daftar isi - bigtataruang.big.go.id/modules/pustaka/spek... · 1 bab i sumber data 1.1 spesifikasi...
Post on 21-May-2020
16 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Daftar Isi
BAB I SUMBER DATA…………………………………………………………………………1
BAB II KOREKSI GEOMETRIS DAN UJI AKURASI SUMBER DATA
PEMUTAKHIRAN PETA DASAR RTRW
PROVINSI/KABUPATEN/KOTA…………………………………………………..10
BAB III PETA DASAR DAN TOPOLOGI…………………………………………………...32
BAB IV PENYIAPAN PETA TEMATIK DALAM PENYUSUNAN PETA RTRW…….52
BAB V VERIFIKASI PETA RENCANA STRUKTUR RUANG, POLA RUANG, DAN
KAWASAN STRATEGIS…………………………………………………………….70
BAB VI STRUKTUR BASIS DATA DAN ATRIBUT…………………………………….115
BAB VII LAYOUT DAN ALBUM PETA……………………………………………………129
1
BAB I
SUMBER DATA
1.1 Spesifikasi Sumber Data
1.1.1 Sumber Data Peta RTRW Provinsi
Sumber data Peta RTRW Provinsi adalah Peta RBI Skala 1 : 250.000,
namun Peta RBI tersebut perlu dimutakhirkan jika dibuat dengan
menggunakan sumber data yang sudah tidak relevan dengan
kondisi saat ini.
Spesifikasi citra satelit yang dapat digunakan sebagai berikut :
- Resolusi Spasial
Citra satelit yang digunakan memiliki resolusi spasial minimal
41 meter.
- Informasi Metadata
Harus dilengkapi dengan informasi metadata seperti jenis citra,
besar sudut pengambilan, tutupan awan, dan tahun akuisisi
data.
- Tahun Akuisisi Data
Tahun akuisisi citra satelit tidak boleh lebih lama dari 1 tahun.
- Jenis Data
Minimal sudah dilakukan koreksi geometris secara ortho
sistematis.
- Sudut Pengambilan
Sudut pengambilan pada saat akuisisi data sebesar < 200 pada
saat kondisi nadir (tegak lurus terhadap bumi).
2
- Tutupan Awan
Tutupan awan < 10% dan tidak menutupi objek – objek
penting.
1.1.2 Sumber Data Peta RTRW Kabupaten
Sumber data Peta RTRW Kabupaten adalah Peta RBI Skala 1 :
50.000, namun Peta RBI tersebut perlu dimutakhirkan jika
dibuat dengan menggunakan sumber data yang sudah tidak
relevan dengan kondisi saat ini.
Spesifikasi citra satelit yang dapat digunakan sebagai berikut :
- Resolusi Spasial
Citra satelit yang digunakan memiliki resolusi spasial
minimal 8 meter.
- Informasi Metadata
Harus dilengkapi dengan informasi metadata seperti jenis
citra, besar sudut pengambilan, tutupan awan, dan tahun
akuisisi data.
- Tahun Akuisisi Data
Tahun akuisisi citra satelit tidak boleh lebih lama dari 1
tahun.
- Jenis Data
Minimal sudah dilakukan koreksi geometris secara ortho
sistematis.
- Sudut Pengambilan
Sudut pengambilan pada saat akuisisi data sebesar < 200
pada saat kondisi nadir (tegak lurus terhadap bumi).
3
- Tutupan Awan
Tutupan awan < 10% dan tidak menutupi objek – objek
penting.
1.1.3 Sumber Data Peta RTRW Kota
Sumber data Peta RTRW Kota adalah Peta RBI Skala 1 : 25.000,
namun Peta RBI tersebut perlu dimutakhirkan jika dibuat dengan
menggunakan sumber data yang sudah tidak relevan dengan
kondisi saat ini.
Spesifikasi citra satelit yang dapat digunakan sebagai berikut :
- Resolusi Spasial
Citra satelit yang digunakan memiliki resolusi spasial minimal 4
meter.
- Informasi Metadata
Harus dilengkapi dengan informasi metadata seperti jenis citra,
besar sudut pengambilan, tutupan awan, dan tahun akuisisi
data.
- Tahun Akuisisi Data
Tahun akuisisi citra satelit tidak boleh lebih lama dari 1 tahun.
- Jenis Data
Minimal sudah dilakukan koreksi geometris secara ortho
sistematis.
- Sudut Pengambilan
Sudut pengambilan pada saat akuisisi data sebesar < 200 pada
saat kondisi nadir (tegak lurus terhadap bumi).
4
- Tutupan Awan
Tutupan awan < 10% dan tidak menutupi objek – objek
penting.
1.2 Panduan Pemeriksaan dan Pengisian Form QC
1.2.1 Informasi Metadata
- Citra Satelit Landsat
Jenis citra, tutupan awan, dan tahun akuisisi data dapat
dilihat pada file dengan ekstensi .txt dan dapat dibuka
dengan menggunakan wordpad.
Gambar 1.1
5
Gambar 1.2
- Citra Satelit Spot
Jenis citra, tutupan awan, besar sudut pengambilan, dan
tahun akuisisi data dapat dilihat pada file dengan
ekstensi .xml dan dapat dibuka dengan menggunakan
wordpad.
Gambar 1.3
6
Gambar 1.4
Gambar 1.5
Gambar 1.6
7
1.2.2 Pengisian Form QC
- Contoh Form QC
Data yang di QC:
Tanggal Mulai QC: Nama Petugas QC:
A Dokumen dan Data Acuan QC ADA/TIDAK KETERANGAN
1 Data Citra satelit
B PARAMETER SESUAI/TIDAK KETERANGAN
1 Jenis Citra
2Resolusi Spasial (RTRW Prov minimal 41 m, RTRW Kab
minimal 8 m, RTRW Kota minimal 4 m)
3 Tahun Akuisisi Data tidak lebih lama dari 1 tahun
4Jenis Data minimal telah dikoreksi geometris secara ortho
sistematis
5Sudut pengambilan ≤ 20 derajat pada saat akuisisi data
harus pada saat kondisi nadir (tegak lurus terhadap bumi)
6 Tutupan awan ≤ 10% untuk setiap scene *
: Diterima / Ditolak *)
:
Keterangan :
* tutupan awan tidak menutupi objek-objek penting
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
QC01-SD
QC01-SD FormulirQC ke-
QC Sumber Data
Nama Pakerjaan:
[Tuliskan Nama Pekerjaan]
[Nama Penyedia Jasa/Pelaksana Pekerjaan]
Citra:
1. Data Citra
Hasil Penilaian Tim QC
8
- Petunjuk Pengisian Form QC
Data yang di QC:
Tanggal Mulai QC: Nama Petugas QC:
A Dokumen dan Data Acuan QC ADA/TIDAK KETERANGAN
1 Data Citra satelit
diisi seusai
ketersediaan
sumber data
B PARAMETER SESUAI/TIDAK KETERANGAN
1 Jenis Citra
2Resolusi Spasial (RTRW Prov minimal 41 m, RTRW Kab
minimal 8 m, RTRW Kota minimal 4 m)
Diisi berdasarkan
kesesuaian dengan
spesifikasi
Diisi dengan informasi
resolusi spasial citra yang
diperiksa
3 Tahun Akuisisi Data tidak lebih lama dari 1 tahun
Diisi berdasarkan
kesesuaian dengan
spesifikasi
Diisi dengan informasi
tahun akuisisi data citra
yang diperiksa
4Jenis Data minimal telah dikoreksi geometris secara ortho
sistematis
Diisi berdasarkan
kesesuaian dengan
spesifikasi
5Sudut pengambilan ≤ 20 derajat pada saat akuisisi data
harus pada saat kondisi nadir (tegak lurus terhadap bumi)
Diisi berdasarkan
kesesuaian dengan
spesifikasi
Diisi dengan informasi
sudut pengambilan citra
yang diperiksa
6 Tutupan awan ≤ 10% untuk setiap scene *
Diisi berdasarkan
kesesuaian dengan
spesifikasi
Diisi dengan informasi
tutupan awan citra yang
diperiksa
: Diterima / Ditolak *) coret yang tidak perlu
: Diisi dengan petugas
QC Diisi dengan Paraf
: Diisi dengan nama Diisi dengan Paraf
Tanggal Akhir QC : Diisi tanggal memeriksa
Petugas QC
Koordinator QC
Citra: Nama Citra yang
diperiksa
1. Data Citra
Diisi dengan nama file citra yang diperiksa
Hasil Penilaian Tim QC
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
QC01-SD
QC01-SD FormulirQC ke-
QC Sumber Data
Nama Pakerjaan:
[Tuliskan Nama Pekerjaan]
[Nama Penyedia Jasa/Pelaksana Pekerjaan]
9
- Contoh Form QC yang telah terisi
Data yang di QC:
Tanggal Mulai QC: Nama Petugas QC:
16 April 2019 Dina
A Dokumen dan Data Acuan QC ADA/TIDAK KETERANGAN
1 Data Citra satelit Ada
B PARAMETER SESUAI/TIDAK KETERANGAN
1 Jenis Citra
2Resolusi Spasial (RTRW Prov minimal 41 m, RTRW Kab
minimal 8 m, RTRW Kota minimal 4 m)Sesuai
1,5 m
3 Tahun Akuisisi Data tidak lebih lama dari 1 tahun Sesuai Mei 2018
4Jenis Data minimal telah dikoreksi geometris secara ortho
sistematisSesuai
5 Sudut pengambilan ≤ 20 derajat pada saat akuisisi data Sesuai 10
6 Tutupan awan ≤ 10% untuk setiap scene * Sesuai 5%
: Diterima / Ditolak *)
: Dina
: Joko
Tanggal Akhir QC : 16 April 2019
Petugas QC
Koordinator QC
Citra: Spot 7
1. Data Citra
Spot 7
Hasil Penilaian Tim QC
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
QC01-SD
QC01-SD FormulirQC ke- 1
QC Sumber Data
Nama Pakerjaan:
Kegiatan Pengukuran GPS dan Orthorektifikasi Kota Surabaya
Bappeda Kota Surabaya
10
BAB II
KOREKSI GEOMETRIS DAN UJI AKURASI SUMBER DATA
PEMUTAKHIRAN PETA DASAR RTRW PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
Peta Rupabumi Indonesia sudah tersedia di Badan Informasi Geospasial dan
digunakan sebagai peta dasar pembuatan Peta RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota. Usia peta RBI yang relatif lama menyebabkan
perlunya pemutakhiran unsur peta dasar dengan menggunakan sumber data
berupa citra satelit dengan resolusi citra sesuai spesifikasi peta dasar yang
akan dimutakhirkan.
Langkah-langkah proses koreksi geometris sebagai berikut:
1. Melakukan desain persebaran titik kontrol tanah dan titik uji akurasi
2. Melakukan pemilihan objek titik kontrol tanah dan titik uji akurasi
3. Melakukan proses koreksi geometris
4. Melakukan uji akurasi
2.1 Ketentuan Persebaran Titik Kontrol Tanah Kontrol Tanah dan Titik
Uji Akurasi
Identifikasi Titik Kontrol Tanah dan Titik Uji Akurasi adalah tahapan
menentukan distribusi titik kontrol dan titik uji yang tersebar merata dengan
komposisi yang optimal sesuai dengan area pekerjaan.
a. Titik Kontrol Tanah
Titik ini merupakan titik kontrol tanah yang digunakan dalam koreksi
geometris. Syarat penentuan sebaran titik kontrol tanah adalah sebagai
berikut:
- Pada sisi perimeter area citra;
- Pada tengah area/scene;
- Pada wilayah perbatasan/overlap scene citra;
- Tersebar secara merata dalam area citra;
- Menyesuaikan kondisi terrain
11
b. Titik Uji Akurasi
Titik ini merupakan titik kontrol tanah yang akan digunakan sebagai titik
uji hasil koreksi geometris. Syarat persebaran titik uji adalah sebagai
berikut:
Obyek yang digunakan sebagai titik uji harus memiliki sebaran yang
merata diseluruh area yang akan diuji, dengan ketentuan sebagai
berikut:
- Pada setiap kuadran jumlah minimum titik uji adalah 20% dari total
titik uji.
- Jarak antar titik uji minimum 10% dari jarak diagonal area yang diuji
yang diilustrasikan pada gambar 1
Gambar 2.1 Distribusi dan Jarak ideal antar titik
- Untuk area yang tidak beraturan, pembagian kuadran dilakukan
dengan membagi wilayah kelompok data menjadi empat bagian,
dimana setiap bagian dipisahkan oleh sumbu silang. Pembagian
kuadran dibuat sedemikian rupa sehingga jumlah dan sebaran titik uji
merepresentasikan wilayah yang akan diuji. Ilustrasi kondisi ini
ditunjukkan pada gambar 2 berikut.
- Jumlah titik uji akurasi minimal 12 titik
12
Gambar 2.2
(a) Distribusi ideal titik uji (b) Jarak ideal antar titik uji
Gambar 2. Distribusi dan Jarak antar titik uji (untuk area yang tidak
beraturan)
- Jumlah titik uji untuk mendapatkan ketelitian dengan tingkat
kepercayaan 90% ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Titik Uji Akurasi Berdasarkan Luasan
Luasan
(km²)
Jumlah titik uji
untuk ketelitian
horizontal
Jumlah titik uji untuk ketelitian
vertikal
Area
non-
vegetasi
Area
vegetasi
Jumlah total
titik
< 250 12
250 – 500 20 20 5 25
501-750 25 20 10 30
751-1000 30 25 15 40
1001-1250 35 30 20 50
1251-1500 40 35 25 60
1501-1750 45 40 30 70
1751-2000 50 45 35 80
2001-2250 55 50 40 90
2251-2500 60 55 45 100
13
- Jumlah titik uji untuk ketelitian geometri bertambah sejumlah 5 titik
untuk setiap penambahan luasan sebesar 250 km².
Gambar 2.3 Ilustrasi Sebaran Titik Kontrol Tanah dan Titik Uji Akurasi
2.2 Ketentuan Pemilihan titik Kontrol Tanah dan Titik Uji Akurasi
Syarat penentuan objek untuk titik kontrol (Titik Kontrol Tanah maupun Titik
Uji Akurasi) adalah sbb :
1. Obyek yang dijadikan Titik Kontrol Tanah harus dapat diidentifikasi
secara jelas dan akurat pada citra dalam resolusi tersebut.
2. Obyek berada pada permukaan tanah.
3. Obyek bukan merupakan bayangan.
4. Obyek tidak memiliki pola yang sama.
5. Bentuk objek harus jelas dan tegas.
6. Warna obyek harus kontras dengan warna disekitarnya.
2.3 Panduan Pemeriksaan Sebaran dan Pemilihan Titik Kontrol Tanah
2.3.1 Pemeriksaan Kelengkapan Data
Data-data yang harus diserahkan untuk kelengkapan pemeriksaan antara
lain:
1. QC Sumber Data
Pemeriksaan koreksi geometris dapat dilanjutkan jika telah melewati QC
Sumber Data dan dinyatakan memenuhi spesifikasi pemetaan skala 1 :
250.000, 1:50.000, maupun 1 : 25.000.
Daerah pertampalan
14
2. Citra Satelit yang telah digabungkan/assembles
Citra satelit ini nantinya akan digunakan untuk verifikasi persebaran dan
pemilihan titik kontrol tanah dan titik uji akurasi serta untuk mengetahui
jumlah scene citra satelit.
3. Koordinat titik kontrol tanah dan titik uji akurasi (.shp)
Koordinat dalam format digital (.shp) digunakan untuk verifikasi persebaran
titik pada area citra satelit.
2.3.2 Pemeriksaan Sebaran Titik Kontrol Tanah
Perencanaan sebaran titik kontrol tanah untuk koreksi geometris yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah terbatas sesuai dengan RBI pada wilayah
administrasi. Pada citra resolusi menengah, objek titik kontrol tanah yang
dapat diidentifikasi secara akurat adalah persimpangan jalan yang memiliki
sudut lancip. Berikut ini adalah contoh persebaran titik kontrol tanah pada
citra resolusi menengah:
Gambar 2.4 Persebaran Titik Kontrol Tanah pada empat scene citra satelit.
15
Gambar 2.5 Persebaran Titik Kontrol Tanah pada scene satu dan dua
Gambar 2.6 Persebaran Titik Kontrol Tanah pada scene tiga dan empat
16
Gambar 2.7 Persebaran Titik Kontrol Tanah Area Pertampalan Dua Scene.
2.3.3 Pemeriksaan Sebaran Titik Uji Akurasi
Luas wilayah administrasi ± 6200 km2, jumlah titik uji akurasi sesuai tabel A.1
sebanyak 134 titik. Berikut ini adalah persebaran titik uji akurasi pada citra
yang telah dimosaik:
Gambar 2.8. Persebaran Titik Uji Akurasi
17
Gambar 2.9. Persebaran Titik Kontrol Tanah dan Titik Uji Akurasi
2.3.4 Pemeriksaan Pemilihan Titik
Berikut ini adalah contoh objek yang memenuhi syarat pemilihan objek titik
kontrol tanah dan titik uji akurasi:
Gambar 2.10. Pemilihan Objek Titik Kontrol Tanah pada RBI (kiri) dan Titik Uji Akurasi pada Citra hasil
Koreksi Geometris (kanan)
Berikut ini adalah contoh objek yang tidak memenuhi syarat pemilihan objek
titik kontrol tanah dan titik uji akurasi:
18
Gambar 2.11. Pemilihan Objek Titik Kontrol Tanah dan Titik Uji Akurasi yang tidak sesuai
2.4 Koreksi Geometris
Citra satelit yang diperoleh dari LAPAN sebagian besar sudah dilakukan
koreksi geometris secara sistematis (orthosistematis). Oleh karena itu, data
DEM tidak digunakan dalam proses koreksi geometris citra satelit. Data yang
diperlukan untuk proses koreksi geometri yaitu peta RBI yang akan menjadi
acuan posisi dan citra satelit untuk pemutakhiran. Proses koreksi geometris
dilakukan menggunakan perangkat lunak yang memiliki tools rektifikasi atau
georeferensi.
Data-data yang harus diserahkan untuk kelengkapan pemeriksaan antara
lain:
1. Dokumen QC Sumber Data
2. Dokumen QC Sebaran Titik
3. Dokumen QC Pemilihan Titik
4. Citra Satelit yang telah digabungkan/assembles (.tiff)
5. Daftar Koordinat GCP (.xls)
6. GCP dalam format digital (.shp)
7. Laporan Proses Koreksi Geometris
19
2.5 Uji Akurasi
Sumber data citra satelit yang akan digunakan pada proses pemutakhiran
unsur peta dasar harus memiliki akurasi (ketelitian posisi) sesuai skala
penyusunan Peta Rencana Tata Ruang (RTRW). Ketelitian posisi dapat
dihitung jika citra satelit yang digunakan sudah dilakukan koreksi goemetris
(rektifikasi citra satelit). Citra Satelit yang digunakan pada proses uji akurasi
harus sudah dalam format mosaik.
Secara ideal, hasil koreksi geometris yang dihasilkan tidak memiliki
perbedaan koordinat antara citra dan peta rupabumi. Pada kondisi keadaan
ideal tersebut sulit terpenuhi, maka masih diperbolehkan adanya pergeseran
sesuai standard ketelitian. Standard nilai ketelitian posisi (akurasi horizontal)
Citra Satelit disesuaikan dengan skala penyusunan Peta Rencana Tata Ruang
(RTRW). Nilai ketelitian geometris akurasi horizontal dihitung berdasarkan
Peraturan Kepala (Perka) BIG No. 6 Tahun 2018, seperti disajikan pada Tabel
2.
Tabel 2. Ketelitian Geometris Peta RBI
20
Peta Rupabumi (RBI) yang digunakan untuk koreksi geometris Citra Satelit
memiliki akurasi horizontal sebesar 0,5 milimeter kali angka skala petanya,
sehingga toleransi pergeseran posisi citra hasil koreksi geometris disesuaikan
sebagai berikut:
1. Akurasi horizontal citra satelit hasil koreksi geometris untuk penyusunan
Peta RTRW Provinsi kurang dari atau sama dengan 100 meter.
2. Akurasi horizontal citra satelit hasil koreksi geometris untuk penyusunan
Peta RTRW Kabupaten kurang dari atau sama dengan 20 meter.
3. Akurasi horizontal citra satelit hasil koreksi geometris untuk penyusunan
Peta RTRW Kota kurang dari atau sama dengan 10 meter.
Nilai ketelitian dari citra satelit didapatkan dari hasil Uji Akurasi/Uji ketelitian
geometri citra satelit. Acuan dalam pengujian ketelitian posisi adalah
perbedaan koordinat (X,Y) antara titik obyek pengujian pada citra satelit
terhadap lokasi titik uji obyek di Peta Rupabumi. Pengukuran akurasi dalam
menentukan ketelitian posisi citra satelit menggunakan nilai Root Mean
Square Error (RMSE) dan Circular Error (CE) yang dihitung berdasarkan
koordinat titik uji (X,Y) di atas citra satelit dan Peta RBI.
Akurasi hasil koreksi geometris (rektifikasi), dihitung menggunakan nilai CE90
berdasarkan RMSE titik uji akurasi pada citra satelit yang sudah direktifikasi
terhadap obyek di Peta Rupabumi. Formulir penghitungan uji akurasi
disajikan pada Tabel 3. Nilai akurasi horizontal dengan tingkat kepercayaan
pada level 90% (NSSDA), dihitung dengan formula 1, berikut:
Accuracy = 1,5175 x RMSEr ...............................................................(1)
RMSEr adalah RMSE horisontal (2D)
21
Tabel 3. Formulir Uji Ketelitian Horizontal
Keterangan:
Titik ICP
Koordinat ICP (RBI)
Koordinat ICP (Citra Terektifikasi)
Jarak antara ICP (RBI) dan ICP (Citra Terektifikasi)
RMSEr
Akurasi Horizontal
: Nomor / Kode Titik ICP interpretasi
: Koordinat titik ICP pada Peta RBI
: Koordinat titik ICP pada citra satelit
: √Ʃ(XRBI-XCT)2+(YRBI-YCT)2
: √Ʃ(XRBI-XCT)2+(YRBI-YCT)2/ƩTitik
: 1,5175 x RMSEr
2.6 Panduan Uji Akurasi
Data yang diserahkan untuk pemeriksaan :
1. Daftar koordinat ICP (.xls)
2. ICP dalam format digital (.shp)
3. Mosaik Citra Satelit hasil rektifikasi (.tiff)
A. Verifikasi
1. Langkah awal perhitungan uji akurasi adalah melakukan interpretasi titik
ICP pada citra satelit yang sudah direktifikasi. Gambar 12 menampilkan
contoh interpretasi titik ICP di Peta RBI dan citra satelit yang sudah
direktifikasi.
22
2. Persyaratan obyek yang digunakan sebagai titik uji (ICP) harus dapat
diidentifikasi secara jelas pada Peta RBI dan citra satelit yang sudah
direktifikasi.
3. Memasukkan koordinat ICP pada Peta RBI, koordinat ICP hasil
interpretasi pada citra satelit yang sudah direktifikasi ke dalam Tabel
atau Formulir Uji Akurasi. Jarak antara titik ICP pada Peta RBI dengan
titik ICP hasil interpretasi pada citra satelit sebagai indikasi apabila ada
error yang menyebabkan nilai Akurasi Horizontalnya melebihi standard
pergeseran.
23
Gambar 2.12. Contoh titik ICP di Peta RBI dan interpretasi titik ICP pada citra satelit yang sudah
direktifikasi
Contoh Kasus I.
Formulir uji akurasi berikut ini adalah contoh perhitungan akurasi hasil
rektifikasi citra satelit di Kabupaten Tebo dengan referensi Peta RBI. Jumlah
titik ICP berdasarkan luas wilayah perencanaan adalah 134 titik. Nilai akurasi
horizontal dengan tingkat kepercayaan 90% (CE90) adalah 16,321 meter.
Secara keseluruhan nilai akurasi horizontal yang dihasilkan sudah memenuhi
syarat akurasi sumber data untuk pemutakhiran Peta dasar RTRW Kabupaten
(≦20 meter), walaupun di beberapa titik ada jarak pergeseran antar ICP RBI
dengan ICP interpretasi citra satelit melebihi 20 meter.
24
25
26
Contoh Kasus II.
Formulir perhitungan akurasi hasil rektifikasi citra satelit dengan referensi
Peta RBI untuk Pemutakhiran peta dasar RTRW Provinsi DKI Jakarta pada
skala 1:25.000. Jumlah titik ICP sesuai tabel 1 sebanyak 25 titik, namun dalam
pelaksaannya menggunakan 134 titik. Nilai akurasi horizontal dengan tingkat
kepercayaan 90% (CE90) sebesar 9,695 meter. Secara keseluruhan nilai
akurasi horizontal yang dihasilkan sudah memenuhi syarat akurasi sumber
data untuk pemutakhiran Peta dasar RTRW Provinsi dengan skala
sumberdata 1:25.000 (≦10 meter), walaupun di beberapa titik ada jarak
pergeseran antar ICP RBI dengan ICP interpretasi citra satelit melebihi 10
meter.
27
28
29
30
2.7 Pengisian Form QC
- Contoh Form QC
Tanggal Mulai QC: Nama Petugas QC:
A Dokumen dan Data Acuan QC ADA/TIDAK KETERANGAN
1 Dokumen QC Sumber Data
2 Citra Satelit yang telah digabungkan/assembles 3 GCP/ICP dalam format digital (.shp)
NO PARAMETER SESUAI/TIDAK KETERANGAN
1 Pada sisi perimeter2 Pada tengah area/scene citra3 Pada wilayah perbatasan/overlap scene citra4 Tersebar secara merata dalam lokasi pekerjaan5 Kesesuaian sebaran terhadap kondisi variasi terrain
1 Kesesuaian jumlah ICP terhadap luasan area cakupan citra
2 Tersebar secara merata dalam luasan area cakupan citra
3Jumlah minimum titik uji di tiap kuadran 20% dari jumlah
total titik uji
4Jarak antar titik uji minimum 10% dari jarak diagonal area
cakupan citra
: Diterima / Ditolak *)
:
A. Sebaran GCP
Petugas QC :
Koordinator QC
QC02.1-ST
[Nama Penyedia Jasa/Pelaksana Pekerjaan]
QC ke-
B. Sebaran ICP
Hasil Penilaian Tim QC
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC :
QC02.1-ST Formulir
QC Sebaran Titik (GCP dan ICP)
Nama Pakerjaan:
[Tuliskan Nama Pekerjaan]
31
Nomor Titik:
Jenis Titik : GCP / ICP *)
Tanggal Mulai QC: Nama Petugas QC:
A. Dokumen dan Data Acuan QC ADA/TIDAK KETERANGAN
1 Dokumen QC Sumber Data
2 Dokumen QC Sebaran Titik
3 Citra Satelit yang telah digabungkan/assembles
4 GCP/ICP dalam format digital (.shp)
NO PARAMETER SESUAI/TIDAK KETERANGAN
1Obyek dapat diidentifikasi secara jelas dan akurat pada
citra sesuai resolusi citra tersebut
2 Obyek harus berada pada permukaan tanah
3 Obyek bukan merupakan bayangan
4 Obyek tidak memiliki pola yang sama
5 Bentuk obyek harus jelas dan tegas.
6 Warna obyek harus kontras dengan warna disekitarnya.
: Diterima / Ditolak *)
:Koordinator QC
QC02.2-PO
[Nama Penyedia Jasa/Pelaksana Pekerjaan]
QC ke-
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
QC02.2-ST Formulir
QC Pemilihan Objek di Citra (GCP dan ICP)
Nama Pakerjaan:
[Tuliskan Nama Pekerjaan]
Hasil Penilaian Tim QC
32
BAB III
PETA DASAR DAN TOPOLOGI
3.1 Spesifikasi Peta Dasar
Unsur peta dasar dalam penyusunan peta RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten
dan RTRW Kota menggunakan unsur dasar peta RBI yang dimutakhirkan
dengan citra satelit.
Ketentuan umum yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan peta dasar
dalam penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota yaitu :
1) Sumber data peta dasar harus menggunakan RBI yang dikeluarkan oleh
Badan Informasi Geospasial
2) Skala peta dasar untuk unsur penyusun peta rencana minimal sama atau
lebih besar dari skala output peta rencana tata ruang yang akan disusun
3) Usia data peta dasar (sumber data) maksimal 1 (satu) tahun dari saat
penyusunan peta rencana kecuali tidak tersedia
4) Pemutakhiran menggunakan citra satelit yang sudah dilakukan koreksi
geometris
5) Adapun unsur-unsur pada masing-masing peta dasar terdiri dari batas
administrasi, transportasi, perairan, kontur, penutup lahan dan toponim.
3.1.1 Batas Administrasi
Batas administrasi pada RTRW yang dimaksud adalah batas administrasi
darat yang terdiri dari batas negara, batas provinsi, batas kabupaten, batas
kota dan garis pantai (bagi wilayah provinsi/kabupaten atau kota yang
memiliki pesisir). Garis pantai yang diacu adalah garis pantai yang berasal
dari RBI KSP atau LPI.
a. RTRW Provinsi
33
Batas administrasi untuk penyusunan RTRW Provinsi merupakan batas antar
provinsi dan batas kabupaten kota di dalamnya. Batas administrasi terdiri
atas dua jenis yaitu batas indikatif dan batas definitif. Batas indikatif adalah
batas yang masih belum memiliki kesepakatan antar segmennya sedangkan
batas definitif sudah memiliki kesepakatan antar segmennya. Jika batas
sudah definitif maka batas tersebut harus diacu sedangkan jika masih
indikatif maka masih bisa menyesuaikan dan diarahkan pada deliniasi batas
yang mana sedang diusulkan untuk menjadi definitif. Jika provinsi tersebut
berbatasan dengan negara lain, maka batas antar negara harus diperhatikan.
Gambar 3.1. Contoh Batas Administrasi antar Provinsi
b. RTRW Kabupaten
Batas administrasi untuk penyusunan RTRW Kabupaten merupakan batas
kabupaten dengan kabupaten, kota atau provinsi di sekitarnya. Batas
administrasi terdiri atas dua jenis yaitu batas indikatif dan batas definitif.
Batas indikatif adalah batas yang masih belum memiliki kesepakatan antar
34
segmennya sedangkan batas definitif sudah memiliki kesepakatan antar
segmennya. Jika batas sudah definitif maka batas tersebut harus diacu
sedangkan jika masih indikatif maka masih bisa menyesuaikan dan diarahkan
pada deliniasi batas yang mana sedang diusulkan untuk menjadi definitif.
Jika kabupaten tersebut berbatasan dengan negara lain, maka batas antar
negara harus diperhatikan.
Gambar 3.2. Contoh Batas Administrasi antar Kabupaten
c. RTRW Kota
Batas administrasi untuk penyusunan RTRW Kota merupakan batas dengan
kabupaten, kota atau provinsi disekitarnya. Batas administrasi terdiri atas dua
jenis yaitu batas indikatif dan batas definitif. Batas indikatif adalah batas yang
masih belum memiliki kesepakatan antar segmennya sedangkan batas
definitif sudah memiliki kesepakatan antar segmennya. Jika batas sudah
definitif maka batas tersebut harus diacu sedangkan jika masih indikatif
maka masih bisa menyesuaikan dan diarahkan pada deliniasi batas yang
35
mana sedang diusulkan untuk menjadi definitif. Jika kota tersebut
berbatasan dengan negara lain, maka batas antar negara harus diperhatikan.
Gambar 3.3. Contoh Batas Administrasi antar Kota
3.1.2 Transportasi
Unsur transportasi pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan
Kota adalah unsur dasar yang diperoleh dari RBI dengan dimutakhirkan oleh
sumber data lain seperti citra satelit. Format unsur transportasi terdiri dari
polyline dan polygon. Unsur polygon muncul ketika terdapat jalan yang
memiliki lebar > dari 1/2 dikali bilangan skala unsur pembuat petanya.
Adapun unsur-unsur yang harus ada pada atribut atau informasi transportasi
adalah fungsi jalan (arteri/kolektor/lokal/lingkungan dan lainnya), nama jalan
dan sumber data. Terkait informasi status, fungsi dan toponimi diarahkan
untuk di cross check terhadap data yang terdapat di daerah atau survei
lapangan.
36
Gambar 3.4. Contoh Digitasi Jalan
3.1.3 Perairan
Unsur perairan pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota
adalah unsur dasar yang diperoleh dari RBI dengan dimutakhirkan oleh
sumber data lain seperti citra satelit. Format unsur perairan terdiri dari
polyline (Sungai Permanen / Sungai Musiman / Irigasi / Drainase), poligon
dan perairan lainnya (Kolam / Danau / Waduk / Tambak / Penampungan Air).
3.1.4 Kontur
Data kontur pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota
adalah unsur dasar yang diperoleh dari RBI.
37
3.1.5 Penutup Lahan
Unsur penutup lahan pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan
Kota adalah unsur dasar yang diperoleh dari RBI dengan dimutakhirkan oleh
sumber data lain seperti citra satelit. Klasifikasi yang digunakan dalam
penyusunan penutup lahan untuk RTRW adalah SNI spesifikasi Peta RBI Skala
1:250.000, Skala 1:50.000 dan Skala 1:250.000. Pemutakhiran dengan
klasifikasi unsur yang lebih detail bisa menggunakan klasifikasi SNI 7645-
2014 Penutup Lahan
3.1.6 Toponim
Unsur toponim pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota
adalah unsur dasar yang diperoleh dari RBI yang dimutakhirkan dengan
survei lapangan. Pada unsur toponim terdiri dari tiga unsur utama yaitu yang
berkaitan dengan unsur alam, administratif serta fasilitas umum dan sosial.
Unsur alam terdiri dari gunung, bukit, teluk, embung, sungai, danau, waduk,
tanjung, dan lainnya. Unsur administratif terdiri dari nama provinsi,
kabupaten, kota, kecamatan, desa, kelurahan dan kampung. Unsur fasilitas
umum dan fasilitas sosial merupakan unsur penting di wilayah
Provinsi/Kabupaten dan Kota.
38
3.2 Pedoman Digitasi Unsur Dasar RTRW Dan Pemeriksaan Topologi
Pada pelaksanaan asistensi dan supervisi penyusunan peta dasar RTRW
dilakukan ke dalam dua tahapan yaitu pemeriksaan digitasi unsur dasar
RTRW dan pemeriksaan topologi. Pemeriksaan digitasi unsur dasar RTRW
dan pemeriksaan topologi dilakukan agar penyusunan unsur dasar RTRW
sesuai dengan pedoman pemetaan dan sesuai aturan yang ada.
3.2.1 Pedoman Digitasi Unsur Dasar RTRW
Digitasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses konversi data
analog ke dalam format digital atau dalam kegiatan ini merupakan suatu
proses konversi obyek geografis dari data peta raster ke vektor dan
menambahkan atribut didalamnya. Objek-objek tertentu seperti jalan,
sungai, permukiman, pertanian dan lain-lain yang sebelumnya dalam format
raster pada sebuah citra satelit dapat diubah kedalam format vektor dengan
proses digitasi.
Ketentuan umum yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan data dasar
yaitu :
1. Datum horizontal yang digunakan yaitu WGS84/SRGI 2103 dengan
sistem koordinat geografis/UTM.
2. Kesesuaian nama file unsur sesuai dengan objek / unsur yang
didigitasi.
3. Penarikan garis sesuai dengan kenampakan citra satelit.
4. Sumber data yang digunakan dapat bersumber dari RBI sesuai skala
pada spesifikasi peta dasar dan dapat dimuktahirkan dengan
menggunakan citra satelit.
Pengecekan digitasi dilakukan pada obyek/unsur yang ada pada peta dasar
yaitu Batas Administrasi, Transportasi, Perairan, Kontur, Penutup Lahan,
Toponim.
39
3.2.1.1 Batas Administrasi
Data batas administrasi diperoleh dari instansi resmi pusat/daerah
bersangkutan yang memiliki informasi mengenai data batas administrasi.
Data tersebut merupakan data sekunder yang akan ditambahkan sebagai
batas wilayah pada basisdata hasil tahapan digitasi unsur peta dasar. Batas
wilayah tersebut perlu diverifikasi kebenarannya dan dikonfirmasikan ke
pemerintah daerah setempat pada saat asistensi atau supervisi. Batas
administrasi terdiri dari batas negara, batas provinsi, batas kabupaten, batas
kota, dan garis pantai. Hal-hal yang perlu diperiksa adalah :
✓ Melakukan pengecekan kelengkapan dan kesesuaian isian
atribut/kolom pada batas administrasi. Dipastikan juga tidak ada
kolom atribut yang rancu dimana terdapat beberapa versi yang
membingungkan mana yang benar dan mana yang salah. Serta
dipastikan tidak ada kolom-kolom yang tidak diperlukan.
NAMA FILE ATRIBUT / KOLOM DOMAIN / ISIAN KOLOM
BATAS_NEGARA_LN STATUS Solved / On Going Technical Process / Unsolved
SUMBER PPBW / BNPP , 2017
BATAS_ADMINITRASI_LN JENIS Batas Kabupaten / Batas Kecamatan / Batas Desa
STATUS Definitif / Indikatif
SUMBER PPBW / BNPP , 2017
BATAS_ADMINITRASI_AR KABUPATEN Timor Tengah Utara
KECAMATAN Insana Utara
DESA Humusu
SUMBER PPBW / BNPP , 2017
✓ Mengecek kesesuaian delineasi batas admistrasi dengan delineasi
yang ada pada sumber datanya.
✓ Mengecek sumber data yang digunakan untuk batas administrasi
yang sesuai spesifikasi peta dasar.
40
✓ Melakukan pengecekan topologi.
3.2.1.2 Transportasi
Unsur transportasi dapat diperoleh dari RBI dan dimuktahirkan dengan
melakukan digitasi dari citra satelit. Digitasi unsur peta dasar RTRW untuk
jaringan jalan harus memenuhi ketentuan berikut:
✓ Semua jaringan transportasi yang dapat terlihat pada citra harus
didelineasi sesuai dengan keadaan sebenarnya.
✓ Jaringan transportasi tidak terputus pada lokasi perpotongan dengan
sungai.
✓ Delineasi jaringan transportasi dilakukan pada garis tengahnya
(centerline).
41
Gambar 3.5
Pengecekan yang perlu dilakukan pada unsur transportasi yaitu:
✓ Mengecek sumber data yang digunakan untuk Transportasi yang
sesuai spesifikasi, seperti dari RBI atau instansi pemerintah yang
terkait dengan transportasi.
✓ Pengecekan kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom pada
transportasi. Dipastikan juga tidak ada kolom atribut yang rancu
dimana terdapat beberapa versi yang membingungkan mana yang
benar dan mana yang salah. Serta dipastikan tidak ada kolom-kolom
yang tidak diperlukan.
NAMA FILE ATRIBUT / KOLOM DOMAIN / ISIAN KOLOM
TRANSPORTASI_LN FUNGSI_JALAN Arteri / Kolektor / Lokal / Lingkungan / Lainnya / Rel Kereta
NAMA_JALAN Jl. Gatot Subroto
SUMBER CSRT BIG 2013, Ditjen Bina Marga 2017, dan SKL 2017
42
✓ Melakukan pengecekan topologi.
3.2.1.3 Perairan
Unsur perairan dapat diperoleh dari RBI dan dimuktahirkan dengan
melakukan digitasi dari citra satelit.
Proses digitasi harus dimulai dari hulu ke muara. Dalam satu daerah aliran
sungai, segmen garis sungai harus terhubung satu dengan lainnya
membentuk satu jaringan yang bermuara pada satu titik. Sungai dan alur
dapat bermuara pada garis pantai, garis tepi danau, garis tepi air rawa, atau
garis tepi perairan lainnya. Pada daerah karst, aliran sungai dapat
terhenti tanpa diketahui kelanjutan muaranya. Bentuk topografi daerah
karst dicirikan dengan banyak cekungan.
Gambar 3.6
43
Garis tepi perairan lainnya adalah garis batas daratan dan air yang
menggenang. Garis tepi danau/situ, garis pantai/pulau, dan garis tepi rawa,
dan garis tepi penampungan air masuk dalam kategori ini.
Pengecekan geometri garis perairan ditentukan sebagai berikut:
✓ Garis tepi perairan lainnya tidak terpotong oleh kontur.
✓ Garis pantai dan garis tepi danau/situ tidak terpenggal oleh muara
sungai, harus berhenti pada tepi garis pantai/danau.
✓ Sungai harus berhenti pada garis tepi danau/situ atau pada garis
pantai.
✓ Sungai dapat memotong garis tepi rawa apabila operator dapat
melihat aliran sungai tersebut.
✓ Mengecek sumber data yang digunakan untuk perairan yang sesuai
spesifikasi, seperti dari RBI dan instansi pemerintah yang terkait
dengan jaringan perairan.
✓ Pengecekan kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom pada
perairan. Dicek agar tidak ada kolom atribut yang rancu dimana
terdapat beberapa versi yang membingungkan mana yang benar
dan mana yang salah. Serta dipastikan tidak ada kolom-kolom yang
tidak diperlukan.
44
NAMA FILE ATRIBUT /
KOLOM DOMAIN / ISIAN KOLOM
PERAIRAN_LN JENIS_PERAIRAN Sungai Permanen / Sungai Musiman / Irigasi /
Drainase
NAMA_PERAIRAN Sungai Ciliwung
SUMBER CSRT BIG 2013, dan SKL 2017
PERAIRAN_AR JENIS
Sungai Permanen / Sungai Musiman / Irigasi /
Drainase
SUMBER CSRT BIG 2013, dan SKL 2017
PERAIRAN_LAINNYA_A
R JENIS
Kolam / Danau / Waduk / Tambak / Penampungan Air
NAMA Danau Dora
SUMBER CSRT BIG 2013, dan SKL 2017
✓ Melakukan pengecekan kesesuaian delineasi dan klasifikasi pada
unsur perairan.
✓ Melakukan pengecekan topologi.
3.2.1.4 Kontur
Unsur kontur dalam RTRW dapat diperoleh dari RBI atau pengolahan
DEMNAS BIG dengan spesifikasi yang sesuai untuk peta dasar RTRW. Garis
kontur dibuat dengan feature polyline/line yang memiliki aturan sebagai
berikut:
✓ Garis kontur harus dibuat dengan tertutup atau harus berhenti pada
bagian tepi peta.
45
Gambar 3.7
✓ Garis kontur tidak dapat saling berpotongan dengan garis kontur lain,
kecuali apabila garis kontur tersebut berada pada bidang yang
ekstrim seperti tebing yang curam.
✓ Interval pada garis kontur menyesuaikan pada skala peta dan
ketersediaan data. Interval yang umum digunakan adalah 1/2000
skala peta.
Pengecekan yang dilakukan untuk kontur yaitu :
✓ Pengecekan sumber data yang digunakan untuk menghasilkan
kontur.
✓ Pengecekan kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom pada
kontur. Dicek agar tidak ada kolom atribut yang rancu dimana
terdapat beberapa versi yang membingungkan mana yang benar
dan mana yang salah. Serta dipastikan tidak ada kolom-kolom yang
tidak diperlukan.
NAMA FILE ATRIBUT / KOLOM DOMAIN / ISIAN KOLOM
KONTUR_LN INTERVAL_KONTUR 10 m, 12,5 m, 15 m, 20 m, 25 m, 50 m, dan seterusnya
SUMBER TerrasarX BIG, Tahun 2013
✓ Melakukan pengecekan topologi.
46
3.2.1.5 Penutup Lahan
Unsur penutup lahan pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan
Kota adalah unsur dasar yang diperoleh dari RBI dan dimutakhirkan dengan
melakukan digitasi sumber data lain seperti citra satelit atau survei lapangan.
Dalam pengklasifikasiannya dapat mengikuti klasifikasi peta RBI
Pengecekan yang dilakukan untuk Penutup Lahan yaitu :
✓ Ketepatan dalam delineasi obyek penutup lahan.
Gambar 3.8
✓ Ketepatan dalam pengklasifikasian obyek penutup lahan.
✓ Pengecekan kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom pada
penutup lahan. Dicek agar tidak ada kolom atribut yang rancu
dimana terdapat beberapa versi yang membingungkan mana yang
benar dan mana yang salah. Serta dipastikan tidak ada kolom-kolom
yang tidak diperlukan.
47
NAMA FILE ATRIBUT / KOLOM DOMAIN / ISIAN KOLOM
PENUTUP_LAHAN_AR PENUTUP_LAHAN Klasifikasi sesuai yang diberikan oleh PTRA BIG terlampir.
SUMBER CSRT BIG 2013, dan SKL 2017
✓ Melakukan pengecekan topologi.
3.2.1.6 Toponim
Toponim pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota
menggunakan unsur dasar yang diperoleh dari RBI yang dimutakhirkan
dengan survei lapangan.
Toponim merupakan representasi sebaran objek yang dianggap penting.
Data toponim didapatkan dari hasil lapangan dan interpretasi. Titik toponim
ditempatkan pada lokasi yang mewakili objek tersebut. Pengecekan yang
dilakukan pada unsut toponim meliputi:
✓ Ketepatan dalam penempatan titik pada obyek yang diwakilkan.
✓ Ketepatan dalam pengklasifikasian obyek yang diwakilkan.
48
Gambar 3.9
✓ Pengecekan kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom pada
toponim. Dicek agar tidak ada kolom atribut yang rancu dimana
terdapat beberapa versi yang membingungkan mana yang benar
dan mana yang salah. Serta dipastikan tidak ada kolom-kolom yang
tidak diperlukan.
NAMA FILE ATRIBUT / KOLOM DOMAIN / ISIAN KOLOM
TOPONIM_PT JENIS_UTAMA Klasifikasi sesuai yang diberikan oleh PTRA BIG terlampir.
JENIS Klasifikasi sesuai yang diberikan oleh PTRA BIG terlampir.
KEGIATAN / OBJEK Klasifikasi sesuai yang diberikan oleh PTRA BIG terlampir.
TOPONIM Tanjung Puting
SUMBER CSRT BIG 2013, dan SKL 2017
✓ Melakukan pengecekan topologi.
3.2.2 Pemeriksaan Topologi
Topologi merupakan aturan hubungan antar feature spasial (titik, garis,
poligon) dari suatu unsur geografis. Topologi diperlukan untuk menjaga
integritas dan kualitas data geospasial supaya dapat
dipertanggungjawabkan. Ketentuan cek topologi dilaksanakan dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
49
Aturan Topologi Titik Garis Poligon
Tidak ada objek yang lebih kecil dari batas
toleransi yang ditetapkan berdasarkan skala
(must be larger than cluster tolerance)
✓ ✓
Tidak ada objek yang menumpuk jadi satu
pada posisi yang sama (must not overlap) ✓ ✓
Tidak ada kesalahan ruang kosong di dalam
poligon (must not have gaps) ✓
Tidak ada objek garis yang overlap pada
objek garis itu sendiri (must not self-overlap) ✓
Ujung suatu garis harus snap dengan garis
lain sehingga tidak ada garis yang undershoot
maupun overshoot (must not have dangles)
✓
Tidak ada beberapa objek yang
direpresentasikan dalam satu record (must be
single part)
✓
Tidak ada titik yang bertampalan pada posisi
yang sama ataupun dengan titik itu sendiri
(Must be disjoint)
✓
✓ Lakukan pengecekan topologi unsur peta dasar sesuai feature objek
yang ada.
Gambar 3.10
✓ Untuk Penutup Lahan dilakukan cek topologi poligon.
50
3.3 Pengisian Form QC
- Contoh Form QC
1. Ketentuan Umum Sesuai8) Tidak8) Nihil8) Tindak Lanjut
a. Datum Horizontal : WGS84/SRGI 2103
b.
c.
c.
2. Hasil Digitasi dan Topologi Sesuai8) Tidak8) Nihil8) Tindak Lanjut
a. Tema Batas administrasi
b. Tema Transportasi
c. Tema Perairan
d. Tema Kontur
e. Tema Penutup Lahan
f. Tema Toponim
3. Skema Data Output Sesuai8) Tidak8) Nihil8) Tindak Lanjut
File geodatabase / SHP :
Hasil petugas QC
:
1)
2)
3)
Sumber data
Point toponim ditempatkan pada lokasi yang mewakili objek-objek
Kesesuaian nama file unsur sesuai dengan objek / unsur yang didigitasi
Penarikan garis sesuai dengan kenampakan citra
Batas administrasi Prov/Kab/Kota yang dipakai mengikuti peta dari Kemendagri - BIG
Kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom
QC03.1-DG
QC03.1-DG Formulir QC ke-
QC DIGITASI UNSUR PETA DASAR RTRW
NAMA PEKERJAAN :
Pelaksana Pekerjaan:Tanggal Mulai QC: Nama Petugas QC :
Petugas QC
Delineasi penutup lahan
(diterima/ditolak³⁾)
CATATAN (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC
Kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom
Kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom
Koordinator Pekerjaan
Sesuai dengan dokumen kerangka acuan kerja dan Kode unsur yang digunakan
Isilah kolom dengan tanda √
Pilih salah satu yang paling sesuai
Topologi
Topologi
Topologi
Topologi
Topologi
Topologi
Delineasi jaringan transportasi/jalan
Jalan digambar sebagai satu garis pada as jalan (centerline)
Kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom
Delineasi jaringan perairan
Semua sungai harus terhubung satu sama lain (snap ke center line ) dan membentuk suatu jaringan (network )
Kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom
Kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom
51
Tanggal Mulai QC: Nama Petugas QC:
NO PARAMETER TOPOLOGI RULES SESUAI/TIDAK KETERANGAN
must not self-overlap
must not have dangles
must not overlap
must not overlap with... Bangunan,
Sungai.
must not self-overlap
must not have dangles
must not overlap
must not overlap with... Bangunan,
Jalan.
must not overlap
must not have gaps
must not overlap
must not overlap with... Bangunan,
Jalan.
must not self-overlap
must not have dangles
must not overlap with... Bangunan,
Jalan.
must not overlap
must not self-overlap
must not have dangles
NO PARAMETER ISI ATRIBUT SESUAI/TIDAK KETERANGAN
1 Jaringan Jalan (As / Garis)Nama, Fungsi, Status Kewenangan,
Sumber
2 Jaringan Jalan (Poligon) -
3 Sungai (As / Garis) Nama, Tipe, Sumber
4 Sungai (Poligon) -
5 Penutup Lahan Klas PL, Nama, Sumber
6 Waduk/Danau Nama, Sumber
7 Garis Pantai Jenis Deliniasi, Sumber
8 Toponimi Nama Unsur, Sumber
9 Batas Kab/Kota Definitif/Indikatif, Sumber
10 Batas Kec/Desa Kespakatan Pemda/Indikatif, Sumber
: Diterima / Ditolak *)
:
Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
1 Jaringan Jalan (As / Garis)
2 Jaringan Jalan (Poligon)
QC03.2-
T&A
QC03.2-T&A Formulir
QC ke-
QC Topologi Check dan Atribut Data
Nama Pekerjaan:
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan:
4 Sungai (Poligon)
5Penutup Lahan (include
Bangunan, Sungai & Jalan
3 Sungai (As / Garis)
6 Waduk/Danau
7 Garis Pantai
8 Batas Kab/Kota/Kec/Desa
Koordinator QC
Hasil Penilaian Tim QC
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
52
BAB IV
PENYIAPAN PETA TEMATIK DALAM PENYUSUNAN PETA RTRW
A. Latar Belakang
Peta tematik adalah peta yang menyajikan informasi tertentu dari permukaan
bumi sesuai dengan topik atau tema dari peta bersangkutan. Pemanfaatan peta
tematik dalam penyusunan RTRW adalah sebagai input data untuk penentuan
rencana pemanfaatan ruang. Semakin lengkap dan akurat sumber data tematik
yang tersedia, maka akan semakin baik produk rencana tata ruang yang
dihasilkan. Data tematik yang dikumpulkan dapat berupa data statistik, deskripsi,
dan peta serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series).
Data tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik
fisik lahan maupun sosial, sehingga memperkaya informasi guna analisis
pemanfaatan ruang.
Merujuk pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial,
pada pasal 20 (b) disebutkan bahwa pembuat IGT dilarang membuat skala IGT
lebih besar daripada skala IGD yang diacunya. Dalam penyusunan peta RTRW
skala output adalah skala 1:250.000, 1:50.000, dan 1:25.000. Sedangkan IGD yang
diacu sebagian besar telah tersedia pada skala tersebut. Sedangkan untuk peta
RTRW skala 1:25.000 dilakukan metode pendetilan menggunakan data citra
satelit resolusi tinggi dan menengah.
B. Pengumpulan Data Tematik
Kelengkapan data tematik mengacu pada Permen ATR No. 1 Tahun 2018
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten
dan Kota. Data tematik idealnya tersedia dalam skala yang sesuai dengan skala
rencana tata ruangnya. Akan tetapi data dalam skala lebih detail tetap dapat
digunakan untuk skala yang lebih umum. RTRW Kota pada skala 1:25.000 dalam
kondisi tertentu masih dapat menggunakan data 1 : 50.000 atau 1:250.000 ketika
tidak ada data yang lebih baik yang tersedia (best available data). Kelengkapan
data tematik untuk RTRW adalah sebagai berikut :
1. Data Fisik dan Sosial:
a. peta geomorfologi
b. peta topografi
c. peta geologi
53
d. peta jenis tanah
e. peta wilayah sungai (WS) dan daerah aliran sungai (DAS)
f. peta klimatologi (curah hujan, angin dan temperatur)
g. peta sebaran lahan gambut
h. peta kemampuan lahan
i. peta kawasan resiko bencana
j. peta jumlah dan kepadatan penduduk
2. Data Status Lahan:
a. peta batas kawasan hutan
b. peta kawasan lahan pertanian
c. peta kawasan pertambangan mineral, minyak dan gas
bumi
d. peta kawasan pariwisata
e. peta kawasan perikanan dan pemanfaatan sumber daya
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil
f. peta kawasan objek vital nasional dan hankam
g. peta perizinan pemanfaatan ruang
h. peta kawasan industri
3. Data jaringan prasarana:
a. peta jaringan infrastruktur transportasi
b. peta jaringan infrastruktur energi dan kelistrikan
c. peta jaringan infrastruktur telekomunikasi
d. peta jaringan sumber daya air
Berikut ini adalah penjelasan untuk setiap peta tematik;
a. Peta geomorfologi
Peta geomorfologi adalah suatu gambaran dari suatu
bentangalam (landscape) yang merekam proses-proses
geologi yang terjadi di permukaan bumi. Unit utama
geomorfologi adalah kelompok bentuk lahan didasarkan atas
bentuk asalnya (struktural, denudasional, fluvial, marin, karts,
angin dan es). Peta geomorfologi berbeda dengan peta
geologi, karena peta geomorfologi tidak memperlihatkan
penyebaran batuan, tetapi terdapat hubungan erat antara
bentuk bentangalam dengan bebatuan yang mendasarinya.
Walidata peta geomorfologi adalah BIG, peta tersebut
terintegrasi dengan peta sistem lahan yang tersedia pada
skala 1:50.000 pada beberapa wilayah.
54
b. Peta topografi
Peta topografi merupakan peta yang menggambarkan ketinggian
tempat. Peta topografi diturunkan secara langsung dari peta kontur,
dari peta tersebut dapat diketahui klasifikasi ketinggian suatu
tempat. Klasififikasi ketinggian disesuaikan dengan kondisi daerah,
pemetaan dilakukan dengan mengklasifikasikan ketinggian garis
kontur, dengan pewarnaan ketinggian dibuat gradasi warna.
c. Peta geologi
Data geologi secara umum menggambarkan tubuh batuan,
penyebaran batuan, dan kedudukan unsur struktur geologi (seperti
sesar), baik yang tersingkap di permukaan bumi maupun yang
berada di bawah permukaan. Data geologi ini harus dilengkapi
dengan atribut formasi geologi. Walidata peta geologi adalah
Kementerian ESDM, tersedia pada skala 1:250.000, 1:100.000 dan
1:50.000 pada beberapa lokasi.
d. Peta jenis tanah
Peta jenis tanah merupakan peta yang berisi tentang
informasi tentang tanah. Peta jenis tanah dapat dilihat pula
dari data geologi, karena jenis batuan induk tertentu akan
menghasilkan jenis tanah tertentu pula. Walaupun peta
geologi tidak bisa diidentikkan dengan peta jenis tanah. Peta
jenis tanah tersedia pada skala 1:50.000, walidata peta jenis
tanah adalah Kementerian Pertanian.
e. Peta wilayah sungai (WS) dan daerah aliran sungai (DAS)
Peta DAS adalah peta yang menggambarkan kesatuan
ekosistem yang dibatasi oleh igir topografi yang berfungsi
menerima, menyimpan, dan mengalirkan air, sedimen, dan
unsur hara dan mengeluarkannya melalui outltet tunggal.
Istilah wilayah sungai dan daerah aliran sungai pada
prinsipnya adalah hal yang sama, dalam wilayah sungai
terdapat beberapa DAS. Walidata peta DAS adalah
Kementerian LHK.
f. Peta klimatologi (curah hujan, angin dan temperatur)
Data klimatologi sebenarnya tidak hanya digambarkan dalam
informasi curah hujan, tetapi ada variabel lain. Akan tetapi
karena informasi tentang angin dan temperatur merupakan
data yang direkam secara harian dan sulit untuk dipetakan
maka informasi klimatologi dalam hal ini diwakili oleh peta
55
curah hujan. Curah hujan merupakan peta yang
menggambarkan tingkat curah hujan suatu wilayah. Satuan
tingkat curah hujan yang dipakai adalah mm/tahun. Walidata
peta curah hujan adalah BMKG. Pembuatan peta curah hujan
dibuat dari rerata nilai curah hujan tahunan. Data hujan yang
dipakai harus data time series dalam beberapa tahun. Metode
delineasi curah hujan bisa dilakukan dengan metode Polygon
Thiessen atau Isohyet.
Ketentuan :
- Tidak diperkenankan menggambarkan zonasi curah
hujan berdasar batas administrasi.
- Untuk daerah yang hanya memiliki satu atau sedikit
stasiun hujan maka zonasi curah hujan dapat diambil
dari data wilayah administrasi yang lebih besar.
g. Peta sebaran lahan gambut
Lahan gambut adalah lahan basah yang terbentuk dari
timbunan materi organik yang berasal dari sisa-sisa pohon,
rerumputan, lumut, dan jasad hewan yang membusuk.
Timbunan tersebut menumpuk selama ribuan tahun hingga
membentuk endapan yang tebal. Pada umumnya, gambut
ditemukan di area genangan air, seperti rawa, cekungan
antara sungai, maupun daerah pesisir. Peta sebaran lahan
gambut tersedia pada beberapa lokasi pada skala 1:50.000.
Walidata peta sebaran lahan gambut adalah Kementerian
LHK.
h. Peta kemampuan lahan
Kemampuan lahan merupakan karakteristik lahan yang
mencakup sifat tanah (fisik dan kimia), topografi, drainase,
dan kondisi lingkungan hidup lain. Berdasarkan karakteristik
lahan tersebut, dapat dilakukan klasifikasi kemampuan
lahan ke dalam tingkat kelas, sub kelas, dan unit
pengelolaan. Penyusunan kemampuan lahan mengacu pada
Pemen LH No. 9 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penentuan
Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang
Wilayah. Klasifikasi yang dipakai untuk menentukan kelas
kemampuan lahan. Terdapat 8 kemampuan lahan yaitu:
56
Kelas Kriteria
Kelas I • Tidak mempunyai atau hanya sedikit hambatan yang
membatasi penggunaannya.
• Sesuai untuk berbagai penggunaan, terutama pertanian.
Karakteristik lahannya antara lain: topografi hampir datar -
datar, ancaman erosi kecil, kedalaman efektif dalam,
drainase baik, mudah diolah, kapasitas menahan air baik,
subur, tidak terancam banjir.
Kelas II • Mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan
yang mengurangi pilihan penggunaannya atau
memerlukan tindakan konservasi yang sedang.
• Pengelolaan perlu hati-hati termasuk tindakan konservasi
untuk mencegah kerusakan.
Kelas III • Mempunyai beberapa hambatan yang berat yang
mengurangi pilihan penggunaan lahan dan
memerlukan tindakan konservasi khusus dan
keduanya.
• Mempunyai pembatas lebih berat dari kelas II dan
jika dipergunakan untuk tanaman perlu pengelolaan
tanah dan tindakan konservasi lebih sulit
diterapkan.
• Hambatan pada angka I membatasi lama
penggunaan bagi tanaman semusim, waktu
pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi
dari pembatas tersebut.
Kelas IV • Hambatan dan ancaman kerusakan tanah lebih
besar dari kelas III, dan pilihan tanaman juga terbatas.
• Perlu pengelolaan hati-hati untuk tanaman
semusim, tindakan konservasi lebih sulit diterapkan
Kelas V • Tidak terancam erosi tetapi mempunyai
hambatan lain yang tidak mudah untuk dihilangkan,
sehingga membatasi pilihan penggunaannya.
• Mempunyai hambatan yang membatasi
pilihan macam penggunaan dan tanaman.
• Terletak pada topografi datar-hampir datar tetapi
sering terlanda banjir, berbatu atau iklim yang
kurang sesuai.
Kelas VI • Mempunyai faktor penghambat berat yang
menyebabkan penggunaan tanah sangat terbatas
karena mempunyai ancaman kerusakan yang tidak
dapat dihilangkan.
• Umumnya terletak pada lereng curam, sehingga jika
dipergunakan untuk penggembalaan dan hutan
produksi harus dikelola dengan baik untuk
menghindari erosi.
Kelas VII • Mempunyai faktor penghambat dan ancaman berat
yang tidak dapat dihilangkan, karena
itu pemanfaatannya harus bersifat
konservasi. Jika digunakan untuk padang rumput
57
atau hutan produksi harus dilakukan pencegahan
erosi yang berat.
Kelas VIII • Sebaiknya dibiarkan secara alami. 2.Pembatas dan
ancaman sangat berat dan tidak mungkin
dilakukan tindakan konservasi, sehingga perlu
dilindungi.
Peta kemampuan lahan saat ini belum tersedia secara
nasional. Untuk memaksimalkan hasil analisis kemampuan
lahan tiap daerah, maka sebaiknya peta kemampuan lahan
disusun tersendiri dengan menggunakan data input berupa:
peta lereng, peta tanah, peta erosi, peta drainase/genangan.
i. Peta kawasan resiko bencana
Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik pada suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi
kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
bahaya tertentu. Secara umum rawan bencana terdiri dari
bencana alam (gunung api, longsor, gempabumi, banjir,
tsunami, cuaca ekstrim, abrasi, kekeringan), bencana non alam
(kebakaran hutan, kebakaran gedung dan permukiman, dll),
dan bencana sosial (konflik sosial).
Pemetaan kawasan rawan bencana digunakan sebagai salah
satu pertimbangan kebijakan terkait penanggulangan
bencana dan kegiatan penggunaan lahan. Peta rawan
bencana sebaiknya disertai data jalur evakuasi bencana dan
lokasi pengungsian. Lokasi pengungsian berupa
kawasan/bangunan, sedangkan jalur evakuasi bencana
disesuaikan dengan jaringan jalan. Walidata peta kerawanan
bencana adalah BNPB atau BPBD di daerah.
j. Peta jumlah dan kepadatan penduduk
Peta jumlah dan kepadatan penduduk dapat dimasukkan
kedalam satu data, karena data kepadatan penduduk suah
melampirkan informasi jumlah penduduk. Peta kepadatan
penduduk menggambarkan kondisi kepadatan penduduk
pada suatu wilayah. Satuan kepadatan penduduk pada
umumnya yaitu jiwa/km2. Data kepadatan penduduk dapat
diambil dari data BPS yang terbaru.
k. Peta batas kawasan hutan
Peta kawasan hutan adalah peta yang menunjukkan pembagian
kawasan hutan dan non hutan. Walidata peta kawasan hutan adalah
58
KLHK, tersedia pada skala 1:250.000 pada level provinsi.
Pemanfaatan data kawasan hutan untuk RTRW menggunakan data
skala 1:250.000, hal ini disebabkan karena skala output peta
kawasan hutan pada skala 1:250.000, walaupun pada beberapa
lokasi menggunakan data dasar skala 1:50.000 atau lebih detil yang
merupakan hasil penataan batas kawasan hutan.
l. Peta kawasan lahan pertanian
Peta kawasan lahan pertanian dapat dikategorikan dalam
lahan pertanian eksisting berdasar data tutupan lahan dan
data perlindungan pertanian pangan berkelanjutan. Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah bidang lahan
pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan
dikembangkan secara konsistem guna menghasilkan pangan
pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan
nasional. LP2B dapat berupa lahan beririgasi, lahan reklamasi
rawa pasang surut dan non pasang surut (lebak) dan/atau
lahan tidak beririgasi (lahan kering). Walidata LP2B adalah
Kementerian ATR/BPN. Data yang tersedia saat ini adalah data
indikatif lahan sawah, tersedia pada skala 1:5.000-1.10.000.
m. Peta kawasan pertambangan mineral, minyak dan gas bumi
Peta kawasan pertambangan menggambarkan kondisi
eksploitasi (daerah yang sedang terjadi kegiatan
pertambangan) pada kondisi terbaru. Selain itu dilengkapi
juga dengan informasi daerah IUP (Ijin Usaha Pertambangan)
dan kawasan yang memiliki potensi pertambangan tertentu.
Hal yang sama juga untuk data pertambangan minyak dan
gas bumi, harus melampirkan lokasi pertambangan dan izin
usaha pertambangan. Walidata kawasan pertambangan
mineral, minyak dan gas bumi adalah Kementerian ESDM.
n. Peta kawasan pariwisata
Merupakan peta yang menggambarkan sebaran kawasan
pariwisata dalam suatu wilayah. Selain itu secara nasional juga
menetapkan kawasan pariwisata sebagai KSPN (Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional) merujuk pada PP No.50 Tahun
2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan.
Selain itu pada level provinsi menetapkan juga dalam RTR
KSP. Selain data tersebut, masing-masing Kabupaten/Kota
juga dapat memasukkannya kedalam RTR KSK, atau usulan
kawasan dalam peta RTRW.
59
o. Peta kawasan perikanan dan pemanfaatan sumber daya
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil
Peta ini menggambarkan wilayah pemanfaatan ruang untuk
perikanan di darat, serta di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
Sebagian data merupakan data RZWP3K. Data RZWP3K
adalah KKP, baru tersedia pada beberapa provinsi pada skala
1:50.000 – 1:250.000.
p. Peta kawasan objek vital nasional dan hankam
Obyek Vital Nasional adalah kawasan/lokasi,
bangunan/instalasi dan/atau usaha yang menyangkut hajat
hidup orang banyak, kepentingan negara dan/atau sumber
pendapatan negara yang bersifat strategis.
q. Peta perizinan pemanfaatan ruang
Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan
dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Peta perizinan pemanfaatan
ruang dapat disebut juga peta izin lokasi, biasanya sudah
dimiliki oleh SKPD di kabupaten/kota yang membidangi
perizinan pemanfaatan ruang.
r. Peta kawasan industri
Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan
Kawasan Industri. Data kawasan industri tentunya dilengkapi
dengan peta yang menujukkan luasan dan lokasi kawasan
industri. Data tersebut dapat berupa data eksisting maupun
rencana peruntukan yang selanjutnya digunakan sebagai
input dalam penyusunan RTRW.
s. Peta jaringan infrastruktur transportasi
jaringan infrastruktur transportasi terdiri dari sistem jaringan
transportasi darat, laut dan udara. Contoh jaringan
infrastruktur transportasi yaitu: bandara, terminal, pelabuhan,
stasiun KA.
t. Peta jaringan infrastruktur energi dan kelistrikan
Data jaringan infrastruktur energi dan kelistrikan terdiri dari:
jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi, meliputi jaringan
penyaluran minyak dan gas bumi; dan jaringan infrastruktur
ketenagalistrikan, meliputi pembangkit listrik dan infrastruktur
penyaluran tenaga listrik. Walidata jaringan infrastruktur
60
energi dan kelistrikan adalah Kementerian ESDM, sementara
data yang lebih detail dimiliki oleh SKPD di daerah.
u. Peta jaringan infrastruktur telekomunikasi
Mengacu pada Permen ATR No.1 Tahun 2018, objek yang
tergambar dalam infrastruktur telekomunikasi yaitu: jaringan
tetap; dan/ atau jaringan bergerak. Jaringan bergerak meliputi
dapat meliputi:
▪ jaringan bergerak terestrial;
▪ jaringan bergerak seluler; dan/atau
▪ jaringan bergerak satelit.
v. Peta jaringan sumber daya air
Jaringan sumber daya air meliputi:
sistem jaringan sumber daya air lintas negara dan lintas
provinsi
▪ sistem jaringan sumber daya air lintas kabupaten/kota
▪ sistem jaringan sumber daya air kota,
▪ prasarana sumber daya air, yang dapat meliputi:
sistem jaringan irigasi; sistem pengendalian banjir;
dan/atau; jaringan air baku untuk air bersih.
C. Penyusunan Peta Tematik Tertentu
Peta tematik memiliki tingkat ketersediaan yang berbeda tiap daerah. Ketiadaan
peta tematik tertentu bisa disebabkan karena peta tematik tersebut tidak
tersedia sama sekali, tidak tersedia pada skala yang diperlukan, atau tidak
tersedia karena kendala pengumpulan data. Dalam hal suatu peta tematik
dianggap penting dan dapat diusahakan untuk dilampirkan, maka penyusun
RTRW harus mengupayakan untuk menyusun peta tematik terkait. Peta tematik
yang memungkinkan untuk dibuat tersendiri yaitu:
1) peta topografi, dibuat dari analisis data garis kontur atau data
DEM.
2) peta klimatologi (curah hujan), dibuat dengan melakukan analisis
interpolasi dari beberapa stasiun hujan yang sudah diketahui nilai
curah hujannya.
3) peta kemampuan lahan, dibuat mengacu pada Permen LH No. 9
Tahun 2009 Tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung
Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah.
4) peta jumlah dan kepadatan penduduk, dibuat berdasarkan data
jumlah penduduk terbaru.
61
5) peta kawasan pariwisata, dengan memperkirakan area kawasan
pariwisata berdasar data penginderaan jauh, atau sebaran titik
objek wisata.
6) peta kawasan industri, dibuat berdasarkan delineasi kawasan
industri secara eksisting atau berdasar delineasi pada RTRW
sebelumnya.
7) peta jaringan infrastruktur transportasi, mengacu pada data
jaringan jalan, rel KA, dan sebaran titik infrastruktur transportasi.
D. Analisis Spasial Peta Tematik RTRW
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) secara normatif
membutuhkan peta-peta tematik pendukung. Proses analisis spasial dalam
penentuan pola ruang secara ideal harus mempertimbangkan aspek ekonomi,
sosial dan fisik (lingkungan). Ketiga aspek ini bersifat saling bergantung dalam
komposisi yang seimbang, sehingga penekanan satu aspek dalam perencanaan
akan menyebabkan aspek lainnya terabaikan.
Analisis fisik wilayah dalam penyusunan RTRW berdasarkan Peraturan Menteri
(Permen) ATR/BPN No. 1 Tahun 2018, meliputi analisis karakteristik umum fisik
wilayah, potensi kerawanan bencana, potensi sumberdaya alam serta daya
dukung dan daya tampung wilayah. Karakteristik umum dan potensi bencana
serta sumberdaya alam dapat dijelaskan dengan satu peta tematik tertentu,
sedangkan daya dukung dan daya tampung wilayah memerlukan analisis spasial
dari beberapa peta tematik. Berdasarkan Permen LH No. 17 Tahun 2009, daya
dukung dan daya tampung wilayah pada penataan ruang diwujudkan dalam
bentuk alokasi pemanfaatan ruang berdasarkan kemampuan lahan, neraca
sumberdaya lahan dan neraca sumberdaya air.
Pengalokasian pemanfaatan ruang berdasarkan kemampuan lahan berarti
rencana pola dan struktur ruang disusun berdasarkan kelas kemampuan
lahannya. Karakteristik lahan disetiap lokasi memiliki ketersediaan dan kualitas
yang berbeda dalam menampung aktivitas manusia serta kecenderungan
peningkatan kebutuhan lahan untuk pembangunan. Oleh karena itu, penentuan
pola dan struktur ruang perlu disesuaikan agar tidak menyebabkan terjadinya
degradasi lahan baik dalam jumlah maupun kualitasnya.
62
Kelas kemampuan lahan dalam Permen PU No. 201 Tahun 2007 dan Permen LH
No. 17 Tahun 2009 disusun berdasarkan Satuan Kemampuan Lahan. Satuan
Kemampuan Lahan (SKL) adalah unit analisis yang digunakan untuk menentukan
kelas lahan dalam pengaturan rencana pemanfaatan fisik lahan. SKL yang
disusun pada kedua pedoman ini secara umum mencakup unsur yang relatif
sama yaitu kelerengan, morfologi, geologi permukaan atau jenis tanah dan
aspek kebencanaan, namun dalam pelaksanaan dan fokusnya berbeda. SKL pada
Permen PU berfokus pada kemampuan lahan untuk alokasi lahan terbangun
yang dihasilkan dari proses tumpangsusun beberapa peta tematik dengan
metode skoring dan pembobotan. Informasi yang dibutuhkan dalam
penyusunan SKL ini adalah morfologi, kelerengan, topografi (ketinggian),
geologi, jenis tanah, hidrologi (air tanah dan permukaan), klimatologi (curah
hujan) dan penutup lahan eksisting. Klasifikasi kemampuan lahan dibedakan
menjadi lima kelas yaitu kemampuan pengembangan sangat rendah (kelas a),
rendah (kelas b), sedang (kelas c), tinggi (kelas d) dan sangat tinggi (kelas e).
SKL Permen LH berfokus pada alokasi kemampuan lahan untuk pertanian yang
disusun berdasarkan unit satuan lahan tertentu (biasanya jenis tanah) dengan
mempertimbangkan faktor penghambat terberat dalam pengelolaan lahannya.
Informasi yang digunakan dalam menganalisis SKL ini antara lain: lereng
permukaan, jenis tanah (tekstur, kedalaman, drainase tanah dan batuan
permukaan), erosi dan banjir. Klasifikasi kemampuan lahan dibagi menjadi
delapan kelas dengan penanda huruf romawi (I-VIII). Kelas I-II merupakan lahan
yang cocok untuk pertanian, sedangkan kelas VII-VIII adalah lahan yang harus
dilindungi (konservasi). Kelas III-VI adalah alokasi lahan untuk pertanian tertentu
dan non pertanian
Analisis Kemampuan Lahan menggunakan Peta Tematik Sistem
Lahan
Peta tematik sistem lahan adalah peta tematik yang dikeluarkan oleh
Badan Informasi Geospasial. Peta sistem lahan disusun dengan konsep
bentanglahan yang mengelompokkan lahan berdasarkan pengulangan
bentuk lahan dari satuan yang lebih kecil (facet) dengan kesamaan iklim,
geologi, topografi dan satuan tanah. Peta ini merupakan tematik sintesis
dari peta geologi, peta jenis tanah dengan karakteristik fisik dan kimia
serta peta tematik lainnya.
63
Setiap sistem lahan akan diberikan penamaan berdasarkan nama tempat
pertama kali ditemukan dan dikodefikasi dengan akronim tiga huruf,
misalnya KHY (Kahayan) yang merupakan dataran aluvial di daerah
Sungai Kahayan. Secara teknis, peta sistem lahan sangat dimungkinkan
untuk digunakan sebagai unit dalam analisis spasial tematik kemampuan
lahan untuk penyusunan pola ruang.
Berdasarkan Permen LH No. 17 Tahun 2009, kriteria penilaian untuk
klasifikasi kemampuan lahan terdiri atas tujuh (7) faktor yaitu: kemiringan
lereng, tektur tanah, kedalaman tanah, drainase tanah, batuan
permukaan, erosi dan banjir. Faktor pembatas pada setiap kelas
kemampuan lahan secara rinci disajikan pada tabel 1.
64
Tabel.1 Faktor Pembatas Kelas Kemampuan Lahan
No Faktor Pembatas Kelas Kemampuan lahan
I II III IV V VI VII VIII
1 Tekstur tanah 1)
a. lapisan atas (40cm) t2/t3 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) t5
b. lapisan bawah t2/t3 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) t5
2 Lereng permukaan (%) 2)
l0 l1 l2 l3 (*) l4 l5 l6
3 Drainase 3) d0/d1 d2 d3 d4 (**) (*) (*) (*)
4 Kedalaman efektif 4) k0 k0 k1 k2 (*) k3 (*) (*)
5 Keadaaan erosi 5) e0 e1 e1 e2 (*) e3 e4 (*)
6 Kerikil/batuan 6) b0 b0 b0 b1 b2 (*) (*) b3
7 Banjir 7) o0 o1 o2 o3 o4 (*) (*) (*)
Sumber: Arsyad (2010); Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007)
(*) : dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat dari kelas yang lebih rendah
(**) : permukaan tanah selalu tergenang air
1) Tekstur: t1(halus); t2(agak halus); t3(sedang); t4(agak kasar); t5(kasar);
2) Lereng permukaan: l0(0–3% ); l1(3–8%); l2(8–15%); l3(15–30%); l4(30–45%); l5(45–65%); l6(>65%);
3) Drainase: d0(baik); d1(agak baik); d2(agak buruk); d3(buruk); d4(sangat buruk);
4) Kedalaman efektif: k0(dalam); k1(sedang); k2(dangkal); k3(sangat dangkal);
5) Keadaan erosi: e0(tidak ada erosi); e1(ringan); e2(sedang); e3(berat); e4(sangat berat);
6) Kerikil/batuan: b0(tidak ada atau sedikit); b1(sedang); b2(banyak); b3(sangat banyak);
7) Banjir: o0(tidak pernah); o1(jarang); o2(kadang-kadang); o3(sering); o4(sangat sering).
Secara teknis, faktor pembatas sudah terakomodir dalam atribut peta sistem
lahan. Atribut peta sistem lahan yang menggambarkan karakteristik fisik
pembatas berupa lereng permukaan (SLOPE_S), karakteristik tanah (tekstur
tanah/ TEXT_T_S_D, kedalaman tanah/ D_MIN_SO, drainase tanah/
DRAINAGE dan batuan permukaan/ ROCK_OUT), karakteristik erosi
(ERO_TXT) dan karakteristik banjir (RIVERS/INUNDAT). Atribut karakteritik
fisik sistem lahan ini perlu diterjemahkan menjadi kelas sesuai faktor
pembatas sebelum digunakan dalam proses analisis kemampuan lahan.
Proses analisis kemampuan lahan menggunakan data sistem lahan disajikan
pada Gambar x. Analisis kemampuan lahan dilakukan dengan
membandingkan karakteristik sistem lahan terhadap persyaratan kriteria dan
intensitas faktor pembatas kelas kemampuan lahan. Setiap satuan sistem
lahan dapat memiliki beberapa jenis faktor pembatas yang akan
menentukan kelas kemampuan lahannya. Contoh penilaian kelas
kemampuan lahan berdasarkan perbandingan karakteristik sistem lahan
65
terhadap persyaratan kriteria dan intensitas faktor pembatas kelas
kemampuan lahan disajikan pada Tabel 2.
Hasil analisis kelas kemampuan lahan (Gambar x) dapat disajikan
berdasarkan karakteristik faktor pembatasnya atau diklasifikasikan dalam
tingkatan subkelas berdasarkan jenis faktor pembatas yang sama. Faktor-
faktor pembatas akan dikelompokkan kedalam beberapa jenis, yaitu: bahaya
erosi (e), genangan air (w), dan penghambat terhadap perakaran tanaman
(s). Kelompok faktor pembatas bahaya erosi adalah karakteristik lereng,
tektur dan erosi. Kelompok faktor pembatas penghambat terhadap
perakaran tanama terdiri atas karakteristik kedalaman tanah dan batuan
permukaan, sedangkan kelompok faktor pembatas genangan air adalah
drainase dan banjir.
Gambar 4.1 . Analisis kemampuan lahan menggunakan data sistem lahan
66
Tabel 2. Penilaian kelas kemampuan lahan
Sistem
Lahan
Faktor Pembatas Kemampuan Lahan Pembatas
Utama t l k d e b o Kelas Subkelas
1 t3 l3 k0 d3 e4 b0 o0
I IV I III VII I I VII VII-e4/VII-e e
2 t3 l4 k0 d3 e0 b0 o0
I VI I III I I I VI VI-l4/VI-e l
3 t2 l3 k0 d1 e0 b0 o0
I IV I I I I I IV IV-l3/IV-e l
4 t3 l1 k0 d1 e0 b0 o0
I II I I I I I II II-l1/II-e l
5 t4 l0 k0 d3 e0 b0 o0
II I I III I I I III III-t4,d3/III-e,w t, d
6 t1 l1 k0 d1 e1 b0 o0
II II I I II I I II II-t1,l1/II-e t, l
7 t2 l0 k0 d3 e0 b3 o0
I I I III I VIII I VIII VIII-b3/VII-s b
8 t1 l1 k0 d2 e0 b0 o0
II II I II I I I II II-t1,l1,d2/II-e,w t, l, d
9 t1 l2 k2 d3 e1 b3 o0
II III IV III II VIII I VIII VIII-b3/VIII-s b
10 t1 l4 k2 d3 e0 b0 o0
II VI IV III I I I VI VI-l4/VI-e l
11 t2 l4 k2 d3 e0 b0 o0
I VI IV III I I I VI VI-l4/VI-e l
12 t2 l4 k2 d3 e4 b2 o0
I VI IV III VII V I VII VII-e4/VII-e e
13 t1 l4 k2 d2 e0 b3 o0
II VI IV II I VIII I VIII VIII-b3/VIII-s b
14 t1 l1 k3 d2 e2 b3 o0
II II VI II IV VIII I VIII VIII-b3/VIII-s b
67
Gambar 4.2. Penyajian hasil analisis kemampuan lahan
G. Ragam Metoda Analisis RTRW
Merujuk pada Permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2018, Kegiatan pengolahan dan
analisis data sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) Analisis kebijakan spasial dan sektoral;
2) Analisis kedudukan dan peran kota dalam wilayah yang lebih luas,
3) Analisis fisik wilayah, sekurang-kurangnya meliputi:
4) Analisis sosial kependudukan, sekurang-kurangnya meliputi:
5) Analisis ekonomi wilayah, sekurang-kurangnya meliputi:
6) Analisis sebaran ketersediaan dan kebutuhan sarana dan prasarana
wilayah kota;
7) Analisis penguasaan tanah yang menghasilkan status penguasaan
tanah publik dan privat (termasuk status hutan adat);
8) Analisis bentuk dan struktur kota serta arah pengembangannya
dalam kurun waktu perencanaan, termasuk identifikasi sistem pusat-
pusat permukiman (sistem perkotaan) yang didasarkan pada hasil
68
identifikasi sebaran daerah fungsional perkotaan2(functional urban
area) yang ada di wilayah kota.
9) Analisis lingkungan hidup, antara lain meliputi inventarisasi gas
rumah kaca serta kapasitas adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan
iklim;
10) Analisis pengurangan risiko bencana; dan
11) Analisis kemampuan keuangan pembangunan daerah
Merujuk pada ragam analisis data tematik tersebut, tidak semua bersifat spasial,
atau memerlukan data spasial.
H. Aspek Pemeriksaan Data Tematik
1) Kesesuaian dengan data dasar, meliputi penggambaran batas
administrasi dan unsur alam (sungai, garis pantai, dll) harus sesuai
dengan yang tergambar pada data dasar.
2) Kesahihan sumber data, beberapa data tematik merupakan data yang
sudah ada yang tinggal diakses pada instansi yang menyusun. Data
tersebut harus dipastikan dan dicantumkan sumber data pada atribut.
Data yang sudah tersedia misalnya : kawasan hutan, izin
pertambangan, izin perkebunan.
3) Ketepatan analisis data, data tematik yang harus dibuat sendiri
menggunakan analisis tertentu haruslah tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Data tematik hasil analisis
misalnya : data topografi, kemiringan lereng, tutupan lahan, curah
hujan, dll.
4) Kebaruan sumber data, beberapa data yang memungkinkan
mengalami perubahan membutuhkan sumber data yang paling
mutakhir untuk mendukung akurasi analisis data. Data yang mungkin
berubah misalnya : data kawasan hutan, kawasan pertambangan, dan
data perizinan pemanfaatan ruang.
69
Pengisian Form QC
Tanggal: Nama Petugas QC:
NO PENGECEKAN DETAIL ADA/TIDAK* SESUAI/TIDAK * KETERANGAN
1Kelengkapan Data
Tematik a. peta geomorfologi
b. peta topografi
c. peta geologi
d. peta jenis tanah
e. peta wilayah sungai (WS) dan DAS
f. peta klimatologi
g. peta sebaran lahan gambut
h. peta kemampuan lahan
i. peta kawasan resiko bencana
j. peta jumlah dan kepadatan penduduk
k. peta batas kawasan hutan
l. peta kawasan lahan pertanianm. peta kawasan pertambangan mineral,
minyak dan gas bumi
n. peta kawasan pariwisatao. peta kawasan perikanan dan pemanfaatan
sumber daya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil
p. peta kawasan objek vital nasional dan
hankam
q. peta perizinan pemanfaatan ruang
r. peta kawasan industri
s. peta jaringan infrastruktur transportasit. peta jaringan infrastruktur energi dan
kelistrikan
u. peta jaringan infrastruktur telekomunikasi
v. peta jaringan sumber daya air
w. lainnya, sebutkan...
2Kesesuaian Dengan
Data Dasar
Keseuaian data terhadap unsur dasar seperti batas
administrasi, garis pantai, perairan, jaringan jalan,
dll.
3 Validitas Sumber DataPeta tematik dilengkapi dengan atribut: klasifikasi
objek, sumber dan tahun data
4Ketepatan Analisis
Tematik
Data tematik hasil analisis telah sesuai dengan
kaidah pemetaan
: Diterima / Ditolak *)
Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
Petugas QC
Koordinator QC :
Nama Rencana Tata Ruang Wilayah :
Hasil Penilaian Tim QC
CATATAN (komentar/permasalahan/penjelasan) :
Tanggal Akhir QC
QC04-
KDT
RTRW
QC ke-
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan:
Formulir QC04-KDTRTRW
Kelengkapan Data TematikRTRW
70
BAB V
VERIFIKASI PETA RENCANA STRUKTUR RUANG,
POLA RUANG, DAN KAWASAN STRATEGIS
Perencanaan Tata Ruang merupakan suatu bentuk kesepakatan bersama
antar stakeholder yang berkepentingan dalam pemanfaatan ruang dalam
suatu wilayah. Perencanaan Tata Ruang dimaksudkan untuk merencanakan
sebuah wilayah, sebagai blueprint pembangunan dan pemanfaatan ruang
yang terarah dan berkelanjutan, yang di dalamnya tertuang berbagai hasil
analisis multidisiplin seperti analisis keruangan, ekonomi, sosial, dan budaya.
Dalam perencanaannya, ruang, yang dalam konteks ini tentunya adalah
sebuah wilayah, digambarkan secara jelas mengenai arahan fungsi
pemanfaatannya menjadi kawasan-kawasan tertentu ke dalam sebuah peta,
dan peta rencana tata ruang wilayah merupakan bagian tidak terpisahkan
dari dokumen rencana tata ruang dan Peraturan Daerah (Perda).
Tentunya peta bukan hanya sekedar lampiran pelengkap tak bermakna, akan
tetapi merupakan model yang menjelaskan isi dokumen perencanaan dan
ketentuan pasal dalam Perda. Begitu pentingnya peran peta dalam rencana
tata ruang wilayah sehingga diperlukan suatu aturan yang jelas dalam aspek
teknisnya. Peta menjadi bagian penting dalam perencanaan tata ruang,
karena peta adalah instrumen yang mampu menunjukkan peraturan
pemanfaatan ruang secara spasial, terukur, dan pasti mengenai pembagian
kawasan-kawasan tersebut.
Pada Rencana Tata Ruang Wilayah, peta yang perlu dibuat terdiri dari
Rencana Struktur Ruang, Rencana Pola Ruang, dan Rencana Kawasan
Strategis. Secara umum peta Rencana Struktur Ruang adalah peta yang
menggambarkan rencana pengembangan sistem perkotaan dan jaringan
infrastruktur dasar wilayah. Peta Rencana Pola Ruang merupakan peta yang
menggambarkan ketetapan fungsi ruang pada suatu wilayah. Sedangkan
peta Rencana Kawasan Strategis merupakan peta yang menggambarkan
kawasan yang pengembangannya diprioritaskan karena memiliki nilai
71
strategis.
Verifikasi pada peta rencana dimaksudkan untuk menjaga kualitas dan
ketelitian peta Rencana Tata Ruang yang akan dihasilkan oleh Pemerintah
Daerah, karena dokumen rencana tata ruang adalah dokumen yang
berkekuatan hukum, tentunya proses verifikasi juga harus dilakukan secara
baik dan teliti.
RENCANA STRUKTUR RUANG
A. Pengecekan Struktur Database
1) Penataan file berdasarkan folder jenis unsur rencana jaringan
File struktur ruang dibagi berdasarkan jenis unsur rencana jaringan yaitu:
a) RTRW Provinsi : (1) Sistem Perkotaan, (2) Jaringan
Transportasi, (3) Jaringan Energi, (4) Jaringan Telekomunikasi,
(5) Jaringan Sumber Daya Air, (6) Jaringan Prasarana Lainnya.
b) RTRW Kabupaten : (1) Sistem Perkotaan, (2) Jaringan
Transportasi, (3) Jaringan Energi, (4) Jaringan Telekomunikasi,
(5) Jaringan Sumber Daya Air, (6) Jaringan Prasarana Lainnya.
c) RTRW Kota : (1) Pusat Kegiatan, (2) Jaringan Transportasi,
(3) Jaringan Energi, (4) Jaringan Telekomunikasi, (5) Jaringan
Sumber Daya Air, (6) Jaringan Insfrastruktur Perkotaan.
2) Hanya terdapat satu versi Rencana Struktur Ruang
Tidak terdapat beberapa versi file yang menimbulkan ketidakpastian dalam
database yang diberikan. Peta seharusnya sudah jelas sebelum
dikonsultasikan.
72
3) Informasi dalam atribut data
Informasi yang ditampilkan dalam setiap peta rencana jaringan sebaiknya
relevan dengan kebutuhan berupa kelas / hierarki / tipe, kondisi eksisting –
kondisi rencana – informasi perubahannya, nama objek, lokasi objek.
Informasi selain yang tekah disebutkan boleh ditambahkan dengan catatan
sesuai dengan kebutuhan. Contoh informasi dalam atribut data:
a) Kelas / hierarki / tipe
Kelas / hierarki harus termuat pada jaringan prasarana yang bertingkat,
seperti jaringan jalan (toll, arteri, kolektor, lokal, lingkungan), jaringan listrik
(SUTUT, SUTET, SUTT, dll), terminal (tipe A, tipe B, tipe C), pelabuhan (utama,
pengumpul, pengumpan, terminal khusus).
b) Kondisi eksisting – kondisi rencana – informasi perubahan
Informasi mengenai kondisi eksisting, rencana, serta perubahannya penting
untuk dicantumkan agar memudahkan mengidentifikasi objek prasana sesuai
yang disebutkan pada dokumen Ranperda. Berikut contoh atribut data peta
jaringan jalan:
Eksisting Rencana Keterangan
Tol Pembangunan baru
Lokal Kolektor Peningkatan
Kolektor Kolektor Tetap
c) Nama objek
Informasi nama objek pada objek yang unik penting dicantumkan agar
memudahkan mengidentifikasi objek prasarana sesuai yang disebutkan pada
dokumen Ranperda, seperti Waduk Jatiluhur, PLTU Tanjungjati, SPAL TPA
Jatibarang.
73
d) Lokasi objek
Informasi lokasi objek untuk memudahkan kita dalam mengetahui lokasi
objek sesuai yang disebutkan dalam dokumen Ranperda.
e) Nama Objek
Nama objek merupakan informasi terakhir sesuai kedetailan klasifikasi objek.
Kolom ini perlu ditambahkan jika ada peta rencana jaringan infrastruktur
yang berbeda-beda level pembagian kelasnya. Informasi ini untuk
memudahkan dalam menampilkan informasi legenda peta cetak.
B. Kelengkapan Unsur Rencana Jaringan Prasarana
Tentunya tidak semua wilayah perencanaan memiliki semua rencana
jaringan yang ada dalam pedoman (Permen ATR/BPN No. 16 Tahun 2018)
daftar ini bersifat sebagai cheklist dan dapat menjadi acuan jaringan apa saja
yang perlu dibuat oleh pemerintah daerah.
1) RTRW Provinsi
a) Rencana Sistem Perkotaan
▪ Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
▪ Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
▪ Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN).
▪ Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
b) Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
▪ Sistem transportasi darat : jaringan jalan (jalan nasional,
jalan provinsi, terminal tipe A dan B), jaringan kereta api
(jalur kereta api dan stasiun kereta api), jaringan
sungai/danau/penyeberangan (alur-pelayaran
sungai/danau, lintas penyeberangan, pelabuhan
sungai/danau, pelabuhan penyeberangan).
▪ Sistem transportasi laut : pelabuhan (utama, pengumpul,
74
pengumpan, terminal khusus), alur pelayaran laut.
▪ Sistem transportasi udara : bandar udara (pengumpul,
pengumpan, khusus), ruang udara untuk penerbangan
dalam bentuk Kawasan Keamanan Operasional
Penerbangan (KKOP).
c) Rencana Pengembangan Jaringan Energi
▪ Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi.
▪ Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan : pembangkitan
tenaga listrik (PLTA, PLTD, PLTU, dll), penyaluran tenaga
listrik (gardu listrik, jaringan distribusi tanaga listrik).
d) Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
▪ Jaringan tetap.
▪ Jaringan bergerak.
e) Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air
▪ Jaringan sumber daya air lintas negara dan lintas provinsi
(sumber air dan prasarana sumber daya air).
▪ Jaringan sumber daya air lintas Kabupaten/Kota (sumber
air dan prasarana sumber daya air).
f) Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya
▪ Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) regional lintas
Kabupaten/Kota.
▪ Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) regional lintas
Kabupaten/Kota.
▪ Sistem pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) regional lintas Kabupaten/Kota.
▪ Sistem jaringan persampahan wilayah lintas
Kabupaten/Kota.
▪ Sistem prasarana lainnya yang dikelola oleh Pemerintah
Provinsi.
75
2) RTRW Kabupaten
a) Rencana Sistem Perkotaan
▪ Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
▪ Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
▪ Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN).
▪ Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
▪ Pusat Pelayanan Kawasan (PPK).
▪ Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
b) Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
▪ Sistem transportasi darat : jaringan jalan (jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan desa, jalan khusus,
terminal tipe A - B - C, terminal barang, jembatan
timbang), jaringan kereta api (jalur kereta api lintas
kabupaten/kota dan dalam kabupaten/kota, stasiun
penumpang / barang / operasi), jaringan sungai / danau /
penyeberangan (alur pelayaran sungai / danau /
penyeberangan kelas 1 / 2 / 3, lintas penyeberangan antar
negara / provinsi / kabupaten / kota / dalam kabupaten,
pelabuhan sungai / danau utama / pengumpul /
pengumpan, pelabuhan penyeberangan kelas 1 / 2 / 3).
▪ Sistem transportasi laut : pelabuhan (utama, pengumpul,
pengumpan regional, pengumpan lokal, terminal khusus),
alur pelayaran laut.
▪ Sistem transportasi udara : bandar udara umum dan
khusus (pengumpul skala pelayanan primer, pengumpul
skala pelayanan sekunder, pengumpul skala pelayanan
tersier, pengumpan, khusus), ruang udara untuk
penerbangan dalam bentuk Kawasan Keamanan
Operasional Penerbangan (KKOP).
76
c) Rencana Pengembangan Jaringan Energi
▪ Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi (jaringan
penyaluran dari fasilitas produksi ke kilang pengolahan /
penyimpanan dan jaringan penyaluran dari kilang
pengolahan / penyimpanan ke konsumen).
▪ Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan : pembangkitan
tenaga listrik (PLTA, PLTD, PLTU, PLTG, PLTN, PLTS, PLTB,
PLTP, PLTMH, dll), penyaluran tenaga listrik (gardu listrik,
jaringan distribusi tanaga listrik berupa SUTUT, SUTET,
SUTT, SUTTAS, Kabel Laut, SUTM, SUTR, SKTM).
d) Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
▪ Jaringan tetap.
▪ Jaringan bergerak (terestrial, seluler, satelit).
e) Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air
▪ Jaringan sumber daya air lintas negara dan lintas provinsi
(sumber air dan prasarana sumber daya air).
▪ Jaringan sumber daya air lintas Kabupaten/Kota (sumber
air dan prasarana sumber daya air).
▪ Jaringan sumber daya air kabupaten (sumber air,
prasarana sumber daya air).
f) Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya
▪ Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) (perpipaan berupa
unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan
dan non perpipaan berupa sumur dangkal, sumur pompa,
bak penampungan air hujan, terminal air, bangunan
penangkap air).
▪ Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) (sistem
pembuangan air limbah berupal Instalasi Pengolahan Air
Limbah atau IPAL dan sistem pembuangan air limbah
rumah tangga komunal).
▪ Sistem pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
77
(B3) regional lintas Kabupaten/Kota.
▪ Sistem jaringan persampahan wilayah (Tempat
Penampungan Sampah Sementara atau TPS dan Tempat
Penampungan Sampah Akhir atau TPA).
▪ Sistem jaringan evakuasi bencana.
▪ prasarana lainnya yang dikelola oleh Pemerintah
Kabupaten.
3) RTRW Kota
a) Rencana Pusat Kegiatan
▪ Pusat pelayanan kota.
▪ Subpusat pelayanan kota.
▪ Pusat lingkungan.
b) Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
▪ Sistem transportasi darat : jaringan jalan (jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kota, jalan khusus, terminal tipe A - B -
C, terminal barang, jembatan timbang), jaringan kereta
api (jalur kereta api lintas kabupaten/kota dan dalam
perkotaan, stasiun penumpang / barang / operasi),
jaringan sungai / danau / penyeberangan (alur pelayaran
sungai / danau / penyeberangan kelas 1 / 2 / 3, lintas
penyeberangan antar negara / provinsi / kabupaten / kota
/ dalam kota, pelabuhan sungai / danau utama /
pengumpul / pengumpan, pelabuhan penyeberangan
kelas 1 / 2 / 3).
▪ Sistem transportasi laut : pelabuhan (utama, pengumpul,
pengumpan regional, pengumpan lokal, terminal khusus),
alur pelayaran laut.
▪ Sistem transportasi udara : bandar udara umum dan
khusus (pengumpul skala pelayanan primer, pengumpul
78
skala pelayanan sekunder, pengumpul skala pelayanan
tersier, pengumpan, khusus), ruang udara untuk
penerbangan dalam bentuk Kawasan Keamanan
Operasional Penerbangan (KKOP).
c) Rencana Pengembangan Jaringan Energi
▪ Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi (jaringan
penyaluran dari fasilitas produksi ke kilang pengolahan /
penyimpanan dan jaringan penyaluran dari kilang
pengolahan / penyimpanan ke konsumen).
▪ Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan : pembangkitan
tenaga listrik (PLTA, PLTD, PLTU, PLTG, PLTN, PLTS, PLTB,
PLTP, PLTMH, dll), penyaluran tenaga listrik (gardu listrik,
jaringan distribusi tanaga listrik berupa SUTUT, SUTET,
SUTT, SUTTAS, Kabel Laut, SUTM, SUTR, SKTM).
d) Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
▪ Jaringan tetap.
▪ Jaringan bergerak (terestrial, seluler, satelit).
e) Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air
▪ Jaringan sumber daya air lintas negara dan lintas provinsi
(sumber air dan prasarana sumber daya air).
▪ Jaringan sumber daya air lintas Kabupaten/Kota (sumber
air dan prasarana sumber daya air).
▪ Jaringan sumber daya air kabupaten (sumber air,
prasarana sumber daya air).
f) Rencana Pengembangan Infrastruktur Perkotaan
▪ Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) (perpipaan berupa
unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan
dan non perpipaan berupa sumur dangkal, sumur pompa,
bak penampungan air hujan, terminal air, bangunan
penangkap air).
▪ Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) (sistem
79
pembuangan air limbah berupal Instalasi Pengolahan Air
Limbah atau IPAL dan sistem pembuangan air limbah
rumah tangga komunal).
▪ Sistem pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) regional lintas Kabupaten/Kota.
▪ Sistem jaringan persampahan wilayah (Tempat
Penampungan Sampah Sementara atau TPS dan Tempat
Penampungan Sampah Akhir atau TPA).
▪ Sistem jaringan evakuasi bencana.
▪ Sistem drainase (primer, sekunder, tersier).
▪ Sistem jaringan pejalan kaki.
▪ prasarana lainnya yang dikelola oleh Pemerintah Kota.
Unsur yang belum lengkap dalam peta perlu dikonfirmasi apakah memang
tidak ada dalam RTRW, atau hanya alasan belum dipetakan.
C. Kesesuaian dengan Peta Dasar
1) Lingkup Terluar sama dengan administrasi
Batas terluar seluruh unsur peta rencana jaringan adalah batas yang sama
dengan batas administrasi provinsi.
2) Penggambaran rencana jaringan bukan berupa menggeser
keseluruhan
Memastikan supaya hasil digitasi sesuai dengan kaidah pemetaan. Misalkan
jika berada di sepanjang jalan, perlu digambarkan pada kanan / kiri / tengah
jalan, bukan hanya sekedar menggeser peta jaringan jalan untuk membentuk
rencana jaringan prasarana. Jika melakukan penggeseran secara select-all
lalu geser beberapa meter, akan menimbulkan beberapa ketidaksesuaian
pada beberapa ruas jaringan.
3) Kedetailan deliniasi rencana jaringan prasarana
Secara umum, kedetailan deliniasi rencana jaringan prasarana yang
dideliniasi pada skala yang sama dengan skala Peta Dasar yang diacu, yaitu
80
pada skala besar 1:250.000 bukan peta dari RTRW Nasional dengan skala
yang lebih kecil kemudian langsung dipakai tanpa pendetailan pada skala
peta RTRW Provinsi.
D. Kesesuaian dengan Peta Tematik
Dalam pengembangan jaringan infrastruktur dalam lingkup waktu
perencanaan tentunya tidak selalu berupa pengembangan baru.
Infrastruktur jaringan jalan, jaringan listrik dan energi, jaringan
telekomunikasi misalnya. Jaringan tersebut biasanya sudah ada pada saat
penyusunan rencana tata ruang. Maka dibutuhkan peta jaringan
infrastruktur yang sifatnya eksisting pada peta tematik.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah memastikan penyusunan rencana
jaringan infrastruktur disusun berdasarkan peta jaringan infrastruktur
eksisting. Namun memang tidak semua jaringan infrastruktur sudah ada
pada saat penyusunan rencana tata ruang. Sebagai contoh pembangunan
baru jalan lingkar, terminal, pembangkit listrik, dan sebagainya yang tidak
memerlukan peta dalam wujud eksistingnya. Dalam peta rencana struktur
ruang, pengembangan jaringan infrastruktur antara eksisting dan rencana
harus terintegrasi secara logis.
E. Konfirmasi kepentingan stakeholder
Perencanaan tata ruang adalah sebuah bentuk kesepakatan bersama yang
kemudian akan ditaati bersama. Untuk itu dalam pembuatannya perlu
dipastikan beberapa hal berikut ini:
▪ Apakah perencanaan yang dibuat telah berkesinambungan
dengan level perencanaan di atasnya (RTRW Nasional /
Provinsi).
▪ Apakah mengakomodir arahan pembangunan dan investasi
beberapa tahun ke depan, baik dari rencana pembangunan level
Pemerintah Pusat mapun rencana pambangunan level Pemda.
Apakah aspek perijinan eksisting telah dipertimbangkan dalam
81
penyusunannya? Pertanyaan ini bertujuan hanya untuk mengingatkan, dan
tidak dilakukan pengecekan secara spasial mengenai hal ini, walaupun
sebenarnya terdapat konsekuensi spasial dalam hal tersebut, namun hal ini
adalah ranah kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengatur dan
merencanakan wilayahnya. Yang perlu untuk dilakukan dalam hal ini adalah
mengingatkan Pemerintah Daerah, dan akan dituliskan dalam Berita Acara
terakhir tentang klausul seperti berikut ini:
Telah dilakukan diskusi dan penjelasan mengenai pentingnya mengakomodir
kepentingan berbagai stakeholder, aspek perencanaan, dan perijinan, seperti
(1) aspek kesinambungan dengan RTRW Nasional / Provinsi, (2) aspek arahan
pembangunan dan investasi baik dari RPJMN dan RPJMD, (3) aspek perijinan
eksisting yang sudah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah maupun
Pemerintah Pusat. Mengenai kepastian dipenuhi atau tidaknya berbagai
aspek tersebut bukan ranah Badan Informasi Geospasial untuk melakukan
verifikasi, dan merupakan tanggung jawab dan hak pemerintah daerah
dalam merencanakan wilayahnya.
F. Pengecekan Topologi
1) Tidak ada tumpang tindih rencana jaringan prasarana
Perlu dihindari adanya tumpang tindih garis pada peta rencana jaringan
prasarana. Adanya tumpang tindih garis dapat menyebabkan kesalahan
identifikasi objek serta kesalahan perhitungan panjang.
2) Tidak ada Overshoot dan Undershoot rencana jaringan
prasarana
Untuk menghindari kesalahan perhitungan panjang pada peta rencana
jaringan prasarana maka sebaiknya menghindari overshoot dan undershoot.
Namun karena cakupan perencanaan yang luas (provinsi, kabupaten, dan
kota) dan skala tampilan pada kelas kecil dan menengah maka overshoot dan
undershoot tidak terlalu detail hingga harus snapping. Perbaikan hanya
dilakukan pada overshoot dan undershoot yang cukup panjang atau sangat
terlihat pada skala tampilan peta RTRW.
82
G. Kesesuaian Peta Struktur Ruang dengan Rancangan Peraturan
Daerah
Dokumen rencana dengan peta adalah satu kesatuan yang tidak
terpisahkan, Dokumen rencana seharusnya mendeskripsikan isi Peta
Rencana yang dibuat. Ketidaksesuaian antar keduanya merupakan salah
satu masalah klasik dalam kualitas Peta Rencana Tata Ruang.
Ketidaksesuaian ini menimbulkan konflik dalam menjalankan fungsi Rencana
Tata Ruang sebagai dokumen pengendalian ruang di lapangan. Sering kali
Dokumen rencana sangat detail merinci ketentuan-ketentuan rencana
rencana struktur ruang yang ada, namun secara spasial tidak dapat
dipertanggungjawabkan / tidak dapat diketahui lokasinya.
Perlu dilakukan perunutan pada tiap pasal naskah dalam Rancangan
Peraturan Daerah (Ranperda) terkait rencana struktur ruang supaya dapat
disesuaikan kenyataannya dengan apa yang ada di peta secara spasial. Hal
yang diperhatikan dalam pengecekan kesesuaian tersebut adalah terkait
rincian klasifikasi rencana struktur ruang. Tahapan verifikasi yang perlu
dilakukan adalah:
▪ Membaca rancangan peraturan daerah pada bagian Rencana
Jaringan, kemudian menuliskan daftar unsurnya pada tabel dan
menambahkan informasi pasalnya.
▪ Setelah semuanya dituliskan, akan dibandingkan dengan peta,
dan dituliskan ketidaksesuaiannya.
83
Contoh Tabel Pemeriksaan Kesesuaian Peta Rencana Struktur Ruang
dengan Ranperda
KESESUAIAN PETA RENCANA JARINGAN PRASARANA DENGAN RANPERDA
STRUKTUR RUANG DALAM PERDA PASAL KESESUAIAN CATATAN
Sistem Perkotaan 28
PKW 28 (2) OK Ada di Peta
PKSN 28 (2) OK Ada di Peta
PKL 28 (2) OK Ada di Peta
PPK 28 (2) OK Ada di Peta
PPL 28 (2) OK Ada di Peta
Pengembangan Jaringan Pergerakan 29
Rencana Peningkatan dan
Pembangunan Jalan
29 (2)
Peningkatan Jalan Arteri Primer 29 (2)
(a)
OK Ada di Peta
Peningkatan Jalan Lokal Primer 29 (2)
(a)
OK Ada di Peta
Peningkatan Jalan Lokal Sekunder 29 (2)
(a)
OK Ada di Peta
Pembangunan Jalan Arteri Primer 29 (2)
(a)
OK Ada di Peta
Pembangunan Jalan Lokal Primer 29 (2)
(a)
PERBAIKAN Tidak ada di peta
Pembangunan Jalan Lokal Sekunder 29 (2)
(a)
PERBAIKAN Tidak ada di peta
Pembangunan Jalan Lingkungan 29 (2)
(a)
PERBAIKAN Tidak ada di peta
Rencana Simpul Moda Angkutan Umum 29
Terminal 29 (2)
(a)
OK Ada di Peta
Stasiun 29 (2)
(b)
PERBAIKAN Tidak ada di peta
Pelabuhan 29 (3)
(b)
PERBAIKAN Tidak ada di peta
Pengembangan Jaringan Energi 30
Jaringan minyak dan gas bumi 30 (1) PERBAIKAN Belum ada gardu
Jaringan ketenagalistrikan 30 (2) PERBAIKAN Tidak ada di peta
Pengembangan Jaringan Telekomunikasi 31
Jaringan tetap 31 (2) OK Ada di Peta
Jaringan bergerak 31 (3) PERBAIKAN Tidak ada di peta
Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air 32
Jaringan lintas kabupaten/kota 32 (2)
Jaringan kabupaten 32 (3) PERBAIKAN Tidak ada ket Primer,
Sekunder, Tersier di peta
Pengembangan Jaringan Prasaran Lainnya 33
SPAM 33 (2) PERBAIKAN Tidak ada di peta
SPAL 33 (3) PERBAIKAN Tidak ada keterangan
tertutup / terbuka di peta
Jaringan persampahan 33 (4) PERBAIKAN Tidak ada keterangan
tertutup / terbuka di peta
Sistem evakuasi bencana 33 (5) PERBAIKAN Tidak ada di peta
84
Contoh Tabel Pemeriksaan Peta Rencana Struktur Ruang
QC05.1-
RSKAB
FORMULIR QC05.1-RSKAB
QC
Ke - .....
QC KUALITAS PETA RENCANA STRUKTUR RUANG
RTRW KABUPATEN
Nama Rencana Tata Ruang :
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan : Tanggal: Nama Petugas QC:
NO PENGECEKAN DETAIL SESUAI/TIDAK KETERANGAN
1 Pengecekan Struktur
Database
Penataan file berdasarkan
folder jenis unsur rencana
jaringan.
Hanya terdapat satu versi
rencana struktur ruang.
2 Kelengkapan Unsur
Rencana Jaringan
Prasarana (Mengikuti
Permen ATR/BPN
16/2018)
Sistem Perkotaan
- PKN, PKW, PKSN, PKL, PPK, PPL
Rencana Pengembangan
Jaringan Pergerakan
- Jalan arteri, jalan kolektor,
jalan lokal, jalan lingkungan.
- Terminal, Stasiun, Bandara,
Pelabuhan.
- Jalur moda transportasi
umum (bus, angkot, kereta api,
pelayaran, pesawat).
Rencana Pengembangan
Jaringan Energi
- Lokasi sumber, pengolahan,
dan penyimpanan minyak dan
gas bumi.
- Jaringan distribusi minyak
dan gas bumi.
- Pembangkit listrik dan gardu
induk (PLTA, PLTU, PLTG,
PLTD, PLTN, PLTS, PLTB, PLTP,
dll).
- Jaringan distribusi listrik
(SUTUT, SUTET, SUTT, SUTTAS,
SUTM, SUTR, SKTM, dll).
Rencana Pengembangan
Jaringan Telekomunikasi
- Jaringan tetap (STO, jaringan
kabel, serat optik, dll).
- Jaringan bergerak (BTS, satelit,
dll).
Rencana Pengembangan
Jaringan Sumber Daya Air
- Jaringan lintas negara dan
provinsi.
- Jaringan lintas
Kabupaten/Kota.
85
- Jaringan Kabupaten.
Rencana Pengembangan
Prasarana Lainnya
- SPAM.
- SPAL.
- Pengolahan limbah B3.
- Jaringan persampahan.
- Sistem evakuasi bencana.
- Sistem prasarana lainnya.
3 Kesesuaian dengan Peta
Dasar
Lingkup Terluar sama dengan
batas administrasi.
Penggambaran rencana jaringan
bukan berupa menggeser
keseluruhan.
Kedetailan deliniasi rencana
jaringan prasarana.
4 Kesesuaian dengan Peta
Tematik
Peta rencana pengembangan
jaringan infrastruktur antara
eksisting dengan rencana harus
berkesinambungan secara logis.
5 Kelengkapan informasi Terdapat kolom yang
memberikan keterangan:
Eksiting, Pengembangan, dan
Rencana baru.
6 Konfirmasi kepentingan
stakeholder
Melakukan konfirmasi dan
penjelasan dalam Berita Acara
tentang akomodasi
kepentingan stakeholder.
- Sudah /
Belum
7 Kesesuaian dengan
Rancangan Peraturan
Daerah
Rincian tiap unsur rencana
jaringan prasarana dalam
Ranperda telah sinkron
dengan peta rencana
jaringan prasarana.
* Terlampir
dalam
matriks
keseuaian
Ranperda
dan Peta
Rencana
Hasil Penilaian Tim QC : Diterima / Ditolak *)
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC : Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
86
RENCANA POLA RUANG
A. Pengecekan Struktur Database
1) Hanya terdapat satu feature class untuk Rencana Pola Ruang
Sebagai bentuk kesepakatan, dan untuk mempermudah proses validasi
topologi poligon, peta Rencana Pola Ruang hanya dibuat dalam satu feature
class, tidak dipisahkan menjadi beberapa feature class pada tiap
klasifikasinya.
2) Hanya terdapat satu versi Rencana Pola Ruang
Tidak terdapat beberapa versi file yang ambigu dalam database yang
diberikan. Peta yang diberikan seharusnya sudah jelas sebelum
dikonsultasikan.
3) Informasi dalam atribut data
Dalam peta Rencana Pola Ruang perlu untuk memiliki beberapa kolom
minimal sesuai pembagian klasifikasi RTRW Provinsi / Kabupaten / Kota.
a) RTRW Provinsi
Terkait adminsitrasi:
- Kabupaten/Kota
Terkait fungsi ketetapan perencanaan:
- Kawasan
- Orde I
- Orde II
- Nama Objek (keperluan legenda peta cetak)
Terkait fungsi perencanaan yang overlap:
- Kawasan Rawan Bencana (KRB)
- Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
- Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)
Terkait geometris:
- Luas
87
b) RTRW Kabupaten
Terkait adminsitrasi:
- Kecamatan
- Desa (jika dimungkinkan)
Terkait fungsi ketetapan perencanaan:
- Kawasan
- Orde I
- Orde II
- Orde III
- Orde IV
- Nama Objek (keperluan legenda peta cetak)
Terkait fungsi perencanaan yang overlap:
- Kawasan Rawan Bencana (KRB)
- Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
- Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)
Terkait geometris:
- Luas
c) RTRW Kota
Terkait adminsitrasi:
- Kecamatan
- Desa (jika dimungkinkan)
Terkait fungsi ketetapan perencanaan:
- Kawasan
- Orde I
- Orde II
- Orde III
- Orde IV
- Nama Objek (keperluan legenda peta cetak)
88
Terkait fungsi perencanaan yang overlap:
- Kawasan Rawan Bencana (KRB)
- Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
- Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)
Terkait geometris:
- Luas
Informasi terkait administrasi disesuaikan dengan kedetailan hierarki
perencanaan. RTRW Provinsi minimal harus ada informasi nama kabupaten
dan kota, RTRW Kabupaten dan RTRW Kota minimal harus ada informasi
nama kecamatan, sedangkan pembagian desa / kelurahan bisa ditampilkan
jika ada datanya. Informasi fungsi ketetapan perencanaan disesuaikan
dengan pengaturan klasifikasi rencana pola ruang. Nama objek adalah
informasi terakhir sesuai kedetailan klasifikasi pola ruang. Setiap kelas
memiliki tingkat kedetailan yang berbeda-beda, sebagai contoh pada RTRW
Kabupaten Orde I berupa kawasan lindung setempat hanya terbagi menjadi
sempadan pada Orde II, sementara Orde I kawasan konservasi terbagi
menjadi Orde II kawasan suaka alam, dan terbagi lagi menjadi Orde III cagar
alam dan suaka margasatwa. Informasi ini untuk memudahkan dalam
menampilkan informasi legenda peta cetak.
Dalam penyusunan dan pengaturan rencana pola ruang terdapat fungsi
ruang yang diperbolehkan untuk overlap, yaitu KRB, KKOP, dan KP2B. KRB
diperbolehkan untuk overlap karena jika KRB muncul sebagai zona tersendiri
akan masuk dalam kawasan lindung, sehingga konsekuensinya akan sulit
untuk dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya (lahan terbangun).
KRB yang dijadikan sebagai kawasan tersediri tentunya yang memiliki
potensi bencana besar dan sulit dilakukan upaya pencegahannya meskipun
melalui rekayasa teknologi, seperti zona bahaya sekitar kawah gunung
merapi yang aktif, jalur patahan atau sesar yang aktif, dan sebagainya. KKOP
yang berupa pengaturan ruang udara akan mempengaruhi pengaturan
ruang darat dalam wujud pengaturan ketinggian bangunan. Sedangkan KP2B
yang terdiri dari Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan
Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) juga diperbolehkan
89
overlap. Hal ini karena tidak semua lahan pertanian akan dijadikan KP2B,
maka dibutuhkan informasi tambahan mengenai status lahan apakah lahan
pertanian yang ada masuk dalam KP2B atau tidak. Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyusunan basis data dapat dilihat pada Modul Pemeriksaan
Basisdata dan Atribut Peta Rencana Tata Ruang.
B. Kesesuaian dengan Peta Dasar
1) Lingkup terluar batas administrasi
Batas terluar peta Rencana Pola Ruang adalah batas yang sama dengan
database yang ada dalam Peta Dasar.
2) Batas lingkup didalamnya berupa batas administrasi
Lingkup di dalamnya berupa batas administrasi, berupa administrasi
kabupaten/kota, kecamatan, dan desa. Batas administrasi yang sudah
bersifat definitif harus mengacu pada Permendagri yang mengatur tentang
batas Kabupaten / Kota atau berdasarkan Peraturan Bupati / Walikota yang
mengatur tentang batas kecamatan dan desa / kelurahan. Batas administrasi
yang masih bersifat indikatif dapat disesuaikan dengan pola rupabumi
apabila mengikutinya, seperti jaringan jalan dan jaringan perairan. Tingkat
kedetilan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dan kebutuhannya.
RTRW Provinsi minimum sampai pada administrasi kabupaten / kota,
sedangkan RTRW Kabupaten / Kota minimum sampai pada administrasi
kecamatan / distrik.
3) Kenampakan fisik alam dalam peta rencana
Poligon sungai, poligon danau, dan garis pantai sama posisi geometris
penarikan garisnya dengan peta yang ada dalam database Peta Dasar. Selain
konsistensi, hal ini menjaga konsep kebijakan satu peta dan merupakan
amanat undang-undang Informasi Geospasial bahwa peta tematik (termasuk
peta rencana tata ruang) mengacu pada peta dasar.
90
Namun terdapat pengecualian jika memang direncanakan akan terjadi
perubahan dalam rencana tata ruangnya, misalnya seperti normalisasi sungai
atau pembuatan saluran baru, reklamasi pantai, dan sebagainya.
C. Kesesuaian dengan Peta Tematik
Rencana pola ruang yang merupakan rencana distribusi peruntukan ruang
kedepan merupakan salah satu produk utama tata ruang. Maka selain harus
mengacu kepada peta dasar sebagai referensi geometris agar lokasinya tepat
dan dapat dipertanggungjawabkan, pola ruang juga harus mengacu kepada
peta tematik. Peta tematik yang telah dikumpulkan, disusun, dan dilakukan
analisis untuk menghasilkan peta tematik baru tidak hanya sebagai
pelengkap basis data peta rencana tata ruang saja.
1) Peta tematik status
Pada dasarnya penarikan garis pada rencana pola ruang dilakukan pada peta
penutup serta penggunaan lahan. Selanjutnya dari hasil analisis kebutuhan
ruang, diperoleh kebutuhan ruang selama 20 tahun kedepan. Sebagai
contoh bertambahnya kebutuhan akan permukiman, sarana pelayanan
umum, industri, dan sebagainya. Maka akan terjadi perubahan fungsi ruang
yang tadinya sebagai lahan non terbangun menjadi lahan terbangun. Alokasi
kebutuhan lahan terbangun tersebut tidak bisa dilakukan secara
sembarangan, karena ada beberapa aturan terkait fungsi ruang memiliki
kekuatan hukum.
Peta tematik yang mengatur fungsi ruang dan memiliki kekuatan hukum
tersebut disebut sebagai peta tematik status. Peta tematik yang termasuk
peta tematik status antara lain:
▪ Peta kawasan hutan yang dikeluarkan oleh instansi terkait.
▪ Peta kawasan lahan pertanian berkelanjutan yang dikeluarkan
oleh instansi terkait.
▪ Peta perizinan (izin pertambangan, izin perkebunan, izin
pemanfaatan lainnya) yang telah dikeluarkan oleh instansi
91
terkait.
Pemeriksaan peta rencana pola ruang yang dilakukan adalah melakukan
overlay peta rencana pola ruang dengan peta tematik status tersebut.
Apakah dalam rencana pola ruang terdapat klasifikasi yang tidak sesuai atau
bertentangan dengan peta status yang ada. Apabila ada yang tidak sesuai
perlu dicatat dan dikonfirmasi kepada Pemerintah Daerah.
2) Peta tematik kebencanaan
Berdasarkan pedoman penyusunan RTRW, rencana tata ruang harus
memperhatikan aspek kebencanaan. Hal ini sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan penataan ruang adalah untuk mewujudkan ruang wilayah
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Maka salah satunya
adalah memperhatikan aspek kebencanaan yang dapat mengancam siapa
saja dan kapan saja. Sehingga peta tematik potensi dan risiko bencana
menjadi peta tematik yang wajib.
Pemeriksaan peta rencana pola ruang yang dilakukan adalah melakukan
overlay peta rencana pola ruang dengan peta tematik potensi dan risiko
bencana. Apakah klasifikasi peta rencana pola ruang telah memperhatikan
aspek kebencanaan yang ada. Wujud adaptasi rencana pola ruang terhadap
kebencanaan adalah menetapkan kawasan khusus rawan bencana apabila
bencana yang dianggap sangat serius sehingga menjadi bagian dari kawasan
lindung, atau membuat klasifikasi rawan bencana yang overlap dengan
klasifikasi lain. Klasifikasi kawasan rawan bencana merupakan salah satu
klasifikasi yang diperbolehkan overlap dengan klasifikasi lain pada peta
rencana pola ruang. Apabila tidak terdapat bentuk adaptasi tersebut pada
peta rencana pola ruang, bisa saja penanganan bencana diwujudkan dalam
rencana program yang tidak bersifat spasial, maka perlu dikonfirmasi kepada
Pemerintah Daerah.
92
3) Peta tematik analisis
Peta tematik analisis adalah tematik baru hasil pemrosesan tematik lainnya.
Peta tematik analisis yang dibutuhkan dalam penyusunan peta rencana pola
ruang adalah peta kemampuan lahan serta peta kesesuaian lahan. Peta
kemampuan lahan akan memberi gambaran distribusi kemampuan lahan
dengan tingkatan cocok untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya
(lahan terbangun) hingga kawasan lindung (lahan non terbangun).
Sedangkan peta kesesuaian lahan merupakan kesesuaian pada lahan
tertentu untuk beberapa klasifikasi rencana pola ruang tertentu pula. Maka
peta kemampuan lahan bersifat umum, sedangkan peta kesesuaian lahan
lebih bersifat rinci.
Metode dalam penyusunan peta kemampuan lahan dan kesesuaian lahan
cukup beragam dan tidak terpaku dalam satu metode saja. Validasi peta
kemampuan lahan dan kesesuaian lahan telah dibahas secara terperinci pada
pemeriksaan peta tematik. Sedangkan pemeriksaan pada peta rencana pola
ruang adalah memastikan klasifikasi rencana pola ruang telah sesuai dengan
peta kemampuan lahan yang disusun. Apabila terdapat ketidaksesuaian
seperti rencana kawasan permukiman (baik yang bersifat eksisting maupun
rencana pengembangan baru) berada di kemampuan lahan yang tidak cocok
untuk kawasan terbangun perlu dilakukan konfirmasi kepada Pemerintah
Daerah.
93
D. Standarisasi Klasifikasi Rencana Pola Ruang
1) Klasifikasi Rencana Pola Ruang
Klasifikasi mengenai rencana pola ruang terdapat dalam Permen ATR/BPN
No. 16 Tahun 2018, diharapkan dalam penyusunannya mengikuti pedoman
yang ada tersebut, dan disyaratkan sampai kepada kedetilan berdasarkan
tingkatan RTRW. RTRW Provinsi yang meliputi regional wilayah kabupaten
dan kota, sehingga pengaturan hanya bersifat umum atau arahan maka
kelas hanya sampai Orde 1. RTRW Kabupaten mulai ada pendetilan, namun
masih dengan konsep wilayah urban dan rural sehingga bersifat umum
dengan pembagian sampai Orde 3 untuk seluruh kelas dan Orde 5 pada
beberapa kelas. Sedangkan RTRW Kota dengan pemanfaatan ruang yang
heterogen sehingga bersifat lebih operasional dengan pembagian sampai
Orde 3 untuk seluruh kelas dan Orde 5 pada beberapa kelas. Berikut
pembagian klasifikasi pada RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota:
a) RTRW Provinsi
Kawasan Orde I
Kawasan
Peruntukan
Lindung
Kawasan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan Konservasi
Kawasan Lindung Geologi
Kawasan Rawan Bencana yang tingkat kerawanan dan probabilitas
ancaman atau dampak paling tinggi
Kawasan Cagar Budaya
Kawasan Ekosistem Mangrove
Kawasan
Peruntukan
Budidaya
Kawasan Hutan produksi
kawasan hutan rakyat
kawasan pertanian
kawasan perikanan
kawasan pertambangan dan energi
kawasan peruntukan industri
kawasan pariwisata
kawasan permukiman
kawasan pertahanan dan keamanan
94
b) RTRW Kabupaten
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
Kawasan
Peruntukan
Lindung
Kawasan
Perlindungan
Terhadap
Kawasan
Bawahannya
Hutan Lindung
Lindung Gambut
Resapan Air
Kawasan
Perlindungan
Setempat
Sempadan Pantai
Sempadan Sungai
Kawasan Sekitar
Danau atau Waduk
Kawasan Lindung
Spiritual dan
Kearifan Lokal
Kawasan
Konservasi
Kawasan Suaka
Alam
Cagar Alam dan
Cagar Alam Laut
Suaka
Margasatwa dan
Suaka
Margasatwa Laut
Kawasan
Pelestarian Alam
Taman Nasional
Taman Hutan
Raya
Taman Wisata
Alam dan Wisata
Alam Laut
Kawasan Taman
Buru
Kawasan
Konservasi di
Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
Kawasan
Konservasi di
Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau
Kecil
Suaka Pesisir
Suaka Pulau
Kecil
Taman Pesisir
Taman Pulau
Kecil
Kawasan
Konservasi
Maritim
Daerah
Perlindungan
Adat Maritim
Daerah
Perlindungan
Budaya
Maritim Kawasan
Konservasi
Perairan
Kawasan Lindung
Geologi
Kawasan Cagar
Alam Geologi
Kawasan
Keunikan Batuan
dan Fosil
Kawasan
Keunikan
Bentang Alam
95
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
Kawasan
Keunikan Proses
Geologi
Kawasan yang
Memberikan
Perlindungan Air
Tanah
Kawasan
Imbuhan Air
Tanah
Sempadan Mata
Air
Kawasan Rawan
Bencana yang
tingkat
kerawanan dan
probabilitas
ancaman atau
dampak paling
tinggi
Kawasan Rawan
Bencana Gerakan
Tanah
(termasuk tanah
longsor)
Kawasan Rawan
Bencana Letusan
Gunung Api
Sempadan Patahan
Aktif pada Kawasan
Rawan Bencana
Gempa Bumi
Kawasan Cagar
Budaya
Kawasan
Ekosistem
Mangrove
Kawasan
Peruntukan
Budidaya
Kawasan Hutan
produksi
kawasan hutan
produksi terbatas
kawasan hutan
produksi tetap
kawasan hutan
produksi yang
dapat dikonversi
kawasan hutan
rakyat
kawasan
pertanian
kawasan tanaman
pangan
kawasan
hortikultura
kawasan
perkebunan
kawasan
peternakan
kawasan
perikanan
kawasan perikanan
tangkap
kawasan perikanan
budidaya
kawasan perikanan
dengan sarana
penunjang berupa
terminal khusus
(pelabuhan)
perikanan dan
tempat pelelangan
ikan
96
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
kawasan
pertambangan
dan energi
kawasan
pertambangan
mineral
kawasan
pertambangan
mineral radioaktif
kawasan
pertambangan
mineral logam
kawasan
pertambangan
mineral bukan
logam
kawasan
pertambangan
batuan
kawasan
pertambangan
batubara
kawasan
pertambangan
minyak dan gas
bumi
kawasan panas
bumi
kawasan
pembangkit tenaga
listrik
kawasan
peruntukan
industri
kawasan industri
sentra industri kecil
dan menengah
kawasan
pariwisata
kawasan
permukiman
kawasan
permukiman
perkotaan
kawasan
permukiman
perdesaan
kawasan
pertahanan dan
keamanan
97
c) RTRW Kota
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
Kawasan
Peruntukan
Lindung
Kawasan
Perlindungan
Terhadap
Kawasan
Bawahannya
Hutan Lindung
Lindung Gambut
Resapan Air
Kawasan
Perlindungan
Setempat
Sempadan Pantai
Sempadan Sungai
Kawasan Sekitar
Danau atau Waduk
Kawasan Lindung
Spiritual dan
Kearifan Lokal
Kawasan
Konservasi
Kawasan Suaka Alam
Cagar Alam dan
Cagar Alam Laut
Suaka
Margasatwa dan
Suaka
Margasatwa Laut
Kawasan Pelestarian
Alam
Taman Nasional
Taman Hutan
Raya
Taman
Wisata Alam dan
Wisata Alam
Laut
Kawasan Taman
Buru
Kawasan Konservasi
di Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau
Kecil
Kawasan
Konservasi di
Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau
Kecil
Suaka Pesisir
Suaka Pulau
Kecil
Taman Pesisir
Taman Pulau
Kecil
Kawasan
Konservasi
Maritim
Daerah
Perlindungan
Adat Maritim
Daerah
Perlindungan
Budaya
Maritim Kawasan
Konservasi
Perairan
98
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
Kawasan Lindung
Geologi
Kawasan Cagar Alam
Geologi
Kawasan
Keunikan Batuan
dan Fosil
Kawasan
Keunikan
Bentang Alam
Kawasan
Keunikan Proses
Geologi
Kawasan yang
Memberikan
Perlindungan Air
Tanah
Kawasan
Imbuhan Air
Tanah
Sempadan Mata
Air
Kawasan Rawan
Bencana yang
tingkat
kerawanan dan
probabilitas
ancaman atau
dampak paling
tinggi
Kawasan Rawan
Bencana Gerakan
Tanah
(termasuk tanah
longsor)
Kawasan Rawan
Bencana Letusan
Gunung Api
Sempadan Patahan
Aktif pada Kawasan
Rawan Bencana
Gempa Bumi
Kawasan Cagar
Budaya
Kawasan
Ekosistem
Mangrove
Ruang Terbuka
Hijau Kota
Taman RT, Taman
RW, Taman
Kelurahan, Taman
Kecamatan, Taman
Kota, Hutan Kota,
Pemakaman
Kawasan
Peruntukan
Budidaya
Kawasan Hutan
produksi
kawasan hutan
produksi terbatas
kawasan hutan
produksi tetap
kawasan hutan
produksi yang dapat
dikonversi
kawasan
pertanian
kawasan tanaman
pangan
kawasan hortikultura
99
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
kawasan perkebunan
kawasan peternakan
kawasan
perikanan
kawasan perikanan
tangkap
kawasan perikanan
budidaya
kawasan perikanan
dengan sarana
penunjang berupa
terminal khusus
(pelabuhan)
perikanan dan
tempat pelelangan
ikan
kawasan
pertambangan
dan energi
kawasan
pertambangan
mineral
kawasan
pertambangan
mineral
radioaktif
kawasan
pertambangan
mineral logam
kawasan
pertambangan
mineral bukan
logam
kawasan
pertambangan
batuan
kawasan
pertambangan
batubara
kawasan
pertambangan
minyak dan gas
bumi
kawasan panas bumi
kawasan pembangkit
tenaga listrik
kawasan
peruntukan
industri
kawasan industri
sentra industri kecil
dan menengah
kawasan
pariwisata
kawasan kawasan perumahan
100
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
permukiman kawasan
perdagangan dan
jasa
kawasan
perkantoran
kawasan peribadatan
kawasan perndidikan
kawasan kesehatan
kawasan olahraga
kawasan transportasi
kawasan sumber
daya air
kawasan ruang
terbuka non hijau
tempat evakuasi
bencana
kawasan sektor
informal
kawasan hutan
rakyat
kawasan
pertahanan dan
keamanan
Namun jika memang memerlukan tambahan zonasi yang tidak ada dalam
daftar tersebut, bisa dilakukan namun dengan alasan yang tepat, dan perlu
dikonsultasikan kepada Kementerian terkait.
2) Nomenklatur Klasifikasi
Disarankan untuk mengikuti nomenklatur yang ada dalam pedoman. Jika
didapati terdapat nama klasifikasi lain, namun klasifikasi tersebut
sebenarnya sudah dapat terakomodir dalam daftar yang ada, sebaiknya
dimasukkan / dipindah ke dalam klasifikasi yang ada dalam pedoman.
Namun jika memang didapati keinginan untuk membuat nomenklatur
sendiri yang berbeda, dapat dilakukan namun dengan alasan yang tepat,
dan perlu dikonsultasikan kepada Kementerian terkait.
101
E. Konfirmasi Kepentingan Stakeholder
1) Melakukan pengecekan terhadap SK Kehutanan
Dilakukan pengecekan terhadap SK Kehutanan yang berlaku terutama pada
kawasan Hutan Lindung, Suaka Alam, Cagar Alam, dan lindung lainnya yang
perlu untuk diperhatikan. Pengecekan dilakukan dengan metode overlay
antara peta SK Kehutanan dengan peta rencana pola ruang. Jika terdapat
permasalahan dituangkan dalam berita acara sebagai perhatian pemerintah
daerah untuk dibenahi.
2) Melakukan konfirmasi dan penjelasan dalam Berita Acara
tentang akomodasi kepentingan stakeholder
Perencanaan tata ruang adalah sebuah bentuk kesepakatan bersama yang
kemudian akan ditaati bersama. Untuk itu dalam pembuatannya perlu
dipastikan beberapa hal ini:
▪ Apakah perencanaan yang dibuat telah berkesinambungan
dengan level perencanaan di atasnya (RTRW Nasional /
Provinsi)?
▪ Apakah mengakomodir arahan pembangunan dan investasi
beberapa tahun ke depan, baik dari rencana pembangunan
level Pemerintah Pusat mapun rencana pambangunan level
Pemerintah Daerah?
▪ Apakah aspek KP2B / LP2B telah dimasukkan dalam
perencanaannya?
▪ Apakah aspek perijinan eksisting telah dipertimbangkan dalam
penyusunannya?
Pertanyaan ini bertujuan hanya untuk mengingatkan, dan tidak dilakukan
pengecekan secara spasial mengenai hal ini, walau pun sebenarnya terdapat
konsekuensi spasial dalam hal tersebut, namun hal ini adalah ranah
kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan merencanakan
wilayahnya. Yang perlu untuk dilakukan dalam hal ini adalah mengingatkan
102
pemerintah daerah, dan akan dituliskan dalam Berita Acara terakhir tentang
klausul berikut:
Telah dilakukan diskusi dan penjelasan mengenai pentingnya mengakomodir
kepentingan berbagai stakeholder, aspek perencanaan, dan perijinan, seperti
(1) aspek kesinambungan dengan RTRW Nasional / Prvinsi, (2) aspek arahan
pembangunan dan investasi baik dari RPJMN dan RPJMD, (3) aspek
ketahanan pangan yang diatur dalam Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B), (4) aspek perijinan eksisting yang sudah dikeluarkan
oleh pemerintah daerah atau pun pusat. Mengenai kepastian dipenuhi atau
tidaknya berbagai aspek tersebut bukan ranah Badan Informasi Geospasial
untuk melakukan verifikasi, dan merupakan tanggung jawab dan hak
pemerintah daerah dalam merencanakan wilayahnya.
3) Melakukan konfirmasi terkait kegiatan eksisting yang masuk
dalam kawasan lindung
Pemeriksaan ini juga bersifat mirip dengan hal sebelumnya pada point (a),
namun hal ini dapat dilakukan karena telah dimiliki datanya. Yaitu mengenai
konfirmasi terdapat atau tidaknya permukiman / kegiatan eksisiting saat ini
yang masuk dalam kawasan lindung?
Hal ini dilakukan dengan melakukan overlay dari peta rencana pola ruang
yang tergolong kawasan lindung dengan peta penggunaan lahan, dan
toponimi fasilitas umum dan sosial yang ada dalam database peta dasar dan
tematik. Jika didapati adanya hal tersebut, perlu konfirmasi apakah
permukiman eksisting berada pada kawasan yang secara ideal berupa
kawasan lindung (seperti kawasan hutan, suaka alam dan cagar budaya,
sempadan sungai dan pantai dan sebagainya) atau terdapat kesalahan
dalam melakukan delineasi kawasan lindung.
Kedepannya pada saat penerbitan Berita Acara terakhir perlu untuk dituliskan
klausul berikut:
Jika ditemukan permasalahan
Ditemukan beberapa permukiman dan kegiatan eksisting lainnya yang
masuk dalam kawasan lindung pada rencana zonasi Perlindungan Bawahan,
103
Perlindungan Setempat, Ruang Terbuka Hijau, Suaka Alam dan Cagar
Budaya, dan Rawan Bencana, mengenai hal tersebut telah diketahui oleh
pemerintah daerah dan tindak lanjut penyelesaian tentang hal ini
dikembalikan pada pemerintah daerah dan bukan tanggung jawab Badan
Informasi Geospasial, baik itu penyelesaiannya diakomodir dalam
pengaturan lain, atau melakukan revisi peta, atau tidak direvisi dengan
konsekuensi terdapat permasalahan terkait konflik perijinan nantinya yang
harus diatasi, dan insentif yang harus disiapkan.
Jika tidak ditemukan permasalahan
Dalam asistensi dan supervisi tidak ditemukan kegiatan eksisting yang masuk
dalam kawasan lindung pada rencana zonasi Perlindungan Bawahan,
Perlindungan Setempat, Ruang Terbuka Hijau, Suaka Alam dan Cagar
Budaya, dan Rawan Bencana. Jika dalam perkembangannya menuju proses
legalisasi Perda terdapat perubahan mengenai hal ini, maka penyesuaian hal
tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
F. Pengecekan Topologi
1) Tidak ada tumpang tindih rencana pola ruang
Rencana pola ruang tidak boleh ada yang saling tumpang tindih antar
fungsinya kecuali untuk KRP, KKOP, dan KP2B. Pengecekan topologi ini
secara spesifik dilakukan untuk menghindari kesalahan- kesalahan luasan
yang tidak konsisten, dan munculnya dua atau lebih fungsi zonasi.
dalam satu area, yang tentunya akan menimbulkan ambiguitas dan
ketidakpastian hukum. Aturan topologi yang digunakan adalah “must not
overlap”.
2) Tidak ada area yang kosong
Rencana zonasi tidak ada area yang kosong. Aturan topologi yang digunakan
adalah “must not have gaps”.
104
3) Jalan dan kenampakan fisik masuk dalam poligon rencana
zonasi
Mengenai Sungai, Waduk, Danau, dan Jalan yang berbentuk poligon, perlu
untuk tetap dimasukkan (tetapi tidak menumpuk / overlap) ke dalam area
Rencana Pola Ruang, hal ini termasuk jalan yang diperlebar, sungai yang
ditanggul, pantai yang direklamasi sesuai dengan rencana. Dalam data
atributnya diberikan keterangan Sungai, Danau, atau Jalan.
G. Kesesuaian Peta Zonasi dengan Rancangan Peraturan Daerah
Sama halnya dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang tentunya
harus diamatkan dalam Ranperda. Ketidaksesuaian antar keduanya
merupakan salah satu masalah klasik dalam kualitas Peta Rencana Tata
Ruang. Ketidaksesuaian ini menimbulkan ambiguitas dalam menjalankan
fungsi Rencana Tata Ruang sebagai dokumen pengendalian ruang di
lapangan.
Sering kali Peraturan Daerah sangat detail merinci ketentuan-ketentuan
rencana pola ruang atau rencana struktur ruang yang ada, namun secara
spasial tidak dapat dipertanggungjawabkan / tidak dapat diketahui
lokasinya.
Perlu dilakukan perunutan pada tiap pasal naskah dalam Ranperda terutama
terkait rencana pola ruang atau rencana struktur ruang supaya dapat
disesuaikan kenyataannya dengan apa yang ada di peta secara spasial. Hal
yang diperhatikan dalam pengecekan tersebut adalah terkait rincian klasifikasi
rencana pola ruang. Tahapan verifikasi yang perlu dilakukan adalah:
▪ Membaca rancangan peraturan daerah pada bagian rencana pola
ruang, kemudian menuliskan daftar klasifikasinya pada tabel dan
menambahkan informasi luas, posisinya (kabupaten / kecamatan /
distrik / desa / kelurahan), dan letak pasalnya.
▪ Kemudian dibandingkan dengan peta, dan dituliskan
ketidaksesuaiannya.
105
Contoh Tabel Pemeriksaan Kesesuaian Peta Rencana Pola Ruang
dengan Ranperda
KESESUAIAN PETA RENCANA POLA RUANG DENGAN RANPERDA
KAWASAN PASAL HEKTAR KESESUAIAN CATATAN KET
Hutan lindung 38 952,62 OK Ada dan luasan sama
Sempadan pantai 39 (2) 80,32 OK Ada dan luasan sama
Sempadan sungai 39 (3) 92,03 OK Ada dan luasan sama
Suaka alam 40 5,51 OK Ada dan luasan sama
Cagar budaya 41 231,88 OK Ada dan luasan sama
Hutan produksi
tetap 42 1.213,75 PERBAIKAN Ada luasan berbeda
Kawasan tanaman
pangan 43 (2) 821,42 OK Ada dan luasan sama
Kawasan
perkebunan 43 (3) 787,28 OK Ada dan luasan sama
Kawasan perikanan
budidaya 44 95,38 PERBAIKAN Tidak ada
kawasan
pertambangan
batuan
45 124,96 OK Ada dan luasan sama
Kawasan industri 46 395,87 PERBAIKAN Ada luasan berbeda
Kawasan
permukinan
perkotaan
47 (2) 367,95 OK Ada dan luasan sama
Kawasan
permukinan
pedesaan
47 (3) 472,55 OK Ada dan luasan sama
106
Contoh Tabel Pemeriksaan Peta Rencana Pola Ruang
QC05.2-
RPKAB
FORMULIR QC05.2-RPKAB
QC
Ke - .....
QC KUALITAS PETA RENCANA POLA RUANG RTRW
KABUPATEN
Nama Rencana Tata Ruang :
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan : Tanggal: Nama Petugas QC:
NO PENGECEKAN DETAIL SESUAI/TIDAK KETERANGAN
1 Struktur Database Hanya terdapat satu
feature class.
Hanya terdapat satu versi
rencana pola ruang.
Kedetailan informasi atribut
data sesuai skema klasifikasi
pola ruang.
2 Kelengkapan, kesesuaian,
dan nomenklatur dengan
pedoman (Mengikuti
Permen ATR/BPN
16/2018)
Kelengkapan/kedetailan
klasifikasi sesuai dengan dengan
pola ruang RTRW Provinsi/
Kabupaten/Kota.
Pembagian kelas pola ruang
sesuai pedoman yang berlaku.
Nomenklatur kelas pola ruang
sesuai pedoman yang berlaku.
3 Kesesuaian dengan Peta
Dasar
Lingkup terluar sama dengan
batas administrasi.
Penggambaran pola ruang
sesuai dengan unsur dasar yang
tetap muncul berupa jaringan
transportasi dan perairan
(sungai, waduk, dll).
Perubahan penggunaan
lahan/fungsi ruang antara
eksisting dengan rencana yang
logis. Apabila terdapat
perubahan yang kurang logis
seperti eksisting berupa
permukiman/lahan terbangun
sedangkan di pola ruang
berupa pertanian/lahan non-
terbangun maka perlu
dikonfirmasi.
4 Kesesuaian dengan Peta
Tematik
Peruntukan ruang pada pola
ruang harus sesuai dengan peta
tematik status yang ada (kawasan
hutan, KP2B/LP2B, izin
pemanfaatan ruang, dll).
Peruntukan ruang pada pola
ruang harus memperhatikan peta
tematik potensi bencana.
107
Peruntukan ruang pada pola
ruang harus memperhatikan peta
tematik potensi analisis
kemampuan lahan/kesesuaian
lahan yang disusun.
5 Konfirmasi kepentingan
stakeholder
Melakukan konfirmasi dan
penjelasan dalam Berita Acara
tentang akomodasi
kepentingan stakeholder.
- Sudah /
Belum
6 Kesesuaian dengan
Rancangan Peraturan
Daerah
Rincian tiap unsur rencana
pola ruang dalam Ranperda
telah sinkron dengan peta
rencana pola ruang.
* Terlampir
dalam
matriks
keseuaian
Ranperda
dan Peta
Rencana
Hasil Penilaian Tim QC : Diterima / Ditolak *)
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC : Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
108
RENCANA KAWASAN STRATEGIS
A. Pengecekan Struktur Database
1) Hanya terdapat satu feature class untuk Rencana Kawasan
Strategis
Untuk mempermudah dalam penyimpanan, peta Rencana Kawasan Stretagis
hanya dibuat dalam satu feature class, tidak dipisahkan menjadi beberapa
feature class pada tiap klasifikasinya.
2) Hanya terdapat satu versi Rencana Kawasan Strategis
Tidak terdapat beberapa versi file yang ambigu dalam database yang
diberikan. Peta yang diberikan seharusnya sudah jelas sebelum
dikonsultasikan.
3) Informasi dalam atribut data
Karena Peta Rencana Kawasan Strategis yang terdiri dari beberapa kawasan
dengan tema dan nama yang berbeda-beda dijadikan dalam satu feature
class, maka penyusunan atribut harus lengkap dan jelas serta mudah
diidentifikasi sesuai informasi kawasan trategis yang disebutkan dalam
dokumen Ranperda. Maka atribut data Peta Rencana Kawasan Trategis
minimal meliputi tema atau sudut pendang kawasan strategis dan nama
kawasan strategis. Berikut contoh atribut data Peta Rencana Kawasan
Trategis:
Tema Nama
Fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup
Taman Nasional A
Fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup
Taman Nasional B
Sosial dan budaya Kampung Budaya A
Pertumbuhan ekonomi Agropolitan Terpadu A
109
B. Kesesuaian dengan Peta Dasar
1) Lingkup terluar batas administrasi
Batas terluar peta Rencana Kawasan Strategis adalah batas yang sama
dengan database yang ada dalam Peta Dasar.
2) Kenampakan fisik alam dalam peta rencana
Penggambaran kawasan strategis hanya berupa delineasi lokasi kawasan
strategis yang bersifat indikatif berdasarkan teman dan nama kawasan
strategis. Pendetailan batas kawasan strategis akan diatur dalam Perda
tentang Kawasan Strategis yang merupakan turunan dari Perda RTRW.
C. Kesesuaian dengan Peta Tematik
Meskipun delineasi kawasan strategis bersifat indikatif, penggambaran tema
dan nama kawasan strategis harus sesuai dengan lokasi peta tematik
tertentu yang digunakan sebagai dasar penetapan kawasan strategis. Peta
tematik yang digunakan dalam penatapan kawasan strategis tidak dibatasi
atau tergantung dengan kebutuhan penyusunan peta kawasan strategis.
Beberapa contoh penetapan peta kawasan strategis yang didukung oleh
peta tematik:
▪ Penetapan kawasan strategis fungsi daya dukung lingkungan hidup
berupa Taman Nasional berdasarkan peta status kawasan hutan;
▪ Penetapan kawasan strategis fungsi daya dukung lingkungan hidup
berupa perlindungan bencana berdasarkan peta rawan bencana
(bencana yang memiliki risiko bencana alam yang besar);
▪ Penetapan kawasan strategis pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi pengembangan pembangkit listrik tenaga
nuklir berdasarkan peta lokasi pembangkit listrik energi nuklir yang
sudah ada;
▪ Penatapan kawasan strategis ekonomi berupa agropolitan
110
berdasarkan peta KP2B/LP2B; dan sebagainya.
Namun tidak selalu penetapan kawasan strategis harus didukung peta
tematik yang ada. Beberapa contoh penetapan peta kawasan strategis yang
tidak didukung oleh peta tematik:
▪ Penetapan kawasan strategis sosial dan budaya berupa tempat
pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau cagar budaya
tidak berdasarkan peta tematik yang ada;
▪ Penetapan kawasan strategis sosial dan budaya berupa bangunan,
struktur, dan situs cagar budaya tidak berdasarkan peta tematik
yang ada;
▪ Penetapan kawasan strategis ekonomi berupa pengembangan
kawasan tertinggal tidak berdasarkan peta tematik yang ada;
▪ Penetapan kawasan strategis ekonomi berupa pengembangan
kawasan ekonomi cepat tumbuh tidak berdasarkan peta tematik
yang ada; dan sebagainya.
D. Standarisasi Klasifikasi Rencana Kawasan Strategis
1) Klasifikasi Rencana Kawasan Strategis
Klasifikasi mengenai rencana kawasan strategis terdapat dalam Permen
ATR/BPN No. 16 Tahun 2018, diharapkan dalam penyusunannya mengikuti
pedoman yang ada tersebut. Klasifikasi kawasan strategis berupa sudut
pandang atau tema kawasan strategis. Pada RTRW Provinsi, RTRW
Kabupaten, dan RTRW Kota jumlah tema kawasan strategis sama. Terdapat
empat tema kawasan strategis, yaitu:
▪ Pertumbuhan ekonomi,
▪ Sosial budaya,
▪ Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi,
serta
▪ Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Untuk kriteria lebih detail tentang masing-masing tema dapat dilihat pada
pedoman. Yang harus dipastikan dalam pemeriksaan peta kawasan strategis
111
adalah nama kawasan strategis yang sesuai dengan tema yang ada.
2) Nomenklatur Klasifikasi
Disarankan untuk mengikuti nomenklatur tema kawasan strategis yang ada
dalam pedoman.
E. Konfirmasi Kepentingan Stakeholder
1) Melakukan pengecekan terhadap SK Kehutanan
Memastikan apabila terdapat rencana kawasan strategis dengan tema
Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup telah mengacu kepada SK
Kehutanan yang benar dan berlaku.
2) Melakukan konfirmasi dan penjelasan dalam Berita Acara
tentang akomodasi kepentingan stakeholder
Perencanaan tata ruang adalah sebuah bentuk kesepakatan bersama yang
kemudian akan ditaati bersama. Untuk itu dalam pembuatannya perlu
dipastikan beberapa hal ini:
▪ Apakah perencanaan kawasan strategis yang dibuat telah
berkesinambungan dengan level perencanaan di atasnya
(RTRW Nasional / Provinsi)?
▪ Apakah aspek KP2B / LP2B telah dimasukkan dalam
perencanaan kawasan strategis apabila ada tema yang yang
berkaitan?
Pertanyaan ini bertujuan hanya untuk mengingatkan, dan tidak dilakukan
pengecekan secara spasial mengenai hal ini, walau pun sebenarnya terdapat
konsekuensi spasial dalam hal tersebut, namun hal ini adalah ranah
kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan merencanakan
wilayahnya. Yang perlu untuk dilakukan dalam hal ini adalah mengingatkan
pemerintah daerah, dan akan dituliskan dalam Berita Acara terakhir tentang
klausul berikut:
Telah dilakukan diskusi dan penjelasan mengenai pentingnya mengakomodir
kepentingan berbagai stakeholder, aspek perencanaan, dan perijinan, seperti
112
(1) aspek kesinambungan dengan RTRW Nasional / Prvinsi, (2) aspek
ketahanan pangan yang diatur dalam Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B). Mengenai kepastian dipenuhi atau tidaknya berbagai
aspek tersebut bukan ranah Badan Informasi Geospasial untuk melakukan
verifikasi, dan merupakan tanggung jawab dan hak pemerintah daerah
dalam merencanakan wilayahnya.
F. Pengecekan Topologi
Peta kawasan strategis tidak perlu mengikuti aturan topologi pemetaan,
karena pada prinsipnya penggambaran kawasan strategis hanya delineasi
indikatif tanpa memperhatikan batasan fisik. Meskipun penggambaran
kawasan strategis bisa saling tumpang tindih, harus dipastikan delineasi
antar kawasan strategis digambarkan secara proporsional sehingga tidak
menyulitkan dalam pembacaan peta ketika dicetak.
G. Kesesuaian Peta Zonasi dengan Rancangan Peraturan Daerah
Sama halnya dengan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang,
rencana kawasan strategis tentunya harus diamatkan dalam Ranperda.
Sering kali Peraturan Daerah menyebutkan jumlah kawasan strategis secara
rinci, namun secara spasial tidak dapat dipertanggungjawabkan / tidak dapat
diketahui lokasinya.
Perlu dilakukan perunutan pada tiap pasal naskah Ranperda terutama terkait
rencana kawawan strategis atau agar dapat disesuaikan kenyataannya
dengan apa yang ada di peta secara spasial. Hal yang diperhatikan dalam
pengecekan tersebut adalah terkait rincian klasifikasi rencana pola ruang.
Tahapan verifikasi yang perlu dilakukan adalah:
▪ Membaca rancangan peraturan daerah pada bagian rencana
kawasan strategis, kemudian menuliskan daftar tema dan nama
kawasan strategis pada tabel dan menambahkan informasi luas,
posisinya (kabupaten / kecamatan / distrik / desa / kelurahan), dan
letak pasalnya.
▪ Kemudian dibandingkan peta, dituliskan ketidaksesuaiannya.
113
Contoh Tabel Pemeriksaan Kesesuaian Peta Rencana Kawasan Trategis
dengan Ranperda
KESESUAIAN PETA RENCANA KAWASAN STRATEGIS DENGAN RANPERDA
TEMA NAMA PASAL KESESUAIAN CATATAN KET
Fungsi dan daya
dukung lingkungan
hidup
Taman
Nasional A 12 OK Ada
Fungsi dan daya
dukung lingkungan
hidup
Taman
Nasional B 13 (2) OK Ada
Sosial dan budaya Kampung
Budaya A 13 (3) PERBAIKAN Tidak ada
Pertumbuhan
ekonomi
Agropolitan
Terpadu A 13 (4) OK Ada
114
Contoh Tabel Pemeriksaan Peta Rencana Kawasan Strategis
QC05.3-
KPKAB
FORMULIR QC05.3-KPKAB QC
Ke - .....
QC KUALITAS PETA RENCANA KAWASAN STRATEGIS
RTRW KABUPATEN
Nama Rencana Tata Ruang :
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan : Tanggal: Nama Petugas QC:
NO PENGECEKAN DETAIL SESUAI/TIDAK KETERANGAN
1 Struktur Database Hanya terdapat satu
feature class.
Hanya terdapat satu versi
rencana kawasan strategis.
Terdapat 2 kolom utama.
3 Kesesuaian dengan Peta
Dasar
Lingkup terluar sama dengan
batas administrasi.
Batas kawasan strategis tidak
harus sesuai dengan
kenampakan fisik.
4 Kesesuaian dengan Peta
Tematik
Peruntukan ruang pada pola
ruang harus sesuai dengan peta
tematik status yang ada (kawasan
hutan, KP2B/LP2B, izin
pemanfaatan ruang, dll).
Peruntukan ruang pada pola
ruang harus memperhatikan peta
tematik potensi bencana.
Peruntukan ruang pada pola
ruang harus memperhatikan peta
tematik potensi analisis
kemampuan lahan/kesesuaian
lahan yang disusun.
5 Standarisasi rencana
kawasan strategis
Klasifikasi tema dengan nama
kawasan strategis sesuai dengan
pedoman.
Nomenkaltur klasifikasi tema
sesuai dengan pedoman.
6 Konfirmasi kepentingan
stakeholder
Melakukan konfirmasi dan
penjelasan dalam Berita Acara
tentang akomodasi
kepentingan stakeholder.
- Sudah /
Belum
7 Kesesuaian dengan
Rancangan Peraturan
Daerah
Rincian tiap unsur rencana
pola ruang dalam Ranperda
telah sinkron dengan peta
rencana pola ruang.
* Terlampir
dalam
matriks
keseuaian
Ranperda
dan Peta
Rencana
Hasil Penilaian Tim QC : Diterima / Ditolak *)
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC : Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
115
BAB VI
STRUKTUR BASIS DATA DAN ATRIBUT
6.1 ACUAN
Acuan yang dipakai saat ini dalam pemeriksaan struktur basis data dan
atribut untuk Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah Rancangan
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / BPN tentang Standar
Penyusunan Basis Data Peta RTRW, yang pada saat modul pemeriksaan ini
dibuat masih belum ditetapkan. Namun setidaknya dapat memberikan
gambaran standar yang perlu diacu dalam pemeriksaan peta.
Sedangkan untuk pemeriksaan struktur basis data dan atribut Peta Dasar dan
Peta Tematik, yang digunakan adalah standar minimal kesepakatan.
6.2 LATAR BELAKANG
Pentingnya standar struktur basis data dan atribut dalam penyusunan Peta
Rencana Tata Ruang ini mulai dirasa perlu karena beragamnya standar basis
data dan atribut yang dibuat oleh tim GIS penyusun Peta Rencana Tata
Ruang, yang menyebabkan ketidakseragaman kualitas dan menyebabkan
ambiguitas integritas data. Dengan seragamnya basis data ini diharapkan
proses integrasi dan sinkronisasi peta RTRW dalam penyelenggaraan
Kebijakan Satu Peta dapat berjalan dengan lebih mudah.
6.3 RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN
Ketentuan umum pemeriksaan terkait basis data yang harus diperhatikan
untuk RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota yaitu :
• Format file
• Sistem koordinat dan datum
• Struktur feature dataset (GDB) / folderisasi (SHP)
• Penamaan feature class (GDB) / nama file SHP
• Field attribute / kolom dan isian kolom
116
6.3.1 Format File
Tidak ada batasan untuk menggunakan perangkat lunak sistem informasi
geografis (SIG) tertentu dalam penyusunan peta RTRW. Baik perangkat lunak
yang bersifat terbuka (open source) seperti Quantum GIS (QGIS) atau pun
komersial seperti ArcGIS, SuperGIS, MapInfo dan sebagainya bisa
dipergunakan. Terkait format file, format file yang dijelaskan dalam modul ini
dapat dioperasikan secara umum untuk semua perangkat lunak GIS tersebut,
yaitu geodatabase (GDB Folder), Shapefile (.SHP), atau GeoPackage (.GPKG).
6.3.2 Sistem Koordinat dan Datum
Sistem koordinat yang digunakan dalam penyusunan basis data peta RTRW
Provinsi, Kabupaten, dan Kota adalah sistem koordinat geografis, dengan
datum World Geodetic System 1984 (WGS-84).
Sistem koordinat ini dipilih karena cakupan RTRW dapat membentang jauh
dan dapat meliputi dua zona UTM.
Terkait kekhawatiran tidak dapat melakukan perhitungan luasan, hal ini tetap
bisa dilakukan dengan mengganti sistem koordinat pada Data Frame
menjadi projected tipe UTM, atau jika berada di antara dua zona UTM, yang
disarankan perhitungannya adalah menggunakan Cylindricall Equal Area.
Untuk basis data tetap dipilih Geographic Coordinate System dengan datum
WGS-84.
6.3.3 Struktur Feature Dataset (GDB) / Folderisasi (SHP)
Perlu dibuat struktur yang jelas dalam mengorganisir data-data geospasial
yang dibutuhkan dalam penyusunan Peta RTRW. Struktur folder tersebut
adalah:
1) Sumber Data
a) RBI
b) Citra Raw
c) Citra Terkoreksi
117
2) Peta Dasar
a) Batas Administrasi
b) Perairan
c) Transportasi
d) Garis Pantai (jika ada)
e) Tutupan Lahan
f) Kontur
g) Toponim
3) Peta Tematik
a) Data Fisik dan Sosial
▪ peta geomorfologi
▪ peta topografi
▪ peta geologi
▪ peta jenis tanah
▪ peta wilayah sungai (WS) dan daerah aliran sungai (DAS)
▪ peta klimatologi (curah hujan, angin dan temperatur)
▪ peta sebaran lahan gambut
▪ peta kemampuan lahan
▪ peta kawasan resiko bencana
▪ peta jumlah dan kepadatan penduduk
118
b) Data Status
▪ peta batas kawasan hutan
▪ peta kawasan lahan pertanian
▪ peta kawasan pertambangan mineral, minyak dan gas bumi
▪ peta kawasan pariwisata
▪ peta kawasan perikanan dan pemanfaatan sumber daya pesisir,
laut dan pulau-pulau kecil
▪ peta kawasan objek vital nasional dan hankam
▪ peta perizinan pemanfaatan ruang
▪ peta kawasan industri
c) Data Jaringan Prasarana Eksisting
▪ peta jaringan infrastruktur transportasi
▪ peta jaringan infrastruktur energi dan kelistrikan
▪ peta jaringan infrastruktur telekomunikasi
▪ peta jaringan sumber daya air
4) Peta Rencana
a) Peta Pola Ruang
b) Peta Struktur Ruang
c) Peta Kawasan Strategis
5) Album Peta
a) Peta orientasi
b) Peta batas administrasi
c) Peta guna lahan
d) Peta rawan bencana
119
e) Peta sebaran penduduk
f) Peta rencana struktur ruang
g) Peta rencana pola ruang
▪ Peta rencana pola ruang per NLP (per lembaran sesuai skala
perencanaan)
h) Peta penetapan kawasan strategis
6.3.4 Penamaan Feature Class (GDB) / File (SHP)
1) Peta Dasar
• BATASADMINITRASI_LN
• BATASADMINITRASI_AR
• PERAIRAN_LN
• PERAIRAN_AR
• PERAIRANLAINNYA_AR
• TRANSPORTASI_LN
• TRANSPORTASI_AR
• GARISPANTAI_LN
• PENUTUPLAHAN_AR
• KONTUR_LN
• TOPONIM_PT
2) Peta Tematik
• JARINGAN_TRANSPORTASI_PT
• JARINGAN_TRANSPORTASI_LN
• JARINGAN_ENERGI_PT
• JARINGAN_ENERGI_LN
• JARINGAN_TELEKOMUNIKASI_PT
• JARINGAN_TELEKOMUNIKASI_LN
• JARINGAN_SUMBERDAYAAIR_PT
• JARINGAN_SUMBERDAYAAIR_LN
120
• JARINGAN_LAINNYA_PT
• JARINGAN_LAINNYA_LN
• TEMATIK_PT *
• TEMATIK_LN *
• TEMATIK_AR *
* TEMATIK = menyesuaikan nama peta tematik
3) Peta Rencana
• Struktur Ruang
_[KODE WILAYAH] _ [SKALA PETA] _ [BENTUK GEOMETRI] _ [JENIS
RENCANA] _ [NAMAUNSUR] _ [NAMADAERAH] _ [TAHUN]
• Pola Ruang
_[KODE WILAYAH] _ [SKALA PETA] _ [BENTUK GEOMETRI] _ [JENIS
RENCANA] _ [NAMADAERAH] _ [TAHUN]
• Kawasan Strategis
_[KODE WILAYAH] _ [SKALA PETA] _ [BENTUK GEOMETRI] _ [JENIS
RENCANA] _ [NAMADAERAH] _ [TAHUN]
Keterangan:
[KODE WILAYAH]: Merupakan 4 (empat) digit kode daerah yang berasal
dari Permendagri No. 137 Tahun 2017. Untuk provinsi diawali 2 (dua) digit
kode provinsi diikuti angka 00, sedangkan untuk kabupaten/kota diawali 2
(dua) digit kode provinsi diikuti 2 (dua) digit kode kabupaten/kota.
[SKALA PETA]: Menerangkan skala perencanaan RTRW.
• 250PR: RTRW Provinsi
• 50KB: RTRW Kabupaten
• 25KT: RTRW Kota
[BENTUK GEOMETRI]:
• PT : Titik/Point
• LN : Garis/Line
• AR : Area/Polygon
[JENIS RENCANA]:
• SR : Struktur Ruang
• PR : Pola Ruang
121
• KS : Kawasan Strategis
[NAMA UNSUR]: Menerangkan klasifikasi unsur rencana tata ruang yang
mengacu pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan
RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
• TRANSPORTASI
• ENERGI
• TELEKOMUNIKASI
• SUMBERDAYAAIR
• LAINNYA
[NAMA DAERAH]: Menerangkan nama administrasi wilayah provinsi/
kabupaten/ kota
[TAHUN]: Menerangkan tahun Peraturan Daerah
Berikut contoh penamaannya:
Pada prinsipnya, pemeriksaan penamaan dilakukan dengan mengikuti acuan
yang ada dalam Rancangan Permen ATR/BPN terkait Standar Penyusunan
Basisdata RTRW pada Lampiran I (Tata cara pengaturan format penamaan
file) dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran IV (Ketentuan
Bentuk Geometri dan Penamaan Basis Data Peta RTRW).
122
6.3.5 Field Attribute / Kolom dan Isian Kolom
1) Peta Dasar
• BATASADMINITRASI_LN
o JENIS
o STATUS
o SUMBER
• BATASADMINITRASI_AR
o KABUPATEN
o KECAMATAN
o DESA
o SUMBER
• PERAIRAN_LN
o JENIS
o NAMA
o SUMBER
• PERAIRAN_AR
o JENIS
o SUMBER
• PERAIRANLAINNYA_AR
o JENIS
o SUMBER
• TRANSPORTASI_LN
o FUNGSI
o NAMA
o SUMBER
• TRANSPORTASI_AR
o SUMBER
• GARISPANTAI_LN
o JENIS
o SUMBER
• PENUTUPLAHAN_AR
o TUTUPAN
123
o SUMBER
• KONTUR_LN
o INTERVAL
o SUMBER
• TOPONIM_PT
o JENIS
o KEGIATAN
o NAMA
o SUMBER
Keterangan “jenis” terdapat pada Bab pembahasan pemeriksaan peta dasar.
2) Peta Tematik
• Tematik Lainnya
o INFORMASI TEMATIK *
o SUMBER
* Tiap peta tematik memiliki informasi tematik tersendiri, nama dan
jumlah kolom informasinya dapat beragam.
• Tiap Unsur Tematik Jaringan (EKSISTING)
o NAMOBJ
o ORDE1
o ORDE2
o ORDE3
o ORDE4
o SUMBER
Keterangan:
NAMAOBJ: klasifikasi turunan unsur orde terakhir (digunakan untuk
legenda)
ORDE: walau pun ini adalah peta tematik eksisting, diharapkan ikut
mengikuti hierarki klasifikasi pada Lampiran III (Klasifikasi Turunan
Unsur pada RTRW) Rancangan Permen ATR/BPN terkait Standar
Penyusunan Basisdata RTRW.
124
SUMBER: Informasi sumber data tematik eksisting yang dipetakan
beserta tahunnya.
3) Peta Rencana
• Struktur Ruang
o NAMOBJ
o ORDE1
o ORDE2
o ORDE3
o ORDE4
o JNSSSR
o JSJSSR
o STSJRN
o SUMBER_DATA
• Pola Ruang
o NAMOBJ
o ORDE1
o ORDE2
o ORDE3
o ORDE4
o JNSSPR
o WADMPR
o WADMKK
o WADMKC
o KKOP
o KRB
o KP2B
o LUAS_HA
• Kawasan Strategis
o NAMOBJ
o SUDUT KEPENTINGAN
o SUMBER_DATA
125
Keterangan:
• NAMAOBJ: klasifikasi turunan unsur orde terakhir (diambil dari orde
terakhir digunakan untuk klasifikasi legenda)
• ORDE: mengikuti hierarki klasifikasi pada Lampiran III (Klasifikasi
Turunan Unsur pada RTRW) Rancangan Permen ATR/BPN terkait
Standar Penyusunan Basisdata RTRW.
• JNSSSR: Jenis Rencana Struktur Ruang (meliputi beberapa di
antaranya transportasi, energi, telekomunikasi, SD air, lainnya)
• JSJSSR: Jenis Sistem Jaringan (jenis sistem jaringan dalam masing-
masing kategori transportasi, energi, telekomunikasi, SD air, lainnya)
• STSJRN: Status jaringan (eksisting / rencana)
• JNSSPR: Jenis Rencana Pola Ruang (Kawasan Peruntukan Lindung /
Budidaya)
• WADMPR: Wilayah Administrasi Provinsi
• WADMKK: Wilayah Administrasi Kab/Kota
• WADMKC: Wilayah Administrasi Kecamatan
• KKOP: Apakah masuk area KKOP (Ya/Tidak)
• KRB: Menerangkan bagian kawasan perencanaan yang memiliki
potensi bencana dan ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana.
Diisi dengan keterangan jenis bencana.
• KP2B: Menerangkan bagian kawasan budi daya pertanian yang
ditetapkan sebagai kawasan pertanian berkelanjutan (KP2B). Diisi
dengan LP2B / LCP2B / Tidak Ada.
• LUAS_HA: Menerangkan luas cakupan areal kawasan dalam satuan
hektar (ha)
• SUDUT_KEPENTINGAN: Ekonomi / Sosial budaya / Pendayagunaan
Sumberdaya / Pemanfaatan Teknologi / Daya Dukung Lingkungan
Hidup
• SUMBER_DATA: Informasi sumber data.
126
6.4 MEKANISME PEMERIKSAAN
Pada prinsipnya pemeriksaan dari Bab 6.3.1 hingga 6.3.5, yaitu:
• Format file
• Sistem koordinat dan datum
• Struktur feature dataset (GDB) / folderisasi (SHP)
• Penamaan feature class (GDB) / nama file SHP
• Field attribute / kolom
dilakukan dengan menggunakan formulir Quality Control (QC) dengan
menuliskan sesuai atau tidak sesuai, dan jika tidak sesuai, pendetailan
kesalahannya ditambahkan dalam catatan keterangan.
127
6.5 Contoh Form QC Basis Data dan Atribut
Tanggal: Nama Petugas QC:
NO PENGECEKAN DETAIL SESUAI/TIDAK * KETERANGAN
1 Format File Format data geospasial dalam bentuk data GIS
2 Sistem Koordinat dan Datum Sistem koordinat Geografis dengan datum WGS-84
Sumber Data
Peta Dasar
Peta Tematik -
Tematik Fisik Sosial
Tematik Fisik Status
Tematik Jaringan Prasarana Eksisting
Peta Rencana -
Rencana Pola Ruang
Rencana Struktur Ruang
Kawasan Strategis
Album Peta -
Pola Ruang Per NLP
Pola Ruang dan Struktur Ruang
Lainnya
Peta Dasar
Peta Tematik
Peta Rencana
Peta Dasar
Peta Tematik
Peta Rencana -
Rencana Pola Ruang
Rencana Struktur Ruang
Kawasan Strategis
: Diterima / Ditolak *)
Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
CATATAN (komentar/permasalahan/penjelasan) :
QC06-
SDB
RTRW
Formulir QC06- SDB RTRWQC ke- Nama Rencana Tata Ruang Wilayah :
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan:
3 Struktur / Folderisasi
4 Penamaan
5Field / Kolom Attribute dan
Isiannya
Hasil Penilaian Tim QC
Tanggal Akhir QC
Petugas QC
Koordinator QC :
128
Tanggal: Nama Petugas QC: Marhensa
18-Apr-19
NO PENGECEKAN DETAIL SESUAI/TIDAK * KETERANGAN
1 Format File Format data geospasial dalam bentuk data GIS SESUAI
2 Sistem Koordinat dan Datum Sistem koordinat Geografis dengan datum WGS-84 TIDAK Sistem koordinat yang dipakai UTM
Sumber Data TIDAK Tidak mencantumkan Raw Data
Peta Dasar TIDAKBelum mengikuti standar yang disepakati, sudah
diberikan standarnya pada pertemuan ini
Peta Tematik -
Tematik Fisik Sosial TIDAK Belum dikelompokkan dalam tema-tema ini
Tematik Fisik Status TIDAK Belum dikelompokkan dalam tema-tema ini
Tematik Jaringan Prasarana Eksisting TIDAK Belum dikelompokkan dalam tema-tema ini
Peta Rencana -
Rencana Pola Ruang SESUAI
Rencana Struktur Ruang SESUAI
Kawasan Strategis SESUAI
Album Peta -
Pola Ruang Per NLP TIDAK Pola ruang per NLP belum ditunjukkan
Pola Ruang dan Struktur Ruang SESUAI
Lainnya SESUAI
Peta Dasar TIDAKBelum mengikuti standar yang disepakati, sudah
diberikan standarnya pada pertemuan ini
Peta Tematik TIDAKBelum mengikuti standar yang disepakati, sudah
diberikan standarnya pada pertemuan ini
Peta Rencana TIDAKSebaiknya mengikuti ketentuan Rancangan Permen ATR
terkait Standar Basis Data dalam Penyusunan Peta
Peta Dasar SESUAI
Peta Tematik SESUAI
Peta Rencana -
Rencana Pola Ruang TIDAKSebaiknya mengikuti ketentuan Rancangan Permen ATR
terkait Standar Basis Data dalam Penyusunan Peta
Rencana Struktur Ruang TIDAKSebaiknya mengikuti ketentuan Rancangan Permen ATR
terkait Standar Basis Data dalam Penyusunan Peta
Kawasan Strategis TIDAKSebaiknya mengikuti ketentuan Rancangan Permen ATR
terkait Standar Basis Data dalam Penyusunan Peta
DITOLAK
19-Apr-19
Marhensa
Ryan Pribadi
Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
3 Struktur / Folderisasi
QC06-
SDB
RTRW
Formulir QC06- SDB RTRWQC ke- 1Nama Rencana Tata Ruang Wilayah : Revisi RTRW Kabupaten Abc
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan:
PT. Geospasial XYZ
:
4 Penamaan
5Field / Kolom Attribute dan
Isiannya
Hasil Penilaian Tim QC
CATATAN (komentar/permasalahan/penjelasan) :
- Ikuti panduan yang diberikan dalam pemeriksaan ini (diberikan saat asistensi)
- Cermati lagi lampiran I, II, III, dan IV pada Rancangan Permen ATR terkait Standar Basis Data dalam Penyusunan Peta RTRW
- Selesaikan sebaiknya dalam jangka waktu 2 minggu ke depan
Tanggal Akhir QC
Petugas QC
Koordinator QC
129
BAB VII
LAYOUT DAN ALBUM PETA
7.1 LATAR BELAKANG
Tahapan akhir pembuatan peta adalah menyajikannya sesuai dengan tata
letak (layout). Visualisasi data spasial pada prinsipnya adalah bagaimana
menampilkan data spasial tersebut. Data yang dihasilkan dikelompokkan
menjadi tiga yaitu; titik, garis dan area, yang selanjutnya divisualisasikan
dalam bentuk simbol dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu:
a. Sifat dan ukuran data,
b. Bentuk, sifat dan cara penggambaran simbol,
c. Variabel visual yang dapat digunakan, yang berkait erat dengan persepsi.
Bentuk simbol dapat dikelompokkan menjadi simbol titik, garis, dan area;
sedangkan sifat simbol dapat dibedakan menjadi simbol simbol kualitatif dan
simbol kuantitatis; dan cara penggambaran simbol dapat digambarkan
secara piktorial, abstrak/geometrik, dan menggunakan huruf (letter).
Variabel visual digunakan untuk membedakan unsur yang diwakili pada
setiap simbol meliputi: (a) bentuk, (b) ukuran, (c) kepadatan, (d) arah, (e) nilai,
(f) warna, dan (g) posisi. Sedangkan penyajian simbol umumnya harus
melalui 3 (tiga) tingkatan persepsi dalam membaca peta, yaitu: (a) asosiatif,
bila pembaca peta dengan cepat memperoleh kesan yang sama (setingkat)
terhadap semua fenomena yang dipetakan, (b) order, bila pembaca peta
dengan cepat memperoleh kesan bertingkat terhadap semua fenomena
yang dipetakan, dan (c) kuantitatif, bila pembaca peta dengan cepat
memperoleh kesan terhadap kuantitas data/fenomena yang dipetakan.
Aspek-aspek tersebut selanjutnya dikemas dalam satu paket simbol,
sehingga menghasilkan simbol yang sesuai dengan realita di lapangan dan
komunikatif.
Selanjutnya kaidah tata letak (layout) peta yang merupakan penempatan
data spasial yang akan dipetakan bersama-sama dengan unsur-unsur
130
kartografis yang berupa informasi tepi (border information) yaitu: Judul,
Skala, Orientasi, Legenda, Sumber Penyusunan, dsb. Penempatan informasi
tepi dalam hal pembuatan peta RDTR harus dibakukan, supaya menjadi
pedoman utama penyusunan peta RTRW/RDTR.
Informasi tepi tersebut dapat diletakkan sesuai dengan ruang yang tersedia
pada lembar peta, tanpa menghilangkan keseimbangan dan keserasian peta.
Judul pada peta tematik, harus jelas dan singkat, dan memuat 3 W, yaitu
What, When, Where atau Judul peta harus memberi informasi tentang: Apa,
Kapan, dan Dimana. Untuk penulisan skala, harus dituliskan secara lengkap,
yaitu Skala Numerik dan Skala Grafis.
Penyusunan peta tematik memerlukan peta dasar yang digunakan sebagai
dasar untuk menempatkan simbol dari tema yang dipetakan. Peta dasar
berisi informasi yang diambil dari peta topografi/rupabumi. Secara umum,
unsur-unsur yang sering ditampilkan dalam peta tematik adalah:
o Grid & Graticule
o Pola Aliran
o Relief
o Jaringan Perhubungan
o Batas Administrasi
o Nama-nama Geografi
o Detail-detail lain yang erat kaitannya dengan tema yang dipetakan (RTRW
atau RDTR).
131
7.2 PENYAJIAN PETA RTRW
Penyajian peta RTRW dibuat sesuai dengan ketentuan skala jenis
peta RTRW tersebut. Terdapat 3 jenis Peta RTRW yang dimaksud, antara
lain:
a. Peta RTRW Provinsi,
b. Peta RTRW Kabupaten, dan
c. Peta RTRW Kota.
Ketiga jenis RTRW tersebut memiliki ketentuan penyajian yang berbeda-
beda.
7.2.1 Peta RTRW Provinsi
a. Cakupan Lembar Peta
Satu lembar peta skala RTRW Provinsi 1 : 250.000 mencakup daerah
dengan ukuran 1000’ lintang dan 1030’ bujur. Dalam hal yang khusus
terdapat pengecualian untuk mencakup pulau-pulau kecil atau suatu
daratan yang kecil untuk menghindari tambahan lembar peta. Dalam
hal wilayah provinsi memiliki pesisir dan laut, Peta Rencana Tata
Ruang Wilayah provinsi dapat dilengkapi dengan Data Batimetri.
- Peta Rencana Struktur Ruang
Digambarkan pada 1 cakupan Peta Wilayah secara utuh per jenis
struktur ruang. Untuk kepentingan penetapan peraturan
perundang-undangan, Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah dapat
digambarkan dalam beberapa lembar Peta yang tersusun secara
sistematis mengikuti indeks peta dasar skala 1 : 250.000.
- Peta Rencana Pola Ruang
Digambarkan dalam bentuk delineasi. Delineasi kawasan lindung
dan kawasan budi daya harus dipetakan pada lembar kertas yang
menggambarkan wilayah secara utuh. Dalam hal kawasan lindung
dan kawasan budi daya digambarkan dalam bentuk delineasi.
Untuk kepentingan penetapan peraturan perundang-undangan,
Peta Rencana Pola Ruang dapat digambarkan dalam beberapa
132
lembar Peta yang tersusun secara sistematis mengikuti indeks peta
dasar skala 1 : 250.000.
- Peta Kawasan Strategis
Digambarkan pada 1 cakupan Peta Wilayah secara utuh. Untuk
kepentingan penetapan peraturan perundang-undangan, Peta
Kawasan Strategis dapat digambarkan dalam beberapa lembar Peta
yang tersusun secara sistematis mengikuti indeks peta dasar skala 1
: 250.000.
b. Grid Peta
Grid peta hanya ditunjukkan dengan UTM tick pada tepi peta tiap
10.000 m, diberi warna hitam, dan diberi angka tiap 50.000 m.
c. Gratikul
Gratikul digambarkan dengan garis penuh berwarna biru tiap 10’
(menit).
d. Penulisan Nama Unsur
Nama unsur alam, unsur buatan, dan nama wilayah administrasi
yang dicantumkan di dalam peta adalah nama yang telah disahkan
oleh instansi yang berwenang.
e. Simbolisasi Peta RTRW Provinsi Skala 1:250.000
Simbol digunakan untuk merepresentasikan unsur-unsur yang
tercantum di dalam peta. Simbol unsur-unsur peta RTRW Provinsi
skala 1:250.000. Ketentuan tambahannya, yaitu :
− Jika tidak ada pengecualian, titik tengah simbol di peta
mempunyai korelasi dengan titik tengah unsur. Dengan demikian,
arah penempatan nama harus sesuai dengan arah atau bentuk
unsur.
− Semua unsur dalam satu kelompok disajikan dengan mengingat
prinsip generalisasi, dan dengan pergeseran (displacement) paling
kecil.
− Semua simbol seperti jalan, jalur kereta api, dan sungai yang
sejajar satu dengan lainnya, yang karena keterbatasan skala,
133
penempatannya dapat digeser dengan tetap mempertahankan
bentuknya. Jika unsur garis yang teratur dan tidak teratur
berdekatan, yang digeser adalah unsur yang tidak teratur. Jika
terdapat unsur yang tingkatannya lebih rendah daripada unsur
utama, misalnya, pagar dan sungai, yang digeser adalah unsur
yang tingkatannya lebih rendah (pagar).
− Jika dua batas wilayah administratif berimpitan, maka batas
wilayah administraif yang lebih rendah tingkatannya ditiadakan
atau tidak digambar.
f. Informasi Peta (Tata Letak Peta)
Informasi peta berisi antara lain judul peta, instansi pembuat,
keterangan riwayat, sumber peta, dan tahun pembuatan.
7.2.2 Peta RTRW Kabupaten
a. Cakupan Lembar Peta
Satu lembar peta RTRW Kabupaten skala 1 : 50.000 mencakup
daerah dengan ukuran 15’ lintang dan 15’ bujur. Dalam hal yang
khusus terdapat pengecualian untuk mencakup pulau-pulau kecil atau
suatu daratan yang kecil untuk menghindari tambahan lembar peta.
Dalam hal wilayah kabupaten memiliki pesisir dan laut, Peta Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten dapat dilengkapi dengan Data
Batimetri.
- Peta Rencana Struktur Ruang
Digambarkan pada 1 cakupan Peta Wilayah secara utuh per jenis
struktur ruang. Untuk kepentingan penetapan peraturan
perundang-undangan, Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah dapat
digambarkan dalam beberapa lembar Peta yang tersusun secara
sistematis mengikuti indeks peta dasar skala 1 : 50.000.
- Peta Rencana Pola Ruang
Digambarkan dalam bentuk delineasi. Delineasi kawasan lindung
dan kawasan budi daya harus dipetakan pada lembar kertas yang
menggambarkan wilayah secara utuh. Dalam hal kawasan lindung
134
dan kawasan budi daya digambarkan dalam bentuk delineasi.
Untuk kepentingan penetapan peraturan perundang-undangan,
Peta Rencana Pola Ruang dapat digambarkan dalam beberapa
lembar Peta yang tersusun secara sistematis mengikuti indeks peta
dasar skala 1 : 50.000.
- Peta Kawasan Strategis
Digambarkan pada 1 cakupan Peta Wilayah secara utuh. Untuk
kepentingan penetapan peraturan perundang-undangan, Peta
Kawasan Strategis dapat digambarkan dalam beberapa lembar Peta
yang tersusun secara sistematis mengikuti indeks peta dasar skala 1
: 50.000.
b. Grid Peta
Grid peta hanya ditunjukkan dengan UTM tick pada tepi peta tiap
1.000 m, diberi warna hitam, dan diberi angka tiap 5.000 m.
c. Gratikul
Gratikul digambarkan dengan garis penuh berwarna biru tiap 1’
(menit).
d. Penulisan Nama Unsur
Nama unsur alam, unsur buatan, dan nama wilayah administrasi
yang dicantumkan di dalam peta adalah nama yang telah disahkan
oleh instansi yang berwenang.
e. Simbolisasi Peta RTRW Kabupaten Skala 1:50.000
Simbol digunakan untuk merepresentasikan unsur-unsur yang
tercantum di dalam peta. Simbol unsur-unsur peta RTRW Kabupaten
skala 1:50.000. Ketentuan tambahannya, yaitu :
− Jika tidak ada pengecualian, titik tengah simbol di peta
mempunyai korelasi dengan titik tengah unsur. Dengan demikian,
arah penempatan nama harus sesuai dengan arah atau bentuk
unsur.
135
− Semua unsur dalam satu kelompok disajikan dengan mengingat
prinsip generalisasi, dan dengan pergeseran (displacement) paling
kecil.
− Semua simbol seperti jalan, jalur kereta api, dan sungai yang
sejajar satu dengan lainnya, yang karena keterbatasan skala,
penempatannya dapat digeser dengan tetap mempertahankan
bentuknya. Jika unsur garis yang teratur dan tidak teratur
berdekatan, yang digeser adalah unsur yang tidak teratur. Jika
terdapat unsur yang tingkatannya lebih rendah daripada unsur
utama, misalnya, pagar dan sungai, yang digeser adalah unsur
yang tingkatannya lebih rendah (pagar).
− Jika dua batas wilayah administratif berimpitan, maka batas
wilayah administraif yang lebih rendah tingkatannya ditiadakan
atau tidak digambar.
f. Informasi Peta (Tata Letak Peta)
Informasi peta berisi antara lain judul peta, instansi pembuat,
keterangan riwayat, sumber peta, dan tahun pembuatan.
7.2.3 Peta RTRW Kota
a. Cakupan Lembar Peta
Satu lembar peta RTRW Kota skala 1 : 25.000 mencakup daerah
dengan ukuran 7,5’ lintang dan 7,5’ bujur. Dalam hal yang khusus
terdapat pengecualian untuk mencakup pulau-pulau kecil atau suatu
daratan yang kecil untuk menghindari tambahan lembar peta. Dalam
hal wilayah kota memiliki pesisir dan laut, Peta Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota dapat dilengkapi dengan Data Batimetri.
- Peta Rencana Struktur Ruang
Digambarkan pada 1 cakupan Peta Wilayah secara utuh. Untuk
kepentingan penetapan peraturan perundang-undangan, Peta
Rencana Struktur Ruang Wilayah dapat digambarkan dalam
136
beberapa lembar Peta yang tersusun secara sistematis mengikuti
indeks peta dasar skala 1 : 25.000.
- Peta Rencana Pola Ruang
Digambarkan dalam bentuk delineasi. Delineasi kawasan lindung
dan kawasan budi daya harus dipetakan pada lembar kertas yang
menggambarkan wilayah secara utuh. Dalam hal kawasan lindung
dan kawasan budi daya digambarkan dalam bentuk delineasi.
Untuk kepentingan penetapan peraturan perundang-undangan,
Peta Rencana Pola Ruang dapat digambarkan dalam beberapa
lembar Peta yang tersusun secara sistematis mengikuti indeks peta
dasar skala 1 : 25.000.
- Peta Kawasan Strategis
Digambarkan pada 1 cakupan Peta Wilayah secara utuh. Untuk
kepentingan penetapan peraturan perundang-undangan, Peta
Kawasan Strategis dapat digambarkan dalam beberapa lembar Peta
yang tersusun secara sistematis mengikuti indeks peta dasar skala 1
: 25.000.
b. Grid Peta
Grid peta hanya ditunjukkan dengan UTM tick pada tepi peta tiap
500 m, diberi warna hitam, dan diberi angka tiap 2.500 m.
c. Gratikul
Gratikul digambarkan dengan garis penuh berwarna biru tiap 30".
d. Penulisan Nama Unsur
Nama unsur alam, unsur buatan, dan nama wilayah administrasi
yang dicantumkan di dalam peta adalah nama yang telah disahkan
oleh instansi yang berwenang.
e. Simbolisasi Peta RTRW Kota Skala 1:25.000
Simbol digunakan untuk merepresentasikan unsur-unsur yang
tercantum di dalam peta. Simbol unsur-unsur peta RTRW Kota skala
1:25.000. Ketentuan tambahannya, yaitu:
137
− Jika tidak ada pengecualian, titik tengah simbol di peta
mempunyai korelasi dengan titik tengah unsur. Dengan demikian,
arah penempatan nama harus sesuai dengan arah atau bentuk
unsur.
− Semua unsur dalam satu kelompok disajikan dengan mengingat
prinsip generalisasi, dan dengan pergeseran (displacement) paling
kecil.
− Semua simbol seperti jalan, jalur kereta api, dan sungai yang
sejajar satu dengan lainnya, yang karena keterbatasan skala,
penempatannya dapat digeser dengan tetap mempertahankan
bentuknya. Jika unsur garis yang teratur dan tidak teratur
berdekatan, yang digeser adalah unsur yang tidak teratur. Jika
terdapat unsur yang tingkatannya lebih rendah daripada unsur
utama, misalnya, pagar dan sungai, yang digeser adalah unsur
yang tingkatannya lebih rendah (pagar).
− Jika dua batas wilayah administratif berimpitan, maka batas
wilayah administraif yang lebih rendah tingkatannya ditiadakan
atau tidak digambar.
f. Informasi Peta (Tata Letak Peta)
Informasi peta berisi antara lain judul peta, instansi pembuat,
keterangan riwayat, sumber peta, dan tahun pembuatan.
138
7.3 PENYUSUNAN ALBUM PETA RTRW
Ada 2 bagian penting dalam penyusunan album peta, yaitu :
− Muka Peta, dimana dalam bagian ini diperlihatkan daerah permukaan
bumi yang dipetakan dan termasuk warna dan simbol yang
mempermudah dalam membaca peta.
− Informasi Tepi, dimana dalam bagian ini diperlihatkan simbol, warna dan
artinya dan riwayat peta kapan, dimana dan bagaimana peta tersebut
dibuat.
7.3.1 Penomoran Lembar Peta RTRW
Penomoran lembar peta rencana tata ruang wilayah yang meliputi
peta pola ruang, struktur ruang dan kawasan strategis mengikuti indeks
pada peta RBI Badan Informasi Geospasial tergantung kepada skala yang
digunakan.
Apabila peta tata ruang disajikan dalam beberapa lembar peta,
maka cara pemecahan peta itu menjadi beberapa lembar harus
mengikuti sistem indeks penomoran peta RBI Badan Informasi
Geospasial, dan sistem penomoran dan judul peta yaitu :
a. RTRW Provinsi
Nomor lembar peta rencana tata ruang wilayah adalah empat digit
nomor indeks peta RBI Badan Informasi Geospasial skala 1 : 250.000
yang diletakkan pada bagian atas dari kotak legenda yang
menampilkan judul /tema peta rencana tata ruang.
b. RTRW Kabupaten
Nomor lembar peta rencana tata ruang wilayah adalah empat digit
nomor indeks peta RBI Badan Informasi Geospasial diikuti tanda
sambung (“-“) dan dua digit setelahnya sesuai penomoran lembar
peta RBI Badan Informasi Geospasial skala 1 : 50.000 yang telah diatur
139
sebelumnya, yang diletakkan pada bagian atas dari kotak legenda
yang menampilkan judul /tema peta rencana tata ruang.
c. RTRW Kota
Nomor lembar peta rencana tata ruang wilayah adalah empat digit
nomor indeks peta RBI Badan Informasi Geospasial diikuti tanda
sambung (“-“) dan tiga digit setelahnya sesuai penomoran lembar
peta RBI Badan Informasi Geospasial skala 1 : 25.000 yang telah diatur
sebelumnya, yang diletakkan pada bagian atas dari kotak legenda
yang menampilkan judul /tema peta rencana tata ruang.
7.3.2 Kaidah Layout Peta RTRW
a. Simbolisasi dan Pewarnaan
Simbolisasi dan pewarnaan pada album peta RTRW mengacu pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013
Tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang, terutama pada peta Pola
dan Struktur Ruang, sedangkan untuk klasifikasinya dapat mengacu
pada Peraturan Menteri ATR No. 1 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten dan
Kota. Apabila ada beberapa unsur yang belum ada atau minimal ada
direktorinya pada RSNI Spesifikasi Penyajian Peta RTRW Provinsi,
Kabupaten dan Kota, maka pewarnaan peta RTRW dapat mengacu
pada format RSNI tersebut.
140
b. Informasi Tepi
- Pemerintah Daerah yang Bertanggung jawab
Berisi tentang keterangan nama pemerintah daerah yang
bertanggungjawab dalam penyusunan peta RTRW yang dibuat.
- Nama Dokumen RTRW dan Tahun Penyusunan
Berisi tentang informasi mengenai nama dokumen RTRW dan
rentang waktu penyusunan RTRW yang dibuat.
- Judul Peta
Judul peta mengikuti peta yang dibuat.
- Arah Utara dan Skala
Arah utara menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan skala
dilengkapi dengan skala angka dan skala grafis.
- Keterangan Proyeksi
Berisi tentang keterangan sistem proyeksi, sistem grid dan datum
horizontal.
- Diagram Lokasi
141
Berisi tentang informasi orientasi peta yang dibuat terhadap
wilayah administrasi di sekitarnya. Diagram Lokasi ini dilengkapi
dengan koordinat geografis dalam bahasa Indonesia.
- Legenda
Legenda berisi tentang keterangan mengenai simbol-simbol yang
terdapat dalam muka peta. Keterangan simbol ini harus sesuai
dengan semua simbol yang terdapat dalam peta.
142
- Sumber Peta
Sumber data berisi informasi tentang informasi data apa saja yang
digunakan dalam pembuatan peta yang dibuat. Informasi tersebut
disebutkan secara lengkap dengan skala dan tahun pembuatan
data.
143
c. Tata Letak Layout Peta
Tata letak penyajian layout Peta RTRW, diantaranya:
- Landscape Normal
- Landscape Memanjang
144
- Portrait
145
- Penyajian berdasarkan indeks
d. Ketentuan Lain
- Garis Batas Wilayah Administratif
Semua garis batas wilayah administratif (garis batas provinsi,
kabupaten atau kota, kecamatan, dan desa atau kelurahan) dan
garis batas negara (garis batas zona ekonomi eksklusif, garis batas
zona tambahan, dan garis batas laut teritorial) yang tercantum
dalam peta RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota merupakan batas
indikatif, kecuali jika masing – masing daerah yang menyusun
RTRW sudah melakukan penegasan batas wilayah yang disahkan
dalam bentuk Permendagri.
top related