case report diaabetic foot (2)
Post on 07-Dec-2015
229 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang
ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin
secara relatif maupun absolut. Laporan dari World Health Organization (WHO)
mengenai studi populasi diabetes melitus di berbagai negara yaitu, pada tahun 2000 di
Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus
dengan prevalensi 8,4 juta jiwa. Urutan diatasnya adalah India (31,7 juta jiwa), China
(20,8 juta jiwa), dan Amerika Serikat (17,7 juta jiwa).1,2
Diabetes melitus memiliki berbagai macam komplikasi kronik dan yang
paling sering ditemui adalah kaki diabetik. Insiden ulkus diabetik setiap tahunnya
adalah 2% di antara semua pasien dengan diabetes dan 5 – 7,5% di antara pasien
diabetes dengan neuropati perifer. Meningkatnya prevalensi diabetes di dunia
menyebabkan peningkatan kasus amputasi kaki karena komplikasinya. Studi
epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang
diabetes setiap tahunnya, yang berarti setiap 30 detik ada kasus amputasi kaki karena
diabetik di seluruh dunia.2,3
Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang
disebabkan karena kondisi hiperglikemia menyebabkan kelainan neuropati dan
gangguan vaskuler perifer. Neuropati akan mengakibatkan kerusakan serabut saraf
yang menyebabkan penurunan sensasi nyeri, kulit kering, kelemahan otot dan
deformitas. Gangguan vaskuler perifer menyebabkan iskemik kaki. Keadaan ini
memudahkan terjadinya ulkus kaki diabetik. Ulkus kaki diabetik mudah berkembang
menjadi infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang
tinggi menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman.4,5
BAB II
CASE REPORT
I. IDENTITY
Name : Ms. Arni
Age : 39 years old
Address : Ds. Daenggune, KecKinovaro
Date Of Examination : 7th September 2015
Time : 07.00 PM
Hospital : Anutapura
II. ANAMNESIS
Chief Complaint : Wound at the right foot
Clinical History :
Wound at the right foot since 3 months ago. Firstly, the wound
just like a bubble, after contacted fire when she was cooking. After
that she went to alternative treatment for her foot, but never healed.
The wound then increasingly widening in size like now. And the
foot become swelling and more pain full. The wound is fester and
very smelly. The wound is getting wider and the patient can’t
walking because of that wound. She also difficult to move herfoot
because of pain. She can’t do daily activities. She got fever three
days ago, before come to thr hospital, and decreased by antipiretik.
Headache (-), dizziness (-), chill (-). History of night sweat (-),
chronic cough (-), nausea (-), vomit (-). The patient often feel
hungry even though just take a meal, the patient often fell weak
and thirsty. Weight loss 10 kg in the last month. Patient complaint
of freaquent cramps, itching, numbness, and fell heat at the feet
and toes. Patient also admitted frequently suffered minor injury at
her foot without realizing it (no felt).
Past history of illness
History of diabetic mellitus since 3 years ago treated with
Glibenclamide but do not controlled.
History of illness in family
The patient have family history of diabetic mellitus (mother).
III. PHYSICAL EXAMINATION
General condition : Mild Sickness
Vital Sign :
Blood Preasure : 100/60 MmHg
Respiration Rate : 20x/second
Heart rate : 88x/second
Temperature : 36,80C
Head :
Pupil : isokhor (+), light reflex +/+
Conjuctiva : anemis +/+
Sclera : Jaundice -/-
Thorax
Lung
Inspection : normochest, retraction intercosta (-)
Palpation : mass (-), tenderness (-)
Percusion : sonor, lung-liver limit intercostalis VI
Auscultation : Vesicular
Heart
Inspection : ictus cordis seen left ICS V midclavicularis line
Palpation : ictus cordis palpable left ICS V midclavicularis line
Percution : right border :intercostalis IV right parasternalis
Left Boundary :intercostalis V left midclavicularis
Auscultation : heart sound I/II Reguler
Abdomen
Inspection : flat
Auscultation : Bowel Peristaltic within normal
Percussion : Thympani
Palpation : Splenomegaly (-), hepatomegaly (-) Tenderness(-)
Genitalia : Normal
Superior Extremities : Normal
Inferior Extremities : see the local Status
Local Status
Right foot region
Look : swelling (+), ulcus (+), muscle expose (+), blood (+),
Necrotic tissue (+),Pus (+), Active Bleeding (-), Skin color
different with other location (+)
Fell : Tenderness (+), warm (+)
ROM : difficult to be evaluated in ankle joint due to of pain.
NVD : * pulse of dorsalispedis artery difficult to be evaluated
*CRT :< 2 second
* Acral : warm
* Sensoric decreased
- Motoric of right foot is limited because of pain
V. Treatment Modalities
Laboratory : whole Blood
WBC : 18,0 10^3uL
RBC : 2,94 10^6uL
HGB : 7,0 g/dl
HCT : 21,0 %
PLT : 597
HBSAG : non reactive
GDS : 336 mg/dl
VI. X-Ray
Right foot Ap/Lat
Soft tissue swelling with luscent at right foot.
Wound luscent at distal 2nd – 4th and destruction in 2ndtoe
Bone mineralitation : decreased
Joint space DIP + PIP normal
Impression
Gas Gangren in right plantar foot
Osteomyelitis acute proximal metatarsal II-IV and digiti II right foot
Osteoporosis senilis.
VII. Diagnose
Right foot diabetic
Osteomyelitis acute
Diabetes Mellitus type 2
VIII. Management
Medicamentous
Insulin
Loop diuretics
Anti hipertensi
Antibiotics
Analgetics
Non Medicamentous
Diet of DM
Diet low salt
Measure procedure
Debridement
Care of wound (morning-afternoon)
Transfusion
IX. Prognose
Dubia
BAB III
DISKUSI
Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis metabolik yang
berlangsung kronik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Diagnosis DM ditegakkan atas
dasar ada tidaknya gejala khas DM (poliuria, polidipsia, polifagia) dan pemeriksaan
kadar glukosa darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma vera. Diagnosis
DM juga dapat ditegakkan melalui cara :
1. Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7.0 mmol/L). Puasa
diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus
yang dilarutkan ke dalam air
4. A1C ≥ 6.5% 1,2,3
Pada pasien ini, kita dapat mendiagnosis sebagai DM karena terdapat gejala
klasik berupa pasien cepat lapar, cepat haus, dan sering buang air kecil. Dari hasil
laboratorium didapatkan glukosa plasma sewaktu adalah 336 mg/dL.
Pasien DM cenderung untuk mendapatkan komplikasi infeksi, sehingga
membuat pasien DM dirawat di Rumah Sakit. Pada negara berkembang seperti
indonesia kaki diabetes karena infeksi merupakan salah satu sebab utama rawat inap
pasien DM di rumah sakit. Kaki diabetes seringkali berakhir dengan kecacatan dan
kematian. Pada pasien ini komplikasi dari Diabetes Melitus Tipe 2 yang diderita
adalah Kaki Diabetik hal ini berdasarkan dari anamnesis dimana pasien mempunyai
luka dikaki yang tidak kunjung sembuh dan tambah meluas.
PATOFISIOLOGI KAKI DIABETIK
Terjadinya kaki diabetik diawali dengan adanya hiperglikemi yang
menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki. Kerentanan
terhadap infeksi meluas ke jaringan sekitar. Faktor aliran darah yang kurang
membuat ulkus sulit sembuh. Jika sudah terjadi ulkus, infeksi akan mudah sekali
terjadi dan meluas ke jaringan yang lebih dalam sampai ke tulang. Di bawah ini
adalah etiologi dari kaki diabetik:3,11
a. Neuropati perifer
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan
terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan
syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan
akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek
otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila tidak
hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika.
Ada tiga tipe neuropati yaitu neuropati sensorik, neuropati motorik dan
neuropati otonom. Kondisi pada neuropati sensorik yang terjadi adalah kerusakan
saraf sensoris pertama kali mengenai serabut akson yang paling panjang, yang
menyebabkan distribusi stocking dan gloves. Kerusakan pada serabut saraf tipe A
akan menyebabkan kelainan propiseptif, sensasi pada sentuhan ringan, tekanan,
vibrasi dan persarafan motorik pada otot. Secara klinis akan timbul gejala seperti
kejang dan kelemahan otot kaki. Serabut saraf tipe C berperan dalam analisis
sensari nyeri dan suhu. Kerusakan pada saraf ini akan menyebabkan kehilangan
sensasi protektif. Ambang nyeri akan meningkat dan menyebabkan trauma
berulang pada kaki.
Neuropati motorik terjadi karena demyelinisasi serabut saraf dan
kerusakan motor end plate. Serabut saraf motorik bagian distal yang paling
sering terkena dan menimbulkan atropi dan otot-otot intrinsik kaki. Atropi dari
otot intraosseus menyebabkan kolaps dari arcus kaki. Metatarsal-phalangeal
joint kehilangan stabilitas saat melangkah. Hal ini menyebabkan gangguan
distribusi tekanan kaki saat melangkah dan dapat menyebabkan kallus pada
bagian-bagian kaki dengan tekanan terbesar. Jaringan di bawah kallus akan
mengalami iskemia dan nekrosis yang selanjutnya akan menyebabkan ulkus.
Neuropati motorik menyebabkan kelainan anatomi kaki berupa claw toe, hammer
toe, dan lesi pada nervus peroneus lateral yang menyebabkan foot drop.
Neuropati otonom menyebabkan keringat berkurang sehingga kaki
menjadi kering. Kaki yang kering sangat beresiko untuk pecah dan terbentuk
fisura pada kallus. Neuropati otonom juga menyebabkan gangguan pada saraf-
saraf yang mengontrol distribusi arteri-vena sehingga menimbulkan arteriolar-
venular shunting. Hal ini menyebabkan distribusi darah ke kaki menurun
sehingga terjadi iskemi pada kaki.
Gambar 1. Patomekanisme kaki diabetik11
b. Kelainan vaskuler
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena
kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini
disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga
sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut
nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin
dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak
nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan
yang akan berkembang menjadi ulkus diabetik.
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan
HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di
jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
mengganggu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian
jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetik.
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit
menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah
menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding
pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,
trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan
menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang
akan merangsang terjadinya aterosklerosis.
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi
penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity-
lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain
yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis.
Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga
kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi
nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki
atau tungkai.
c. Infeksi
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali
menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang
terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga
bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem
phlagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan
mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan
media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus
diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman
anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium
septikum. Infeksi akut pada penderita yang belum mendapatkan antibiotik
biasanya monomikrobial sedangkan pasien dengan ulkus kronis, gangrene dan
osteomyelitis bersifat polimikrobial. Jika penderita sudah mendapat antibiotik
sebelumnya atau pada ulkus kronis, biasanya dijumpai juga bakteri batang gram
negatif (Enterobactericeae, enterococcus, dan pseudomonas aeruginosa).
Gambar 2. Infeksi pada kaki diabetik11
Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil,arteriola,
kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi
enzimatik dan nonenzimatik glukosa kedalam membrana basalis. Penebalan
membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. 7
Gambar diatas menunjukkan beberapa proses patologis yang terjadi pada penderita DM yang meyebabkan munculnya kaki diabetes
KLASIFIKASI KAKI DIABETES
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana
seperti klasifikasi Edmonds dari king collage hospital London, klasifikasi Liverpool
yang sedikit lebih ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan
pengelolaan kaki diabetes, dan klasifikasi texas yang lebih kompleks. Yang paling
sering dipakai dalam mengklasifikasikan dan pengelolaan kaki diabetes adalah
klasifikasi Wagner, yaitu1 :
Tingkat 0 : Tidak ada ulserasi tetapi beresiko tinggi untuk menjadi kaki
diabetik. Penderita dalam kelompok ini perlu mendapat perhatian
khusus. Pengamatan berkala dan perawatan kaki yang baik serta
penyuluhan penting untuk mencegah ulserasi.
Tingkat 1 : Ulkus superfisial tanpa infeksi disebut juga ulkus Neuropatik.
Oleh karena itu lebih sering ditemukan pada daerah kaki yang banyak
mengalami tekanan berat badan yaitu didaerah ibu jari kaki dan
plantar. Sering terlihat adalnya kallus.
Tingkat 2 : Ulkus dalam disertai sellulitis tanpa absess atau kelainan tulang.
Adanya ulkus dalam sering disertai infeksi tetapi tanpa adanya
kelainan tulang.
Tingkat 3 : Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luar yang dalam
Tingkat 4 : Gangren terbatas. Yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit.
Penyebab utama adalah iskemik. Oleh karena itu, ulkus iskemi
terbatas pada daerah tertentu.
Tingkat 5 : Gangren seluruh kaki. Biasanya oleh karena sumbatan arteri besar
tetapi juga ada kelainan neuropati dan infeksi.
Pasien kaki diabetes mungkin memiliki kaki yang tidak sensitiv dan sering
merasakan gejala nyeri. Gejala nyeri dirasakan pada 33% penderita ulkus kaki
diabetes. Nyeri dan gangguan sensorik tidak selalu muncul bersamaan, tetapi nyeri
yang dirasakan secara tiba-tiba pada pasien kaki diabetes yang sudah terbentuk ulkus
mengindikasikan adanya infeksi yang memburuk8.
Klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan pengelolaan
kaki diabetes adalah yang berdasarkan pada perjalanan alamiah kaki diabetes
(Edmonds 2004-2005) :
Stadium 1 : Kaki Normal
Stadium 2 : Kaki beresiko tinggi
Stadium 3 : Kaki dengan ulkus
Stadium 4 : Kaki dengan manifestasi infeksi
Stadium 5 : Kaki yang telah mengalami nekrosis
Stadium 6 : Unsolvable Foot
Pada pasien ini berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan luka pada kaki kanan
pasien ada nanah, bau, darah. Sedangkan dari hasil foto xray ditemukan gas gangren,
destruksi tulang (osteomyelitis) sehingga dari pemeriksaan fisis dan hasil foto pedis
ini kaki diabetik pada pasien dapat dikategorikan sebagai Wagner 3
PENGELOLAAN KAKI DIABETES
Tujuan utama dari penatalaksanaan kaki diabetes adalah penutupan luka secepat
mungkin, menghilangkan ulkus, mengurangi kemungkinan rekurensi dan
menurunkan kemungkinan amputasi pada pasien DM. Prinsip perawatan kaki
diabetes meliputi beberapa hal, yaitu :
Tujuan utama dari penatalaksanaan kaki diabetes adalah penutupan luka secepat
mungkin, menghilangkan ulkus, mengurangi kemungkinan rekurensi dan
menurunkan kemungkinan amputasi pada pasien DM. Prinsip perawatan kaki
diabetes meliputi beberapa hal, yaitu :3,11,12,13
1. Kontrol Metabolik
Pengendalian keadaan metabolik sebaik mungkin seperti pengendalian kadar
glukosa harian (GDS premeal dan GDP) sangat penting untuk mengamati
efektifitas terapi yang diberikan. American diabetes association membuat
guideline tentang algoritma terapi pasien DM sebagai berikut :
Pada pasien kaki diabetik umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi
kadar glukosa darah, dimulai dari dosis keci dan perlahan-lahan dinaikkan
hingga mencapai kadar glukosa darah yang disarankan. Status nutrisi harus
diperhatikan dan diperbaiki, oleh karena asupan nutrisi yang adekuat dapat
mempercepat proses penyembuhan luka. 1
Lembaga studi diabetes eropa “ The Diabetes Education Study Group of the
European Association for the Study of Diabetes” juga memberikan pedoman
dalam pemilihan dan tatalaksana penggunaan obat hiperglikemi oral untuk
perbaikan kadar glukosa plasma penderita DM sebagai berikut :4
2. Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam
perawatan luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan
nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3
mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran
faktor pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka. 3
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp),
autolitik, enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik
dan kimia hanya membuang jaringan nekrosis (debridement selektif),
sedangkan metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup
(debridement non selektif). 6
Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus diabetes dan
metode yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat
jaringan nekrosis atau
terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau
membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan
kontrol infeksi dan penutupan luka selanjutnya. Debridement enzimatis
menggunakan agen topikal yang akan merusak jaringan nekrotik dengan
enzim proteolitik seperti papain, colagenase, fibrinolisin-Dnase, papainurea,
streptokinase, streptodornase dan tripsin. Agen topikal diberikan pada luka
sehari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan tertutup. Penggunaan agen
topikal tersebut tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding dengan
perawatan terapi standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas dan secara
umum diindikasikan untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan
pada luka dengan perfusi arteri terbatas. Debridement mekanis mengurangi
dan membuang jaringan nekrotik pada dasar luka. Teknik debridement
mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa basah-kering (wet-to-dry
saline gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka dan
dibiarkan sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa dan secara
mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika kasa dilepaskan.
3. Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu
komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area
telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara
yang ideal untuk mengurangi
tekanan tetapi sulit untuk dilakukan Total Contact Casting (TCC)
merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC dibuat dari gips yang
dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien keluar dari area
ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan
dan bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu
penyembuhan luka. Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi
tekanan pada luka dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian
TCC antara lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat
menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.
Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan Cam
Walker, removable cast walker, sehingga memungkinkan untuk inspeksi luka
setiap hari, penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini.
4. Penanganan Infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan
infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus
diabetes, maka diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap.
Diagnosis infeksi terutama berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema,
nyeri, lunak, hangat dan keluarnya nanah dari luka.
Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The
Infectious Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori,
yaitu:
Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm
Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.
Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai tulang atau
sendi.
Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau sendi,
serta adanya infeksi sistemik.
Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus
diabetes masih sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman
klinis. Terapi antibiotik harus didasarkan pada hasil kuftur bakteri dan
kemampuan toksistas antibiotika tersebut. Pada infeksi yang tidak
membahayakan (non-limb threatening) biasanya disebabkan oleh
staphylokokus dan streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat
poliklinis dengan pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-
clavulanic, moxifloxin atau clindamycin.
Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba,
seperti staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas,
enterokokus dan bakteri anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus,
peptostreptokokus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan
pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif, serta
aerobik dan anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat
meliputi imipenem-cilastatin, B-lactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan
piperacilintazobactam), dan cephalosporin spektrum luas.
5. Pembedahan
Debridement
Debridement dilakukan untuk membuang jaringan mati dan terinfeksi dari
ulkus, callus hipertropik. Pada debridement juga ditentukan kedalaman dan
adanya tulang atau sendi yang terinfeksi.
Pembedahan Revisional
Pembedahan revisional dilakukan pada tulang untuk memindahkan titik
beban. Tindakan tersebut meliputi reseksi metatarsal atau ostektomi
Pembedahan Vaskuler
Indikasi pembedahan vaskuler apabila ditemukan adanya gejala dari
kelainan pembuluh darah, yaitu nyeri hebat, luka yang tidak sembuh,
adanya gangren.
Autologous skin graft merupakan ukuran standar penutupan luka partial
thickness.
Skin allograft memungkinkan penutupan luka yang luas dan dalam dimana
dasar luka tidak mencukupi untuk dilakukannya autologus skin graft
Jaringan pengganti kulit
o Dermagraft
o Apligraft
Penutupan dengan flap
6. Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang
penting untuk memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal. Pendapat
mengenai lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima luas.
Keuntungan pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian
sel, akselerasi angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor
pertumbuhan dengan sel target. Pendapat yang menyatakan bahwa keadaan
yang lembab dapat meningkatkan kejadian infeksi tidak pernah ditemukan.
Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka
serta didesain untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu
debridement (enzim), dan mempercepat penyembuhan luka. Balutan basah-
kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan luka. Selain itu
dapat digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dimana akan
meningkatkan penyembuhan luka, PDGF telah menunjukan dapat
menstimulasi kemotaksis dan mitogenesis neutrofil, fibroblast dan monosit
pada proses penyembuhan luka.
Penggunaan pengganti kulit/dermis dapat bertindak sebagai balutan
biologis, dimana memungkinkan penyaluran faktor pertumbuhan dan
komponen matrik esktraseluler. Recombinant Human Platelet Derived Growth
Factors (rhPDGF-BB) (beclpermin) adalah satu-satunya faktor pertumbuhan
yang disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA). Living skin
equivalen (LSE) merupakan pengganti kulit biologis yang disetujui FDA
untuk penggunaan pada ulkus diabetes.
7. Terapi Tekanan Negatif dan Terapi Oksigen Hiperbarik
Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan diabetic ulkus
karena dapat mengurangi edema, membuang produk bakteri dan mendekatkan
tepi luka sehingga mempercepat penutupan luka. Terapi oksigen hiperbarik
juga dapat dilakukan, hal itu dibuktikan dengan berkurangnya angka amputasi
pada pasien dengan ulkus diabetes.
Penanganan yang diberikan pada pasien ini dengan cara mengontrol gula
darah setiap hari, baik gula darah sewaktu (GDS premeal) sebanyak 3 kali sehari.
Pasien juga diberikan disuntikan insulin. Insulin yang diberikan insulin propandial
yaitu Novorapid. Dosis Novorapid disuntikan sebanyak 6 unit sebanyak 3 kali sehari,.
Dan levemir yang merupakan long acting insulin sebanyak 8 unit 1 kali sehari, pada
malam hari.
Penanganan lainnya untuk luka di kaki diberikan antibiotik berupa
cefoperazone (golongan sefalosprorin : untuk bakteri gram positif dan negatif).
Penanganan luka lainnya adalah merawat luka dengan cara mengganti verban
dua kali sehari, pada pagi dan sore hari. Pasien juga diberikan edukasi untuk
mengontrol makanan yang dimakan sehingga gula darah dapat terkontrol dengan
baik, edukasi mengenai latihan fisik ringan untuk pasien, edukasi tentang perawatan
luka yang berkala, dan edukasi mengenai pemantauan gula darah secara mandiri.
Pada pasien ini dilakukan debridement. Debridement dapat mencegah
pertumbuhan kuman pada luka terbuka, mengangkat jaringan nekrotik dan kallus,
mengurangi beban pada jaringan kaki, serta untuk mengevaluasi perkembangan
perawatan luka. Debridement tidak dianjurkan pada ulkus arteri. Debridement yang
adekuat harus dikombinasikan dengan pemberian obat luka topikal (seperti cairan
salin, yodin encer), dressing dengan senyawa silver dan prosedur penutupan luka.
DAFTAR PUSTAKA
1. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. 2011.
2. Waspadji S. Kaki Diabetes. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 5th
ed.Jakarta: InternaPublishing; 2009.
3. Reynold F. The Diabetic Food, ABC of Diabetic. 2007. Available from:
http:/www. Japmoanline.org/search.dtl.
4. Diabetes Care. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.American
Diabetes Association;C Diabet J 35: S64-S70, 2012.
5. Kohei K. Patophysiology of type 2 diabetes and its treatment policy. JMAJ
53: 41–46, 2010.
6. Ozougwu JC, Obimba KC, Belonwu CD, Unakalamba CB.The pathogenesis
and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus. J Physiol
Pathophysiol 4: 46-57, 2013.
7. WHO. Diabetes [serial online]. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
8. Colagiuri S. Clinical guideline task for Global guideline for type 2 diabetes.
IDF: 2012.
9. Standiford CJ, Vijan S. Management of type 2 diabetes mellitus-Guideline for
clinical care. 2014.
10. Guyton AC. Fisiologi kdokteran. 11th ed. Jakarta: EGC; 2008. P961-976
11. JJ Mendes. Et al. Diabetic Foot Infections; Current Diagnosis and Treatment.
The journal of diabetics foot complications. Volume 4. Issue 2. Number 1.
Page 26-45.2012.
12. Edgar J.G.et al. Diagnosis and Management of Infection in the Diabetic Foot.
Medical Clinics of North America.2013
13. Simerjit S,et al. Diabetic Foot Ulcer-Diagnosis and Management. The Journal
clinical Research on foot and ankle Volume 1, 2013
top related