css dd penyakit paru
Post on 15-Jul-2016
84 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SESAK
Sesak merupakan salah satu keluhan pada penyakit paru. Berikut akan dijelaskan
patofisiologi penyakit yang berhubungan dengan sesak.
Pathophysiological correlates of disease causing dyspnea
Structural or mechanical interference with ventilation
Obstruction of flow
Emphysema
Asthma
Chronic bronchitis
Tracheal (after prolong mechanical ventilation)
Endocardial disease
Restriction to lung or chest wall expansion
Intrinsic disease or involving parenchyma
Iow interstirial ibrosis
Acute Respiratory distress syndrome
Congestive heat failure
Extrinsic : process not involving lung parenchyma
Kyposcholiosis
Obesity
Ascites
Pregnancy
Pleural fibrosis
Increase in dead space ventilation
Emphysema : obstruction of airflow
Pulmonary embolus : interruption of blood flow
Respiratory muscle weakness
Poliomyelitis
Neuromuscular disease
Systemic disease
Gulliain-are syndrome
Increase in respiratory drive
Exercise
Metabolic acidosis : diabetic ketoacidosis dan renal failure
Significant decrease in hemoglobin or cardiac output
Psychological disturbance
Anxiety/panic attack
Depression and somatization disorders
Pathogenesis dan pathophysiology
Terdapat beberapa mekanisme yang menyebabkan dyspnea yaitu :
1. Length / tension inappropriateness theory yang melibatkan stimulasi pada reseptor otot
pernapasan yang dapat disebabkan oleh :
Stimulasi muscle spindle di intercostals muscle oelh perbedaan antara tegangan
yang ditimbulkan oleh otot dan volume tidal (perbahan pada panjang serabut
otot).
Peningkatan airway resistance atau penurunan compliance karena respiratory
effort lebih besar daripada ventilation yang diterima.
2. Stimulasi central dan peripher chemoreseptor
Pada keadan penurunan PH darah, hypercapnia (meningkatnya CO2 dalam darah), dan
hypoxemia akan menstimulasi chemoreseptor yng berada di central (medulla oblongata)
dan chemoresepto peripher (c.carotid arteri dan ascending Aorta) sehingga akan
menimbulkan respon peningkatan pernapasan ( dyspnea).
3. Stimulasi afferent reseptor yang terletak di paru-paru (stretch reseptor, irritant reseptor,
dan J reseptor).
Pada orang penderita asthma, keika terjadinya proses asthma ( terjadi peningkatan
kontraksi dari otot bronchus) yang dapat mestimulus stretch reseptor yang terletak pada
otot polos pernafasan, sehingga akan terjadi kesulitan pernafasan dan peningkatan
pernafasan (dyspnea).
4. Peningkatan kerja pernafasan .contohnya pada orang yang berolahraga akan terjadi
peningkatan kerja pernafasan sehingga orang tersebut mengalami dyspnea.
5. Respiratory muscle weakness. Jika otot pernafasan lemah, maka seseorang akan merasa
sulit untuk bernafas.
6. Strong emosi, aniety and anger. Factor psychological yang menyebabkan perangsangan
kerja pernafasan menjadi lebih cepat.
Sign of dyspnea
Flaring the nostril (pernafasan cuping hidung)
Penggunaan otot pernafasan tambahan
Retraction ( tertariknya ) intercostal space.
Symptmp of dyspnea ( deskripsi dari pasien yang mengalami dyspnea)
Nafas terasa berat
Merasa butuh udara yang lebih
Pernafasan terasa brhenti
Merasa tidak nyaman ketika bernafas
Gasping for breath
Dada terasa tertekan
Pernafasan menjadi cepat
Tidak bisa menarik nafas dalam
Tidak bisa mendapatkan udara yang cukup.
Merasa tercekik atau mati dicekik.
Diagnostic dari dyspnea
1. Evalusi dari riwayat dyspnea
a) Adanya riwayat Nocturnal dyspnea (pada malam hari). Pemyalit yang nerhubungan :
Asthma
CHF
Gastroesophageal reflux
Nasal congestion
b) Supine position (adanya sesuatu pada abdominal content )
Kehamilan
Ascites
Diaphragmic paralysis
c) Intermitten symptom
Asthma
HF
Recurrent pulmo embolism
d) Progreeive symptom (tanda penyakit kronik)
Interstitial pulmonary fibrosis
Sarcoidosis
COPD
Amyotropic lateral sclerosis (gangguan syaraf afferent)
e) Tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik : maka kita harus mencurigai adanya masalah
physychological.
f) Tidak di temukannuya gejala objektif : mungkin adanya kepura-puraan (malingering).
2. Physical Exam
a) Peningkatan RR (Tachypnea)
b) Body habitus (barel chest pada COPD, dan obesitas)
c) Adanya penggunaan otot pernapasan tambahan
d) Pernapasan cuping hidung
e) Cyanosis
f) Suara nafas abnormal ( crackle/rales, wheezing pada asthma)
g) Jugular venous distention, pedal edema (HF)
3. Laboratorium evaluation
Pemeriksaan darah
Hemoglobin
Chest X-ray
Pulmonary function test
ECG (pada penyakit jantung)
Scale / grade dyspnea (American Thoracic Society Shortness)
Description Grade Degree
Not trouble by shortness of breath hurrying on the level /
walking up a slight hill
0 none
Troubled by shortness of breath when hurrying on the
level/ walking up a slight hill
1 Mild
Walk slower than people of the same age level because
of breathlessness or has to stop for breath when walking
at own pace.
2 moderate
Stop for breath after walking 11 yard or after a few
minute on the level
3 Severe
Too breathless to leave the house or breathless on
dressing or undressing.
4 Very severe
ASMA
Asma merupakan penyakit inflamasi yang kronik pada saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemen selular. Inflamasi kronik ini dihubungkan dengan airway
hyperresponsiveness yang berperan dalam recurrent episodes dari wheezing, breathlessness,
chest tightness and coughing, yang terjadi pada malam hari atau pada pagi hari. Episodes –
episodes ini berhubungan dengan airflow obstruction yang luas tetapi berubah-ubah pada paru-
paru dan bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan adanya treatment
Host Factors
a. Genetic
Astma memiliki komponen yang diturunkan (heritable), tapi tidak sederhana. Data yang
terbaru menunjukkan bahwa multiple genes dapat berperan dalam pathogenesis asthma.
Pencarian gen-gen yang berhubungan dengan perkembangan asthma terfokus pada empat
area utama: production of allergenspecific IgE antibodies (atopy); expression of airway
hyperresponsiveness; generation of inflammatory mediators, such as cytokines,
chemokines, and growth factors; and determination of the ratio between Th1 and Th2
immune responses (as relevant to the hygiene hypothesis of asthma). Kromosom yang
terkena sebenarnya masih dalam penelitian, tetapi kemungkinan kromosom 5q, 11, 12,
13.
b. Obesity
Obesitas juga merupakan factor risiko asthma. Beberapa mediator seperti leptins dapat
mempengaruhi fungsi jalan napas (airway) dan meningkatkan perkembangan asthma.
c. Sex
Jenis kelamin laki-laki merupakan factor risiko asthma pada anak-anak. Hingga umur 14
tahun , prevalensi asthma pada laki-laki dan perempuan adalah 2:1. ketika anak semakin
dewasa perbedaan antara kedua jenis kelamin menjadi mengecil, dan ketika dewasa
prevalensi asthma lebih banyak pada wanita dibandingkan pria. Penyebabnya adalah
ukuran paru-paru lebih kecil pada laki-laki daripada perempuan pada saat lahir namun
membesar ketika dewasa.
Environmental Factors
a. Allergens
Walaupun indoor dan outdoor allergens dikenal sebagai penyebab asthma
exacerbations, peran spesifiknya dalam perkembangan asthma masih belum diketahui.
Birth-cohort studies telah menunjukkan bahwa sensitisasi terhadap house dust mite
allergens, cat dander, dog dander, dan Aspergillusmold merupakan independent risk
factors untuk asthma like symptoms pada anak-anak hingga umur 3 tahun.
b. Infections
Respiratory syncytial virus (RSV) and parainfluenza virus menghasilkan pola
gejala termasuk bronchiolitis yang parallel dengan banyak ciri-ciri childhood asthma.
Sejumlah long-term prospective studies pada anak-anak yang berada di rumah sakit
dengan RSV telah menunjukkan bahwa kurang lebih 40% akan mberkembang mengi
(wheeze) atau memiliki asthma pada masa kanak-kanak selanjutnya. Di sisi lain, bukti-
bukti juga menunjukkan respiratory infections tertentu pada awal-awal kehidupan,
termasuk measles dan kadang-kadang RSV, dapat melindungi dari perkembangan
asthma. Peningkatan respons jalan napas, yang berhubungan dengan batuk dan yang lebih
jarang wheezing, dapat berlangsung 2-8 minggu setelah terinfeksi baik pada individu
normal maupun pasien asma.
c. Occupational Sensitizers
Terdapat lebih dari 300 substansi yang berhubungan dengan occupational asthma.
Substansi-substansi ini termasuk highly reactive small molecule seperti isocyanites, iritan
yang bisa meyebabkan perubahan pada airway responsiveness yang dikenal sebagai
immunogens seperti platinum salt, dan complex plant and animal biological product yang
menstimulus produksi IgE (Figure 1.3). Occupational asthma banyak terjadi pada orang
dewasa. Asthma merupakan occupational respiratory disorder yang paling umum pada
negara-negara industri. Mekanisme yang mendasari terbagi atas 3 kelompok:
1. Pada beberapa kasus, agen pengganggu menyebabkan pembentukan IgE spesifik dan
penyebabnya cenderung bersifat imunologik (reaksi imunologik dapat bersifat cepat,
lambat, atau rangkap)
2. Pada kasus yang lain, materi yang dipergunakan dapat menyebabkan pembebasan
langsung unsur – unsur bronkokonstriktor
3. Pada kasus yang lain lagi, unsur iritan berkaitan dengan kerja, secara langsung
maupun refleks akan merangsang jalan napas baik pada pasien asma laten maupun
baru.
d. Tobacco Smoke
Asap rokok berhubungan dengan mempercepat penurunan dari fungsi paru pada
orang asthma, menambah derajat keparahan asthma-nya, mungkin membuat pasien
menjadi kurang responsive terhadap pengobatan dengan inhalesi dan glucocorticosteroid
yang sistemik,dan menurunkan pasien yang mungkin sakit asthma untuk kontrol.
e. Outdoor/Indoor Air Pollution
Peran outdoor/indoor air pollution dalam menyebakan asthma masih
controversial. Outbreaks athma exacerbations telah menunjukkan adanya hubungan
dengan meningkatnya kadar polusi udara, dan hal ini meningkatkan level pollutant atau
spesifik allergens untuk individu yang tersensitisasi.
f. Diet
Peran diet, terurama breast-feeding (menysui), menunjukkan bahwa bayi yang
diberi susu formula atau susu kedelai mempunyai insidensi yang lebih tinggi untuk
wheezing illnesses pada awal masa kanak-kanak dibandingkan dnegan yang diberi susu
ibu. Bebrapa data jiga menunjukkan bahwa karakteristik tertentu dari Western diets,
seperti banyak mengkonsumsi processed foods dan sedikit antioxidant (dalam bentuk
buah-buahan dan sayur-sayuran), meningkatkan n-6 polyunsaturated fatty acid
(ditemukan pada margarine dan vegetable oil), dan menurunkan n-3 polyunsaturated fatty
acid (ditemukan pada oily fish) intakes telah berkontribusi terhadap peningkatan asthma
and atopic disease.
CLINICAL DIAGNOSIS OF ASTHMA
Asthma dapat didiagnosis dengan mengetahui symptoms dan medical history pasien (Figure 1).
Medical History
1. Symptoms: episodic breathlessness, wheezing, cough, dan chest tightness.
2. Cough-varian asthma: biasanya terjadi pada anak – anak, sering menjadi masalah pada
malam hari tetapi evaluasi saat siang hari normal. Pada pemeriksaan sputum, dapat
ditemukan eosinophils.
3. Exercise-induced bronchoconstriction: berkembang setelah 5-10 menit setelah beraktivitas
(jarang terjadi selama melakukan aktivitas). Gejala pasien biasanya menghilang setelah 30-
45 menit secara spontan.
Physical examination
Pemeriksaan fisk dapat normal. Biasanya abnormal pada pemeriksaan auskultasi paru
yang mana dapat terdengar wheezing. Pada severe asthma, mungkin tidak terdengar wheezing
yang menunjukan adanya penurunan ventilasi dan aliran udara yang parah, adanya tanda – tanda
seperti sianosis, drowsiness, kesulitan untuk berbicara, takikardi, hiperinflasi dada, adanya otot
aksesoris yang digunakan, dan adanya retraksi interkostal.
Pemeriksan penunjang
Pengukuran lung function menyediakan penilaian severity, reversibility, and variability
dari airflow limitation, dan membantu mengkonfirmasi diagnosis asthma pada pasien di atas 5
tahun.
Spirometry merupakan metode yang lebih dipilih dalam mengukur airflow limitation dan
reversibility untuk menegakkan diagnosis asthma.
An increase in FEV1 of ≥ 12% (or ≥ 200 ml) after administration of a bronchodilator
indicates reversible airflow limitation consistent with asthma. (However, most asthma
patients will not exhibit reversibility at each assessment, and repeated testing is advised.)
Peak expiratory flow (PEF) measurements merupakan tambahan yang penting dalam
mendiagnosis dan memonitoring asthma.
PEF measurements are ideally compared to the patient’s own previous best measurements
using his/her own peak flow meter.
An improvement of 60 L/min (or ≥ 20% of the pre-bronchodilator PEF) after inhalation of
a bronchodilator, or diurnal variation in PEF of more than 20% (with twice-daily readings,
more than 10%), suggests a diagnosis of asthma.
Asthma Control
Asthma control didefinisikan dengan berbagai cara.
Pada umumnya, istilah kontrol dapat mengindikasikan pencegahan penyakit atau bahkan
pengobatan. Bagaimana pun juga istilah kontrol memiliki arti pengontrololan manifestasi
penyakit.
TERAPI DAN FARMAKOLOGI
TERAPI ASMA
1. Nonfarmakologi
Dapat diakukan olahraga secara teratur contohnya renang dilakukan secara
teratur
2. Farmakologi
Quick relief medicine
dilakukan untuk merelaksasikan otot-otot pernafasan,memudahkan untuk
bernafas,digunakan pada saat serangan asthma (bronchodilator)
Longterm medicine
mengobati inflamasi pada saluran nafas (edema berkurang,mukus
berkurang)tujuannya untuk mencegah terjadinya serangan asthma.
Contoh :corticosteroid inhalasi
3. Terapi smart
Mengkombinasikan obat pengontrol dan obat pelega dlam satu tabung inhaler
Diberikan dalam sediaan tabung yang mana didalamnya terdapa budesonide dan
formoterol ang efektif untuk terapi jangka panjang
Diindikasikan untuk pasien ang usinya lebih dari 6 tahun
Adapun tujuan dari terapi itu adalah :
1. meminimalisir chronic symptom
2. meminimalisir exacerbasi
3. no emergency visit
4. meminimalisir penggunaan β2 agonis
5. tidak membatasi aktivitas meliputi excercise
6. PEF circardian vaiation < 20% (peak expiratory flow)
7. meminimalisir atau menidakan advers efek dari medikasi
pasien asthma ini lebih dianjurkan pada drug terapi tapi beberapa bisa juga menggunakan
nonpharmakologi.
Obat asthma
1. Bronchodilator
a. Memberikan pertolongan pada symptomnya dengan cepat melalui relaksasi airway
smooth muscle dan mengontrol atau menghambat inflammatory proses
b. Ini juga merupakansuatu primary relief pada bronchocontriction dari asthma tapi tidak
bisa diberikan pada psien asthma ang persisten mptom
c. ada 3 klas:
- β2 adrenergik agonist (paling efektif)
- Anticolinergic
- Theopyline
β2 AGONIST
Terdiri dari short acting β2 agonist(SABA) dan long acting β2 agonist (LABA)
β2 agonist akan mengaktivasi β2 adrenergic reseptor yangmana akan
memperlebar jalan nafas
β2 reseptor akan dhubungkan melalui rangsangan protein ke adeniat siklse
sehingga meningkatkan cyclic AMP→merelaksasikan otot polos dan
menghambat inflamasi sel
Efek dari β2 agonist (pada airway)
- relaksasi dari airway smooth muscle bagian proximal dan distal
- menghambat mast sel mediation release
- menghambat exsudation plasma dan airway edema
- meningkatkan mucociliary clearence
- meningkatkan mucus secretion
- mengurangi batuk
No efek pada kronik inflammation
Clinical use
- β2 agonis biasanya diberikan lewat inhalasi untuk mengurangi side efek.short
acting β2 agonis (SABA) contohnya Albuterol/terbutalin mempunyai Duration
Of Action kurang lebih 3-6 jam dan Onset Of Action cepat untuk bronchodilatsi
- ↑↑ penggunaan SABA mengindikasikan bahwa asthma tidak terkontrol,SABA
digunakan dalam high dose dan nebulaizer atau lewat metered dose inhaler with
spacer
- LABA meliputi almeterol dan formoterol memiliki DOA 12 jam dan diberikan
dua kali sehari
- LABA dapat diganti oleh SABA
- LABA tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak iberikan ICS (inhaler
cortikocsteroid)karena LABA + ICS efektif pengontrol asma
Side efek
Adverse efek dari β2 agonis tidak perlu dikhawatirkan secara umum advers
efekna yaitu muscle tremor dan palpitasi ini biasanya pada pasien tua
Toleransi
- merupakan potensial problem bila agonis diberikan secara chronik tapi dapat di
down regulation dari β2 reseptornya sehingga tidak menurunkan respon dari
bronchodilator respon
- toleransi ini bisa dicegah dan concomitant administration ICS
ANTICHOLINERGIC
Reseptornya adalah muscarinic reseptor zntzgonis contohnya iprutropiumbromide
sehingga mencegah cholinergic nerve terinduce bronchoconstriksi dn mucus
secretion
Kurang efektif daripada β2 agonis dan onstnya lambat
Digunakan sebgai tambahan bronchodilator pada pasien asthma yang tidak
terkontrol pada inhaled medication
Side efecnya dry mouth dan kalo pada pasien tua yitu urinari retensi dan
glaucoma
THEOPILINE
Merupakan suatu bronchodilator yang digunakan sebelum adanya β2 adrenergic
dimana theopiline ini menghambat phospo diesterase (meningkatkan cycic AMP)
di smooth muscle sel airway.
Theopilin ini pada dosis rendah akan meiliki anti inflamasi
Theopilin akan mengaktifkvasi enzim nucleur kunci histon deacetylase-2
sehingga akan menekan gen antiinflamatory
Clinical use
- diberikan secara oral 2x1 atau 1x1
- dapat diberikan pada pasien asthma yang severe dimana tambahan dari
bronchodilat
- intravena amenophiline dapat diberikan pada severe asthma tetpi sekarang lebih
cenderung pada SABA inhalasi dimana lebih efektif
Side efek
- oral theopiline dapat diinaktivasi oleh liver,side efeknya berhubungan dengan
konsentrasi plasma
-side efeknya yaitu nausea,vomit(akibat phosphodiesterase yang
dihambat)headache
- diuresis dan palpitasi dapat terjadi dan pada konsentrasi yang tinggi dapat
menyebabkan aretmia,epileptic,seizure dan kematian
Metabolisme
-metabolisme theopilin oleh Cyt P450 di liver → cyt P450 dapat diblock oleh
erytromisin dan allopurinol sehingga meningkatka konsentrasi plasma.
- factor-faktornya: -↑↑ clearence : - enzim induction
(rifampin,phenobarbitone,ethanol)
- smoking(tobako,marijuana)
- ↑↑ protein dan lowcarboidrat diet
- barbeque meet
- chill ood
- ↓↓ clearance : - ezim inhibitor
(cimetidine,eritromicin,allopurinol,zileuton,zafirlu
cast)
- CHF
- liver disease
- pneumonie
- viral infection dn vacsinatio
- hight carbohydrate diet
- old age
Control terapi :- inhaled corticosteroid (ICS)
- systemic corticosteroid
- antileukotrient
- cromones
- anti IGE
- alternative terapi
ICS (inhalated corico steroid)
merupakan pengontrol asthma paling efektif dan yang paling utama digunakan
untuk terapi control asthma
MOA :- lebih digunakan untuk mengontrol agent inflamasiny sehingga
menurunkan eosinofil dan sputum di airway,juga menurunkan limfosit T
dan mast sel yang ada di respi tract mucosa.
- corticosteroid ini akan meng switch off dari transkripsi multiple aktip
gen yang meng code protein inflammatory contohnya
cytokine,chemocin,adnosin molecul,inflammatory enzime
Clinical use : - diberikan 2x1 tetapi bisa juga 1x1 dalam midlle symptomatic
patient
- sangat cepat mengimprove dari symptom sthma dan fungsi paru
kembli dalam beberapa hari
- - efektip dalam mencegah asthma symptom contoh EI dan
nocturnal Excacerbation tapi juga mencegah keparahan dari
excacerbation.
- - ICS diberikan untuk first line therapy asthma da biasanya
dikombinasikn dengan LABA
Side efek
- yang local adalah hoarsenes dan oral candidiasis dimana efeknya dapat
diturunkan dan menggunakna large volume space device atau moth wash
- tidak ada bukti bahwa ICS dapat mengganggu pertumbuhan anak dan
osteoporosis adult
Systemic Corticosteroid
penggunaannya secra intravena (hydrocortisone,methylprednisolone)digunakan
pada acute severe asthma,walaupun oral juga efektif untuk acute.
Kalo oral biasanya (prednisone,prednisolone 30-45 mg,5-10 hari )digunakan
untuk acute excacerbation dari asthma,no tapering of. kurang lebih 100 pasien
asthma yang membaik dalam oral corticosteroid.
Systemic side efek : - trunkal obecity
- bruising
- osteoporosis
- diabetes
- hypertensi
- gastric ulcer
- proximal miopaty
- depression dan katarak
Jika pasien membaik dan oral corticosteroid harus dipantau densitas
tulangnya.jadi bis diberikan biphosponate/estrogen. Pada post menopausal women
Anti Leukotrient
Antileukotrient contohnya montelukast dan zafirlukas(akan memblok cyst Lt-1
reseptor
Kurang efektif jika diberikan dengan ICS dalam pengontrol asthma dan efeknya
kurang pad inflammation airway
Cromones
Cromolyn sodium dan nedocromil sodium adalah obat pengontrol asthma yang
menghambat sel mast dan mengaktifasi sensoryneurone
Efektif untuk menghambat triger asthma yaitu sulfurdioxide
Keuntungannya sedikit dalam lonaterm control dari asthma karena short duration
of action (4x1 inhalasi)
Lebih efektif dinerikan denganICS low dosis
Steroid Spring Terapy
Macm-macam imunomodulator treamentdigunakan untuk menurunkan oral
corticosteroid dalampasien dengan severe asthma yang punya efek serius
Contoh : methotrexate,cyclosporine
Azathiopine,intravena gamma globulin
Digunakan bukan untuk sthma tapi lebih pada resiko tinggi dari side efek
corticosteroid oral
Anti IgE
Omalizumab adalah blocking antibodi IgE tanpa pengikatan ke cell IgE sehingga
akan menurunkan IgE mediated rection
↓↓exccerbatn dari severe asthma dan dapat mengimprove control asthma
Terapi ini kurang lebih 3-4 bulan untuk hasil yang baik bagi pasin asthma
Diberikan subcut injection setiap 2-4 minggu dan ga da efek signifikant
Imuno Therapy
Spesifik imuno therapi ini menggunakan extrak dari dust/pollen/house dust mite
dan dapat menyebabkan anapylaptik
Alternatif Therary
Non pharmacological threatmen meliputi
(hypnosis,cupunture,chyroprax,breathing control,oga,speleotheraphy)
Bisa dikasih placebo untuk control terapi
Future Therapy
Terapi asthma ini kedepannya dapat dibuktikan/dilakukan dan memberikan
korticosteroid dan β2 agonist
↓
Tapi perlu juga diberikan terapi baru untuk meminimalisasi efek sistemic dari
kortiko steroidnya
Dapat diberikan imunotherapy yang menggunakan T sel peptide frgment dari
allergen/ DNA vacsinasi.
SALBUTAMOL
Salbutamol merupakan salah satu bronkodilator yang paling aman dan paling efektif. Tidak
salah jika obat ini banyak digunakan untuk pengobatan asma. Selain untuk membuka saluran
pernafasan yang menyempit, obat ini juga efektif untuk mencegah timbulnya exercise-induced
broncospasm (penyempitan saluran pernafasan akibat olahraga). Saat ini, salbutamol telah
banyak beredar di pasaran dengan berbagai merk dagang, antara lain: Asmacare, Bronchosal,
Buventol Easyhaler, Glisend, Ventolin, Venasma, Volmax, dll. Selain itu, salbutamol juga telah
tersedia dalam berbagai bentuk sediaan mulai dari sediaan oral (tablet, sirup, kapsul), inhalasi
aerosol, inhalasi cair sampai injeksi. Adapun dosis yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
Indikasi
Salbutamol atau disebut juga albuterol termasuk dalam obat simptomatik (beta adrenergic
agonist). Obat ini termasuk dalam kelas obat bronkodilator. Salbutamol digunakan untuk
mencegah dan mengobati kesulitan bernapas yang disebabkan penyakit kronik saluran
pernapasan seperti asma, bronkhitis kronik, emphysema dan penyakit paru-paru lainnya. Obat ini
bekerja dengan cara merelaksasi atau mengendurkan otot-otot pada saluran pernapasan dan
membuka saluran pernapasan yang menyempit karena akumulasi mukus maupun kejang otot di
sekitar saluran pernapasan. Penyempitan saluran pernapasan ini yang menyebabkan napas
pendek, berbunyi, dan batuk .
Efek Samping
Selain memberikan efek menguntungkan, salbutamol juga memiliki efek samping yang harus
diperhatikan. Beberapa efek samping tersebut bahkan dapat menjadi sangat serius. Beberapa efek
samping yang dapat terjadi antara lain :
gangguan sistem saraf (gelisah, gemetar, pusing, sakit kepala,kejang,insomnia)
gangguan kardiovaskuler (takikardia, nyeri dada/angina)
mual,muntah, diare
sulit bernapas
anorexia
dry mouth, iritasi tenggorokan, batuk
gatal, ruam pada kulit (skin rush)
dysuria
mimisan
Dosis
Salbutamol tersedia dalam bentuk:
1. Inhalasi aerosol
- Dewasa dan anak-anak 4 tahun ke atas : 1-2 inhalasi setiap 4-6 jam
- Pencegahan exercise-induced bronchospasm : 2 inhalasi diberikan 15 menit sebelum
exercise
2. Inhalasi solutio
- Dewasa dan anak-anak 12 tahun ke atas : 2,5 mg setiap 6-8 jam
- Anak-anak 2-12 tahun : 1,25 mg atau 0,63 mg setiap 6-8 jam
3. Tablet
- Dewasa dan anak-anak 12 tahun ke atas : 2-4 mg setiap 6-8 jam (jangan lebih dari 32
mg/hari)
- Anak-anak 6-12 tahun : 2 mg setiap 6-8 jam (jangan lebih dari 24 mg/hari)
- Anak-anak 2-6 tahun : 0,1-0,2 mg/kgBB setiap 8 jam (jangan lebih dari 12 mg/hari)
4. Sirup
- Dewasa dan anak-anak 12 tahun ke atas : 2 mg atau 4 mg (1-2 tsp) setiap 6-8 jam
- Anak-anak 6-2 tahun : 2 mg (1 tsp) setiap 6-8 jam (jangan lebih dari 24 mg/hari)
- Anak-anak 2-6 tahun : 0,1 mg/kgBB setiap 8 jam atau 0,2 mg/kgBB setiap 8 jam
Dosis pemberian salbutamol yang dianjurkan berbeda-beda tergantung pada kasusnya.
Misalnya pada penderita bronkhitis, dapat diberikan 1-2 inhalasi setiap 4-6 jam atau 1-2 tablet
(2-8 mg) setiap 6-8 jam. Begitu pula pada penderita emphysema dan asma bronkhial, dapat
diberikan 1-2 inhalasi setiap 4-6 jam atau 1-2 tablet (2-8 mg) setiap 6-8 jam
PERINGATAN
Mengingat efek samping yang mungkin terjadi maka penggunaan salbutamol harus sesuai
dengan petunjuk dokter. Petunjuk penggunaan salbutamol antara lain :
1. Jangan berikan obat ini pada pasien yang alergi terhadap salbutamol atau bahan-bahan
yang terkandung di dalamnya.
2. Pada wanita hamil dan menyusui, hendaknya mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan
dokter jika ingin mengonsumsi salbutamol untuk menghindari kemungkinan terjadinya defek
pada bayi walaupun belum ada studi yang melaporkannya.
3. Jangan berikan salbutamol pada pasien yang memiliki penyakit hati, tekanan darah
tinggi, overactive thyroid karena pemberian salbutamol akan semakin memperparah keadaan
pasien dan meningkatkan efek samping.
4. Telan tablet salbutamol secara keseluruhan. Jangan mematahkan, memecahkan, atau
mengunyah tablet.
5. Banyak minum (2.000 ml air/hari) selama mengonsumsi salbutamol dan hendaknya
berkumur setiap kali sehabis mengonsumsi salbutamol.
6. Jangan menggunakan OTC inhaler tanpa mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan
dokter.
7. Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak dan api serta cahaya secara langsung. Simpan
pada suhu kamar (59-86F).
8. Jika ada dosis yang terlewat, segera minum salbutamol yang terlewat. Namun jika waktu
yang ada hampir mendekati waktu pengonsumsian selanjutnya, lewati pengonsumsian yang
tertinggal kemudian lanjutkan mengonsumsi salbutamol seperti biasa. Jangan pernah
mengonsumsi 2 dosis dalam sekali pemakaian.
INTERAKSI OBAT
Salbutamol dapat digunakan pada pasien jantung koroner atau pasien dengan arrythmias.
Penggunaan salbutamol bersamaan dengan obat stimulan lainnya akan menurunkan tekanan
darah dan potensial nyeri dada pada pasien jantung koroner. Akan tetapi pengunaan salbutamol
bersamaan dengan obat antidepresant seperti Elavil tidak diperbolehkan karena toksiksitasnya
pada sistem vaskuler.
PNEUMONIADEFINISI
Penyakit peradangan akut pada parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi.
EPIDEMIOLOGI
1. Mortalitas dan mordibitas paling banyak terjadi pada anak (usia < 5 tahun) terutama
dinegara berkembang
2. 30 % terjadi pada usia 1 tahun pertama, 20 % terjadi pada usia 2 tahun pertama, 10 %
pada anak usia ≥ 2 tahun.
3. Penyebab kesakitan dan kematian pada anak (terutama pada anak < 5 tahun) di seluruh
dunia, terutama di Negara berkembang, bersaing dengan diare sebagai penyebab
kematian pada anak. Diperkirakan 146-159 juta kasus baru per tahunnya di negara
berkembang dan diperkirakan menyebabkan menyebabkan 4 juta kematian pada anak di
selurug dunia. Insidensi community acquired pneumonia di negara berkembang lebih
tinggi daripada negara maju.
ETIOLOGI
1. Infection mikroorganisme
2. Non infection aspirasi dari makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon,
reaksi hipersensitivitas, obat atau radiasi yang mencetuskan terjadinya pneumonitis.
ETIOLOGI BERDASARKAN USIA
FAKTOR RISIKO
a. Kelainan anatomi bawaan
b. Status imunologi turun akibat penyakit dan obat
c. Fistula tracheoesophageal
d. Fibrosis kistik
e. Refluks esophageal
f. Aspirasi benda asing
g. Ventilasi mekanik
h. Perawatan lama
KLASIFIKASI
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang didapat dari masyarakat (CAP =community acquired pneumonia)
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten
MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala infeksi umum
– Demam
– Sakit kepala
– Nafsu makan menurun
– Keluhan gastrointestinal (mual, muntah, diare)
– Gelisah
– Malaise
2. Gejala gangguan respirasi :
– Batuk
– Sesak napas
– Retraksi dinding dada
– Takipnea
– Napas cuping hidung
– Air hunger
– Merintih
– Sianosis
DERAJAT PNEUMONIA
GAMBARAN KLINIS BERATNYA PENYAKIT
Tidak dapat makan, atau distres
pernapasan berat atau sianosis sentral,
atau kesadaran menurun atau kejang
Pneumonia sangat berat
Tarikan dinding dada bagian bawah dan
tidak ada tanda pneumonia sangat berat
Pneumonia berat
Napas cepat dan tidak ada tanda
pneumonia berat atau sangat berat
Bukan pneumonia berat
Tidak ada tanda pneumonia atau
pneumonia sangat berat
Bukan pneumonia; batuk atau flu
KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis
A. Anamnesis
- Non respiratorik
Demam, sakit kepala, kuduk kaku terutama jika mengenai lobus kanan atas,
anoreksia, letargi, muntah, diare, sakit perut, dan distensi abdomen
- Respiratorik
Batuk, sakit dada, sesak.
B. Pemeriksaan Fisik
- Takipnea
Kriteria nafas cepat menurut WHO :
a. < 2 bulan = ≥ 60x/menit
b. 2-12 bulan = ≥ 50x/menit
c. 12 bulan-5 tahun = ≥ 40x/menit
Frekuensi pernapasan normal usia anak 6 tahun –pubertas : 16-20x/min
- Grunting
- Pernapasan cuping hidung
- Retraksi subkostal
- Sianosis
- Cracles pada saat aukultasi paru
- Hepatomegali
Akibat perubahan letak diafragma yang tertekan ke bawah oleh hiperinflasi paru atau
sekunder akibat gagal jantung kongestif
Gambaran gejala berdasarkan usia
Kelompok Usia Hasil Pemeriksaan
neonatus Takipnea, grunting, pernapasan cuping
hidung, retraksi dinding dada, sianosis dan
malas menetek
Bayi Jarang ditemukan grunting, batuk panas,
iritabel
Anak prasekolah Batuk produktif dan non produktif, dyspnea
Anak sekolah dan remaja Nyeri dada dan kadang menjalar hingga
leher, bahu dan perut, dehidrasi, letargi,
ronkhi basah halus
C. Radiologis
- Pneumonia interstitialis (kelainan perivaskular dan interalveolar)
- Bronkopneumonia (peradangan saluran respiratorik bagian bawah dan parenkim
paru)
- Pneumonia lobaris (konsolidasi pada satu lobus penuh)
Pemeriksaan ini merupakan baseline pemeriksaan, selain itu dapat mendeteksi faktor-
faktor resiko yang dapat meningkatkan keparahan. (ex: keterlibatan cavity atau
multilobular)
Pemeriksaan radiologi juga dapat mendiagnosa etiologi, seperti:
a) Pneumatocele, gambaran khas pada infeksi S. aureus
b) Upper lobe cavitating lesion, gambaran khas pada infeksi tuberculosis.
Pemeriksaan CT scan jarang digunakan namun dapat digunakan untuk kondisi suspected
post-obstructive pneumonia yang disebabkan oleh tumor atau benda asing.
Image in a 49-year-old woman with pneumococcal pneumonia. The chest radiograph
reveals a left lower lobe opacity with pleural effusion.
Image in a 48-year-old patient with Haemophilusinfluenzae pneumonia. The chest
radiograph shows bilateral opacities with a predominantly peripheral distribution.
D. Laboratorium
Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat membedakan antara pneumonia viral dan
bacterial :
- Virus
Leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 ), limfosit yang
predominan
- Bakteri
Leukosit meningkat (15.000 – 40.000 / mm3), dengan neutrofil predominan
Sumber lain menyatakan untuk kritaria diagnosis pneumonia yaitu (>3 dari lima)
1. Sesak nafas
2. PCH dan retraksi IC (+)
3. Ronchi
4. Leukositosis
5. Foto Thorax infiltrasi difus merata pada 1 lobus
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto rontgen thoraks PA :
– konsolidasi lobar atau segmental disertai air bronchogram infeksi
pneumococcus spp atau bakteri
– Corakan bronkovaskular bertambah, peribronchial cuffing dan overaeration,
patchy consolidation (bila berat) pneumonia interstisial (virus atau
mikoplasma).
2. Laboratorium
– Jumlah leukosit >15.000/μL dengan dominasi neutrofil
– Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura dan darah.
– Pemeriksaan C-reactive protein untuk melihat komplikasi dan respon
antibiotik
– Pemeriksaan sputum rapid test
3. Pulse oxymetri
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
INDIKASI RAWAT PADA ANAK DEWASA
1. SaO2 ≤ 92 %
2. Sianosis
3. Frekuensi napas > 50 x/menit
4. Kesukaran bernafas
5. Grunting
6. Tanda dehidrasi
7. Keluarga tidak mampu memantau anak dengan baik
TATA LAKSANA DAN PERAWATAN UMUM DI RUMAH SAKIT
1. Terapi oksigen : diberikan pada penderita dengan saturasi oksigen < 92 %, pada penderita
dengan distress napas
2. Analgetik antipiretik
3. Terapi cairan
Bila diperlukan, cairan IV diberikan 80% kebutuhan basal dan perlu dipantau
elektrolit serum. Pemasangan pipa nasogastric dapat mempengaruhi pernapasan dan
karena itu harus dihindari pada anak yang sakit berat terutama pada bayi dengan lubang
hidung yang kecil.
4. Pemberian antibiotik
–Untuk pneumonia atau bukan pneumonia berat dapat diberikan : kotrimoksazol
(8mg/kgBB/dosis trimetoprim dalam 2 dosis p.o) atau amoksisilin 25 mg/kgBB/dosis
diberikan tiap 12 jam p.o) selama 5 hari.
–Bila keadaan klinis berat, pengobatan inisial berupa kombinasi ampisilin-gentamisin
atau ampisilin-kloramfenikol. Ampisilin 50 mg/kgBB/dosis IV atau IM setiap 6 jam
yang harus dipantau dalam 24 jam selama 48-72 jam pertama.
–Bayi usia < 2 bulan atau pneumonia sangat berat, ampisilin dosis diatas ditambah
gentamisin 7,5 mg/kgBB IV atau IM sekali sehari.
– Pada bayi usia < 3 bulan bisa juga diberikan ampisilin dan aminoglikosida dan usia > 3
bulan ampisilin- kloramfenikol
– Pada keadaan dicurigai meningitis (malas menetek, lethargis, kejang, menangis lemah,
fontanel menonjol) dan septicemia, maka obat pilihan pertama adalah sefotaksim atau
seftriakson IV. Apabila sesudah 48 jam pengobatan pneumonia sangat berat tidak
tampak perbaikan, antibiotic diubah menjadi sefalosporin generasi ketiga seperti
seftriakson atau sefotaksim.
Usia Anak Obat
Neonatus dan bayi muda (<2 bulan) Ampicilin +Aminoglikosid
Amoxicilin-asam klavulanat
Amoxicilin+ Aminoglikosid
Sefalosphorin generasi ketiga
Bayi dengan usia pra sekolah (2 bulan-
5 tahun)
Beta laktam Amoxicilin
Amixicilin/Amoxicilin-asam
klavulanat
Golongan Sefalosporin
Kotrimoxazole
Makrolid (Eritromycin)
Anak Usia sekolah (>5 tahun) Amoxicilin/makrolid
(Eritromycin, Klaritromycin,
Azitromycin)
Tetrasiklin (Pada anak berusia
diatas 8 tahun)
Karena dasar pemberian antibiotika awal diatas adalah coba-coba (trial and eror)
maka harus dilaksanakan dengan pemantauan ketat, minimal tiap 24 jam sekali samapai
hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotika lain yang lebih tepat sesuai kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)
Obat Cara pemberian Dosis (jam) Frekuensi
Gol. Penisilin
Ampisilin
Amoksisilin
i.v/i.m/p.o
p.o
100-200
25-100
4-6
8
Tikarsilin
Oksasilin
Kloksasilin
Diklosasilin
Gol. Sefalosporin
Sefalotin
Seforoksim
Sefotaksim
Seftriakson
Seftazidin
Gol. Aminoglikosid
Gentamisin
Amikasin
Netilmisin
Gol. Makrolid
Eritromisin
Roksitromisin
Klaritromisin
Azitromisin
Klindamisin
Kloramfenikol
i.v/i.m
i.v
i.v
i.v
i.v
i.v
i.v
i.v/i.m
i.v
i.v/i.m
i.v/i.m
i.v
p.o/i.v lambat
p.o
p.o
p.o
p.o/
i.v
i.v/p.o
300-600
150
100
25-80
75-150
100-150
50-200
50-100
100-150
5
15-20
4-6
30-50/40-70
5-8
5-8
10
10-30
15-40
75-100/50-75
4-6
4-6
4-6
6
6-8
6
12-24
8
8
6-8
12
8
12
12
24
6
6
6
Pneumonia riangan amoxocilin ( di wilayah dengan angka resistensi penicilin
yang cukup tinggi, dosis dapat dinaikan sampai 80-90mg/kgBB/hari). Untuk simptomatik
obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan terutama pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi rekasi terhadap antibiotik awal. Untuk
suportif, oksigen lembab 2-4 liter/menit (masal prong) sampai sesak hilang atau PaO2
pada AGD > 60 Torr.
KOMPLIKASI
Penyulit dari pneumonia adalah :
1. Empiema (paling sering oleh S. pneumonia, S. aureus)
2. Perikarditis
3. Pneumotorax
4. Meningitis bakterialis
5. Atritis Supuratif
6. Osteomielitis.
PROGNOSIS
Progrosis pneumonia umumnya baik, namun dapat terjadi kefatalan pada pasien
imunodefisiensi.
KONSULTASI
1. Unit rehabilitasi medik (URM)
2. Bedah toraks (bila diperlukan)
INDIKASI PULANG
1. Perbaikan secara klinis
2. Nafsu makan membaik
3. Bebas demam 12-24 jam
4. Stabil
5. Saturasi 02 > 92 % dalam ruangan selama 12-24 jam (tanpa O2)
6. Orang tua sudah mengerti untuk melanjutkan pemberian antibiotik oral
PENCEGAHAN
1. Vaksinasi dengan vaksin pertusis H.Influenza
2. Vaksin influenza untuk bayi > 6 bulan dan usia remaja
3. Untuk orang tua atau pengasuh bayi < 6 bulan disarankan untuk diberikan vaksin
influenza dan pertusis
CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE
Definisi :
Merupakan penyakit paru yang ditandai atau dikarakteristikan oleh keterbatasan
aliran udara yang kronik didalam saluran nafas yang tidak sepenuhnya
reversible,bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi abnormal
paru terhadap partikel atau gas beracun. COPD merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan diobati.
Factor risiko :
Gene :
COPD merupakan polygenic disease dan contoh klasik dari gene-
enviroment interaction.
Defisiensi alfa 1 tripsin (anti proteolityc).
Exposure to particle :
1. Tobacco smoke :
Sampai sekarang merokok adalah factor risiko yang paling sering
pada pasien COPD.
Perokok mempunyai prevalensi yang tinggi dr gejala respiratory
dan abnormal fungsi paru.
COPD mortality rate lebih tinggi pada perokok dari pada yang
tidak merokok.
Risiko untuk COPD pada perokok dihubungkan dengan usia
pertama kali merokok,total pack rokok per tahun,current smoking
status.
Tidak semua perokok dapat berkembang menjadi COPD ,tapi
sekitar 80-90 % perokok dapat terkena COPD ( 1 pack sehari
meningkatkan risiko 15%, 2 pack sehari meningkatkan risiko
25%).
Perokok pasif mempunyai risiko mengalami respiratory symptom
dan COPD .
Merokok selama kehamilan merupakan risiko untuk janin,karena
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru, berdampak
pada system immune.
2. Occupational dust and chemical
Exposure, termasuk : organic dan inorganic dust, chemical agent
and fumes.
3. Indoor air pollution from heating and cooking with biomass in poorly
vented dwellings
Kayu,kotoran hewan,sisa abu,batu bara mempunyai level yang
tinggi untuk indoor air pollution.
Kejadiaan indoor air pollution dari pemanasan dan masak pada
ruangan dengan ventilasi yang tidak baiheating k merupakan factor
risiko untuk COPD (khususnya pada wanita di Negara
berkembang).
4. Outdoor air pollution
Peran dari outdoor air pollution masih belum jelas ,tapi lebih
rendah dari factor risiko merokok.
Contoh outdoor air pollution adalah bahan bakar.
Lung growth and development
Peryumnuhan paru dihubungkan dengan proses selama
kehamilan,kelahiran dan pada masa kanak-kanak.
Penurunan fungsi maksimal paru ( diukur menggunakan spirometri)
mungkin dapat mengidentifikasi risiko dari perkembangan COPD.
Sebuah penelitian menyatakan ada hubungan antara berat lahir dengan
FEV1 pada adulthood.
Oxidative stress
Terjadi ketika paru secara terus-menerus terpapar oxidant yang bias
didapat dari endogenous dari phagocyte dan sel-sel lain atau dari
exogenous dari pollutant udara atau cigarate smoke.
Pada keadaan normal oxidant dan antioksidan jumlahnya seimbang,
sedangkan pada keadaan oxidative stress terjadi ketidakseimbangan antara
oksidant dan antioksidant yang dianggap berperan pada pathogenesis
COPD.
Gender
Peran gender dalam menggambarkan COPD masih belum jelas .
Dulu, penelitian menyatakan bahwa mortality rate COPD lebih tinggi pada
pria daripada wanita.
Penelitian sekarang menyatakan di Negara maju prevalensi mortality rate
antara wanita dan pria menjadi sama karena adanya perubahan prilaku.
Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa wanita lebih mudah terkena
efek rokok dibandingkan laki-laki.
Age
Respiratory infection
Infeksi (viral/bakteri) berkontribusi pada pathogenesis dan progresif dari
COPD dan bacterial colonization dihubungkan dengan inflamasi jalan
nafas dan memainkan peranan yang sangat significant dari serangan
(exacerbation)
Riwayat dari infeksi respiratory yang parah pada masa kanak-kanak
dihubungkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan respiratory
symptoms pada adulthood.
Socioeconomic status
Masih belum jelas,tapi bagaimanapun factor-faktor risiko seperti indoor or
outdoor air pollution,crowding,poor nutrition,factor-factor lain pada
socioeconomic yang rendah meningkatkan factor risiko COPD.
Nutrition
o Malnutrisi dan kehilangan berat badam akan menurunkan kekuatan otot
respiratory dan daya tahannya.
Comorbidities
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis Chronic Bronchitis Emphysema
Productive cough Classic sign Late in course with infection
Dyspnea Late in course Common
Wheezing intermittent Minimal
History of smoking Common Common
Barrel chest Occasionally Classic
Prolonged expiration Always present Always present
Cyanosis Common Uncommon
Chronic hypoventilation Common Late in course
Polycythemia Common Late in course
Cor pulmonale Common Late in course
History
3 gejala yang paling sering pada COPD adalah :
1. batuk
2. produksi sputum selama beberapa bulan atau tahun
3. exertional dyspnea
Physical Finding
- Prolong expiratory phase
- Expiratory wheezing
- Hyperinflation → barrel chest & enlarged lung volume
- Penggunaan otot asesoris respirasi
- Cyanosis in lips & nail beds
- Clubbing finger
Lab Finding
- FEV1 & FEV1/FVC menurun
- Lung volume meningkat → total lung capacity, functional residual capacity, & residual
volume meningkat
- Perubahan pH dengan :
PCO2 0,08 units/10 mmHg → akut
PCO2 0,03 units/10 mmHg → kronik
- Hematocrit meningkat → akibat dari hypoxemia kronis & sebagai tanda adanya
hipertrofi ventrikel kanan.
Differential Diagnosis COPD :
Asthma
Bronchioestasis
TBC
Congestive Heart Failure
Tingkat Keparahan Chronic Obstructive Pulmonary Disease
GOLD
Staging Keparahan Gejala-Gejala Spirometry
0 At risk Normal Normal
I Mild terdapat keterbatasan aliran udara di saluran FEV1/FVC > 70%, FEV1> 80%
pernapasan, biasanya disertai batuk kronis dan
produksi sputum (tetapi tidak selalu)
II Moderate keterbatasan aliran udara yang memburuk,
FEV1/FVC < 70%, FEV1 : 60-
80%
gejala-gejalanya memburuk secara progressive
dengan shortness of breath tipikal exertion
III Severe keterbatasan aliran udara memburuk ber-
FEV1/FVC <70%, FEV1 : 40-
60%
kelanjutan dengan peningkatan shortness of
breath dengan exacerbasi yang berulang yang
yang berdampak pada QOL pasien
IV
Very
Severe keterbatasan aliran udara yang sangat buruk FEV1/FVC<70%, FEV1 < 30%
dengan adanya Chronic Respiratory Failure dan
juga beberapa komplikasi yang terjadi
Komplikasi COPD
Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit
ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon
terhadap therapi yang biasa diberikan.
Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
Pneumothorax
penumpukan dari udara yang bebas dalam dada diluar paru yang menyebabkan paru
untuk mengempis. Spontaneous pneumothorax disebabkan oleh pecahnya kista (cyst)
atau kantong kecil (bleb) pada permukaan paru. Pneumothorax mungkin juga terjadi
setelah luka pada dinding dada seperti tulang rusuk yang patah, luka yang menembus
apa saja (tembakan senapan atau tusukan), invasi operasi dari dada, atau yang
diinduksi dengan bebas dalam rangka untuk mengempiskan paru. Pneumothorax
dapat juga berkembang sebagai akibat dari penyakit-penyakit paru yang
mendasarinya, termasuk cystic fibrosis, chronic obstructive pulmonary disease
(COPD)
Gagal nafas
Merupakan ketidakmapuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi
darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan PH yang adekuat yang
disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi. Pasien mengalami toleransi
terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Apabila etiologi
nya disebabkan karena penyakit paru yang mendasari, penyakit pleura, atau trauma
dan cedera yang dapat menyebabkan gagal nafas, akan mengakibatkan kondisi yang
mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.
MANAGE STABLE COPD
Tergantung dari tingkat keparahan dan respon terhadap terapi.
Adapun yang mempengaruhi tingkat keparahan antara lain :
keparahan gejala
keparahan terbatasanya aliran udara
frekuensi dan keparahan eksaserbasi
adanya satu atau lebih komplikasi
adanya kegagalan respiratory
adanya kondisi komorbiditas
status kesehatan umum
jumlah pengobatan yang dibutuhkan
EDUKASI
Program edukasi termasuk :
- menghentikan kebiasaan merokok
- informasi dasar tentang COPD dan patofisiologi penyakit
- metoda terapi secra umum dan apek spesifik dari terapi medis
- kemampuan manajemen diri
- strategi untuk meminimalisir dyspnea
- saran mengenai kapan harus mencari bantuan
- manajemen diri dan membuat keputusan saat eksaserbasi
Topik untuk edukasi pasien :
untuk semua pasien
informasi dan saran tentang mengurangi factor resiko
pasien stage I – stage III
informasi diatas ditambah :
- informasi tentang sifat COPD
- instruksi mengenai bagaimana cara menggunakan inhaler dan obat-obatan lainnya
- mengenali dan mengobati eksaserbasi
- strategi untuk meminimalisir dyspnea
pasien stage 4
informasi diatas ditambah :
- informasi mengenai komplikasi
- informasi mengenai treatment oksigen
PHARMACOLOGIC TREATMENT
Tujuan :
mencegah dan mengontrol gejala
mengurangi frekuensi dan keparahan eksaserbasi
meningkatkan status kesehatan
meningkatkan exercise tolerance
Bronchodilator
- terapi inhaler diutamakan
- pilihan antara 2-agonist, anticholinergic, theophylin, atau kombinasi tergantung dari
ketersediaan obat serta respom individu
- long – acting bronchodilator lebih efektif dan sesuai untuk pasien COPD
- mengkombinasikan bronchodilator dapat menihgkatkan efikasi dan menurunkan rsiko
efek samping dibandingkan menigkatkan dosis single bronchodilator
BRONCHITIS
Definisi
Suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang bersifat
patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus.
Bronkhitis kronis didefinisikan sebagai hipersekresi mucus dan batuk produktif kronik yang
terjadi selama 3 bulan berturut-turut (biasanya pada bulan-bulan musim salju), atau selama 2
tahun berturut-turut. (Patofisiologi-McCance)
Batuk dengan produksi sputum selama 3 bulan dalam satu tahun, selama 2 tahun berturut-
turut, dihubungkan dengan hipertrofi kelenjar mukus dan peninkatan jumlah sel-sel goblet
di jalan napas yang lebih sentral dan fibrosis peribronkhial di jalan napas yang lebih perifer.
(Pulmonary Patophysiology-LANGE)
Etiologi
Penyebab utama penyakit Bronkitis Akut adalah adalah virus. Sebagai contoh
Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan
Coxsakie Virus. Bronkitis Akut selalu terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis
dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain
merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Di lingkungan sosio-ekonomi yang
baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi
saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.
Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :
a. Spesifik
1) Asma
2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,
hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4) Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5) Sindrom aspirasi.
6) Penekanan pada saluran napas
7) Benda asing
8) Kelainan jantung bawaan
9) Kelainan sillia primer
10) Defisiensi imunologis
11) Kekurangan anfa-1-antitripsin
12) Fibrosis kistik
13) Psikis
b. Non-spesifik
1. Asap rokok
2. Polusi udara
Patofisiologi
Iritan yang terinspirasi tidak hanya mengingkatkan produksi mukus, tapi juga
meningkatakna ukuran dan jumlah kelenjar mukus dan sel-sel goblet di jalan napas epitel.
Mukus yang diproduksi lebih tebal dan erat dari pada normal.
Sticky Mucus Coating membuat bakteri, seperti Haemophilus influenza dan Streptococcus
pneumonia, menjadi tertanam di dalam sekret jalan napas, dimana di dalam sekret tersebut
bakteri akan bereproduksi lebih cepat.
Gangguan fungsi siliari mengakibatkan penurunan mucus clearance.
Ketika infeksi dan injuri meningkatkan produksi mukus, dinding bronkhial menjadi
inflamasi dan menebal yang dikarenakan
edema dan akumulasi sel inflamasi.
inflamasi yang menetap dan infeksi
yang berulang menyebabkan terjadinya
bronkhospasm dan terkadang
penyempitan jalan napas yang bersifat
permanen.
Awalnya bronchitis kronis hanya
mengenai bronchi yang lebih besar, tapi
terkadang melibatkan seluruh jalan
napas. Mukus yang tebal dan hipertrofi
otot polos bronchial mengobstruksi jalan
napas dan menyebabkan penutupan,
terutama selama ekspirasi, ketika jalan
napas menyempit.
Jalan napas collapse pada awal ekspirasi, memerangkap gas di bagian distal paru-paru.
Obstruksi dapat juga mengakibatkan ventilation-perfusion mismatch, hypoventilation
(peningkatan PaCO2), dan hipoksemia.
Clinical Manifestation
Gejala yang membuat penderita bronchitis kronis datang ke Rumah Sakit meliputi
penurunan exercise tolerance, wheezing, dan sesak napas.
Individu biasanya memiliki batuk produktif (smokers cough), dan bukti adanya obstruksi
jalan napas didapatkan dari pemeriksaan spirometri (penurunan FEV1).
Hipoxemia menyebabkan terjadinya polycythemia dan sianosis.
Ketika penyakit semakin berkembang, dihasilkan sputum dengan jumlah yang banyak,
disertai dengan infeksi pulmonar yang sering.
Tobacco smoke, air pollutant
Inflamasi pada epitel jalan napas
Infiltrasi sel-sel inflamasi dan pelepasan sitokin (neutrofil, makrofag, limfosit, leukotrien, interleukin)
↑ produksi mukus
↑ ukuran dan jumlah kelenjar mukus dan sel
goblet di epitel jalan napas
Kerusakan fungsi siliari edema dinding
bronkhus
Hipersekresi mukus (lebih tebal dan lebih tahan lama
dari pada normal)
Mikroorganisme masuk ke jalan
napas
Obstruksi jalan napas
Bakteri terperangkap di dalam mukus
Bakteri bereproduksi secara cepat
Inflamasi kronis
Gangguan ventilasi saat ekspirasi
udara terperangkap di distal paru-paru
Terdapat penurunan FVC dan FEV1, FRC dan Volume Residu meningkat sebagaimana
terjadinya obstruksi jalan napas, dan terdapat pemerangkap.
Obstruksi jalan napas menyebabkan penurunan ventilasi alveolar dan peningkatan PaCO2.
Kelainan Yang Berhubungan Dengan Obstruksi Aliran Udara:
The Spectrum of Chronic Obstructive Pulmonary Diease
Clinical Term Anatomic
Site
Major Patologic
Change
Etiology Sign/Symptoms
Chronic
bronchitis
Bronchus Mocous gland
hyperplasia,
hypersecreation
Tobacco
smoke, air
pollutants
Cough, sputum
production
Bronchiectasis Bronchus Airways dilatasi and
scarring
Persistent or
severe
infections
Cough; purulent
sputum; fever
Asthma Bronchus Smooth muscle
hyperplasia, excess
mucus, inflammation
Immunologic
or underfined
cause
Episodic
wheezing,
cough, dyspnea
Emphysema Acinus Airspace enlargement;
wall destruction
Tobacco
smoke
Dyspnea
Small airway Bronchiole Inflamatory Tobacco Cough, dyspnea
disease,
bronchiolitis
scarring/obliteration smoke, air
pollutants,
miscellaneous
Manifestasi Klinis
Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak) yang
mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau. Dalam keadaan normal saluran
pernapasan kita memproduksi mukus kira-kira beberapa sendok teh setiap harinya. Apabila
saluran pernapasan utama paru (bronkus) meradang, bronkus akan menghasilkan mukus
dalam jumlah yang banyak yang akan memicu timbulnya batuk. Selain itu karena terjadi
penyempitan jalan nafas dapat menimbulkan shortness of breath.
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
- Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
- Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
- Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
- Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama,
yaitu :
- Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan anak kurang
istirahat.
- Daya tahan tubuh anak yang menurun.
- Anoreksia sehingga berat badan anak sukar naik.
- Kesenangan anak untuk bermain terganggu.
- Konsentrasi belajar anak menurun.
1. Batuk berdahak.
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya pasien
mengalami batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi 1-2 hari
kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau mukoid, jika ada
infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.
2. Sesak nafas
Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama pada
musim dimana udara dingin dan berkabut.
3. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).
4. Wheezing (mengi).
Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak progresif
lambat disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi akut (McPhee, et
al., 2003).
5. Pembengkakan pergelangan kaki dan tungkai kiri dan kanan.
6. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan.
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung
meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri
tenggorokan. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya
membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap
selama beberapa minggu (Anonim, 2004).
Diagnosis
1. Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai tiga gejala klinis utama (batuk, sputum,
sesak) dan faktor-faktor penyebabnya.
2. Pemeriksaan fisik.
a. Bila ada keluhan sesak, biasanya akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi
maupun inspirasi disertai bising mengi.
b. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter anteroposterior
dada meningkat).
c. Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.
d. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah,
pekak jantung berkurang.
e. Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah di pinggir
sternum.
f. Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan peninggian
tekanan vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema kaki.
3. Pemeriksaan penunjang.
a. Pemeriksaan radiologi.
Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular shadow berupa bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang
bertambah.
b. Pemeriksaan fungsi paru.
Terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal.
Sedang KRF sedikit naik atau normal. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan
spirometri, yang menunjukkan (VEP) volume ekspirasi paksa dalam 1 detik < 80%
dari nilai yang diperkirakan, dan rasio VEP1 : KVP <70% (Rubenstein, et al.,
2007).
c. Pemeriksaan gas darah.
Penderita bronkitis kronik tidak dapat mempertahankan ventilasi dengan baik
sehingga PaCO2 naik dan PO2 turun, saturasi hemoglobin menurun dan timbul
sianosis, terjadi juga vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penambahan
eritropoeisis.
d. Pemeriksaan EKG.
Pemeriksaan ini mencatat ada tidaknya serta perkembangan kor pulmonal
(hipertrofi atrium dan ventrikel kanan) (Rubenstein, et al., 2007).
e. Pemeriksaan laboratorium darah : hitung sel darah putih.
Diagnosis Banding
Asma bronkiale
Pneumonia
TB paru
Emfisema
Symptoms of acute bronchitis and pneumonia
Symptoms Acute bronchitis Pneumonia
Cough
Dry cough at first (does not produce mucus)
After a few days, cough may bring up mucus from the lungs. The mucus may be clear, yellow, or green, and may be tinged with blood.
Cough often brings up mucus from the lungs.
Mucus may be rusty or green or tinged with blood.
Fever Fever is not present or is mild. Fever is often higher than 101°F (38.5°C).
Other X-rays appear normal.
Usually goes away in 2 to 3 weeks
Heart rate faster than 100 beats a minute
Breathing faster than 24 breaths a minute
Shaking, "teeth-chattering" chills
X-rays do not appear normal.
May last longer than 2 to 3 weeks
Sumber http://www.webmd.com/lung/differences-between-acute-bronchitis-and-pneumonia
Penatalaksanaan
1. Penyuluhan.
Harus dijelaskan tentang hal-hal mana saja yang dapat memperberat penyakit dan harus
dihindari serta bagaimana cara pengobatan yang baik.
2. Pencegahan.
Mencegah kebiasaan merokok (dihentikan), menghindari lingkungan polusi, dan dianjurkan
vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi.
3. Terapi eksaserbasi akut.
a. Antibiotik, karena biasanya disertai infeksi.
1. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. influenzae dan S. pneumoniae, maka digunakan
ampisilin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
2. Agmentin (amoksisilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman infeksinya adalah
H. influenzae dan B. catarhalis yang memproduksi b-laktamase.
Pemberian antibiotik seperti kortrimoksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat pertumbuhan dan membantu
mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi.
Pemberian moxifloxacin 400 mg sekali sehari aman dan dapat ditoleransi dengan baik,
sangat efektif untuk pengobatan enfeksi saluran napas oleh bakteri, terutama bronkitis,
pneumonia komunitas dan sinusitis dengan perbaikan gejala yang cepat (Setiawati, et al.,
2005).
b. Terapi oksigen.
Diberikan jika terjadi kegagalan jalan napas karena hiperkapnia dan berkurangnya
sensitivitas terhadap CO2. Pemberian oksigen jangka panjang (> 15 jam/hari) meningkatkan
angka bertahan hidup pada pasien dengan gagal napas kronis (Rubenstein, et al., 2007).
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum.
d. Bronkodilator.
Untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya adrenergik b dan
antikoligernik, dan gejala agonis B, pasien dapat diberikan sulbutamol 5 mg dan atau
ipratropium bromida 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin
0,25-0,5 g iv secara perlahan.
4. Terapi jangka panjang.
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25-0,5/hari dapat
menurunkan eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator.
Tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien, maka sebelum
pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektoran.
f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan
PaO2 < 7,3 kPa (55mmHg).
g. Rehabilitasi.
Postural drainage, perkusi dan vibrasi dada digunakan untuk mengeluarkan mukus.
Untuk memperbaiki efisiensi ventilasi, penderita dapat berlatih napas tipe abdominal dan
purse lips. Untuk merehabilitasi fisiknya, kepercayaan terhadap dirinya dan meningkatkan
toleransi latihan, dapat dilakukan latihan fisis yang teratur secara bertingkat dan dilatih untuk
melakukan pekerjaan secara efisien dengan energi sedikit mungkin.
Komplikasi
infeksi saluran napas berulang
cor pulmonal disebabkan peningkatan tekanan diastolic ventrikel kanan
hipertensi pulmonary
Bronchitis akut:
pneumonia dengan factor risiko: orang tua, bayi, perokok, orang dengan gangguan
respirasi kronik atau penyakit jantung
emfisema
gagal jantung kanan
hipertensi pulmonary
Bronchitis kronik:
hipertensi pulmonary disebabkan oleh karena reflek penutupan arteriol pulmonan
pada daerah hipoventilasi dari paru
gagal jantung kanan (cor pulmonal) merupakan tahap akhir dari gagal jantung kanan
dan penyebab kematian
Prognosis
Penderita yang sebelumnya sehat mempunyai prognosis yang sangat baik, tetapi
mereka yang sudah menderita bronchitis kronik sebelumnya, prognosis ditentukan oleh
kondisi sebelum terkena infeksi akut ini. Makin jelek kondisi sebelumnya, makin mundurlah
prognosisnya.
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan gejala
klinisnya. Pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada pasien bronkitis kronik
dan emfisema lanjut dan VEP1 < 1 liter survival rate selama 5-10 tahun mencapai 40%.
BRONKIEKTASIS
DEFINISI
Suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal
yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irreversibel.
Kelainan bronkus terjadi karena:
Perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot polos
bronkus, tulang rawan dan pembuluh darah
ETIOLOGI
Kelainan kongenital mucoviscidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener
(bronkiektasis kongenital, sinusitis, paranasal dan situs inversus),
Kelainan didapat
Infeksi : pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama
Obstruksi bronkus : korpus alienum, karsinoma bronkus, atau tekanan dari luar lainnya terhadap
bronkus.
PATOGENESIS
Bergantung etiologi
Kongenital : berhubungan dengan faktor genetik, faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus
didalam kandungan
Didapat :
1. Faktor obstruksi bronkus
2. Faktor infeksi pada bronkus atau paru
3. Faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asmatic pulmonary
eosinophilia
Faktor intrinsik dalam bronkus dan paru
GAMBARAN KLINIS
Anamnesis
• Batuk kronis disertai produksi sputum
• Hemoptisis
• Sesak napas
• Demam berulang
Pemeriksaan Fisik
- Sianosis
- Clubbing finger
- Ronki basah
- Wheezing
Pemeriksaan penunjang
• Foto thorax dada
• Ct-scan
• Bronkoskopi fiberoptik
• Pemeriksaan sputum
TATALAKSANA
Tujuan:
1. Tatalaksana infeksi, terutama pada serangan akut
2. Peningkatan klirens sekresi trakeobronkial
3. Penurunan inflamasi
4. Tatalaksana pada masalah lainnya yang teridentifikasi
• Medikamentosa
1. Eksaserbasi akut
antibiotik yang bersifat empiris selama 10-14 hari
2. Jangka panjang
berikan antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis
Tatalaksana lain dapat diberikan bronkodilator dan rehabilitasi medik
PLEURAL EFFUSION
o Definisi
Adanya akumulasi cairan yang abnormal pada pleural space.
o Epidemiologi
1,4 juta orang di US mengalami pleural effusion per tahunnya (1995).
o Sign and symptom
Chest pain, biasanya tajam dan memburuk dengan batuk atau nafas dalam
Batuk
Demam
Bernafas cepat
Nafas pendek
o Etiology
Infeksi- Tuberkulosis- Non tuberkulosis
o Pneumonia (para pneumonia efusi )o Jamur o Parasit o Virus
Non infeksi - Hipoproteinemia - Neoplasma - Kelainan sirkulasi/ gagal jantung - Emboli paru - Atelektasis
Traumatik ( hemotorax )
Berdasarkan komposisi cairan pleura
Transudative
Left ventricular failure
Cirrhosis
Exudative
Begitu teridentifikasi sebagai eksudatif, evaluasi tambahan diperlukan untuk
menentukan penyebab dari cairan yang berlebihan, dan amylase cairan pleural,
glukosa, pH, dan hitung sel diperiksa.
Amylase di cairan pleura meningkat pada kasus esophageal rupture,
pancreatic pleural effusion, atau cancer.
Glukosa menurun pada cancer, infeksi bakterialm atau rheumatoid
pleuritis.
pH cairan pleura menurun pada empyema (<7.2) dan mungkin lebih
rendah pada cancer.
Kalau diduga cancer, cairan pleura harus dikirim untuk cytology. Jika
cytology negative, dan masih diduga cancer, baik thoracoscopy atau
needle biopsy dari pleura mungkin dilakukan.
Cairan pleura juga dikirim untuk gram staining dan kultur, dan jika
dicurigai TB, lakukan pemeriksaan marker TB (adenosine deaminase > 45
IU/L, interferon gamma > 140 pg/mL, atau positif PCR untuk DNA
tuberculosis)
Penyebab paling umum dari exudative pleural effusion adalah bacterial
pneumonia, cancer (kanker paru-paru, kanker payudara, dan lymphoma
menyebabkan sekitar 75% dari semua efusi pleural malignant), infeksi virus, serta
emboli paru-paru.
o Kategori
Efusi pleura dapat dikategorikan dengan dilihat dari etiologinya dimana pada efusi
pleura yang berkaitan dengan adanya sel eksfoliatif pada cairan pleura ataupun adanya
obstruksi limfatik akibat adanya neoplasia, disebut malignant pleural effusion,
sedangkan penyebab lain yang tidak berkaitan dengan neoplasia disebut non-malignat
pleural effusion.
Dilihat dari karakteristik cairan yang ditemui pada pleural space. Non-malignant
pleural effusion dibedakan menjadi transudat dan eksudat, berdasarkan karakteristik
cairan pleuranya . Pada saat pemeriksaan cairan pleura.
DIAGNOSIS
Anamnesis
• Sesak napas
• Lebih nyaman posisi berbaring ke arah efusi
• Terasa penuh bagian dada
• Nyeri dada hingga ke punggung dan tangan yang terkena efusi, memburuk dengan batuk
atau nafas dalam (pleuritic pain)
Pemeriksaan fisik:
1. Pergerakan dada tidak simetris
Transudate Exudate
Protein < 30 g/L Protein > 30 g/L
Lactate Dehydrogenase < 200 IU/L Lactate Dehydrogenase > 200 IU/L
Biasanya terjadi bilateral Terjadi unilateral pada local disease,
dan bilateral pada systemic disease
Terjadi ketika ada
ketidakseimbangan tekanan
hidrostatik kapiler dan tekanan
oncotik colloid
Terjadi ketika adanya perubahan
permeabilitas membran kapiler, akibat
inflamasi.
2. Cairan > 300 cc, bagian yang ada cairan
3. Perkusi redup
4. Fremitus menghilang
5. Suara napas melemah/hilang
6. Trakea terdorong kontralateral
TATALAKSANA
1. Gagal jantung
terapi terbaik dengan diuretik. Jika setelah pemberian efusi menetap, diagnostik
torakosintesis perlu dilakukan. Selain itu, torakosintesis dilakukan pada efusi satu sisi, disertai
demam, atau nyeri dada pleuritik. Jika nila NT-pro BNP cairan pluera >1500 pg/cc, mengartikan
bahwa efusi terjadi karena gagal jantung.
2. Empiema atau efusi parapneumonia
Torakosintesis, pemberian antibiotik dan drainase
3. Hidrotoraks hepatik
Terjadi pada 5% pasien sirosis dan asites karena perpindahan cairan dari rongga
peritoneum ke rongga pleura melalui lubang kecil di diafragma. Posisi efusi di sebelah kanan.
4. Pleuritis TB
disertai gejala demam, penurunan BB, dispneu dan nyeri dada pleuritis. Penatalaksaaan
dengan pemberian OAT minimal 9 bulan dan kortikosteroid dosisi 0,75-1 mg/KgBB/hari selama
2-3 minggu yang mana dosis akan diturunkan bertahap: torakosentesis jika terdapat sesak atau
efusi lebih tinggi dari sela iga III
5. Kilotoraks
Penyebab: trauma. Hasil torakosentesis akan terlihat cairan seperti susu dan trigliserida
>= 1.2 mmol/L (110 mg/dl). Penatalaksanaan dengan pemasangan chest tube dan pemberian
okreotida. Jika gagal dilakukan pleuroperitoneal shunt. Jika dilakukan pemasangan tube
torakostomi dengan drainase chest tube, tidak boleh lama-lama karena bisa mengakibatkan
malnutrisi dan penurunan status imun
6. Hematotoraks
Penyebab: trauma. Jika di dalam cairan pleura terlihat darah, perlu dilakukan
pemeriksaan hematokrit cairan pleura. Hasil hematokrit >= 0,5 dibandingkan dengan hasil dari
darah tepi, berarti mengarah ke hemotoraks. Tata laksana hemotoraks, yaitu dengan chest tube
torakostomi. Bila perdarahan > 200 ml/jam, torakostomi atau torakoskopi menjadi pilihan
pertama.
7. Keganasan
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dan jenisnya. Urutan
keganasan penyebab efusi pleura mulai dari yang tersering, antara lain tumor paru, payudara,
limfoma, gastrointestinal, urogenital dan lainnya.
PNEUMOTHORAX
DEFINISI
Keadaan dimana terdapatnya gas pada rongga pleura.
Adanya akumulasi udara di pleural space sehingga menyebabkan lung collapse.4
ETIOLOGI
SPONTANEUS TRAUMA IATROGENIC
Primary
Secondary
o COPD
o Pneumocystis cariini
pneumonia
o Pulmonary fibrosis
o Asthma
o Cystic fibrosis
o Eosinophilic
granuloma
o Pulmonary tissue
necrosis (contoh : TB,
Penetrating
chest trauma
Blunt trauma
Transthoracic needle
biopsy
Insertion of central
venous catheter
Thoracocentesis
Transbrochial lung
biopsy
Pleural biopsy
septic emboli)
KLASIFIKASI
Pneumotoraks spontan Primer
Setiap pneumotoraks Tanpa adanya riwayat penyakit
yang terjadi tiba-tiba paru yang mendasari sebelumnya.
tanpa ada suatu penyebab
(trauma atau iatrogenik). - Individu sehat
- Dewasa muda
- Tidak berhubungan dengan
aktivitas fisik yang berat
- Terjadi pada saat istirahat
Sekunder
Disertai dengan adanya riwayat
penyakit paru yang mendasarinya.
Pneumotoraks traumatik
Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu penetrasi ke dalam rongga
pleura.
o Luka tusuk
o Luka tembak
o Jejas kecelakaan
o Dll.
Pneumotoraks iatrogenik Aksidental
Pneumotoraks yang terjadi Pneumotoraks yang terjadi akibat
akibat tindakan oleh tindakan medis karena kesalahan
tenaga medis. atau komplikasi tindakan tersebut.
- Parasentesis
- Biopsi pleural
Artifisial
Pneumotoraks yang sengaja
dikerjakan dengan cara mengisi
udara ke dalam rongga pleura
melalui jarum dengan suatu alat
maxwell box.
- Biasanya untuk terapi TB
(sebelum era antibiotik).
- Untuk menilai permukaan
paru-paru.
KLASIFIKASI4
1. Spontaneus pneumothorax adalah yang terjadi tanpa trauma pada thorax sebelumnya.
Primary spontaneus pneumothorax terjadi karena tidak adanya penyebab
penyakit paru yang mendasarinya.
Secondary spontaneus pneumothorax terjadi karena adanya penyakit paru yang
mendasarinya.
2. Traumatic pneumothorax Terjadi karena akibat dari trauma benda tumpul (non –
penetrating) atau penetrating trauma yang mengganggu paru, bronchus, atau esophagus.
Iatrogenic pneumothorax terjadi akibat konsekuensi dari maneuver diagnostic
atau therapeutic, misalnya karena akibat thoracocentesis, insertion of a central
venous catheter, pembedahan atau ventilasi mekanik.
Non-iatrogenic pneumothorax terjadi akibat adanya chest injury, baik
penetrating chest injury atau non – penetrating chest injury.
3. Tension pneumothorax adalah pneumothorax yang tekanan dalam rongga pleura adalah
positif melalui siklus respirasi
MANIFESTASI KLINIS
Nyeri dada
Sesak napas
Pemeriksaan fisik :
o Suara napas melemah sampai menghilang
o Tactile fremitus
o Hyperresonance
o Tracheal deviasi
o Hipotensi ketika dalam keadaan tension penumotoraks
o Takikardia berat
Chest X-ray:
o Foto dada tampak gambaran: sulcus costophrenicus radiolusen.
o Foto dada pada penumotoraks tension: jumlah udara hemitorax yang cukup besar
dan susunan mediastinum kontralateral bergeser.
DIAGNOSIS BANDING
Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti Miocard infark
Lung emboli
Pneumonia
TATALAKSANA
• Aspirasi : di ICS II anterior
• Jika tidak membaik dengan aspirasi konsul ke dokter bedah untuk dilakukan
thoracostomy tube yang disambungkan ke water sealed chamber
TUMOR PARU
DEFINISI
Tumor yang berasal dari epitel pernapasan (bronkus, bronkiolus, alveolus).
Klasifikasi WHO
1. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
2. Karsinoma sel kecil (oat cell carcinoma)
3. Adenocarsinoma
4. Karsinoma sel besar
FAKTOR RISIKO
Agen Jenis Industri
Arsen dan senyawa arsenic Produksi alumunium
Asbestos Gasifikasi batu bara
Berilium dan senyawanya Tambang haematit
Kadmium dan senyawanya Industri besi dan baja
Senyawa kromium Industri cat
Klorometil metil eter Kaca, metal atau pestisida
Dioxin Tekstil
Senyawa nikel Pewarna
Plutonium-239 Metalurgi
Silika, kristalin Nuklir
Radiasi sinar gamma atau X Bahan bakar
Batu bara Industri kertas
GEJALA
Asimtomatis
Klinis lokal : batuk, hemoptisis, wheezing stridor, abses, atelektasis
Klinis invasi lokal : nyeri dada, sesak, aritmia, suara serak
Metastasis : nyeri tulang, sakit kepala, ikterus, perubahan neurologis, sulit menelah, pembesaran
KGB
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Sitologi sputum
• Sitologi cairan pleura
• Bronchoskopi
• Foto thorax
• CT-scan thorax
TATALAKSANA
Terapi suportif dan kuratif, pada NSCLC tata laksana ditentukan berdasarkan
stadiumnya. Tujuan terapi suportif yaitu mengatasi sindrom paraneoplastic yang menyertai. Pada
SCLC tata laksana berdasarkan pada metastase. Jika terdapat metastase maka dilakukan
kemoterapi dan/ atau radiopaliatif.
top related