central retinal artery occlusion
Post on 26-Dec-2015
54 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mata merupakan organ yang berfungsi seperti kamera. Gambar difokuskan
oleh sepasang lensa (lensa dan kornea) ke dalam film (fotoreseptor yang merupakan
reseptor cahaya khusus di retina). Kemudian gambar-gambar tersebut akan
diintepretasikan ke otak dalam bentuk sinyal-sinyal listrik.1
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat
bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Retina atau selaput jala, merupakan
bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina
berbatas dengan koroid dan sel pigmen epitel retina. Oklusi arteri retina dapat terjadi
pada pembuluh sentral ataupun pembuluh cabang yang dapat disebabkan oleh radang
arteri, trombus dan embolus pada arteri, spasme pembuluh darah, giant cell, penyakit
kolagen, keadaan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Arteri retina sentral biasa
mengalami penyumbatan di daerah lamina kribosa dan biasanya terjadi pada usia tua
atau usia menengah.3
Pada tahun 1859, Van Graefe pertama kali menggambarkan bahwa Central
Retinal Artery Occlusion sebagai suatu proses penyumbatan pada pembuluh darah
arteri sentral retina pada pasien yang menderita endokarditis. Pada tahun 1868,
Mauthner mengatakan bahwa suatu proses vasokonstriksi dapat menyebabkan oklusi
arteri retina. Penyebab dari CRAO dianggap sebagai proses multifaktorial, yang
disebabkan oleh kelainan-kelainan sistemik yang lain.5
1
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui segala sesuatu yang berhubungan
dengan penyakit Central Retinal Artery Occlusion, mulai dari definisi, faktor penyebab,
gejala klinis, hingga penatalaksanaan dari keadaan ini. Selain itu, tujuan penulisan paper ini
adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan.
2
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Retina
Retina merupakan suatu struktur yang kompleks dimana terdiri dari 9 lapisan yang
terpisah yang terdiri dari bagian fotoreseptor, neuron, sel ganglion maupun serabut saraf
optik. Retina bertanggung jawab dalam proses pengubahan cahaya menjadi sinyal listrik
dan meneruskan sinyal-sinyal tersebut ke otak. Cahaya masuk ke dalam retina melalui
lapisan-lapisan yang terluar. Sel-sel batang dan sel-sel kerucut pada retina selanjutnya
akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang kemudian akan diteruskan dari retina
ke sel-sel ganglion melalui serabut saraf.1,2,3
Retina tersusun atas 9 lapisan, yaitu:1,2,3
1. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
2. Lapisan serabut saraf, merupakan lapisan akson menuju ke arah saraf optik.
Pada lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, tersusun atas satu lapis sel ganglion, kecuali pada daerah
makula yang berlapis-lapis.
4. Lapisan peksiform dalam, merupakan lapis aselular tempat bersinapsnya sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
5. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapisan ini mendapatkan suplai dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapisan aselular dan merupakan tempat
bersinapsnya sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
7. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut dan sel
batang. Lapisan-lapisan tersebut avaskular, dan mendapatkan suplai dari
kapiler koroid.
8. Membran limitan eksterna, merupakan membran ilusi yang terdiri atas
jembatan-jembatan interselular yang menghubungkan sel fotoreseptor dan sel
Muller .
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina yang terdiri atas sel
batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut. Sel batang
3
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
berfungsi pada penglihatan malam dan sensitif terhadap cahaya namun tidak
sensitif pada panjang gelombang cahaya sehingga tidak dapat membedakan
warna. Sel batang mengandung rhodopsin, berjumlah sekitar 120 juta sel
batang yang tersebar di daerah retina. Sedangkan sel kerucut berfungsi pada
penglihatan siang hari dan sensitif terhadap panjang gelombang pendek,
menengah, dan tinggi, yang membuatnya dapat membedakan warna. Terdapat
sekitar 6 juta sel kerucut yang terkonsentrasi pada daerah fovea.
Gambar 2.1. Anatomi Lapisan Retina4
Arteri opthalmika merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna dan
memasuki kavum orbita bersamaan dengan saraf oftalmikus melalui foramen oftalmikus.
Cabang pertama dari arteri opthalmika adalah arteri retina sentralis sebagai penyuplai
darah ke retina. Arteri posterior siliaris yang merupakan cabang dari arteri opthalmika
4
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
akan menyuplai darah ke koroid. Pada sekitar 14% populasi terdapat variasi cabang
silioretinal dari arteri siliaris posterior yang akan memberikan tambahan suplai darah
pada makula dari sirkulasi koroid.4
Gambar 2.2. Vaskularisasi Retina6
2.2. Central Retinal Artery Occlusion (CRAO)
2.2.1. Definisi
Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) merupakan suatu penyumbatan pada
pembuluh darah arteri sentral yang umumnya disebabkan oleh suatu emboli yang terjadi
secara tiba-tiba, tidak menimbulkan rasa sakit, bersifat unilateral, dan sering
menyebabkan kehilangan pandangan yang berat.7
5
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
CRAO disebut juga stroke mata, merupakan suatu keadaan darurat okular. Hal ini
menunjukkan suatu iskemia organ target dan berhubungan dengan oklusi cabang
terminal pada stroke serebral.4
Pada tahun 1859, Van Graefe pertama kali menjelaskan bahwa CRAO disebabkan
oleh adanya penyumbatan pada pembuluh darah arteri sentral retina pada pasien dengan
endokarditis. Pada tahun 1868, Mauthner mengatakan bahwa kontraksi spasmodik dapat
menyebabkan oklusi arteri retina.5
2.2.2. Epidemiologi
Data dari studi di Amerika menunjukkan bahwa insidensi CRAO ditemukan
sebanyak 1:10.000 penderita. Dari penderita ini, sebanyak 1-2% dijumpai dengan
gangguan mata bilateral. Umumnya penderita laki-laki lebih tinggi dari pada wanita.
Usia rata-rata penderita CRAO adalah sekitar 60 tahun, walaupun pada beberapa kasus
dilaporkan terjadi pada usia lebih muda kurang dari 30 tahun.5
Studi lain menunjukkan insidensi CRAO sebanyak 1:100.000 penderita, dengan
lebih dari 75% penderita memilliki ketajaman visual 20/400 atau lebih buruk pada mata
yang terkena.4
Insidensi meningkat pada penderita hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung sistemik, penyakit kardiovaskular, perokok, pada individu dengan obesitas,
endokarditis bakterial subakut, tumor, leukemia, penggunaaan kortikosteroid suntikan,
poliarteritis nodosa, sifilis, trauma tumpul, paparan radiasi, dan pengguna kokain.6
2.2.3. Etiologi
CRAO bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri, melainkan disebabkan oleh
berbagai kelainan-kelainan sistemik berupa emboli maupun trombosis. Penyebab
CRAO bervariasi tergantung oleh usia penderita, yaitu:1,2,3,5,6,7,8,9,10
- Hipertensi sistemik
- Diabetes Mellitus
- Penyakit katup jantung
- Kelainan jantung, seperti patent foramen ovale
6
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
- Emboli:
o Sering terjadi pada penderita lebih muda dari 40 tahun.
o Koagulopati pada penderita anemia sel sabit atau antibody antifosfolipid
sering terjadi pada penderita lebih muda dari 30 tahun.
o Paling sering disebabkan karena kolesterol, bakteri, atau sisa obat akibat
penyalahgunaan obat intravena.
- Ateroskerosis:
o Paling sering menyebabkan CRAO, terjadi pada penderita usia 40-60 tahun.
o Aterosklerosis karotid ditemukan pada 45% kasus CRAO, dengan stenosis
sebanyak 60% atau lebih pada 20% kasus.
- Arteritis Giant Cell
- Keadaan hiperkoagulasi
- Penyakit vaskular kolagen
- Pemakaian kontrasepsi oral
- Polisitemia
- Poliarteritis nodosa
- Penyakit Bechet
- Sifilis
- Penyakit sel sabit
- Migrain
- Peningkatan tekanan intraokular akibat glaukoma atau karena tekanan langsung yang
berkepanjangan pada pasien yang tidak sadar.
- Oklusi arteri hidrostatik.
2.2.4. Patofisiologi
Kehilangan penglihatan pada CRAO terjadi karena hilangnya suplai darah ke
lapisan dalam retina. Arteri oftalmika merupakan cabang pertama dari arteri karotis
interna dan akan memasuki bawah saraf optik melalui kanal optik . Arteri retina sentral
adalah cabang pertama intraorbital dari arteri ofthalmika, yang memasuki saraf optik 8-
15 mm untuk memperdarahi retina, dan cabang arteri cilliar posterior memperdarahi
koroid. Secara akut, obstruksi, yang diakibatkan emboli misalnya, akan membuat
terjadinya edema lapisan dalam retina dan pyknosis sel ganglion nukleus. Iskemik yang
7
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
kemudian diikuti nekrosis akan terjadi, sehingga retina memberikan gambaran opak dan
berwarna putih kekuningan. Opasitas akan bertambah pada bagian posterior akibat
bertambahnya ketebalan lapisannya, dan sebaliknya pada fovea akan memberikan
gambaran cherry-red spot.5
2.2.5. Gambaran klinis
Biasanya penderita akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang terjadi secara
tiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri dan menetap pada salah satu mata. Sebanyak 74%-
90% penderita, kemampuan visus menurun hingga menghitung jari, persepsi cahaya,
hingga kebutaan.1,2,3,4,5,6,7,8,10
Pada beberapa pasien dapat dijumpai amaurosis fugax, yaitu proses penurunan
penglihatan secara transien yang dapat terjadi selama beberapa detik hingga beberapa
menit, tetapi juga dapat bertahan selama 2 jam. Biasanya penglihatan dapat kembali
seperti sebelumnya setelah serangan berakhir.2,5
Pupil mata dapat memberikan respon yang buruk terhadap cahaya langsung,
tetapi dapat menyempit dengan cepat ketika mata yang lain diberikan cahaya (defek
relatif aferen pupil). Pada kasus yang akut, funduskopi menunjukkan gambaran pucat,
cherry-red spot. Biasanya arteri melemah, dan bahkan dapat dijumpai perdarahan.
Kadang-kadang embolus, misalnya embolus kolesterol (Hollenhorst Plaque), yang
merupakan penyebab tersering dari aterosklerosis pada arteri karotis dapat terlihat.
Bagaimanapun, arteri retina sentral sendiri juga dapat menyebabkan aterosklerosis secara
perlahan. Jika sumbatan terjadi pada cabang utama, kelainan fundus dan kehilangan
pandangan hanya terbatas pada daerah retina.2,3,6,9
2.2.6. Diagnosis
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk mendiagnosis CRAO meliputi:3,5
- Anamnesa, biasanya pasien datang dengan keluhan utama penurunan penglihatan
yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri, dan umumnya bersifat
unilateral, hingga kebutaan.
- Penting untuk menanyakan riwayat penyakit penderita sebelumnya yang dapat
menjadi faktor predisposisi pembentukan trombus, seperti atrial fibrilasi, endokarditis,
8
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
penyakit-penyakit aterosklerosis, keadaan koagulopati ataupun hiperkoagulasi, begitu
juga dengan riwayat pengobatan sebelumnya.
- Penilaian visus, biasanya menurun hingga menghitung jari, lambaian tangan, hingga
tanpa persepsi terhadap cahaya.
- Pemeriksaan pupil, bisa didapati melambat hingga menghilang, dan dapat anisokor.
- Pemeriksaan funduskopi, dapat memberikan gambaran:
o Seluruh retina pucat akibat edema dan gangguan nutrisi
o Gambaran cherry-red spot pada makula lutea. Hal ini terjadi karena adanya
infark pada lapisan retina yang menyebabkan terjadi edema, kecuali pada
daerah makula yang tetap berwarna merah karena lapisannya yang tipis.
o Tanda Boxcar dapat dijumpai pada arteri maupun vena, dimana hal ini
menunjukkan adanya obstruksi yang berat.
o Dapat dijumpai emboli pada 20% kasus.
- Pemeriksaan kardiovaskular untuk mendengar adanya murmur jantung, atrial fibrilasi,
ataupun bruit karotis.
- Pemeriksaan radiologi, berupa USG pada karotis untuk mendeteksi adanya penyakit
aterosklerosis, dan pemeriksaan MRA dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
pada kemungkinan adanya obstruksi.
- Pemeriksaan fisik secara menyeluruh untuk menilai kelemahan otot, demam, nyeri
tekan pada temporal ataupun adanya arteri yang teraba, jaw claudication, untuk
menyingkirkan adanya arteritis temporal.
9
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
Gambar 2.3. Funduskopi CRAO (Cherry-spot)11
2.2.7. Penatalaksanaan
Sebagai suatu keadaan emergensi okular, penanganan segera untuk
mengembalikan aliran darah pada retina mungkin akan sangat bermanfaat bila
dilakukan sedini mungkin. Pengobatan yang dapat diberikan pada penderita CRAO
adalah:1,3,5
- Non-farmakologi
o Meningkatkan tekanan intra-okular didalam mata dan merangsang mekanisme
autoregulator dengan cara tradisional ocular massage. Hal ini dilakukan dengan
gerakan berputar selama 10 detik pada bola mata dan dilepas kemudian
dilakukan berulang-ulang. Saat pemijatan dengan jari, tenaga yang diberikan
akan membuat retina menganggap adanya hypoxia sehingga terjadi dilatasi
vaskular retina kemudian aliran darah akan meningkat. Ketika pemijatan
dihentikan, cairan akan mengalir dan terjadi penurunan resistensi dari aliran
darah. Diharapkan dari tindakan ini adalah terjadi perpindahan emboli menjadi
lebih dalam dan menyelamatkan sebagian daerah retina.
o Meningkatkan oxigen delivery pada daerah yang hipoksia, dapat dicapai dengan
memberikan oksigen konsentrasi tinggi ataupun dengan terapi oksigen
hiperbarik. Hal ini bermanfaat bila diberikan dalam 2-12 jam setelah onset.
Pemberian oksigen dan peningkatan pCO2 umumnya dilakukan dengan
pemberian campuran 5% CO2 dan 95% O2 selama 10 menit yang dilakukan
setiap 2 jam selama 2 hari.
o Konsultasi urgensi pada ophthalmologist dengan persiapan untuk dilakukannya
tindakan penangan yang lebih agresif jika diindikasikan, seperti parasintesis
camera oculi anterior (COA). Tindakan ini dilakukan dengan anastesi lokal dan
menggunakan jarum 30G pada spuit 1 cc. Insersi dilakukan pada daerah limbus
dengan hati-hati dan menjaga agar jarum tidak merusak lensa. Cairan diambil
sebanyak 0,1-0,2 cc. Kemudian jarum ditarik keluar dan diberikan obat tetes
mata berupa antibiotik topikal. Dengan tindakan ini diharapkan terjadi
penurunan TIO yang akan memicu peningkatan perfusi yang akan mendorong
emboli bergerak lebih dalam.
10
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
- Farmakologi
o Menurunkan tekanan intraokular, dengan pemberian obat-obatan golongan
karbonik anhidrase inhibitor, diuretik hiperosmolar, simpatomimetik, dan
timoptik, seperti pada penderita glaukoma, ataupun dengan pemberian obat
topikal (tetes mata) golongan β-blocker atau pemberian acetazolamide secara
intravena.
o Menambah perfusi pada retina, diperoleh melalui pemberian obat vasodilator,
peningkatan pCO2, atau dengan pemberian agen trombolitik perifer untuk
memindahkan trombus.
2.2.8. Prognosis
Umumnya pasien dengan CRAO akan mengalami penurunan tajam penglihatan
menghitung jari, lambaian tangan, persepsi cahaya, sampai kebutaan. Namun pada 10%
pasien dengan variasi pembuluh silioretinal, tajam penglihatan dapat meningkat menjadi
20/50.5,6
Dari data didapati bahwa pasien dengan emboli yang terlihat pada retinanya, baik
menimbulkan obstruksi maupun yang tidak, memiliki angka kematian sebesar 56% dalam
9 tahun, dan 27% pada populasi seusia yang tidak memiliki gambaran emboli pada
retinanya. Sedangkan pada penderita CRAO, harapan hidup pasien adalah sekitar 5,5
tahun, dibandingkan 15,4 tahun pada penderitaa tanpa CRAO pada kelompok usia yang
sama.5
11
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
BAB III
KESIMPULAN
Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) merupakan suatu penyumbatan pada
pembuluh darah arteri sentral yang umumnya disebabkan oleh suatu emboli yang terjadi
secara tiba-tiba, tidak menimbulkan rasa sakit, bersifat unilateral, dan sering
menyebabkan kehilangan pandangan yang berat. CRAO disebut juga stroke mata,
merupakan suatu keadaan darurat okular. Hal ini menunjukkan suatu iskemia organ target
dan berhubungan dengan oklusi cabang terminal pada stroke serebral.
CRAO bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri, melainkan disebabkan oleh
berbagai kelainan-kelainan sistemik berupa emboli maupun trombosis. Penyebab CRAO
bervariasi tergantung oleh usia penderita
Biasanya penderita akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang terjadi secara
tiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri dan menetap pada salah satu mata. Sebanyak 74%-90%
penderita, kemampuan visus menurun hingga menghitung jari, persepsi cahaya, hingga
kebutaan.
Sebagai suatu keadaan emergensi okular, penanganan segera untuk
mengembalikan aliran darah pada retina mungkin akan sangat bermanfaat bila dilakukan
sedini mungkin.
12
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
DAFTAR PUSTAKA
1. Friedman N J, Kaiser P K. 2007. Essential Of Ophtalmology. 1st edition. Saunders
Elsevier. USA:13-14.p.238-240
2. Eva PR, 2012. Anatomi & Embiologi Mata. In: Eva PR, Witcher JP. 2012.
Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, EGC: Jakarta.p.12-14
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit-FK UI. 2002:9-
10,188,198
4. Varma DD, Lee, AW, Chen, CS. Central retinal Artery Occlusion. Retinal
Physician. 2013. Diakses dari:
http://www.retinalphysician.com/articleviewer.aspx?articleID=109103 [18 Mei
2014]
5. Graham R.H. Central Retinal Artery Occlusion. Medscape References. 2009.
Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/1223625-overview [18 Mei
2014]
6. Gray. Central Retinal Artery. 2007. Diakses dari:
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Gray514_updated.png [18 Mei 2014]
7. Garg S.J. Central retinal Artery Occlusion. Dalam: Merck Manual for Healthcare
Professionals Online. 2008. Diakses dari:
http://www.merckmanuals.com/professional/sec10/ch116/ch116b.html#top [18
Mei 2014]
8. Fletcher EC, Chong NHV & Shetlar DJ. 2012. Retina. In: Eva PR, Witcher JP.
2012. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, EGC: Jakarta.p.194-195
9. Beatty S, Eong K.G.A. Acute Occlusion of The Retinal Arteries: Current
Concepts and Recent Advances in Diagnosis and Management. 2000. Diakses
dari: http://www.bmj.com/content/1/3502/286.2.pdf%2Bhtml [18 mei 2014]
10. Heege, K. Central Retinal Artery Occlusion. 2013. Diakses dari:
www.jomtonline.com/jomt/articles/volumes/9/1/CENTRAL_RETINAL_ARTER
Y_OCCLUSION.pdf [18Mei 2014]
13
PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : T. ABDURRAHMAN JOHANNIM : 090100244
11. Kanski, JJ. 2007. Clinical Ophtalmology. 6th edition, In: Retinal Arterial
Occlusive Disease. Butterworth Heinemann Elseiver:USA.p.596
14
top related