compile abses hepar
Post on 25-Jul-2015
275 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Abses hepar adalah rongga yang berisi nanah pada hati dan dikelilingi oleh
jaringan inflammasi, terbentuk sebagai hasil dari nanah pada infeksi lokal. 1 Usia
pasien yang terkena abses hepar berkisar antara usia 3 – 85 tahun. Insidensi
tertinggi adalah pasien yang berusia 60 – 69 tahun.2
Penyakit empedu merupakan penyebab paling umum sekarang. Obstruksi
pada sekresi empedu memperboleh proliferasi bakteri. 2, 3 Abses hepar yang tidak
diobati akan berakibat fatal. Angka mortalitas adalah 17% pada abses solid dan
23% pada abses multipel.2
Ada beberapa mekanisme patogenesis dari abses hepar seperti
faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor resistensi
parasit, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell
mediated. Secara patologis, abses amebiasis hepar ini berukuran kecil sampai
besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan,
kehijauan, kekuningan atau keabuan.
Gambaran seseorang dengan amuba abses hepar, ialah adanya rasa nyeri di
perut terutama hipokondrium kanan, disertai dengan kenaikan suhu badan. Kalau
jalan membungkuk ke depan kanan sambil memegang bagian yang sakit, ada
tanda hepatomegali dan tanda Ludwig positif.9
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada abses hepar termasuk
foto polos, ultrasonografi (USG), tomografi komputer (TK) dan MRI. Radiografi
foto polos kurang sesuai untuk mengevaluasi abses hepar.11 Gambaran USG untuk
abses hepar dapat dilihat lapisan puing-puing nekrotik.12 TK merupakan scan
evaluasi dengan kontras menjadi pilihan untuk tujuan skreening dan sebagai alat
bantu untuk prosedur aspirasi perkutan dan drainase. Lesi pada TK mempunyai
batas yang kurang baik dengan daerah hipodens ke parenkim hati disekitarnya.13
Pada pemeriksaan laboratorium, umumnya didapatkan leukositosis yang
tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah,
peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum
2
bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang
memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan
abses hepar piogenik (AHP).16
Diagnosa banding abses hepar adalah hepatoma dan tuberculosis hati. Hepatoma
adalah kanker yang dimulai di hati yang paling umum. Infeksi tuberkulosis pada
hati sering berlaku pada kasus advanced pulmonary TB dan widely disseminated
atau miliary TB.17
Abses hepar dapat diterapi melalui terapi medis, percutaneous drainage
dan bedah terapi. Perubahan yang paling signifikan dalam pengobatan abses hati
piogenik muncul setelah CT-guided drainase. Sebelum modalitas ini, drainase
bedah terbuka adalah pengobatan yang paling sering digunakan dengan tingkat
kematian mencapai 70%. 20
Komplikasi abses hepar adalah hasil dari pecahnya abses ke organ-organ
yang berdekatan atau ke rongga tubuh. Ini termasuk jenis pleuropulmonary
seperti efusi pleura pleurisy, empiema, dan fistula bronco. Selain itu terdapat tipe
komplikasi intra-abdominal seperti abses subphrenik.26 Jika tidak diobati, abses
hepar piogenik dikaitkan dengan kematian 100%. 25
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Abses hepar adalah rongga yang berisi nanah pada hati dan dikelilingi
oleh jaringan inflamasi, terbentuk sebagai hasil dari nanah pada infeksi lokal.
Abses hepar dapat dibagi kepada dua kategori umum, yaitu abses hepar
piogenik dan abses hepar amoebik. 1
II.2 Epidemiologi
Insidensi abses hepar bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berbeda
dari aspek penyakit dasar dan berkait rapat dengan kualitas fasilitas
pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di
negara tersebut 2.
Usia pasien yang terkena abses hepar berkisar antara usia 3 – 85 tahun.
Insidensi tertinggi adalah pasien yang berusia 60 – 69 tahun.2
Insidensi abses hepar tidak mengalami penurunan atau peningkatan
yang drastis dari tinjauan data autopsi dan rumah sakit. Abses hepar yang
telah terdiagnosa pada tahun 1896 – 1933 adalah sebanyak 0,7%, tahun 1934 –
1958 pula sebanyak 0,45% dan pada tahun 1959 – 1968 adalah sebanyak
0,57% kasus autopsi. Frekuensi pada pasien yang rawat inap di rumah sakit
adalah 8 – 16 kasus per 100.000 kasus. Ada penelitian yang menunjukkan
peningkatan yang sedikit tetapi signifikan pada frekuensi abses hepar. 3
Abses hepar yang tidak diobati akan berakibat fatal secara umum.
Dengan penggunaan antibiotik dan operasi drainase, mortalitas dapat
diturunkan ke 5 – 30% kasus. Penyebab kematian yang paling umum termasuk
sepsis, kegagalan multiorgan, dan kegagalan hepar. 3 Mortalitas adalah 17%
pada abses solid dan 23% pada abses multipel.2 Tidak terdapat kecenderungan
pada jenis kelamin pasien. 2, 3
4
Di negara Amerika Syarikat dan United Kingdom, insidensi abses
hepar adalah rata-rata 3,6 kasus dalam 100.000 kasus yang berkisar antara 8 –
20 kasus dalam setiap 100.000 kasus rawat inap. Insidensi lebih tinggi pada
negara Asia seperti Taiwan yang mencatat 15 kasus setiap 100.000 kasus
rawat inap. 4
II.3 Etiologi
Apendisitis merupakan penyebab utama abses hepar yang paling sering
ditemukan. Disebabkan oleh kemajuan diagnosa dan penatalaksanaan penyakit
ini, frekuensi apendisitis untuk menyebabkan abses hepar adalah 10%. 3
Penyakit empedu merupakan penyebab paling umum sekarang.
Obstruksi pada sekresi empedu menyebabkan proliferasi bakteri. Biasanya
disertai penyakit batu empedu, malignansi bersifat obstruktif dan penyakit
kongenital. Abses yang disebabkan oleh empedu biasanya multipel. 2 3
Kasus juga dilaporkan pada anak-anak dengan kelainan pada
kekebalan, seperti penyakit granulomatosa kronis dan leukemia. 3 Sekitar 4%
hasil abses hepar adalah akibat dari pembentukan fistula antara infeksi lokal
intra-abdomen. 3
II.4 Patogenesis
Ada beberapa mekanisme patogenesis dari abses hepar seperti
faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor resistensi
parasit, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell
mediated 4. Berikut menunjukkan beberapa mekanisme terjadinya abses hepar:
1. Penempelan E. Histolytica pada mukus usus
2. Pengrusakan sawar intestinal
3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang disebabkan oleh
endotoksin E. Histolytica.
4. Penyebarannya amuba ke hati mulai vena porta.
Pertamanya, terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai
nekrosis dan inflitrasi granulumatosa. Hal ini menyebabkan lesi membesar dan
5
bersatu dan membentuk granuloma dan diganti dengan jaringan nekrotik dimana
jaringan nekrotik dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.6 Hal ini
memakan waktu berbulan setelah kejadian amebiasis intestinal.
Secara patologis, abses amebiasis hati ini berukuran kecil sampai
besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan,
kehijauan, kekuningan atau keabuan. Infeksi pada organ di sistem portal dapat
mengakibatkan tromboflebitis septik lokal, yang dapat menyebabkan abses hepar.
Emboli septik yang dilepaskan ke dalam sirkulasi portal, terperangkap oleh
sinusoid hati, dan menjadi nidus untuk pembentukan mikroabses. Mikroabses ini
awalnya adalah beberapa tetapi biasanya menyatu menjadi lesi soliter. 3
Formasi mikroabses juga dapat disebabkan oleh penyebaran hematogen
organisme dalam kaitannya dengan bakteremia sistemik, seperti endokarditis dan
pielonefritis. Cairan abses biasanya kental berwarna coklat susu yang terdiri dari
jaringan rusak dan darah yang mengalami hemolisis. Dinding abses bervariasi
tebalnya, bergantung pada lamanya penyakit. Abses yang lama dan besar
berdinding tebal.7 Shaikh et al (1989) mendapatkan abses tunggal 85%, 2 abses
6% dan abses multipel 8%. Umumnya lokasinya sering terjadi pada lobus kanan
87%-87,5% karena terdapat banyak pembuluh darah portal.
Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan
fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma
bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi limfosit
dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi
amebiasis hati tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak
terbentuknya jaringan fibrosis.8
6
Skema di atas menunjukkan patogenesis abses hepar
II.5 Manifestasi / Gambaran klinis
Secara klinis dapat ditemukan beberapa gejala yang ditemukan pada penderita
abses hepar. Antaranya adalah:
Gambaran seseorang dengan amebik abses hepar, ialah adanya rasa nyeri
diperut terutama hipokondrium kanan, disertai dengan kenaikan suhu
badan.
Apabila jalan membungkuk ke depan kanan sambil memegang bagian
yangsakit, ada tanda hepatomegali dan tanda Ludwig positif. Sebelum
keluhan tersebut di atas timbul, didahului dengan diare berdarah dan
berlendir.
Gejala – gejala abses hati berdasarkan anamesa:
Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama
7
Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, seperti ditusuk atau ditekan, rasa
sakit akan berubah saat berubah posisi dan batuk
Batuk sebagai gejala iritasi diafragma
Rasa mual dan muntah
Berkurangnya nafsu makan
Penurunan berat badan yang unintentional
Sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai
dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakan
diatasnya.9
8
Secara fisikal dapat ditemukan:
Sakit bersamaan hepatomegali merupakan gejala utama yang dapat ditemukan
Kurang bunyi pernafasan dalam zon kanan basilar hepar dengan tanda
atelektasis dan efusi pada pemeriksaan atau secara radiologi.
Adanya pleural atau friction rub hepar dengan assosiasi iritasi diafragma atau
inflamasi pada kapsul Glisson.
Jaundice juga dapat dilihat dengan insidensi 25% kasus dan selalunya
berhubungan dengan penyakit atau dengan kehadiran multipel abses.9
II.6 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan termasuk inspeksi, palpasi dan
perkusi daerah abdomen. Selain itu, hepatomegali merupakan tanda umum yang
dapat ditemukan pada abses hepar.9
Nyeri epigastrium, dengan atau tanpa massa jelas, adalah sugestif keterlibatan
lobus kiri hepar 9
Pemeriksaan pada perut, terutama kuadran kanan atas, harus menjadi
bagian daro setiap hasil pemeriksaan jika pasien mengalami demam yang tidak
diketahui asalnya.10
II.7 Pemeriksaan Radiologik
II.7.1 Foto polos
Radiografi polos perut kurang sesuai untuk mengevaluasi abses hati. Tanda-tanda yang dapat dilihat termasuk:
gas dalam abses atau pohon bilier (pneumobilia) atau dibawahdiafragma
efusi pleura sisi kanan kalsifikasi (kista hidatidosa)11
Selain itu, juga terdapat elevasi yang terlihat pada hemidiafragma kanan.
Turut dapat terlihat infiltrasi basilar dan efusi pleura kanan.10
9
II.7.2 Ultrasonografi (USG)
Gambaran USG abses hepar dapat dilihat lapisan puing-puing nekrotik
dan kadang-kadang abses kronik akan berkalsifikasi.12
Abses hati mempunyai penampilan yang berbeda pada hasil USG yaitu
sebagian besar hipoechoic (masih dengan beberapa gema internal) ke
hiperechoik. Selain itu, gelembung gas juga bisa dilihat.11
Pada abses hepar piogenik, gambaran awal USG abses piogenik
menunjukkan lesi padat yang bulat dengan batas tidak tegas dan reflektisitas
yang rendah. 13
Selain itu, gambaran USG abses hepar piogenik umumnya
memperlihatkan daerah fokus dengan ekogenisitas yang menurun dan jika
terdapat gas dalam abses atau septasi internal maka terbentuk gema internal. 14
Gambaran abses hepar amuba pada USG tampak dinding tidak berbatas
tegas disekitar lesi. 14
Gambar di atas menunjukkan lesi hypoechoic di lobus kanan hati dan kedua lesi cukup besar serta menunjukkan tekstur echo inhomogenous.
10
Abses hati yang ruptur.
Abses hati dan ruptur ke rongga pleura.
Gambar di atas menunjukkan lesi hypoechoic nyata yang menunjukkan
pemecahan jaringan padat hati (nekrosis yang mencair). Pada aspirasi, cairan
11
seperti ‘anchovy sause’ dalam penampilan dan ini menunjukkan abses hati amuba
pada tahap yang lebih lanjut.
Gambar di atas turut menunjukkan lesi hypoechoic dan terdapat tanda effusi
pleura pada bagian atas lobus hepar kanan (cairan terkumpul akibat reaksi dari
pleuritis).
II.7.3 Tomografi Koputer (TK)
TK merupakan scan evaluasi dengan kontras menjadi pilihan untuk tujuan
skreening dan sebagai alat bantu untuk prosedur aspirasi perkutan dan drainase.
Lesi pada TK mempunyai batas yang kurang baik dengan daerah hipodens ke
parenkim hati disekitarnya. Peningkatan enhancement peripheral dapat dilihat
semasa diadministrasi kontras IV1 TK lebih superior dalam hal mendeteksi lesi
kurang dari 1 cm9. Peningkatan enhancement dapat dilihat disekitar lesi namun
tidak nyata setelah terapi antibiotika dimulakan.13. Apabila bagian tengah abses
bercair bisa akibat atenuasi air dan gagal untuk mengalami enhancement. 13
Gambaran radiologi pada abses hepar piogenik:
Tampak lesi atenuasi yang rendah (hipodense) dengan pelek peripheral
yang meningkat setelah dimasukkan kontras.14
Bagian dalam hati menunjukkan septasi atau projeksi pappilari. 14
Selain itu, turut dapat dilihat air-fluid level dan gas bubbles. 14
12
Lesinya bisa soliter atau multiple atau terjadi pengelompokan lesi,
paling sering pada lobus kanan dengan satu lesi besar dan beberapa
yang kecial pada daerah sekitarnya.14
Gambaran radiologi pada abses hepar amebik:
Gambarannya hampir sama dengan abses piogenik namun
absesnya lebih bersifat unilokular. 14
Gambaran radiologi pada kista hidatid:
Lesi rendah atenuasi (hipodense).14
Daerah fokal pada atenuasi tambahan mengindikasikan cysts
daughter. 14
Kalsifikasi diidentifikasi sebagai rims. 14
Gambar CT di atas menunjukkan lesi hipodens dengan peningkatan enhancement.
13
Pada gambar TK diatas terdapat abses septasi yang besar pada lobus hati kiri.
Pada gambar TK diatas dapat dilihat abses anterior besar yang melibatkan lobus hati kanan.
II.7.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Karekteristik signal yang ditemukan pada T1 adalah hipointens secara sentral, heterogenous, sedikit hiperintense pada abses jamur, enhancement pada kapsul, namun ini tidak terdapat pada pasien immunokompromi dan bisa ada septasi multiple. Karekteristik signal yang ditemukan pada T2 adalah hiperintense.11
Temuan MRI juga tumpang tindih dengan metastase nekrotik yang lesinya tidak jelas dari sinyal rendah pada foto T1- weighted image dan tinggi sinyal pada gambar T2-weighted image, sering dengan sinyal yang lebih tinggi di margin luarnya. Apabila lesinya bercair maka sinyal sentral berkurang pada foto T1 dan meningkat pada foto T2. 13
Axial T1-weighted MRI menunjukkan lesi hipointense (panah) di berbagai bagian hati.
14
Axial T2-weighted MRI menunjukkan lesi kistic hiperintense multiloculated (panah) di pelbagai bagian hati.
II.8 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium untuk kasus abses hepar, yang diperiksa
adalah darah rutin termasuk kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan
endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total
protein dan kadar albumin dan globulin dalam darah.15 Pada pemeriksaan
laboratorium, umumnya didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke
kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase,
peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar
albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa
terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses hepar pyiogenik (AHP). 16
II.9 Diagnosa Banding
Hepatoma
Hepatoma adalah kanker yang dimulai di hati. Ini adalah jenis yang paling umum
dari kanker yang berasal dari hati.17
15
Contoh gambaran USG, CT scan & MRI hepatoma:17, 18
16
Tuberkulosis hati
Infeksi pada hati sering berlaku pada kasus advanced pulmonary TB dan widely disseminated atau miliary TB. Namun, infeksi pada hati selalunya sembuh apabila infeksi primer diobati. Tuberkulosis hati selalunya merebak ke empedu, menyebabkan jaundice obstruktif.
Contoh gambaran USG & CT scan tuberculosis hati:19
Calcified granuloma from prior tuberculosis infection
Tuberculous abscess in right lobe of liver
Axial contrast-enhanced CT scan demonstrates multiple nonuniform, low-attenuation lesions within the liver (straight arrows). An enlarged gastrohepatic lymph node is also seen (curved arrow)
17
II.10 Penatalaksanaan
II.10.1 Terapi Medis
Perubahan yang paling dramatis dalam pengobatan abses hati
piogenik telah munculnya drainase CT-guided. Sebelum modalitas ini,
drainase bedah terbuka adalah pengobatan yang paling sering digunakan,
dengan tingkat kematian mencapai 70%. Jika abses multiloculated, kateter
beberapa mungkin diperlukan untuk mencapai drainase yang memadai. 20
Pendekatan diterima saat ini mencakup 3 langkah, sebagai berikut:
Inisiasi terapi antibiotik
Diagnostik aspirasi dan drainase abses
Bedah drainase pada pasien tertentu20
II.10.2 Terapi antibiotik
Diagnostik aspirasi harus dilakukan sesegera mungkin. Agen
antimikroba harus memberikan perlindungan memadai terhadap basil
gram negatif aerobik, streptococci mikroaerofil, dan organisme anaerobik,
termasuk Bacteroides fragilis. Biasanya, kombinasi dari 2 atau lebih
antibiotik digunakan Metronidazole. Metronidazole dan Klindamisin
mempunyai cakupan yang luas dan memberikan anaerobik penetrasi yang
sangat baik ke dalam rongga abses.21 Sefalosporin generasi ketiga atau
Aminoglikosida yang menyediakan cakupan yang sangat baik terhadap
organisme gram-negatif yang paling. Fluoroquinolones merupakan
alternatif yang dapat diterima pada pasien yang alergi terhadap penisilin.
Modalitas ini telah terbukti efektif pada pasien dengan abses unilocular
yang kurang dari 3 cm. 20, 21, 22
II.10.3 Percutaneous drainase
18
Diagnostik aspirasi harus dilakukan segera setelah diagnosis
dibuat. Hal ini dapat dilakukan dengan ultrasonografi (jika kecil atau
dangkal) atau CT guided dan biasanya diikuti dengan penempatan kateter
drainase. Beberapa abses memerlukan drainase dipandu CT. Setelah
posisi, kateter harus irigasi dengan larutan natrium klorida isotonik dan
ditempatkan untuk memungkinkan drainase gravitasi. Drain ini dihapus
ketika runtuh rongga abses, seperti ditegaskan pada CT scan gambar.
Adanya asites dan kedekatan dengan struktur vital merupakan
kontraindikasi untuk drainase perkutan. Koagulopati dapat diperbaiki
dengan transfusi plasma beku segar sebelum drainase.21
Tingkat keberhasilan drainase perkutan berkisar 80-87%.21
Pertimbangkan drainase perkutan telah gagal jika tidak ada perbaikan
terjadi, jika kondisi memburuk dalam waktu 72 jam drainase, atau jika
abses berulang meskipun drainase awal yang memadai. Kegagalan
drainase perkutan dapat diobati dengan baik memasukkan kateter kedua
atau melakukan drainase bedah terbuka.21, 22
Komplikasi drainase perkutan meliputi perforasi organ abdomen
yang berdekatan, pneumotoraks, perdarahan, dan kebocoran abses ke
rongga peritoneum. Pasien immunocompromised dengan mikroabses tidak
menyebar beberapa calon baik untuk bedah drainase perkutan atau
membuka dan paling baik diobati dengan antibiotik dosis tinggi. Pasien
tersebut memiliki tingkat kematian tertinggi. 20, 22
II.10.4 Bedah Terapi
19
Bedah drainase pernah dianggap sebagai standar kriteria dalam
mengobati abses hepar.20 Saat ini, drainase bedah diindikasikan sebagai
berikut:
Abses lebih besar dari 5 cm 23
Abses tidak bisa menerima drainase perkutan sekunder ke lokasi
Koeksistensi intra-abdomen penyakit yang mengharuskan
manajemen operasi 20
Concominant empedu intra-abdomen penyakit 23
Kegagalan terapi antibiotik
Kegagalan aspirasi percutaneous 24
Kegagalan drainase perkutan 24
Adanya tanda-tanda peritoneum pada pasien dengan mandat abses
hepar piogenik laparotomi muncul karena pecahnya bebas dari abses ke
dalam rongga peritoneal mungkin telah terjadi.23
Reseksi hepar harus dipertimbangkan, jika yang hadir:
Hati radang di bawah kulit
Hepatolithiasis
Mencurigakan lesi yang akan membutuhkan kontrol sepsis
sebelum prosedur operasi 25
II.10.5 Intraoperatif Details
Terdapat 3 pendekatan untuk membuka drainase abses hepar
piogenik adalah transpleural, ekstraperitoneal, dan transperitoneal.
Sebelum antibiotik, pendekatan ekstraperitoneal sering digunakan untuk
20
menghindari kontaminasi dari rongga peritoneal. Saat ini, dengan
ketersediaan antibiotik spektrum luas, pendekatan transperitoneal aman
dan dianggap sebagai pendekatan yang lebih disukai karena
memungkinkan pemeriksaan menyeluruh dari rongga peritoneum dan
memungkinkan mobilisasi yang diperlukan untuk drainase yang memadai.
Reseksi hepar ini telah diadvokasi ketika drainase dan antibiotik tidak
mungkin kuratif. Contohnya termasuk infeksi sekunder dari keganasan
hepar atau abses hepar yang berhubungan dengan penyakit
granulomatosa kronis masa kanak-kanak. Sebuah lobus kanan nekrotik
dari cedera vaskular selama kolesistektomi laparoskopi, dengan abses
berulang sekunder untuk striktur bilier intrahepatik, merupakan situasi
yang bisa membutuhkan lobektomi hepar parsial.25
II.11 Komplikasi
Komplikasi abses hepar hasil dari pecahnya abses ke organ-organ yang
berdekatan atau rongga tubuh. Ini termasuk jenis pleuropulmonary dan intra-
abdominal. 26
Komplikasi Pleuropulmonary adalah yang paling umum dan telah
dilaporkan pada 15-20% dari seri awal. Ini termasuk efusi pleura pleurisy,
empiema, dan fistula bronko.26
Komplikasi Intra-abdominal juga umum. Komplikasi termasuk abses
subphrenik dan pecah ke rongga peritoneal, perut, usus besar, vena kava, atau
ginjal. Sebuah abses besar menekan vena kava inferior dan vena hepatik dapat
berakibat sindrom Budd-Chiari. 26
Abses pecah ke dalam perikardium atau otak dari penyebaran hematogen
jarang terjadi. 26
21
II.12 Prognosis
Tidak diobati, abses hepar piogenik dikaitkan dengan kematian 100%.
Awal seri melaporkan tingkat kematian yang lebih besar dari 80%. Dengan
diagnosis dini, drainase yang tepat, dan istilah antibiotik terapi lama,
prognosis telah membaik, dengan tingkat kematian pada kisaran 15-20%.25
Miskin faktor prognosis adalah sebagai berikut:
Umur lebih tua dari 70 tahun
Beberapa abses
Polymikrobial infeksi 25
Kehadiran keganasan yang berhubungan atau penyakit imunosupresif 22
Bukti sepsis 22, 25
BAB III
KESIMPULAN
Abses hati merupakan infeksi pada hati yang di sebabkan bakteri, jamur,
maupun nekrosis steril yang dapat masuk melalui kandung kemih yang terinfeksi,
infeksi dalam perut, dan sebagainya. Abses hepar seringkali muncul didaerah
22
yang banyak menagndung E. Histolitica seperti daerah sanitasi buruk,
perekonomian lemah, dan status gizi yang kurang baik.1,4
Adapun gejala-gejala yang sering timbul diantaranya demam tinggi, nyeri
pada kuadran kanan atas abdomen, dan lain-lain. Dan pada umumnya diagnosis
yang di pakai sama seperti penyakit lain yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan laboratorium. 9
Pemeriksaan fisik yang penting dan harus dilakukan termasuk inspeksi,
palpasi dan perkusi daerah abdomen untuk menilai jika terdapat kelainan
patologik yang dapat dideteksi. Selanjutnya pemeriksaan radiologi yang awal
dilakukan adalah radiologi foto polos. Pemeriksaan lanjut yang dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosa abses hepar adalah pemeriksaan ultrasonografi
(USG), tomografi computer (TK) dan MRI. Pemeriksaan TK menjadi pilihan
dalam menilai abses hepar karena TK lebih superior dalam hal mendeteksi lesi
kurang dari 1 cm.9,10,13
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan termasuk darah rutin
termasuk kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan
percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar
albumin dan globulin dalam darah. Pada pemeriksaan laboratorium hasil yang
sering didapati adalah leukositosis, anemia, peningkatan laju endap darah,
peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum
bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang
memanjang.16
Secara konvensional penatalaksanaan dapat dilakukan dengan drainase
terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas. Dengan anamnesa yang jelas,
pemeriksaan fisik yang cermat serta dibantu dengan pemeriksaan laboratorium
dan foto ronten dengan pembacaan yang tepat akan dapat lebih meyakinkan dalam
penegakan sehingga dapat tepat dalam pemberian terapi.20,22
Komplikasi yang timbul pada abses hepar adalah jenis pleuropulmonary
dan intra-abdominal. Jika abses hepar tidak diobati segera maka bisa
menimbulkan kematian. Dengan diagnosis dini, drainase yang tepat, dan istilah
23
antibiotik terapi lama, prognosis telah membaik, dengan tingkat kematian pada
kisaran 15-20%.25,26
Daftar Pustaka:
1. Mosby’s Medical Dictionary, 7th Edition, 2006. Mosby Elsevier.
2. Gene D Branum, et al, 1990. Hepatic Abscess: Changes in Etiology,
Diagnosis and Management. Department of Surgery, Duke University
24
Medical Center, Durham, North Carolina. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1358249/pdf/annsurg001
66-0011.pdf [Accessed on 24 January 2011]
3. Ruben Peralta, 2009. Liver Abscess: Introduction. Juan Bosch Trauma
Hospital, Dominican Republic. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/188802-overview [Accessed on 24
January 2011]
Liver Abscess: Epidemiology. BMJ Evidence CentreAvailable from:
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/basics/epidemiology.ht
ml#global-search [Accessed on 24 January 2011]
4 Sherlock S, Dodey J. The liver in infection. Diseases of the liver and
biliary system. 11th ed.New York: Blackwell Science; 2002.p.498-500.
5 Friedman SL, Quaid KR, Grendel JH. Infection of the liver, parasitic
infection of the liver. Current, Diagnosis & Treatment in
Gastroenterology. 2nded. New York: McGraw -Hill Companies, toe;
2003.p.586-7
6 Abses Hati Amoebik; dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Soeparman,dkk (editor), jilid I edisi pertama,Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
2001, hal 328-332.S.A.
7 Abdurachman, Abses Hati Amobik, dalam buku Gastroenterohepatologi,
H.Aziz, jilid 3, B alai Pustaka, Jakarta, 1995, hal 395-402
Emedicine. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/188802-
overview [ Accessed on 23 January 2011]
8 Kasper Dennis L., Braunwald Eugene, Fauci Anthony S., Hauser Stephen
L., Longo Dan L. and Jameson Laary J.. Harrison’s Principle of Internal
Medicine, sixteenth edition. McGraw-Hill. United States of America : 752
- 753
Radiopaedia.org. Available from: http://radiopaedia.org/articles/hepatic-abscess-1
[Accessed on 22 January 2011]
25
9 Armstrong Peter, Wastle Martin and Rockall Andrea. Diagnostic Imaging,
fifth edition. Blackwell Publishing. 198 - 199
10 Grainger Ronald G., Allison David, Adam Andreas and Dixon Adrian K..
Grainger and Allison’s Diagnostic Radiology, A Textbook of Medical
Imaging, fourth edition (volume two). Churchill Livingstone. 1253 – 1254
11 Halpert Robert D.. Gastrointestinal Imaging, third edition. Mosby
Elsevier. 199 – 202
12 Schift L. Hepatic Abscess in Disease of the Liver. 1975; 34: 1118-37
13 Dalinka,M.K.etal,2007.
14 Parvez Tariq, Parvez Babar, and Parvaiz Khurram et al. Screening for Hepatocellular Carcinoma. Jounal JCPSP September 2004 Volume 14 No. 09
15 D’Ippolito Giuseppe et al. Radiol Bras vol.39 no.2 Paulo Mar/Apr 2006. Unusual Presentations of Hepatocellular Carcinoma: an iconographic essay. Available from : http://www.scielo.br/scielo.php?pid=s0100-9842006000200013&script=sci_arttext&tlng=en [Accessed on 1 Februari 2011]
16 Levine C. Primary macronodular hepatic tuberculosis: US and CT appearances. Gastrointest Radiol 1990; 15:307-309.
17 Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta: EGC.
18 Stain SC, Yellin AE, Donovan AJ, et al. Pyogenic liver abscess. Modern
treatment. Arch Surg . Aug 1991;126(8):991-6.
19 Rintoul R, MG O'Riordain, Laurenson IF, et al. Changing management of
pyogenic liver abscess. Br J Surg . J. Br Surg. Sep 1996;83(9):1215-8.
20 Seeto RK, Rockey DC. Pyogenic liver abscess. Changes in etiology,
management, and outcome. Medicine (Baltimore) Mar 1996;75(2):99-113.
21 Chung YF, YM Tan, Lui HF, et al. Management of pyogenic liver
abscesses - percutaneous or open drainage?. Singapore Med J . Dec
2007;48(12):1158-65; quiz 1165.
22 Yanaga K, S Kitano, M Hashizume, et al. Laparoscopic drainage of
pyogenic liver abscess. Br J Surg . Jul 1994;81(7):1022.
26
23 Gyorffy EJ, Frey CF, J Silva Jr, McGahan J. Piogenik Abses Hati.
Diagnostik dan Terapi Strategi. Ann Surg. Desember 1987, (6) :699-705.
206.
24 Ochsner A, DeBakey M, Murray S. Piogenik Abses Hati J. Am Surg.
1938;40:292.
top related