case meningitis tb
Post on 30-Dec-2014
53 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Meningitis adalah inflamasi pada membran yang menutupi central nervous
sistem, yang biasanya dikenal dengan meningens (radang pada arachnoid dan
piamater). Meningitis dapat berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, seperti
agen infeksi, trauma, kanker, atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa
bakteri, virus, ricketsia, protozoa, dan jamur.
Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang
belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran bahkan
kematian. Perjalanan penyakit meningitis dapat terjadi secara akut dan kronis
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur saraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal.
Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu :
a. Piamater
Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang
belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan
darah untuk struktur-struktur ini.
b. Arachnoid
Merupakan selaput halus yang memisahkan piameter dan duramater.
c. Duramater
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat
tebal dan kuat.
0
ETIOLOGI
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus,
bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak.
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas :
1. Bakteri:
Pneumococcus
Meningococcus
Haemophilus influenza
Staphylococcus
Escherichia coli
Salmonella
Mycobacterium tuberculosis
1
2. Virus :
Enterovirus
3. Jamur :
Cryptococcus neoformans
Coccidioides immitris
PATOFISIOLOGI
Agen penyebab
↓
Invasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darah
↓
Bermigrasi ke lapisan subarachnoid
↓
Respon inflamasi di piamater, arachnoid, cairan cerebrospinal, dan ventrikuler
↓
Eksudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal
↓
Kerusakan neurologist
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point d’entry
masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak
yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rhinorhea, otorhea pada fraktur basis
cranii yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan luar.
MANIFESTASI KLINIK
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam
sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran
menurun.tanda Kernig’s dan Brudzinsky positif.
2
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta
virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang
tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita
merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta
penglihatan menjadi kurang jelas.
Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel
muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan,
badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat
gerakan tidak beraturan.
Gejala meningitis meliputi :
Gejala infeksi akut
Panas
Nafsu makan tidak ada
Anak lesu
Gejala kenaikan tekanan intracranial
Kesadaran menurun
Kejang-kejang
Ubun-ubun besar menonjol
Gejala rangsangan meningeal
kaku kuduk
Kernig
Brudzinky I dan II positif
3
DIAGNOSIS
Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan gejala
dan tanda-tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut, peningkatan
tekanan intrakranial dan rangsang meningeal perlu diperhatikan. Untuk
mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa tes darah dan
cairan sumsum tulang belakang.
Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi
lumbal (lumbal puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan
tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang
belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan
terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak
terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit
kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari.
KLASIFIKASI
MENINGITIS BAKTERI atau PURULENTA
Meningitis bakteri atau purulenta adalah radang selaput otak yang
menimbulkan proses eksudasi berupa pus yang disebabkan oleh kuman non spesifik
dan non virus.
Meningitis bakteri merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang
susunan saraf pusat, mempunyai risiko tinggi dalam menimbulkan kematian dan
kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan
meningitis bakteri. Penyebab meningitis purulenta yang tersering adalah Haemophilus
influenza, Diplococcus pneumonia, Neisseria meningitides, Streptococcus B
haemolitikus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella sp.
Haemophilus influenza tipe B (HiB)
4
Streptococcus pneumonia Neisseria meningitides
E TIOLOGI
1. Neonatus : Escherichia coli, Streptokokus, Listeria
2. Anak : Haemophilus influenza, Neisseria meningitides (meningokokus),
Pneumokokus
3. Dewasa: Neisseria meningitides, Pneumokokus, Streptococcus,
Staphylococcus
PATOGENESA
Bakteri mencapai selaput otak dan ruang subarachnoid melalui :
- Trauma terbuka kepala
- Operasi
- Fraktur basis kranium
- Langsung dari infeksi telinga, sinus paranasalis, tulang
- Hematogen: sepsis, radang paru, infeksi jantung, infeksi kulit, infeksi gigi dan mulut
Patogenesa dari meningitis dapat terjadi melalui beberapa fase :
1. Penyebaran kuman ke tuan rumah
2. Pembentukan kolonisasi pada nasofaring
3. Invasi ke dalam traktus respiratorius
4. Penyebaran hematogen
5. Invasi ke susunan saraf pusat
Bila bakteri mencapai ruang subarachnoid akan terjadi proses inflamasi.
Neutropil masuk ke dalam ruang subarachnoid menghasilkan eksudat yang purulen.
Dalam penilaian secara dasar tampak eksudat berwarna kuning keabu-abuan atau
kuning kehijauan. Eksudat paling banyak terdapat dalam sisterna pada daerah basal
otak dan seluruh permukaan dari hemisfer dalam mulkus Sylvii dan Rolandi.
5
Eksudat purulen terkumpul dalam sisterna ini dan meluas ke dalam sisterna basal dan
di atas permukan posterior dari medulla spinalis. Eksudat juga dapat meluas ke dalam
selubung arachnoid dari saraf cranial dan ruang perivaskuler dari korteks. Dalam
jumlah kecil eksudat dapat ditemukan dalam cairan ventrikel dan melekat pada
dinding ventrikel dan pleksus choroideus, sehingga cairan ventrikel tampak berawan
dan hal ini terjadi pada akhir minggu pertama.
GEJALA KLINIS
- TRIAS MENINGITIS :
Demam
Sakit kepala
Tanda rangsang meningeal (+)
- Muntah, photophobia
- Kejang, defisit fokal neurologik (hemiparesis, paresis saraf cranial)
- Letargi, iritabilitas, gangguan intelektual, penurunan kesadaran
- Gambaran klinis yang khas
RASH ( PETECHIA, PURPURA ) : -Meningococcus
Eksantema : -Pneumococcus
-Haemophilus influenza
Artritis, artralgia : -Meningococcus
-Haemophilus influenza
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Lumbal pungsi :
-Pemeriksaan LCS (warna keruh, sel meningkat, dominan PMN, protein
meningkat)
-Pemulasan gram
-Kultur dan sensitivitas
2. EEG : perlambatan difus
3. Darah : Leukosit, Hitung jenis, Elektrolit
4. Radiologik : CT scan otak, cari fokus infeksi (rontgen kepala, rontgen dada)
6
Diagnosa pasti ditegakkan melalui pemeriksaan lumbal pungsi dan
terdapatnya organisme atau antigennya dalam cairan cerebrospinal. Pada pemeriksaan
cairan cerebrospinal didapatkan :
1. Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau kedua
2. Jumlah sel meningkat lebih dari 100 sel/ml
3. Jenis sel terutama PMN
4. Kadar gula darah turun antar 0-20 mg/ml
5. Kadar protein meningkat, tergantung lama sakit
6. Pada sediaan gram bakteri (+) hampir pada 80% kasus bila belum mendapat
pengobatan sebelumnya.
7. Kadar asam laktat dan pH meningkat
8. Pada sediaan dengan methylene blue (+)
PENATALAKSANAAN
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif
suportif untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil
pemeriksaan terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut:
1. Meningitis yang disebabkan pneumokok, meningokok.
Ampisilin 12-18 gram intravena dalam dosis terbagi per hari, selama minimal 10
hari atau hingga sembuh.
2. Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenzae.
Kombinasi ampisilin dan kloramfenikol seperti di atas, kloramfenikol disuntikkan
intravena 30 menit setelah ampisilin. Lama pengobatan minimal 10 hari. Bila
pasien alergis terhadap penisilin, berikan kloramfenikol saja.
3. Meningitis yagn disebabkan enterobacteriaceae.
Sefotaksim 1-2 gram intravena tiap 8 jam. Bila resisten terhadap sefotaksim,
berikan: campuran trimetoprim 80 gram dan sulfametoksazol 400 mg per infuse 2
kali 1 ampul per hari, selama minimal 10 hari.
4. Meningitis yang disebabkan Staphylococcus aureus yang resisiten terhadap
penisilin.
Berikan sefotaksim atau seftriakson 6-12 gram intravena. Bila pasien alergi
terhadap penisilin: Vankomisin 2 gram intravena per hari dalam dosis terbagi.
5. Bila etiologi tidak diketahui.
7
Pada orang dewasa berikan ampisilin 12-18 gram intravena dalam dosis terbagi
dikombinasi dengan kloramfenikol 4 gram per hari intravena. Pada anak
ampisilin 400 mg/kgBB ditambah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari intravena.
Pada neonatus ampisilin 100-200 mg/kgBB disertai gentamisin 5 mg/kgBB
perhari.
Bila setelah diberi terapi yang tepat selama 10 hari pasien masih demam, cari
sebabnya di antaranya:
1. Efusi subdural
2. Abses
3. Hidrosefalus
4. Empiema subdural
5. Trombosis
6. Sekresi hormone antidiuretik yang berkurang
7. Pada anak-anak: ventrikulitis
KOMPLIKASI
Komplikasi akut meningitis adalah kejang, pembentukan abses, hidrosefalus,
sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai, dan syok septik.
Manifestasi berat syok septik dengan koagulasi intravaskular diseminata dan
perdarahan adrenal adalah komplikasi meningitis meningokokal (sindrom Waterhouse
– Friderichsen). Komplikasi penyakit meningokokal lainnya adalah artritis, baik
artritis septik atau diperantarai kompleks imun.
MENINGITIS TUBERCULOSA
Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di
Indonesia karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi
sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru.
Terjadinya meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak
langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui
pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung tulang belakang atau vertebra
yang kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid.
Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan
meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama
8
pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa
dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis.
Meningitis tuberculosa adalah penyulit dari tuberkulosa yang mempunyai
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, bila tidak diobati. Oleh karena itu penyakit ini
memerlukan diagnosa dini dan pemberian pengobatan yang cepat, tepat dan rasional.
Insidensi meningkat pada pasien dengan :
- resistensi obat
- program pemberantasan tidak adekuat
- infeksi HIV / AIDS
E TIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis
PATOFISIOLOGI
BTA masuk tubuh
↓
Tersering melalui inhalasi
Jarang pada kulit, saluran cerna
↓
Multiplikasi
↓
Infeksi paru / focus infeksi lain
↓
Penyebaran hematogen
↓
Meningens
↓
Membentuk tuberkel
↓
BTA tidak aktif / dormain
Bila daya tahan tubuh menurun
↓
9
Rupture tuberkel meningen
↓
Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid
↓
MENINGITIS
Terjadi peningkatan inflamasi granulomatous di leptomeningen (piamater dan
arachnoid) dan korteks serebri di sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung
terkumpul di daerah basal otak.
GEJALA KLINIS
Stadium I : Stadium awal
- Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise,
demam, anoreksia
Stadium II : Intermediate
- Gejala menjadi lebih jelas
- Mengantuk, kejang,
- Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III
dan N. VII, gerakan involunter
- Hidrosefalus, papil edema
Stadium III : Advanced
- Penurunan kesadaran
- Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
DIAGNOSIS
1. Lumbal pungsi
LCS :
-Warna jernih / xantokrom
-Sel meningkat
-Limfositer
-Protein meningkat
-Glukosa menurun
Periksa :
-Ziehl-Neelsen ( ZN )
10
-PCR ( Polymerase Chain Reaction )
2. Rontgen thorax
-TB apex paru
-TB milier
3. CT scan otak
- Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis
- Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced
- Komplikasi : hidrosefalus
4. MRI
TERAPI
1. Rifampicin ( R )
Efek samping : Hepatotoksik
2. INH ( H )
Efek samping : Hepatotoksik, defisiensi vitamin B6
3. Pyrazinamid ( Z )
Efek samping : Hepatotoksik
4. Streptomycin ( S )
Efek samping : Gangguan pendengaran dan vestibuler
5. Ethambutol ( E )
Efek samping : Neuritis optika
Nama Obat DOSIS
INH Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari
+ piridoksin 50 mg/hari
Anak : 20 mg/kgBB/hari
Streptomisin 20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan
Etambutol 25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama
Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari
Rifampisin Dewasa : 600 mg/hari Anak 10-20 mh/kgBB/hari
11
Disamping itu, tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan
deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan
antara araknoid dan otak.
Steroid
Diberikan untuk:
Menghambat reaksi inflamasi
Mencegah komplikasi infeksi
Menurunkan edema serebri
Mencegah perlekatan
Mencegah arteritis/infark otak
Indikasi:
Kesadaran menurun
Defisit neurologist fokal
Dosis:
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2
minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
D IAGNOSA BANDING
- Meningitis bakteri dengan terapi tidak adekuat
- Infeksi jamur
- Encefalitis viral
MENINGITIS VIRAL
Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir / sequel
dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes
simpleks dan herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan
pada pemeriksaan cairan cerebrospinal tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi
12
terjadi pada korteks cerebri, white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya
kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks,
virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa
menyebabkan gangguan produksi enzyme neurotransmitter, dimana hal ini akan
berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologis.
E TIOLOGI
- Sering : ENTEROVIRUS
Coxsackie dan Echovirus termasuk dalam family Enterovirus merupakan
hampir 50% penyebab dari meningitis virus (meningitis aseptic).
- Virus neurotropik
G AMBARAN KLINIS
- TRIAS MENINGITIS :
o Sakit kepala
o Demam
o Tanda rangsang meningeal (kaku kuduk, Kerniq, Brudzinski)
- Muntah, irritabilitas, malaise, photophobia, myalgia
DIAGNOSA
1. Pungsi lumbal
LCS : -Tekanan meningkat
-Sel meningkat (awal PMN → limfositer)
- Warna jernih
- Peotein normal/ sedikit meningkat
-Glukosa normal
Periksa :
-PCR ( Polymerase Chain Reaction ) : DNA / RNA virus
-Kultur virus
-Titer antibodi
2. Darah
-Titer antibodi
3. Swab orofaring, feses
13
-Kultur virus
TERAPI
1. Simptomatik
MENINGITIS JAMUR
Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif jarang
ditemukan, namun dengan meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, angka
kejadian meningitis jamur semakin meningkat. Problem yang dihadapi oleh para
klinisi adalah ketepatan diagnosa dan terapi yang efektif. Sebagai contoh, jamur tidak
langsung dipikirkan sebagai penyebab gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak sering
ditemukan dalam cairan cerebrospinal (CSS) pasien yang terinfeksi oleh karena jamur
hanya dapat ditemukan dalam beberapa hari sampai minggu pertumbuhannya.
ETIOLOGI
1. Cryptococcus neoformans
Cryptococcus neoformans adalah jamur seperti ragi (yeast like fungus) yang ada
dimana-mana di seluruh dunia. Jamur ini menyebabkan penyakit jamur sistemik
yang disebut cryptococcis, dahulu dikenal dengan nama Torula hystolitica. Jamur
ini paling dikenal sebagai penyebab utama meningitis jamur dan merupakan
penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas pasien dengan gangguan imunitas.
Cryptococcus neoformans dapat ditemukan pada kotoran burung (terutama
merpati), tanah, binatang juga pada kelompok manusia (colonized human).
Dengan adanya AIDS, insiden Cryptococcal meningitis meningkat drastis. Di
Amerika, meningitis ini termasuk lima besar penyebab infeksi opportunistik pada
pasien AIDS.
2. Coccidioides immitris
PATOGENESA
Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu, meningitis
kronis, vaskulitis, dan invasi parenkimal. Pada infeksi Cryptococcal jaringan
14
menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningen basal yang dapat
menebal dan mengeras oleh reaksi jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi
aliran likuor dari foramen luschka dan magendi sehingga terjadi hydrocephalus. Pada
jaringan otak terdapat substansia gelatinosa pada ruang subarachnoid dan kista kecil
di dalam parenkim yang terletak terutama pada ganglia basalis pada distribusi arteri
lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis. Infiltrate meningen
terdiri dari sel-sel inflamasi dan fibroblast yang bercampur dengan Cryptococcus.
Bentuk granuloma tidak sering ditemukan, pada beberapa kasus terlihat reaksi
inflamasi kronis dan reaksi granulomatosa sama dengan yang terlihat pada
Mycobacterium tuberculosa dengan segala bentuk komplikasinya.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis infeksi jamur pada susunan saraf pusat tidak spesifik seperti
akibat infeksi bakteri. Pasien paling sering mengalami gejala sindroma meningitis
atau sebagai meningitis yang tidak ada perbaikan atau semakin progresif selama
observasi (paling kurang empat minggu).
Manifestasi klinis lainnya dapat berupa kombinasi beberapa gejala seperti demam,
nyeri kepala, lethargi, confuse, mual, muntah, kaku kuduk atau defisit neurologis.
Sering kali hanya satu atau dua gejala utama yang dapat ditemukan pada gejala awal.
DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan
seperti laboratorium cairan cerebrospinal. Gambaran cairan cerebrospinal infeksi
Cryptococcus sama dengan meningitis tuberculosa. Diagnosa dapat dibuat dengan
menemukan Cryptococcus dalam cairan cerebrospinal dengan pewarnaan tinta India,
kultur dalam media sabouraud dan berdasarkan hasil inokulasi pada hewan percobaan.
Jamur ini juga dapat dikultur dari urine, darah, feses, sputum, dan sumsum tulang.
Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada serum dan cairan cerebrospinal dapat
menegakkan diagnosa, dapat dikultur dari urine, darah, feses, sputum, dan sumsum
tulang.
Karakteristik LCS yang ditemukan pada meningitis jamur
10-500 sel/mm3 (dengan dominasi limfosit)
Peningkatan kadar protein
15
Penurunan kadar gula biasanya sekitar 15-35 mg
Kultur bakteri yang negatif membedakan dengan meningitis bakterial
TERAPI
Terapi dengan Amfoterisin B memperlihatkan hasil yang baik. Amfoterisin B
diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5 mg/Kg, diberikan enam sampai sepuluh
minggu, tergantung dari perbaikan klinis dan kembalinya cairan cerebrospinal ke arah
normal. Amfoterisin B dapat diberikan dengan 5-flurocytosine 150 mg/Kg per hari
(dalam empat dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang baik.
PERBANDINGAN GAMBARAN LCS ANTARA MENINGITIS PURULENTA,
TB, VIRAL, DAN JAMUR
PURULENTA TUBERKULOSA VIRUS JAMUR
Tekanan >180 mm H2O
Bila didiamkan terbentuk pelikula Mikroskopis : kuman TBC
Pemeriksaan mikroskopik Biakan cairan otak Pemeriksaan serologik serum dan cairan otak
Kultur bakteri negatif
Warna Keruh sampai purulen
Jernih atau xantokrom
Jernih Jernih
Sel Leukosit meningkat 95 % PMN
Meningkat, <500/mm3, MN dominan
Meningkat antara 10-1000/mm3
10 -500 sel/mm3 dengan dominasi limfosit
Protein Meningkat, >75 mg% meningkat Normal / sedikit meningkat
Meningkat
Klorida Menurun, <700 mg% menurun Normal
Glukosa Menurun, <40 mg %, atau < 40 % gula darah
menurun Normal Menurun, sekitar 15-35 mg
DAFTAR PUSTAKA
1. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth
Edition, Mcgraw-Hill.
16
2. Ropper, AH., Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors’ Principles of
Neurology, Eight Edition, McGraw-Hill.
3. Anonim. 2007. Apa Itu Meningitis. URL:
http://www.bluefame.com/lofiversion/indexphp/t47283.html
4. Ellenby, M., Tegtmeyer, K., Lai, S., and Braner, D. 2006. Lumbar
Puncture.The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL:
http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
5. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL:
http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
6. Japardi,I. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL:
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf
7. Quagliarello, VJ., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The
New England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL:
http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
8. Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503.
URL: http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Nama : Nn. MGS
17
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 15 tahun
Suku bangsa : Minangkabau
Alamat : Kayu Aro Bungus
Pekerjaan : Pelajar
Alloanamnesis :
Seorang pasien, Nn. MGS, perempuan, umur 15 tahun dirawat di bangsal
Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 25 Juli 2010 dengan:
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
Penurunan kesadaran sejak1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya timbul jerawat di pipi kanan yang berkembang menjadi bisul sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit, 2 hari kemudian bisul meluas ke mata
kanan dan berlanjut ke mata kiri.
Demam tinggi dan nyeri kepala hebat di bagian samping kepala sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. 2 hari kemudian pasien kelihatan sangat
mengantuk dan hanya menyahut bila dipanggil, tampak anggota gerak kanan
pasien kurang aktif dibandingkan anggota gerak kiri.
Mual dan muntah tidak ada
Kejang tidak ada
Pada rawatan hari ke 29, tanggal 23 agustus 2010 ditemukan perbaikan
kesadaran, demam masih ada, dan pasien tidak bisa bicara.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami batuk-batuk lama, sakit gigi, infeksi telinga,
hidung dan trauma sebelumnya.
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
18
Riwayat pribadi dan sosial :
Pasien seorang pelajar kelas 1 SMA
PEMERIKSAAN FISIK
I. Umum (23 agustus 2010)
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E M5 V2)
Nadi/ irama : nadi teraba kuat, teratur, 84x/menit
Pernafasan : torakoabdominal, teratur, 24x/menit
Tekanan darah : 140/70 mmHg
Suhu : 38,2oC
Turgor kulit : baik
II. Status internus
Kulit : tampak kulit sembab berwarna kemerahan di pipi kanan dan dahi
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : edem palpebra ODS, sekret bernanah campur darah
Torak
Paru :
Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus sukar dinilai
Perkusi : sonor
Auskultasi : bronkovesikuler, ronkhi + basah di basal paru kanan, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-)
Abdomen
19
Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) N
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibus (-)
Alat kelamin : tidak diperiksa
III. Status neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (+)
Brudzinsky I : (-)/(+)
Brudzinsky II : (-)/(+)
Tanda Kernig : (+)
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
Pupil anisokor, diameter 3m/4mm, reflek cahaya +/+, papil edema (-)
Muntah proyektil tidak ada
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius) : tidak bisa dinilai
N. II (Optikus) : Refleks ancam (+)
N. III (Okulomotorius),N. IV (Trochlearis), N. VI (Abdusen): doll’s eyes
movement bergerak
N. V (Trigeminus) : refleks kornea +
N. VII (Fasialis) : plika nasolabialis kanan lebih datar dibandingkan kiri
N. VIII (Vestibularis) : refleks auditorik (+)
N. IX (Glossopharyngeus), N. X (Vagus) : refleks muntah (+), arkus faring
simetris, uvula ditengah
N. XI (Asesorius) : sukar dinilai
N. XII (Hipoglosus) : deviasi lidah ke kiri saat istirahat
4. Koordinasi : tidak bisa dinilai
20
5. Motorik
Gerakan : dengan rangsangan nyeri, ekstremitas kanan kurang aktif
Kekuatan : dengan tes jatuh, angggota gerak kanan lebih dulu jatuh
Tonus : hipertonus
Tropi : eutrofi
6. Sensorik
Nyeri : respon (+) dengan ransangan nyeri
Sensibilitas: sukar dinilai
7. Fungsi otonom
Miksi : unhibited bladder (+)
Defekasi : terganggu
Sekresi keringat : ada
8. Refleks
RF:
Biseps : ++/++
Triseps : ++/++
KPR : ++/++
APR : ++/++
Dinding perut : ++/++
RP :
Babinsky : +/+
Chaddok : +/-
Oppenheim : +/-
Schaefer : +/-
Gordon : +/-
Hoffman trommer : -/-
9. Fungsi luhur : sukar dinilai
Pemeriksaan laboratorium
Darah :
Rutin : Hb : 10,5 gr/dl
Leukosit : 23.200/mm3
Trombosit : 357.000/mm3
21
Hematokrit : 32%
LED : 132 mm/jam
Kimia darah : Ureum : 113 mg/dl
Kreatinin : 1,2 mg/dl
Gula darah random : 301 mg/dl
Na/K/Cl : 148/5,6/115 mmol/L
Pemeriksaan penunjang
EKG : kesan sinus takikardi
Rontgen Foto Thorak : tampak infiltrat di lapangan paru kanan
LP
Analisa LCS:
Makroskopis : volume 1 cc, kekeruhan tidk keruh, warna bening
jernih
Mikroskopis : Jumlah sel 4/mm3, hitung jenis PMN 74 %, hitung jenis
MN 26 %
Kimia : protein reagen tidak ada, glukosa 360 mg/dl
Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran + hemiparese dekstra + parese N VII, N
XII dextra tipe sentral + meningitis subakut
Dianosis Topik : leptomeningen + hemisfer subkortek serebri sinistra
Diagnosis Etiologi : infeksi bakteri
Diagnosis Sekunder : Sepsis
Selulitis orbita ODS
Diagnosis Banding
Meningitis purulenta
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ed malam
Quo ad sanam : dubia ed malam
Quo ad fungsionam : dubia ed malam
Terapi :
22
- Umum : Elevasi kepala 30 derajat
IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf
Awasi keadaan umum (ABCD)
O2 3L/menit
Pasang NGT, MC 6x300 cc hari
Kateterisasi urine, hitung balance cairan
- Khusus : Ceftriakson 2x2 gram Inj
Ciprofloxacin 2x200 mg IV
Dexametason 4x5 mg IV
Citicolin 2 x 250 mg (IV)
Alinamin F 1x25 mg
Paracetamol 3x500 mg
OAT : INH 1x300 mg
Pyrazinamide 1x400 mg
Rifampisin 1x150 mg
Anjuran pemeriksaan
1. Brain CT-Scan
2. Pemeriksaan BTA sputum
3. Biakan LCS
4. Pemeriksaan IgG anti TB
FOLLOW UP
2 7 Juli 20 10 :
S/ Penurunan kesadaran
Demam (+)
Kedua mata bengkak dan merah
O/
KU Kesadaran TD Nd Nf T
Berat Soporus 140/80 80 x/ menit 24 x/menit 390C
23
Status neurologikus: GCS E2M5V2 9
TRM : Kaku kuduk (+) Kernig sign : -/+
Brudzinsky I -/+ Brudzinsky II -/+
↑ TIK -
Nervus kranialis: pupil anisokor, ǿ 3mm/4mm, refleks cahaya
+/+
Motorik : dengan rangsangan nyeri, kanan kurang aktif
Sensorik : respon terhadap nyeri baik
Otonom : terpasang kateter
RF : ++/++
RP : +/+
D/ hemiparese dextra + parese N VII, XII dextra tipe sentral + meningitis sub akut
DS/ Sepsis
Sellulitis orbita ODS
Hiperglikemia
Konsul bagian mata :
Dextra Sinistra
Visus Belum bisa dinilai Belum bisa dinilai
Palpasi Edema +, hiperemis + Edema +, hiperemis +
Konjungtiva Perdarahan subkonjungtiva
+, kemosis +
Perdarahan subkonjungtiva
+, kemosis +
Kornea Bening Bening
COA Cukup dalam Cukup dalam
Pupil Bulat, RC +/+ Bulat, RC +/+
Lensa Bening Bening
Gerak Belum bisa dinilai Belum bisa dinilai
Kesan : Selullitis orbita ODS
Anjuran:
Tunggu hasil LCS
Cek GDR
Konsul penyakit dalam
Terapi :
- Umum : Elevasi kepala 30 derajat
24
IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf
Awasi keadaan umum (ABCD)
O2 3L/menit
Pasang NGT, MC 6x300 cc hari
Kateterisasi urine, hitung balance cairan
- Khusus : Ceftriakson 2x2 gram Inj
Ciprofloxacin 2x200 mg IV
Dexametason 4x5 mg IV
Citicolin 2 x 250 mg (IV)
Alinamin F 1x25 mg
Paracetamol 3x500 mg
OAT : INH 1x300 mg
Pyrazinamide 1x400 mg
Rifampisin 1x150 mg
28 Juli 20 10 :
S/ Penurunan kesadaran
Demam (+)
Kedua mata bengkak dan merah
O/
KU Kesadaran TD Nd Nf T
Berat Soporus 150/80 78 x/menit 26 x/menit 38,90C
Status neurologikus: GCS E2M5V2 9
TRM : Kaku kuduk (+) Kernig sign : -/+
Brudzinsky I -/+ Brudzinsky II -/+
↑ TIK -
Nervus kranialis: pupil anisokor, ǿ 3mm/4mm, refleks cahaya
+/+
Motorik : dengan rangsangan nyeri, kanan kurang aktif
Sensorik : respon terhadap nyeri baik
Otonom : terpasang kateter
RF : ++/++
RP : +/+
25
D/ hemiparese dextra + parese N VII, XII dextra tipe sentral + meningitis sub akut
DS/ Sepsis
Sellulitis orbita ODS
Hiperglikemia
Hasil Konsul pnyakit dalam :
Gula darah 354 mg/dl
Ureum
Na/K/Cl 148/5,6/115
Kesan :
- Meningitis purulenta + selullitis orbita ODS
- Acute kidney injury e.c susp dehidrasi + sepsis
- Hiperglikemia
Anjuran:
IVFD RL 4 jam/kolf
Antibiotik dan kombinasi
Cek gula darah tiap 4 jam
Bila GD Suntik insulin (SC) unit
< 200 -
200 – 250 5 unit
250 – 300 10 unit
301 – 350 15 unit
> 350 20 unit
Terapi : lanjut
29 Juli 20 10 :
S/ belum ada perbaikan
Demam (+)
O/
KU Kesadaran TD Nd Nf T
Berat Soporus 130/70 80 x/menit 22 x/menit 38,20C
Status neurologikus: GCS E2M5V2 9
Doll’s eyes movement bergerak
TRM : Kaku kuduk (+) Kernig sign : -/+
26
Brudzinsky I -/+ Brudzinsky II -/+
↑ TIK -
Nervus kranialis: pupil anisokor, ǿ 3mm/4mm, refleks cahaya
+/+
Motorik : dengan rangsangan nyeri, kanan kurang aktif
Sensorik : respon terhadap nyeri baik
Otonom : terpasang kateter
RF : ++/++
RP : +/+
D/ hemiparese dextra + parese N VII, XII dextra tipe sentral + meningitis sub akut
DS/ Sepsis
Sellulitis orbita ODS
Hiperglikemia
Th/: lanjut
Anjuran:
Konsul bagian paru
Ro foto thoraks
S D S D
S D S D
Sensorik : baik
Otonom : baik
- P/ IVFD RL
- Citicolin 2 x 250 mg (IV)
Ranitidin 2 x 1 amp
Cefotaxim 1 x 1
Metil prednisolon 1 x 1
08/11/09 : Pasien Pulang
23 Agustus 20 10 :
S/ Bukaan mata spontan (+)
Demam (+)
Mual muntah (-)
Sakit kepala (-)
Kejang (-)
O/
27
KU Kesadaran TD Nd Nf T
Sedang CM Afasia 110/70 92 x/menit 22 x/menit 37,80C
Status neurologikus: GCS E2M5V2 9
Doll’s eyes movement bergerak
Pupil anisokhor, Ø 3mm/4mm, reflek cahaya +/+
TRM : Kaku kuduk (+) Kernig sign : -/+
Brudzinsky I -/+ Brudzinsky II -/+
↑ TIK : (-)
Nervus kranialis: pupil anisokor, ǿ 3mm/4mm, refleks cahaya
+/+, refleks kornea +/+, refleks muntah ()
Motorik : dengan rangsangan nyeri, kanan kurang aktif
Sensorik : respon terhadap nyeri baik
Otonom : terpasang kateter
RF : ++/++
RP : +/+
D/ hemiparese dextra + parese N VII, XII dextra tipe sentral + meningitis sub akut
DS/ Sepsis
Sellulitis orbita ODS
Hiperglikemia
Th/: lanjut
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 82 tahun sejak tanggal 06
November 2009 di RS Ahmad Mochtar dengan diagnosis klinik penurunan kesadaran
ec stroke hemoragik. Diagnosa topik yaitu korteks serebri dan diagnosa etiologi stroke
hemoragik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan penurunan
kesadaran sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit .Dirasakan tiba-tiba saat pasien
tertidur. Demam dialami sejak 4 hari yang lalu,disertai dengan batuk.Pasien juga
28
menderita hipertensi sejak 1 tahun yang lalu.Penyakit jantung baru diketahui.Riwayat
trauma kepala disangkal.Riwayat kejang disangkal.. Hal ini mendukung untuk stroke
hemoragik.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien somnolen dengan GCS 11
(E3M5V3). Pada status neurologi sulit dinilai pada nervus kranialis namun didapatkan
kaku kuduk, brudzinki, babinski group positif.
Pada pasien ini dianjurkan untuk melakukan CT scan kranial yang bertujuan
unutk mengetahui lokasi dari stroke hemoragik. Karena berdasarkan dari hasil
pemeriksaan penunjang, dapat di berikan terapi khusus yang sesuai.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pemberian citicolin sebagai
metabolit activator,ranitidine sebagai anti histamine,metilprednisolon sebagai anti
udem,dan cefotaxim sebagai antibiotic.
Prognosis pada pasien dengan stroke hemoragik ini mengarah ke
perburukan,dilihat dari keadaan umum pasien.Dan harus segera diterapi sesuai dengan
etiologi yang di dapat secara teratur
29
30
top related