dampak munculnya juru parkir ilegal terhadap...
Post on 06-Apr-2019
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DAMPAK MUNCULNYA JURU PARKIR ILEGAL TERHADAP
RETRIBUSI PARKIR KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2016
Naskah Publikasi
Oleh
AZJANDRI ALDINO
NIM. 090565201069
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
DAMPAK MUNCULNYA JURU PARKIR ILEGAL TERHADAP
RETRIBUSI PARKIR KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2016
AZJANDRI ALDINO
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP, UMRAH, aldinobatam@gmail.com
A B S T R A K
Permasalahan retribusi parkir khususnya di kota Tanjungpinang seakan menjadi
permasalahan yang tidak ada ujungnya. Mulai dari masalah penerimaan retribusi parkir yang
masih banyak menemukan kendala dalam pengelolaannya dimana masih banyak kawasan parkir
yang strategis tetapi tidak terdaftar. Parkir sebagai kawasan perparkiran serta permasalahan
retribusi parkir di tepi jalan umum yang aturannya sangat tidak jelas dan sering disalahgunakan
oleh oknum yang tidak bertanggung-jawab yang menggunakan momen tersebut untuk meraup
keuntungan. Penelitian ini bertujuan untuk dampak yang ditimbulkan oleh munculnya juru parkir
illegal di Kota Tanjungpinang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif yang diperoleh berdasarkan
kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi yang didapat selama
penelitian berlangsung. Penelitian dilakukan di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi
Kota Tanjungpinang. Perencanaan dalam hal ini penentuan target retribusi parkir pertahunnya
masih belum efektif karena tidak didukung oleh data-data yang akurat mengenai kawasan-
kawasan parkir liar yang dimanfaatkan orang-orang untuk memperoleh keuntungan. Sehingga
masih ada kawasan parkir di Kota Tanjungpinang yang tidak memiliki legalitas yang seyogyanya
jika kawasan parkir tersebut terdaftar akan menambah penerimaan retribusi parkir di Kota
Tanjungpinang. Pengorganisasian dalam hal ini standar kerja sikap dari juru parkir pungutan
retribusi parkir yang mengalami kendala dalam jumlah personel sehingga masih ada beberapa
petugas yang belum memenuhi aturan-aturan dalam pelaksanaannya. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa sistem pengawasan internal Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informasi Kota Tanjungpinang belum dilaksanakan dengan efektif dan rutin karena pendapatan
dari retribusi parkir yang diterima tidak langsung disetor sepenuhnya ke Kas Daerah Kota
Tanjungpinang sehingga memungkinkan terjadinya penyelewengan terhadap dana yang
mengendap tersebut. Pemantauan di lapangan yang kurang dan tidak tegas kepada juru parkir
maupun pengawas parkir. Dengan melakukan evaluasi berkala akan semakin memperbaiki
kinerja dan akan dapat menghasilkan dampak positif yang lebih signifikan lagi ke depannya.
Kata Kunci : Dampak, Juru Parkir Ilegal, Retribusi Parkir
DAMPAK MUNCULNYA JURU PARKIR ILEGAL TERHADAP
RETRIBUSI PARKIR KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2016
AZJANDRI ALDINO
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP, UMRAH, aldinobatam@gmail.com
A B S T R A C T
Problems parking fees, especially in the city of Tanjungpinang as a problem that has no end.
Starting from the reception problems parking fees are still many obstacles in its management,
there are many areas where parking is convenient but not registered. Parking as the parking
area as well as the problem of parking fees by the public road which rules are very unclear and
often abused by a person who is not responsible for the use of the moment to make a profit. This
study aims to impact caused by the emergence of illegal parking attendants in Tanjungpinang.
This research uses descriptive method with qualitative approach and qualitative analysis method
is obtained based reasoning ability of researchers in connecting facts, data, and information
obtained during the study. The study was conducted at the Department of Communication and
Information Tanjungpinang. Planning in this case targeting annual parking fees have not been
effective because it is not supported by accurate data regarding illegal parking areas are
exploited people for gain advantage. So there is a parking area in Tanjungpinang that it has no
legality that should be registered if the parking area will increase revenues of parking fees in the
city of Tanjungpinang. Organizing in this case the standard work attitude of parking attendants
levy parking charges which have constraints in the number of personnel so that there are still
some officers who do not meet the rules of implementation. Based on the survey results revealed
that the internal control systems Department of Communication and Information Tanjungpinang
have not been implemented effectively and regularly as revenue from parking fees received are
not directly passed on to the Regional Treasury Tanjungpinang enabling the diversion of the
funds that settles it. Monitoring in the field less and not explicitly to parking attendants and
parking supervisor. By conducting periodic evaluations will further improve performance and
will be able to produce a positive impact even more significant in the future.
Keywords: Impact, Interpreter Illegal parking, parking levies
Latar Belakang Masalah
Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 Januari
2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan yang dapat
membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Setiap daerah tersebut mempunyai hak
dan kewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk
menyelenggarakan pemerintah tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan terhadap
masyarakat.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah salah satu
landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini
disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah kabupaten dan kota diselenggarakan
dengan memperhatikan prinsip-perinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan, serta memperhatikan potensi dan keaneka-ragaman Daerah. (Mardiasmo 2004 : 8).
Pembiayaan pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan
senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin
dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, yaitu mulai
tanggal 1 Januari 2001. Dengan adanya otonomi, daerah dipacu untuk lebih berkreasi mencari
sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. (Siahaan,
2010).
Oleh sebab itu masalah parkir diatur di dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 1992
tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Keberadaan tempat parkir sangat membantu masyarakat
khususnya bagi mereka yang memiiki kendaraan. Dapat dibayangkan apabila tidak terdapat
tempat parkir. Hal inilah yang membuat lahan parkir dapat dijadikan suatu bisnis yang sangat
menggiurkan, karena setiap orang yang memiliki kendaraan pasti memerlukan tempat parkir
ditambah lagi peningkatan jumlah kendaraan di kota – kota besar Indonesia dari tahun ke tahun
selalu bertambah.
Kota Tanjungpinang sebagai salah satu kota di Indonesia juga berusaha untuk terus
melakukan pembangunan terhadap daerahnya dengan tidak hanya bergantung pada anggaran
pemerintah pusat. Hal ini dapat dilihat dari upaya yang terus dilakukan pemerintah kota
Tanjungpinang untuk meningkatkan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Retribusi Daerah
menjadi salah satu jenis PAD yang memberi kontribusi cukup besar. Diantara retribusi daerah
yang ada, retribusi parkir merupakan sumber pendapatan di Kota Tanjungpinang dalam hal ini
dikelola Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Kota Tanjungpinang. Pengelolaaan
retribusi parkir di jalan umum, masih kurang memadai dalam hal menangani permasalahan
retribusi parkir di jalan umum Kota Tanjungpinang. Kemudian untuk dapat mencapai kenaikan
PAD tahun 2016 maka Pemerintah Kota Tanjungpinang mengeluarkan Peraturan Walikota
(Perwako) Nomor 4 Tahun 2016 tentang petunjuk Pelaksana Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Dan Retribusi Perparkiran, yang
telah disahkan sejak awal 2016.
Dari hal pengelolaan lahan parkir yang menggunakan jalan umum sebagai tempat parkir
di kota Tanjungpinang, hingga pengelolaan pembayaran retribusi parkir, yang dilakukan
masyarakat kepada juru parkir, yang telah di tunjuk oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika Kota Tanjungpinang. Berdasarkan hasil pengamatan, masih terjadi penyimpangan
atau ketidaksesuaian antara apa yang tertulis dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016,
dengan realita yang ada di lapangan. Juru parkir yang ada di lapangan terdapat dua jenis, yakni
juru parkir resmi yang terdaftar dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Kota
Tanjungpinang dan juru parkir tidak resmi yang tidak terdaftar dalam Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang.
Selain itu Penyediaan karcis masih menjadi pro kontra dalam masyarakat sendiri, dimana
menurut sebagian masyarakat penggunaan karcis itu sendiri tidak terlalu efisiensi dalam
penanganan retribusi parkir, karena nantinya karcis itu hanya dibuang begitu saja oleh
masyarakat. Namun beberapa masyarakat menyetujui untuk menggunakan karcis sebagai bukti,
bahwa masyarakat ikut serta pelaksnaan pembayaran retribusi parkir, agar hasil retribusi yang
telah disetorkan oleh masyarakat tidak di salah gunakan oleh pihak parkir itu sendiri atau pihak
lainnya.
Retribusi Parkir merupakan salah satu jenis retribusi yang memiliki potensi cukup tinggi
untuk ditingkatkan penerimaannya. Namun dalam kenyataannya, kontribusi penerimaan
Retribusi parkir kota Tanjungpinang bisa dikatakan masih belum maksimal. Jumlah kendaraan
terus bertambah, tapi retribusi yang didapat tidak bertambah-tambah. Bila dilihat dari potensi,
jumlah kendaraan, dan surat perintah tugas (SPT) yang dikeluarkan, capaian tersebut jelas jauh
dari kata memuaskan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tanjungpinang pada sektor retribusi
parkir 2015 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2014 silam.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul: “Dampak Munculnya Juru Parkir Ilegal Terhadap
Retribusi Parkir Kota Tanjungpinang Tahun 2016 “
Perumusan Masalah
Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian dan
untuk lebih memudahkan penelitian nantinya. Hal ini senada dengan pendapat “Agar penelitian
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis merumuskan masalahnya sehingga jelas
dari mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan apa” (Arikunto, 1998:17)
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dalam melakukan penelitian ini merumuskan
masalah sebagai berikut :“Bagaimana Dampak Munculnya Juru Parkir Ilegal Terhadap
Retribusi Parkir Kota Tanjungpinang Tahun 2016?”
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dituliskan di atas maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pemungutan retribusi parkir dalam upaya
meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Tanjungpinang.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk menambah dan meningkatkan cara
berpikir positif serta mengembangkan kemampuan menganalisa permasalahan yang
dihadapi di lapangan.
b. Bagi Fisip Umrah, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa
yang tertarik dalam bidang ini.
c. Bagi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang, dapat
memberikan masukan dan saran-saran dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Konsep Operasional
Konsep operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara
mengukur suatu variabel, dengan kata lain konsep operasional bisa dijadikan petunjuk
pelaksanaan dalam mengukur suatu variabel. Fungsi dari konsep operasional adalah sebagai alat
untuk mengindentifikasi fenomena atau gejala – gejala yang diamati dengan jelas, logika, atau
penalaran yang digunakan oleh peneliti untuk menerangkan fenomena yang diteliti atau dikaji.
Operasionalisasi konsep dalam hal ini dapat dilihat dari dimensi menurut Dwiyanto (2008:80).
Dalam hal ini peneliti menggunakan 4 indikator menyesuaikan permasalahan di lapangan, yaitu
antara lain :
1. Akuntabilitas : Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala
bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
2. Pengawasan : Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggara
pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan
masyarakat luas.
3. Profesionalisme : Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan
agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, dan tepat.
4. Transparansi : Menciptakan kepercayaan timbal – balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam
memperoleh informasi.
Metode Penelitian
a. Pendekatan penelitian
Metodologi penelitian adalah sebagai suatu usaha atau proses untuk mencari jawaban atas
suatu pertanyaan atau masalah dengan cara yang sabar, hati-hati, terencana, sistematis atau
dengan cara ilmiah dengan tujuan untuk menemukan fakta atau prinsip-prinsip, mengembangkan
dan menguji kebenaran ilmiah suatu pengetahuan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan,
menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak
dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif ( Saryono, 2010:1).
Penelitian yang dilakukan bersifat Deskriptif yaitu untuk mengetahui atau
menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti atau penelitian yang dilakukan terhadap
variabel mandiri atau tunggal, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan
variabel lain.
Penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara terperinci karakeristik suatu individu
atau kelompok, gejala, fenomena,aksi dan reaksi dan lain - lain yang berhubungan dengan dunia
sosial yang merupakan objek penelitian. Penelitian dilakukan tidak semata - mata melihat dan
mengobservasi tetapi juga menganalisa, mengkategorikan,memperbandingkan, menafsirkan, dan
lain sebagainya. Sehingga ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif.
Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah Deskriptif.
Terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana
adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta dan memberikan gambaran secara
obyektif tentang keadaan sebenarnya.
b. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika Kota Tanjungpinang. Hal ini didasarkan karena instansi tersebut diberi kewenangan
untuk melakukan pemungutan dan mengelola retribusi daerah salah satunya adalah retribusi
parkir.
c. Informan Penelitian
Pada penelitian yang bersifat kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi
dari hasil penelitian. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal dengan adanya
populasi dan sampel ( Bagong Suyanto, 2005:171).
Informan dalam penelitian ini adalah orang yang benar-benar tahu atau pelaku yang
terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman
tentang penelitian, serta dapat memberikan pandangannya tentang nilai-nilai, sikap, proses dan
kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat. Dengan demikian penelitian ini memutuskan
penggunaan teknik purposive sampling dimana pengumpulan data jumlah informan ditentukan
berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan. Adapun yang menjadi key informan ialah Kepala
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang dan yang menjadi
informan ialah Satgas Bidang Perparkiran Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota
Tanjungpinang dan Pengawas Parkir yang sah.
Teknik Pengumpulan data
Untuk memperoleh data, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Teknik Pengumpulan Data Primer.
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan atau lokasi penelitian.
Untuk mendapatkan data primer tersebut, peneliti menggunakan cara:
1. Wawancara Mendalam (Deep Interview)
Memperoleh data/informasi untuk penelitian dengan cara tatap muka. Peneliti
mengadakan tanya jawab dengan para informan untuk memperoleh data mengenai hal-
hal yang ada kaitannya dengan masalah pembahasan skripsi ini dalam hal melakukan
wawancara digunakan pedoman pertanyaan yang disusun berdasarkan kepentingan
masalah yang diteliti.
2. Pengamatan (Observation)
Penelitian dengan pengamatan langsung objek penelitian dengan melihat, dan mencatat
gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan
sebagai acuan mengenai topik penelitian (Bungin, 2007:116).
b. Teknik Pengumpulan Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan. Data-data
yang dikumpulkan merupakan data yang mempunyai kesesuaian dan kaitan dengan
kebutuhan penelitian yang dilakukan. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dengan
cara :
1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan merupakan cara untuk mengumpulkan data dengan
menggunakan dan mempelajari literatur buku-buku kepustakaan yang ada untuk
mencari konsepsi-konsepsi dan teori-teori yang berhubungan erat dengan
permasalahan. Studi kepustakaan bersumber pada laporan-laporan, dokumen-dokumen
yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, skirpsi, buku, surat kabar, majalah.
Teknik Analis Data
Teknik analisis data merupakan sebuah program atau sistem pengolahan data yang
dirancang dengan tujuan untuk mempermudah membaca dan memaparkan data hasil penelitian.
Dalam membahas tentang analisis data dalam penelitian kualitatif, Huberman dan Miles
mengajukan model analisis data yang disebutnya model interaktif. Model interaktif ini terdiri
dari tiga hal utama yaitu :
1. Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Tentu saja proses reduksi data ini tidak harus menunggu data terkumpul semuanya
dahulu baru melaksanakan analisis namun dapat dilakukan sejak data masih sedikit sehingga
selain meringankan kerja peneliti juga memudahkan peneliti dalam melakukan kategorisasi
data yang telah ada. Jika hal tersebut telah dilakukan data akan secara mudah dimasukkan
dalam kelompok kelompok yang telah dibuat oleh peneliti. Reduksi data adalah merangkum
dan memfokuskan hal-hal yang penting dalam penelitian dengan mencari tema dan pola
hingga memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk mencari data
selanjutnya.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Penyajian data dilakukan untuk
mempermudah peneliti memahami data yang diperoleh selama penelitian dibuat dalam
bentuk uraian atau teks yang bersifat naratif, bagan atau dalam bentuk tabel.
3. Penarikan kesimpulan/verifikasi
Penarikan kesimpulan adalah usaha penarikan arti data yang telah ditampilkan, sesuai sejauh
mana pemahaman peneliti daninterpretasi yang dibuatnya. Beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam proses ini adalah dengan melakukan pencatatan untuk pola pola dan tema-
tema yang sama, pengelompokan dan pencarian kasus negatif (kasus khas, berbeda, mungkin
pula menyimpang).
Landasan Teoritis
Dalam rangka menyusun penelitian ini dan untuk mempermudah penulis didalam
menyelesaikan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman
untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot. Pedoman tersebut disebut kerangka teori.
Menurut Sugiono (2005:55) menyebutkan landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian itu
mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba.
Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah :
1. Dampak
Pengertian Dampak
Dampak adalah akibat, imbas atau pengaruh yang terjadi (baik positif atau negatif)
dari sebuah tindakan yang dilakukan oleh satu atau sekelompok orang yang melakukan
kegiatan tertentu.
2. Legalitas
Pengertian Legalitas
Legalitas adalah keabsahan dalam suatu tindakan. Sementara asas legalitas adalah
asas yang tidak mempunyai tindakan atau perbuatan yang dilarang atau diancam pidana,
apabila belum ada dalam perundang – undangan
3. Konsep Pengelolaan
Secara umum pengelolaan merupakan kegiatan merubah sesuatu menjadi baik berat
memiliki nilai – nila yang tinggi dari semula. Pengelolaan dapat juga diartikan sebagai
untuk melakukan sesuatu agar lebih sesuai serta cocok dengan kebutuhan sehingga lebih
bermanfaat.
Pengelolaan merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen. Secara
etomologi istilah pengelolaan berasal dari kata kelola (to manage) dan biasanya merujuk
pada proses mengurus atau menangani sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu ( Nugroho :
2003).
Sedangkan menurut Syamsu menitikberatkan pengelolaan sebagai fungsi manajemen
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian dan pengontrolan untuk
mencapai efisiensi pekerjaan. Pengelolaan dalam administrasi adalah merupakan suatu
proses yang dimulai dari proses perencanaan, pengawasan, penggerakan sampai dengan
proses pencapaian tujuan (Sukanto : 1986).
4. Juru Parkir
Pengertian Juru Parkir
Juru parkir yang disebut juga sebagai Jukir adalah orang yang membantu mengatur
kendaraan yang keluar masuk ke tempat parkir. Jukir juga berfungsi untuk mengumpulkan
biaya parkir dan memberikan karcis kepada pengguna parkir pada saat akan keluar dari
ruang parkir. Tarif parkir pada lokasi yang demikian biasanya tarif fixed, tidak tergantung
waktu karena karcis tidak dilengkapi dengan waktu kedatangan dan waktu kendaraan
meninggalkan ruang parkir.
5. Retribusi
Pengertian Retribusi
Retribusi menurut UU no. 28 tahun 2009 adalah pungutan sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah untuk kepentingan pribadi atau badan. Berbeda dengan pajak pusat seperti
Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pajak, Retribusi yang dapat di sebut sebagai Pajak Daerah dikelola oleh Dinas Pendapatan
Daerah (Dispenda).
Pengertian retribusi menurut Rochmad Sumitro (Victor M. Situmorang dan
Cormentyna Sitanggang, 1994:205) bahwa : ”Pembayaran-pembayaran kepada negara yang
dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara”.
Sedangkan menurut S. Munawir (Victor M. Situmorang dan Cormentyna
Sitanggang, 1994:205) bahwa retribusi yaitu iuran kepada Pemerintah yang dapat
dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk.Paksaan di sini bersifat ekonomis
karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, dia tidak dikenakan
iuran itu.
Lain halnya menurut Marihot P. Siahaan (2005:5) bahwa pengertian Retribusi yaitu
pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan
oleh negara bagi penduduknya secara perorangan.Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat
langsung yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara.
6. Retribusi Daerah
Pengertian Retribusi Daerah
Menurut Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud dengan
retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan.
7. Retribusi Parkir
Dalam Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2014 tentang perparkiran dikatakan bahwa :
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan bermotor yang bersifat sementara
yang ditinggalkan pengemudi. Definisi lain tentang parkir terdapat dalam kamus umum
bahasa Indonesia,bahwa “Parkir adalah menghentikan kendaran bermotor untuk beberapa
saat lamanya”.
Dari kedua pengertian diatas dapat di katakan bahwa “Parkir adalah memberhentikan
kendaraan untuk sementara pada tempat yang telah disediakan”.Retribusi Pelayanan Parkir
di Tepi Jalan yang selanjutnya disebut retribusi parkir adalah pembayaran atas jasa
penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
DAMPAK MUNCULNYA JURU PARKIR ILEGAL TERHADAP RETRIBUSI PARKIR
KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2016
Pada bab ini penulis akan menyajikan deskripsi dari data yang diperoleh melalui
penelitian dilapangan melalui metode-metode pengumpulan data yang telah disebutkan pada bab
terdahulu. Demikian juga halnya permasalahan yang hendak dijawab dalam bab ini adalah
Bagaimana Dampak Munculnya Juru Parkir Ilegal Terhadap Retribusi Parkir Kota
Tanjungpinang ?
Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan secara
mendalam, ada beberapa tahapan yang dilakukan penulis, yaitu; Pertama, penelitian diawali
dengan pengumpulan berbagai dokumen dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Kota Tanjungpinang seperti Susunan Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dan
berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan yang ingin dijawab. Kedua, penulis
melakukan sejumlah wawancara dengan Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika Kota Tanjungpinang, Kepala Bidang Perparkiran Dinas Perhubungan Komunikasi
dan Informatika Kota Tanjungpinang dan Pengawas Parkir yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
Adapun yang menjadi informannya adalah informan kunci yaitu Kepala Dinas
Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang dan informan tambahan yaitu
Kepala Bidang Perparkiran dan Pengawas Parkir.
Data-data tersebut berupa pernyataan dari para informan mengenai permasalahan
penelitian skripsi ini. Sedangkan data-data sekunder didapatkan dari studi kepustakaan dan
karya-karya ilmiah yang ada serta dokumen-dokumen yang didapat dari lokasi penelitian.
Pengumpulan data dilakukan selama kurang lebih dua minggu di lokasi penelitian.
Dalam bab ini akan dianalisa semua data yang diperoleh dari hasil penelitian seperti yang
sudah disajikan dalam bab terdahulu. Adapun analisa yang dilakukan adalah dengan analisa
deskriptif kualitatif dengan tetap mengacu pada hasil interpretasi data dan informan data tersebut
sesuai dengan fokus kegiatan penelitian. Dari seluruh data dan informasi yang telah
dikumpulkan, baik melalui studi pustaka, wawancara mendalam (depth interview) dengan
informan, studi dokumentasi maupun catatan-catatan penulis sewaktu melakukan penelitian
selama di lapangan.
Adapun hasil penelitian tersebut terbagi dalam sub bagian analisis berikut ini:
Pengelola Parkir, Pengawas Parkir dan Juru Parkir
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang
Penyelenggaraan Dan Retribusi Perparkiran, maka pada pelaksanaan di lapangan, yang diberikan
wewenang untuk menjadi pengelola perparkiran Kota Tanjungpinang adalah Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang. Dalam hal ini, terdapat kejanggalan karena
semua hal yang berkaitan dengan retribusi parkir diserahkan sepenuhnya kepada Dinas
Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang berkaitan pemungutan langsung
yang seharusnya menjadi tugas Dinas Pendapatan Daerah berkaitan dengan Pendapatan Asli
Daerah.
Bila DKI Jakarta dijadikan sebagai perbandingan, untuk pajak dan retribusi parkir
keduanya dibawah wewenang dan tanggung jawab Dinas Pendapatan Daerah. Dengan
ditetapkannya Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang sebagai
pengelola perparkiran Kota Tanjungpinang maka Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika Kota Tanjungpinang juga yang menetapkan petugas yang menjadi pengawas
perparkiran kota Tanjungpinang yang saat ini sudah lebih diperketat pengangkatannya dengan
adanya Surat Tugas resmi dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota
Tanjungpinang langsung kepada pengawas perparkiran.
Berbeda dengan sebelumnya, yang menjadi juru pungut perparkiran hanya melalui
mandat saja oleh preman (pihak ketiga) dan sudah pasti dana retribusi parkir belum jelas
penyetorannya ke kas daerah. Setiap juru parkir yang resmi, namanya dan telah resmi terdaftar di
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang. Dari data terakhir per
bulan Desember 2016, juru parkir yang terdaftar di Dinas Perhubungan ada sebanyak 134 orang.
Setiap juru parkir umumnya mengawasi radius dua sampai tiga kilometer panjang jalan, dengan
lokasi titik parkir sekitar 45 titik parkir.
Untuk lokasi titik parkir yang baru, biasanya juru parkir membuat surat permohonan titik
lokasi tepian jalan umum yang akan dijadikan objek retribusi parkir kepada Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang, kemudian nantinya akan diserahkan
diserahkan kepada Kepala Bidang Perparkiran, dilakukan tinjauan lapangan dan bila dinilai
memiliki potensi untuk dijadikan objek retribusi parkir, maka akan dikeluarkan ijinnya.
Pengajuan pengangkatan juru parkir (jukir) dilakukan oleh pengawas parkir selaku
penanggung jawab ke Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang dan
nantinya akan dikeluarkan Surat Tugas disertai dengan Kartu Tanda Pengenal Juru Parkir yang
menandakan bahwa juru parkir tersebut sudah resmi terdaftar nama dan nomor pegawainya di
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang sebagai juru parkir.
Bila pengawas parkir merasa bahwa kinerja juru parkir tidak sesuai dengan standar maka
pengawas parkir biasanya akan melakukan penggantian petugas dengan cara mengajukan
kembali nama petugas baru yang akan menjadi juru parkir kepada Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang. Menurut data per Desember 2016, jumlah
juru parkir yang terdaftar secara resmi, ataupun yang telah diterbitkan Kartu Tanda Pengenal
Juru Parkirnya oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang ada
sebanyak 134 orang.
Masalah yang ditemukan di lapangan saat dilakukan pengamatan adalah penerbitan Kartu
Tanda Pengenal Juru Parkir yang lamban oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Kota Tanjungpinang yang menyebabkan juru parkir hanya memiliki Surat Tugas saja sebagai
dasar hukumnya untuk bertugas, sementara tidak semua juru parkir yang senantiasa membawa
Surat Tugas tersebut, sehingga pada saat di lapangan mereka sulit untuk menghadapi konsumen
yang menanyakan Kartu Tanda Pengenal Juru Parkir ataupun bila ada pemeriksaan.
Realita lain yang ditemukan penulis dilapangan adalah munculnya Joki parkir. Joki parkir
yang dimaksud adalah petugas ilegal yang ditunjuk oleh seorang Juru Parkir resmi. Joki Parkir
dalam hal ini sudah jelas merupakan Juru Parkir Ilegal karena tidak terdaftar dan tidak dilengkapi
atribut juru parkir resmi. Fenomena ini jelas akan menjadi pekerjaan berat bagi pemerintah Kota
Tanjungpinang guna menertibkan juru parkir.
Prosedur Penyetoran Dana Pungutan Retribusi Parkir
Penyetoran dana pungutan retribusi parkir dilakukan oleh pengawas parkir yang terlebih
dahulu sudah melakukan pengumpulan atas uang retribusi parkir kepada juru parkir yang berada
di bawah tanggung jawabnya dan kemudian disetorkan langsung ke Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang dan bukan melalui transfer ke bank atau
lembaga keuangan sejenisnya. Penyetoran ini harus dilakukan secara langsung karena pada saat
penyetoran tersebut, pengawas parkir wajib menyertakan bonggol karcis parkir yang telah
disobek kepada pihak Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang
sebagai bukti transaksinya.
Untuk penyetoran dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota
Tanjungpinang ke Kas Daerah Kota Tanjungpinang dilakukan oleh Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang melalui setoran tunai yang dilakukan dengan
penjemputan dana langsung ke Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota
Tanjungpinang oleh petugas Bank dengan jangka waktu penyetoran maksimal 1 x 24 jam
maksimal kecuali akhir minggu agar dana yang ada sebagai hasil penyetoran retribusi parkir
tidak mengendap di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Kota Tanjungpinang agar
tidak terjadi penyelewengan. Bila Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota
Tanjungpinang telah mendapatkan setoran retribusi parkir dari pengelola parkir, maka di hari
yang sama (paling lama sore hari) harus sudah dicatat dan direkapitulasi pembukuannya dan
keesokan harinya di pagi hari paling lama pukul 10.00 WIB petugas Bank datang mengambil
setoran tersebut.
Masalah yang ditemukan di lapangan saat dilakukan pengamatan penyetoran tidak
langsung dilakukan kepada para petugas pungut sehingga memungkinkan terjadinya
penyalahgunaan dana yang dilakukan oleh juru parkir. Dampak yang ditimbulkan jika
pemungutan retribusi parkir dilakukan oleh juru parkir ilegal penyetoran tidak akan mencapai
target maksimal dan menimbulkan pengutan liar dan berakibat penuruan target retribusi parkir
yang diharapkan.
Pengawasan terhadap Setoran Retribusi Parkir
Penyetoran pungutan retribusi parkir yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang untuk dilaksanakan oleh pengawas parkir
Kota Juru Parkir adalah setiap hari. Hal ini tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh semua
pengawas parkir Kota Tanjungpinang dengan berbagai alasan seperti kesibukan pengawas parkir
itu sendiri, belum tercapainya target harian/bulanan, dan lain-lain.
Realita yang terjadi di lapangan yang penulis dapatkan dari sumber yang tidak dapat
disebutkan identitasnya mengatakan, juru parkir tidak memberikan karcis parkir kepada
masyarakat, biasanya para juru parkir main mata dengan pengawas parkir yang merupakan
pengawas resmi yang ditunjuk pihak Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota
Tanjungpinang. Sudah jelas jika setiap transaksi retribusi parkir tanpa karcis dianggap Ilegal.
Pengawasan lainnya terhadap target setoran retribusi parkir Kota Tanjungpinang oleh
Dinas Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang dilakukan oleh
pegawai Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang yang terkadang
turun langsung ke lapangan untuk mengawasi juru parkir secara langsung.
Masalah yang ditemukan di lapangan saat dilakukan pengamatan pengawasan yang
seperti ini umumnya jarang sekali dilakukan oleh pihak Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika Kota Tanjungpinang, dilakukan hanya bila setoran parkir dinilai sangat sedikit
dibandingkan target harian yang telah ditetapkan; ataupun saat dilakukan peninjauan untuk
penetapan titik lokasi parkir tersebut sebagai titik lokasi parkir pasif dari yang semula aktif.
Pengawasan lapangan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika Kota Tanjungpinang ke lapangan yang umumnya tidaklah ketat, hanya sebatas
melihat titik lokasi parkir tersebut, mengawasi juru parkir yang sedang melaksanakan tugas,
tanpa melakukan tinjauan / monitor yang ketat pada fisik uang yang diterima oleh juru parkir
tersebut.
Pengawasan lainnya ada juga dilakukan dengan adanya kerjasama dengan pihak
kepolisian untuk memberi tindakan tegas bagi juru parkir liar ( juru parkir yang tidak resmi yang
tidak dapat menunjukkan bukti otentik tugasnya ), dan diancam pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Adapun pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika Kota Tanjungpinang terhadap petugas pengawas parkir terhadap setoran retribusi
parkir berkenaan dengan target yang diberikan adalah dengan cara melihat progress dan potensi
titik lokasi parkir, digolongkan kategorinya apakah aktif atau pasif.
Retribusi parkir yang sifatnya tidak memaksa / tidak wajib seperti pajak parkir, maka
tidak dapat dilakukan tindakan tegas bila target yang ditetapkan tidak tercapai. Bila penyetoran
yang dilakukan oleh pengawas parkir di bawah target, maka biasanya pegawai Dinas
Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang melakukan inspeksi lapangan
untuk melihat langsung realita sebenarnya terhadap titik lokasi parkir yang diawasi oleh
pengawas parkir tersebut.
Bila setelah melakukan inspeksi lapangan dan ternyata memang target yang ditetapkan
terlalu besar untuk titik lokasi parkir tersebut, maka dilakukan penyesuaian dengan cara
penurunan target harian. Bila setelah peninjauan lapangan dilakukan dan dinilai bahwa target
yang ditetapkan masih sesuai maka diadakanlah penyuluhan atau pembinaan kepada pengawas
parkir dengan terlebih dahulu memberikan surat panggilan. Setelah tiga kali surat panggilan yang
diberikan dan tidak ditanggapi oleh pengawas parkir atau setelah jangka waktu enam bulan
setelah dilakukan pembinaan terhadap pengawas parkir dan target parkir tetap tidak tercapai,
maka Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang berhak untuk
melakukan penggantian terhadap pengawas parkir tersebut.
Lain halnya dengan pengendalian dan pengawasan yang dilakukan terhadap juru parkir.
Pegawai Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang biasanya
melakukan pengawasan dengan cara inspeksi ke lapangan memeriksa apakah ada titik lokasi
parkir liar (tidak terdaftar) ataupun yang pungutannya dikutip secara liar oleh pihak tidak resmi
(tidak memiliki Kartu Tanda Pengenal Juru Parkir).
Tindakan pengawasan dengan cara turun ke lapangan ini umumnya dilakukan dengan
kerjasama Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang dengan pihak
kepolisian. Umumnya, juru parkir liar yang tidak dapat menunjukkan Kartu Tanda Pengenal Juru
Parkir akan langsung diangkut oleh pihak kepolisian untuk selanjutnya diberikan penyuluhan
atau pengarahan. Umumnya sanksi atau tindakan tegas bagi para juru parkir liar tidak langsung
dilakukan bila hanya kedapatan sekali sebagai juru parkir liar, tindakan tegas tersebut hanya
diberikan kepada juru parkir liar yang berkali-kali tertangkap dan diberikan penyuluhan tetapi
tetap mengutip pungutan liar dengan dalih “pungutan retribusi parkir”.
Kendala dalam Pemungutan Retribusi Parkir
Permasalahan dalam praktik pemungutan retribusi parkir:
1. Tidak tersedianya sarana pendukung pemungutan retribusi parkir
Fasilitas pendukung pemungutan retribusi parkir, khususnya parkir tepi jalan masih
tidak memadai karena tidak tersedia papan tarif retribusi, tanda pengenaan retribusi, garis
marka parkir,
2. Pengelolaan SDM yang masih rendah
Berdasarkan sejarahnya, para juru parkir telah lebih dulu menguasai lokasi parkir
sebelum Pemerintah Kota Tanjungpinang melegalkan aktivitas mereka, sehingga proses
perekrutannya tanpa seleksi khusus. Setelah direkrut mereka tidak dibekali dengan
pengetahuan dan keterampilan untuk melayani pelanggan dengan baik dan benar. Padahal
para juru parkir tersebut yang langsung berhadapan dengan pengguna jasa parkir dan
bertindak sebagai kasir di lapangan. Sedangkan mereka dulunya berasal dari para jawara
atau preman di daerah setempat.
3. Lemahnya Pengawasan
Jarang dilakukan kontrol atau pengawasan terhadap kinerja para juru parkir di
lapangan. Juru parkir sering melanggar aturan-aturan yang ada seperti tidak menggunakan
pakaian seragam pada saat bertugas, tidak memberikan karcis parkir kepada pelanggan,
memanfaatkan trotoar sebagai tempat parkir, memperkenankan parkir tumpang-tindih, dan
lain-lain.
4. Terbatasnya lahan parkir
Dengan pertumbuhan panjang jalan dan pertumbuhan kendaraan bermotor
setidaknya membutukan penambahan dan perluasan lahan parkir, namun karena
keterbatasan lahan, tingginya biaya dan mahalnya harga tanah membuat tidak tersedianya
lahan parkir yang memadai. Hal ini akhirnya menimbulkan munculnya parkir liar yang
dikelola oleh para preman jalanan. Pendapatan dari parkir liar ini merupakan potensi
pendapatan yang hilang, selain itu juga mengakibatkan bertambahnya kemacetan lalu lintas,
karena keberadaannya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Adapun kendala yang dihadapi dalam pencapaian target, antara lain :
a. Sistem pengendalian pemungutan masih menggunakan setoran wajib minimum, sehingga
juru parkir hanya terpaku pada nilai nominal minimum yang wajib disetor.
b. Lemahnya Pengawasan
Jarang dilakukan kontrol atau pengawasan terhadap kinerja para juru parkir di
lapangan, mengingat terbatasnya sumber daya yang dimiliki sehingga sering terjadi
permasalahan permasalahan di lapangan seperti :
1) Juru parkir tidak menggunakan pakaian seragam pada saat bertugas.
2) Tidak memberikan karcis parkir kepada pelanggan, atau menggunakan karcis bekas.
3) Petugas parkir tidak memiliki surat penugasan resmi meskipun berada di tempat
parkir resmi yang dikolela oleh pemda.
4) Petugas parkir resmi mengarahkan parkir di tempat ilegal seperti di trotoar atau
melakukan parkir ganda (tumpang tindih).
5) Tidak ada absensi yang disediakan sebagai alat kontrol kehadiran, sehingga jam
operasional pemungutan retribusi parkir disesuaikan dengan jam kedatangan dan
kepulangan juru parkir.
c. Tidak Konsisten Mengendalikan Parkir Ilegal
Maraknya parkir ilegal adalah efek dari semrawutnya manajemen transportasi di
Tanjungpinang. Angka pertumbuhan kendaraan yang tinggi, dan tidak diimbangi oleh
pertumbuhan jalan dan lahan parkir berdampak menjamurnya lokasi parkir liar.
Pemerintah Kota Tanjungpinang sebenarnya sudah berkali-kali melakukan penertiban
parkir liar dengan cara menggembok mobil yang parkir sembarangan, bahkan ada yang
terpaksa diderek, namun sanksi tersebut tetap tidak dihiraukan. Beberapa hal yang
menjadi alasan, antara lain :
1) Para juru parkir ilegal merasa bahwa program penertiban hanya merupakan proyek
semata, yang tidak dilanjutkan secara konsisten setelah selesai program tersebut.
2) Adanya oknum yang turut melindungi para jukir illegal dengan cara membayar
“upeti” kepada petugas resmi.
3) Sanksi yang dikenakan tidak tegas, dan tidak membuat efek jera bagi si pelanggar.
d. Keterbatasan Sumber Dana
Pemda belum mampu merekrut juru parkir menjadi pegawai organik. Selama ini
para juru parkir tersebut bekerja tanpa mendapatkan gaji atau honor tetap dari pemda.
Penghasilan mereka berasal dari prosentase penerimaan retribusi harian yaitu sebesar 25
% - 30 % . Hal ini juga rawan kebocoran, mengingat juru parkir Analisis potensi sendiri
diberi kewenangan sebagai penerima setoran parkir dari pengguna parkir, sehingga tidak
diketahui dengan jelas berapa sesungguhnya penerimaan retribusi yang diperoleh.
e. Terbatasnya lahan parkir.
Dengan pertumbuhan panjang jalan dan pertumbuhan kendaraan bermotor
setidaknya membutukan penambahan dan perluasan lahan parkir, namun karena
keterbatasan lahan, tingginya biaya dan mahalnya harga tanah membuat tidak tersedianya
lahan parkir yang memadai.
Hal ini akhirnya menimbulkan munculnya parkir liar yang dikelola oleh para
preman jalanan. Pendapatan dari parkir liar ini merupakan potensi pendapatan yang
hilang, selain itu juga mengakibatkan bertambahnya kemacetan lalu lintas, karena
keberadaannya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
f. Murahnya Tarif Retribusi Parkir
Pertimbangan yang perlu diambil oleh pemerintah daerah dari retribusi parkir
adalah bagaimana menetapkan tarif parkir yang paling tepat, yang sesuai dengan
kesanggupan atau kemampuan membayar dari masyarakat. Idealnya retribusi parkir dapat
digunakan sebagai alat untuk mendapatkan pendapatan asli daerah sekaligus sebagai alat
untuk mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi. Untuk bisa meningkatkan
pendapatan retribusi sekaligus menekan jumlah kendaraan di jalan raya adalah dengan
cara memberlakukan tarif yang tinggi, mengingat tarif yang saat ini berlaku dinilai terlalu
rendah.
Murahnya tarif parkir menjadi salah satu penyebab terjadinya kemacetan di
Tanjungpinang, selain itu investor menjadi ragu-ragu untuk menanamkan modalnya pada
usaha pengelolaan parkir swasta. Dari hasil penelitian perusahaan konsultan properti
Colliers International yang melakukan survey tarif parkir di kota-kota dunia ternyata tarif
parkir di sebuah kota menunjukkan kemajuan ekonominya. Jika tarif parkir semakin
meningkat, itu menunjukkan kota tersebut serius membenahi diri untuk menyambut
investor.
Beberapa kendala yang mengakibatkan pemungutannya retribusi perparkiran
berjalan kurang baik, diantaranya:
1. Petugas pemungut pajak yang telah di tugaskan oleh Dinas Pendapatan Kota
Tanjungpinang tidak bertemu dengan wajip pajak (WP)
2. Wajib pajak menunda pembayaran pajak dengan alasan parkiran sepi atau libur
3. Banyak wajib pajak yang beralasan memiliki banyak hutang di bank sehingga minta
keringan pembayaran pajak
4. Banyaknya retribusi parkir tanpa karcis.
Upaya yang Dilakukan Terhadap Pemungutan Retribusi Perparkiran
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, pemerintah Kota
Tanjungpinang harus melakukan langkah-langkah antara lain sebagai berikut :
1. Pemerintah melakukan peninjauan langsung ketempat yang di sediakan untuk lahan
parkir oleh pengusaha atau wajib pajak parkir. Kegiatan peninjauan langsung ini
dilakukan dua kali (2x) dalam setahun.
2. Pemerintah melakukan penyelidikan ke bank-bank yang di infokan oleh wajib pajak,
untuk memastikan berapa besar hutang yang di tanggung oleh wajib pajak.
3. Pendataan ulang tempat-tempat parkir yang tersebar di Kota Tanjungpinang.
4. Menyediakan sarana pendukung pemungutan retribusi parkir.
5. Persuasif merangkul para juru parkir ilegal untuk bergabung dan mendaftar secara resmi.
6. Satgas perparkiran memaksimalkan pengawasan terhadap para juru parkir.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat lebih meningkatkan efektifitas
retribusi parkir, antara lain :
1. Menyediakan sarana pendukung pemungutan retribusi parkir.
Untuk lingkungan parkir sarana pendukung seperti rambu parkir, garis marka
parkir, papan tarif retribusi parkir, sudah memadai, namun untuk parkir tepi jalan fasilitas
pendukung tersebut masih sangat kurang. Bahkan untuk parkir tepi jalan tidak disediakan
tanda retribusi parkir. Pada waktu pengguna jasa parkir memarkirkan kendaraannya di
tepi jalan, langsung ditinggal begitu saja, juru parkir tidak menyerahkan tanda retribusi
parkir.
Lain halnya dengan parkir lingkungan, begitu melewati gardu pintu masuk,
petugas gardu langsung memberikan tanda retribusi parkir kepada pengendara. Hal
demikian mengakibatkan keamanan dan kenyamanan parkir tepi jalan menjadi sangat
rawan, karena sulit untuk melakukan kontrol dan pengecekan apabila ada yang mengaku
bahwa kendaraan orang lain adalah miliknya.
2. Meningkatkan SDM Parkir
Menjadi juru parkir tidak dibutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, siapa pun
orang yang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap dapat melakukannya. Hal
inilah yang membuat proses perekrutannya menjadi lemah. Apalagi berdasarkan
sejarahnya, mereka telah lebih dulu menguasai lokasi parkir sebelum Pemerintah Kota
Tanjungpinang melegalkan aktivitas mereka, sehingga proses perekrutannya tanpa seleksi
khusus. Beberapa diantara mereka bahkan ada yang sudah diwariskan pada keturunannya.
Menjadi juru parkir tidak hanya sekedar mampu mengarahkan pengemudi untuk
memarkirkan kendaraannya dengan benar, tetapi perlu juga dibekali dengan pengetahuan
dan keterampilan bagaimana melayani pelanggan dengan baik dan benar. Sehingga
keluhan tentang tidak diberikannya karcis oleh juru parkir tidak ditemukan lagi.
3. Mengintegrasikan program-program yang ada
Upaya untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah dari sektor perparkiran
hendaknya dibarengi dengan upaya untuk bisa mengembalikan fungsi jalan sesuai dengan
UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Disebutkan bahwa
jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,
keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas. Sehingga tidak terjadi program
yang tumpang tindih atau B bertentangan dengan program lain.
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 tersebut fasilitas parkir di dalam ruang milik
jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa,
atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan rambu lintas, dan atau marka jalan.
Sedangkan sebagian besar status jalan yang ada di Tanjungpinang adalah jalan Provinsi,
yaitu jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota Provinsi dengan ibukota
kabupaten atau kota. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit
9 (sembilan) meter. Sedangkan jalan kabupaten atau kota merupakan jalan lokal primer,
yaitu jalan yang di desain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh)
kilometer per jam, dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka
penulis dapat mengambil kesimpulan dari hasil penelitian sebagai berikut :
1. Sistem pengawasan internal terhadap penerimaan dari pungutan retribusi parkir oleh
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang belum efektif dan
kurang memadai karena pendapatan retribusi parkir yang diterima tidak langsung
sepenuhnya ke Kas Daerah Kota Tanjungpinang sehingga memberikan kesempatan untuk
memungkinkan terjadinya penyelewengan terhadap dana yang mengendap tersebut,
pemantauan di lapangan yang kurang dan tidak tegas kepada juru parkir maupun
pengawas parkir.
2. Maraknya juru parkir ilegal adalah efek dari semrawutnya manajemen transportasi di
Tanjungpinang. Perlu ada tindakan yang konsisten oleh pihak Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang dalam melakukan penertipan secara
teratur dan berkelanjutan.
3. Target PAD dari retribusi parkir belum tercapai, tercatat tahun 2016 yang dipatok sekitar
Rp. 1.300.000.000,- tidak tercapai, hanya bisa terpenuhi sekitar Rp. 990.000.000,-, hal ini
lebih disebabkan karena kurang maksimal retribusi parkir dan lemahnya pengawasan oleh
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang , dan titik lokasi
parkir tidak terlalu berkembang.
4. Munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam hal pemungutan
retribusi parkir. Masyarakat merasa pelayanan yang diterima dari juru parkir belum
maksimal, dan petugas juru parkir jarang memberikan karcis parkir sehingga
minumbulkan kecurigaan apakah benar retribusi tersebut tepat sasaran. Banyak
masyarakat yang dirugikan dan berkurangnya potensi penerimaan retribusi parkir bagi
pendapatan daerah.
5. Terjadi praktek premanisasi dalam masalah perebutan lahan parkir illegal, sehingga
menimbulkan situasi yang kurang kondusif. Perebutan lahan parkir ini terjadi karena para
Juru Parkir illegal merasa mereka dapat memanfaatkan momen dimana lemahnya
pengawasan yang dilakukan pihak Dinas Perhubungan sebagai pengawas.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, penulis memberikan saran atau masukan sebagai
berikut :
1. Diharapkan bagi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang
dan pengawas parkir sebagai mitranya dapat memaksimalkan kerja agar dapat
meminimalkan masalah-masalah di lapangan yang sering terjadi.
2. Diharapkan bagi masyarakat untuk mendukung segala kebijakan pemerintah Kota
Tanjungpinang mengenai Retribusi Parkir, dan juga masyarakat diharapkan dapat
mengawasi agar kebijakan tersebut berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.
3. Pemeriksaan mendadak (surprise audit) sebagai pemantauan lapangan langsung dan
perputaran jabatan secara rutin (job rotation) perlu sekali untuk diterapkan dalam Dinas
Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang sehingga meminimalkan
praktek pemungutan liar di lahan parkir Kota Tanjungpinang.
4. Pendapatan dari retribusi parkir yang disetor oleh pengawas parkir ke Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang sebaiknya langsung disetor oleh Dinas
Perhubungan Komunikasi dan Informasi Kota Tanjungpinang di hari yang sama ke Kas
Daerah Kota Tanjungpinang, agar kemungkinan penyelewengan terhadap pendapatan
retribusi parkir tersebut dapat diminimalisir karena tidak memberi kesempatan untuk
mengendap.
5. Segera melakukan perbaikan terhadap pelanggaran yang dilakukan atas Peraturan Daerah
Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Dan Retribusi
Perparkiran dengan tidak mengalihkan pemungutan apalagi memborongkannya ataupun
dengan penetapan target kepada pihak ketiga; serta melakukan pemungutan retribusi
parkir tersebut dengan karcis.
6. Dalam menetapkan target retribusi parkir pada tahun-tahun yang mendatang, hendaknya
Dewan Perwakilan Rakyat DPRD sebagai penentu keputusan benar-benar melihat atau
meninjau kondisi dan potensi titik perparkiran di lapangan. Sejauh mana target ditetapkan
untuk mencapai realisasi penerimaan yang baik.
7. Mengubah sistem pemungutan retribusi parkir yang sebelumnya menggunakan karcis,
sebaiknya menggunakan sistem retribusi parkir bulanan yang dimana transaksi langsung
dilakukan di Bank yang ditunjuk pemerintah. Sehingga meminimalkan penyelewenangan
dana yang dilakukan para juru parkir.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Ed. Rev. Cet. 12. Prosedur Penelitian SuatunPendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bungin, Burhan M. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Djaalidan M Pudji. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Echols, John M dan Hassan Shadily. 2000. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta:
GramediaPustakaUtama.
Kaho, Josef Riwu. 2007. Prospek Otonomi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi.
Siahaan, Marihot P. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: Rajawali Pers.
Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES.
Situmorang, Victor M dan Cormentyna Sitanggang. 1991. Aspek Otonomi Akta Catatan Sipil di
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
Supriady, Bratakusumah Dedy dan Dadang Solihin. 2002. Otonomi Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:
Prenada.
Umar, Husein. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: GramediaPustakaUtama.
Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Undang-Undang dan Peraturan:
Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Dan
Retribusi Perparkiran
Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Pelaksana
Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Dan
Retribusi Perparkiran
Keputusan Walikota Tanjungpinang Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Objek Pelayanan
Retribusi Parkir Di Tepi Jalan Umum Di Kota Tanjungpinang
Keputusan Walikota Tanjungpinang Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Alokasi Pemanfaatan
Penerimaan Pendapatan Dan Besaran Penghasilan/Bagi Hasil Penyelengggaraan Retribusi
Perparkiran
PP (Peraturan Pemerintah) Republik Indonesia No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
Undang-Undang No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah
Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.12 Tahun 2008 tentang
Pemerintah Daerah
Undang-Undang No.18 Tahun 1991 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No.18 Tahun 1991 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
top related