déjà vu- farhan
Post on 18-Feb-2018
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 1/28
Dé jà vu
M.Farhan, X.I
“ Malam yang sangat tenang. Langit kelam berawan hitam sembunyikan purnama yang
menampakkan sinarnya dengan malu-malu. Meneduhi manusia yang terlelap dalam buaian
mimpi maya. Sesosok tubuh melayang dari ketinggian langit. Orang itu. Orang yang dijanjikan
akan turun di akhir zaman. Umat manusia terbuai dalam mimpinya. Sebuah mimpi maya. Mimpi
yang telah diatur oleh sekelompok bajingan itu. Mimpi yang menembus pikiran alam bawah
sadar. Mimpi yang membuat manusia akan hidup di alam mimpi selamanya…”
Kelebatan gambar itu terlintas di alam bawah sadarku. Ya, gambar-gambar itu. Gambar-gambar
yang menghantui pikiranku selama ini. Gambar-gambar peristiwa yang akan terjadi di masa
depan. Semua terlintas di saat yang tidak terduga. Hidupku yang tak pernah tenang lagi
semenjak kejadian itu. Kejadian yang membuatku memiliki anugerah ini. Anugerah melihat
kelebatan-kelebatan peristiwa yang akan terjadi nanti. Peristiwa yang akan mengubah sejarah
dan hidup manusia.
Manhattan, New York 18 April 1993
Entah kau mau percaya ceritaku atau tidak, semua kembali ke logika dan nalar yang ada pada
dirimu. Tapi aku bersumpah ini nyata. Namaku Richard Rodriguez. Kau bisa memanggilku
Richie. Awalnya aku hanyalah seorang anak kecil biasa, hidup normal seperti teman-teman
seusiaku, aku pergi ke taman kanak-kanak, bermain baseball, suka roti isi selai kacang,
menonton The Simpsons di malam hari. Semuanya sangat normal. Saat itu aku masih tinggal di
Manhattan, New York. Semua kejadian itu berawal disaat aku masih berusia 4 tahun, musim
panas yang indah di tahun ’93. Kejadian itu masih segar di benakku, seperti baru saja terjadi
kemarin sore. Orang-orang berbaju putih itu. Orang-orang yang menculikku di halaman
belakang rumahku saat aku sedang bermain sendirian tanpa pengawasan orang tuaku. Orang-
orang yang menyekapku di dalam bagasi sebuah mobil tua. Orang-orang yang membawaku ke
sebuah tempat yang sangat aneh.
Ya, aku tak tahu harus menyebut apa tempat itu, entah laboratorium, atau sebuah penjara.
Tempat serba putih yang sangat luas. Tempat yang penuh dengan orang-orang berjubah putih
dan mengenakan topeng. Topeng itu, topeng yang sangat menakutkan bagi anak kecil
sepertiku. Topeng berbentuk makhluk-makhluk paling mengerikan yang pernah ada, yang
belakangan kuketahui berasal dari peradaban mesir kuno. Aku dijadikan “kelinci percobaan”
oleh mereka. Orang-orang tidak berperikemanusiaan yang menjalankan sebuah proyek rahasia.
Proyek yang mengubah frekuensi gelombang otak manusia. Eksperimen mereka telah
menghabiskan puluhan nyawa anak-anak kecil tidak berdosa.
Aku termasuk salah satu diantara sekian anak yang beruntung tidak meregang nyawa saat alat
itu menusuk otakku. Ya, alat itu. Aku tidak tahu namanya, tapi alat itu sangat mengerikan,
terbuat dari silinder besar logam yang berukir gambar-gambar aneh dan berujung tajam seperti
jarum untuk menyuntik. Alat yang menyuntikkan gelombang listrik tegangan tinggi yang
membuatku kejang-kejang dan mulut berbusa selama beberapa saat sehingga aku dianggap
“kelinci percobaan” yang gagal. Aku dibuang dari laboratorium itu. Laboratorium nomor 51. Aku
dibuang ke sebuah gudang yang di dalamnya bertumpuk gunungan mayat anak-anak kecil takberdosa yang “gagal”.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 2/28
Aku masih ingat saat-saat mengerikan itu. Sendirian di sebuah ruangan ditemani puluhan
mayat anak-anak seumuranku yang bermuka menjerit dalam sunyi. Beruntung aku bisa keluar
dari tempat itu. Sangat beruntung. Aku menyelinap saat orang-orang itu masuk membawakanku
sebuah mayat lagi. Aku ingat saat-saat mencekam itu. Tersesat sendirian di tempat itu. Melihat
percobaan-percobaan mengerikan lain. Melihat kurungan berisi anak-anak tidak berdosa itu.Ekspresi ketakutan mereka terekam di otakku hingga saat ini. Lalu pria itu melihatku. Salah satu
pria yang mengenakan jubah putih itu, tapi tidak mengenakan topeng. Pria kekar berahang
tegas berambut abu-abu yang memiliki sebuah luka codet yang dalam di pipi kirinya. Dia
mendekatiku, aku bergegas berlari darinya. Aku takut dia akan membawaku kembali ke
laboratorium itu. Dia mengejarku.
“Tidak apa-apa, aku tidak akan menyakitimu” ujarnya dengan suara berat.
Dia berhasil mengejarku, lalu menggendongku secara paksa dan membawaku ke mobilnya
yang sudah terparkir di belakang tempat itu. Aku dibuatnya pingsan sehingga tidak tahu dimana
lokasi tempat itu, tetapi aku masih ingat saat-saat terakhir itu, nama yang tercantum di jubahnya
adalah
“Horus”
Aku masih ingat kejadian dé jà vu pertamaku. Saat itu aku berumur 5 tahun. Kelebatan gambar
pertama itu muncul saat aku sedang menonton acara NFL di televisi. Gambar runtuhnya
menara kembar WTC di New York. Gambar ledakan yang menewaskan orang orang tak
berdosa itu. Gambar muka-muka korban luka bakar, dan juga mayat-mayat itu. Awalnya aku
mengacuhkan hal-hal itu, namun ternyata gambar-gambar itu benar-benar terjadi saat 11
September 2001. Lama-kelamaan kelebatan gambar-gambar itu kugambar di dalam sebuah
buku gambar. Kugambar kelebatan gambar itu dengan sedetail mungkin, dan gambar itu selalu
menjadi kenyataan. Gambar invasi AS ke Irak, gambar tsunami Asia Tenggara, gambar
terpilihnya presiden kulit hitam AS pertama, gambar gempa di Jepang, gambar kerusuhan
London, dan gambar-gambar lainnya.
Florida, 15 Oktober 2012
Kini usiaku sudah 23 tahun. Kelebatan gambar itu masih sering lewat di otakku, tapi sekarang
aku lebih menikmatinya. Rasanya seperti mendapat berita lebih dahulu dari orang lain.
Kelulusanku dari Harvard tinggal menunggu waktu. Aku mempelajari ilmu astronomi disana, aku
ingin mengungkap rahasia alam semesta yang sangat luas, tentang fenomena-fenomena yang
terjadi diluar logika manusia. Kunikmati liburan sebelum wisuda ini di rumah kecilku, sebuah
kota kecil di tepi pantai di Negara bagian Florida. Berselancar di pagi hari, menikmati matahariterbenam di sore hari, dan membakar api unggun di malam hari bersama teman-temanku.
Sudah sebulan ini aku sengaja tak berhubungan dengan dunia luar. Aku ingin menikmati libur
sebelum wisuda ini. Libur sebelum kembali ke dunia nyata. Hari ini masih pagi buta. Sebelum
melakukan rutinitas berselancar, rasa iseng membawaku untuk menyalakan lagi Macbook-ku.
Kubuka halaman facebook-ku. Teman-teman sejurusanku sudah mendapat pekerjaan semua,
kecuali diriku. Nathan diterima di NASA, Jessica akan bekerja di ISS, Eddie yang pemalas pun
diterima di CNN sebagai peramal cuaca.
“Hai Richie, sudah dapat pekerjaan? Jika belum ada…”
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 3/28
begitulah postingan-postingan yang ada di wall facebookku. Lowongan pekerjaan bertubi-tubi
datang menghampiriku, tapi tak ada yang sesuai denganku. Aku menginginkan sebuah
pekerjaan yang lebih menantang. Tapi keinginanku ditentang oleh orangtuaku.
“Richard, kau harus segera mencari pekerjaan.”
Kalimat itulah yang selalu diulang-ulang ibuku belakangan ini. Heran, mengapa harus lelah
bekerja di dunia luar sementara aku bisa disini, menikmati indahnya hidup. Tapi, di tengah
indahnya hidup itu aku merasakan kekosongan pada jiwaku. Aku merasa ada yang kurang
selama ini. Tujuan hidupku. Pencarian jatidiriku selama minggu-minggu liburan ini belum
membuahkan hasil. Aku sudah berpindah-pindah agama, tapi tak ada yang pas dengan hatiku.
Saat ini aku atheis. Aku tak percaya dengan sesuatu yang bernama Tuhan. Pandanganku
tertuju pada sebuah e-mail yang ada di inbox account Gmail-ku, sebuah e-mail yang menarik
kenanganku kembali ke masa belasan tahun lalu.
From: horus@illuminati.org
To: richierodriguez@gmail.com
Hi Richie,
Masih ingat denganku? Aku punya pekerjaan yang menarik untukmu, temui aku di Madison Square
Garden, N.Y saat purnama penuh oktober
Horus… batinku.
Nama itu seperti tidak asing bagiku..
Ingatanku melayang kembali ke peristiwa itu. Dia orang yang menyelamatkanku dari gedung itu.
Gedung berisi orang-orang aneh yang mengenakan jubah putih dan topeng mengerikan itu.
Ya, pasti dia orangnya pikirku.
Mataku segera melayang ke kalender yang ada di desktop Macbook-ku. Sekarang pertengahan
Oktober.
Sial, sekarang purnama penuh pikirku.
Tanganku meraih jaket yang tersampir di bangku dan bergegas mengambil kunci Chevrolet
Camaro ’76-ku. Aku harus cepat. Florida ke New York itu dari ujung timur ke ujung barat
Amerika !
“Wrooooooooooooom…”
Deru mesin turbo V8 modifikasiku sendiri meraung kencang. Mobilku sudah setengah jalan
dalam perjalanan lintas Amerika ini. Mobilku melaju di jalan antar negara bagian No.57. Daerah
pegunungan Rocky mountain di tengah-tengah negara Amerika Serikat. Hamparan bukit-bukit
berbatu bertebaran di sekitar jalan. Burung-burung elang botak khas amerika sedang
beterbangan mencari mangsa. Langit terlihat gelap, sekarang musim gugur. Matahari sudah
mulai malas menampakkan dirinya kepada kami, penduduk AS. Pohon-pohon oak,cemara, dan
pinus menggugurkan daunnya untuk persiapan menghadapi musim dingin yang keras di
Amerika. Radio di mobilku sedang memutar lagu Miley Cyrus ”Party in the USA”.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 4/28
Saat itu baru kusadari, ternyata diriku sedang dibuntuti oleh sebuah mobil di belakangku. Mobil
tanpa plat nomor. Sebuah van Chevrolet hitam tahun 80-an.
Pengemudinya adalah seorang dengan topi hitam dan kacamata yang juga hitam, mengenakan
jaket hitam dan bersarung tangan hitam pula.
Serba hitam, mencurigakan batinku.
Tiba-tiba terlihat moncong sebuah pistol di spionku. “DORR!!” pria mencurigakan itu
menembakkan pistol revolver 9mm-nya ke arah mobilku. Beruntung peluru itu meleset sekian
millimeter dari ban belakang mobilku. “DORRR!! DORR!!” pria itu kembali memuntahkan
lesatan timah panas dari pistolnya. Aku segera menginjak kopling, memindahkan gigi,
menginjak pedal gas dalam-dalam dan mengebut Camaro-ku sekencang mungkin melewati
jalanan antar negara bagian ini. Jarum angka di speedometerku sudah menunjukkan angka 180
km/jam. Rentetan peluru kembali terdengar di belakangku, dan peluru itu mengenai bagasi
belakangku.
Sialan, kau harus membayar itu pikirku.
Dengan lincah mobilku berkelok menyusuri jalanan Grand Canyon yang berbahaya dan
berliku-liku. Sebisa mungkin mobilku harus berjarak minimal 500 meter sehingga jarak
tembaknya menjadi tidak efektif lagi. Pedal gas kuinjak semakin dalam, putaran mesin mobilku
sudah mencapai 8.600 rpm, van itu semakin tertinggal jauh dibelakang mobilku. Di depankutepampang rambu peringatan akan tikungan tajam yang hampir membentuk sudut 90 derajat.
Aku segera melepas injakan pedal gasku dan menarik rem tangan, membuat gerakan drifting
yang kupelajari dari teman sekelasku di masa SMA yang berasal dari kiblat drifting dunia,
Hanzo. Mobilku meluncur dengan mulus di tikungan tajam itu. Sedangkan orang misterius itu
karena saking bernafsunya ingin mengejarku tidak melihat tanda peringatan tikungan tajam itu,
dan dengan mulusnya mobil itu terjun langsung ke kedalaman Grand Canyon yang berbatu
tajam. Mobilku berhenti di tepi jurang. Pandanganku tertuju pada sungai berbatu tajam yang
mengalir deras 500 meter dibawahku. Mustahil dia bisa selamat.
Mengganggu saja batinku.
Aku kembali ke mobil dan melanjutkan sisa perjalananku, khawatir terlambat tiba di N.Y tepat
pada waktunya.
Aku tiba di Madison Square Garden tepat saat purnama penuh. New York Knicks sedang
bermain melawan Los Angeles Lakers.
Hei, jauh-jauh aku kesini mengapa melewatkan kesempatan emas ini? Menonton permainan
Lakers langsung dengan mata kepalaku sendiri pikirku.
Final NBA game pertama musim ini. Puluhan ribu pasang mata menyaksikan permainan knicks
melawan lakers.
Kedua tim saling kejar mengejar skor. Pertandingan sudah memasuki kuarter terakhir.
Puluhan ribu penonton menjerit saat Kobe Bryan melakukan slam dunk dengan brilian,
permainan berakhir dengan 99-101. Kemenangan tipis untuk Lakers.
Mana dia? Aku tak mengenalinya Pikirku.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 5/28
Aku berkeliling Madison Square Garden untuk yang kesekian kalinya. Ada banyak orang disini.
Orang-orang dari beragam ras. Dari ras Indian penduduk asli Amerika, ras Negro, ras Asia
Timur,Hispanik, Timur Tengah, dan lainnya. Amerika kini penuh dengan ras imigran.
Oh ya, aku lupa. Dia memiliki codet di pipi kirinya ingatku.
Pandanganku terus mengawasi orang-orang yang berjalan lalu-lalang di sekitarku. Tak ada.
Mungkin aku dikerjai, sialan pikirku. Aku sudah ingin kembali ke parkiran saat tangan dingin itu
menepuk pundakku.
“Hai Richie, lama tak bertemu” sapa suara berat itu.
Ya, dia pasti Horus. Kepalaku menoleh ke belakang, Muka itu tetap mengejutkanku. Muka
tanpa belas kasihan dengan codet di pipinya dan rambut abu-abu itu. Muka yang membawaku
kembali bertahun-tahun lalu..
“Hai..Horus?” tanyaku.
“Masih ingat rupanya?” tanyanya.
“Ya, aku hanya ingat luka itu” tunjukku ke arah codetnya.
”Oh, hahaha” tawanya. “Baiklah, lebih baik kita bicara.” Lanjutnya menjadi serius.
“Oke” jawabku.
“Tapi jangan disini.” Ujarnya.”Terlalu rawan untuk dicuri dengar.” Dia menarik tanganku
melewati kerumunan pendukung Knicks ke sebuah gang sempit di ujung jalan. Gang itu becek
dan ada siluet anjing-anjing liar di ujung gang itu.
“Baiklah, apakah aku mendapat balasan yang setimpal atas kunjungan jauhku ini?” tanyaku.
“Tentu saja, tapi sebelumnya, apakah kau mau tahu rahasia masa lalumu?” dia balik bertanya.
“Masa lalu?” aku terperangah. Akhirnya setelah penantian bertahun-tahun, rahasia tentang
masa laluku akan jelas.
“ Apa yang kau ketahui tentang illuminati?” tanyanya.
“Illuminati?” otakku mengingat-ingat kata itu. Sepertinya tidak asing.. batinku.
“Tidak tahu? Baiklah.” Jawabnya. “Illuminati adalah organisasi super rahasia yang memiliki
jaringan yang tersebar di seluruh dunia. Dan aku adalah salah satu di antara mereka.” Ujarnya.
“Jadi? Orang-orang berjubah putih itu juga illuminati?” aku tercengang.
“Ya, bisa dibilang begitu.” Jawabnya.
“ Apa tujuan kalian melakukan itu semua?” tanyaku. Aku ingin semua ini menjadi jelas. Jawaban
atas pertanyaanku selama ini, yang selalu tersimpan dalam pikiranku.
“Kami, illuminati memiliki satu tujuan, yaitu membuat new world order atau tatanan dunia baru.
Dimana kamilah yang akan menguasai dunia, dan kalian, yang bukan golongan kami sebagai
budak.” terangnya.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 6/28
“ Apa? Kurang ajar! Aku tidak akan membiarkannya!” hardikku.
“Ya, aku sudah menduganya hahaha.” Dia malah tertawa.
“Mengapa tertawa? Kalian sungguh keterlaluan!” jawabku.
“Tenang saja, aku sebenarnya ingin menghancurkan mereka dari dalam. Nama asliku Avram
Meir, panggil saja diriku Meir.” Jelasnya.” Aku menebak, engkau pasti dihalang-halangi saat
menuju ke sini.” tebaknya.
“Ya, aku dikejar oleh sebuah van hitam.” Jawabku.
“Berarti mereka sudah menyadari berbahayanya keberadaanmu bagi mereka.” simpulnya.“Kita
harus lebih berhati-hati dalam bergerak sekarang.”
“Jadi, pekerjaan apa yang harus kulakukan?” tanyaku.
“Itu gampang, kita akan membicarakannya nanti. Tapi maukah kau bekerja bersamaku? Demi
keselamatan umat manusia?” dia balik bertanya.
“Tentu saja.” jawabku.
Kami pun berjabat tangan dengan erat
“Baiklah,” jawabku, “Lagipula, aku terlalu lelah.” tiba-tiba aku jatuh dalam kelebatan gambar.
Malam yang dingin. Langit penuh dengan awan hitam. Petir menyambar bangunan-bangunan
pencakar langit. Diriku terombang-ambing di angkasa. Sebuah benda menampakkan sinarnya
dari langit. Sesosok tubuh turun dari langit. Manusia terperangah. Semua terhipnotis. Aku
menjerit .
Yang kuingat setelah bangun adalah diriku terbaring di atas sebuah kasur empuk di atas
ranjang yang hangat.
“Dimana ini?” tanyaku.
“Selamat datang di rumahku, Richie. Kau tiba-tiba jatuh tertidur tadi malam.” ujar Meir di depan
pintu kamar. “Lebih baik kau turun ke bawah.”
Aku keluar dari kamar dan menuruni tangga. Ini adalah rumah yang cukup nyaman. Ada
sebuah foto keluarga di ruang tengah.
“Dimana istri dan anak-anakmu Meir?”
“Mereka sedang…berlibur.” jawab Meir dingin. Meir ternyata sedang memasak. “Kau ingin
omelette?” tawar Meir.
“ Asal tidak merepotkanmu.”
Meir menceplok telur kedua dan menambahkan beberapa bumbu dan tambahan lain. Aku
duduk di meja makan. Omelette telah matang. Meir menyorongkan sepiring besar omelette
kepadaku.
“Terimakasih Meir, jadi bisa kau jelaskan lebih jelas rencana kita sekarang?” tanyaku.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 7/28
“Jangan cepat-cepat Richie. Lebih baik kita nikmati dulu sarapan kita sekarang.” jawab Meir
ringan.”
Kami pun menikmati sarapan dalam diam. Omelette buatan Meir sangat enak. Digoreng garing
dengan tambahan daging asap di dalamnya.
“Kau jago memasak, Meir.”
“Resep dari keluargaku.” jawabnya acuh.
Tak terasa piring kami sudah bersih dari makanan. Meir beranjak ke kulkas, mengambil
sekaleng bir dingin.
“Mau minum?” tawarnya.
“Tidak, aku tidak minum bir.” jawabku singkat.
“Jadi, mau tahu rencana kita sekarang?” tawar Meir.
“Tentu saja!” jawabku bersemangat. “Demi keselamatan umat manusia!” tambahku.
“Haha, baguslah jika kau bersemangat.” Ujarnya. “Jadi, rencana utama dari Illuminati adalah
mengendalikan umat manusia dalam mimpi, menghapuskan agama, pemerintahan, dan sekat-
sekat pemisah. Mereka akan memproyeksikan seolah-olah Isa Al-Masih turun dari langit untuk
membawa manusia dalam kedamaian. Lalu menembakkan gelombang elektromagnetik yang
mengendalikan alam bawah sadar manusia. Setelah itu manusia akan menjadi budak Illuminati
selamanya. Dan kau adalah salah satu kelinci percobaan mereka, percobaan gelombang
elektromagnetik yang disuntikkan ke otak.” terangnya.
“Tapi mengapa aku mendapat bakat ini? Bakat melihat masa depan?” tanyaku.
“Saat itu aku yang mendapat giliran mengujimu. Dan aku melihat anomali dalam otakmu.
Otakmu dianugrahi kemampuan luar biasa saat bereaksi terhadap gelombang hipnotis. Otakmu
memberontak terhadap pengaruh hipnotis itu. Aku melihat berubahnya frekuensi gelombang
otakmu menjadi gelombang otak yang jarang ditemukan dalam otak manusia kebanyakan.
Gelombang Theta.” jawabnya.
“Gelombang Theta? tanyaku.
”Ya, gelombang yang hanya ada pada orang yang memiliki indra keenam. Indera untuk melihat
masa depan.” terangnya.
“Jadi aku memiliki indera keenam?” tanyaku keheranan.
“Iya, tepatnya dé jà vu.” jawab Meir.
“Dé jà vu? Jadi itu benar-benar nyata?” tanyaku.
“Ya, bagi orang-orang tertentu.” jawabnya dingin.
“Tapi mengapa kau menyelamatkanku waktu itu?” tanyaku.
“ Aku berpikir kau selayaknya dibiarkan hidup. Kau memiliki bakat terpendam.
” Jawab Meir
terkekeh.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 8/28
“Kembali ke rencana mereka. Mereka akan memproyeksikan gelombang itu 6 Desember 2011.
Saat bulan memiliki koordinat orbit sejajar dengan bumi dan planet-planet lain disekitarnya,
momen langka yang hanya terjadi ratusan tahun sekali. Dan tugas kita adalah mengacaukan
kordinat proyektor yang akan menyiarkan hologram ilusi dan gelombang elektromagnet itu.”
terangnya.
“Dimana proyektor itu?” tanyaku.
“Kau mengetahuinya Richie, dalam dé jà vu-mu itu.” jawabnya.
“Iya? Kau yakin?” tanyaku setengah tak percaya.
“Ya, aku 100 persen yakin.” jawabnya.
“Hanya petinggi Illuminati yang mengetahui lokasi proyektor itu, aku tidak mengetahuinya.”
jelasnya.
“Sekarang masih pertengahan Oktober. Kita harus menyusun rencana.” ujarku.
“Tenang saja, aku sudah menyusun semuanya dengan rapi.” seringai Meir. “Untuk saat ini,
lebih baik kau tidak menampakkan dirimu, Richie. Orang-orang illuminati itu mengincarmu.
Mereka ingin memusnahkan orang-orang yang diketahui memiliki ‘bakat’.” tambahnya.
“Jadi, darimana kita mulai?” tanyaku. “Sebuah langkah besar diawali dari satu langkah kecil,
Richie.” Jawab Meir. “Perlihatkan buku gambarmu.”
“Buku gambar? Darimana kau tahu?” tanyaku. Tidak ada orang yang pernah mengetahui
rahasia terdalamku itu.
“Tentu saja aku tahu, aku tahu semua hal tentangmu, Richie. Itulah keuntungan menjadi
Illuminati. Kami mengetahui semua rahasia terdalam setiap orang yang ada di dunia ini.”
“Baiklah. Tapi buku itu ada di rumahku, Florida.”
“Tenang saja, aku yang akan mengambilnya nanti. Sekarang kau istirahat saja di rumahku ini.
Sekarang aku harus pergi ke markas kami. Ada pertemuan penting.”
Beberapa hari kemudian..
“Tebak apa yang kubawa Richie.” Meir masuk membawa kardus berisi barang-barang pribadi
yang tertinggal di rumahku. Dia mengeluarkan buku gambarku. Sebuah buku gambar lusuh
yang penuh dengan coretan-coretan ganjil. Gambar-gambar yang anehnya menjadi kenyataan.
Meir membolak-balik lembar demi lembar buku lusuh itu. Akhirnya dia menemukannya.
“Ini dia, Richie. Oh ya ampun.” Meir tampak shock. Aku melihat gambar yang ditunjuk Meir.
Gambar sebuah menara tertinggi di dunia saat ini. Burj Dubai. “Tentu saja, mereka
membutuhkan tempat yang sangat tinggi untuk itu.” simpul Meir. “Kau tahu prinsip operasi
satelit pemancar, Richie?” tanya Meir kepadaku.
“Ya, aku mempelajarinya di kuliahku.” jawabku
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 9/28
”Bagus sekali, sekarang kita harus mencari tiket perjalanan ke Dubai. Jangan menghabiskan
waktu.” Meir segera bergegas ke iMac-nya, membooking tiket pesawat untuk 2 orang ke Dubai.
“Proyektor itu menggunakan satelit pemancar?” tanyaku.
“Ya, aku sudah mencetak blueprintnya. Lebih baik kau pelajari dulu.” Meir menyodorkan
sebuah gulungan kertas padaku. Aku membukanya. Diriku takjub. Ini adalah sebuah proyektor
yang sangat rumit. Yang telah disusun rapi oleh ilmuwan-ilmuwan Illuminati itu. Proyektor ini
sudah ditanam sejak dulu saat Burj Dubai dibangun, proyektor itu ada di puncak tertinggi.
“ Aku harus mempelajarinya lebih dalam Meir.”
“Tenang saja, kita masih punya 1 bulan. Maksimalkan hari-hari kosong ini Richie.”
Aku bergegas membuka Macbook-ku. Mempelajarinya sedetail mungkin. Mungkin ini adalah
satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan umat manusia dari kehancuran.
New York, 1 Desember 2012
“Oke Richie, saatnya mengubah sejarah.” Meir berjalan bersamaku melangkah menuju pintu 2A
bandara John F.Kennedy, New York. Kami meletakkan barang-barang kami di bagasi.
Sebenarnya inti dari rencana kami adalah Macbook-ku ini. Macbook-ku telah kuisikan virus
yang akan merusak ssistem proyektor itu seketika. Cukup menghubungkan laptopku dengan
mesin pusat kendali proyektor itu dengan kabel USB. Kami sudah menaiki pesawat. Aku terlalu
lelah setelah kerja keras sebulan ini. Aku terlelap dalam mimpi..
“ Dingin yang menusuk di tengah kelamnya padang pasir.. Kalajengking keluar dari lubang
persembunyiannya..Menara itu. Menara simbol angkuhnya manusia. Menara yang menjulang
menantang langit. Seberkas cahaya memancar dari menara itu. Cahaya itu berasal dari puncak
tertinggi menara sesosok mayat terjatuh dari ketinggian menara…”
Aku tersadar dari lelap. Meir sedang terlelap di sebelahku. Penumpang lain tak jauh beda.
Langit di luar tampak gelap. Malam telah tiba. Otakku berputar memikirkan apa maksud
penglihatanku tadi. Mayat yang terlempar? Siapa itu? batinku.
Dubai,2 Desember 2012
Pesawat Fly Emirates nomor penerbangan EMR-018 mendarat dengan mulus di landasan pacu
Bandara Internasional Dubai. Aku dan Meir turun setelah perjalanan melelahkan selama hampir
24 jam diatas pesawat. Aku merasa sedikit jet lag. Tapi Meir tampak biasa,seolah itu bukan
apa-apa buatnya. Meir memberhentikan sebuah taksi. Sebuah Toyota Limo baru. Seorang sopir
Arab bermuka ramah membukakan bagasi mobil dan menaikkan koper kami.
“Namaku Hussein, selamat datang di Dubai!” sapanya ramah dengan Bahasa Inggris yang
terbata-bata. Taksi kami meluncur di jalan yang mulus dan sepi. Dubai memang indah.
“Kalian tahu? Burj Dubai seperti dua mata pedang. Manfaatnya ada, tetapi ada hal buruknya
juga.” ujar Hussein.
“Hal buruk? Memang apa?” tanyaku.
“Ya..setelah adanya menara itu, cuaca di daerah ini jadi tak menentu. Dan..”
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 10/28
“ Apa?” tanyaku penasaran.
“ Aku memiliki perasaan buruk akan adanya menara itu, orang-orang di sekitarnya juga
merasakan hal yang sama.”
Taksi berhenti di hotel tempat kami menginap. Sebuah hotel kecil yang terletak di daerah yangmasih belum tersentuh tangan pengembang-pengembang yang bernafsu menghabiskan dollar
minyak itu. Meir membayar tip yang sangat besar bagi Hussein. Hussein berterimakasih.
“Lebih baik kita menginap di daerah seperti ini, tak terlalu menarik perhatian.” ujar Meir. Kami
segera check in dan memasuki kamar kami. Kami berbagi kamar. “Baiklah Richie, sebaiknya
kita beristirahat dulu sebelum aksi kita nanti, 6 Desember 2011.” Meir tertidur di kasur.
Aku termangu di jendela. Siapakah mayat itu? Apakah salah satu dari kami harus meninggal?
Atau salah satu teman Meir, anggota Illuminati? Diriku terlalu muda untuk semua ini.
Bagaimana reaksi orang tuaku nanti jika aku mati di tanah asing? Aku bahkan belum menikah.
Jika aku harus meninggalkan dunia ini terlebih dahulu, apa yang akan kurasakan nanti setelah
kematian? Apakah benar ada surga dan neraka? Aku ingin memberitahukan hal itu kepada
Meir, tapi aku sungkan. Ketakutan itu terus bersemayam dalam hatiku hari demi hari. Hari-hari
di Dubai kuhabiskan di hotel sementara Meir terus berusaha mencari informasi lebih detail
tentang Burj Dubai, sehingga tak akan ada halangan yang akan menimpa kami nanti.
Dubai, 6 Desember 2012, 19:30 Malam
Malam itu, aku mendapatkan sebuah keajaiban maha dahsyat. Sebuah hidayah yang
diturunkan kepadaku. Panggilan itu, ya panggilan lima kali sehari. Adzan Isya yang
menyadarkanku. Adzan yang menjadi sumber pencarian jati diriku selama ini. Seolah menjadi
jawaban apa tujuanku berada di dunia ini. Aku tersadar dari lelapnya mimpiku. Empat hari
berada disini membuatku lebih mengenal Islam dari dekat. Melihat Islam yang sesungguhnya.
Bukan Islam hasil propaganda media-media barat. Aku melangkah di malam yang dingin.
Kakiku melangkah secara otomatis ke arah masjid yang terletak tak jauh dari hotel. Hatiku luluh
saat melihat umat Islam menjalankan ibadah shalat subuh secara khusyuk. Aku termenung di
pelataran masjid. Itulah jawaban atas pertanyaan hidupku selama ini. Tujuan diciptakannya
diriku. Untuk beribadah kepada-Nya. Tuhan yang satu. Tuhan semesta alam. Tuhan yang Maha
Adil. Dia membimbingku kesini untuk mendapatkan hidayah. Semua ini telah diatur oleh Allah
swt. Mereka telah selesai shalat. Aku berjalan tertatih-tatih ke orang yang memimpin shalat.
Seseorang yang sangat ramah dan baik. Imam masjid ini. Dia menjelaskan semua
pertanyaanku tentang Islam. Yang semakin menguatkan hatiku untuk mengikuti ajaran yang
dibawa Nabi Muhammad saw. Ajaran yang tidak pernah berubah dari awal diturunkannyawahyu. Tidak seperti agama-agamaku sebelumnya yang isi ajarannya berubah-ubah menurut
kepentingan pribadi golongan tertentu. Pencerahan itu membekas di hatiku. Mungkin nanti
malam aku sudah tidak hidup lagi. Hatiku sudah mantap untuk memeluk Islam. Bergabung
dengan sebuah agama yang mengajarkan kebenaran. Sebuah agama yang mengajarkan jalan
yang lurus bagi setiap manusia. Mungkin nanti aku sudah tidak berada di dunia ini lagi. Bibirku
mengucap kalimat syahadat dengan kaku dibimbing oleh imam masjid, disaksikan oleh jamaah
shalat Isya yang mengelilingi diriku.
“ Asyhadu allaailaahaillalllah. Wa asyhadu anna Muhammadarrosuululloh.”
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 11/28
“ ALLLAHU AKBAR!!”
Gemuruh takbir bergaung di masjid. Jamaah yang menyaksikan prosesi sakral itu segera
berebutan untuk memelukku. Persaudaraan Islam memang erat. Persaudaraan yang dilandasi
iman dan islam. Persaudaraan yang tak akan lekang oleh waktu. Persaudaraan yang tak
memandang usia dan ras. Akhirnya diriku bergabung dengan sebuah keluarga terbaik di dunia.
Air membasahi mataku. Akhirnya diriku menemukan kebenaran hakiki. Semua yang terjadi
memang ada hikmahnya. Aku mengganti namaku menjadi Umar. Aku terinspirasi dari
keberanian Umar dalam menegakkan keadilan dan kerendah hatiannya. Aku segera
mensucikan diri dari najis-najis yang masih melekat saat diriku masih kafir. Setelah itu aku
berwudhu dan menunaikan Shalat Isya. Shalat pertamaku dalam hidup. Semua gundah gulana
yang tertanam dalam hati kecilku punah sudah. Hatiku menemukan kedamaian dalam naungan
Islam. Kini diriku sudah tidak takut lagi untuk menghadapi momen krusial itu. Momen yang akan
merubah hidup manusia.
Dubai, 6 Desember 2012, 22:00 Malam
Malam yang senyap di Dubai yang gemerlap. Langit yang kelam ditutupi awan hitam. Dua
bayangan berpakaian hitam melintas di kegelapan malam. Malam yang akan merubah hidup
umat manusia apabila kami gagal melakukannya. Aku memulai semua ini dengan Bismillah,
semoga Allah memberikan perlindungan-Nya kepada kami berdua. Kami berjalan dalam
kegelapan malam. Kami berusaha agar tak terlihat oleh orang-orang Illuminati yangberkeliaraan di jalanan Dubai. Kami menyelinap sehati-hati mungkin, agar rencana kami yang
telah tersusun rapi tidak hancur berantakan . Itu dia, Burj Dubai yang terkenal itu. Menara
tertinggi di dunia. Aku mengeluarkan liontin yang kubawa kemanapun aku pergi. Liontin
bergambar tunanganku, Selena. Aku mengecupnya sekali. Semoga aku masih bisa bertemu
dengannya nanti. Entah mengapa semua rencana yang tersusun rapi di otakku terasa hancur
berantakan. Aku menjadi gelisah. Kukencangkan tali ransel yang berisi Macbook-ku. Semoga
rencana kami berhasil, ya Allah batinku.
“Kau gugup, Richie?” tanya Meir
“Kalau aku boleh jujur, sangat gugup.”
“Tenanglah, kita harus tenang. Jika kau gugup, itu akan menjadi masalah nantinya.”
Aku menenangkan diri. Aku membaca beberapa doa yang diajarkan oleh imam masjid tadi. Aku
memasrahkan diri kepada Allah swt. Semoga kami berhasil, dan dunia terselamatkan. Kini rasa
gugupku sudah mulai mereda.
“Baiklah Meir, mari kita mulai.”
Kami menyelinap ke salah satu pintu masuk Burj Dubai yang berada di sisi paling sepi dari
keramaian. Meir melumpuhkan para penjaga keamanan dari belakang dengan jurus totoknya.
Meir mengambil sepasang senapan dari tubuh penjaga yang terbujur kaku di lantai dan
menyerahkan salah satunya kepadaku.
“Kau bisa menggunakan senapan kan?”
“Sedikit-sedikit”
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 12/28
“Sebisa mungkin kita tidak memancing keributan, atau kita akan ketahuan.”
Kami bergegas menaiki lift, merusak CCTV, lalu memencet nomor lantai sebelum lantai teratas,
lantai 699. Lift ini adalah sebuah lift supercepat sehingga hanya menunggu selama beberapa
menit, kami sudah tiba di tujuan. PIntu terbuka dan ternyata sebuah kejutan telah menyambut
kami. Lima pria bersenjata lengkap menghadang kami. Kami kalah jumlah. Tapi bukan Meir
namanya jika dia tidak punya nyali. Dia melakukan aksi kung fu yang sangat mengagumkan.
Dia menotok kelima orang itu dengan gerakan yang sangat cepat. Sampai-sampai aku tak bisa
melihat gerakannya dengan jelas. Kami segera bergegas menaiki tangga darurat dan
menyelinap ke lantai teratas.
“Mereka telah mengetahui kita.” aku panik.
Meir diam saja. Aku terus berlari mengikutinya. Aku melompati dua anak tangga sekaligus.
Bobot Macbook-ku terasa menjadi berat berpuluh kali lipat di punggungku. Aku merasakan
hawa tidak enak. Kami tiba di lantai teratas.
“Kerja bagus, Meir.” Suara di ujung ruangan bergema di ruangan ini. Ranselku terjatuh
berdebum. Ruangan ini berisi kumpulan pria berjubah hitam yang duduk dalam meja yang
melingkar. Mereka melepas topengnya. Muka-muka pemimpin negara-negara adidaya. Muka-
muka taipan bisnis dunia. Muka-muka pemimpin redaksi media massa yang terkenal di penjuru
dunia. Muka-muka tokoh-tokoh penting duduk di lingkaran itu. Mereka petinggi Illuminati. Aku
terperanjat. Apa maksud dari ini semua? Di ujung ruangan duduklah seorang yang misterius,
yang ditutupi oleh tirai. “Baiklah anak muda, apa yang kau harapkan disini? Ini adalah awal dari
sebuah dunia baru.” pria misterius itu kembali berbicara. “Lebih baik kau duduk manis disini dan
melihat proses agung terbentuknya sebuah dunia baru.Hahahaha.” pria misterius itu tertawa
kejam. Para pengawal menghampiriku dan mengikat tubuhku dengan tali tambang. Aku
memberontak, tetapi tak ada gunanya. Aku kalah jumlah. Aku kalah tenaga. Aku melemparkan
pandangan bertanya pada Meir. Tapi Meir hanya diam membisu.
“Meir, selama ini kau menipuku!”
“ Aku tak punya pilihan, mereka menawan keluargaku.”
Ternyata keluarga Meir tidak sedang liburan. Selama ini mereka diculik oleh Illuminati
“Baiklah Avram Meir, ini hadiah atas kerja kerasmu.” pria misterius itu melemparkan secarik
kertas dan sebuah kunci kepada Meir. “Pergi dan bebaskan keluargamu setelah pesta kita.”
Meir duduk di salah satu kursi yang kosong di lingkaran itu. Ekspresinya datar melihatku.
Selama ini aku ditipu. Jika tahu begini lebih baik aku tidak datang dari awal. Aku dijebak olehorang yang pernah menyelamatkan hidupku. Aku merasa seperti keledai dungu. Terikat di
tengah-tengah lingkaran setan. Sementara itu jam di dinding sudah menunjukkan pukul 23:59.
“Baiklah tuan-tuan. Saatnya berpesta! “ pria misterius itu kembali berbicara. “Mari bersulang
untuk dunia baru!”
Proyektor itu bekerja. Seberkas cahaya memancar dari puncak Burj Dubai. Cahaya hologram
yang memancarkan animasi Isa Al-Masih turun dari langit. Gelombang elektromagnetik
memancar dari Burj Dubai, menghipnotis umat manusia di penjuru bumi. Pasti saat ini
mayoritas media massa sedang menyiarkan berita ini. Karena tangan Illuminati bermain di
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 13/28
belakang semuanya. Manusia terhipnotis, semuanya akan akan hidup dalam alam mimpi
selamanya. Aku tidak tahan melihat ini semua. Bagaimana Selena sekarang? Apakah dia
terhipnotis juga? Aku beristigfar dalam hati. Aku memohon ampun atas semua kesalahan yang
pernah kuperbuat. Semoga Allah swt mengabulkan taubatku. Inilah saat terakhir, saat sebelum
diriku menjemput ajal. Aku telah gagal. Gagal menyelamatkan umat manusia. Gagalmenyelamatkan Selena. Padahal aku ingin mengajaknya masuk Islam setelah ini. Aku ingin
menghabiskan sisa hidupku yang tenang bersamanya. Tapi, apa daya. Semua sudah terlambat.
Manusia menjadi budak bagi mereka, para Illuminati. Aku terpedaya Meir. Semua ini sudah
diatur sejak awal. Aku tak bisa berbuat apa-apa.
“Baiklah nak, saatnya dirimu kembali ke neraka. Kurasa kau sudah melihat cukup banyak.” Tirai
itu terbuka. Aku menjerit. Seorang pria berwajah mengerikan bermata satu, berambut keriting
berpakaian tuksedo duduk di sebuah sofa mewah yang empuk. “Sebelum kau menyapa
malaikat penjaga neraka, ada baiknya aku memperkenalkan diriku. Akulah Dajjal. Aku adalah
pemimpin tentara suci yang akan melawan umat Muslim! Dan ini adalah salah satu rencana
awalku. Untuk rencana-rencana berikutnya…maaf. Kau tidak bisa melihatnya. Kau akan
kupulangkan ke neraka.”
Dia menjetikkan jari dan sebuah lecutan api menampar mukaku. Rupanya dia ingin menyiksaku
dulu sebelum ajal menjemputku. Tiba-tiba sekumpulan pasukan masuk ke ruangan.
“Lapor tuan! Pancaran gelombang elektromagnetik terhenti. Sepertinya ada yang mengacaukan
pusat kendali proyektor kita!”
Aku terperanjat. Aku melihat sekeliling. Tidak ada Meir. Pasti dia yang melakukannya. Ternyata
selama ini dia juga berpura-pura pada Illuminati. Tadi dia hanya berpura-pura menyerahkanku.
Dialah yang membawa macbook-ku dan mengacaukan sistem. Layar di dinding
memperlihatkan manusia yang kembali sadar dari hipnotis. Selena selamat. Banyak manusia
yang kebingungan atas apa yang terjadi. Aku memanfaatkan situasi ini dengan berguling ke
arah pintu. Tidak ada yang menyadariku. Mereka semua terlalu panik. Aku menyangkutkan tali
pengikatku ke pengait besi yang ada di tembok, aku berguling dengan cepat. Tali pengikatku
terlepas. Aku berlari ke dalam lift. Aku bertemu dengan Meir.
“Maaf atas yang tadi, Richie. Aku tak tahu mereka berkumpul di atas. Kurasa sedikit improvisasi
tidak apa-apa kan?”
“Yang penting rencana kita berhasil.”
Terdengar derap langkah dari kejauhan. Mereka menyadari hilangnya diriku. Kami dalam
bahaya.
“Dengar Richie. Ini alamat dimana keluargaku ditawan.” Meir menyerahkan secarik kertas dan
kunci. “Bebaskan mereka, dan bawa mereka kabur bersamamu Richie. Sampaikan kepada
mereka. Aku sayang mereka.”
“ Apa yang akan kau lakukan Meir?”
“ Aku akan menahan mereka, hanya itu peluang kita.”
“Tidak Meir, aku tidak akan meninggalkanmu.”
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 14/28
“Pergi.”
Meir mendorongku ke dalam lift dan memberikan salah satu senapan. Aku melihat sendiri Meir
dengan gagah berani menghadapi para Illuminati itu. Meir ditembak oleh puluhan timah panas,
tapi Meir tidak menyerah. Dia berjuang hingga tetes terakhir darahnya menetes dari pembuluh
jantungnya. Meir menghabisi Illuminati itu. Tapi bantuan datang. Meir sudah sekarat. Meir
dibuang dari jendela oleh Illuminati lain yang datang membantu. Meir jatuh dari ketinggian 700
lantai. Mayat dalam penglihatanku adalah Meir. Aku tak akan menyia-nyiakan nyawa Meir. Aku
segera memencet lantai satu. Lift berdentang. Aku tiba di lantai terbawah. Aku menembaki para
penjaga dengan senapanku. Aku berlari keluar dari Burj Dubai. Aku akan mencari keluarga
Meir yang ditawan, dan membawa mereka ke tempat yang aman. Aku akan memberitahu umat
Muslim di seluruh dunia. Kami harus menyiapkan diri. Kami harus merapatkan barisan. Kami
akan menghadapi peperangan akhir zaman. Dajjal telah keluar.
TAMAT
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 15/28
Dé jà vu
M.Farhan, X.I
“ Malam yang sangat tenang. Langit kelam berawan hitam sembunyikan purnama yangmenampakkan sinarnya dengan malu-malu. Meneduhi manusia yang terlelap dalam buaian
mimpi maya. Sesosok tubuh melayang dari ketinggian langit. Orang itu. Orang yang dijanjikan
akan turun di akhir zaman. Umat manusia terbuai dalam mimpinya. Sebuah mimpi maya. Mimpi
yang telah diatur oleh sekelompok bajingan itu. Mimpi yang menembus pikiran alam bawah
sadar. Mimpi yang membuat manusia akan hidup di alam mimpi selamanya…”
Kelebatan gambar itu terlintas di alam bawah sadarku. Ya, gambar-gambar itu. Gambar-gambar
yang menghantui pikiranku selama ini. Gambar-gambar peristiwa yang akan terjadi di masa
depan. Semua terlintas di saat yang tidak terduga. Hidupku yang tak pernah tenang lagi
semenjak kejadian itu. Kejadian yang membuatku memiliki anugerah ini. Anugerah melihat
kelebatan-kelebatan peristiwa yang akan terjadi nanti. Peristiwa yang akan mengubah sejarah
dan hidup manusia.
Manhattan, New York 18 April 1993
Entah kau mau percaya ceritaku atau tidak, semua kembali ke logika dan nalar yang ada pada
dirimu. Tapi aku bersumpah ini nyata. Namaku Richard Rodriguez. Kau bisa memanggilku
Richie. Awalnya aku hanyalah seorang anak kecil biasa, hidup normal seperti teman-teman
seusiaku, aku pergi ke taman kanak-kanak, bermain baseball, suka roti isi selai kacang,
menonton The Simpsons di malam hari. Semuanya sangat normal. Saat itu aku masih tinggal di
Manhattan, New York. Semua kejadian itu berawal disaat aku masih berusia 4 tahun, musim
panas yang indah di tahun ’93. Kejadian itu masih segar di benakku, seperti baru saja terjadi
kemarin sore. Orang-orang berbaju putih itu. Orang-orang yang menculikku di halaman
belakang rumahku saat aku sedang bermain sendirian tanpa pengawasan orang tuaku. Orang-
orang yang menyekapku di dalam bagasi sebuah mobil tua. Orang-orang yang membawaku ke
sebuah tempat yang sangat aneh.
Ya, aku tak tahu harus menyebut apa tempat itu, entah laboratorium, atau sebuah penjara.
Tempat serba putih yang sangat luas. Tempat yang penuh dengan orang-orang berjubah putih
dan mengenakan topeng. Topeng itu, topeng yang sangat menakutkan bagi anak kecil
sepertiku. Topeng berbentuk makhluk-makhluk paling mengerikan yang pernah ada, yang
belakangan kuketahui berasal dari peradaban mesir kuno. Aku dijadikan “kelinci percobaan”
oleh mereka. Orang-orang tidak berperikemanusiaan yang menjalankan sebuah proyek rahasia.
Proyek yang mengubah frekuensi gelombang otak manusia. Eksperimen mereka telah
menghabiskan puluhan nyawa anak-anak kecil tidak berdosa.
Aku termasuk salah satu diantara sekian anak yang beruntung tidak meregang nyawa saat alat
itu menusuk otakku. Ya, alat itu. Aku tidak tahu namanya, tapi alat itu sangat mengerikan,
terbuat dari silinder besar logam yang berukir gambar-gambar aneh dan berujung tajam seperti
jarum untuk menyuntik. Alat yang menyuntikkan gelombang listrik tegangan tinggi yang
membuatku kejang-kejang dan mulut berbusa selama beberapa saat sehingga aku dianggap
“kelinci percobaan” yang gagal. Aku dibuang dari laboratorium itu. Laboratorium nomor 51. Aku
dibuang ke sebuah gudang yang di dalamnya bertumpuk gunungan mayat anak-anak kecil tak
berdosa yang “gagal”.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 16/28
Aku masih ingat saat-saat mengerikan itu. Sendirian di sebuah ruangan ditemani puluhan
mayat anak-anak seumuranku yang bermuka menjerit dalam sunyi. Beruntung aku bisa keluar
dari tempat itu. Sangat beruntung. Aku menyelinap saat orang-orang itu masuk membawakanku
sebuah mayat lagi. Aku ingat saat-saat mencekam itu. Tersesat sendirian di tempat itu. Melihat
percobaan-percobaan mengerikan lain. Melihat kurungan berisi anak-anak tidak berdosa itu.
Ekspresi ketakutan mereka terekam di otakku hingga saat ini. Lalu pria itu melihatku. Salah satu
pria yang mengenakan jubah putih itu, tapi tidak mengenakan topeng. Pria kekar berahang
tegas berambut abu-abu yang memiliki sebuah luka codet yang dalam di pipi kirinya. Dia
mendekatiku, aku bergegas berlari darinya. Aku takut dia akan membawaku kembali ke
laboratorium itu. Dia mengejarku.
“Tidak apa-apa, aku tidak akan menyakitimu” ujarnya dengan suara berat.
Dia berhasil mengejarku, lalu menggendongku secara paksa dan membawaku ke mobilnya
yang sudah terparkir di belakang tempat itu. Aku dibuatnya pingsan sehingga tidak tahu dimana
lokasi tempat itu, tetapi aku masih ingat saat-saat terakhir itu, nama yang tercantum di jubahnya
adalah
“Horus”
Aku masih ingat kejadian dé jà vu pertamaku. Saat itu aku berumur 5 tahun. Kelebatan gambar
pertama itu muncul saat aku sedang menonton acara NFL di televisi. Gambar runtuhnya
menara kembar WTC di New York. Gambar ledakan yang menewaskan orang orang tak
berdosa itu. Gambar muka-muka korban luka bakar, dan juga mayat-mayat itu. Awalnya aku
mengacuhkan hal-hal itu, namun ternyata gambar-gambar itu benar-benar terjadi saat 11
September 2001. Lama-kelamaan kelebatan gambar-gambar itu kugambar di dalam sebuah
buku gambar. Kugambar kelebatan gambar itu dengan sedetail mungkin, dan gambar itu selalu
menjadi kenyataan. Gambar invasi AS ke Irak, gambar tsunami Asia Tenggara, gambar
terpilihnya presiden kulit hitam AS pertama, gambar gempa di Jepang, gambar kerusuhan
London, dan gambar-gambar lainnya.
Florida, 15 Oktober 2012
Kini usiaku sudah 23 tahun. Kelebatan gambar itu masih sering lewat di otakku, tapi sekarang
aku lebih menikmatinya. Rasanya seperti mendapat berita lebih dahulu dari orang lain.
Kelulusanku dari Harvard tinggal menunggu waktu. Aku mempelajari ilmu astronomi disana, aku
ingin mengungkap rahasia alam semesta yang sangat luas, tentang fenomena-fenomena yang
terjadi diluar logika manusia. Kunikmati liburan sebelum wisuda ini di rumah kecilku, sebuah
kota kecil di tepi pantai di Negara bagian Florida. Berselancar di pagi hari, menikmati matahari
terbenam di sore hari, dan membakar api unggun di malam hari bersama teman-temanku.
Sudah sebulan ini aku sengaja tak berhubungan dengan dunia luar. Aku ingin menikmati libur
sebelum wisuda ini. Libur sebelum kembali ke dunia nyata. Hari ini masih pagi buta. Sebelum
melakukan rutinitas berselancar, rasa iseng membawaku untuk menyalakan lagi Macbook-ku.
Kubuka halaman facebook-ku. Teman-teman sejurusanku sudah mendapat pekerjaan semua,
kecuali diriku. Nathan diterima di NASA, Jessica akan bekerja di ISS, Eddie yang pemalas pun
diterima di CNN sebagai peramal cuaca.
“Hai Richie, sudah dapat pekerjaan? Jika belum ada…”
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 17/28
begitulah postingan-postingan yang ada di wall facebookku. Lowongan pekerjaan bertubi-tubi
datang menghampiriku, tapi tak ada yang sesuai denganku. Aku menginginkan sebuah
pekerjaan yang lebih menantang. Tapi keinginanku ditentang oleh orangtuaku.
“Richard, kau harus segera mencari pekerjaan.”
Kalimat itulah yang selalu diulang-ulang ibuku belakangan ini. Heran, mengapa harus lelah
bekerja di dunia luar sementara aku bisa disini, menikmati indahnya hidup. Tapi, di tengah
indahnya hidup itu aku merasakan kekosongan pada jiwaku. Aku merasa ada yang kurang
selama ini. Tujuan hidupku. Pencarian jatidiriku selama minggu-minggu liburan ini belum
membuahkan hasil. Aku sudah berpindah-pindah agama, tapi tak ada yang pas dengan hatiku.
Saat ini aku atheis. Aku tak percaya dengan sesuatu yang bernama Tuhan. Pandanganku
tertuju pada sebuah e-mail yang ada di inbox account Gmail-ku, sebuah e-mail yang menarik
kenanganku kembali ke masa belasan tahun lalu.
From: horus@illuminati.org
To: richierodriguez@gmail.com
Hi Richie,
Masih ingat denganku? Aku punya pekerjaan yang menarik untukmu, temui aku di Madison Square
Garden, N.Y saat purnama penuh oktober
Horus… batinku.
Nama itu seperti tidak asing bagiku..
Ingatanku melayang kembali ke peristiwa itu. Dia orang yang menyelamatkanku dari gedung itu.
Gedung berisi orang-orang aneh yang mengenakan jubah putih dan topeng mengerikan itu.
Ya, pasti dia orangnya pikirku.
Mataku segera melayang ke kalender yang ada di desktop Macbook-ku. Sekarang pertengahan
Oktober.
Sial, sekarang purnama penuh pikirku.
Tanganku meraih jaket yang tersampir di bangku dan bergegas mengambil kunci Chevrolet
Camaro ’76-ku. Aku harus cepat. Florida ke New York itu dari ujung timur ke ujung barat
Amerika !
“Wrooooooooooooom…”
Deru mesin turbo V8 modifikasiku sendiri meraung kencang. Mobilku sudah setengah jalan
dalam perjalanan lintas Amerika ini. Mobilku melaju di jalan antar negara bagian No.57. Daerah
pegunungan Rocky mountain di tengah-tengah negara Amerika Serikat. Hamparan bukit-bukit
berbatu bertebaran di sekitar jalan. Burung-burung elang botak khas amerika sedang
beterbangan mencari mangsa. Langit terlihat gelap, sekarang musim gugur. Matahari sudah
mulai malas menampakkan dirinya kepada kami, penduduk AS. Pohon-pohon oak,cemara, dan
pinus menggugurkan daunnya untuk persiapan menghadapi musim dingin yang keras di
Amerika. Radio di mobilku sedang memutar lagu Miley Cyrus ”Party in the USA”.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 18/28
Saat itu baru kusadari, ternyata diriku sedang dibuntuti oleh sebuah mobil di belakangku. Mobil
tanpa plat nomor. Sebuah van Chevrolet hitam tahun 80-an.
Pengemudinya adalah seorang dengan topi hitam dan kacamata yang juga hitam, mengenakan
jaket hitam dan bersarung tangan hitam pula.
Serba hitam, mencurigakan batinku.
Tiba-tiba terlihat moncong sebuah pistol di spionku. “DORR!!” pria mencurigakan itu
menembakkan pistol revolver 9mm-nya ke arah mobilku. Beruntung peluru itu meleset sekian
millimeter dari ban belakang mobilku. “DORRR!! DORR!!” pria itu kembali memuntahkan
lesatan timah panas dari pistolnya. Aku segera menginjak kopling, memindahkan gigi,
menginjak pedal gas dalam-dalam dan mengebut Camaro-ku sekencang mungkin melewati
jalanan antar negara bagian ini. Jarum angka di speedometerku sudah menunjukkan angka 180
km/jam. Rentetan peluru kembali terdengar di belakangku, dan peluru itu mengenai bagasi
belakangku.
Sialan, kau harus membayar itu pikirku.
Dengan lincah mobilku berkelok menyusuri jalanan Grand Canyon yang berbahaya dan
berliku-liku. Sebisa mungkin mobilku harus berjarak minimal 500 meter sehingga jarak
tembaknya menjadi tidak efektif lagi. Pedal gas kuinjak semakin dalam, putaran mesin mobilku
sudah mencapai 8.600 rpm, van itu semakin tertinggal jauh dibelakang mobilku. Di depanku
tepampang rambu peringatan akan tikungan tajam yang hampir membentuk sudut 90 derajat.
Aku segera melepas injakan pedal gasku dan menarik rem tangan, membuat gerakan drifting
yang kupelajari dari teman sekelasku di masa SMA yang berasal dari kiblat drifting dunia,
Hanzo. Mobilku meluncur dengan mulus di tikungan tajam itu. Sedangkan orang misterius itu
karena saking bernafsunya ingin mengejarku tidak melihat tanda peringatan tikungan tajam itu,
dan dengan mulusnya mobil itu terjun langsung ke kedalaman Grand Canyon yang berbatu
tajam. Mobilku berhenti di tepi jurang. Pandanganku tertuju pada sungai berbatu tajam yang
mengalir deras 500 meter dibawahku. Mustahil dia bisa selamat.
Mengganggu saja batinku.
Aku kembali ke mobil dan melanjutkan sisa perjalananku, khawatir terlambat tiba di N.Y tepat
pada waktunya.
Aku tiba di Madison Square Garden tepat saat purnama penuh. New York Knicks sedang
bermain melawan Los Angeles Lakers.
Hei, jauh-jauh aku kesini mengapa melewatkan kesempatan emas ini? Menonton permainan
Lakers langsung dengan mata kepalaku sendiri pikirku.
Final NBA game pertama musim ini. Puluhan ribu pasang mata menyaksikan permainan knicks
melawan lakers.
Kedua tim saling kejar mengejar skor. Pertandingan sudah memasuki kuarter terakhir.
Puluhan ribu penonton menjerit saat Kobe Bryan melakukan slam dunk dengan brilian,
permainan berakhir dengan 99-101. Kemenangan tipis untuk Lakers.
Mana dia? Aku tak mengenalinya Pikirku.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 19/28
Aku berkeliling Madison Square Garden untuk yang kesekian kalinya. Ada banyak orang disini.
Orang-orang dari beragam ras. Dari ras Indian penduduk asli Amerika, ras Negro, ras Asia
Timur,Hispanik, Timur Tengah, dan lainnya. Amerika kini penuh dengan ras imigran.
Oh ya, aku lupa. Dia memiliki codet di pipi kirinya ingatku.
Pandanganku terus mengawasi orang-orang yang berjalan lalu-lalang di sekitarku. Tak ada.
Mungkin aku dikerjai, sialan pikirku. Aku sudah ingin kembali ke parkiran saat tangan dingin itu
menepuk pundakku.
“Hai Richie, lama tak bertemu” sapa suara berat itu.
Ya, dia pasti Horus. Kepalaku menoleh ke belakang, Muka itu tetap mengejutkanku. Muka
tanpa belas kasihan dengan codet di pipinya dan rambut abu-abu itu. Muka yang membawaku
kembali bertahun-tahun lalu..
“Hai..Horus?” tanyaku.
“Masih ingat rupanya?” tanyanya.
“Ya, aku hanya ingat luka itu” tunjukku ke arah codetnya.
”Oh, hahaha” tawanya. “Baiklah, lebih baik kita bicara.” Lanjutnya menjadi serius.
“Oke
” jawabku.
“Tapi jangan disini.” Ujarnya.”Terlalu rawan untuk dicuri dengar.” Dia menarik tanganku
melewati kerumunan pendukung Knicks ke sebuah gang sempit di ujung jalan. Gang itu becek
dan ada siluet anjing-anjing liar di ujung gang itu.
“Baiklah, apakah aku mendapat balasan yang setimpal atas kunjungan jauhku ini?” tanyaku.
“Tentu saja, tapi sebelumnya, apakah kau mau tahu rahasia masa lalumu?” dia balik bertanya.
“Masa lalu?
” aku terperangah. Akhirnya setelah penantian bertahun-tahun, rahasia tentang
masa laluku akan jelas.
“ Apa yang kau ketahui tentang illuminati?” tanyanya.
“Illuminati?” otakku mengingat-ingat kata itu. Sepertinya tidak asing.. batinku.
“Tidak tahu? Baiklah.” Jawabnya. “Illuminati adalah organisasi super rahasia yang memiliki
jaringan yang tersebar di seluruh dunia. Dan aku adalah salah satu di antara mereka.” Ujarnya.
“Jadi? Orang-orang berjubah putih itu juga illuminati?” aku tercengang.
“Ya, bisa dibilang begitu.” Jawabnya.
“ Apa tujuan kalian melakukan itu semua?” tanyaku. Aku ingin semua ini menjadi jelas. Jawaban
atas pertanyaanku selama ini, yang selalu tersimpan dalam pikiranku.
“Kami, illuminati memiliki satu tujuan, yaitu membuat new world order atau tatanan dunia baru.
Dimana kamilah yang akan menguasai dunia, dan kalian, yang bukan golongan kami sebagai
budak.” terangnya.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 20/28
“ Apa? Kurang ajar! Aku tidak akan membiarkannya!” hardikku.
“Ya, aku sudah menduganya hahaha.” Dia malah tertawa.
“Mengapa tertawa? Kalian sungguh keterlaluan!” jawabku.
“Tenang saja, aku sebenarnya ingin menghancurkan mereka dari dalam. Nama asliku Avram
Meir, panggil saja diriku Meir.” Jelasnya.” Aku menebak, engkau pasti dihalang-halangi saat
menuju ke sini.” tebaknya.
“Ya, aku dikejar oleh sebuah van hitam.” Jawabku.
“Berarti mereka sudah menyadari berbahayanya keberadaanmu bagi mereka.” simpulnya.“Kita
harus lebih berhati-hati dalam bergerak sekarang.”
“Jadi, pekerjaan apa yang harus kulakukan?” tanyaku.
“Itu gampang, kita akan membicarakannya nanti. Tapi maukah kau bekerja bersamaku? Demi
keselamatan umat manusia?” dia balik bertanya.
“Tentu saja.” jawabku.
Kami pun berjabat tangan dengan erat
“Baiklah,” jawabku, “Lagipula, aku terlalu lelah.” tiba-tiba aku jatuh dalam kelebatan gambar.
Malam yang dingin. Langit penuh dengan awan hitam. Petir menyambar bangunan-bangunan
pencakar langit. Diriku terombang-ambing di angkasa. Sebuah benda menampakkan sinarnya
dari langit. Sesosok tubuh turun dari langit. Manusia terperangah. Semua terhipnotis. Aku
menjerit .
Yang kuingat setelah bangun adalah diriku terbaring di atas sebuah kasur empuk di atas
ranjang yang hangat.
“Dimana ini?
” tanyaku.
“Selamat datang di rumahku, Richie. Kau tiba-tiba jatuh tertidur tadi malam.” ujar Meir di depan
pintu kamar. “Lebih baik kau turun ke bawah.”
Aku keluar dari kamar dan menuruni tangga. Ini adalah rumah yang cukup nyaman. Ada
sebuah foto keluarga di ruang tengah.
“Dimana istri dan anak-anakmu Meir?”
“Mereka sedang…berlibur.” jawab Meir dingin. Meir ternyata sedang memasak. “Kau inginomelette?” tawar Meir.
“ Asal tidak merepotkanmu.”
Meir menceplok telur kedua dan menambahkan beberapa bumbu dan tambahan lain. Aku
duduk di meja makan. Omelette telah matang. Meir menyorongkan sepiring besar omelette
kepadaku.
“Terimakasih Meir, jadi bisa kau jelaskan lebih jelas rencana kita sekarang?” tanyaku.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 21/28
“Jangan cepat-cepat Richie. Lebih baik kita nikmati dulu sarapan kita sekarang.” jawab Meir
ringan.”
Kami pun menikmati sarapan dalam diam. Omelette buatan Meir sangat enak. Digoreng garing
dengan tambahan daging asap di dalamnya.
“Kau jago memasak, Meir.”
“Resep dari keluargaku.” jawabnya acuh.
Tak terasa piring kami sudah bersih dari makanan. Meir beranjak ke kulkas, mengambil
sekaleng bir dingin.
“Mau minum?” tawarnya.
“Tidak, aku tidak minum bir.” jawabku singkat.
“Jadi, mau tahu rencana kita sekarang?” tawar Meir.
“Tentu saja!” jawabku bersemangat. “Demi keselamatan umat manusia!” tambahku.
“Haha, baguslah jika kau bersemangat.” Ujarnya. “Jadi, rencana utama dari Illuminati adalah
mengendalikan umat manusia dalam mimpi, menghapuskan agama, pemerintahan, dan sekat-
sekat pemisah. Mereka akan memproyeksikan seolah-olah Isa Al-Masih turun dari langit untuk
membawa manusia dalam kedamaian. Lalu menembakkan gelombang elektromagnetik yangmengendalikan alam bawah sadar manusia. Setelah itu manusia akan menjadi budak Illuminati
selamanya. Dan kau adalah salah satu kelinci percobaan mereka, percobaan gelombang
elektromagnetik yang disuntikkan ke otak.” terangnya.
“Tapi mengapa aku mendapat bakat ini? Bakat melihat masa depan?” tanyaku.
“Saat itu aku yang mendapat giliran mengujimu. Dan aku melihat anomali dalam otakmu.
Otakmu dianugrahi kemampuan luar biasa saat bereaksi terhadap gelombang hipnotis. Otakmu
memberontak terhadap pengaruh hipnotis itu. Aku melihat berubahnya frekuensi gelombangotakmu menjadi gelombang otak yang jarang ditemukan dalam otak manusia kebanyakan.
Gelombang Theta.” jawabnya.
“Gelombang Theta? tanyaku.
”Ya, gelombang yang hanya ada pada orang yang memiliki indra keenam. Indera untuk melihat
masa depan.” terangnya.
“Jadi aku memiliki indera keenam?” tanyaku keheranan.
“Iya, tepatnya dé jà vu.” jawab Meir.
“Dé jà vu? Jadi itu benar-benar nyata?” tanyaku.
“Ya, bagi orang-orang tertentu.” jawabnya dingin.
“Tapi mengapa kau menyelamatkanku waktu itu?” tanyaku.
“ Aku berpikir kau selayaknya dibiarkan hidup. Kau memiliki bakat terpendam.” Jawab Meir
terkekeh.
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 22/28
“Kembali ke rencana mereka. Mereka akan memproyeksikan gelombang itu 6 Desember 2011.
Saat bulan memiliki koordinat orbit sejajar dengan bumi dan planet-planet lain disekitarnya,
momen langka yang hanya terjadi ratusan tahun sekali. Dan tugas kita adalah mengacaukan
kordinat proyektor yang akan menyiarkan hologram ilusi dan gelombang elektromagnet itu.”
terangnya.
“Dimana proyektor itu?” tanyaku.
“Kau mengetahuinya Richie, dalam dé jà vu-mu itu.” jawabnya.
“Iya? Kau yakin?” tanyaku setengah tak percaya.
“Ya, aku 100 persen yakin.” jawabnya.
“Hanya petinggi Illuminati yang mengetahui lokasi proyektor itu, aku tidak mengetahuinya.”
jelasnya.
“Sekarang masih pertengahan Oktober. Kita harus menyusun rencana.” ujarku.
“Tenang saja, aku sudah menyusun semuanya dengan rapi.” seringai Meir. “Untuk saat ini,
lebih baik kau tidak menampakkan dirimu, Richie. Orang-orang illuminati itu mengincarmu.
Mereka ingin memusnahkan orang-orang yang diketahui memiliki ‘bakat’.” tambahnya.
“Jadi, darimana kita mulai?” tanyaku. “Sebuah langkah besar diawali dari satu langkah kecil,
Richie.” Jawab Meir. “Perlihatkan buku gambarmu.”
“Buku gambar? Darimana kau tahu?” tanyaku. Tidak ada orang yang pernah mengetahui
rahasia terdalamku itu.
“Tentu saja aku tahu, aku tahu semua hal tentangmu, Richie. Itulah keuntungan menjadi
Illuminati. Kami mengetahui semua rahasia terdalam setiap orang yang ada di dunia ini. ”
“Baiklah. Tapi buku itu ada di rumahku, Florida.”
“Tenang saja, aku yang akan mengambilnya nanti. Sekarang kau istirahat saja di rumahku ini.
Sekarang aku harus pergi ke markas kami. Ada pertemuan penting.”
Beberapa hari kemudian..
“Tebak apa yang kubawa Richie.” Meir masuk membawa kardus berisi barang-barang pribadi
yang tertinggal di rumahku. Dia mengeluarkan buku gambarku. Sebuah buku gambar lusuh
yang penuh dengan coretan-coretan ganjil. Gambar-gambar yang anehnya menjadi kenyataan.
Meir membolak-balik lembar demi lembar buku lusuh itu. Akhirnya dia menemukannya.
“Ini dia, Richie. Oh ya ampun.” Meir tampak shock. Aku melihat gambar yang ditunjuk Meir.
Gambar sebuah menara tertinggi di dunia saat ini. Burj Dubai. “Tentu saja, mereka
membutuhkan tempat yang sangat tinggi untuk itu.” simpul Meir. “Kau tahu prinsip operasi
satelit pemancar, Richie?” tanya Meir kepadaku.
“Ya, aku mempelajarinya di kuliahku.” jawabku
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 23/28
”Bagus sekali, sekarang kita harus mencari tiket perjalanan ke Dubai. Jangan menghabiskan
waktu.” Meir segera bergegas ke iMac-nya, membooking tiket pesawat untuk 2 orang ke Dubai.
“Proyektor itu menggunakan satelit pemancar?” tanyaku.
“Ya, aku sudah mencetak blueprintnya. Lebih baik kau pelajari dulu.” Meir menyodorkan
sebuah gulungan kertas padaku. Aku membukanya. Diriku takjub. Ini adalah sebuah proyektor
yang sangat rumit. Yang telah disusun rapi oleh ilmuwan-ilmuwan Illuminati itu. Proyektor ini
sudah ditanam sejak dulu saat Burj Dubai dibangun, proyektor itu ada di puncak tertinggi.
“ Aku harus mempelajarinya lebih dalam Meir.”
“Tenang saja, kita masih punya 1 bulan. Maksimalkan hari-hari kosong ini Richie.”
Aku bergegas membuka Macbook-ku. Mempelajarinya sedetail mungkin. Mungkin ini adalah
satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan umat manusia dari kehancuran.
New York, 1 Desember 2012
“Oke Richie, saatnya mengubah sejarah.” Meir berjalan bersamaku melangkah menuju pintu 2A
bandara John F.Kennedy, New York. Kami meletakkan barang-barang kami di bagasi.
Sebenarnya inti dari rencana kami adalah Macbook-ku ini. Macbook-ku telah kuisikan virus
yang akan merusak ssistem proyektor itu seketika. Cukup menghubungkan laptopku dengan
mesin pusat kendali proyektor itu dengan kabel USB. Kami sudah menaiki pesawat. Aku terlalu
lelah setelah kerja keras sebulan ini. Aku terlelap dalam mimpi..
“ Dingin yang menusuk di tengah kelamnya padang pasir.. Kalajengking keluar dari lubang
persembunyiannya..Menara itu. Menara simbol angkuhnya manusia. Menara yang menjulang
menantang langit. Seberkas cahaya memancar dari menara itu. Cahaya itu berasal dari puncak
tertinggi menara sesosok mayat terjatuh dari ketinggian menara…”
Aku tersadar dari lelap. Meir sedang terlelap di sebelahku. Penumpang lain tak jauh beda.
Langit di luar tampak gelap. Malam telah tiba. Otakku berputar memikirkan apa maksud
penglihatanku tadi. Mayat yang terlempar? Siapa itu? batinku.
Dubai,2 Desember 2012
Pesawat Fly Emirates nomor penerbangan EMR-018 mendarat dengan mulus di landasan pacu
Bandara Internasional Dubai. Aku dan Meir turun setelah perjalanan melelahkan selama hampir
24 jam diatas pesawat. Aku merasa sedikit jet lag. Tapi Meir tampak biasa,seolah itu bukan
apa-apa buatnya. Meir memberhentikan sebuah taksi. Sebuah Toyota Limo baru. Seorang sopir
Arab bermuka ramah membukakan bagasi mobil dan menaikkan koper kami.
“Namaku Hussein, selamat datang di Dubai!” sapanya ramah dengan Bahasa Inggris yang
terbata-bata. Taksi kami meluncur di jalan yang mulus dan sepi. Dubai memang indah.
“Kalian tahu? Burj Dubai seperti dua mata pedang. Manfaatnya ada, tetapi ada hal buruknya
juga.” ujar Hussein.
“Hal buruk? Memang apa?” tanyaku.
“Ya..setelah adanya menara itu, cuaca di daerah ini jadi tak menentu. Dan..”
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 24/28
“ Apa?” tanyaku penasaran.
“ Aku memiliki perasaan buruk akan adanya menara itu, orang-orang di sekitarnya juga
merasakan hal yang sama.”
Taksi berhenti di hotel tempat kami menginap. Sebuah hotel kecil yang terletak di daerah yang
masih belum tersentuh tangan pengembang-pengembang yang bernafsu menghabiskan dollar
minyak itu. Meir membayar tip yang sangat besar bagi Hussein. Hussein berterimakasih.
“Lebih baik kita menginap di daerah seperti ini, tak terlalu menarik perhatian.” ujar Meir. Kami
segera check in dan memasuki kamar kami. Kami berbagi kamar. “Baiklah Richie, sebaiknya
kita beristirahat dulu sebelum aksi kita nanti, 6 Desember 2011.” Meir tertidur di kasur.
Aku termangu di jendela. Siapakah mayat itu? Apakah salah satu dari kami harus meninggal?
Atau salah satu teman Meir, anggota Illuminati? Diriku terlalu muda untuk semua ini.
Bagaimana reaksi orang tuaku nanti jika aku mati di tanah asing? Aku bahkan belum menikah.
Jika aku harus meninggalkan dunia ini terlebih dahulu, apa yang akan kurasakan nanti setelah
kematian? Apakah benar ada surga dan neraka? Aku ingin memberitahukan hal itu kepada
Meir, tapi aku sungkan. Ketakutan itu terus bersemayam dalam hatiku hari demi hari. Hari-hari
di Dubai kuhabiskan di hotel sementara Meir terus berusaha mencari informasi lebih detail
tentang Burj Dubai, sehingga tak akan ada halangan yang akan menimpa kami nanti.
Dubai, 6 Desember 2012, 19:30 Malam
Malam itu, aku mendapatkan sebuah keajaiban maha dahsyat. Sebuah hidayah yang
diturunkan kepadaku. Panggilan itu, ya panggilan lima kali sehari. Adzan Isya yang
menyadarkanku. Adzan yang menjadi sumber pencarian jati diriku selama ini. Seolah menjadi
jawaban apa tujuanku berada di dunia ini. Aku tersadar dari lelapnya mimpiku. Empat hari
berada disini membuatku lebih mengenal Islam dari dekat. Melihat Islam yang sesungguhnya.
Bukan Islam hasil propaganda media-media barat. Aku melangkah di malam yang dingin.
Kakiku melangkah secara otomatis ke arah masjid yang terletak tak jauh dari hotel. Hatiku luluh
saat melihat umat Islam menjalankan ibadah shalat subuh secara khusyuk. Aku termenung di
pelataran masjid. Itulah jawaban atas pertanyaan hidupku selama ini. Tujuan diciptakannya
diriku. Untuk beribadah kepada-Nya. Tuhan yang satu. Tuhan semesta alam. Tuhan yang Maha
Adil. Dia membimbingku kesini untuk mendapatkan hidayah. Semua ini telah diatur oleh Allah
swt. Mereka telah selesai shalat. Aku berjalan tertatih-tatih ke orang yang memimpin shalat.
Seseorang yang sangat ramah dan baik. Imam masjid ini. Dia menjelaskan semua
pertanyaanku tentang Islam. Yang semakin menguatkan hatiku untuk mengikuti ajaran yang
dibawa Nabi Muhammad saw. Ajaran yang tidak pernah berubah dari awal diturunkannya
wahyu. Tidak seperti agama-agamaku sebelumnya yang isi ajarannya berubah-ubah menurut
kepentingan pribadi golongan tertentu. Pencerahan itu membekas di hatiku. Mungkin nanti
malam aku sudah tidak hidup lagi. Hatiku sudah mantap untuk memeluk Islam. Bergabung
dengan sebuah agama yang mengajarkan kebenaran. Sebuah agama yang mengajarkan jalan
yang lurus bagi setiap manusia. Mungkin nanti aku sudah tidak berada di dunia ini lagi. Bibirku
mengucap kalimat syahadat dengan kaku dibimbing oleh imam masjid, disaksikan oleh jamaah
shalat Isya yang mengelilingi diriku.
“ Asyhadu allaailaahaillalllah. Wa asyhadu anna Muhammadarrosuululloh.”
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 25/28
“ ALLLAHU AKBAR!!”
Gemuruh takbir bergaung di masjid. Jamaah yang menyaksikan prosesi sakral itu segera
berebutan untuk memelukku. Persaudaraan Islam memang erat. Persaudaraan yang dilandasi
iman dan islam. Persaudaraan yang tak akan lekang oleh waktu. Persaudaraan yang tak
memandang usia dan ras. Akhirnya diriku bergabung dengan sebuah keluarga terbaik di dunia.
Air membasahi mataku. Akhirnya diriku menemukan kebenaran hakiki. Semua yang terjadi
memang ada hikmahnya. Aku mengganti namaku menjadi Umar. Aku terinspirasi dari
keberanian Umar dalam menegakkan keadilan dan kerendah hatiannya. Aku segera
mensucikan diri dari najis-najis yang masih melekat saat diriku masih kafir. Setelah itu aku
berwudhu dan menunaikan Shalat Isya. Shalat pertamaku dalam hidup. Semua gundah gulana
yang tertanam dalam hati kecilku punah sudah. Hatiku menemukan kedamaian dalam naungan
Islam. Kini diriku sudah tidak takut lagi untuk menghadapi momen krusial itu. Momen yang akan
merubah hidup manusia.
Dubai, 6 Desember 2012, 22:00 Malam
Malam yang senyap di Dubai yang gemerlap. Langit yang kelam ditutupi awan hitam. Dua
bayangan berpakaian hitam melintas di kegelapan malam. Malam yang akan merubah hidup
umat manusia apabila kami gagal melakukannya. Aku memulai semua ini dengan Bismillah,
semoga Allah memberikan perlindungan-Nya kepada kami berdua. Kami berjalan dalam
kegelapan malam. Kami berusaha agar tak terlihat oleh orang-orang Illuminati yang
berkeliaraan di jalanan Dubai. Kami menyelinap sehati-hati mungkin, agar rencana kami yang
telah tersusun rapi tidak hancur berantakan . Itu dia, Burj Dubai yang terkenal itu. Menara
tertinggi di dunia. Aku mengeluarkan liontin yang kubawa kemanapun aku pergi. Liontin
bergambar tunanganku, Selena. Aku mengecupnya sekali. Semoga aku masih bisa bertemu
dengannya nanti. Entah mengapa semua rencana yang tersusun rapi di otakku terasa hancur
berantakan. Aku menjadi gelisah. Kukencangkan tali ransel yang berisi Macbook-ku. Semoga
rencana kami berhasil, ya Allah batinku.
“Kau gugup, Richie?” tanya Meir
“Kalau aku boleh jujur, sangat gugup.”
“Tenanglah, kita harus tenang. Jika kau gugup, itu akan menjadi masalah nantinya.”
Aku menenangkan diri. Aku membaca beberapa doa yang diajarkan oleh imam masjid tadi. Aku
memasrahkan diri kepada Allah swt. Semoga kami berhasil, dan dunia terselamatkan. Kini rasa
gugupku sudah mulai mereda.
“Baiklah Meir, mari kita mulai.”
Kami menyelinap ke salah satu pintu masuk Burj Dubai yang berada di sisi paling sepi dari
keramaian. Meir melumpuhkan para penjaga keamanan dari belakang dengan jurus totoknya.
Meir mengambil sepasang senapan dari tubuh penjaga yang terbujur kaku di lantai dan
menyerahkan salah satunya kepadaku.
“Kau bisa menggunakan senapan kan?”
“Sedikit-sedikit”
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 26/28
“Sebisa mungkin kita tidak memancing keributan, atau kita akan ketahuan.”
Kami bergegas menaiki lift, merusak CCTV, lalu memencet nomor lantai sebelum lantai teratas,
lantai 699. Lift ini adalah sebuah lift supercepat sehingga hanya menunggu selama beberapa
menit, kami sudah tiba di tujuan. PIntu terbuka dan ternyata sebuah kejutan telah menyambut
kami. Lima pria bersenjata lengkap menghadang kami. Kami kalah jumlah. Tapi bukan Meir
namanya jika dia tidak punya nyali. Dia melakukan aksi kung fu yang sangat mengagumkan.
Dia menotok kelima orang itu dengan gerakan yang sangat cepat. Sampai-sampai aku tak bisa
melihat gerakannya dengan jelas. Kami segera bergegas menaiki tangga darurat dan
menyelinap ke lantai teratas.
“Mereka telah mengetahui kita.” aku panik.
Meir diam saja. Aku terus berlari mengikutinya. Aku melompati dua anak tangga sekaligus.
Bobot Macbook-ku terasa menjadi berat berpuluh kali lipat di punggungku. Aku merasakan
hawa tidak enak. Kami tiba di lantai teratas.
“Kerja bagus, Meir.” Suara di ujung ruangan bergema di ruangan ini. Ranselku terjatuh
berdebum. Ruangan ini berisi kumpulan pria berjubah hitam yang duduk dalam meja yang
melingkar. Mereka melepas topengnya. Muka-muka pemimpin negara-negara adidaya. Muka-
muka taipan bisnis dunia. Muka-muka pemimpin redaksi media massa yang terkenal di penjuru
dunia. Muka-muka tokoh-tokoh penting duduk di lingkaran itu. Mereka petinggi Illuminati. Aku
terperanjat. Apa maksud dari ini semua? Di ujung ruangan duduklah seorang yang misterius,
yang ditutupi oleh tirai. “Baiklah anak muda, apa yang kau harapkan disini? Ini adalah awal dari
sebuah dunia baru.” pria misterius itu kembali berbicara. “Lebih baik kau duduk manis disini dan
melihat proses agung terbentuknya sebuah dunia baru.Hahahaha.” pria misterius itu tertawa
kejam. Para pengawal menghampiriku dan mengikat tubuhku dengan tali tambang. Aku
memberontak, tetapi tak ada gunanya. Aku kalah jumlah. Aku kalah tenaga. Aku melemparkan
pandangan bertanya pada Meir. Tapi Meir hanya diam membisu.
“Meir, selama ini kau menipuku!”
“ Aku tak punya pilihan, mereka menawan keluargaku.”
Ternyata keluarga Meir tidak sedang liburan. Selama ini mereka diculik oleh Illuminati
“Baiklah Avram Meir, ini hadiah atas kerja kerasmu.” pria misterius itu melemparkan secarik
kertas dan sebuah kunci kepada Meir. “Pergi dan bebaskan keluargamu setelah pesta kita.”
Meir duduk di salah satu kursi yang kosong di lingkaran itu. Ekspresinya datar melihatku.
Selama ini aku ditipu. Jika tahu begini lebih baik aku tidak datang dari awal. Aku dijebak oleh
orang yang pernah menyelamatkan hidupku. Aku merasa seperti keledai dungu. Terikat di
tengah-tengah lingkaran setan. Sementara itu jam di dinding sudah menunjukkan pukul 23:59.
“Baiklah tuan-tuan. Saatnya berpesta! “ pria misterius itu kembali berbicara. “Mari bersulang
untuk dunia baru!”
Proyektor itu bekerja. Seberkas cahaya memancar dari puncak Burj Dubai. Cahaya hologram
yang memancarkan animasi Isa Al-Masih turun dari langit. Gelombang elektromagnetik
memancar dari Burj Dubai, menghipnotis umat manusia di penjuru bumi. Pasti saat ini
mayoritas media massa sedang menyiarkan berita ini. Karena tangan Illuminati bermain di
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 27/28
belakang semuanya. Manusia terhipnotis, semuanya akan akan hidup dalam alam mimpi
selamanya. Aku tidak tahan melihat ini semua. Bagaimana Selena sekarang? Apakah dia
terhipnotis juga? Aku beristigfar dalam hati. Aku memohon ampun atas semua kesalahan yang
pernah kuperbuat. Semoga Allah swt mengabulkan taubatku. Inilah saat terakhir, saat sebelum
diriku menjemput ajal. Aku telah gagal. Gagal menyelamatkan umat manusia. Gagal
menyelamatkan Selena. Padahal aku ingin mengajaknya masuk Islam setelah ini. Aku ingin
menghabiskan sisa hidupku yang tenang bersamanya. Tapi, apa daya. Semua sudah terlambat.
Manusia menjadi budak bagi mereka, para Illuminati. Aku terpedaya Meir. Semua ini sudah
diatur sejak awal. Aku tak bisa berbuat apa-apa.
“Baiklah nak, saatnya dirimu kembali ke neraka. Kurasa kau sudah melihat cukup banyak. ” Tirai
itu terbuka. Aku menjerit. Seorang pria berwajah mengerikan bermata satu, berambut keriting
berpakaian tuksedo duduk di sebuah sofa mewah yang empuk. “Sebelum kau menyapa
malaikat penjaga neraka, ada baiknya aku memperkenalkan diriku. Akulah Dajjal. Aku adalah
pemimpin tentara suci yang akan melawan umat Muslim! Dan ini adalah salah satu rencana
awalku. Untuk rencana-rencana berikutnya…maaf. Kau tidak bisa melihatnya. Kau akan
kupulangkan ke neraka.”
Dia menjetikkan jari dan sebuah lecutan api menampar mukaku. Rupanya dia ingin menyiksaku
dulu sebelum ajal menjemputku. Tiba-tiba sekumpulan pasukan masuk ke ruangan.
“Lapor tuan! Pancaran gelombang elektromagnetik terhenti. Sepertinya ada yang mengacaukan
pusat kendali proyektor kita!”
Aku terperanjat. Aku melihat sekeliling. Tidak ada Meir. Pasti dia yang melakukannya. Ternyata
selama ini dia juga berpura-pura pada Illuminati. Tadi dia hanya berpura-pura menyerahkanku.
Dialah yang membawa macbook-ku dan mengacaukan sistem. Layar di dinding
memperlihatkan manusia yang kembali sadar dari hipnotis. Selena selamat. Banyak manusia
yang kebingungan atas apa yang terjadi. Aku memanfaatkan situasi ini dengan berguling ke
arah pintu. Tidak ada yang menyadariku. Mereka semua terlalu panik. Aku menyangkutkan tali
pengikatku ke pengait besi yang ada di tembok, aku berguling dengan cepat. Tali pengikatku
terlepas. Aku berlari ke dalam lift. Aku bertemu dengan Meir.
“Maaf atas yang tadi, Richie. Aku tak tahu mereka berkumpul di atas. Kurasa sedikit improvisasi
tidak apa-apa kan?”
“Yang penting rencana kita berhasil.”
Terdengar derap langkah dari kejauhan. Mereka menyadari hilangnya diriku. Kami dalam
bahaya.
“Dengar Richie. Ini alamat dimana keluargaku ditawan.” Meir menyerahkan secarik kertas dan
kunci. “Bebaskan mereka, dan bawa mereka kabur bersamamu Richie. Sampaikan kepada
mereka. Aku sayang mereka.”
“ Apa yang akan kau lakukan Meir?”
“ Aku akan menahan mereka, hanya itu peluang kita.”
“Tidak Meir, aku tidak akan meninggalkanmu.”
7/23/2019 Déjà Vu- Farhan
http://slidepdf.com/reader/full/deja-vu-farhan 28/28
“Pergi.”
Meir mendorongku ke dalam lift dan memberikan salah satu senapan. Aku melihat sendiri Meir
dengan gagah berani menghadapi para Illuminati itu. Meir ditembak oleh puluhan timah panas,
tapi Meir tidak menyerah. Dia berjuang hingga tetes terakhir darahnya menetes dari pembuluh
jantungnya. Meir menghabisi Illuminati itu. Tapi bantuan datang. Meir sudah sekarat. Meir
dibuang dari jendela oleh Illuminati lain yang datang membantu. Meir jatuh dari ketinggian 700
lantai. Mayat dalam penglihatanku adalah Meir. Aku tak akan menyia-nyiakan nyawa Meir. Aku
segera memencet lantai satu. Lift berdentang. Aku tiba di lantai terbawah. Aku menembaki para
penjaga dengan senapanku. Aku berlari keluar dari Burj Dubai. Aku akan mencari keluarga
Meir yang ditawan, dan membawa mereka ke tempat yang aman. Aku akan memberitahu umat
Muslim di seluruh dunia. Kami harus menyiapkan diri. Kami harus merapatkan barisan. Kami
akan menghadapi peperangan akhir zaman. Dajjal telah keluar.
TAMAT
top related