perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/perbandingan-efek...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id...
Post on 14-Jul-2019
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERBANDINGAN EFEK ANTIMALARIA EKSTRAK KULIT
BATANG CEMPEDAK (Artocarpus champeden) DENGAN
KLOROKUIN PADA MENCIT STRAIN SWISS
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
GALIH HERLAMBANG
G0007075
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERBANDINGAN EFEK ANTIMALARIA EKSTRAK KULIT
BATANG CEMPEDAK (Artocarpus champeden) DENGAN
KLOROKUIN PADA MENCIT STRAIN SWISS
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
GALIH HERLAMBANG
G0007075
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Perbandingan Efek Antimalaria Ekstrak Kulit
Batang Cempedak (Artocarpus champeden) dengan Klorokuin pada
Mencit Strain Swiss
Galih Herlambang, NIM : G0007075, Tahun : 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari Selasa, tanggal 21 Desember 2010
Pembimbing Utama
Nama : Endang Ediningsih, dr., MKK.NIP : 19530805 198702 2 001 (..............................................)
Pembimbing Pendamping
Nama : Dr. Diffah Hanim, Dra., M.Si.NIP : 19640220 199003 2 001 (..............................................)
Penguji Utama
Nama : Nur Hafidha H, dr., M. Clin.Epid.NIP : 19761225 200501 2 001 (..............................................)
Penguji Pendamping
Nama : Vitri Widyaningsih, dr.NIP : 19820423 200801 2 001 (..............................................)
Surakarta,………………………………
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M. Kes. Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., MS.NIP : 19660702 199802 2 001 NIP : 19481107 197310 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Desember 2010
Galih Herlambang
NIM. G0007075
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Galih Herlambang, G0007075, 2010. Perbandingan Efek Antimalaria Ekstrak Kulit Batang Cempedak (Artocarpus champeden) dengan Klorokuin pada Mencit Strain Swiss. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk membandingkan efek antimalaria ekstrak kulit batang cempedak (Artocarpus champeden) dengan klorokuin pada mencit jantan strain Swis.
Metode : Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik dengan post test only with control group design, menggunakan mencit strain Swiss yang diinfeksi Plasmodium berghei sebanyak 25 ekor dibagi dalam 5 kelompok, yaitu kelompok I (kontrol positif), kelompok II (terapi klorokuin), kelompok III (terapi ekstrak kulit batang Cempedak dosis 75 mg/kg BB), kelompok IV (terapi ekstrak kulit batang Cempedak dosis 100 mg/kg BB), dan kelompok V (terapi ekstrak kulit batang Cempedak dosis 125 mg/kg BB). Teknik pengambilan sampel dengan metode purposive random sampling. Perlakuan diberikan selama 8 hari. Data derajat parasitemia yang diukur selama 8 hari dianalisis dengan uji Paired T-test dengan derajat kemaknaan α = 0,05.
Hasil : Dari seratus sampel mencit menunjukkan hampir seluruh individu mencit pada kelompok I dibandingkan kelompok II, III, IV, dan V terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai p < 0.05. Perbandingan mencit kelompok II dengan kelompok III, IV, dan V secara umum juga terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0.05). Kelompok ekstrak kulit batang Cempedak dosis 100mg/kgBB (kelompok IV) memiliki penurunan derajat parasitemia paling baik karena memiliki nilai persentase hasil tidak signifikan terkecil perbandingan individu mencit dengan kelompok II yaitu sebesar 12%.
Simpulan : Efek antimalaria ekstrak kulit batang cempedak memiliki perbedaan yang signifikan (p < 0.05) dibandingkan klorokuin serta ekstrak batang Cempedak dosis 100 mg/kg BB (kelompok IV) memiliki efek menurunkan derajat parasitemia paling baik di antara kelompok lainnya karena secara statistik memiliki nilai persentase hasil tidak signifikan yang terkecil dibandingkan individu mencit dengan terapi klorokuin (kelompok II).
Kata kunci : ekstrak Kulit Batang Cempedak (Artocarpus champeden), antimalaria, derajat parasitemia, mencit jantan strain Swiss.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Galih Herlambang, G0007075, 2010. Comparison of Antimalaria Effect Artocarpus champeden Stem Bark Extracts with Chloroquine in Strain Swiss’Mice. Thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta
Objective : This study is aims to to compare the effect of antimalarial Artocapus champeden stem bark extracts with chloroquine in Strain Swiss’mice.
Methods : The study was an experimental laboratoric, with the post test only control group design using mice of strain Swiss is infected by 25 Plasmodium bergheis which is divided into five groups, group I (positive control), group II (chloroquine therapy), group III (Artocapus champeden stem bark extracts dose of 75 mg/kg BB), group IV (Artocapus champeden stem bark extracts dose of 100mg/kg BB), group V (Artocapus champeden stem bark extracts dose of 125 mg/kg BB). This research uses purposive random sampling. Its treatment is treated in 8 days. Data is parasitemia degree which is measured in 8 days by using PairedT-test with a level α = 0,05.
Result : There are significant differences (p < 0.05) among 100 samples of mice which shows of almost all individual mice in group I that is compared with group II, III, IV, and V. There is also significant difference (p < 0.05) between group II with group III, IV, and V. The group of Artocarpus champeden stem bark extract, doses 100 mg/kg BB (Group IV) has a good decreasing level best because it has the smallest percentage of insignificant results of individual comparisons of mice with group II that is equal to 12%.
Conclusion : From the research result, it can be concluded that antimalaria effect of Artocarpus champeden stem bark has significant difference (p < 0.05) than chloroquine and Artocarpus champeden stem bark doses 100 mg/kg BB (group IV) which ) had the effect of lowering the degree of parasitemia best among the other groups because statistically has a value of percentage that’s not significant compared to the smallest individual mice with chloroquine therapy (group II).
Keywords : Artocarpus champeden stem bark extracts, antimalaria, parasitemia degree, Strain Swiss’mice
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal kita. Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Atas ijin Allah azza wa jalla, Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan Efek Antimalaria Ekstrak Kulit Batang Cempedak (Artocarpus champeden) dengan Klorokuin Pada Mencit Strain Swiss”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Skripsi ini dapat tersusun berkat adanya bimbingan, petunjuk, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Endang Ediningsih, dr., MKK., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Diffah Hanim, Dra., MSi., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan dan masukan berharga dalam skripsi.
4. Nur Hafidha Hikmayani, dr., M. Clin.Epid., selaku Penguji Utama yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Vitri Widyaningsih, dr., selaku Penguji Pendamping. Terima kasih atas saran dan petunjuk yang diberikan dalam pembuatan skripsi ini.
6. Kedua orang tua, Abdullah Iman dan Waryunah, yang telah mendoakan dan memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Sukidi, Bapak Trisna, Ibu Hartini, yang telah membantu jalannya penelitian.
8. Teman-teman atas motivasi, bantuan dan dorongannya dalam jalannya penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia kedokteran umumnya dan pembaca khususnya.
Surakarta, Desember 2010Galih Herlambang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA .................................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................. 6
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 6
1. Malaria ................................................................................ 6
2. Klorokuin ............................................................................ 9
3. Plasmodium berghei ............................................................ 12
4. Cempedak (Artocarpus champeden) .................................... 14
5. Ekstraksi............................................................................... 18
6. Mencit strain Swiss............................................................... 20
B. Kerangka Pemikiran ................................................................ 22
C. Hipotesis .................................................................................. 23
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 24
A. Jenis Penelitian ........................................................................ 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
B. Lokasi Penelitian...................................................................... 24
C. Waktu Penelitian ..................................................................... 24
D. Subjek Penelitian .................................................................... 24
E. Teknik Sampling ..................................................................... 25
F. Identifikasi Variabel ............................................................... 25
G. Definisi Operasional Variabel ................................................. 26
H. Alur Penelitian ........................................................................ 29
I. Instrumentasi Penelitian ............................................................ 30
J. Cara Kerja ................................................................................ 31
K. Pengambilan Data ................................................................... 34
L. Analisis Data ........................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................. 36
BAB V PEMBAHASAN .......................................................................... 38
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 44
A.Simpulan .................................................................................. 44
B.Saran ........................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 45
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi Gizi Nangka (Artocarpus integra) dan
Cempedak (Artocarpus champeden) per 100 gram
Tabel 4.1 Persentase Hasil Perbandingan Individu Mencit Kelompok II dengan
Kelompok III, IV dan V
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Hidup Plasmodium
Gambar 2.2 Pohon dan Buah Artocarpus champeden (Dokumentasi pribadi)
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Gambar 3.2 Proses Pembuatan Ekstraksi Kulit Batang Cempedak (Artocarpus
champeden)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2. Surat Hasil Permohonan Determinasi
Lampiran 3. Lembar Kerja Kompilasi Data
Lampiran 4. Dokumentasi Alat, Bahan, dan Proses Penelitian
Lampiran 5. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
Lampiran 6. Uji Paired Correlations T-test Mencit Kelompok I (Kontrol) dengan
Kelompok Lainnya
Lampiran 7. Uji Paired T-test Mencit Kelompok I (Kontrol) dengan Kelompok
Perlakuan (Kelompok II, III, IV dan V)
Lampiran 8. Uji Paired Correlations T-test Mencit Kelompok II (Klorokuin)
dengan Kelompok Ekstrak Kulit Batang Cempedak
Lampiran 9. Uji Paired T-test Mencit Kelompok II dengan Kelompok Ekstrak
Kulit Batang Cempedak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Malaria merupakan satu dari tiga penyakit infeksi di dunia yang
menyebabkan kematian manusia di samping Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS) dan tuberkulosis (Lewison dan Srivastava, 2008).
Penyebaran malaria di dunia sangat luas yakni antara garis bujur 60° di utara
dan 40° di selatan yang meliputi lebih dari 108 negara yang beriklim tropis
dan subtropis (WHO, 2009). Penduduk yang berisiko terkena malaria sekitar
2,3 miliar atau 41 % dari penduduk dunia (WHO, 2000). Di Indonesia,
menurut data dari fasilitas kesehatan pada 2001, diperkirakan prevalensi
malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang tertinggi 20%
di Gorontalo, 13% di NTT dan 10% di Papua. Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian spesifik akibat
malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per 100.000
untuk perempuan (Depkes, 1998; Depkes, 2003; Depkes, 2004). Di Indonesia,
lebih dari 90 juta orang tinggal di daerah endemik malaria (Depkes, 2003).
Upaya penanggulangan terhadap penyakit malaria telah banyak
dilakukan dan dikembangkan, namun angka mortalitas dan morbiditas malaria
di beberapa negara masih tetap tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, misalnya mobilitas manusia yang tinggi, perubahan iklim dan
lingkungan, sistem pelayanan kesehatan yang kurang baik, serta banyaknya
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
galur parasit malaria yang resisten terhadap pengobatan dan galur nyamuk
Anopheles sebagai vektor parasit yang resisten terhadap insektisida.
Salah satu obat antimalaria adalah klorokuin. Obat ini merupakan
turunan 4-aminokuinolin yang masih efektif untuk semua jenis Plasmodium
dan sensitif terhadap P. falciparum (Harijanto, 2006; Syarif dan Zunilda,
2007). Klorokuin memiliki sifat skizontosida darah untuk semua jenis
Plasmodium manusia dan gametosida P. vivax dan P. malariae (Dewi, 2004).
Obat ini merupakan obat antimalaria standar untuk pengobatan profilaksis,
pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi
dalam program pemberantasan malaria. Keuntungan penggunaan klorokuin
sebagai obat Antimalaria (OAM) adalah tidak menyebabkan hipoglikemia dan
tidak mengganggu kehamilan (Harijanto, 2006).
Di sisi lain, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati di antaranya
tumbuh-tumbuhan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan sekitar
30.000 jenis tumbuhan serta biota lautnya. Dari sebagian besar jumlah
tersebut, baru sekitar 940 spesies yang diteliti memiliki khasiat sebagai obat
dan hanya sekitar 180 spesies yang telah dimanfaatkan oleh industri obat
tradisional Indonesia (Depkes, 2000a). Masyarakat Indonesia sudah banyak
mengenal dan menggunakan jenis tumbuhan tertentu sebagai upaya
penangggulangan masalah kesehatan yang dihadapinya sebelum menerima
pelayanan kesehatan dengan obat-obat modern (Handayani, 2001). Selain itu,
dibanding obat-obat modern, tanaman obat dan obat tradisional memiliki
kelebihan antara lain efek samping relatif kecil, komponen dalam satu bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
memiliki efek saling mendukung, dan pada satu tanaman obat memiliki
beberapa efek farmakologi (Katno, 2008).
Salah satu tanaman yang sering digunakan masyarakat Indonesia
adalah Cempedak (Artocarpus champeden Spreng). Cempedak adalah
tanaman famili Moraceae yang banyak ditemukan di Indonesia dan digunakan
sebagai bahan pangan, bahan bangunan dan bahan ramuan obat tradisional.
Penggunaan Cempedak sebagai obat tradisional dapat bermanfaat sebagai obat
antimalaria, disentri, dan penyakit kulit (Heyne, 1987; Hakim et al., 2006). Di
Papua, secara empiris, kulit batang Cempedak digunakan untuk mengobati
penyakit malaria (Nindatu et al., 2009; Utomo, 2003). Beberapa pustaka
menyebutkan bahwa Cempedak mengandung senyawa flavonoid yang mana
menghambat pembentukan hemin di vakuola makanan parasit pada proses
degradasi hemoglobin dan detoksifikasi heme parasit malaria (Nindatu et al.,
2009).
Pengujian efek ekstrak kulit batang Cempedak sebagai antimalaria
banyak dikembangkan. Pada sebuah penelitian in vivo didapatkan hasil
senyawa flavonoid dapat menghambat proses detoksifikasi heme parasit
malaria (Nindatu et al., 2009). Penelitian Widyawaruyanti (2007) menemukan
senyawa turunan flavonoid dari ekstrak kulit batang Cempedak yang
berpotensi menghambat aktivitas pertumbuhan Plasmodium falciparum.
Senyawa flavonoid tersebut adalah artonin A, sikloheteropilin,
artoindonesianin E, artoindonesianin R, heteropilin, heteroflavanon C, dan
artoindonesianin A-2 serta mengandung dua senyawa prenil flavon baru yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
artocorpone A dan B (Widyawaruyanti et al., 2007). Penelitian lain, ekstrak
metanol kulit batang Cempedak terbukti memiliki potensi antimalaria terhadap
P. berghei in vivo pada mencit (Sari, 2007). Hal ini menunjukkan potensi
ekstrak kulit batang Cempedak sebagai alternatif obat antimalaria selain dari
obat-obatan yang ada saat ini seperti klorokuin, artemisin, dan sebagainya.
Berdasarkan hal di atas, penulis mencoba melakukan penelitian dengan
membandingkan efek ekstrak kulit batang Cempedak dengan klorokuin dosis
terapi pada mencit sebagai obat antimalaria. Penelitian ini diharapkan dapat
mengetahui efek antimalaria dari ekstrak kulit batang Cempedak dibandingkan
klorokuin sehingga nantinya digunakan sebagai studi lanjutan efek esktrak
kulit batang Cempedak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian ini
adalah ”Apakah terdapat perbedaan efek antimalaria ekstrak kulit batang
Cempedak (Artocarpus champeden) dengan klorokuin pada mencit jantan
strain Swiss?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membandingkan efek
antimalaria ekstrak kulit batang Cempedak (Artocarpus champeden) dengan
klorokuin pada mencit jantan strain Swiss. Secara khusus bertujuan untuk :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
1. Mengamati efek dosis ekstrak kulit batang Cempedak sebagai
antimalaria pada mencit jantan strain Swiss yang telah diinokulasi
dengan Plasmodium berghei.
2. Menganalisis derajat parasitemia mulai hari pertama pasca infeksi
sampai hari ke-8 pada mencit jantan strain Swiss yang telah
diinokulasi dengan Plasmodium berghei.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
perbandingan efek antimalaria ekstrak kulit batang Cempedak
(Artocarpus champeden) dengan klorokuin.
2. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk studi
lanjutan mengenai terapi efek antimalaria dari ekstrak kulit batang
Cempedak (Artocarpus champeden).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh genus
Plasmodium, dapat bersifat akut maupun kronik, menyerang eritrosit dan
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah (Harijanto,
2006). Gejala yang muncul berupa demam, menggigil, anemia dan
splenomegali (Mansjoer et al., 2000; Harijanto, 2006; Gandahusada et al.,
1998).
Plasmodium yang ditemukan di Indonesia sebagai penyebab
malaria adalah Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
malariae, dan Plasmodium ovale. Spesies yang sering dijumpai adalah P.
falciparum dan P. vivax, namun yang paling mematikan adalah P.
falciparum (Depkes, 2004). Plasmodium ini pada manusia (hospes definitif)
menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati
(praeritrosit) dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh hospes
perantara yaitu nyamuk Anopheles betina.
Untuk menjaga hidupnya, parasit malaria mengalami 2 siklus, yaitu
siklus aseksual (skizogoni) yang berlangsung di tubuh hospes vertebra
termasuk manusia (hospes definitif) dan siklus seksual (sporogoni) yang
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
berlangsung di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina (hospes perantara)
(Boesri et al., 2006). Siklus aseksual terdiri atas fase jaringan dan fase
eritrosit. Pada fase jaringan, sporozoit yang dilepaskan oleh gigitan nyamuk
terinfeksi akan melalui jaringan subkutan daan masuk dalam aliran darah ke
sel hati (Manjsoer et al., 2000; Wheatherall et al., 2002). Parasit tersebut
sebagian besar menuju ke hati dalam waktu 45 menit dan sebagian kecil
sisanya akan mati di dalam darah (Harijanto, 2006). Kemudian sporozoit di
hati berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan
merozoit. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Pada akhir fase, skizon
pecah dan merozoit keluar serta masuk aliran darah yang disebut proses
sporulasi. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian sporozoit membentuk
hipnozoit dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang
dan rekurens. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel
Reticuloendothelial System (RES) di limpa dan mengalami fagositosis serta
filtrasi. Merozoit yang lolos dari fagositosis dan filtrasi di limpa akan
menginvasi eritrosit. Fase eritrosit dimulai dan merozoit dalam darah
menyerang eritrosit membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi
trofozoit-skizon-merozoit. Setelah 2-3 generasi merozoit dibentuk, sebagian
merozoit berubah bentuk menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan
infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa
prapaten, sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya
sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam
(Mansjoer et al., 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Gambar 2.1 Siklus Hidup Plasmodium
(http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Malaria.htm)
Sumber energi parasit dalam eritrosit (PE) adalah hemoglobin yang
berasal dari sel eritrosit. Hemoglobin dalam sitosol eritrosit akan diambil
menuju vakuola makanan parasit. Kemudian parasit akan mendegradasi
hemoglobin menjadi heme dan globin. Heme bebas (ferro-protoporfirin IX,
Fe2+
-PPIX) bersifat toksik bagi parasit, kemudian akan didetoksifikasi oleh
parasit menjadi bentuk yang tidak toksik, dimulai dengan oksidasi heme
bebas menjadi bentuk kristal yang tidak larut disebut hemozoin (Nindatu et
al., 2009; Parroche et al., 2006). Selanjutnya terjadi proses biokristalisasi
hemin ( -hematin). Sedangkan, -hematin adalah hemozoin sintetik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
terbuat dari ekstrak darah yang mengandung hemin dan dibentuk secara
cepat pada suhu 600C dalam larutan buffer asetat (Parroche et al., 2007).
2. Klorokuin
Klorokuin adalah obat antimalaria turunan 4-aminokuikolin. Obat
ini merupakan obat antimalaria standar untuk pengobatan profilaksis,
pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa
komplikasi. Selain sebagai antimalaria, klorokuin juga memperlihatkan
efek antiradang, namun dibutuhkan dosis yang jauh lebih tinggi. Klorokuin
hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit dan gametosit. Klorokuin
bersifat skizontosida darah terhadap P. vivax, P. malariae, P. ovale dan
terhadap strain P. falciparum yang sensitif klorokuin. Selain itu, klorokuin
juga efektif terhadap ketiga gamet Plasmodium tersebut, kecuali terhadap
P. falciparum (Syarif dan Zunilda, 2007).
Absorbsi klorokuin setelah pemberian oral terjadi relatif lengkap
dan cepat dapat mencapai 100%. Konsentrasi puncak di dalam plasma
dicapai dalam 2-3 jam, sedangkan pada pemakaian intramuskuler dicapai
dalam 15 menit (Dewi, 2004). Waktu paruh klorokuin adalah 1-2 bulan
tetapi waktu paruh yang sebenarnya untuk pengobatan adalah 6-10 hari
(Frisk cit Tjitra et al., 1997). Terdapat perbedaan kadar klorokuin dalam
berbagai elemen darah. Kadar klorokuin pada eritrosit yang tidak terinfeksi
rata-rata 4-5 kali kadar plasma, sedangkan pada eritrosit yang terinfeksi
malaria sensitif adalah sekitar 500 kali kadar plasma. Kadar klorokuin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dalam darah yang lebih dari konsentrasi efektif minimum mampu
mengeliminasi parasit sensitif, termasuk parasit yang berasal dari reinfeksi.
Kadar tersebut berada dalam darah setidaknya 28 hari sejak pemberian
dosis pertama klorokuin standar. Bila rekrurensi terjadi dalam kurun waktu
28 hari, kemungkinan disebabkan oleh parasit yang sudah resisten.
Mekanisme kerja klorokuin terhadap Plasmodium belum jelas,
diduga aktivitas klorokuin terjadi di vakuola makanan. Terdapat suatu
kesamaan persepsi bahwa klorokuin berperan menghambat proses
degradasi hemoglobin, suatu proses yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup parasit di dalam tubuh manusia. Berdasarkan beberapa penelitian
ada 3 hipotesis yang berkembang yaitu (Dewi, 2004) :
a. Hipotesis basa lemah
Vakuola makanan parasit bersifat asam, dengan masuknya
klorokuin yang bersifat basa akan meningkatkan pH organel tersebut
sehingga mengganggu sistem metabolisme parasit tersebut dan
menyebabkan kematian parasit.
b. Hipotesis ikatan dengan DNA parasit.
Klorokuin mempunyai kemampuan untuk menghalangi sintesis
enzim parasit pada pembentukan DNA dan RNA. Klorokuin diduga
berinterkalasi ke dalam double stranded DNA dan menghambat sintesa
protein. Klorokuin mempunyai afinitas tinggi pada bagian tertentu dari
genom (poli G dan C). Akumulasi secara selektif pada gen spesifik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
menyebabkan klorokuin toksik terhadap parasit. Di samping itu
interkalasi menyebabkan struktur tiga dimensi dari DNA berubah.
c. Hipotesis feriprotoporfirin IX.
Sumber energi parasit berasal dari hemoglobin sel eritrosit yang
dihancurkan di vakuola makanan. Hemoglobin di dalam vakuola
makanan mengalami degradasi menjadi heme yang mengandung
feriprotoporfirin IX yang bersifat toksik. Heme mengalami polimerasi
oleh malarial cystein proteinase enzyme menjadi hemozoin yang
bersifat non toksik. Klorokuin dalam vakuola makanan akan
menghambat proses degradasi hemoglobin atau polimerasi heme
sehingga heme tidak mengalami detoksifikasi. Gabungan
ferriprotoporfirin IX dengan klorokuin membentuk suatu kompleks
yang bersifat toksik terhadap sel dan pada konsentrasi tertentu
melisiskan parasit. Hal ini disebabkan kompleks klorokuin-
ferriprotoporfirin IX mengganggu permeabilitas membran. Selain itu
klorokuin sendiri ataupun kompleks klorokuin-ferriprotoporfirin IX
meningkatkan pH dalam vakuola makanan, menyebabkan gangguan
metabolisme dalam vakuola makanan sehingga parasit mati (Nindatu et
al., 2009).
Klorokuin yang digunakan dengan dosis yang tepat sangat aman.
Efek samping yang mungkin ditemukan pada pemberian klorokuin adalah
sakit kepala ringan, gangguan pencernaan, gangguan penglihatan, dan
gatal-gatal. Pengobatan kronik sebagai terapi supresi kadangkala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
menimbulkan sakit kepala, penglihatan kabur, diplopia, erupsi kulit
likenoid dan rambut putih (Syarif dan Zunilda, 2007). Klorokuin
dikontraindikasikan pada penyakit hepar, dan penggunaannya harus hati-
hati pada gangguan gastrointestinal, gangguan darah dan gangguan
neurologik yang berat, atau harus dihentikan penggunaannya apabila
menimbulkan kelainan-kelainan tersebut (Sukarban dan Bustami, 2005).
Untuk pengobatan malaria, dosis awal klorokuin sebesar 10 mg
basa/kg BB, dilanjutkan dengan dosis 5 mg basa/kgBB pada 6, 12, 24, dan
36 jam berikutnya sehingga tercapai dosis total 30 mg basa/kgBB dalam 2
hari. Untuk malaria yang terinfeksi dengan P. vivax atau P.ovale, dosis 5
mg basa/kg BB diulang pemberiannya pada hari ke-7 dan hari ke-14.
Pemberian secara intravena (iv) dilakukan dengan kecepatan tetap tidak
melebihi 0,83 mg basa/kg BB per jam atau dengan injeksi subkutan atau
intramuskuler berulang dengan dosis tidak melebihi 3,5 mg basa/kg BB
sampai tercapai dosis total 25 mg basa/kg BB (Syarif dan Zunida, 2007).
3. Plasmodium berghei
Plasmodium berghei adalah suatu protozoa darah yang dapat
menyebabkan penyakit malaria pada rodensia, terutama rodensia kecil
(Sundari et al., 2005). Penelitian aspek perkembangan biologi dari parasit
malaria, hubungan host-parasit, pengembangan vaksin malaria, dan
pengembangan obat banyak menggunakan model malaria pada roden yaitu
P. berghei dan mencit sebagai induk semangnya. Hal tersebut didasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pada kemiripan aspek biologi dasar dari P. berghei dan P. falciparum pada
manusia setelah dianalisis secara molekuler. Pada pemeriksaan DNA,
P.berghei memiliki organela menyerupai plastida (plastid like organelle)
yang mengandung ekstra kromosom genom 30.7-kb dengan bentuk sirkuler
yang 70-95% homolog dengan plastid like organelle 35-kb pada P.
falciparum (Janse dan Waters, 2004). Penelitian lain secara pulsed-field gel
electrophoresis menunjukkan bahwa ukuran genom P. berghei diperkirakan
mendekati genom P. falciparum pada sekuen 25-30 Mb. Pada genom
tersebut perbandingan Adenin/Timin P. berghei adalah 80% jika
dibandingkan dengan Adenin/Timin P. falciparum (Anonim , 2000).
Selain itu pada infeksi P. berghei pada roden, fase skizon
menghilang dari peredaran darah dan tersekuestrasi di kapiler organ dalam
misalnya limpa, paru dan hepar sehingga terjadi komplikasi pada organ
dalam tersebut karena gangguan peredaran darah. Hal ini serupa dengan
mekanisme cytoadherence dan rosetting pada infeksi P. falciparum
sehingga menunjukkan gejala yang mirip (Janse et al., 2004).
Untuk memelihara kelangsungan hidup Plasmodium berghei di
laboratorium dilakukan dengan 2 cara, yaitu 1) memelihara parasit dalam
makhluk hidup (mencit); untuk itu setiap minggu beberapa ekor mencit
sehat diinokulasi dengan darah yang mengandung 2% sporozoit sehingga
pemindahan parasit (pasase) ini perlu dilakukan karena mencit yang telah
terinfeksi akan mati bila tidak diobati, 2) darah yang telah terinfeksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dimasukkan ke dalam larutan gliserin kemudian disimpan dalam temperatur
-700C atau disimpan dalam tabung nitrogen cair (Sundari et al., 2005).
4. Cempedak (Artocarpus champeden)
Taksonomi Cempedak (Verheij dan Coronel, 1997) :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus champeden
Gambar 2.2 Pohon dan Buah Artocarpus champeden (Dokumentasi pribadi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Cempedak (Artocarpus champeden) adalah tanaman buah-buahan
tropis yang banyak tumbuh di Indonesia dari famili Moraceae. Cempedak
memiliki kerabat dekat dengan nangka, keluwih dan sukun. Tanaman ini
berasal dari Asia Tenggara dan tersebar luas pada Semenanjung Malaya
termasuk Thailand, sebagian kepulauan Indonesia termasuk di Jawa
terutama bagian barat. Cempedak memiliki beberapa nama lokal seperti
bangkong (Malaysia), baroh (Kepulauan Linggar dan Johor), nangka beurit
(Sunda), nongko cino (Jawa), tiwadak (Banjar), dan lain-lain (Verheij dan
Coronel, 1997).
Cempedak berbuah saat musim hujan. Tinggi pohon Cempedak
dapat mencapai 15 m. Kayu dari tanaman ini baik untuk bahan bangunan
rumah, mebel, dan perahu. Kulit pohon dapat digunakan untuk tambang
dan getahnya dapat diolah menjadi lem burung. Buah Cempedak berbentuk
panjang seperti silinder, hampir licin, lebih harum baunya daripada buah
nangka. Buah ini sangat digemari dan digunakan untuk bahan pangan.
Cempedak merupakan buah dengan banyak manfaat. Cempedak
memiliki banyak berbagai kandungan gizi seperti vitamin A, vitamin B1,
vitamin C, energi, kalsium, fosfor, zat besi, dan air. Daging buah
Cempedak dimanfaatkan sebagai makanan. Kulit dan bijinya pun dapat
dimakan. Masyarakat mengkonsumsi cempedak dengan cara menggoreng
bijinya dan menganggapnya lebih enak daripada biji nangka (Heyne, 1987).
Di Indonesia, cempedak secara tradisional digunakan untuk pengobatan
demam, diare dan malaria (Widyawaruyanti et al., 2007). Cempedak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
memiliki kadar energi, protein, karbohidrat dan vitamin A lebih tinggi
dibandingkan nangka (Artocarpus integra). Pada Tabel 2.1 terdapat
perbandingan komposisi gizi Cempedak (Artocarpus champeden) dan
Nangka (Artocarpus integra).
Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi Gizi Nangka (Artocarpus integra)
dan Cempedak (Artocarpus champeden) per 100 gram
Zat gizi Nangka masak Nangka muda Cempedak
Energi (kkal) 106 51 116
Protein (g) 1,2 2,0 3,0
Lemak (g) 0,3 0,4 0,4
Karbohidrat (g) 27,6 11,3 28,6
Kalsium (mg) 20 45 20
Fosfor (mg) 19 29 30
Zat besi (mg) 0,9 0,5 1,5
Vitamin A (SI) 330 25 200
Vitamin B1 (mg) 0,007 0,007 0
Vitamin C (mg) 7 9 15
Air (g) 70,0 85,4 67,0
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992)
Penelitian senyawa flavonoid pada Cempedak terus berkembang.
Suyatno (2000) melaporkan tiga senyawa polar golongan flavonoid antara
lain senyawa pentametoksi dihidrocalkon, trihidoksi-triisoprenil flavon, dan
trihidroksi-monometoksi-monoisoprenil flavon dari kulit batang Cempedak.
Hakim et al. (1999) berhasil menemukan dua senyawa baru flavon
terprenilasi, yaitu artoindonesianin A dan artoindonesianin B yang dapat
menghambat aktivitas sel leukemia (P-388). Isolat senyawa flavonoid
berupa senyawa morakhalkon A dan isolat ME2 memiliki mekanisme aksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
sebagai inhibitor proses detoksifikasi heme parasit malaria (Nindatu et al.,
2009). Selain itu, kulit batang Cempedak mengandung flavonoid seperti
artonin A, sikloheteropilin, artoindonesianin E, artoindonesianin R,
heteropilin, heteroflavanon C, dan artoindonesianin A-2 serta dua senyawa
prenil flavon baru, artocarpone A dan B (Widyawaruyanti, 2007). Dalam
uji in vitro senyawa aktif itu terbukti meningkatkan kekebalan tubuh
sehingga mampu menjinakkan P. falciparum (Widyawaruyanti et al.,
2007). Pada kayu batang Cempedak berhasil ditemukan senyawa artokarpin
beserta turunannya, antara lain caplasin, artoindonesianin B dan
sikloartokarpin (Sukandar, 2008).
Mekanisme kerja Cempedak sebagai anti malaria diperankan oleh
senyawa flavonoid dan turunannya. Senyawa tersebut adalah morakhalkon
A, isolat ME2, sikoheterofilin, artoindonesianin A-2 dan R, artocarpone A
dan B, artonin A, artoindonesianin E, heteropilin, dan heteroflavanon C
(Nindatu et al., 2009; Widyawaruyanti, 2007). Senyawa-senyawa tersebut
pada umumnya menghambat parasit malaria melalui penghambatan
detoksifikasi heme yang toksik baginya. Senyawa morakhalkon dan isolat
A dapat menghambat pembentukan hematin melalui pengikatan senyawa
tersebut dengan heme bebas (ferro-protoporfirin IX) sehingga terjadi
akumulasi heme pada vakuola makanan parasit (Nindatu et al., 2009).
Senyawa artocarpone A dan B mampu menghambat pertumbuhan P.
falciparum melalui mekanisme yang belum diketahui (Widyawaruyanti,
2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
5. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair
(Depkes, 2000b). Hasil dari ekstraksi disebut ekstrak. Ekstrak tidak hanya
mengandung satu unsur saja tetapi berbagai macam unsur, tergantung pada
pelarut yang digunakan dan kondisi dari ekstraksi. Penggolongan ekstrak
berdasarkan sifatnya, antara lain :
a. Ekstrak encer: Sediaan ini mempunyai konsistensi seperti madu.
b. Ekstrak kental: Sediaan ini liat pada kondisi dingin dan tidak dapat
dituang, kandungan air sekitar 30%.
c. Ekstrak kering: Sediaan ini mempunyai konsistensi kering dan mudah
digosongkan. Kandungan air tidak lebih dari 5%.
Terdapat tiga jenis metode ekstraksi yang sering digunakan pada
pembuatan ekstrak. Pertama, esktraksi dengan menggunakan pelarut.
Metode ekstraksi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Cara dingin
1) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan.
b. Cara panas
1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2) Soxhlet
Soxhlet adalah ekstrak menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
terus menerus dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
3) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan terus menerus)
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar).
4) Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air (benjana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur 960-98
0C) selama waktu tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
5) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (0C) dan
temperatur sampai titik didih air.
Kedua, metode ekstraksi dengan destilasi uap. Metode ini
merupakan ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari
bahan segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan
parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara
terus menerus sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap
campuran menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah
sempurna atau sebagian. Metode ekstraksi lain yang dapat digunakan
adalah esktraksi berkesinambungan, superkritikal karbondiaoksida,
ekstraksi ultrasonik dan ekstraksi energi listrik (Depkes, 2000b).
Metode ekstraksi yang digunakan pada kulit batang Cempedak
adalah maserasi. Metode ini dimulai dengan penyediaan serbuk kulit
batang Cempedak tersebut. Serbuk selanjutnya dimaserasi dengan n-
heksana selama 24 jam selama tiga kali (Hakim et al., 2006).
6. Mencit strain Swiss
Menurut Suwarni et al. (1994), mencit strain Swiss yang diinfeksi
P. berghei memiliki ketahanan lebih tinggi dibanding strain lain walaupun
tidak diobati. Selain itu, sensitifitas terhadap infeksi dan reaksi
pengobatannya cukup baik. Wijayanti et al. (2003) menggunakan mencit
Swiss untuk mengetahui mekanisme infeksi, pengaruh imunisasi, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
sekresi Reactive Oxygen Intermediate (ROI) pada infeksi Plasmodium
berghei. Akrom et al. (2005) juga menggunakan mencit Swiss sebagai
hewan coba untuk mengetahui pengaruh ekstrak meniran terhadap infeksi
P. berghei. Selain terbukti memiliki ketahanan hidup yang lebih tinggi
dibanding strain lain. Berdasarkan bukti di atas, mencit strain Swiss cukup
representatif sebagai hewan coba pada infeksi Plasmodium berghei.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
B. Kerangka Pikir
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Keterangan :
: merangsang/memacu
: menghambat
Klorokuin difosfatEkstrak kulit batang
Cempedak
(Artocarpus champeden)
Klorokuin-feriprotoporfirin IX
Mencit strain Swiss
Plasmodium berghei
Sporozoit dalam eritrosit
Pengambilan Hb dari sitosol ke
dalam vakuola makanan parasit
Degradasi Hb menjadi heme
bebas dan globin
Senyawa flavonoid
Heme bebas (ferro-protoprofirin IX)
Toksik terhadap parasit
malaria-hematin -hematin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
Ho : Terdapat perbedaan ekstrak kulit batang Cempedak (Artocarpus
champeden Spreng) dengan obat klorokuin sebagai antimalaria.
H1 : Tidak terdapat perbedaan ekstrak kulit batang Cempedak (Artocarpus
champeden Spreng) dengan obat klorokuin sebagai antimalaria.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan
rancangan the post test only with control group design.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap persiapan
dimulai 20 Agustus 2010 – 20 Oktober 2010. Pada tanggal 30 Agustus 2010,
semua mencit jantan diinokulasi Plasmodium berghei dengan konsentrasi
parasitemia 107/200 µl. Kemudian tanggal 31 Agustus 2010 (saat semua
parasit telah menginvasi dan berkembang di dalam eritrosit mencit) dimulai
pengukuran derajat parasitemia selama 8 hari.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mencit jantan strain Swiss yang diinfeksi
Plasmodium berghei sebanyak 25 ekor. Hasil tersebut didapat dari rumus
Federer (n-1) (k-1) 15, dengan n adalah jumlah sampel minimal dalam tiap
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
kelompok dan k adalah jumlah kelompok perlakuan (Arkeman dan David,
2006). Mencit jantan didapatkan dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan
(UPHP) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan criteria :
1. Jenis mencit : Mencit strain Swiss
2. Umur Mencit : 12 minggu
3. Berat badan mencit : 20-30 gram
4. Jenis kelamin : jantan
E. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah Random Purposive Sampling.
F. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas : Ekstrak kulit batang Cempedak (Artocarpus
champeden Spreng) dan klorokuin
2. Variabel terikat : derajat parasitemia
3. Variabel luar :
a. Dapat dikendalikan : spesies mencit, umur mencit, berat badan mencit,
jenis kelamin, makanan dan minuman mencit, suhu ruangan, infeksi
sekunder dan stres mencit.
b. Tidak dapat dikendalikan : penyakit, kelainan kongenital, kondisi
psikologis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
G. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel yang dapat dikendalikan
a. Ekstrak Kulit Batang Cempedak (Artocarpus champeden Spreng)
Metode ekstraksi kulit batang Cempedak adalah metode maserasi
(Hakim et al., 2006). Proses ekstraksi dilakukan di Laboratorium
Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM. Dosis ekstrak kulit
batang Cempedak sebesar 100 mg/kg BB mencit. Hal ini berdasarkan
penelitian terdahulu di mana ekstrak kulit batang Cempedak diberikan
pada mencit yang diinduksi Plasmodium falciparum. Dari hasil
tersebut, didapatkan dosis hambatan maksimal pertumbuhan P.
falciparum sebesar 100 mg/kg BB mencit (Widyawaruyanti, 2007).
Skala variabel : ordinal.
b. Klorokuin
Klorokuin tablet diberikan pada manusia dengan dosis 5 mg/kg
BB. Pada penelitian ini digunakan bentuk garam dari klorokuin, yaitu
klorokuin difosfat yang bersifat lebih mudah larut dalam air. Serbuk
klorokuin difosfat ditimbang sesuai dengan berat badan mencit sekitar
20 gram, sehingga didapatkan dosis 0,1 mg klorokuin difosfat yang
dilarutkan dalam 0,1 ml aquades. Klorokuin difosfat dengan dosis 0,1
ml/20 gram BB mencit diberikan per oral dengan sonde (Wijayanti, et
al., 2003). Skala variabel : nominal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
c. Derajat Parasitemia
Derajat parasitemia merupakan perbandingan antara eritrosit yang
terinfeksi parasit dengan jumlah keseluruhan eritrosit dalam lapang
pandang mikroskopis. Derajat parasitemia dihitung dalam bentuk
persentase.
Skala variabel : rasio.
2. Variabel Luar Dapat Dikendalikan
a. Jenis mencit : mencit strain Swiss
Skala variabel : nominal
b. Umur mencit : 12 minggu
Skala variabel : interval
c. Jenis kelamin : jantan, hal tersebut dikarenakan pada mencit betina
terjadi siklus estrus, dimana dalam siklus tersebut terjadi fluktuasi suhu
tubuh dan hormon yang diperkirakan akan mengganggu jalannya
penelitian serta data yang dihasilkan. Ketiga pengendalian tersebut
dilakukan secara restriksi selama pengambilan sampel.
d. Makanan dan minuman
Variabel ini dikendalikan dengan memberikan makanan dan minuman
yang sama untuk seluruh mencit yang digunakan dalam percobaan ini.
e. Suhu ruangan
Suhu ruangan dikendalikan dengan menyimpan mencit pada satu
tempat sehingga memiliki suhu ruangan yang sama.
Skala variabel: interval.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
f. Stres
Stres diatasi dengan adaptasi mencit dalam lingkungan penelitian satu
minggu sebelum dilakukan perlakuan.
g. Infeksi sekunder
Infeksi sekunder yang dimaksud adalah infeksi selain P. Berghei,
misalnya infeksi karena tindakan tidak steril saat percobaan. Infeksi ini
dikendalikan dengan tindakan aseptik sebelum percobaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
H. Alur Penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Keterangan
Kelompok I : tanpa terapi
Kelompok II : terapi klorokuin dosis 0,1 ml/20 gr BB mencit
Kelompok III : terapi ekstrak kulit batang Cempedak dosis 75 mg/kg
BB mencit
Kelompok IV : terapi ekstrak kulit batang Cempedak dosis 100 mg/kg
BB mencit
P. berghei diinokulasikan ke
Mencit Swiss
I II
Diamati derajat parasitemia
Data ditabulasi, dibuat grafik, dan dianalis
P. berghei dalam darah mencit donor
P. berghei diperbanyak dalam 5 ekor mencit donor
IV V
diubah bentuk persen (%)
III
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Kelompok V : terapi ekstrak kulit batang Cempedak dosis 125 mg/kg
BB mencit
I. Instrumentasi Penelitian
1. Alat di Laboratorium
a. Pemeliharaan mencit : kandang mencit, ram kawat, alas kandang,
tempat makanan, tempat minuman, sikat.
b. Perlakuan pada mencit : gunting tajam, gelas objek, spuit 3 ml dan 1
ml, jarum suntik ukuran G23 dan G26, mikroskop binokuler, minyak
emersi, pipet tetes, kanula/sonde, styrofoam, timbangan digital
Ohauss, gelas beker, tabung flacon, porselen penggerus obat, label,
tisu, lap.
c. Pengambilan data : silinder tertutup tembus pandang, sarung tangan,
gunting tajam, alumunium foil, pinset, pins fiksasi spuit 3 ml dan
jarum suntik ukuran G23.
2. Bahan
a. Plasmodium berghei
b. Serbuk klorokuin difosfat
c. Ekstrak kulit batang cempedak
d. Pakan mencit
e. RPMI 1640 (zat pengencer)
f. Eter
g. Heparin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
h. Cat Giemsa
i. Minyak emersi
j. Kloroform
k. Alkohol 70%
l. Antikoagulan EDTA
m. Air mineral kemasan
J. Cara Kerja
1. Cara pembuatan ekstrak kulit batang Cempedak (Artocarpus champeden)
Kulit batang Cempedak didapatkan dari tanaman milik warga di
Bogor, Jawa Barat dan dilakukan determinasi dengan nama botani
Artocarpus champeden (Lour.) Stokes di Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Bogor. Simplisia kering kulit batang Cempedak
dipotong kecil-kecil dan digiling sehingga diperoleh serbuk halus. Proses
ini dilakukan di Laboratorium Fakultas Kehutanan IPB. Kemudian,
simplisia dilakukan proses ektraksi di Laboratorium Penelitian dan
Pengujian Terpadu (LPPT) UGM. Adapun langkah pembuatan ekstraksi
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Gambar 3.2 Proses Pembuatan Ekstraksi Kulit Batang Cempedak
(Artocarpus champeden)
2. Kultur Plasmodium berghei in vivo (perbanyakan parasit)
a. Darah donor sebanyak ±1 ml (dari seekor mencit donor) yang
mengandung ±107parasit diinokulasikan terhadap 5 ekor mencit donor,
masing-masing 0,2 ml secara intra peritoneal.
b. Diamati derajat parasitemia mulai hari ke-4 pasca infeksi. Darah yang
diambil dengan memotong ujung ekor mencit.
c. Setelah derajat parasitemia mencapai 30-40% (6-7 hari pasca infeksi),
mencit dimatikan dengan inhalasi eter.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
d. Mencit diletakkan pada styrofoam, kemudian dibuka kulitnya, dibuka
diafragma, perhatikan jantung yang masih berdenyut.
e. Dilakukan cardiac puncture terhadap ventrikel sinister dengan spuit
3mL dan needle ukuran 22.
f. Didapatkan masing-masing 1,2-1,5 ml darah mencit donor yang
mengandung P. berghei, kemudian dimasukkan ke tabung reaksi
dengan heparin. Perbandingan darah dan heparin adalah 90%:10%.
g. Semua darah dicampur untuk homogenisasi jumlah parasit.
3. Perlakuan terhadap Mencit
a. Mencit uji diinokulasi darah 0.2 ml yang dicampur dengan RPMI 1640
untuk pengenceran (mengandung ±107 P. berghei stadium eritrositik).
Inokulasi dilakukan secara intra peritoneal menggunakan spuit 1 ml
dan needle ukuran 22.
b. Pemberian perlakuan berbeda-beda sesuai kelompok
Kelompok I : tanpa terapi
Kelompok II : terapi dengan klorokuin per oral dosis
menggunakan sonde, dosis 0,1 ml/20 gr BB mencit.
Kelompok III : diterapi dengan ekstrak kulit batang Cempedak
per oral menggunakan sonde, dosis 75 mg/kg BB
mencit.
Kelompok III : diterapi dengan ekstrak kulit batang Cempedak
per oral menggunakan sonde, dosis 100 mg/kg BB
mencit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Kelompok IV : diterapi dengan ekstrak kulit batang Cempedak
per oral menggunakan sonde, dosis 125 mg/kg BB
mencit.
K. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan satu parameter berupa derajat
parasitemia mulai hari pertama pasca infeksi.
1. Derajat parasitemia
Diperiksa dengan membuat sediaan apus darah tipis dari ujung
ekor setiap hari dari hari pertama sampai hari ke-8. Caranya :
a. Darah diambil dari ujung ekor mencit.
b. Teteskan pada gelas objek, apus dengan gelas objek yang lain,
keringkan pada suhu kamar.
c. Genangi Giemsa ± 45 menit, cuci pada air mengalir, keringkan pada
suhu kamar.
d. Apusan darah diamati di bawah mikroskop perbesaran 1000x dengan
minyak emersi. Dilakukan pemeriksaan pada tiga lapang pandang yang
mengandung ± 200 eritrosit, dengan susunan tidak menumpuk,
dihitung eritrosit terinfeksi parasit per 1000 eritrosit.
Derajat parasitemia = pRBC X 100%
(pRBC + RBC normal)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Keterangan :
RBC : Red Blood Cell
pRBC : parasite in Red Blood Cell
e. Kemudian diubah menjadi persentase, ditabulasi, dibuat grafik, dan
diolah dengan statistik. Mencit yang mati selama pengamatan diberi
nilai derajat parasitemia 100%.
L. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil perlakuan dilakukan uji Kolmogorov-
Smirnov untuk melihat normalitas distribusi data. Apabila data terdistribusi
normal dan varians data normal kemudian data dianalisis dengan
menggunakan uji parametrik, yaitu uji Paired T-test dengan derajat
kemaknaan = 0,05. Pemilihan uji tersebut didasarkan pada pertimbangan
bahwa hipotesis yang digunakan adalah hipotesis komparatif dengan
membandingkan setiap perlakuan pada masing-masing individu mencit, data
tidak berpasangan dan variabel berupa derajat parasitemia (skala pengukuran
numerik).
Apabila syarat uji parametrik tidak terpenuhi, maka data dianalisis
dengan uji non-parametrik yaitu uji Kruskal-Wallis. Apabila pada uji tersebut
menghasilkan nilai p < 0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis post
hoc yaitu uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan antar kelompok
(Dahlan, 2004). Data diolah dengan program Statistical Product and Services
Solution (SPSS) 17.0 for Windows.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Seluruh data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan
menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Sebelum dilakukan uji
parametrik, peneliti melakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk menilai distribusi
data normal atau tidak sebagai syarat berlakunya uji parametrik. Syarat data
memiliki distribusi normal, apabila pada uji Kolmogorov-Smirnov terdapat nilai p
> 0,05 sehingga selanjutnya data tersebut dapat dilakukan uji statistik parametrik
yaitu uji Paired T-test untuk membandingkan pengaruh tiap perlakuan pada
masing-masing sampel mencit. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada semua data
menunjukkan distribusi data adalah normal (Lampiran 5).
Pada uji Paired T-test dari seratus sampel mencit menunjukkan bahwa
perbandingan individu pada kelompok I (kontrol positif) yang dibandingkan
dengan kelompok II (terapi klorokuin), kelompok III (terapi ekstrak kulit batang
Cempedak dosis 75 mg/kg BB), kelompok IV (terapi ekstrak kulit batang
Cempedak dosis 100 mg/kg BB), dan kelompok V (terapi ekstrak kulit batang
Cempedak dosis 125 mg/kg BB) pada umumnya menunjukkan hasil yang
signifikan. Mencit pada kelompok I yang dibandingkan dengan kelompok II
terdapat hasil yang tidak signifikan sebesar 36% yaitu 5 dari 25 sampel mencit
(Lampiran 7). Mencit pada kelompok I yang dibandingkan dengan kelompok III
terdapat hasil tidak signifikan sebesar 8% yaitu 2 dari 25 sampel mencit
(Lampiran 7). Seluruh individu mencit pada kelompok I yang dibandingkan
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
dengan kelompok IV terdapat hasil yang signifikan. Sedangkan, individu mencit
pada kelompok I yang dibandingkan dengan kelompok V terdapat hasil tidak
signifikan sebesar 12% yaitu 3 dari 25 sampel mencit (Lampiran 7).
Hasil uji Paired T-test pada perbandingan individu mencit pada kelompok
II dengan kelompok III, IV, dan V pada umumnya terdapat hasil yang signifikan
dengan nilai p < 0.05 (Lampiran 9). Persentasi hasil tidak signifikan mencit
kelompok II dengan kelompok III sebesar 20%, kelompok II dengan kelompok
IV adalah 12%, dan kelompok II dengan kelompok V sebesar 24% (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Persentase Hasil Perbandingan Individu Mencit Kelompok II dengan
Kelompok III, IV dan V
No Kelompok perbandingan Persentase hasil
tidak signifikan
Keterangan
1 Kelompok II - Kelompok III 20 % 5 dari 25 sampel
mencit
2 Kelompok II - Kelompok IV 12 % 3 dari 25 sampel
mencit
3 Kelompok II - Kelompok V 24 % 6 dari 25 sampel
mencit
Sumber : Data Primer 2010
Pada hasil uji korelasi antar individu secara statistik juga menunjukkan
bahwa ada beberapa individu mencit dari setiap kelompok perlakuan yang tidak
nyata bila dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (infeksi P. berghei).
Adapun hasil uji korelasi semua individu mencit kelompok perlakuan dengan
kelompok kontrol positif dapat dilihat pada Lampiran 6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB V
PEMBAHASAN
Dari hasil analisis uji Paired T-test dapat diketahui bahwa individu pada
kelompok I (kontrol positif) yang dibandingkan dengan kelompok II (terapi
klorokuin) menunjukkan 64% hasil yang signifikan dengan nilai p < 0.05, namun
terdapat hasil yang tidak signifikan sebesar 36% (Lampiran 7). Hal ini bisa
dijelaskan dari derajat parasitemia pada kelompok II mengalami penurunan
setelah diberikan klorokuin dibandingkan kelompok I. Kematian mencit pada
kelompok I sebanyak 5 ekor dan mencit mati pertama kali pada hari kedua dari
delapan hari perlakuan. Besar persentase kematian mencit pada kelompok I
sebesar 20%, lebih besar dibandingkan kelompok II sebesar 8% (jumlah mencit
mati 2 ekor).
Jika diamati pada masing-masing individu maka kelompok I (kontrol
positif) yang terinfeksi P. berghei tanpa terapi memiliki derajat parasitemia
tertinggi diantara kelompok lainnya. Derajat parasitemia yang tinggi
menunjukkan luasnya infeksi malaria ke dalam eritrosit. Eritrosit yang rusak
menyebabkan timbulnya banyak komplikasi pada malaria, seperti anemia berat,
blackwater fever, dan serebral malaria. Komplikasi ini akan mempercepat
kematian mencit yang menderita malaria. Hal ini ditunjukkan dengan mencit pada
kelompok tersebut semua mati dalam 8 hari perlakuan.
Menurut Emiliana, 2008; Syarif dan Zunida, 2007 bahwa klorokuin
efektif untuk membunuh parasit eritrosit aseksual dan bekerja pada fase eritrosit
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Sampai saat ini, mekanisme kerja klorokuin terhadap Plasmodium masih belum
jelas. Selama ini terdapat tiga hipotesis yang berkembang tentang mekanisme
kerja klorokuin, yaitu : hipotesis basa lemah, hipotesis ikatan dengan DNA
parasit, dan hipotesis ferriprotoporfirin IX (Dewi, 2004). Hipotesis basa lemah
adalah klorokuin yang bersifat basa akan mengganggu metabolisme parasit
Plasmodium dimana vakuola makanannya bersifat asam. Hipotesis ikatan dengan
DNA parasit adalah klorokuin memiliki kemampuan untuk menghambat sintesis
enzim pada parasit dalam pembentukan DNA dan RNA. Hipotesis terakhir
merupakan kondisi klorokuin berikatan dengan ferriprotoporfirin akan bersifat
toksik terhadap sel parasit dan dapat melisiskan parasit. Berdasarkan beberapa
hipotesis tersebut maka dalam penelitian ini telah disusun hipotesis yang
mengatakan terdapat perbedaan ekstrak kulit batang Cempedak (Artocarpus
champeden) dengan obat klorokuin sebagai anti malaria. Hipotesis ini terbukti
secara statistik bermakna terhadap hampir semua mencit yang diberi perlakuan
(Ho diterima).
Pada kelompok III hampir semua mencit secara individu yang diberi
terapi ekstrak kulit batang Cempedak dosis 75 mg/kg BB (dosis rendah) memiliki
penurunan derajat parasitemia lebih besar dibandingkan kelompok II (terapi
klorokuin). Kematian mencit pada kelompok III sebanyak dua ekor dan mulai
mati ketika hari ke-6 dari 8 hari perlakuan. Persentase kematian mencit pada
kelompok III sebesar 8%. Hal ini menunjukkan persentase yang sama antara
kelompok II dan kelompok III, namun terdapat perbedaan awal kematian pada
hari perlakuan dimana kematian mencit pada kelompok II mulai hari ke-4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
perlakuan sedangkan kelompok III mulai hari ke-6 perlakuan. Terdapat lima
individu mencit pada kelompok II yang dibandingkan dengan kelompok III
memiliki perbedaan tidak bermakna (p > 0.05). Hal ini bisa disebabkan oleh dosis
ekstrak kulit batang yang diberikan belum mencapai dosis efektif atau dosis yang
kurang, sedangkan seluruh mencit antara kelompok I dan kelompok III terdapat
perbedaan yang secara statistik bermakna (p < 0.05).
Pada seluruh mencit kelompok IV (terapi ekstrak kulit batang Cempedak
dosis 100 mg/kg BB) memiliki penurunan derajat parasitemia paling baik di
antara kelompok lainnya. Kematian mencit pada kelompok IV sebanyak satu ekor
dan mati pada hari ke-8 perlakuan. Persentase kematian mencit pada kelompok
IV merupakan persentase terkceil di antara kelompok perlakuan yaitu sebesar 4%.
Semua individu mencit pada kelompok I yang dibandingkan kelompok IV
terdapat hasil yang signifikan (p < 0.05). Mencit pada kelompok II yang
dibandingkan dengan kelompok IV terdapat hasil yang tidak signifikan sebesar
12% yaitu 3 dari 25 sampel mencit. Hal ini menunjukkan bahwa persentase
tersebut merupakan persentase terkecil di antara individu mencit pada kelompok
III dan kelompok V yang dibandingkan kelompok II.
Mekanisme kerja ekstrak kulit batang Cempedak pada parasit malaria
terjadi melalui penghambatan detoksifikasi heme yang toksik baginya. Sumber
energi parasit dalam eritrosit adalah hemoglobin yang berasal dari sel eritrosit.
Hemoglobin dalam sitosol eritrosit akan diambil menuju vakuola makanan
parasit. Kemudian parasit akan mendegradasi hemoglobin menjadi heme dan
globin. Heme bebas (ferro-protoporfirin IX, Fe2+
-PPIX) bersifat toksik bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
parasit, kemudian akan didetoksifikasi oleh parasit menjadi bentuk yang tidak
toksik, dimulai dengan oksidasi heme bebas menjadi bentuk kristal yang tidak
larut disebut hemozoin (Nindatu et al., 2009; Parroche et al., 2006). Selanjutnya
terjadi proses biokristalisasi hemin ( -hematin). Selain itu, parasit memiliki
malarial cystein proteinase enzyme dimana heme akan mengalami polimerisasi
oleh enzim tersebut sehingga menjadi nontoksik. Senyawa ekstrak kulit batang
Cempedak pada umumnya menghambat parasit malaria melalui penghambatan
detoksifikasi heme melalui pengikatan senyawa tersebut dengan heme bebas
(ferroprotoporfirin IX) sehingga terjadi akumulasi heme pada vakuola makanan
parasit (Nindatu et al., 2009). Keadaan ini menyebabkan toksik dan kematian
pada parasit malaria tersebut.
Jumlah mencit pada kelompok V (terapi ekstrak kulit batang Cempedak
dosis 125 mg/kg BB) yang mengalami kematian sebanyak 2 ekor (8%) dan mati
pada hari ke-6 perlakuan. Pada kelompok V terjadi peningkatan rata-rata derajat
parasitemia dibanding kelompok IV. Hal ini disebabkan oleh pemberian ekstrak
kulit batang Cempedak sudah melampaui dosis efektif dan optimal. Jika diamati
hasil analisis korelasi derajat parasitemia dengan kemampuan koreksi ekstrak
kulit batang Cempedak dosis 125 mg/kg BB (Lampiran 6) ternyata ada 44%
mencit yang tidak terkoreksi sehingga mati pada hari ke-8.
Pada penelitian lain, pada uji in vitro senyawa aktif flavonoid pada kulit
batang Cempedak terbukti meningkatkan kekebalan tubuh sehingga mampu
menjinakkan Plasmodium falciparum (Widyawaruyanti et al., 2007). Boonlaksiri
(1999) melaporkan adanya aktivitas antimalaria secara in vitro pada tumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
marga Artocarpus yang lain seperti Artocarpus integer yang telah terbukti
mempunyai aktivitas untuk menghambat pertumbuhan parasit malaria. Hal ini
menunjukkan adanya potensi ekstrak kulit batang Cempedak dapat memberikan
efek yang baik dalam pengobatan malaria dengan menghambat pertumbuhan
parasit dan peningkatan sistem imunitas tubuh.
Pada variabel perancu seperti umur, jenis kelamin dan suhu lingkungan
dari tikus percobaan masih perlu ditertimbangkan pada penggunaan lethal dose
cempedak. Hal ini perlu penelitian lebih lanjut mengingat faktor lingkungan dan
kematangan semua organ dalam menanggapi setiap infeksi dari Plasmodium akan
berpengaruh pada derajat parasitemia.
Berdasarkan hasil analisis data ternyata dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan ekstrak kulit batang Cempedak (Artocarpus champeden Spreng)
dengan obat klorokuin sebagai antimalaria yang dibuktikan dengan penurunan
derajat parasitemia pada kelompok pemberian ekstrak kulit batang Cempedak
(kelompok III, IV, dan V) lebih rendah dibandingkan kelompok klorokuin
(kelompok II). Mencit pada kelompok II dibandingkan kelompok ekstrak kulit
batang cempedak (kelompok III, IV dan V) sebagian besar menunjukkan
perbedaan yang bermakna ( p < 0.05) sehingga Ho diterima (Lampiran 9).
Individu mencit pada kelompok II dibandingkan dengan kelompok IV memiliki
persentase perbedaan tidak bermakna paling sedikit yaitu sebesar 12% (Lampiran
9).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Terapi ekstrak kulit batang Cempedak (Artocarpus champeden)
menunjukkan hasil yang lebih baik dalam menurunkan derajat parasitemia
pada mencit jantan strain Swiss yang diinfeksi Plasmodium berghei
dibanding terapi klorokuin (p<0.05).
2. Pemberian ekstrak kulit batang Cempedak dosis 100 mg/kg BB (dosis
sedang) memiliki efek menurunkan derajat parasitemia yang paling baik
dibandingkan dengan dosis ringan (75 mg/kg BB) maupun dosis tinggi
(125 mg/kg BB) berdasarkan penurunan derajat parasitemia dan
persentase hasil tidak signifikan perbandingan individu mencit kelompok
terapi klorokuin dengan kelompok terapi ekstrak kulit batang Cempedak.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh
pemberian ekstrak kulit batang Cempedak (Artocarpus champeden)
terhadap live survival rate, disamping untuk mengetahui pengaruh terapi
kombinasi ekstrak kulit batang cempedak (Artocarpus champeden)
terhadap derajat parasitemia dan live survival rate.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan uji klinis untuk mengetahui efek
antimalaria ekstrak kulit batang Cempedak (Artocarpus champeden)
terhadap manusia.
43
top related