chapter ii.pdf
Post on 15-Apr-2016
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Banjir dan Penyebabnya
Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi
kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai
atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.
Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan
air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan tata guna lahan
di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) Pembuangan sampah; (3) Erosi dan sedimentasi;
(4) Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase; (5) Perencanaan sistem pengendalian
banjir yang tidak tepat; (6) Curah hujan yang tinggi; (7) Pengaruh fisiografi/geofisik
sungai; (8) Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; (9) Pengaruh air
pasang; (10) Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut);
(11) Drainase lahan; (12) Bendung dan bangunan air; dan (13) Kerusakan bangunan
pengendali banjir. (Kodoatie, 2002),
Kodoatie (2008) memaparkan penyebab banjir dan prioritasnya seperti pada
Tabel 2.1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Penyebab Banjir dan Prioritasnya
No Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab
1 Perubahan Tata Guna
Lahan
Debit Puncak naik dari 5 sampai 35
kali karena DAS tidak ada yang
menahan maka aliran air permukaan
(run off) menjadi besar, sehingga
berakibat debit di sungai menjadi
besar dan terjadi erosi lahan yang
berakibat sedimentasi di sungai
sehingga kapasitas sungai menjadi
turun.
Manusia
2 Sampah Sungai / drainase tersumbat sampah,
jika air melimpah akan keluar dari
sungai karena daya tampung saluran
berkurang
Manusia
3 Erosi dan Sedimentasi Akibat perubahan tata guna lahan,
terjadi erosi yang berakibat
sedimentasi masuk ke sungai sehingga
daya tampung sungai berkurang.
Penutup lahan vegetatif yang rapat
(misal semak-semak, rumput)
merupakan penahan laju erosi paling
tinggi.
Manusia dan
Alam
Universitas Sumatera Utara
4 Kawasan kumuh di
sepanjang sungai /
drainase
Dapat merupakan penghambat aliran,
maupun daya tampung sungai.
Masalah kawasan kumuh dikenal
sebagai faktor penting terhadap
masalah banjir daerah perkotaan.
Manusia
5 Perencanaan sistem
pengendalian banjir
tidak tepat
Sistem pengendalian banjir memang
dapat mengurangi kerusakan akibat
banjir kecil sampai sedang, tapi
mungkin dapat menambah kerusakan
selama banjir yang besar. Limpasan
pada tanggul waktu banjir melebihi
banjir rencana menyebabkan
keruntuhan tanggul, kecepatan air
sangat besar menyebabkan bobolnya
tanggul sehingga menimbulkan banjir.
Manusia
6 Curah Hujan Pada musim penghujan, curah hujan
yang tinggi akan mengakibatkan banjir
di sungai dan bilamana melebihi
tebing sungai maka akan timbul banjir
atau genangan air/banjir.
Alam
7 Pengaruh Fisiografi Fisiografi atau geografi fisik sungai Manusia dan
Universitas Sumatera Utara
seperti bentuk, fungsi dan kemiringan
Daerah Aliran Sungai, kemiringan
sungai, geometrik hidrolik (bentuk
penampang seperti lebar kedalaman,
potongan memanjang, material dasar
sungai), lokasi sungai, dll.
Alam
8 Kapasitas Sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir
pada sungai dapat disebabkan oleh
pengendapan berasal dari erosi DAS
dan erosi tanggul sungai yang
berlebihan dan sedimentasi di sungai
itu karena tidak adanya vegetasi
penutup dan adanya penggunaan lahan
yang tidak tepat.
Manusia dan
Alam
9 Kapasitas Drainase
yang tidak memadai
Karena perubahan tata guna lahan
maupun berkurangnya tanaman /
vegetasi serta tindakan manusia
mengakibatkan pengurangan kapasitas
saluran / sungai sesuai perencanaan
yang dibuat.
Manusia
10 Drainase Lahan Drainase perkotaan dan
pengembangan pertanian pada daerah
bantaran banjir akan mengurangi
Manusia
Universitas Sumatera Utara
kemampuan bantaran dalam
menampung debit air yang tinggi.
11 Bendung dan
bangunan air
Bendungan dan bangunan lain seperti
pilar jembatan dapat meningkatkan
elevasi muka air banjir karena efek
aliran balik (backwater).
Manusia
12 Kerusakan bangunan
pengendalian banjir
Pemeliharaan yang kurang memadai
dari bangunan pengendali banjir
sehingga menimbulkan kerusakan dan
akhirnya tidak berfungsi dapat
meningkatkan kuantitas banjir.
Manusia dan
Alam
Pengaruh air pasang Air pasang memperlambat aliran
sungai ke laut. Waktu banjir
bersamaan dengan air pasang tinggi
maka tinggi genangan atau banjir
menjadi besar karena terjadi aliran
balik (backwater).
Manusia
Sumber : Kodoatie dan Roestam, 2008
jadi menurut tabel diatas, dapat dikatakan bahwa konsep pengendalian banjir harus
dilakukan secara terpadu baik in-stream (badan sungai) maupun off-stream (DAS-
nya) dengan melaksanakan pekerjaan baik secara metode struktur (tugas
pembangunan) dan non struktur (tugas umum pemerintahan), sehingga akan tercapai
integrated flood control and river basin management.
Universitas Sumatera Utara
Berikut akan dijelaskan mengenai skema sistem pengendalian banjir dengan 2
(dua) metode struktur dari Pembangunan dan Pelayanan. Dapat dijelaskan pada
gambar berikut ini ;
Pengendalian Banjir
Metode Struktur Metode Non Struktur
(Tugas Umum Pemerintahan)
Perbaikan dan Pengaturan Sistem Sungai
- Sistem jaringan sungai
- Normalisasi Sungai - Perlindungan - Tanggul
T l B ji
Bangunan Pengendali Banjir
- Bendungan (Dam)
- Kolam Retensi - Pembuatan
check dam (Penangkap sedimen)
- Bangunan pengurang
kemiringan sungai
Pengelolaan DAS Pengaturan Tata Guna Lahan Pengendalian Erosi Pengembangan Daerah Banjir Pengaturan Daerah Banjir Penanganan Kondisi Darurat Peramalan Banjir Peringatan Bahaya Banjir Asuransi Law Enforcement Regulasi Lembaga tetap, lengkap, handal dan kuat Peran Serta Masyarakat Konsep Zero Delta Q
Sumber : Kodoatie dan Roestam, 2008
Gambar 2.1 Bagan Integrated Flood Control and River Basin Management
Penanganan drainase kota dalam rangka penanggulangan banjir meliputi
banyak faktor, sehingga perlu konsep yang jelas dan saling terkait untuk dapat
ditindaklanjuti. Berdasarkan hasil penjelasan gambar 2.1 diatas terhadap masalah
pengendalian banjir dan kebutuhan penanganan di lokasi banjir dijelaskan bahwa
penangananan banjir itu sendiri dapat di susun konsep umum dan konsep teknis
dalam dua metode struktur dan non struktur yaitu ;
Universitas Sumatera Utara
1. Pembuatan masterplan drainase mikro yang selaras dengan masterplan
drainase makro sehingga seluruh kegiatan pembangunan dan rehabilitasi
saluran-saluran drainase di kota Medan dapat mengacu kepada masterplan
drainase tersebut termasuk sistem operasional dan pemeliharaan
(maintenance)
Program Tahap Berikut
Selanjutnya diharapkan tahapan berikutnya adalah penanganan wilayah-wilayah
yang juga diharapkan tercakup dalam masterplan sistem drainase, yaitu :
1. Penanganan Wilayah Hilir
Salah satu alternative penanganan yang dapat dipertimbangkan adalah polder
system. Contoh-contoh daerah yang dimaksud antara lain kampung Mabar,
KIM, dan Labuhan Deli. Saluran induk yang terdekat adalah sungai Deli.
Selama sungai meluap, permukaan air lebih tinggi dari daerah sekitarnya.
Untuk mengalirkan area-area ini diusulkan memakai sistem polder yang
merupakan kombinasi antara “waduk penyimpan air” dan “ pintu-pintu air
dengan klep” dan kemungkinan menggunakan pompa.
2. Penanganan Wilayah Tengah
Sebagai bagian dari sistem operasional dan pemeliharaan (maintenance) maka
perlu dipertimbangkan penyediaan fasilitas penggelontor (flushing) untuk
saluran-saluran drainase yang ada. Fasilitas penggelontor akan dibutuhkan
selama musim kemarau, pada saat aliran lambat dan secara beruntun untuk
beberapa hari. Kurangnya kecepatan dari aliran mengakibatkan berkurangnya
Universitas Sumatera Utara
pula kemampuan membersihkan saluran, sehingga sangat potensial untuk
menciptakan sedimentasi di sepanjang saluran.
3. Penanganan Wilayah Hulu
Beberapa alternative penanganan wilayah hulu telah dipertimbangkan melalui
beberapa studi terdahulu seperti pembuatan floodway, bendungan (dam),
upaya konversi alam, pemulihan kantong-kantong air dan retensi air. Konsep
dan program tersebut merupakan bagian dari kebutuhan perencanaan ke depan
bagi pembangunan dalam rangka penanggulangan banjir di perkotaan.
2.2. Daerah Aliran Sungai Deli
Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak- anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari air
hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas dilaut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Wilayah Sungai (WS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (Sosrodarsono, 1985).
Daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai suatu common good
dalam arti bahwa kesejahteraan (welfare) semua pihak saling tergantung atas jasa
Universitas Sumatera Utara
yang diberikan oleh suatu DAS. Jasa DAS yang utama adalah fungsi hidro-orologis
dan fungsi ekologi (Departemen Kehutanan Balitbang, 2002).
Wilayah daratan biasanya disebut Daerah Tangkapan Air (DTA) atau
Chatmen Area merupakan ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumber daya
alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaatan sumber
daya alam.
Oleh karena komponen ekosistem saling berinteraksi satu sama lain, maka
terganggunya salah satu komponen ekosistem tersebut akan mempengaruhi
komponen yang lain. Contoh kondisi tersebut adalah terjadinya peristiwa banjir di
daerah DAS bagian hilir pada musim hujan karena kerusakan lingkungan pada daerah
hulu akibat penebangan hutan, cara bercocok tanam yang tidak mengikut kaidah
konservasi tanah, atau adanya aktivitas pembukaan lahan (Dinas Pengairan Propsu,
2003).
Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir dibandingkan
dengan yang lainnya. Sebagai contoh, apabila suatu hutan yang berada dalam suatu
daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai akan
meningkat antara 6 sampai 10 kali. Angka 6 dan angka 20 ini tergantung jenis hutan
dan jenis pemukiman (Kodoatie dan Syarif, 1996).
Suatu kawasan hutan bila diubah menjadi pemukiman maka yang terjadi
adalah bahwa hutan yang bisa menahan run-off cukup besar diganti menjadi
pemukiman dengan resistensi run-off yang kecil. Akibatnya ada peningkatan aliran
permukaan tanah yang menuju sungai dan hal ini berakibat pada peningkatan debit
Universitas Sumatera Utara
sungai yang besar. Perubahan run-off akibat perubahan tata guna lahan dapat dilihat
pada (Gambar 2.2)
res na
Sumber : Kodoatie, Robert, J, 1996
Gambar 2.2 Perubahan Run-off
Ilustrasi dari gambar diatas menerangkan bahwa perubahan fungsi DAS Deli
dimana DAS Deli yang terletak di tengah kota Medan merupakan salah satu DAS
paling prioritas di kota ini. Sehingga usaha rehabilitasi fungsi DAS Deli perlu segera
dilakukan karena rusaknya kondisi ekosistem sudah sampai pada taraf
membahayakan yang pada gilirannya akan berpengaruh baik terhadap kondisi DAS
itu sendiri maupun terhadap kehidupan masyarakat yang bermukim disekitar
lingkungan DAS tersebut. Dari gambar diatas diterangkan bahwa akibat perubahan
fungsi tata guna lahan yang sebelumnya peruntukan DAS sungai sebagai kawasan
hutan sebagai daerah resapan air berubah fungsi tempat pemukiman masyarakat.
Misal
Debit Puncak a = 10 m3/dt
Resapan = 5 m3/dt
Debit Puncak b = 200 m3/dt
Resapan = 0,5 m3/dt
Industri, perumahan
Akibat perubahan tata-guna lahan bisa menjadi
run-off kecil karena tanaman
Hutan, gunung, sawah menghijau
resapan besar karena ada air yang terperangkap tanaman,
ada banyak waktu run-off kecil karena
semua jadi bangunan
apan kecil karetak ada air yang
terperangkap
Universitas Sumatera Utara
Akibatnya daerah resapan air menjadi kecil sehingga aliran air sungai terganggu,
dapat dilihat dari perubahan debit air puncak yang sebelumnya Qa= 10 m3/dtk
menjadi lebih besar Qb = 200 m3/dtk, serta daya resap lahan berkurang dari 5 m3/dt
menjadi 0,5 m3/dt akibat yang ditimbulkan adalah bencana banjir (Gambar 2.2)
Pada saat ini, sebahagian besar sistim pengendalian banjir kota Medan,
termasuk sistim sungai Deli – sungai Percut, untuk tingkatan debit banjir periode
ulang bervariasi 10 sampai 25-tahunan, telah selesai dilaksanakan. Dengan selesainya
Kanal Banjir (Floodway) maka sebahagian debit air sungai Deli akan beralih melalui
Kanal Banjir dan masuk ke sungai Percut. Air akan mulai mengalir melalui Kanal
Banjir apabila debit air di sungai Deli telah mencapai 134 m3/det. Pengalihan debit
akan berlangsung lebih besar lagi apabila debit air di sungai Deli semakin besar. Saat
debit air di sungai Deli mencapai 292 m3/det maka pengalihan debit air melalui Kanal
Banjir akan mencapai 67 m3/det (Irwansyah, 2004).
Akan tetapi, sebahagian daerah yang berada di tepi (di dalam lembah) sungai
Deli, yaitu penggalan mulai dari daerah di sekitar kantor DPRD Medan sampai ke
Jembatan Avros, masih akan tetap tergenang. Penggalan ini adalah daerah yang
rencana penanganannya belum terlaksana (kegiatan FC-103) karena tidak termasuk
lagi dalam program MMUDP. Terjadinya genangan tersebut dikarenakan kapasitas
alir air sungai kurang dari yang dibutuhkan. Sebahagian dari penggalan sungai
tersebut hanya mempunyai kapasitas alir air sungai 130 – 221 m3/det. Bahkan,
bahagian lainnya, yaitu di daerah Kampung Aur dan Sei Mati, hanya mempunyai
kapasitas alir air sungai sebesar 30 – 58 m3/det, yang berarti jauh di bawah debit air
Universitas Sumatera Utara
periode ulang 1-tahunan. Dengan demikian, setiap terjadi kenaikan debit sungai,
maka air akan keluar dari alur sungai dan menggenangi seluruh lembah sungai (seluas
+ 4 ha), yang hampir seluruhnya dihuni oleh penduduk.
Jadi pelaksanaan peningkatan kapasitas alir air sungai sebagai suatu sistim
dan untuk melaksanakan pembangunan bangunan-bangunan pengendali banjir yang
diperlukan agar sungai dapat menampung dan mengalirkan air hingga debit desain
tertentu, baik yang berasal dari daerah hulu maupun yang berasal dari drainase-
drainase kota. Dengan pengendalian banjir tersebut maka diharapkan kerugian-
kerugian yang diakibatkan oleh banjir dapat dikurangi.
2.3. Siklus Hidrologi
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak manfaatnya bagi
kebutuhan manusia. Air yang terdapat di alam ini dalam bentuk cair, tetapi dapat
berubah dalam bentuk padat/es, salju dan uap yang terkumpul di atmosfer. Air juga
tidaklah statis tetapi selalu mengalami perpindahan. Air menguap dari laut, danau,
sungai, tanah dan tumbuh-tumbuhan akibat panas matahari. Kemudian akibat proses
alam air yang dalam bentuk uap berubah menjadi hujan, yang kemudian sebagian
menyusup ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian menguap (evaporasi) dan sebagian
lagi mengalir di atas permukaan tanah (run off). Air permukaan ini mengalir ke dalam
sungai, danau, kemudian mengalir ke laut, kemudian dari tempat itu menguap lagi
dan seterusnya berputar yang disebut siklus hidrologi (Soemarto 1995)
Universitas Sumatera Utara
Siklus air (siklus hidrologi) adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air
dari saat ia jatuh ke bumi (hujan) hingga menguap ke udara untuk kemudian jatuh
kembali ke bumi (Arsyad, 1985)
Selaras hal tersebut untuk mengetahui/memprediksi besarnya debit air hujan
maka perlu diketahui siklus hidrologi seperti yang dijelaskan pada gambar berikut ini:
Sumber : Kodoatie dan Roestam, 2008
Gambar 2.3 Siklus Hidrologi
Gambar diatas menjelaskan bahwa siklus hidrologi merupakan konsep dasar
keseimbangan air secara global dan menunjukkan semua hal yang berhubungan
dengan air. Prosesnya sendiri berlangsung mulai dari tahap awal terjadinya proses
penguapan (evaporasi) secara vertikal dan di udara mengalami pengembunan
Universitas Sumatera Utara
(evapotranspirasi), lalu terjadi hujan akibat berat air atau salju yang ada di gumpalan
awan. Lalu air hujan jatuh keatas permukaan tanah yang mengalir melaui akar
tanaman dan ada yang langsung masuk ke pori-pori tanah. Dan didalam tanah
terbentuklah jaringan air tanah (run off) yang juga mengalami transpirasi dengan butir
tanah. Sehingga dengan air yang berlebih tanah menjadi jenuh air sehingga
terbentuklah genangan air (sungai, danau, empang, dll)
Hujan merupakan suatu peristiwa siklus hidrologi yang terjadi tidak merata di
semua tempat, ada tempat yang mempunyai curah hujan yang tinggi dan ada tempat
yang mempunyai curah hujan yang rendah. Tinggi rendahnya curah hujan tersebut
disebabkan oleh letak suatu daerah dan iklim setempat, serta kebasahan udara (uap).
Pada umumnya di lereng gunung curah hujan lebih besar dibandingkan di daratan
(Soetedjo, 1970).
Menurut Sosrodarsono (1985), hujan yang terbanyak adalah di daerah
khatulistiwa antara 50 sampai dengan 100 sebelah utara dan selatan equator. Analisis
hidrologi dimaksud untuk memprediksikan keberadaan sumber air pada area
penelitian dengan menggunakan persamaan-persamaan empiris yang
memperhitungkan parameter-parameter alam yang mempengaruhinya. Dimana
analisis hidrologi ini ditujukan untuk memberikan estimasi mengenai besaran
kebutuhan dan ketersediaan air pada lokasi penelitian yang diperlukan dalam
perencanaan lebih lanjut, secara keseluruhan hasil analisis tersebut adalah merupakan
data awal yang sangat diperlukan dalam pengembangan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
Langkah-langkah dalam analisis hidrologi ini yang diperlukan adalah sebagai
berikut :
1. Data curah hujan dan klimatologi yang diambil untuk kebutuhan analisis
hidrologi minimal diambil dari 3 (tiga) Stasiun Pencatat Hujan yang dinilai
dapat mewakili pola distribusi hujan pada Daerah Aliran Sungai Deli,
sedangkan data iklim diambil dari stasiun terdekat.
2. Data yang hilang atau kesenjangan data suatu pos penakar hujan pada saat
tertentu dapat diisi dengan bantuan data yang tersedia pada pos-pos penakar di
sekitarnya pada saat yang sama. Cara yang dipakai dinamakan ratio normal.
Syarat untuk menggunakan cara ini adalah tinggi hujan rata-rata tahunan pos
penakar yang datanya hanya diketahui, disamping dibantu dengan data tinggi
hujan rata-rata tahunan dan data pada pos-pos penakar disekitarnya.
Berdasarkan ketersediaan data pos duga air telah tersedia pada lokasi
kegiatan, langkah lain menentukan debit maksimum sungai Deli diambil dari data Pos
duga air.
2.4. Debit Air Maksimum
Debit air maksimum merupakan kondisi puncak/kritis yang terjadi pada saat
volume Kanal Banjir (Floodway) penuh. Hal ini disebabkan masuknya air ke Kanal
Banjir (Floodway) secara bersamaan yang menyebabkan kemampuan untuk
mengalirkan air tersebut menjadi lambat. Berdasarkan hasil investigasi dan penelitian
Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan tim EDCS konsultan bahwa penyebab banjir yang ada di kota Medan
diakibatkan oleh sistem drainasenya yang kurang berfungsi maksimal.
Asumsi debit desain QD dengan Periode Ulang T-tahunan yaitu :
(QD 10-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah
10%
(QD 25-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah
4%
(QD 50-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah
2%
(QD 100-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah
1%
Dengan demikian, pada setiap tahun, kemungkinan debit dengan besaran
berapapun bisa saja terjadi. Kemungkinan dilampauinya kapasitas alir air sungai tetap
ada setiap tahunnya. Penanganan sungai yang dilakukan tidaklah dapat mengubah
status dataran banjir menjadi dataran bebas banjir.
2.4.1. Karakteristik DAS
Karakteristik DAS meliputi bentuk dan kemiringan lereng. Berdasarkan hasil
tinjauan di lapangan, karakteristik DAS di tiga lokasi kajian menunjukkan adanya
persamaan yaitu daerah hulu sampai daerah tengah dengan kelerengan yang terjal
sedangkan daerah tengah sampai hilir sangat datar dan luas.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan karakteristik demikian, begitu hujan jatuh maka air hujan dari
daerah hulu langsung mengalir ke bawah dengan waktu konsentrasi yang singkat.
Jika drainase daerah hilir kurang memadai maka aliran permukaan tersebut akan
menyebar kemana-mana menggenangi daerah pemukiman dan jalan. Masing-masing
DAS mempunyai bentuk yang berbeda sehingga respon terhadap hujan juga berbeda-
beda. Untuk bentuk DAS yang memanjang respon hujan
Dalam UU No.41 Tahun 1999 minimal hutan dalam satu DAS adalah 30
persen. Berdasarkan hal tersebut DAS Deli mempunyai hutan sekitar 6 persen dari
luas DAS. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa keberadaan hutan yang sedikit
menyebabkan banjir. Hutan dapat mengurangi banjir hanya pada curah hujan sedang.
Pada curah hujan yang besar, hutan sudah tidak mampu menguranginya. Namun
demikian hutan dapat mengurangi erosi yang menyebabkan pendangkalan di sungai
atau saluran sehingga fungsi hutan ini lebih menjaga saluran sungai agar lancar
mengalirkan air. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Asdak Chay (1995) yang
menyebutkan bahwa keberadaan hutan dapat dipandang sebagai kegiatan pendukung
dari usaha lain dalam menurunkan terjadinya banjir. Selain itu hutan berfungsi
menjaga kontinuitas aliran, karena hutan dapat mengatur tata air yaitu menampung air
pada musim penghujan dan mengalirkannya pada musim kemarau.
Selain perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke pemukiman dan dari
tanaman keras ke tanaman semusim, ada lagi perubahan penggunaan lahan yang
cukup signifikan menyebabkan banjir yaitu penggunaan situ dan rawa untuk
pemukiman. Perubahan ini menyebabkan aliran permukaan dari bagian hulunya tidak
Universitas Sumatera Utara
mempunyai tempat lagi untuk transit. Aliran permukaan akan langsung mengalir dan
menambah aliran dari sekitarnya sehingga menyebabkan banjir atau menggenangi
pemukiman di daerah bekas situ atau rawa.
Kawasan resapan air di hulu DAS memiliki peran yang sangat penting dalam
siklus hidrologi di suatu DAS. Sayangnya, kebanyakan masyarakat awam memahami
DAS hanya sebatas pada air sungai yang mengalir. Padahal sistem sungai adalah
suatu hal yang sangat komplek dan terkait erat serta dipengaruhi oleh berbagai faktor
dari suatu DAS. Karenanya tidak mengherankan bila pada saat ini banyak kawasan
resapan air di hulu DAS telah mengalami perubahan fungsi, misalnya menjadi
pemukiman. Parahnya lagi, saat ini tercatat 58 DAS di Indonesia dalam kondisi kritis
(Pusat Data dan Informasi Publik, 2002).
2.4.2. Saluran Drainase
Saluran drainase memiliki peran sangat penting sebagai jalan bagi air untuk
sampai ke laut yang merupakan tujuan akhir dari air yang mengalir. Seperti halnya
jalan, kapasitas saluran drainase haruslah sesuai dengan volume air yang akan
disalurkannya. Banjir yang terjadi di ketiga daerah kajian juga dipicu oleh kurang
memadainya saluran drainase. Di beberapa tempat volume saluran drainase
mengalami penyusutan karena beberapa hal, yaitu semakin banyaknya masyarakat
yang terpaksa bermukim di bantaran sungai, masih berkembangnya perilaku
membuang sampah di sungai, pembuatan saluran drainase yang di bawah volume air
Universitas Sumatera Utara
limpasan, pengusahaan bantaran sungai sebagai areal pertanian, dan kondisi fisik
palung sungai.
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang telah dilaksanakan, yaitu untuk kegiatan
pengelolaan dan pemeliharaan sungai sebagai fungsi drainase untuk pencegahan
banjir di daerah kota Medan salah satunya yaitu :
Nasib (2003) dengan judul penelitian ; Persepsi masyarakat terhadap
pemukiman di daerah aliran sungai Deli kecamatan Medan Maimon, hasil penelitian
menyimpulkan bahwa keberadaan pemukiman penduduk di daerah aliran sungai Deli
seringkali menimbulkan kerawanan pada saat terjadi banjir hal ini diperburuk lagi
dengan kondisi perumahan yang kumuh sehingga menimbulkan dampak buruk bagi
kesehatan, kebersihan dan kerawanan sosial.
Astuti (2005) dengan judul penelitian ; Analisis penanggulangan banjir
ditinjau dari kondisi drainase di kota Medan, menyimpulkan bahwa penyebab
permasalahan terjadinya banjir di kota Medan yaitu ; kurang dalamnya saluran induk
yang ada sehingga tidak dapat menampung kebutuhan elevasi pengaliran air dari
saluran-saluran sekunder disekitarnya, kurangnya kapasitas saluran sekunder yang
ada, kurangnya kapasitas saluran induk yang ada, beban aliran air yang tidak terbagi
sesuai kapasitasnya, adanya sedimentasi dan tumpukan sampah yang berada pada
saluran, dan kurang berfungsinya atau tidak adanya jalan masuk air (street inlet) dari
jalan ke drainase.
Universitas Sumatera Utara
Hasibuan (2007) dengan judul penelitian : Model koordinasi kelembagaan
pengelolaan banjir perkotaan terpadu, hasil penelitian didapat kesimpulan yaitu ;
1. Definisi pengelolaan banjir perkotaan terpadu adalah terintegrasinya subsistem
atau domain yang mempengaruhi tercapainya pengelolaan banjir perkotaan dalam
kerangka DAS, hal ini dipengaruhi oleh koordinasi yang baik dan saling
keterkaitan (pooled interdependency) antara: a) domain Dinas Pengairan,
Kehutanan, dan Tarukim Provinsi (domain regional provinsi pengelolaan DAS
lintas kabupaten/kota), b) koordinasi domain DAS dalam kabupaten, c) koordinasi
domain DAS dalam kota, d) koordinasi domain penegakan law enforcement tata
ruang dan garis sempadan, dan e) koordinasi domain peran serta masyarakat.
2. Pengelolaan banjir perkotaan terpadu merupakan bagian dari perencanaan
wilayah, dengan melihat banjir berdasarkan batas hidrologis, tapi dalam
melaksanakan tugas, visi, misi, action plan, dilihat berdasarkan batas administrasi
serta mensinergikan antara batas hidrologis dengan batas administrasi.
2.6. Kerangka Berfikir
Analisis kemampuan kanal banjir dalam menanggulangi masalah banjir kota
Medan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap
bahaya banjir dan penanggulangannya untuk mengurangi dampak kerusakan akibat
banjir dengan alasan bahwa di kota Medan ini terdapat penduduk sekitar 2,6 juta jiwa
dan juga terdapat bangunan infrastruktur/objek vital milik pemerintah dan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
52
yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan juga mempunyai pengaruh dalam
pergerakan perekonomian kota Medan.
Proyek dimaksudkan untuk melaksanakan peningkatan kapasitas alir air kanal
banjir sebagai suatu sistim dan untuk melaksanakan pembangunan bangunan-
bangunan pengendali banjir yang diperlukan agar sungai dapat menampung dan
mengalirkan air hingga debit desain tertentu, baik yang berasal dari daerah hulu
maupun yang berasal dari drainase-drainase kota. Dengan pengendalian banjir
tersebut maka diharapkan kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh banjir dapat
dikurangi. Adapun bagan kerangka berpikir penelitian ini adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Air dari hulu sungai deli
Air dari air hujan Kanal banjir (floodway) Kota Bebas Banjir Pengembangan Wilayah
Air dari drainase perkotaan
Solusi Penanggulangan Sumber Permasalahan Banjir Sasaran yang ingin
dicapai - Teknologi
- Sumber Daya Alam
Gambar 2.4 Kerangka Berfikir
Universitas Sumatera Utara
top related