdapat persamaan
persepsi dalam pelaksanaannya.
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membimbing
kami dalam menyelesaikan Rekomendasi ini. Kami menyadari bahwa
Rekomendasi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu diperlukan
masukan dari sejawat dokter spesialis anak yang mengamalkannya.
Akhir kata terima kasih pada PP IDAI atas dukungan moral dalam
penyelesaian Rekomendasi ini.
Tim Penyusun
ix
Tim Penyusun
Sambutan
Kata Pengantar
Daftar isi
Pendahuluan
Rekomendasi 1
Anamnesis
Etiologi dan manifestasi klinis
Pemeriksaan antropometris
Deteksi dini komordibitas
Rekomendasi 2
Pola makan yang benar
Pola aktivitas yang benar
Modifikasi perilaku
Rekomendasi 3
Rekomendasi 4
Farmakoterapi
Terapi bedah
Rekomendasi 5
Pencegahan primer
Pencegahan sekunder
Pencegahan tersier
Kesimpulan
Lampiran
Kepustakaan
iii
v
vii
ix
1
4
4
5
9
13
22
22
24
28
29
30
30
31
33
33
35
36
37
38
48
......................................................................................
........................................................................................
.............................................................................
.............................................................................
.................................................................................
.................................................................................
............................................................................
.................................................................................
.................................................................................
........................................................
............................................................................
............................................................................
............................................................................
............................................................................
...................................................................................................................................
.............................................................................................................
............................................
............................................
.........................................
............................................
............................................
............................................
............................................
Daftar Isi
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
1
1. Pendahuluan
Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai negara. Prevalensi overweight dan obes pada anak di dunia meningkat dari 4,2% di tahun 1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai 9,1% di tahun 2020.1 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 20132 didapatkan prevalensi obesitas pada (1) anak balita di tahun 2007, 2010, dan 2013 berdasarkan berat badan menurut tinggi badan lebih dari Z score 2 menggunakan baku antropometri anak balita WHO 2005 berturut-turut 12,2%, 14,0%, dan 11,9%, serta (2) anak berusia 5-12, 13-15, dan 16-18 tahun berturut-turut 8,8%, 2,5%, dan 1,6% berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur lebih dari Z score 2 menggunakan baku antropometri WHO 2007 untuk anak berumur 5-18 tahun.
Beberapa penelitian mengenai prevalensi obesitas pada anak dan remaja telah dilakukan di Jakarta, Bali, dan Semarang, yaitu (1) Djer3 mendapatkan prevalensi anak obes di dua sekolah dasar negeri di Jakarta Pusat 9,6% dari 488 anak, (2) Meilany4
mendapatkan prevalensi anak obes di tiga sekolah dasar swasta di Jakarta Timur 27,5% dari 2292 anak, (3) Susanti5 mendapatkan prevalensi obesitas pada anak sekolah dasar usia 10-12 tahun di lima wilayah DKI Jakarta 15,3% dari 600 anak, (4) Adhianto dkk.6 mendapatkan prevalensi obesitas 11% dari 552 anak berusia 11-17 tahun di kota Denpasar dan Badung, (5) Dewi dkk.7 mendapatkan prevalensi obesitas 15% dari 241 anak berusia
6-10 tahun di dua sekolah dasar negeri di Bali, dan (6) Mexitalia dkk.8 mendapatkan prevalensi obesitas 10,6% dari 1157 anak usia 6-7 tahun di kota Semarang. Penelitian Multisenter 10 PPDSA di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar rata-rata 12,3%.9
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
2
Peningkatan prevalensi obesitas juga diikuti dengan peningkatan prevalensi komorbiditas, seperti peningkatan tekanan darah, aterosklerosis, hipertrofi ventrikel kiri, sumbatan jalan napas saat tidur (obstructive sleep apnea), asma, sindrom polikistik ovarium, diabetes melitus tipe-2, perlemakan hati, abnormalitas kadar lipid darah (dislipidemia), dan sindrom metabolik.10,11 Berbagai penelitian yang telah dilakukan di Indonesia juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu (1) anak dan remaja obes sudah mengalami komorbiditas seperti hipertensi, dislipidemia, peningkatan kadar SGOT dan SGPT, dan uji toleransi glukosa yang terganggu4,12,13, (2) prevalensi dislipidemia sebesar 45% ditemukan pada anak obes usia sekolah dasar di Surakarta14 dan anak obes berisiko lebih tinggi mengalami dislipidemia dibandingkan anak tidak obes15, (3) kecepatan aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate/PEFR) anak obes lebih rendah dibandingkan anak tidak obes bahkan sebelum aktivitas fisis16, (4) gangguan emosional dan perilaku berdasarkan Child Behavior Checklist (CBCL) dan 17-item Pediatric Symptom Checklist (PSC-17) berturut-turut ditemukan pada 28% dan 22% anak obes. Masalah terbanyak yang ditemukan adalah gangguan internalisasi seperti menarik diri, keluhan somatik, ansietas, ataupun depresi17, (5) sebesar 32,5% anak obes mengalami ketidakmatangan sosial18, (6) resistensi insulin ditemukan pada 47% anak laki-laki superobes berusia 5-9 tahun19 dan 38% remaja obes20, (7) remaja obes berisiko lebih tinggi mengalami defisiensi besi dibandingkan remaja tidak obes21, (8) ketebalan tunika intima media arteri karotis, kadar profil lipid, tekanan darah sistolik dan diastolik remaja obes lebih tinggi dibandingkan dengan remaja tidak obes22, dan (9) tiga penelitian yang dilakukan di Jakarta dan Manado mendapatkan prevalensi sindrom metabolik pada remaja obes berturut-turut 19,6%20, 34%23, dan 23%24, sedangkan prevalensi sindrom metabolik pada anak laki-laki superobes sebesar 42%.19
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
3
Penelitian tersebut dilakukan pada kurun waktu yang berbeda dan menggunakan kriteria sindrom metabolik yang berbeda.
Berdasarkan data yang ditemukan pada Riskesdas 20132, beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai prevalensi anak dan remaja obes serta komorbiditas yang menyertai di Indonesia3-9,12-24, dan kecenderungan anak obes menjadi dewasa obes yang diperberat dengan kejadian obesitas pada orangtua25-28, maka Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menganggap perlu dibuat rekomendasi diagnosis, tata laksana, dan pencegahan obesitas pada anak dan remaja. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dokter spesialis anak dalam mendeteksi, mengelola, serta mencegah obesitas dan komorbiditas yang menyertainya.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
4
Rekomendasi 1
Gizi lebih dan obesitas pada anak dan remaja ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan antropometris, dan deteksi dini komorbiditas yang dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang terkait.
Tahapan yang dilakukan dalam mengevaluasi anak dan remaja
obes dengan gizi lebih atau obesitas adalah sebagai berikut:29,30
• Anamnesis terkait obesitas untuk mencari tanda atau gejala yang dapat membantu menentukan apakah seorang anak mengalami atau berisiko obesitas
• Pemeriksaan fisis dan evaluasi antropometris• Pemeriksaan penunjang yang meliputi analisis diit,
pemeriksaan laboratorium, pencitraan, ekokardiografi, dan respirometri atas indikasi
• Penilaian komorbiditas
AnamnesisAnamnesis faktor risiko medis dan perilaku yang harus diperoleh pada saat evaluasi anak dan remaja overweight atau obesitas
tercantum pada Tabel 1.29-31
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
5
Etiologi dan manifestasi klinis
Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang rendah.32 Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisis, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein).33
Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas primer atau nutrisional), sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom, atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus.34 Secara klinis obesitas idiopatik dan endogen dapat dibedakan sebagaimana yang tercantum pada Tabel 2, sedangkan pemeriksaan fisis serta dampak dan gejala yang harus dicari pada anak dan remaja dengan obesitas ditampilkan pada Tabel 3.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
6
Tem
uan
Kel
aina
n ya
ng b
erka
itan
Ana
mne
sis
Um
um
Per
iod
e m
ulai
tim
bul
nya
obes
itas:
•P
rena
tal
•E
arly
ad
ipos
ity r
ebou
nd, y
aitu
ind
eks
mas
sa t
ubuh
(IM
T) t
eren
dah
yan
g te
rjad
i leb
ih d
ini d
an c
epat
(<
5 ta
hun)
•R
emaj
a
Riw
ayat
tum
buh
-kem
ban
g un
tuk
men
cari
obes
itas
yang
dis
ebab
kan
fakt
or e
ndog
en, s
ebag
ai c
onto
h:
•E
valu
asi k
emun
gkin
an s
ind
rom
Cus
hing
yan
g d
iseb
abka
n p
emb
eria
n st
eroi
d
•E
valu
asi k
emun
gkin
an k
erus
akan
hip
otal
amus
yan
g d
iseb
abka
n tu
mor
ota
k, ir
adia
si, a
tau
trau
ma
Tand
a d
an g
ejal
a ris
iko
kese
hata
n ya
ng te
rkai
t ob
esita
s p
ada
anak
sep
erti
men
goro
k, s
erin
g te
rban
gun
pad
a sa
at t
idur
di m
alam
har
i, m
enst
ruas
i din
i, ny
eri p
angg
ul, d
sb
Pol
a m
akan
: ke
bia
saan
mak
an (a
pak
ah m
ener
apka
n fo
od r
ules
), p
erila
ku a
bno
rmal
ter
kait
mak
anan
, dsb
Pol
a ak
tivita
s fis
is :
frek
uens
i/min
ggu,
dur
asi/h
ari,
jeni
s (te
rstr
uktu
r/tid
ak t
erst
rukt
ur)
Riw
ayat
ob
esita
s d
i dal
am k
elua
rga
untu
k m
enca
ri fa
ktor
gen
etik
seb
agai
pen
yeb
ab o
bes
itas
Riw
ayat
ris
iko
kese
hata
n ya
ng t
erka
it ob
esita
s d
i dal
am k
elua
rga,
sep
erti
pen
yaki
t ka
rdio
vask
ular
din
i (<
55
tahu
n), p
enin
gkat
an k
oles
tero
l, hi
per
tens
i, at
au d
iab
etes
mel
itus
tipe-
2
Riw
ayat
keb
iasa
an h
idup
san
tai d
i dal
am k
elua
rga
(sed
enta
ry li
fe s
tyle
)
Tab
el 1
. Id
entifi
kasi
fakt
or r
isik
o m
edis
dan
per
ilaku
yan
g b
erka
itan
den
gan
obes
itas
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
7
Khu
sus
Del
ayed
dev
elop
men
t
Kel
aina
n ge
netik
Per
awak
an p
end
ek
Hip
ertir
oid
ism
e, s
ind
rom
Cus
hing
, sin
dro
m P
rad
er-W
illi
Nye
ri ke
pal
a
P
seud
otum
or s
ereb
ri
Kes
ulita
n b
erna
fas
di m
alam
har
i
S
leep
ap
nea,
ob
esity
hyp
erve
ntila
tion
synd
rom
e
Som
nole
n d
i sia
ng h
ari
Nye
ri p
erut
P
enya
kit
kand
ung
emp
edu
Nye
ri p
angg
ul a
tau
lutu
t
S
lipp
ed c
apita
l fem
oral
ep
iphy
sis
Olig
omen
ore
atau
am
enor
e
P
olyc
ystic
ova
ry s
ynd
rom
e
Riw
ayat
kel
uarg
a
Ob
esita
s
NID
DM
Pen
yaki
t ka
rdio
vask
ular
Hip
erte
nsi
Dis
lipid
emia
Pen
yaki
t ka
ndun
g em
ped
u
Riw
ayat
so
sial
/psi
kolo
gis
Mer
okok
Dep
resi
(Sum
ber
: dik
utip
dan
dim
odifi
kasi
dar
i Sja
rif D
R. H
ot t
opic
s in
ped
iatr
ics
II. 2
0022
9, S
jarif
DR
. Nut
ritio
n G
row
th-D
evel
opm
ent.
200
630,
S
tand
ar P
elay
anan
Med
is Ik
atan
Dok
ter
Ana
k In
don
esia
.31)
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
8
Tabel 2. Karakteristik dan etiologi obesitas
(Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Williams CL, dkk. Ann N Y Acad Sci. 1997.32)
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
9
Pemeriksaan antropometris
Lemak tubuh yang berlebihan pada obesitas berhubungan dengan peningkatan risiko kesehatan, khususnya faktor risiko kardiovaskular. Indeks massa tubuh (IMT) dan pengukuran berat badan terhadap tinggi badan merupakan metode yang berguna untuk menilai lemak tubuh dan diukur dengan cara berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter).10,35 Konsensus internasional untuk penentuan gizi lebih adalah berdasarkan grafik indeks massa tubuh (grafik IMT) berdasarkan usia dan jenis kelamin. Saat ini ada tiga klasifikasi yang digunakan untuk anak dan remaja yaitu CDC 2000 (Center for Disease Control and Prevention 2000), IOTF (International Obesity Task Force), dan WHO 2006 (World Health Organization 2006).10,35,36 Berdasarkan hal tersebut dan untuk kepentingan klinis praktis dalam menentukan klasifikasi mana yang dapat digunakan sebagai uji tapis obesitas, maka data Riskesdas 2010 tersebut dianalisis kembali dan selanjutnya diklasifikasi menggunakan grafik IMT berdasarkan CDC 2000, IOTF, dan WHO 2006.37
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
10
Tab
el 3
. Pem
erik
saan
fisi
s se
rta
dam
pak
dan
gej
ala
yang
per
lu d
icar
i pad
a an
ak d
an r
emaj
a d
enga
n ob
esita
s
Sist
em
Um
um
Gej
ala
Pen
jela
san
Kep
ala
Waj
ah m
embu
lat,
pipi
tem
bem
, dag
u ra
ngka
pLe
her
Lehe
r rel
atif
pend
ekD
ada
Dad
a ya
ng m
embu
sung
den
gan
payu
dara
mem
besa
rP
erut
Per
ut m
embu
ncit
dise
rtai d
indi
ng p
erut
yan
g be
rlipa
t-lip
atE
kstre
mita
sTu
ngka
i um
umny
a be
rben
tuk
XG
enita
liaP
enis
tam
pak
keci
lB
erat
da
n tin
ggi
bada
n, IM
TA
nak
< 2
tahu
n (IM
T W
HO
200
6)
: o
verw
eigh
t (z
scor
e >
+2)
obe
sita
s (z
sco
re >
+3)
Ana
k 2-
18 ta
hun
(IMT
CD
C 2
000)
:
over
wei
ght (
BM
I >P
85 –
P95
)
obe
sita
s (B
MI >
P95
)
Khu
sus
Ant
ropo
met
riP
erse
ntil
BM
I yan
g tin
ggi
Ove
rwei
ght a
tau
obes
itas
Per
awak
an p
ende
kK
ondi
si g
enet
ik a
tau
endo
krin
yan
g m
enda
sari
Tand
a vi
tal
Pen
ingk
atan
teka
nan
dara
hH
iper
tens
i jik
a te
kana
n da
rah
sist
olik
ata
u di
asto
lik >
P95
unt
uk
usia
, jen
is k
elam
in, d
an ti
nggi
bad
an p
ada
≥ 3
kali
pem
erik
saan
Kul
itA
kant
osis
nig
rikan
sS
erin
g di
tem
ukan
pad
a an
ak o
bes,
yai
tu k
ulit
terli
hat g
elap
di
seba
bkan
pen
ingk
atan
risi
ko re
sist
ensi
insu
linJe
raw
at b
erle
biha
n, h
irsut
ism
Sin
drom
ova
rium
pol
ikis
tik
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
11
Irita
si, i
nflam
asi
Kon
seku
ensi
dar
i obe
sita
s be
rat
Stri
ae v
iola
ceou
sS
indr
om C
ushi
ng
Mat
aP
apile
dem
a, p
aral
isis
n. V
I kr
ania
lisP
seud
otum
or s
ereb
ri
Teng
goro
kan
Hip
ertro
fi to
nsil
Obs
truct
ive
slee
p ap
nea
Lehe
rG
oite
rH
ipot
iroid
ism
Dad
aW
heez
ing
Asm
a, te
rkai
t den
gan
into
lera
nsi l
atih
an, s
indr
om h
ipov
entil
asi
obes
itas
Abd
omen
Nye
ri ab
dom
enG
angg
uan
reflu
ks g
astro
esof
agus
, pen
yaki
t kan
dung
em
pedu
, N
AFL
D*
Hep
atom
egal
iN
AFL
D*
Sis
tem
repr
oduk
siS
tadi
um T
anne
rTi
mbu
lnya
per
kem
bang
an s
eks
seku
nder
< 9
tahu
n pa
da a
nak
laki
-laki
ata
u <
8 ta
hun
pada
ana
k pe
rem
puan
Mik
rope
nis
Pen
is d
enga
n uk
uran
nor
mal
yan
g te
rpen
dam
dal
am le
mak
su
prap
ubik
Und
esce
nded
test
isS
indr
om P
rade
r-W
illi
Eks
trem
itas
Abn
orm
al g
ait,
gera
kan
pang
-gu
l ter
bata
sS
lippe
d C
apita
l Fem
oral
Epi
phys
is
Bow
ing
of ti
bia
Tang
an d
an k
aki y
ang
keci
l,
polid
aktil
i
Blo
unt d
isea
se
Beb
erap
a si
ndro
m g
enet
ik
K
ond
isi i
ni p
ada
umum
nya
tidak
ber
geja
la; N
AFL
D: n
onal
coho
lic fa
tty
liver
dis
ease
.(S
umb
er: d
ikut
ip d
an d
imod
ifika
si d
ari B
arlo
w S
E a
nd T
he E
xper
t C
omm
ittee
Ped
iatr
ics.
200
710,d
an S
tand
ar P
elay
anan
Med
is Ik
atan
D
okte
r A
nak
Ind
ones
ia.31
)
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
12
Tabel 4. Perbandingan prevalensi gizi lebih dan obesitas pada balita Riskesdas
2010 berdasarkan grafik IMT CDC 2000, WHO 2006 dan IOTF
CDC, Center Disease for Control and Prevention; WHO, World Health organization; IOTF, International Obesity Task Force. (Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Sjarif dan Pustika. PIT 2012.37)
Tabel 4 di atas memperlihatkan bahwa untuk klasifikasi gizi lebih pada anak di bawah dua tahun hanya dapat menggunakan grafik IMT WHO 2006, sedangkan untuk usia 2-5 tahun prevalensi gizi lebih hampir sama pada ketiga klasifikasi. Obesitas tertinggi didapat berdasarkan klasifikasi CDC 2000 (19,9%), diikuti IOTF (15,3%), dan WHO 2006 (12,8%). Hal ini terjadi karena klasifikasi obesitas menurut WHO adalah IMT terletak pada Z score > +3 SD yang setara dengan persentil 99,8, sedangkan CDC 2000 menggunakan kriteria IMT di atas persentil 95 sebagai batasan obesitas.36,38
Klasifikasi IMT adalah cara yang praktis untuk menjaring gizi lebih di pelayanan kesehatan primer. Bila pada hasil pengukuran didapatkan potensi gizi lebih (Z score > +1 SD) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) > 110%, maka grafik IMT sesuai usia dan jenis kelamin digunakan untuk menentukan adanya obesitas. Overweight dan obesitas pada anak usia < 2 tahun ditegakkan jika Z score > +2 SD dan > +3 SD dengan menggunakan grafik IMT WHO 2006, sedangkan pada anak usia 2-18 tahun menggunakan
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
13
grafik IMT CDC 2000 (Lampiran 1-2). Ambang batas yang digunakan untuk overweight adalah di atas P85 – P95, sedangkan obesitas adalah lebih dari P95 grafik IMT CDC 2000.36
Deteksi dini komorbiditas
Dampak obesitas mempengaruhi hampir setiap sistem organ di dalam tubuh. Tabel 5. menampilkan ringkasan deteksi dini
komorbiditas yang harus dilakukan pada anak dan remaja obes.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
14
Komorbiditas Prevalensi dalam/luar negeri (%)
Anamnesis Pemeriksaan fisis yang spesifik
Pemeriksaan penunjang Level of Evidence39
Obstructive sleep apnea 40-42
38,2/79,9 •Mengorok yang disertai
•Henti napas saat tidur
•Sering terbangun saat tidur
•Mengantuk di siang hari
• Pembesaran tonsil • Polisomnografi
• Pemeriksaan pencitraan adenoid
• AHI (apnea hypopnea index) = 3,540
• Konsul Respirologi
I A
S i n d r o m h ipovent i las i obesitas42
-/20,6 •Gejala sama seperti obstructive sleep apnea
• Sianosis pada bibir, jari, kulit
•Gejala gagal jantung kanan, seperti edema tungkai dan napas pendek
• Peningkatan karbon dioksida pada polisomnografi
• Peningkatan kadar HCO3 > 27 mMol/L
• Peningkatan hemoglobin dan hematokrit pada darah perifer lengkap
• Konsul Respirologi
II B
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)43-44
-/48,1 •Umumnya tidak bergejala
•Nyeri perut kuadran kanan atas
•Hepatomegali ringan.
• Kadar SGOT atau SGPT meningkat > 2 kali nilai normal
• USG menunjukkan perubahan yang konsisten dengan steatohepatitis nonalkoholik tetapi tidak dapat menunjukkan derajat inflamasi atau fibrosis
• Biopsi hati adalah gold standard untuk menegakkan diagnosis
• Konsul Hepatologi
I B
Kolelitiasis/
Kolesistitis45
-/
6,1
•Nyeri kolik hebat dan berulang pada kuadran kanan atas perut
• Kuadran kanan atas perut teraba nyeri
• USG dapat menunjukkan kolelitiasis/kolesistitis
• Konsul Hepatologi
IV
Diabetes melitus tipe-220,46
0/0,4 •Polidipsi, polivagi, atau poliuria
•Berat badan menurun
• Seringkali tanpa gejala
• Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL atau kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL
• Kadar gula darah puasa ≥ 100 mg/dL disebut sebagai pre-diabetes, yang merupakan risiko diabetes di kemudian hari
• Konsul Endokrinologi
V
S i n d r o m p o l i k i s t i k ovarium47,48
-/- •Menstruasi yang jarang (<9 siklus/tahun)
•Hirsustism, jerawat yang berlebihan, dan akantosis nigrikans
• Pemeriksaan TSH, prolaktin, testosteron total dan bebas, DHEAS (dehydroepiandrosterone sulfate), 17-OH progesteron, FSH, LH, estradiol
• USG ovarium menunjukkan polikistik ovarium
• Konsul Endokrinologi
V
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
15
Komorbiditas Prevalensi dalam/luar negeri (%)
Anamnesis Pemeriksaan fisis yang spesifik
Pemeriksaan penunjang Level of Evidence39
Obstructive sleep apnea 40-42
38,2/79,9 •Mengorok yang disertai
•Henti napas saat tidur
•Sering terbangun saat tidur
•Mengantuk di siang hari
• Pembesaran tonsil • Polisomnografi
• Pemeriksaan pencitraan adenoid
• AHI (apnea hypopnea index) = 3,540
• Konsul Respirologi
I A
S i n d r o m h ipovent i las i obesitas42
-/20,6 •Gejala sama seperti obstructive sleep apnea
• Sianosis pada bibir, jari, kulit
•Gejala gagal jantung kanan, seperti edema tungkai dan napas pendek
• Peningkatan karbon dioksida pada polisomnografi
• Peningkatan kadar HCO3 > 27 mMol/L
• Peningkatan hemoglobin dan hematokrit pada darah perifer lengkap
• Konsul Respirologi
II B
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)43-44
-/48,1 •Umumnya tidak bergejala
•Nyeri perut kuadran kanan atas
•Hepatomegali ringan.
• Kadar SGOT atau SGPT meningkat > 2 kali nilai normal
• USG menunjukkan perubahan yang konsisten dengan steatohepatitis nonalkoholik tetapi tidak dapat menunjukkan derajat inflamasi atau fibrosis
• Biopsi hati adalah gold standard untuk menegakkan diagnosis
• Konsul Hepatologi
I B
Kolelitiasis/
Kolesistitis45
-/
6,1
•Nyeri kolik hebat dan berulang pada kuadran kanan atas perut
• Kuadran kanan atas perut teraba nyeri
• USG dapat menunjukkan kolelitiasis/kolesistitis
• Konsul Hepatologi
IV
Diabetes melitus tipe-220,46
0/0,4 •Polidipsi, polivagi, atau poliuria
•Berat badan menurun
• Seringkali tanpa gejala
• Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL atau kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL
• Kadar gula darah puasa ≥ 100 mg/dL disebut sebagai pre-diabetes, yang merupakan risiko diabetes di kemudian hari
• Konsul Endokrinologi
V
S i n d r o m p o l i k i s t i k ovarium47,48
-/- •Menstruasi yang jarang (<9 siklus/tahun)
•Hirsustism, jerawat yang berlebihan, dan akantosis nigrikans
• Pemeriksaan TSH, prolaktin, testosteron total dan bebas, DHEAS (dehydroepiandrosterone sulfate), 17-OH progesteron, FSH, LH, estradiol
• USG ovarium menunjukkan polikistik ovarium
• Konsul Endokrinologi
V
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
16
Hipotiroid49 -/8,33 •Kelelahan
•Penurunan prestasi akademik
•Perlambatan pertumbuhan linier
•Benjolan di leher
•Goiter • Pemeriksaan FT4 dan TSH
• Konsul Endokrinologi
V
Sindrom Cushing Primer50
-/- •Peningkatan berat badan
•Penggunaan obat steroid jangka panjang
•Moon facies
•Buffalo hump
•Perawakan pendek, dan
• Striae violaceous
•Hirsustism, jerawat, hipertensi, hiperpigmentasi
• Pemeriksaan pencitraan untuk mencari penyebab endogen peningkatan ACTH (adrenocorticotropic hormone)
• Pemeriksaan kortisol bebas urin 24 jam, serta kadar kortisol plasma setelah tes supresi deksametason dosis tinggi, kadar ACTH plasma
• CT Scan/MRI abdomen atau MRI kepala
• Konsul Endokrinologi
V
Pubertas prekoks50
-/- •Bau badan seperti orang dewasa
•Pertumbuhan rambut pubis dan aksila
•Kulit wajah berminyak dan berjerawat
• Timbulnya perkembangan seks sekunder < 9 tahun pada anak laki-laki atau < 8 tahun pada anak perempuan
•Perkembangan payudara pada perempuan
•Pembesaran testis pada laki-laki
• Pengukuran kadar hormon steroid seks (testosteron, estradiol, DHEA-S, atau androstenedion)
• Konsul Endokrinologi
V
Pseudotumor serebri51
-/0,02 •Nyeri kepala hebat
• Fotofobia
•Penglihatan ganda jika mengganggu N. VI kranial
•Gambaran diskus optikus kabur
• Pemeriksaan funduskopi dengan opthalmoskop
• Konsul Neurologi
V
Komorbiditas Prevalensi dalam/luar negeri (%)
Anamnesis Pemeriksaan fisis yang spesifik
Pemeriksaan penunjang Level of Evidence39
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
17
Hipotiroid49 -/8,33 •Kelelahan
•Penurunan prestasi akademik
•Perlambatan pertumbuhan linier
•Benjolan di leher
•Goiter • Pemeriksaan FT4 dan TSH
• Konsul Endokrinologi
V
Sindrom Cushing Primer50
-/- •Peningkatan berat badan
•Penggunaan obat steroid jangka panjang
•Moon facies
•Buffalo hump
•Perawakan pendek, dan
• Striae violaceous
•Hirsustism, jerawat, hipertensi, hiperpigmentasi
• Pemeriksaan pencitraan untuk mencari penyebab endogen peningkatan ACTH (adrenocorticotropic hormone)
• Pemeriksaan kortisol bebas urin 24 jam, serta kadar kortisol plasma setelah tes supresi deksametason dosis tinggi, kadar ACTH plasma
• CT Scan/MRI abdomen atau MRI kepala
• Konsul Endokrinologi
V
Pubertas prekoks50
-/- •Bau badan seperti orang dewasa
•Pertumbuhan rambut pubis dan aksila
•Kulit wajah berminyak dan berjerawat
• Timbulnya perkembangan seks sekunder < 9 tahun pada anak laki-laki atau < 8 tahun pada anak perempuan
•Perkembangan payudara pada perempuan
•Pembesaran testis pada laki-laki
• Pengukuran kadar hormon steroid seks (testosteron, estradiol, DHEA-S, atau androstenedion)
• Konsul Endokrinologi
V
Pseudotumor serebri51
-/0,02 •Nyeri kepala hebat
• Fotofobia
•Penglihatan ganda jika mengganggu N. VI kranial
•Gambaran diskus optikus kabur
• Pemeriksaan funduskopi dengan opthalmoskop
• Konsul Neurologi
V
Komorbiditas Prevalensi dalam/luar negeri (%)
Anamnesis Pemeriksaan fisis yang spesifik
Pemeriksaan penunjang Level of Evidence39
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
18
Hipertensi22,52 49/50 •Pusing, nyeri kepala
• Terkadang tidak bergejala
• Tekanan darah sistolik atau diastolik >P95 menurut usia, jenis kelamin, dan persentil tinggi badan pada ≥3 kali pemeriksaan berdasarkan National Heart, Lung, and Blood Institute
• Ureum, kreatinin, asam urat
• Konsul Nefrologi
IV
Dislipidemia53,54 88,4/45,8 •Umumnya tanpa gejala •Xanthelasma (jarang ditemukan)
• Pemeriksaan profil lipid darah (kolesterol total, trigliserida, LDL, dan HDL)
• Nilai normal profil lipi darah menurut National Cholesterol Education Program (NCEP)
o Kolesterol total < 170 mg/dL
o Trigliserida < 110 mg/dL
0 – 9 tahun : < 75 mg/dL
10 – 19 tahun : < 90 mg/dL
o Kolesterol LDL < 110 mg/dL
o Kolesterol HDL > 45 mg/dL
I B
Depresi17,55 22/30 •Cemas, ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh, makan berlebih, kelelahan, dan kesulitan tidur.
•Afek datar
• Tanda-tanda pelecehan fisik dan seksual
• 17-item Pediatric Symptom Checklist (PSC-17)
• Konsul Pediatri Sosial
IV
Blount disease/tibia vara56
-/2,5 •Onset umumnya setelah usia 8 tahun
•Bengkok pada tungkai yang tidak disertai nyeri
•Ekstremitas bawah bengkok (kaki pengkor)
• Foto lutut antero-posterior yang terkena pada saat pasien berdiri tegak
• Konsul Bedah Ortopedi
V
Komorbiditas Prevalensi dalam/luar negeri (%)
Anamnesis Pemeriksaan fisis yang spesifik
Pemeriksaan penunjang Level of Evidence39
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
19
Hipertensi22,52 49/50 •Pusing, nyeri kepala
• Terkadang tidak bergejala
• Tekanan darah sistolik atau diastolik >P95 menurut usia, jenis kelamin, dan persentil tinggi badan pada ≥3 kali pemeriksaan berdasarkan National Heart, Lung, and Blood Institute
• Ureum, kreatinin, asam urat
• Konsul Nefrologi
IV
Dislipidemia53,54 88,4/45,8 •Umumnya tanpa gejala •Xanthelasma (jarang ditemukan)
• Pemeriksaan profil lipid darah (kolesterol total, trigliserida, LDL, dan HDL)
• Nilai normal profil lipi darah menurut National Cholesterol Education Program (NCEP)
o Kolesterol total < 170 mg/dL
o Trigliserida < 110 mg/dL
0 – 9 tahun : < 75 mg/dL
10 – 19 tahun : < 90 mg/dL
o Kolesterol LDL < 110 mg/dL
o Kolesterol HDL > 45 mg/dL
I B
Depresi17,55 22/30 •Cemas, ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh, makan berlebih, kelelahan, dan kesulitan tidur.
•Afek datar
• Tanda-tanda pelecehan fisik dan seksual
• 17-item Pediatric Symptom Checklist (PSC-17)
• Konsul Pediatri Sosial
IV
Blount disease/tibia vara56
-/2,5 •Onset umumnya setelah usia 8 tahun
•Bengkok pada tungkai yang tidak disertai nyeri
•Ekstremitas bawah bengkok (kaki pengkor)
• Foto lutut antero-posterior yang terkena pada saat pasien berdiri tegak
• Konsul Bedah Ortopedi
V
Komorbiditas Prevalensi dalam/luar negeri (%)
Anamnesis Pemeriksaan fisis yang spesifik
Pemeriksaan penunjang Level of Evidence39
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
20
Slipped capital femoral epiphysis57
-/- • Lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan perempuan obes
•Nyeri panggul atau lutut dan nyeri ketika berjalan
•Pergerakan panggul terganggu pada saat berjalan
•Panjang tungkai yang berbeda
• Gambaran radiografi panggul bilateral pada posisi frog-leg
• Konsul Bedah Ortopedi
V
Akantosis nigrikans20,58
71,4/55,4 • Leher dan lipatan kulit (ketiak, perut bawah, dan selangkangan) berwarna kehitaman
• Pemeriksaan resistensi insulin (HOMA-IR) IV
Iritasi dan infeksi kronik pada lipatan kulit59
-/50,42 •Bau yang tidak sedap pada lipatan kulit
• Laserasi dan ulserasi pada lipatan kulit
• Pengecatan KOH atau perwarnaan gram
• Konsul Kulit & Kelamin
V
Sindrom Genetik10,35
-/- •Gangguan belajar
•Perawakan pendek
•Delayed development, dsb
•Stigmata tertentu sesuai sindrom terkait
• Tes IQ
• Pemeriksaan genetik yang sesuai dengan dugaan sindrom V
Sindrom 19,6-42/ •Gabungan gejala diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia
•Obesitas sentral
•Pemeriksaan fisik lain sesuai dengan diabetes melitus, hipertensi, dan dislipidemia
• Pemeriksaan kadar gula darah puasa atau sewaktu, kadar trigliserida dan kolesterol HDL.
• Lihat Konsensus Sindrom Metabolik
III B
Defisiensi besi21,60
55/38,8 •Pucat, letih, lemah, lesu •Konjungtiva anemis • SI, TIBC, Feritin,
• CRP
III B
Komorbiditas Prevalensi dalam/luar negeri (%)
Anamnesis Pemeriksaan fisis yang spesifik
Pemeriksaan penunjang Level of Evidence39
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
21
Slipped capital femoral epiphysis57
-/- • Lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan perempuan obes
•Nyeri panggul atau lutut dan nyeri ketika berjalan
•Pergerakan panggul terganggu pada saat berjalan
•Panjang tungkai yang berbeda
• Gambaran radiografi panggul bilateral pada posisi frog-leg
• Konsul Bedah Ortopedi
V
Akantosis nigrikans20,58
71,4/55,4 • Leher dan lipatan kulit (ketiak, perut bawah, dan selangkangan) berwarna kehitaman
• Pemeriksaan resistensi insulin (HOMA-IR) IV
Iritasi dan infeksi kronik pada lipatan kulit59
-/50,42 •Bau yang tidak sedap pada lipatan kulit
• Laserasi dan ulserasi pada lipatan kulit
• Pengecatan KOH atau perwarnaan gram
• Konsul Kulit & Kelamin
V
Sindrom Genetik10,35
-/- •Gangguan belajar
•Perawakan pendek
•Delayed development, dsb
•Stigmata tertentu sesuai sindrom terkait
• Tes IQ
• Pemeriksaan genetik yang sesuai dengan dugaan sindrom V
Sindrom 19,6-42/ •Gabungan gejala diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia
•Obesitas sentral
•Pemeriksaan fisik lain sesuai dengan diabetes melitus, hipertensi, dan dislipidemia
• Pemeriksaan kadar gula darah puasa atau sewaktu, kadar trigliserida dan kolesterol HDL.
• Lihat Konsensus Sindrom Metabolik
III B
Defisiensi besi21,60
55/38,8 •Pucat, letih, lemah, lesu •Konjungtiva anemis • SI, TIBC, Feritin,
• CRP
III B
Komorbiditas Prevalensi dalam/luar negeri (%)
Anamnesis Pemeriksaan fisis yang spesifik
Pemeriksaan penunjang Level of Evidence39
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
22
Rekomendasi 2
Prinsip tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak adalah menerapkan pola makan yang benar, aktivitas fisis yang benar, dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan.
Tujuan tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak harus disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak, penurunan berat badan mencapai 20% di atas berat badan ideal, serta pola makan dan aktivitas fisis yang sehat dapat diterapkan jangka panjang untuk mempertahankan berat badan tetapi tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangan.29
A. Pola makan yang benar
Pemberian diet seimbang sesuai requirement daily allowances (RDA) merupakan prinsip pengaturan diet pada anak gemuk karena anak masih bertumbuh dan berkembang dengan metode food rules, yaitu:30,36,61,62
1. Terjadwal dengan pola makan besar 3x/hari dan camilan 2x/hari yang terjadwal (camilan diutamakan dalam bentuk buah segar), diberikan air putih di antara jadwal makan utama dan camilan, serta lama makan 30 menit/kali
2. Lingkungan netral dengan cara tidak memaksa anak untuk mengonsumsi makanan tertentu dan jumlah makanan ditentukan oleh anak
3. Prosedur dilakukan dengan pemberian makan sesuai dengan kebutuhan kalori yang diperoleh dari hasil perkalian antara kebutuhan kalori berdasarkan RDA menurut height age dengan berat badan ideal menurut tinggi badan
Langkah awal yang dilakukan adalah menumbuhkan motivasi anak untuk ingin menurunkan berat badan setelah anak mengetahui berat badan ideal yang disesuaikan dengan tinggi badannya, diikuti dengan membuat kesepakatan bersama berapa target penurunan berat badan yang dikehendaki.63
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
23
Sebagai alternatif pilihan jenis makanan dapat menggunakan the traffic light diet dan satuan bahan makanan penukar (Lampiran 3-4). The traffic light diet64,65 terdiri dari green food yaitu makanan rendah kalori (<20 kalori per porsi) dan lemak yang boleh dikonsumsi bebas, yellow food artinya makanan rendah lemak namun dengan kandungan kalori sedang yang boleh dimakan namun terbatas, dan red food yaitu mengandung lemak dan kalori tinggi agar tidak dimakan atau hanya sekali dalam seminggu.63,66
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan kalori dengan metode food rules, yaitu:29
• Kalori yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan normal.
Pengurangan kalori berkisar 200–500 kalori sehari dengan target penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. Penurunan berat badan ditargetkan sampai mencapai kira-kira 20% di atas berat badan ideal atau cukup dipertahankan agar tidak bertambah karena pertumbuhan linier masih berlangsung
• Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 30%, dan protein cukup untuk tumbuh kembang normal (15-20%). Bentuk dan jenis makanan harus dapat diterima anak, serta tidak dipaksa mengonsumsi makanan yang tidak disukai
• Diet tinggi serat dapat membantu pengaturan berat badan melalui jalur intrinsik, hormonal dan colonic. Ketiga mekanisme tersebut selain menurunkan asupan makanan akibat efek serat yang cepat mengenyangkan (meskipun kandungan energinya rendah) serta mengurangi rasa lapar, juga meningkatkan oksidasi lemak sehingga mengurangi jumlah lemak yang disimpan. Pada anak di atas 2 tahun dianjurkan pemberian serat dengan rumus (umur dalam tahun + 5) g per hari. (Lampiran 5.)
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
24
B. Pola aktivitas fisis yang benar
Pola aktivitas yang benar pada anak dan remaja obes dilakukan dengan melakukan latihan dan meningkatkan aktivitas harian karena aktivitas fisis berpengaruh terhadap penggunaan energi.67,68
Peningkatan aktivitas pada anak gemuk dapat menurunkan napsu makan dan meningkatkan laju metabolisme. Latihan aerobik teratur yang dikombinasikan dengan pengurangan energi akan menghasilkan penurunan berat badan yang lebih besar dibandingkan hanya dengan diet saja.
Ilyas EI69 menyatakan bahwa latihan fisis yang diberikan pada anak disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisis, dan umurnya. Pada anak berusia 6-12 tahun atau usia sekolah lebih tepat untuk memulai latihan fisis dengan keterampilan otot seperti bersepeda, berenang, menari, karate, senam, sepak bola, dan basket, sedangkan anak di atas usia 10 tahun lebih menyukai olahraga dalam bentuk kelompok. Aktivitas sehari-hari dioptimalkan seperti berjalan kaki atau bersepeda ke sekolah, menempati kamar tingkat agar naik dan turun tangga, mengurangi lama menonton televisi atau bermain games komputer, dan menganjurkan bermain di luar rumah.10
Penelitian di Semarang70 yang melakukan intervensi konseling diet National Cholesterol Education Program (NCEP) step II dan olahraga intensitas sedang sampai vigorous seperti lari 20 menit ditambah bulu tangkis, senam, lempar tangkap bola, lari ABC dengan frekuensi 3 kali seminggu dan durasi 40 menit/sesi selama 12 minggu pada remaja usia 12-14 tahun dapat menurunkan berat badan sebesar 2,5 kg. Diet NCEP step II yang dianjurkan di dalam penelitian tersebut terdiri dari lemak ≤ 30% total kalori, asam lemak jenuh < 7% total kalori, dan kolesterol < 200 mg/hari. Intervensi yang hampir sama dalam jangka waktu 8 minggu berupa konseling diet NCEP step II dengan target 1700 kalori/hari
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
25
dan olahraga intensitas sedang sampai vigorous seperti lari dan senam dengan frekuensi 3 kali seminggu dan durasi 45 menit/sesi pada anak usia 9-10 tahun dapat menurunkan berat badan sebesar 0,9 kg.71
Latihan fisis yang dianjurkan pada anak dan remaja berbeda di beberapa negara. Pedoman Health Canada menganjurkan untuk meningkatkan latihan fisis minimal 30 menit dengan 10 menit latihan fisis bugar, dan menurunkan aktivitas fisis kurang gerak dengan jumlah waktu yang sama setiap hari. Aktivitas fisis setiap bulan, latihan fisis tersebut ditingkatkan dan aktivitas fisis kurang gerak dikurangi sebanyak 15 menit sampai mencapai akumulasi latihan fisis aktif dan aktivitas fisis kurang gerak selama 90 menit setiap hari.72 Center for Disease Control and Prevention Amerika Serikat menganjurkan anak dan remaja harus melakukan latihan fisis setiap hari selama 60 menit atau lebih, yang terdiri dari aktivitas aerobik, penguatan otot, dan penguatan tulang (Tabel 6).73,74
1. Aktivitas aerobik Aktivitas aerobik merupakan latihan fisis yang dapat dilakukan setiap hari selama 60 menit atau lebih. Aktivitas aerobik terdiri dari aktivitas aerobik dengan intensitas sedang (misalnya jalan cepat) atau aktivitas aerobik dengan intensitas bugar (misalnya berlari). Aktivitas aerobik dengan intensitas bugar dilakukan paling sedikit tiga kali dalam satu minggu.
2. Penguatan otot (muscle strengthening)Aktivitas penguatan otot, seperti senam atau push-up, dilakukan paling sedikit tiga kali dalam satu minggu sebagai bagian dari total latihan fisis selama 60 menit atau lebih.
3. Penguatan tulang (bone strengthening)Aktivitas penguatan tulang, seperti lompat tali atau berlari, dilakukan paling sedikit tiga kali dalam satu minggu sebagai bagian dari total latihan fisis selama 60 menit atau lebih.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
26
Tab
el 6
. Con
toh
latih
an fi
sis
aero
bik
den
gan
inte
nsita
s se
dan
g d
an b
ugar
ser
ta a
ktiv
itas
pen
guat
an o
tot d
an tu
lang
unt
uk
anak
dan
rem
aja
Sum
ber
: dik
utip
dan
dim
odifi
kasi
dar
i Cen
ter
for
Dis
ease
Con
trol
and
Pre
vent
ion.
ww
w.c
dc.
gov.
73, U
.S. D
epar
tmen
t of
Hea
lth &
Hum
an
Ser
vice
s. w
ww
.hea
lth.g
ov.74
)
Tipe
La
tihan
fis
is
Kel
ompo
k U
sia
Ana
k R
emaj
a
Aero
bik
deng
an
inte
nsita
s se
dang
R
ekre
asi a
ktif,
sep
erti
men
daki
, ber
mai
n sk
ateb
oard
ata
u se
patu
roda
R
ekre
asi a
ktif,
sep
erti
berm
ain
kano
, men
daki
, ski
, be
rmai
n sk
ateb
oard
ata
u se
patu
roda
Jala
n ce
pat
Be
rsep
eda
Mel
akuk
an p
eker
jaan
rum
ah a
tau
hala
man
, sep
erti
men
yapu
ata
u m
endo
rong
mes
in p
emot
ong
rum
put
Be
rmai
n de
ngan
ger
akan
mel
empa
r dan
men
angk
ap,
sepe
rti b
aseb
all,
softb
all,
bola
bas
ket,
dan
bola
vol
i
Aero
bik
deng
an
inte
nsita
s bu
gar
Berm
ain
aktif
, sep
erti
berla
ri da
n m
enge
jar
Be
rsep
eda
M
elom
pat t
ali
Be
la d
iri, s
eper
ti ka
rate
Berla
ri
Ola
hrag
a, s
eper
ti ho
ki e
s at
au la
pang
an, b
ola
bask
et,
bere
nang
, ten
is, a
tau
sena
m
Berm
ain
aktif
ber
lari
dan
men
geja
r, se
perti
sep
ak b
ola
Be
rsep
eda
M
elom
pat t
ali
Be
la d
iri, s
eper
ti ka
rate
Berla
ri
Ola
hrag
a, s
eper
ti te
nis,
hok
i es
atau
lapa
ngan
, bol
a ba
sket
, ber
enan
g
Men
ari
Ae
robi
k
Che
erle
adin
g at
au s
enam
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
27
Tab
el 6
. Con
toh
latih
an fi
sis
aero
bik
den
gan
inte
nsita
s se
dan
g d
an b
ugar
ser
ta a
ktiv
itas
pen
guat
an o
tot d
an tu
lang
unt
uk
anak
dan
rem
aja
Sum
ber
: dik
utip
dan
dim
odifi
kasi
dar
i Cen
ter
for
Dis
ease
Con
trol
and
Pre
vent
ion.
ww
w.c
dc.
gov.
73, U
.S. D
epar
tmen
t of
Hea
lth &
Hum
an
Ser
vice
s. w
ww
.hea
lth.g
ov.74
)
Pe
ngua
tan
otot
Berm
ain
tarik
tam
bang
Pus
h-up
dim
odifi
kasi
(d
enga
n lu
tut d
i lan
tai)
O
lahr
aga
resi
stan
s m
engg
unak
an b
erat
bad
an
atau
resi
stan
ce b
and
M
eman
jat t
ali a
tau
poho
n
Sit-
up
Be
rayu
n pa
da p
eral
atan
be
rmai
n at
au p
alan
g
Sena
m
Berm
ain
tarik
tam
bang
Pus
h-up
Ola
hrag
a re
sist
ans
men
ggun
akan
exe
rcis
e ba
nd, a
lat
beba
n, b
eban
pad
a ta
ngan
Panj
at te
bing
Sit-
up
C
heer
lead
ing
atau
sen
am
Peng
uata
n tu
lang
Mel
ompa
t, sk
ippi
ng
M
elom
pat t
ali
Be
rlari
O
lahr
aga,
sep
erti
sena
m,
bola
bas
ket,
bola
vol
i, te
nis
Mel
ompa
t, sk
ippi
ng
M
elom
pat t
ali
Be
rlari
O
lahr
aga,
sep
erti
sena
m, b
ola
bask
et, b
ola
voli,
teni
s
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
28
Penelitian intervensi selama 28 hari yang meliputi kombinasi konsumsi diet NCEP step II setiap hari dan latihan fisis yang diberikan 3 kali seminggu menyebabkan rerata penurunan berat berat badan sebesar 3 kg pada anak usia 10-19 tahun. Latihan fisis yang diberikan mengacu pada latihan fisis yang dianjurkan oleh CDC, berdurasi 60 menit/sesi, dan disupervisi oleh pelatih.53 Strategi yang digunakan untuk meningkatkan latihan fisis pada anak dan remaja adalah dengan mengurangi aktivitas yang kurang gerak (santai) seperti menonton televisi, bermain komputer atau video game ≤ 2 jam/hari dan tidak meletakkan televisi di dalam kamar tidur anak. Menonton televisi dapat menggantikan aktivitas fisis dan bermain, serta berhubungan dengan peningkatan asupan energi dan makanan karena anak menjadi sering mengonsumsi camilan saat menonton atau dampak iklan di televisi.10,35
C. Modifikasi perilaku
Tata laksana diet dan latihan fisis merupakan komponen yang efektif untuk pengobatan, serta menjadi perhatian paling besar bagi ahli fisiologi untuk memperoleh perubahan makan dan aktivitas perilakunya.75 Oleh karena prioritas utama adalah perubahan perilaku, maka perlu menghadirkan peran orangtua sebagai komponen intervensi.64
Beberapa cara pengubahan perilaku berdasarkan metode food rules diantaranya adalah:29,61,62 a. Pengawasan sendiri terhadap berat badan, masukan makanan,
dan aktivitas fisis, serta mencatat perkembangannya b. Kontrol terhadap rangsangan/stimulus, misalnya pada saat
menonton televisi diusahakan untuk tidak makan karena menonton televisi dapat menjadi pencetus makan. Orangtua diharapkan dapat meniadakan semua stimulus di sekitar anak yang dapat merangsang keinginan untuk makan
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
29
c. Mengubah perilaku makan, misalnya belajar mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi, serta mengurangi makanan camilan
d. Penghargaan, yaitu orangtua dianjurkan untuk memberikan dorongan, pujian terhadap keberhasilan atau perilaku sehat yang diperlihatkan anaknya, misalnya makan makanan menu baru yang sesuai dengan program gizi yang diberikan, berat badan turun, dan mau melakukan olahraga
e. Pengendalian diri, misalnya dapat mengatasi masalah apabila menghadapi rencana bepergian atau pertemuan sosial yang memberikan risiko untuk makan terlalu banyak, yaitu dengan memilih makanan yang berkalori rendah atau mengimbanginya dengan melakukan latihan tambahan untuk membakar energi
Rekomendasi 3
Orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru harus dilibatkan
dalam tata laksana obesitas
Peran orangtua dalam mengobati anak sangat efektif dalam penurunan berat badan atau keberhasilan pengobatan. Orangtua menyediakan nutrisi yang seimbang sesuai dengan metode food rules. Seluruh anggota keluarga ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktivitas yang mendukung keberhasilan anak, serta menjadi bagian dari keseluruhan program komprehensif tersebut.64 Guru dan teman sekolah juga diharapkan ikut mendukung tata laksana obesitas, misalnya memberikan pujian bila anak yang gemuk berhasil mengikuti program diet atau menurunkan berat badannya, dan sebaliknya tidak mengejek anak gemuk.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
30
Rekomendasi 4
Terapi intensif berupa farmakoterapi dan terapi bedah dapat diterapkan dengan persyaratan pada anak dan remaja obes yang mengalami penyakit penyerta dan tidak memberikan respons pada terapi konvensional
Farmakoterapi dan terapi bedah dapat diterapkan dengan persyaratan pada anak dan remaja obes yang mengalami penyakit penyerta dan tidak memberikan respons pada terapi konvensional. Diet sangat rendah kalori (600-800 kalori/hari) tidak boleh diterapkan pada anak dan remaja obes karena berisiko menyebabkan pembentukan batu empedu, hiperurisemia, hipoproteinemia, hipotensi ortostatik, halitosis, dan diare.76,77
• Farmakoterapi
Secara umum farmakoterapi untuk obesitas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penekan nafsu makan (sibutramin), penghambat absorbsi zat-zat gizi (orlistat), dan rekombinan leptin untuk obesitas karena defisiensi leptin bawaan, serta kelompok obat untuk mengatasi komorbiditas (metformin). Belum tuntasnya penelitian tentang efek jangka panjang penggunaan farmakoterapi obesitas pada anak, menyebabkan belum ada satupun farmakoterapi tersebut di atas yang diijinkan pemakaiannya pada anak di bawah 12 tahun oleh U.S. Food and Drug Administration sampai saat ini.77 Sejak tahun 2003, Orlistat 120 mg dengan ekstra suplementasi vitamin yang larut dalam lemak disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration untuk tata laksana obesitas pada remaja di atas usia 12 tahun. Studi klinis menunjukkan bahwa orlistat dapat membantu menurunkan berat badan dari 1,31 sampai 3,37 kg lebih banyak dibandingkan plasebo.78
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
31
Sibutramin berfungsi menimbulkan rasa kenyang dan meningkatkan pengeluaran energi dengan menghambat ambilan ulang (reuptake) noraderenalin dan serotonin. Penggunaan obat tersebut diijinkan oleh U.S. Food and Drug Administration pada remaja yang berusia ≥ 16 tahun.10,79 Sebagian besar studi, review, dan penelitian yang menggunakan sibutramin pada remaja dan anak menunjukkan manfaat jangka pendek yang terbatas.80 Efek penggunaan sibutramin jangka panjang tidak dipelajari karena efek samping obat yang berat, yaitu infark miokard dan stroke pada dewasa sehingga obat tersebut ditarik dari pasaran di Amerika Serikat dan Eropa.
Metformin merupakan obat yang digunakan pada diabetes melitus tipe-2 tetapi sering disalahgunakan sebagai farmakoterapi untuk obesitas. Review sistematik mengenai penggunaan metformin untuk obesitas pada anak dan remaja memperoleh hasil penggunaan metformin jangka pendek memberikan efek penurunan IMT dan resistensi insulin pada anak dan remaja obes dengan hiperinsulinemia81, tetapi belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa obat tersebut dapat berperan dalam tata laksana overweight atau obesitas tanpa hiperinsulinemia.82
• Terapi bedah
Prinsip terapi bedah pada obesitas (bedah bariatrik) adalah (1) mengurangi asupan makanan (restriksi) atau memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding dan vertical-banded gastroplasty, dan (2) mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum cukup banyak diteliti manfaat serta bahaya pembedahan jika diterapkan pada anak.77
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
32
Bedah bariatrik dapat di pertimbangkan dilakukan pada:83 1. Remaja yang mengalami kegagalan menurunkan berat
badan setelah menjalani program yang terencana ≥ 6 bulan serta memenuhi persyaratan antropometri, medis, dan psikologis
2. Superobes (sesuai dengan definisi World Health Organization jika IMT ≥40)
3. Secara umum sudah mencapai maturitas tulang (umumnya perempuan ≥13 tahun dan laki-laki ≥15 tahun), dan
4. Menderita komplikasi obesitas yang hanya dapat diatasi dengan penurunan berat badan
Remaja yang terindikasi tindakan bedah bariatrik harus dirujuk ke Pusat Rujukan Obesitas yang bersifat multidisipliner serta mempunyai pengalaman dalam penanganan jangka panjang.83
Terapi bedah bariatrik tetap berpotensi menimbulkan komplikasi yang serius walaupun menghasilkan penurunan berat badan yang bermakna pada pasien pediatrik. Komplikasi laparoscopic adjustable gastric banding (LAGB) yang paling sering dilaporkan adalah band slippage dan defisiensi mikronutrien, dengan beberapa kasus sporadik erosi band, disfungsi lubang atau pipa, hiatal hernia, infeksi luka dan dilatasi kantung. Komplikasi yang lebih berat dilaporkan setelah Roux-en-Y gastric bypass (RYGB), seperti embolisme paru, syok, obstruksi usus, perdarahan pasca bedah, kebocoran di tempat jahitan, dan gizi buruk.84
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
33
Rekomendasi 5
Pencegahan terjadinya gizi lebih dan obesitas terdiri dari 3 tahap, pencegahan primer dengan menerapkan pola makan dan aktivitas fisis yang benar sejak bayi, pencegahan sekunder dengan mendeteksi early adiposity rebound, dan pencegahan tersier dengan mencegah terjadinya komorbiditas
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan yaitu strategi pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi mengalami obesitas. Anak yang berisiko mengalami obesitas adalah seorang anak yang salah satu atau kedua orangtuanya menderita obesitas dan anak yang memiliki kelebihan berat badan semenjak masa kanak-kanak. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan di Pusat Kesehatan Masyarakat.85
Dokter harus mendiskusikan risiko jangka panjang yang potensial dan mendorong orangtua untuk menerapkan strategi pencegahan obesitas. Pada bayi 0-12 bulan, peran dokter anak adalah:10
1. Mendorong pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif sampai usia 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai usia 12 bulan dan sesudahnya setelah pengenalan makan padat dimulai
2. Mendorong orangtua untuk menawarkan makanan baru secara berulang serta menghindari minuman manis dan makanan selingan (french fries dan potato chips)
3. Tidak meletakkan televisi di dalam kamar tidur anak4. Pengasuh selain orangtua harus menerapkan strategi yang
dianjurkan
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
34
Pada anak berusia 12-24 bulan, strategi pencegahan obesitas yang dianjurkan adalah:10,86
1. Menghindari minuman manis, konsumsi jus dan susu yang berlebih. Konsumsi susu >480-720 mL/hari dapat menambah energi ekstra atau menggantikan nutrien lainnya
2. Makan bersama di meja makan dengan anggota keluarga lainnya sebanyak 3x/hari dan televisi dimatikan selama proses makan bersama
3. Keluarga tidak membatasi jumlah makanan dan selingan yang dikonsumsi anak, tetapi memastikan bahwa semua makanan yang tersedia sehat serta cukup buah dan sayuran
4. Selingan dapat diberikan sebanyak 2 kali, dan orangtua hanya menawarkan air putih bila anak haus diantara selingan dan makan padat
5. Anak harus mempunyai kesempatan bermain aktif, membatasi menonton televisi atau DVD, serta tidak meletakkan televisi di dalam kamar tidur anak
6. Orangtua dapat menjadi model untuk membantu anak belajar lebih selektif dan sehat terhadap makanan yang dikonsumsi. Orangtua berperan aktif dalam pendidikan media anak dengan menemani anak saat menonton program televisi dan mendiskusikan acara tersebut dengan anak
7. Membuat jadwal penggunaan media, membatasi waktu menonton <1-2 jam/hari dan mengurangi pajanan media
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
35
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan mendeteksi early adiposity rebound. Anak mengalami peningkatan IMT pada tahun pertama kehidupan. Indeks massa tubuh menurun setelah usia 9-12 bulan dan mencapai nilai terendah pada usia 5-6 tahun, dan selanjutnya meningkat kembali pada masa remaja dan dewasa. Nilai IMT paling rendah adalah disebut sebagai adiposity rebound. Waktu terjadinya adiposity rebound merupakan periode kritis untuk perkembangan obesitas pada masa anak. Adiposity rebound yang terjadi lebih dini dan cepat (<5 tahun) berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas dan sindrom metabolik di kemudian hari dijelaskan dalam Gambar 1.87-89
Gambar 1. Adiposity rebound
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
95
90
85
75
50
25
105
4.2
2.0
2 3 4 5 6 7 8 9
AGE (years)
BM
I (B
ody
Mas
s In
dex
, kg/
m2 )
ADIPOSITY REBOUND
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
36
Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah komorbiditas yang dilakukan dengan menata laksana obesitas pada anak dan remaja. Prinsip tata laksana obesitas pada anak berbeda dengan orang dewasa karena faktor tumbuh kembang pada anak harus dipertimbangkan. Tata laksana obesitas pada anak dan remaja dilakukan dengan pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisis, mengubah pola hidup (modifikasi perilaku), dan terutama melibatkan keluarga dalam proses terapi.10,79 Sulitnya mengatasi obesitas menyebabkan kecenderungan untuk menggunakan jalan pintas, yaitu diet rendah lemak dan kalori, diet golongan darah atau diet lainnya serta berbagai macam obat. Penggunaan diet rendah kalori dan lemak dapat menghambat tumbuh kembang anak terutama di masa emas pertumbuhan otak, sedangkan diet golongan darah ataupun diet lainnya tidak terbukti bermanfaat untuk digunakan dalam tata laksana obesitas pada anak dan remaja. Penggunaan obat dipertimbangkan pada anak dan remaja obes dengan penyakit penyerta yang tidak memberikan respons pada terapi konvensional.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
37
Kesimpulan
Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia pada anak dan remaja yang semakin sering ditemukan di berbagai negara. Ikatan Dokter Anak Indonesia mengeluarkan rekomendasi diagnosis dan tata laksana obesitas pada anak dan remaja, yaitu:
1. Gizi lebih dan obesitas pada anak dan remaja ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan antropometris, dan deteksi dini komorbiditas yang dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang terkait
2. Prinsip tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak adalah menerapkan perilaku makan, aktivitas yang benar, dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan
3. Orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru harus dilibatkan dalam tata laksana obesitas
4. Terapi intensif berupa farmakoterapi dan terapi bedah dapat diterapkan dengan persyaratan pada anak dan remaja obes yang mengalami penyakit penyerta dan tidak memberikan respons pada terapi konvensional
5. Pencegahan terjadinya gizi lebih dan obesitas terdiri dari 3 tahap, pencegahan primer dengan menerapkan pola makan dan aktivitas yang benar sejak bayi, pencegahan sekunder dengan mendeteksi early adiposity rebound, dan pencegahan tersier dengan mencegah terjadinya komorbiditas
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
38
Lampiran 1. Grafik indeks massa tubuh (IMT) anak laki-laki
dan perempuan usia 0-2 tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
39
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
40
Lampiran 2. Grafik indeks massa tubuh (IMT) anak laki-laki
dan perempuan usia 2-20 tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
41
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
42
Lampiran 3. The Traffic Light DietLA
MPI
RAN
3. T
he tr
affic
ligh
t die
t
G
reen
Foo
d Ye
llow
Foo
d R
ed F
ood
Def
inis
i M
akan
an y
ang
bole
h di
mak
an
setia
p ha
ri M
akan
an y
ang
bole
h di
kons
umsi
da
lam
por
si k
ecil,
teta
pi ti
dak
dian
jurk
an u
ntuk
dik
onsu
msi
set
iap
hari
Mak
anan
yan
g bo
leh
dim
akan
1x
/min
ggu
Kom
posi
si
Mak
anan
yan
g m
enga
ndun
g tin
ggi v
itam
in, m
iner
al d
an s
erat
, te
tapi
rend
ah e
nerg
i, le
mak
jenu
h,
gula
, dan
gar
am
Mak
anan
yan
g m
enga
ndun
g vi
tam
in, m
iner
al, e
nerg
i, le
mak
je
nuh,
gul
a, d
an g
aram
dal
am
jum
lah
seda
ng
Mak
anan
yan
g m
enga
ndun
g re
ndah
vi
tam
in d
an m
iner
al, t
etap
i tin
ggi
ener
gi, l
emak
jenu
h, g
ula,
dan
gar
am
Jeni
s ke
lom
pok
mak
anan
Buah
-bua
han
dan
sayu
r-sa
yura
n
Dag
ing
tanp
a le
mak
dan
ikan
Kaca
ng-k
acan
gan,
biji-
bijia
n,
bunc
is, d
an le
ntil
R
oti g
andu
m, s
erea
l, be
ras,
dan
pa
sta
Pr
oduk
sus
u re
ndah
lem
ak
Ai
r dan
sus
u
D
agin
g ol
ahan
rend
ah le
mak
dan
ga
ram
Rot
i dan
ser
eal o
laha
n
Pr
oduk
sus
u tin
ggi l
emak
Kue
dan
bisk
uit r
enda
h le
mak
/gul
a
Susu
dan
jus
buah
rend
ah le
mak
ta
npa
tam
baha
n gu
la
M
akan
an y
ang
digo
reng
dan
ke
ntan
g ol
ahan
Dag
ing
olah
an y
ang
men
gand
ung
tingg
i lem
ak
M
akan
an p
enut
up y
ang
berb
ahan
da
sar s
usu
Ku
e m
anis
dan
bis
kuit
C
okla
t dan
min
uman
man
is
Con
toh
Yogh
urt r
enda
h le
mak
, san
dwic
h ga
ndum
, bub
ur, k
acan
g pa
ngga
ng, j
us b
uah
kale
ngan
, ik
an tu
na k
alen
gan,
bua
h da
n sa
yura
n se
gar a
tau
beku
, dag
ing
sapi
, dag
ing
babi
ata
u do
mba
ta
npa
lem
ak, a
yam
tanp
a ku
lit
Dag
ing
babi
, ser
eal o
laha
n, ro
ti,
keju
, pan
cake
s, a
tau
bisk
uit m
anis
Ke
ntan
g go
reng
, sos
is, s
alam
i, pi
e,
hot d
ogs,
nug
et a
yam
, ker
ipik
ke
ntan
g, m
akan
an m
anis
sep
erti
kue
cokl
at, m
uffin
s, d
onat
, sof
t drin
k
(Sum
ber
: dik
utip
dan
dim
odifi
kasi
dar
i ww
w.t
helu
nchb
oxcl
ub.c
o.nz
. Dia
kses
pad
a ta
ngga
l 8 A
gust
us 2
014)
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
43
Lampiran 4. Satuan bahan makanan penukar
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
44
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
45
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
46
LAMPIRAN 5. Daftar kandungan serat dalam buah
Satu satuan penukar mengandung 50 kalori, 12 g karbohidrat
Bahan Makanan URT GramKandungan Serat& Kalium
Anggur 15 buah sedang 125 S++, K+Apel Merah 1 buah kecil 85
Apel Malang 1 buah sedang 75 S+Arbei 6 buah sedang 135 K+Belimbing 1 buah besar 149 S++, K+Blewah 1 potong sedang 70 S+Cempedak 7 biji sedang 45 S++Duku 9 buah sedang 80 K+Durian 2 biji besar 35
Jambu Air 2 buah besar 110 S+Jambu Biji 1 buah besar 100 K+Jambu Bol 1 buah kecil 90 S+Jambu Monyet 1 buah besar 80
Jeruk Bali 1 potong 105 S+, K+Jeruk Garut 1 buah sedang 115 S+, K+Jeruk Manis 2 buah sedang 110 K+Jeruk Nipis 1¼ gelas 135 K+Kedondong 2 buah sedang 120 S++Kemang 1 buah besar 105
Kesemek ½ buah 65 S+Kolang-kaling 5 biji sedang 25 S++Kurma 3 buah 15
Kiwi 1½ buah 110 S+Lontar 16 buah 185 S++Lychee 10 buah 75
Keterangan: S+ : Serat 3-6 g, S++ : Serat > 6 g, K+ : tinggi kalium
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
47
Bahan Makanan URT GramKandungan Serat& Kalium
Mangga ¾ buah besar 90
Manggis 2 buah sedang 80 S++Markisa ¾ buah sedang 35 S++Melon 1 potong besar 190 S+Menteng 4 buah sedang 75
Nangka Masak 3 biji sedang 45 S++Nenas ¼ buah sedang 95
Pala (daging) 4 buah sedang 120 S++Peach 1 buah kecil 115 S++Pear ½ buah sedang 85 S++Pepaya 1 potong besar 110 S+, K+Pisang Ambon 1 buah kecil 50 K+Pisang Kepok 1 buah 45 K+Pisang Mas 2 buah 40 S+, K+Pisang Raja Sereh 2 buah kecil 40 K+Plum 2½ buah 140 S+Rambutan 8 buah 75
Salak 2 buah sedang 65 S+Sawo 1 buah sedang 55
Semangka 2 potong sedang 180
Sirsak ½ gelas 60 S+
Srikaya 2 buah besar 50 S+Strawberry 4 buah besar 215 S++
Keterangan: S+ : Serat 3-6 g, S++ : Serat > 6 g, K+ : tinggi kalium
Satu satuan penukar mengandung 50 kalori, 12 g karbohidrat
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
48
KEPUSTAKAAN
1. de Onis M, Blössner M, Borghi E. Global prevalence and trends of overweight and obesity among preschool children. Am J Clin Nutr. 2010;92:1257-64.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
3. Djer MM. Prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar di SD Kenari 7 dan 8 Jakarta dan faktor-faktor yang memengaruhi. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 1998.
4. Meilany TA. Profil klinis, laboratoris serta sikap dan perilaku murid sekolah dasar dengan obesitas. Studi kasus di SD Tarakanita 5, SDI Al Azhar Rawamangun dan SDI Al Azhar Kelapa Gading Jakarta. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 2001.
5. Susanti TE. Prevalens dan faktor risiko obesitas pada anak sekolah dasar usia 10-12 tahun di lima wilayah DKI Jakarta. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 2007.
6. Adhianto G, Soetjiningsih. Prevalence and risk factors of overweight and obesity in adolescent. Paediatr Indones. 2002;42:206-11.
7. Dewi MR, Sidiartha IGL. Prevalensi dan faktor risiko obesitas anak sekolah dasar di daerah urban dan rural. Medicina. 2013;44:15-21.
8. Mexitalia M, Faizah Z, Hardian, Susanto JC. Hubungan pola makan dan aktivitas fisik pada anak dengan obesitas usia 6-7 tahun di Semarang. M Med Indones. 2005;40:62-70.
9. Sjarif dkk. 2004. Penelitian Multisenter 10 PPDSA di Indonesia mengenai prevalensi
obesitas. Dipresentasikan pada KONIKA XIII, Bandung 4-7 Juli 2005.
10. Barlow SE and the Expert Committee. Expert committee recommendations regarding the prevention, assessment, and treatment of child and adolescent overweight and obesity: summary report. Pediatrics. 2007;120:S164-92.
11. Benson L, Baer HJ, Kaelber DC. Trends in the diagnosis of overweight and obesity in children and adolescents: 1999-2007. Pediatrics. 2009;123:e153-8.
12. Pribadi A, Subardja D, Rustama DS, Fadil RMR. Relationship between the degree of obesity and oral glucose tolerance in primary obese adolescents. Paediatr Indones. 2002;42:249-53.
13. Tangkilisan AH, Akune K. Some factors related to lipid profile in obese children at junior high schools in Manado. Paediatr Indones. 2007;47:166-71.
14. Martuti S, Lestari ED, Soebagyo B. Prediktor penyakit kardiovaskular pada anak obes usia sekolah dasar di Kotamadya Surakarta. Sari Pediatri 2008;10:18-23.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
49
15. Himah R, Prawirohartono EP, Julia M. Association between obesity and lipid profile in children 10-12 years of age. Paediatr Indones. 2008;48:257-60.
16. Siregar FZ, Panggabean G, Daulay RM, Lubis HM. Comparison of peak expiratory flow rate (PEFR) before and after physical exercise in obese and non-obese children. Paediatr Indones. 2009;49:20-4.
17. Harahap DF, Sjarif DR, Soedjatmiko, Widodo DP, Tedjasaputra MS. Identification of emotional and behavior problems in obese children using Child Behavior Checklist (CBCL) and 17-items Pediatric Symptom Checklist (PSC-17). Paediatr Indones. 2010;50:42-8.
18. Lestari ED, Hidayah D, Karini SM. Social maturity among obese children in Surakarta, Indonesia. Paediatr Indones. 2006;46:174-178.
19. Hendarto A, Sastroasmoro S, Sjarif DR, Wijaya A. Hubungan antara leptin, adiponektin, tumor necrosis factor-α, C-reactive protein, asupan karbohidrat dan lemak terhadap resistensi insulin pada anak lelaki superobese usia 5-9 tahun. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009.
20. Pulungan AB, Puspitadewi A, Sekartini R. Prevalence of insulin resistance in obese adolescents. Paediatr Indones. 2013;53:167-72.
21. Febrianti Z, Oenzil F, Arbi F, Lubis G. Soluble transferrin receptor levels in obese and non obese adolescents. Paediatr Indones. 2014;54:77-81.
22. Hariyanto D, Madiyono B, Sjarif DR, Sastroasmoro S. Hubungan ketebalan tunika intima media arteri karotis dengan obesitas pada remaja. Sari Pediatri. 2009;11:159-66.
23. Gultom LC, Sjarif DR, Ifran EKB, Trihono PP, Batubara JRL. Metabolic syndrome and visceral fat thickness in obese adolescents. Paediatr Indones. 2007;47:124-9.
24. Malonda AA, Tangklilisan HA. Comparison of metabolic syndrome criteria in obese and overweight children. Paediatr Indones. 2010;50:295-9.
25. Hill JO, Trowbridge FL. Childhood obesity: future directions and research priorities. Pediatrics. 1998;101:570-4.
26. Guillaume M. Defining obesity in childhood: current practice. Am J Clin Nutr. 1999;70:S126-30.
27. Dietz WH. Health consequences of obesity in youth: childhood predictors of adult disease. Pediatrics. 1998;101:518-25.
28. Whitaker RC, Wright JA, Pepe MS, Seidel KD, Dietz WH. Predicting obesity in young adulthood from childhood and parental obesity. N Engl J Med. 1997;337:869-73.
29. Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. Dalam: Trihono PP, Pujiarto PS, Sjarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, Kadim M, penyunting. Naskah lengkap PKB-IKA XLV. Hot topics in pediatrics II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002.h.219-34.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
50
30. Sjarif DR. Pediatric nutritional care. Dalam: Pulungan AB, Hendarto A, Hegar B, Oswari H, penyunting. Continuing Professional Development IDAI Jaya 2006. Nutrition Growth-Development. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta; 2006.h.1-10.
31. Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
32. Rosenbaum M, Leibel RL. The physiology of body weight regulation: relevance to the etiology of obesity in children. Pediatric. 1998:101:523-39.
33. Maffeis C, Schutz Y, Grezzani A, Provera S, Piancentini G, Tato L. Meal-induced thermogenesis and obesity: Is a fat meal a risk factor for fat gain in children? J Clin Endocrinol Metab. 2001;86:214-9.
34. Williams CL, Campanaro LA, Squillace M, Bollella M. Management of childhood obesity in pediatric practice. Ann N Y Acad Sci. 1997;817:225-40.
35. Krebs NF, Himes JH, Jacobson D, Nicklas TA, Guilday P, Styne D. Assessment of child and adolescent overweight and obesity. Pediatrics. 2007;120:S193-228.
36. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asuhan Nutrisi Pediatrik. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.
37. Sjarif DR, Pustika E. Stunting pada anak Indonesia usia 0-18 tahun. Perbandingan antara kurva CDC 2000 dan WHO 2006 (Abstrak). Dipresentasikan pada PIT 2012, Bandung.
38. Wang Y, Chen HJ. Use of percentiles and Z-scores in anthropometry. Dalam: Preedy VR, penyunting. Handbook of Anthropometry: Physical Measures of Human Form in Health and Disease. New York: Spinger Science+Business Media, LLC 2012.h.29-48.
39. Oxford Center for Evidence-based Medicine. Levels of Evidence (March 2009). Diunduh dari www.cebm.net. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014.
40. Supriyatno B, Said M, Hermani B, Sjarif DR, Sastroasmoro S. Risk factors of obstructive sleep apnea syndrome in obese early adolescents: A prediction model using score system. Acta Med Indones. 2010;42:152-7.
41. Marcus CL, Brooks LJ, Draper KA, Gozal D, Halbower AC, Jones J, dkk. Diagnosis and management of childhood obstructive sleep apnea syndrome. Pediatrics. 2012;130:576-84.
42. Macavei VM, Spurling KJ, Loft J, Makker HK. Diagnostic predictors of obesity-hypoventilation syndrome in patients suspected of having sleep disordered breathing. J Clin Sleep Med. 2013;9:879-84.
43. Boyraz M, Hatipoğlu, Sari E, Akαay A, Taαkin N, Ulucan K. Non-alcoholic fatty liver disease in obese children and the relationship between metabolic syndrome criteria. Obes Res Clin Pract. 2014;8:e356-63.
44. Chalasani N, Younossi Z, Lavine JE, Diehl AM, Brunt EM, Cusi K, dkk. The
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
51
diagnosis and management of non-alcoholic fatty liver disease: Practice guideline by the American Association for the Study of Liver Diseases, American College of Gastroenterology, and the American Gastroenterological Association. Hepatology. 2012;55:2005-23.
45. de A. Nunes MM, Medeiros CCM, Silva LR. Cholelitiasis in obese adolescents treated at an outpatient clinic. J Pediatr (Rio J). 2014;90:203-8.
46. Brufani C, Ciampalini P, Grossi A, Fiori R, Fintini D, Tozzi A, dkk. Glucose tolerance status in 510 children and adolescents attending an obesity clinic in Central Italy. Pediatr Diabetes 2010; 11:47-54.
47. Frank S. Polycystic ovary syndrome in adolescents. Int J Obesity. 2008;32:1035-41.
48. Bremer AA. Polycystic ovary syndrome in the pediatric population. Metabolic Syndrome and Related Disorders. 2010;8:375-94.
49. Ramzan M, Ali I, Ramzan F, Ramzan F, Ramzan MH. Prevalence of sub clinical hypothyroidism in school children (6-11 years) of Dera Ismail Khan. J Postgrad Med Inst. 2012;26:22-8.
50. Jospe N. Endokrinologi. Dalam: Susanto R, Pulungan AB, penyunting. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-6. Singapura: Elsevier (Singapore) Pte Ltd; 2014.h.679-727.
51. Degnan AJ, Levy LM. Pseudotumor cerebri: Brief review of clinical syndrome and imaging findings. Am J Neuroradiol. 2011;32:1986-93.
52. Sorof J, Daniels S. Obesity hypertension in children: A problem of epidemic proportions. Hypertension. 2002;40:441-7.
53. Gultom LC, Sjarif DR, Sudoyo HA, Mansyur M, Hadinegoro SRS, Immanuel S, dkk. Peran polimorfisme apolipoprotein E pada remaja obes dengan dislipidemia yang mendapat intervensi latihan fisis dan diet National Cholesterol Education Program Step II. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia; 2014.
54. Korsten-Reck U, Kromeyer-Hauschild K, Korsten K, Baumstark MW, Dickhuth HH, Berg A. Frequency of secondary dyslipidemia in obese children. Vascular Health and Risk Management. 2008;4:1089-94.
55. Nemiary D, Shim R, Mattox G, Holden K. The relationship berween obesity and depression among adolescents. Psychiat Ann. 2012;42:305-8.
56. Wills M. Orthopedic complications of childhood obesity. Pediatr Phys Ther. 2004;16:230-5.
57. Peck D. Slipped Capital Femoral Epiphysis: Diagnosis and Management. Am Fam Physician. 2010;82:258-62.
58. Hirschler V, Aranda C, Oneto A, Gonzalez C, Jadzinsky M. Is Acanthosis nigricans a marker of insulin resistance in obese children? Diabetes Care. 2002;25:2353.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
52
59. Swiney J. The relationship between obesity and skin and soft tissue infections. Capstone Project 2010.
60. Pinhas-Hamiel O, Newfield RS, Koren I, Agmon A, Lilos P, Phillip M. Greater prevalence of iron deficiency in overweight and obese children and adolescents. Int J Obesity. 2003;27:416-8.
61. D Arts-Rodas, D Benoit. Feeding problems in infancy and early child-hood: Identification and management. Paediatr Child Health. 1998;3:21-7.
62. Bernard-Bonnin AC. Feeding problems of infants and toddlers. Can Fam Physician. 2006;52:1247-51.
63. Sjarif DR. Obesitas anak dan remaja. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi dan Penyakit Metabolik. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.h.230-44.
64. Weaver KA, Piatek A. Childhood obesity. Dalam: Samour PQ, Helm KK, Lang CE, penyunting. Handbook of pediatric nutrition. Edisi ke-2. Maryland: Aspen Publishers Inc; 1999.h.173-89.
65. Neumann CG, Jenks BH. Obesity. Dalam: Levine MD, Carey WB, Crocker AC, penyunting. Developmental-behavioral pediatrics. Edisi ke-2. Tokyo: WB Sanders Co; 1992.h.354-63.
66. Pereira MA, Ludwig DS. Dietary fiber and body-weight regulation. Observations and mechanisms. Pediatr Clin North Am. 2001;48:969-80.
67. Dietz WH, Bandini LG, Morelli JA, Ching PL. Effect of sedentary activity on resting metabolic rate. Am J Clin Nutr. 1994;59:556-9.
68. Linder MC. Energy metabolism, intake, and expenditure. Dalam: Linder MC, penyunting. Nutritional biochemistry and metabolism with clinical applications. Edisi ke-2. London: Prentice-Hall International Inc; 1991.h.277-304.
69. Ilyas El. Aspek kebugaran pada obesitas anak. Dalam: Samsudin, Nasar SS, Sjarif DR, penyunting. Naskah lengkap PKB-IKA XXXV. Masalah gizi gandan dan tumbuh kembang anak. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1995.h.89-102.
70. Adiwinanto W, Soetadji A, Mexitalia M. Pengaruh olah raga terhadap indeks massa tubuh dan tingkat kesegaran jasmani pada remaja obesitas. Tesis. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2007.
71. Anam MS, Mexitalia M, Widjanarko B, Pramono A, Susanto H, Subagio HW. Pengaruh intervensi diet dan olah raga terhadap IMT, lemak, dan kesegaran jasmani anak obes. Sari Pediatri. 2010;12:36-41.
72. Council on Sports Medicine and Fitness and Council on School Helath. Pediatrics. 2006;117:1247-51.
73. Center for Disease Control and Prevention. Physical activity for everyone. Diunduh dari www.cdc.gov. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
53
74. U.S. Department of Health & Human Services. Active children and adolescents. Physical activity guidelines for americans. Diunduh dari www.health.gov. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014.
75. Wing RR, Greeno CG. Behavioural and psychosocial aspects of obesity and its treatment. Baillieres Clin Endocrinol Metab. 1994;8:689-703.
76. Beguin Y, Grek V, Weber G, Sautois B, Paquot N, Pereira M, dkk. Acute functional iron deficiency in obese subject during a very-low-energy all-protein diet. Am J Clin Nutr. 1997;66:75-9.
77. Yanovski JA. Intensive therapies for pediatric obesity. Pediatr Clin North Am. 2001;48:1041-53.
78. Dunican KC, Desilets AR, Montalbano JK. Pharmacotherapeutic options for overweight adolescents. Ann Pharmacother. 2007;41:1445-55.
79. Spear BA, Barlow SE, Ervin C, Ludwig DS, Saelens BE, Schetzina KE, dkk. Recommendations for treatment of child and adolescent overweight and obesity. Pediatrics. 2007;120:S254-88.
80. Kanekar A, Sharma M. Pharmacological approaches for management of child and adolescent obesity. J Clin Med Res. 2010;2:105-111.
81. Park MH, Kinra S, Ward KJ, White B, Viner RM. Metformin for obesity in children and adolescents: A Systematic Review. Diabetes Care. 2009;32:1743-5.
82. Brufani C, Crinò A, Fintini D, Patera PI, Cappa M, Manco M. Systematic review of metformin use in obese nondiabetic children and adolescents. Horm Res Paediatr. 2013;80:78-85.
83. Inge TH, Krebs NF, Garcia VF, Skelton JA, Guice KS, Strauss RS, dkk. Bariatric surgery for severely overweight adolescents: concerns and recommendations. Pediatrics. 2004;114:217-23.
84. Treadwell JR, Sun F, Schoelles K. Systematic review and meta-analysis of bariatric surgery for pediatric obesity. Ann Surg. 2008;248:763-76.
85. Schmitz MK, Jeffrey RW. Public health intervention for the prevention and treatment of obesity. Med Clin North Am. 2000;84:491-512.
86. American Academy of Pediatrics. Policy Statement. Children, adolescents, and the media. Pediatrics. 2013;132:958-61.
87. Koyama S, Ichikawa G, Kojima M, Shimura N, Sairenchi T, Arisaka O. Adiposity rebound and the development of metabolic syndrome. Pediatrics. 2014;133:e114-9
88. Ohlsson C, Lorentzon M, Norjavaara E, Kindblom JM. Age at adiposity rebound is associated with fat mass in young adult males-The Good study. Plos One. 2012;7:e49404-11.
89. Gill TP. Key issues in the prevention of obesity. Br Med Bull. 1997;53:359-88.
top related