demam berdarah den gue
Post on 28-Oct-2015
28 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Kenali dan Waspadai Demam Berdarah DenguePosted on March 31, 2008 by Hendra Arif W.
Oleh : Hendra Arif Wibowo, SKM
1. Pengertian
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit akut yang ditandai
dengan panas mendadak selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas disertai dengan manifestasi
perdarahan dan kadang–kadang disertai dengan berak darah, muntah darah, kesadaran
menurun atau rejatan (syok). (Ditjen PPM dan PLP, 1996 :21). Menurut Satari (2004), Demam
Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang berakibat fatal. Sedangkan menurut
Hiswani (2003), penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi virus, terutama
menyerang pada anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi
pendarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang menyebabkan kematian.
2. Penyebab infeksi
Penyebab penyakit ini adalah virus dengue, virus ini termasuk kelompok arthopode borne
virus, famili Togaviridae dan termasuk genus Flavivirus dengue. Terbagi empat macam /
serotipe yaitu:
a. Dengue 1 (DEN – 1), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
b. Dengue 2 (DEN – 2), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
c. Dengue 3 (DEN – 3), diisolasi oleh Sather.
d. Dengue 4 (DEN – 4), diisolasi oleh Sather. (Hiswani.2003).
Akibat infeksi virus dengue dapat menimbulkan bermacam-macam gejala seperti di bawah ini:
a. Asymtomatis.
b. Mild Undifferentiated Febrile Illnes.
c. Dengue Fever ( demam dengue ).
d. Dengue haemorrhagic Fever ( DHF-DBD ).
e. Dengue Shock Syndrome ( DSS ). (Hiswani.2003).
Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relatif labil terhadap suhu dan faktor kimia
lain serta masa viremia yang pendek, sehingga keberhasilan dan identifikasi virus sangat
bergantung kepada kecepatan dan ketepatan pengambilan. Virus DEN virionnya tersusun oleh
suatu untaian genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh suatu envelope
(selubung) dari lipid yang mengandung 2 protein, yaitu selubung protein (E) dan protein
membran (M).(Soegijanto, 2004).
3. Tanda dan Gejala Klinik
Untuk mendignosa penyakit DBD
ini dipakai patokan kriteria klinik WHO (1999) sebagai berikut:
a. Demam mendadak (>38° C, 2-7 hari) tanpa penyebab yang jelas serta disertai penurunan
aktifitas dan nafsu makan.
b. Timbul perdarahan baik di gigi, mulut, hidung, kulit, atau tinja.
c. Demam yang disertai kemerahan di wajah dan leher serta muntah.
d. Tiba-tiba terjadi penurunan suhu tubuh setelah beberapa waktu penderita mengalami
demam. Gejala ini diiringi dengan rasa gelisah, sakit perut, dan badan lemas.
Jika seluruh atau beberapa gejala diatas ditemukan pada seseorang, maka secara medis
orang itu didiagnosis menderita Demam Dengue (Dengue Fever).
Kriteria untuk diagnosis laboratorium, satu atau lebih dari hal-hal berikut :
a. Isolasi virus dengue dari serum, plasma, leukosit ataupun otopsi
b. Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan titernya mencapai empat kali
lipat terhadap satu atau lebih antigen dengue dalam spesimen serta berpadangan.
c. Dibuktikan adanya virus dengue dari jaringan otopsi dengan cara immunokimiawi atau
dengan cara immuno-flouresens, ataupun di dalam spesimen serum dengan uji ELISA
d. Dibuktikan dengan keberadaan gambaran genomic sekuen virus dari jaringan otopsi,
sediaan serum atau cairan serbro spinal (CSS), dengan uji Polymerase Chain Reaction (PCR).
(Anonim, 2007)
Kriteria berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium darah:
- Adanya trombositopenia, yaitu jumlah trombosit < 150.000/mm³ (normalnya 150-450
ribu/mm³)
- Hemokonsentrasi, yaitu pengentalan darah akibat perembesan plasma (komponen darah
cair non seluler), ditandai dengan nilai Hematokrit (Hct) yang meningkat 20% dari nilai
normalnya menurut standar umur dan jenis kelamin.
Kewaspadaan menegakkan diagnosis dini penyakit ini sangat penting oleh karena:
a. Satu dari tiga penderita Demam Berdarah Dengue akan jatuh ke dalam renjatan.
b. Angka kematian yang tinggi sekitar 30 %, diakibatkan renjatan,merupakan gambaran yang
menakutkan dan memerlukan penatalaksanaan secara khusus.
c. Penderita yang jatuh ke dalam renjatan pada waktu sedang dirawat, mempunyai prognosis
yang lebih baik. (Pasaribu, 1992)
4. Derajat Penyakit
Pembagian derajat DBD menurut WHO (1999)
a. Derajat I
Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik; satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah tes tourniket dan/atau mudah memar.
b. Derajat II
Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada derajat I, biasanya pada bentuk
perdarahan kulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III
Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah, serta penyempitan tekanan
nadi atau hipotensi dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.
d. Derajat IV
Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.
Tatalaksana DBD Derajat I
5. Patofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruangan ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokosentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma turun lebih dari 20% pada
kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post-mortem meliputi efusi serosa, efusi
pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.
Tidak terjadi lesi destruksi nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara
fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan
mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan
hematokrit. Perubahan hematokrit pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor yaitu perubahan
vaskuler, trombositopeni, dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami
peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak di antara penderita
menunjukkan kuagulogram yang abnormal. .( Soegijanto, 2004)
6. Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopictus. Organ sasaran dari virus ini adalah organ hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang
serta paru-paru. Data dari penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag
mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan
difagosit oleh sel monosit perifer. ( Soegijanto, 2004)
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi
virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan
bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik
komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen strukutral dirakit,
virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.
( Soegijanto, 2004)
Semua Flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan cross
reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosi pasti dengan uji
serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi di antara keempat serotipe virus DEN.
Infeksi oleh satu serotipe DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus
tersebut, tetapi tidak ada cross protektif terhadap serotipe virus yang lain.( Soegijanto, 2004)
7. Penularan Penyakit DBD
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain.
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brasil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang. Nyamuk penular DBD ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
(Depkes RI, 2005)
Penyakit demam berdarah biasanya menyerang anak-anak, tapi sekarang tidak lagi mengenal
golongan usia, semua golongan umur bisa mengalaminya, terutama anak usia muda. Sebab,
nyamuk aedes aegypti biasa menyerang anak-anak sekolah dan perkantoran. (Banjarmasin
Pos, 2007). Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan.
Virus ini muncul akibat pengaruh musim / alam serta perilaku manusia.(Depkes RI, 2004).
8. Masa Penularan Penyakit DBD
Masa penularan penyakit DBD biasanya terjadi disekitar musim hujan. Namun masing-masing
daerah pola musiman ini berbeda-beda, bahkan untuk wilayah yang sama musim penularan
dapat berbeda dari tahun ke tahun. Kadang-kadang pada awal atau akhir musim hujan, atau
kadang-kadang sesudah musim hujan. Yang jelas penyakit ini dapat datang sewaktu-waktu.
Oleh karena itu masyarakat harus selalu waspada terhadap tanda-tanda penyakit demam
berdarah.
Pada hari-hari pertama sakit, tanda-tanda penyakit demam berdarah sangat sulit dibedakan
dengan influenza atau penyakit infeksi virus lain. Sering kali hanya ada demam atau panas
saja yang timbul secara mendadak, badan lemah, lesu, kadang-kadang ada bintik-bintik
merah diikuti seperti bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakan dapat dilakukan dengan cara
merenggangkan kulit disekitar bintik merah itu. Jika bintik merah tidak hilang dengan
perenggangan kulit ini, hal ini merupakan salah satu tanda penyakit demam berdarah.
Sebagian besar penderita akan sembuh tanpa obat-obat khusus. Tetapi pada sebagian
penderita, bisa bertambah parah yaitu jika terjadi pendarahan di semua jaringan tubuh.
Pendarahan ini bisa tampak dari luar berupa pendarahan dari mulut, hidung, atau bahkan
muntah darah dan berak darah. Tetapi kadang-kadang pendarahan ini tidak tampak, yaitu bila
pendarahannya terjadi pada alat-alat dalam tubuh seperti otak, limpa dan ginjal. Proses
menjadi parah ini berlangsung cepat, bisa dalam beberapa jam atau beberapa hari. Kemudian
bisa menimbulkan shock dan kematian. Keadaan kritis ini biasanya terjadi pada hari ke 3 atau
hari ke 5 sakit, atau bisa lebih awal.
Sayangnya sampai saat ini belum ditemukan cara pemeriksaan yang bisa meramalkan
penderita-penderita mana yang akan menjadi parah. Oleh karena itu pada dasarnya semua
penderita penyakit demam berdarah dengue perlu dirawat inap, agar dapat diobservasi dan
pemeriksaan laboratorium secara teratur, dengan maksud bila terjadi keadaan memburuk
dapat segera diberikan tindakan pertolongan yang diperlukan. Karena sifatnya yang akut
inilah, maka jika terdapat tanda-tanda penyakit demam berdarah, masyarakat diharapkan
untuk memeriksakan kepada dokter, rumah sakit atau puskesmas.
(Hiswani, 2003).
9. Tempat Potensial bagi Penularan DBD
Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya.
Berdasarkan teori infeksi sekunder, seseorang dapat terserang jika mendapat infeksi ulangan
dengan virus dengue tipe yang berlainan dengan infeksi sebelumnya, misalnya infeksi
pertama dengan virus Dengue-1, infeksi kedua dengan Dengue-2. Infeksi dengan salah satu
tipe virus dengue saja, paling berat hanya akan menimbulkan demam dengue (DD).
Oleh karena itu tempat yang potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :
a. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis).
b. Tempat-tempat umum merupakan tempat “berkumpulnya” orang-orang yang datang dari
berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue
cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain :
1) Sekolah
a) Anak / murid sekolah berasal dari berbagai wilayah.
b) Merupakan kelompok umur yang paling susceptible terserang DBD.
2) Rumah sakit / Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan yang lainnya. Orang datang dari
berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, DD atau carier virus
dengue.
3) Tempat umum lainnya, seperti : hotel, pertokoan, pasar, restoran, dan tempat ibadah.
c. Pemukiman baru di pinggir kota
Karena di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan
diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa virus dengue yang berlainan dari
masing – masing lokasi asal.
(Depkes RI, 2005)
10. Mekanisme Penularan Virus Dengue
Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular
demam berdarah dengue (DBD). Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2
hari sebelum demam.
Bila penderita DBD digigit nyamuk penular,
maka virus dalam darah akan ikut terisap ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan
memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam
kelenjar liurnya. Kira-kira 1 (satu) minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk
tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan
tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes
aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelum menghisap
darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang
diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan nyamuk dari nyamuk
ke orang lain. (Depkes RI, 2005).
11. Akibat Penularan Virus Dengue
a. Orang yang terinfeksi virus dengue, maka dalam tubuhnya akan terbentuk zat anti (riteria)
yang spesifik sesuai dengan tipe virus dengue yang masuk. Gejala dan tanda yang timbul
ditentukan oleh reaksi antara zat anti yang ada dalam tubuh dengan antigen yang ada dalam
virus dengue yang baru masuk.
b. Orang yang terinfeksi virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita demam
dengue (DD) atau demam yang ringan dengan gejala dan tanda yang tidak spesifik atau
bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali (asimptomatis). Penderita DD
biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari pengobatan.(Depkes RI, 2005).
12. Penyebaran Penyakit DBD
Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Dewasa ini dikenal 4
type virus dengue di Indonesia, yaitu virus dengue type 1, 2, 3, dan 4. Menurut teori infeksi
sekunder, seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan
jatuh sakit, kecuali hanya merasa demam ringan. Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2
macam virus dengue, barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD.
Penyebaran berbagai tipe virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh
orang-orang yang terinfeksi virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat
yang lain. Ditempat yang baru melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan
Aedes albopictus menyebarkannya kepada orang lain disekitarnya. Penyebaran virus akan
mudah terjadi di daerah yang padat penduduknya.
Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP, diketahui bahwa dari 301
Dati II yang ada di Indonesia , 255 buah Dati II telah terjangkit DBD . Ini artinya menunjukkan
bahwa 84,7 % Dati II diseluruh Indonesia telah diramba virus dengue dan cepat atau lambat ,
sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak ada
manusia yang kebal virus DBD.(Hiswani, 2003).
13. Sejarah Perkembangan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Di Indonesia penyakit demam berdarah dengue mulai dikenal pada tahun1968. Sejak awal
masuknya penyakit ini di Indonesia hingga tahun 1974 upaya pemberantasan belum
diprogramkan dan upaya pemberantasannya dimasukkan dalam program pemberantasan
penyakit lain-lain. Kegiatan pokok pemberantasannya meliputi penemuan kasus, pengobatan
penderita serta penyemprotan dilokasi kasus DBD..
Mulai tahun 1974 s/d 1980 dibentuk subdit Arbovirosis pada Direktorat Jenderal PPM-PLP dan
kegiatan pemberantasannya mulai diprogramkan yang meliputi: pengamatan, pengobatan
penderita. Demikian pula dengan yang menangani pemberantasan penyakit DBD Dati-I dan
Dati-II. Pada tahun 1980 s/d 1985 program kegiatan DBD dikembangkan dengan
melaksanakan abatisasi massal bagi kota-kota dengan endemisitas DBD tinggi yang meliputi
seluruh wilayah Indonesia. Abatisasi massal telah dipertajam sasarannya sejak tahun1985 s/d
1989, melalui stratifikasi desa endemis dan non-endemis. Di desa abatisasi terhadap tempat-
tempat penampungan air yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti.
Tahun 1992 sampai dengan sekarang, stratifikasi desa disempurnakan manjadi 3 strata yaitu:
endemis, sporadis dan potensial/bebas. Tugas dan fungsi subdit Arbovirosis semakin jelas
dengan terbitnya SK Menkes No. 581 tahun 1992 yang menetapkan bahwa upaya
pemberantasan DBD dilakukan melalui kegiatan pencegahan, penemuan, pelaporan
penderita, pengamatan penyakit dan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan seperlunya
dan penyuluhan kepada masyarakat.(Hiswani, 2003).
14. Taksonomi Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti L. (Diptera : Culicidae) disebut black-white mosquito, karena tubuhnya
ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan diatas dasar hitam. Di Indonesia
nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuk-nyamuk rumah. .( Soegijanto,
2004).
Menurut Richard dan Davis (1977) dalam Soegijanto(2004), kedudukan nyamuk Ae. Aegypti
dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera
Suku : Culicidae
Marga : Aedes
Jenis :Aedes aegypti L
15. Ciri-Ciri Nyamuk Ae. Aegypti
a. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
b. Pertumbuhan telur sampai dewasa ± 10 hari
c. Menggigit/menghisap darah pada siang hari
d. Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
e. Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah yang agak
gelap dan lembab, bukan di got/comberan
f. Hidup di dalam dan di sekitar rumah
g. Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bungan, tempat minum burung, perangkap
semut dan lain-lain.
h. Di luar rumah: drum, tangki penampungan air, kaleng bekas, ban bekas, botol pecah,
potongan bambu, tempurung kelapa, dan lain-lain. (Chemika, 2004)
16. Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Nyamuk Ae. Aegypti
Menurut Soegijanto (2004), masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti
dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa, sehingga termasuk
metamorfosis sempurna (holometabola).
a. Telur
Telur nyamuk Ae. Aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5-0,8
mm, permukaan poligonal, tidak memiliki alat pelampung, dan diletakkan satu per satu pada
benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA)
yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas,
sebanyak 85 % melekat di dinding TPA, sedangkan 15 % lainnya jatuh ke permukaan air.
b. Larva
Larva nyamuk Ae. Aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang
tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4
kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II,
III, dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri
(spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernapasan (siphon) belum
menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan
corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya
dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut
(abdomen).
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antenna tanpa duri-duri, dan
alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak paling besar dan terdapat
bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernapas
yang disebut corong pernapasan. Corong pernapasan tanpa duri-duri, berwarna hitam, dan
ada seberkas bulu-bulu(tuft). Ruas ke-8 juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat
(brush) di bagian ventral dan gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun
dalam 1 baris. Gigi-gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya
langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan waktu istirahat
membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.
c. Pupa
Pupa nyamuk Ae. Aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada
(cephalotorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak
seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas
seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengunyah yang berguna
untuk berenang,. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomer 7 pada ruas
perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah
bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan
air.
d. Dewasa
Nyamuk Ae. Aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Pada
bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antenna yang berbulu. Alat mulut
nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai
manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga
tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan
(phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antenna tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan
tipe plumose.
Dada nyamuk ini tersusun dari 3 ruas, porothorax, mesothorax, dan metathorax. Setiap ruas
dada ada sepasang kaki yang terdiri dari femur (paha), tibia (betis), dan tarsus (tampak). Pada
ruas-ruas kaki ada gelang-gelang putih, tetapi pada bagian tibia kaki belakang tidak ada
gelang putih. Pada bagian dada juga terdapat sepasang sayap tanpa noda-noda hitam. Bagian
punggung (mesontum) ada gambaran garis-garis putih yang dapat dipakai untuk
membedakan dengan jenis lain. Gambaran punggung nyamuk Ae. Aegypti berupa sepasang
garis lengkung putih (bentuk : lyre) pada tepinya dan sepasang garis submedian di tengahnya
(Gambar 2.1)
Perut terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut terdapat bintik-bintik putih. Waktu
istirahat posisi nyamuk Ae. Aegypti ini tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang
dihinggapinya. (Soegijanto, 2004)
Gambar 2.1. Nyamuk Aedes aegypti dewasa
17. Ekologi dan Bionomi nyamuk Aedes aegypti
Telur, larva dan pupa nyamuk Ae. Aegypti tumbuh dan berkembang di dalam air.
Genangannya yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini berupa genangan air yang
tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer atau tempat penampungan air
bukan genangan air di tanah.
Survey yang telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa tempat
perindukan yang paling potensial adalah TPA yang digunakan sehari-hari seperti drum,
tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya. Tempat perindukan tambahan adalah
disebut non-TPA, seperti tempat minuman hewan, barang bekas, vas bunga, perangakap
semut dan lain-lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu dan lain-
lainnya. Nyamuk Ae. Aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair yang
berwarna gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama yang terletak di
tempat-tempat terlindung sinar matahari langsung.
Nyamuk Ae. Aegypti hidup domestik, lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada luar
rumah. Nyamuk betina menggigit dan menghisap darah lebih banyak di siang hari terutama
pagi atau sore hari antara pukul 08.00 sampai dengan 12.00 dan 15.00 sampai dengan 17.00.
Kesukaan menghisap darah lebih menyukai darah manusia daripada hewan, menggigit dan
menghisap darah beberapa kali pada siang hari orang sedang aktif, nyamuk belum menghisap
darah beberapa kali karena pada siang hari orang sedang aktif, nyamuk belum kenyang,
orang sudah bergerak, nyamuk terbang dan menggigit lagi sampai cukup darah untuk
pertumbuhan dan perkembangan telurnya.
Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Ae. Aegypti juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang, temperatur,
kelembaban, kadar karbon dioksida, dan warna. Khan dkk.(1996) melaporkan bahwa untuk
jarak yang lebih jauh, faktor bau memegangi peranan penting bila dibandingkan dengan
faktor lainnya. Kebiasaan istirahat lebih banyak di dalam rumah pada benda-benda yang
bergantung, berwarna gelap dan di tempat-tempat lain yang terlindung. (Soegijanto, 2004).
18. Siklus Hidup nyamuk Aedes aegypti
Telur nyamuk Ae aegypti di dalam air dengan suhu 20-400 C akan menetas menjadi larva
dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi
beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang
ada di dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa
dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi
pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan waktu
kurang lebih 7-14 hari. (Soegijanto, 2004).
19. Perilaku Nyamuk Dewasa
Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istirahat di kulit kepompong untuk sementara
waktu. Beberapa saat setelah itu sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu
terbang mencari mangsa / darah.
Nyamuk Aedes aegypti jantan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan
hidupnya sedangkan yang betina menghisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah
manusia daripada binatang ( bersifat antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk
mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dapat menetas. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah
sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut
satu siklus gonotropik (gonotropic cycle).
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktifitas menggigit biasanya
mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan
16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap
darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi
lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular
penyakit.
Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di
luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak
gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan
telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada
umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu + 2 hari setelah terendam air.
Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di
tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -20 C sampai 420 C,
dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka
telur dapat menetas lebih cepat.(Depkes RI, 2005).
20. Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara
pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh.
Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar
luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan
berkembang biak sampai ketinggian daerah + 1.000 m dari permukaan air laut. Di atas
ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan
nyamuk tersebut.(Depkes RI, 2005).
21. Pengendalian Vektor
Tujuan pengendalian vektor utama adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi
nyamuk Ae. Aegypti sampai serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai vektor
menghilang. Secara garis besar ada 5 cara pengendalian vektor yaitu dengan cara :
a. Pengendalian cara kimiawi
Di sini digunakan insektisida yang dapat ditujukan terhadap nyamuk dewasa atau larva.
Insektisida yang dapat digunakan terhadap nyamuk dewasa Ae.aegypti antara dari golongan
organochlorine, organophosphor, carbamate, dan pyrethroid. (Soegijanto, 2004).
Bahan-bahan insektisida tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray)
terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Ae.
Aegypti yaitu dari golongan organophosphor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang
dilarutkan dalam air di tempat perindukannya (abatisasi). (Soegijanto, 2004).
b. Pengendalian cara radiasi
Di sini nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan dosis tertentu
sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi ini dilepaskan ke
alam bebas. Meskipun nanti akan berkopulasi dengan nyamuk betina, tapi nyamuk betina
tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil. (Soegijanto, 2004).
c. Pengendalian lingkungan
Di sini dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan
manusia yaitu memasang kawat kasa pada lubang ventilasi rumah, jendela, dan pintu. Dan
yang sekarang digalakkan oleh pemerintah yaitu gerakan 3M yaitu :
1) Menguras tempat penampungan air dengan menyikat dinding bagian dalam dan dibilas
paling sedikit seminggu sekali,
2) Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos
oleh nyamuk dewasa,
3) Menanam / menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang dapat
menampung air hujan. (Soegijanto, 2004).
Ada cara lain lagi yang disebut autocidal ovitrap. Di sini digunakan suatu tabung silinder
warna gelap dengan garis tengah + 10 cm, salah satu ujung tertutup rapat dan ujung yang
lain terbuka. Tabung ini diisi air tawar kemudian ditutup dengan tutup kasa nylon. Nyamuk Ae.
Aegypti bertelur di sini dan bila telur menetas menjadi larva dalam air tadi. Bila larva menjadi
nyamuk dewasa maka akan tetap terperangkap di dalam tabung tadi. Secara periodik air
dalam tabung ditambah untuk mengganti penguapan yang terjadi. (Soegijanto, 2004).
Dari semua cara pengendalian tersebut di atas tidak ada satu pun yang paling unggul. Untuk
menghasilkan cara yang efektif maka dilakukan kombinasi dari beberapa cara tersebut di
atas. Tapi yang paling penting di atas semua cara-cara tersebut adalah menggugah dan
meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau memperhatikan kebersihan lingkungannya
dan memahami tentang mekanisme terjadinya penularan penyakit DBD sehingga dapat
berperan secara aktif menanggulangi penyakit DBD. (Soegijanto, 2004).
d. Pengendalian genetik
Pengendalian genetik telah banyak dilakukan dalam percobaan tetapi belum pernah
ditetapkan di lapangan. Salah satu cara pengendalian genetik adalah dengan teknik jantan
mandul, yaitu melepas sejumlah besar nyamuk-nyamuk jantan yang sudah dimandulkan.
Nyamuk-nyamuk betina hanya kawin satu kali, seumur hidup, sehingga jika nyamuk betina
dikawinkan dengan nyamuk jantan mandul tadi, maka tidak akan menghasilkan keturunan.
(Soegijanto, 2004).
e. Pengendalian hayati
Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis dilakukan dengan
menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorgannisme, hewan invertebrata atau
hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati, dapat berperan sebagai pathogen, parasit
atau pemasangan. Beberapa jenis ikan, seperti ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan
gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis
golongan cacing Nematoda, seperti Romanomarmis iyengari dan R. Culiciforax merupakan
parasit pada larva nyamuk. Sebagai patogen, seperti dari golongan virus, bakteri, fungi atau
protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendali hayati nyamuk di tempat perindukannya.
(Soegijanto, 2004).
Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?
Jawabannya: Tidak. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya
pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika
penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang
memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang
mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit,
apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup
baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat
sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya
yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit.
Pengobatan Demam Berdarah Dengue
Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan
obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi
alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak sekitar 1,5
sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu), untuk mengatasi efek
kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi
kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus:
1. Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
2. Anak:
-Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah
((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc
Penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkin diperlukan untuk mencegah
dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah
platelet menurun drastis. Selanjutnya adalah pemberian obat-obatan terhadap keluhan yang
timbul, misalnya :
- Paracetamol membantu menurunkan demam
- Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare
- Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder
Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika
demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga
bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi
bakterial). Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji
bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji
kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.
Cara yang lain yaitu minum jus daun jambu biji. Daun jambu biji ini telah di uji di beberapa
rumah sakit di Jawa Timur (RS Jombang dan RS Petrokimia Gresik) pada penderita DBD
dewasa dan anak-anak.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun jambu biji dapat
mempercepat peningkatan jumlah trombosit tanpa disertai efek samping yang berarti,
misalnya sembelit.
Pada tahun 2004 telah dilakukan uji klinik tentang daun ini di RSUD Dr Soetomo Surabaya/FK
Unair, dan hasilnya daun jambu biji positif dapat meningkatkan trombosit.
Jika ada yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik,
bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak
terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.
Kapan Harus Waspada ?
Beberapa kasus DHF dapat berlanjut menjadi serius yang diakibatkan oleh beberapa faktor,
antara lain seperti keganasan virus dan pertahanan tubuh yang lemah. Tanda-tanda yang
menunjukkan penderita perlu mendapat pemeriksaan medis antara lain:
- Muntah darah segar (merah) atau muntah hitam
- Buang air besar berwarna hitam
- Sesak nafas yang makin lama makin sesak meski demam telah teratasi
- Nyeri perut yang makin nyata, diiringi dengan pembesaran lingkar perut
- Kesadaran menurun tanpa syok, nyeri kepala atau pusing hingga muntah nyemprot,
pandangan makin lama makin kabur
Tanda-Tanda Syok
Tanda-tanda tersebut menggambarkan perembesan plasma yang tidak teratasi dan efek
perdarahan dalam rongga tubuh (misalnya saluran cerna, otak) akibat trombosit yang terus
turun. Penderita yang mengalami tanda diatas sebaiknya segera diperiksakan ke Rumah Sakit
untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
Lalu… Kapan Sembuhnya ?
DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi
sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan
antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik,
lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.
top related