perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kajian...
Post on 20-Sep-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK
UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK
DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI
KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO
Penulisan Hukum
( Skripsi )
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Aris Setyowarman Wahyu Perdana
NIM. E1107124
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : ARIS SETYOWARMAN WAHYU PERDANA
NIM : E1107124
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK
MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK
DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA
DIKEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO.
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan
hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan
gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 20 April 2011
Yang membuat pernyataan
Aris Setyowarman Wahyu Perdana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Aris Setyowarman Wahyu Perdana. E1107124, 2011. KAJIAN
IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN
PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI
DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN
RESORT SUKOHARJO. Fakultas Hukum UNS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arti penting implementasi
kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik
daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo
serta hambatan yang ditemukan penyidik dalam pengungkapan perkara pidana
dengan menerapkan daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di
Kepolisian Resort Sukoharjo.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat
deskriptif, menggambarkan dan menguraikan tentang peranan imlplementasi
kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan
teknik daktiloskopi dalam penyidikan perkara pidana. Jenis data yang digunakan
yaitu data Primer dan data sekunder. Adapun data sekunder terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan, dan wawancara.
Kemudian data yang di peroleh tersebut dianalisis secara kualitatif yang
dilaksanakan melalui tahapan pengumpulan data, mengklasifikasikan,
menghubungkan dengan teori dan masalah yang ada kemudian menarik
kesimpulan guna menentukan hasilnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, yaitu
peranan ilmu sidik jari khususnya daktiloskopi bagi penyidik dalam melaksanakan
penyidikan guna mengungkap suatu tindak pidana merupakan langkah penting
dalam penentuan kejelasan tindak pidana yang terjadi. Hal ini nantinya akan
mengarahkan tindakan-tindakan atau pemeriksaan selanjutnya, siapa orang yang
perlu dicurigai dan alat atau senjata apa yang digunakan dalam melakukan tindak
pidana. Hambatan yang terjadi Jejak yang ditinggalkan ditempat kejadian sering
menunjukkan bentuk yang tidak sempurna. Tidak sedikit ditemukannya sidik jari
yang tertinggal merupakan sidik jari orang yang mungkin tidak bersangkutan
sama sekali dengan korban maupun tersangka. Apabila ditemukan sidik jari
namun bentuknya tidak atau kurang sempurna sehingga menyulitkan petugas
dalam mengidentifikasinya dan Banyaknya masyarakat yang ingin melihat TKP
mengakibatkan TKP rusak sehingga menyulitkan petugas untuk melakukan
pemeriksaan.
Kata Kunci : Penyidik, sidik jari, Daktiloskopi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Aris Setyowarman Wahyu Perdana. E1107124, 2011. A STUDY ON THE
IMPLEMENTATION OF INVESTIGATOR’S AUTHORITY IN TAKING
FINGERPRINTS USING DACTILOSCOPY IN DISCLOSING THE
CRIMINAL CASE IN SUKOHARJO RESORT POLICE OFFICE. Law
Faculty of UNS.
This research aims to find out the importance of the implementation of
investigator’s authority in taking fingerprints using dactiloscopy in disclosing the
criminal case in Sukoharjo Resort Police Office as well as the obstacle the
investigators encounters in disclosing the criminal case applying the dactiloscopy
in disclosing the criminal case in Sukoharjo Resort Police Office.
This study belongs to an empirical law research that is descriptive in
nature, describing and elaborating about the role of the implementation of
investigator’s authority in taking fingerprints using dactiloscopy in investigating
the criminal case. The type of data used was primary data. The primary data
sources employed includes primary and secondary data sources. The secondary
data source consists of primary, secondary, and tertiary law materials. Techniques
of collecting data used were library study and interview. Then the data obtained
was analyzed qualitatively implemented using several steps: collecting data,
classifying, relating them to the theories and problems existing and then drawing a
conclusion to determine the result.
Considering the result of research and discussion, the following conclusion
can be drawn: the role of fingerprint, particularly dactiloscopy, for the investigator
in the investigation process to disclose a crime is an important step in determining
the clarity of crime occurring. It will later direct the subsequent actions or
examinations, who the suspect is and what tool or arm is used in committing
crime. The obstacles occurring is that the footprint left in the occurrence site
frequently shows imperfect shape, many fingerprints found come from any one
who are not relevant at all to the victim or suspect, if found, the fingerprints has
imperfect shape so that the officer finds difficulty in identifying it and many
people want to see the occurrence site leading to the damage of site so that the
officer finds difficulty in doing examination.
Keywords: Investigation, fingerprint, Dactiloscopy.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Selama darah masih mengalir, tidak pernah ada kata gagal.
Cepat atau lambat pasti akan berhasil
(penulis)
Waktu terkadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat
bagi yang takut, terlalu panjang bagi yang gundah, dan terlalu pendek
bagi yang bahagia. Tapi bagi yang selalu mengasihi, waktu adalah keabadian.
(Henry Van Dyke)
Buah paling manis dari berani bermimpi adalah kejadian-kejadian menakjubkan
dalam perjalanan menggapainya
(Andrea Hirata)
Ujian karakter yang sejati bukanlah berupa banyak yang kita ketahui
dalam melakukan berbagai hal, tapi bagaimana kita bersikap ketika tidak tahu
harus melakukan apa
(JOHN HOLD)
“Hakim adalah mahasiswa hukum,
yang memberi nilai pada kertas ujiannya sendiri”
(H. L. Nencken)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan kepada:
Tuhan yang telah memberikan berkatNya yang melimpah sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Papa dan Mama tercinta yang senantiasa mendukung
kuliah,memberikan doa dan nasihat, semangat, cinta dan kasih
sayang tiada surutnya, serta kerja keras yang tak ternilai harganya
demi mewujudkan cita-citaku menjadi seorang Sarjana Hukum.
Adikku tersayang, yang selalu ada untuk membantu proses
belajarku selama menempuh dunia pendidikan.
Seseorang yang telah mengisi hidup penulis dan telah
menghembuskan makna kehidupan.
Keluarga besar Ksp Principium FH UNS.
Sahabat-sahabatku tersayang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan segala
rahmad dan hidayah-Nya. Yang selalu memberikan jalan dan kemudahan kepada
penulis sehingga Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul, “KAJIAN
IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN
PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI
DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN
RESORT SUKOHARJO” dapat terselesaikan tepat waktu.
Banyak hambatan dan permasalahan yang dihadapi penulis dalam
menyelesaikan Penulisan Hukum ini. Penulis menyadari bahwa keberhasilan
dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua
pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak
langsung, secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya, terutama kepada :
Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-
syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan dan permasalahan yang
dihadapi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam
menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua pihak
yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung,
secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya;
2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga
akhir jaman;
3. Keluargaku tercinta, Papa, Mama, dan Adik, untuk setiap doa, pengorbanan,
dan kasih sayang yang selalu diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
4. Liana Margareta yang selalu ada memberikan semangat, nasehat serta
dukunganya dan kasih sayang yang selalu ada untukku walau terbentang
jarak.
5. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;
6. Pembantu Dekan I yang telah membantu dalam pemberian ijin dilakukannya
penulisan ini;
7. Ibu Sunny Ummul Firdaus S.H, M.H selaku pembimbing akademik penulis
yang membantu penulis dengan memberikan nasehat-nasehat dan selalu
memberikan arahan dalam kegiatan kuliah.
8. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum., selaku pembimbing skripsi I dalam
penulisan hukum ini yang dengan kesabaran dan kebesaran hati telah
membimbing, mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan hukum ini;
9. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi II
yang dengan sabar memberikan bimbingan, arahan selama penulisan hukum
ini;
10. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku Ketua Laboratorium Ilmu
Hukum Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun
judul penulisan hukum ini;
11. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H., selaku ketua Bagian Hukum Acara
Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun judul
penulisan hukum ini;
12. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah
membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama masa kuliah.
13. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas
Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang
telah diberikan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
14. AKBP Pri Hartono Eling Lelakon SiK selaku kepala kepolisian Resort
Sukoharjo yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
15. Ipda Mariman selaku Kaur Identifikasi kepolisian Resort Sukoharjo, yang
dengan senang hati telah membimbing dan membantu penulis selama
penelitian di kepolisian Resort Sukoharjo.
16. Bripka Agus serta Briptu Fendi yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu penulis mendapatkan data.
17. KSP “Principium” Fakultas Hukum UNS yang menjadi rumah kedua penulis
di bangku perkuliahan dan teman-teman Principiumers Siska, Yovi, Yuni,
Gatot, Citra debi, Aryani, Shelma, Mas tejo, Aya, Bundo, Lili, Trisna,
Helena, Ardani, Atika, Alphi, Maya, Diah N.A, Bayu, Iffa, Anugrah, Citra
widi, Miqdad, Mia, Maulida, Kiki, Faradina, Lilin, dan temen-temen lain
yang tidak bisa disebutkan satu persatu karena terlalu banyak cinta kasih
kalian, terus berkarya dan berprestasi.
18. Generasi Pejuang Himanoreg, terima kasih atas segalanya, tanpa himanoreg
hidup terasa hampa. Selama satu tahun lebih kita bersama mengendalikan
kapal yang penuh warna. Deretan peristiwa dari tawangmangu, klaten, jogja,
malang, candi sukuh terasa maknyus dalam relung hati. Tak terasa kita buat
catatan sejarah kecil yang menggembirakan, walaupun pada titik akhir serasa
hampa. Keyakinan dalam memori tetap ada, perjuangan cinta dari beberapa
personel, peristiwa hidup yang aneh, ucapan terima kasih dari yang
membutuhkan, senyuman kemenangan, tak berlebihan kalau kita sebut diri
kita sendiri generasi pejuang cinta.
19. Tomi, Arif “ito”, Pandhu, Ginanjar, Beni, laely, Mahendra, Ganyot, Himma,
Tari, Nova, Ayu, Ines, Berlian, yang setia mendengar keluh kesah penulis,
memberi bantuan, mendukung, menasehati, menyemangati bahkan terkadang
memarahi saat penulis malas mengerjakan skripsi..... Akhirnya satu episode
dalam hidupku terlewati dan aku senang kalian menjadi bagian dari episode
ini...Semoga dalam episode episode lain dihidupku, kalian tetap setia
menemani..... Thanks for everything....
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
20. Sahabat-sahabatku Gana, Vera, Putri, Dedi, Nisa, Erna, Ambon, Hujang,
Tama, Surya, Nur kholis, Yanuar, Cuy, Angga “koh”, Surya, Sapi, Viddya,
Sekar, Pradika, terima kasih untuk persahabatan kita selama ini, terima kasih
untuk bantuan, semangat, serta dukungan kalian. Semoga Persahabatan ini
tidak lekang oleh jarak dan waktu...
21. Anak – anak Keluarga Pengamen Surakarta yang selalu menjadi penyemangat
penulis dalam menghadapi kegetiran kehidupan. Salut atas perjuanganmu
teman dalam panasnya hujan dan guyuran cahaya matahari
22. Terima kasih atas wejangan hukum kepada pak taufiq (ketua PERADI Solo ),
pak Eko ( KPK ), pak Faroek ( Justice for the Poor Project ), teman-teman
PUKAT UGM, pak yusuf ( YAPPI ).
23. Wujud nyata yang hanya sementara berkunjung ke ruang hati, segala ketidak
langsungan melahirkan bulatan kemerahan, Sentralisasi beberapa dekade
memformat ketidakpastian diantara keindahan kepastian dan itu hanya
sementara, karena tetap ada yang Esa, Terima kasih “bidadari penyelamat
sementara”.
24. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang tidak bisa disebutkan satu per satu, you’re my inspiration,
tanpa kalian kuliahku selama di Fakultas Hukum UNS tidak akan berwarna.
25. Seluruh civitas akademika Fakultas Hukum UNS, mari wujudkan profesional
dan bermoral.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna,
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan
hukum ini dan kedepannya sangat diperlukan dari para pembaca akan penulis
terima dengan senang hati. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta,20 April 2011
Aris Setyowarman Wahyu Perdana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................................... vi
HALAMAN MOTTO .................................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8
E. Metode Penelitian................................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori....................................................................................... 16
1. Tinjauan Tentang Penyidik .............................................................. 16
2. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Penyidikan .......................... 21
a) Requisites for an Investigator (Kebutuhan Penyidik) ................ 21
b) Tools for an Investigatior (Alat Penyidikan) ............................. 21
3. Tinjauan Tentang Sidik Jari ............................................................ 26
a) Pengertian Sidik Jari ................................................................... 26
b) Macam-macam Sidik Jari ........................................................... 29
4. Tinjauan Tentang Sidik Jari ............................................................ 32
B. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Kewenangan Penyidik untuk Melakukan Pengambilan
Sidik Jari dengan Teknik Daktiloskopi dalam Pengungkapan Perkara
Pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo.................................................. 38
1. Tahap Pengamanan Tempat Kejadian Perkara .............................. 38
2. Tahap Pelaksanaan Olah Tempat Kejadian Perkara ...................... 39
3. Tahap Pengumpulan Barang Bukti ................................................ 39
4. Tahap Pemilihan Terhadap Benda-benda dimana Bekas Jari
Menempel...................................................................................... 40
5. Tahap Pengembangan dan Pengangkatan Sidik Jari Laten ........... 41
6. Tahap Pengambilan Sidik Jari di Tempat Kejadian Perkara ......... 44
7. Tahap Pengakhiran Olah Tempat Kejadian Perkara ...................... 47
8. Tahap Pengambilan Sidik Jari Pada Mayat ................................... 52
a) Mayat Masih Baru ................................................................ 52
b) Mayat Telah Kaku dan Mulai Membusuk ........................... 53
c) Mayat yang Sudah Membusuk, Mengering dan yang
Terendam Air ....................................................................... 54
9. Tahap Pemeriksaan Perbandingan Sidik Jari Laten ....................... 54
10.Tahap Perumusan Sidik Jari ......................................................... 56
11.Tahap Penyimpanan Kartu Sidik Jari dan Kartu Pembantunya .... 59
B. Hambatan-Hambatan yang Ditemukan dalam Pengambilan Sidik Jari
dengan Menerapkan Teknik Daktiloskopi yang Merupakan
Serangkaian Tindakan Penyidikan dalam Pengungkapan Perkara
Pidana ..................................................................................................... 72
1. Hambatan dari Luar ..................................................................... 72
2. Hambatan dari Dalam .................................................................. 73
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................. 75
B. Saran-Saran............................................................................................. 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skematik Data Analisis Model Interaktif
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Penampang Kulit
Gambar 1. Pola Golongan Sidik Jari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia, dalam menjalankan kehidupan bernegara, memerlukan
adanya hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat, sehingga segala bentuk
kejahatan dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya. Dengan adanya hukum dapat
menghindarkan pelanggaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat ataupun
penegak hukum itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kaidah-kaidah hukum
yang dapat dipergunakan oleh negara Indonesia dalam mengatur tatanan
kehidupan dalam masyarakat.
Salah satu fungsi keberadaan suatu hukum adalah untuk menetapkan
perbuatan yang harus dilakukan dan atau perbuatan yang boleh dilakukan serta
yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang nyata-
nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin
akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut
hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk
penegakan hukum. Dalam mewujudkan penegakan hukum tersebut, proses
penanganan perkara pidana haruslah dilaksanakan secara optimal, sehingga
haruslah dapat ditentukan secara cepat dan tepat tentang apakah suatu perkara
pidana akan dapat diajukan ke persidangan ataukah tidak.
Selain itu, dalam rangka menegakkan supremasi hukum, posisi Kepolisian
(yang berwenang melakukan penyidikan) dan Kejaksaan (yang berwenang
melakukan penuntutan) sangat penting dalam mewujudkan hukum in concreto.
Mewujudkan hukum in concreto bukan hanya merupakan fenomena pengadilan
atau hakim, tetapi termasuk dalam pengertian pemberian pelayanan hukum dan
penegakan hukum, sehingga Kepolisian dan Kejaksaan yang merupakan pranata
publik penegak hukum dalam sistem peradilan pidana juga mempunyai peran
krusial dalam perwujudan hukum in concreto.
Dalam perkara pidana dikenal adanya hukum acara pidana yang mengatur
bagaimana hukum pidana materiil dilaksanakan. Sedangkan pengadilan
merupakan salah satu lembaga negara yang berdiri sendiri untuk menegakkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
peraturan perundang-undangan dalam pelaksaaananya. Suatu peraturan,
bagaimanapun baiknya peraturan itu mengatur tentang sesuatu aspek kehidupan di
dalam kehidupan bernegara, pastilah akan terjadi pelanggaran di dalam
pelaksanaanya. Maka lembaga peradilan itulah yang berfungsi sebagai lembaga
yang mengawasi pelaksaan dan memberi sanksi bagi pelanggar dari peraturan
tersebut.
Sehubungan dengan lembaga peradilan tersebut, diperlukan aparat yang
berfungsi sebagai aparat penegak hukum. Salah satu aparat penegak hukum itu
adalah Kepolisian Negara Repubik Indonesia yang bertugas sebagai penyidik
dalam mengungkap perkara atau kasus pidana yang nantinya akan diajukan ke
muka sidang pengadilan. Hukum Acara Pidana merupakan hukum yang memuat
peraturan-peraturan untuk melaksanakan hukum pidana materiil, karena hukum
acara pidana mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyelesaikan segala
kepentingan yang berhubungan dengan perbuatan melawan hukum yang diatur
dalam hukum pidana materiil. Kegiatan pertama yang dilakukan dalam proses
penyelesaian perkara pidana adalah penyidikan. Di dalam kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981,
yang disebut dengan tindakan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik
dalam hal ini dan menurut cara-cara yang diatur dengan undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka (Pasal 1 ayat
(2) UU No.8 Tahun 1981). Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut
penyidikan adalah: Ketentuan tentang alat-alat penyidik, Ketentuan tentang
diketahuinya terjadinya delik, Pemeriksaan di tempat kejadian, Pemanggilan
tersangka atau terdakwa, Penahanan sementara, Penggeledahan, Pemeriksaan atau
interogasi, Berita Acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat),
Penyitaan, Penyampingan perkara, Pelimpahan perkara kepada penuntut umum
dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan (Andi Hamzah,
2002:118-119).
Proses untuk menentukan suatu berkas perkara guna menentukan lengkap
tidaknya berkas perkara tersebut untuk dilimpahkan di persidangan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
rangkaian proses peradilan pidana terletak pada tahap Prapenuntutan yang
menggambarkan adanya keterkaitan antara Penyidik dengan Penuntut Umum.
Apabila terdapat kekurangan di dalam berkas perkara, yang nantinya akan
menyulitkan Kejaksaan dalam melakukan penuntutan, maka berkas perkara dapat
dikembelikan kepada Penyidik untuk disempurnakan dengan disertai petunjuk
yang dianggap perlu.
Pada prinsipnya, ketentuan tentang Penyidikan dan Penuntutan dalam
KUHAP di atas menunjukkan hubungan yang erat antara penyidikan dengan
penuntutan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyidikan merupakan
kegiatan untuk mengumpulkan alat bukti mengenai adanya satu tindak pidana
beserta pelaku tindak pidana tersebut, sementara penuntutan merupakan kegiatan
yang ditujukan untuk mempertanggungjawabkan hasil dari kegiatan penyidikan di
forum pengadilan.
Oleh karena itu, pelaksanaan dari integrated criminal justice system
sebetulnya adalah untuk melaksanakan penegakan hukum yang terpadu dan
berkesinambungan untuk mendapatkan out put yang maksimal. Dalam hal ini,
penyidikan haruslah diarahkan kepada pembuktian di persidangan, sehingga
tersangka (pelaku tindak pidana) dapat dituntut dan diadili di persidangan.
Penyidikan yang berakhir dengan putusan (vrisjpraak) ataupun lepas dari segala
tuntutan (onslag van alle rechtsvervolging) dari Pengadilan terhadap pelaku
tindak pidana akan merugikan masyarakat dan lembaga penegak hukum itu
sendiri (http://lp3madilindonesia.blogspot.com/2011/01/antara-pentidik-dan-penu
ntut-umum.html) Diakses pada tanggal 26 Maret 2011 pukul 11:38:42 WIB.
Dalam setiap penyidikan perkara pidana dilakukan oleh penyidik, dalam
hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kegiatan penyidikan
merupakan kegiatan dalam rangka membuat suatu perkara menjadi terang atau
jelas dan dalam usaha untuk menemukan pelaku tindak kejahatan. Kegiatan
penyidikan yang pertama kali dilakukan oleh penyidik dalam mengungkap suatu
kejahatan adalah menemukan barang bukti maupun bekas-bekas kejahatan yang
tertinggal pada tempat kejadian pekara (TKP) atau bagian-bagian terjadinya
kejahatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Salah satu barang bukti pertama yang dicari oleh penyidik adalah
menemukan sidik jari pelaku kejahatan, hal ini termasuk dalam lingkup
kewenangan penyidik. Karena kewajibannya, penyidik dalam penyidikan
mempunyai wewenang yang salah satunya adalah mengambil sidik jari dalam
olah TKP (Pasal 7 ayat (1) butir f KUHAP). Ketika pertama kali penyidik datang
ke TKP hal yang pertama dilakukan adalah mencari bukti-bukti awal yang
tertinggal dan menganalisanya termasuk juga hal ini sidik jari mempunyai peran
penting yaitu menggidentifikasi untuk kemudian dicocokkan untuk mencari
keidentikan.
Barang bukti yang sah, yang dapat ditemukan penyidik pada tempat
kejadian perkara salah satunya adalah adalah sidik jari. Sidik jari merupakan
barang bukti yang baik dan efektif, yang dipergunakan oleh penyidik untuk
pembuktian di pengadilan. Dengan identifikasi sidik jari yang dilakukan oleh
penyidik dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam pembuktian
di persidangan. Dengan begitu terlihat jelas bahwa sidik jari merupakan barang
bukti yang praktis dan akurat. Yang menjadi dasar bahwa sidik jari dapat
dikatakan sebagai alat bukti yang utama dalam mencari dan mengenali penjahat :
Sidik jari tiap orang tidak sama, Sidik jari manusia tidak berubah selama hidup,
Sidik jari dapat dirumus dan diklasifikasi secara sistematis (Markas Besar
Kepolisian Republik Indonesia, 1993:7).
Identifikasi sangat penting karena dapat menemukan pelaku tindak
kejahatan. Identifikasi terhadap pelaku dapat dilakukan melalui seluruh atau salah
satu cara: Tanda-tanda badaniah (signalement) seperti tinggi badan, warna kulit,
rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan seterusnya, Foto atau potret si pelaku,
Jejak (sidik) jari (daktiloskopi), Modus operandi atau cara kerja si pelaku (Andi
Hamzah, 1986:13).
Identifikasi terhadap pelaku dapat dilakukan melalui seluruh atau salah
satu cara:
1. Tanda-tanda badaniah (signalement) seperti tinggi badan, warna kulit,
rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan seterusnya,
2. Foto atau potret si pelaku,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
3. Jejak (sidik) jari (daktiloskopi),
4. Modus operandi atau cara kerja si pelaku (Andi Hamzah, 1986:13)
Identifikasi sidik jari mempunyai arti yang sangat penting bagi penyidik
untuk membuat terang suatu perkara pidana dan mengungkap siapa pelaku tindak
pidana tersebut, maka para penyidik harus berusaha untuk menjaga agar jangan
sampai barang bukti berupa sidik jari yang terdapat atau tertinggal di tempat
kejadian perkara menjadi hilang ataupun rusak. Hasil pemeriksaan tentang sidik
jari dilakukan oleh Petugas Unit Identifikasi Daktiloskopi Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Sedangkan dalam penanganan masalah kriminal, seringkali mengalami
kesulitan dalam pemeriksaan barang bukti (BB) terutama dalam hal ini, berkaitan
dengan perkara pidana pembunuhan, pemeriksaan barang bukti yang berupa
jenazah. Apabila penyidik mengalami kesulitan di dalam pemeriksaan jenazah
guna dijadikan alat bukti yang sah di muka pengadilan nanti, hal itu bukan karena
penyidik tidak diberi wewenang untuk itu, tetapi karena dalam pemeriksaan
jenazah dan barang bukti sejenisnya diperlukan suatu ilmu khusus untuk
mengadakan pemeriksaan bukti-bukti itu.
Seperti benda mati yang lainnya, maka barang bukti yang berupa benda
mati tersebut sebetulnya sangat penting dalam mengungkap suatu perkara pidana
dimana dalam hal ini perkara pidana pembunuhan, tidak dapat menceritakan apa-
apa yang terjadi di sekitarnya atau apa yang telah terjadi pada benda mati itu
sendiri. Tetapi benda mati tersebut dapat memberikan suatu petunjuk yang dapat
mengungkapkan suatu pelaku melalui bukti-bukti tertentu yang tertinggal di TKP
maupun di tubuh korban. Pemeriksaan sidik jari sendiri merupakan pemeriksaan
yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
Bukti tersebut pada akhirnya nanti dijadikan sebagai dasar pembuktian
suatu perkara pidana dipengadilan dan memiliki kekuatan sebagai alat bukti yang
sah sangat membantu hakim dalam menjatuhkan vonis, meskipun hakim itu dapat
memberikan vonis atas keyakinannya, tetapi hakim tetap terikat pada Pasal 183
KUHAP yang isinya adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi ia dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukan.
Adapun alat bukti-alat bukti yang sah di jadikan dasar keyakinan hakim
dalam memutus suatu perkara telah ditentukan dalam Pasal 184 (1), sebagai
berikut : 1) keterangan saksi, 2) keterangan ahli, 3) surat 4) petunjuk, dan 5)
keteranga terdakwa.
Berdasarkan keterangan diatas dapat dilihat bahwa proses penemuan bukti
sangat berpengaruh pada proses pembuktian suatu tindak pidana dan
penyelesainnya. Dalam hal kasus pembunuhan ataupun kematian tidak wajar,
metode Daktiloskopi diterapkan untuk membantu proses penyidikan. Penyidik
dapat meminta keterangan ahli kedokteran kehakiman atau ahli yang berwenang
lainnya untuk memeriksa korban guna membantu pemeriksaan pada korban untuk
kepentingan peradilan.
Identifikasi sidik jari mempunyai arti yang sangat penting bagi penyidik
untuk membuat terang suatu perkara pidana dan mengungkap siapa pelaku tindak
pidana tersebut, maka para penyidik harus berusaha untuk menjaga agar jangan
sampai barang bukti berupa sidik jari yang terdapat atau tertinggal di tempat
kejadian perkara menjadi hilang ataupun rusak. Hasil pemeriksaan tentang sidik
jari dilakukan oleh petugas unit identifikasi Daktiloskopi Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
mengkaji implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan
pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam suatu penyidikan perkara
pidana dan juga Hambatan-hambatan yang ditemui dalam penyidikan untuk
menerapkan metode Daktiloskopi tersebut melalui penyusunan penulisan hukum
dengan judul “KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK
UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK
DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI
KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangat penting karena
merupakan suatu pedoman serta mempermudah penulis dalam membahas
permasalahan yang akan diteliti, sehingga sasaran yang hendak di capai jelas
sesuai dengan apa yang di harapkan.
Maka berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah dan pembatasan
masalah yang telah disebutkan di atas sekiranya perlu dirumuskan masalah-
masalah yang akan dibahas. Adapun permasalahan yang akan di kaji dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan
pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan
perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo?
2. Hambatan-hambatan apakah yang ditemukan penyidik dalam
pengungkapan perkara pidana dengan menerapkan daktiloskopi dalam
pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian tidak mungkin mungkin lepas dari tujuan tertentu
yang ingin dicapai, sesuai dengan tujuannya penelitian dapat didefinisikan sebagai
berikut : penelitian adalah usaha untuk mengemukakan, mengembangkan dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan usaha mana dilakukan dengan metode-
metode ilmiah (Sutrisno Hadi.1999:4).
Maksud adanya tujuan penelitian adalah untuk memberikan arah yang
tepat dalam proses penelitian yang dilakukan agar penelitian tersebut berjalan
sesuai dengan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu dalam penyusunan skripsi
ini tujuan yang dikehendaki penulis adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan
pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan
perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo; dan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui penyidik dalam
pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman pengetahuan
maupun pemahaman penulis terhadap teori-teori mata kuliah yang telah di
peroleh penulis serta sinkronisasinya dengan pelaksanaan teori-teori tersebut
dalam prakteknya.
b. Untuk memperoleh data yang lebih spesifik, lengkap dan jelas sebagai
bahan untuk menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan utama dalam
memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebalas
Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan
yang dapat diambil dari penelitian, sebab besar kecilnya manfaat penelitian akan
menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari
penelitian ini dibedakan antara manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang Ilmu Hukum
Acara Pidana khususnya mengenai penerapan Daktiloskopi pada Ilmu
Kedokteran Kehakiman dalam proses pembuktian perkara pidana
pembunuhan.
b. Hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemecahan-pemecahan atas
permasalahan yang dikaji.
c. Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai acuhan terhadap
penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan sumbangan pemikiran agar Ilmu Kedokteran Kehakiman
lebih berguna lagi dalam proses pembuktian perkara pembunuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan
membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan
penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama dibangku
kuliah.
E. Metode Penelitian
Sebelum menguraikan tentang metode penelitian, maka terlebih dahulu
akan dikemukakan pengertian tentang metode itu sendiri. Kata “metode” berasal
dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara kerja, upaya, atau jalan suatu
kegiatan pada dasarnya adalah salah satu upaya, dan upaya tersebut bersifat ilmiah
dalam mencari kebenaran yang dilakukan dengan mengumpulkan data sebagai
dasar penentuan kebenaran yang dimaksud (Koentjoroningrat, 1993 : 22).
Sedangkan penelitian menurut Sutrisno Hadi adalah usaha untuk
menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha
mana dilakukan dengan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1994 : 89). Dengan
demikian pengertian metode penelitian adalah upaya yang bersifat ilmiah dalam
mencari dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan metode ilmiah.
Di dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan suatu faktor yang
penting dan menunjang proses penyelesaian suatu permasalahan yang akan
dibahas, di mana metode merupakana cara utama yang akan digunakan untuk
mencapai tingkat ketelitian jumlah dan jenis yang dihadapi. Akan tetapi dengan
mengadakan klasifikasi yang didasarkan pada pengalaman, dapat ditentukan jenis-
jenis metode penelitian sedangkan Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan
preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Winarno
Surakhmat,1982:131).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut:
1. Jenis penelitian
Dalam usaha memperoleh data yang dipergunakan untuk menyusun
penulisan hukum, maka jenis penelitian yang digunakan adalah Empiris Yaitu
dengan melakukan pengkajian dan pengolahan terhadap data penelitian dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
bertitik tolak pada aspek hukum normatif disertai dengan kajian teoritis hukum,
dengan didukung oleh fakta-fakta empiris dilapangan. Maka berdasarkan
pengertian tersebut diatas, metode penelitian ini dimaksudkan untuk
menggambarkan dan menguraikan tentang peranan implementasi kewenangan
penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik
daktiloskopi dalam penyidikan perkara pidana.
2. Sifat penelitian
Dalam penelitian ini, sifat penelitian adalah deskriptif. Adapun pengertian
penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk memberikan data yang seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau hipotesa-hipotesa agar dapat membantu
didalam memperkuat teori-teori lama atau didalam penyusunan teori-teori baru
(Soerjono Soekanto, 2006 : 10).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian
kualitatif. Dengan mengutip pendapat Soerjono Soekanto (2006:10) menjelaskan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan
pengumpulan data berupa kata-kata, gambar-gambar, serta informasi verbal atau
nomatif dan bukan dalam bentuk angka-angka.
Penulis berusaha mendapatkan informasi yang selengkap mungkin
mengenai kewenangan penyidik sebagai penegak hukum dalam hal ini untuk
melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam
pengungkapan perkara pidana yang dilakukan di kepolisian resort Sukoharjo.
Teknik kualitatif dipakai sebagai pendekatan dalam penelitian ini, karena teknik
ini untuk memahami realitas rasional sebagai realitas subjektif khususnya
penyidik. wawancara mendalam bersifat sangat utama dalam pengumpulan data.
Observasi diharapkan mampu menggali implementasi kegiatan penyidikan yang
dilakukan oleh penyidik POLRI sehingga nantinya dapat digunakan untuk
mengungkap pelaku tindak pidana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
4. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Penelitian menggunakan Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung
dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan,
yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara ataupun penyebaran
kuisioner. Penelitian hukum sebagai penelitian sosiologis empiris dapat di
realisasikan kepada penelitian terhadap efektivitas hukum yang berlaku maupun
penelitian terhadap identifikasi hukum. Penelitian ini menggunakan beberapa
sumber data, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Merupakan sejumlah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data
untuk tujuan penelitian. Adapun data tentang penelitian ini diperoleh dari
Penyidik dan aparatur penegak hukum di wilayah hukum Sukoharjo dan juga
beberapa pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian ini, sehingga
diharapkan agar hasil yang diperoleh merupakan hal yang obyektif dan sesuai
dengan obyek yang diteliti.
b. Sumber Data Sekunder
Yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan namun
diperoleh dari studi pustaka yang meliputi keterangan- keterangan yang diperoleh
dari mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dan dapat menunjang
permasalahan yang diteliti serta literatur-literatur atau buku-buku kepustakaan
mengenai Penyidikan maupun teknik-teknik Daktiloskopi, khususnya yang ada
hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Data sekunder ini pun masih
dibagi menjadi tiga bagian lagi yakni:
1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan yang terdiri perundang-
undangan yang terkait dengan penulisan hukum skripsi ini.
2) Bahan Hukum Sekunder yakni bahan hukum yang berfungsi sebagai
penjelas dari bahan hukum primer yakni terdiri dari literatur-literatur
yang terkait dengan penulisan skripsi ini.
3) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan pendukung atau pelengkap
dalam penyusunan skripsi ini seperti kamus hukum dan juga ensiklopedia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan
adalah sebagai berikut:
a. Studi Dokumen atau Kepustakaan
Yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku
literatur hasil penelitian terdahulu serta membaca dokumen-dokumen yang
sesuai dengan obyek penelitian.
b. Wawancara
Merupakan cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung
pada sumber data (responden). Dalam hal ini responden adalah pejabat
kepolisian di polres Sukoharjo.
6. Teknik Analis Data
Analisis merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian
dalam bentuk laporan data yang diadakan suatu penganalisisaan data. Dalam
penelitian kualitatif, validitas data tidak tergantung pada banyak sedikitnya contoh
seperti pada penelitian kuantitatif.
Tujuan analisis didalam penelitian adalah menyempitkan dan membatasi
data sehingga data yang teratur serta tersusun baik akan menjadi lebih berguna.
Dalam penelitian ini teknis analis data yang digunakan adalah teknik analisis data
kualitatif. Menurut Sutopo, analisis data kualitatif adalah upaya berlanjut,
berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian
kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Adapun model analisis data yang
dipergunakan adalah model analisis data interaktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Model alisis ini dapat di gambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Skematik data analisis model interaktif
Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemutusan perhatian kepada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data langsung terus
menerus bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sampai sesudah
penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.
b. Penyajian data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan.
c. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi
Dalam mengumpulkan data, seorang penganalisa kualitatif mulai
mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proporsi.
Kesimpulan-kesimpulan dibuat secara longgar, tetap terbuka, tetapi
kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat
menjadi lebih rinci dan mengakar pada pokok. Kesimpulan-kesimpulan
juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mengkin
sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis
Sajian
Data
Penarikan
Kesimpulan
Reduksi
Data
Pengumpulan
data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan
atau mungkin menjadi seksama dan makan tenaga dengan peninjauan
kembali (HB.Sutopo,1990 :8).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan dalam penelitian hukum ini terdiri dari empat (4)
bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Selain itu
ditambah dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Adapun sistematika yang
terperinci adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah
penelitian dan penulisan tentang kajian implementasi kewenangan
penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik
daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di kepolisian resort
Sukoharjo, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori dari para pakar
dan doktrin hukum berdasarkan literature-literatur yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan pustaka dibagi
menjadi dua (2) yaitu :
1. Kerangka teori, yang berisikan tinjauan mengenai pengambilan sidik
jari dengan teknik daktiloskopi dan penyidikan.
2. Kerangka pemikiran, yang berisikan gambaran alur berpikir dari penulis
berupa konsep yang dijabarkan dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menguraikan pembahasan dan hasil perolehan dari
penelitian yang dilakukan. Berpijak dari rumusan masalah yang ada, maka
dalam bab ini penulis akan membahas dua (2) pokok permasalahan yaitu
Bagaimana implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan
pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan
perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo, Hambatan-hambatan
apakah yang ditemui penyidik dalam pengungkapan perkara pidana di
Kepolisian Resort Sukoharjo..
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang penulis ambil dari
hasil penelitian serta memberikan saran yang relevan dan bermanfaat bagi
semua pembaca dari skripsi ini terutama bagi yang sangat berkepentingan
dan juga pihak-pihak yang terkait dengan penelitian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Penyidik
a. Pengertian Penyidik
Penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari
pejabat seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 butir 1 KUHAP. Kemudian diperinci
dan dipertegas lagi pada Pasal 6 KUHAP. Selain yang di atur dalam Pasal 1 butir
1 dan Pasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 KUHAP yang mengatur tentang
adanya penyidik pembantu disamping penyidik. Penyidik pembantu sendiri bukan
harus dari Anggota POLRI, tetapi dapat diangkat dari kalangan pegawai negri
sipil POLRI, sesuai dengan keahlian khusus yang mereka miliki dalam bidang
tertentu.
Dalam Pasal 1 Butir ke-1 KUHAP dijelaskan pengertian penyidik.
”Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan”.
Dari pengertian tersebut di atas, dapat ditarik dua unsur penyidik, seperti
tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, yaitu :
(1) Penyidik adalah :
a) Pejabat Polisi Negara Indonesia;
b) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang.
(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Dalam Pasal 6 KUHAP tersebut di atas telah ditentukan mengenai instansi
atau kepangkatan seorang pejabat penyidik adalah :
a) Pejabat Peyidik Polisi
Untuk melakukan penyidikan, pejabat penyidik polisi harus
memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2)
KUHAP. Mengenai kedudukan dan kepangkatan pejabat penyidik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
kepolisian diatur dalam peraturan pemerintah yaitu PP No. 27 Tahun
1983.
Kepangkatan penyidik diatur dalam Bab II PP No. 27 Tahun 1983
tentang syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik, untuk syarat
kepangkatan dari penyidik adalah sebagai berikut:
a. Pejabat Penyidik Penuh
Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat penyidik
penuh harus memenuhi kepangkatan dan pengangkatan sebagai
berikut:
1) Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua
Polisi;
2) Berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua apabila
dalam sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang
berpangkat Pembantu Letnan Dua;
3) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian RI.
b. Pejabat Penyidik Pembantu
1) Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;
2) Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kepolisian negara
dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur
Muda (golongan II/A);
3) Diangkat oleh Kepala Kepolisian RI, atas usul komandan
atau pimpinan kesatuan masing-masing.
Khusus mengenai pengangkatan pegawai negeri sipil di
lingkungan kepolisian untuk menjadi pejabat penyidik
pembantu harus mempunyai keahlian dan kekhususan di bidang
tertentu. Syarat kepangkatan pejabat penyidik pembantu harus
lebih rendah dari pangkat pejabat penyidik penuh.
Dalam hal ini perlulah kiranya diutarakan di sini, bahwa
Surat keputusan Menteri Hankam/Pangab tanggal 13 Juli 1979
telah menentukan antara lain, bahwa penyidik pembantu yang
dijabat oleh pejabat kepolisian Negara harus berpangkat Sersan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Dua s/d Sersan Mayor dan kepolisian khusus yang atas usul
komandan atau kepala Jawatan / Instansi sipil Pemerintah diangkat
oleh Kapolri. Penyidik pembantu harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama atau sekurang-kurangnya berpendidikan Sekolah
Bintara Polisi;
2. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan
dengan penyidikan;
3. Mempunyai kecakapan dan kemampuan baik psikis maupun
fisik untuk melakukan tugas penyidikan;
4. Berkelakuan baik atau tidak tercela (R. Soesilo, 1980:19).
Wewenang penyidik dari pejabat kepolisian negara Republik
Indonesia sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut:
1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana;
2. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal dari tersangka
4. melakukan penagkapan, penggeledahan, penahanan dan
penyitaan
5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6. mengambil sidik jari dan memotret seseorang
7. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi
8. mendatangkan orang ahli yang diperuntukkan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara
9. mengadakan penghentian penyidikan
10. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
b) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Negeri Sipil mempunyai fungsi dan wewenang sebagai
penyidik. Pada dasarnya wewenang yang mereka miliki bersumber pada
ketentuan pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian
wewenang penyidikan pada salah satu pasalnya. Jadi hanya terbatas
hanya sepanjang menyangkut tindak pidana yang diatur dalam undang-
undang khusus tersebut (M. Yahya Harahap, 2002: 113).
Masih menurut M. Yahya Harahap (2002:113), bahwa kedudukan
dan wewenang penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas
penyidikan adalah :
1. Penyidik pegawai negeri sipil kedudukannya dibawah
koordinasi dan pengawasan penyidik Polri,
2. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik Polri memberikan
petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil untuk
memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan,
3. Penyidik pegawai negeri sipil harus melaporkan kepada
penyidik Polri jika ditemukan bukti yang kuat untuk
mengajukan tindak pidananya ke penuntut umum,
4. Setelah penyidikan selesai, penyidik pegawai negeri sipil
menyerahkan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui
penyidik Polri. Penyidik Polri memeriksa hasil penyidikan
untuk menghindari pengembalian kembali hasil penyidikan
oleh penuntut umum kepada penyidik karena kurang lengkap,
5. Apabila penyidik pegawai negeri sipil menghentikan
penyidikan yang telah dilaporkan kepada penyidik Polri, maka
penghentian penyidikan tersebut harus diberitahukan kepada
penyidik Polri dan penuntut umum.
Peran penyidikan adalah menyediakan jawaban bagi pertanyaan: Siapa?
Apa? Kapan? Di mana? Bagaimana? Dan terkadang, Mengapa? Ketepatan
penyidikan dan kemampuan penyidik dapat menghasilkan penuntutan yang sukses
dan penghukuman bagi pelaku kejahatan atau pembebasan orang yang dituduh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
dengan sewenang-wenang. Penyidikan yang tidak tepat dapat menghasilkan
kegagalan penuntutan dan penghukuman terhadap orang yang keliru.
Pada penyidikan, ditekankan pada tindakan mencari dan mengupulkan
bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi jelas, serta dapat
menemukan dan menentukan pelakunya. Dari pengertian tersebut antara
penyelidikan dan penyidikan adalah dua tahap tindakan yang berwujud satu.
Antara kedua tindakan saling berkaitan dan saling melengkapi supaya dapat
diselesaikan pemeriksaan suatu peristiwa pidana (M.Yahya Harahap, 2002 : 109).
Tugas penyidik adalah melaksanakan penyidikan, yaitu serangkaiaan
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangka (Nico Ngani, 1984 : 24).
Disamping itu penyidik juga mempunyai tugas :
1) Membuat berita acara tentang hasil pelaksanaan tindakannya;
2) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum atau jaksa; penyidik
yang dari pegawai negeri sipil menyerahkannya dengan melalui penyidik
yang dari pejabat kepolisian.
Penyerahan berkas perkara ini meliputi dua tahap, yaitu:
(a). Penyidik hanya menyerahkan berkas pidana;
(b). Dalam hal ini penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan
tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.
Para penyidik dalam melaksanakan tugasnya harus menjunjung tinggi
hukum yang berlaku. Penyidik yang dari kepolisian negara mempunyai wewenang
melakukan tugas masing-masing pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia,
khususnya di daerah hukum masing-masing di mana ia diangkat sesuai dengan
ketentuan Undang-undang (Soesilo R, 1980 : 76).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Penyidikan
a. Requisites for an Investigator (Kebutuhan Penyidik)
Penyidik harus mengetahui dengan pasti apakah sebuah kejahatan telah
terjadi atau tidak bagaimana terjadinya kapan terjadi di mana terjadi siapa yang
melakukan kejahatan itu dan dalam kasus tertentu, mengapa kejahatan itu terjadi
(Andi Hamzah,2009:119). Untuk melakukan hal ini, penyidik harus memiliki:
a) kemampuan intelektual untuk mempelajari.
b) kekerasan hati dalam menghadapi rintangan.
c) integritas pribadi yang dapat tahan terhadap godaan fisik, emosional, dan
material.
d) pemahaman terhadap orang lain, proses mental mereka, budaya mereka,
kebiasaan mereka, dan lingkungan mereka.
e) pengetahuan tentang bantuan ilmu pengetahuan yang berguna dan
kemauan untuk menggunakannya.
f) kemampuan untuk mencapai kesimpulan berdasarkan bukti.
g) pemahaman tentang diri sendiri.
h) kemampuan untuk bertahan terhadap prasangka.
i) kesabaran untuk menunggu penilaian sampai bukti tersedia dan,
j) pengetahuan tentang teknik dan prosedur yang dibutuhkan dalam
penyidikan kriminal.
b. Tools for an Investigator (Alat Penyidikan)
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan bahwa
“Penyidikan” itu adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
guna menemukan tersangkanya. Maka dalam menjalankan tugasnya maka
penyidik perlu melakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan suatu data
dengan mengunakan alat penyidikan yaitu antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
a) Observasi.
Penyidik harus mampu mengamati dengan akurat semua yang dapat
diamati, menggunakan bahasa untuk menyampaikan kepada pihak lain apa yang
telah ia amati, dan menggambarkan dengan tepat apa yang ia amati. Tidak ada
detil yang dapat diabaikan atau diremehkan sebagai hal yang tak berarti. Penyidik
yang terlatih tidak hanya mengamati objek tetapi juga menempatkannya dalam
hubungannya dengan situasi. Situasi tersusun dari banyak detil, yang kesemuanya
harus dirangkum dalam sebuah deskripsi yang akurat. Foto TKP menghasilkan
rekaman peristiwa yang dapat digunakan sebagai bantuan dalam observasi, tetapi
foto bukanlah observasi. Observasi memberikan makna kepada apa yang terlihat
sebuah citra mental.
Deskripsi penting untuk mengomunikasikan observasi. Penggunaan kata
yang tepat, lisan, atau tertulis dalam berkomunikasi membutuhkan pengetahuan
tentang perbendaharaan dan komposisi kata-kata. Keadaan emosi, penyakit
ringan, cacat, prasangka, dan mitos dapat membatasi keakuratan pengamatan
saksi, bahkan penyidik. Banyak faktor dapat menyumbang observasi yang tidak
akurat dan kesalahan deskripsi selain faktor yang telah disebutkan. Para saksi
dapat mendeskripsikan kejadian yang bila dicari pembuktiannya tampak mustahil
karena saksi tersebut tidak dapat mengamati apa yang ia deskripsikan dari tempat
saksi itu mengadakan pengamatan. Deskripsi itu mungkin saja sama sekali hasil
karangan seorang saksi yang mencari pengakuan.
b) Penggunaan Pencatatan.
Catatan, umum dan pribadi, sering penting untuk suatu penyidikan.
Sejumlah informasi dibutuhkan untuk membangun sebuah kasus. Pengetahuan
mengenai banyak catatan dan informasi yang terkandung di dalamnya sangat
penting. Penyidik harus mengetahui siapa yang menguasai catatan yang
diinginkan dan bagaimana mendekati sumber ini. Sejumlah informasi mencatat
tentang batasan individu yang luar biasa. Sumber bervariasi mulai dari yang
mudah didapat, seperti buku petunjuk telefon, petunjuk kota, dan semacamnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
hingga informasi yang sulit diperoleh yang disimpan oleh lembaga swasta,
semipublik, dan pemerintah.
c) Wawancara dan Interogasi.
Penyidik harus memiliki kemampuan untuk melakukan wawancara dan
mengumpulkan informasi dari berbagai jenis orang dari semua tingkat usia anak-
anak, pemilik bar, supir taksi, pengantar barang, wanita penghibur, penjaga pintu,
pegawai, ahli kecantikan, dan sebagainya. Pengetahuan mengenai “siapa
mengetahui apa” berkembang dengan pengalaman.
Interogasi adalah sebuah fungsi penyidikan. Tujuan interogasi adalah untuk
mendapatkan informasi tentang kejadian yang diselidiki dan tentang pelaku
kejahatan. Semua kategori orang dapat diinterogasi: saksi, korban, majikan, rekan
kerja, teman, kerabat, dan lain-lain. Interogasi bukanlah pengganti penyidikan
melainkan alat bantu penyidikan. Ada persyaratan legal yang melingkupi
interogasi yang harus dipahami oleh penyidik. Kegagalan memahami persyaratan
ini akan menyia-nyiakan penggunaan informasi yang didapat sebagai barang
bukti.
Informan rahasia dapat memberikan informasi yang berharga bagi penyidik,
atau sebaliknya tidak tersedia, mengenai kejahatan atau rencana suatu kejahatan.
Dalam beberapa hal, informan tersebut adalah seorang agen yang menyamar
sebagai warga sipil. Identitas mereka tidak disebutkan. Informan itu biasanya
terlibat dengan para pelaku kejahatan. Nilai dirinya bergantung pada informasi
yang ia kumpulkan melalui kedekatannya dengan pelaku kejahatan. Kontak
dengan informan harus diatur agar identitasnya tidak akan terbongkar.
Informan rahasia bertindak dengan motif yang bervariasi. Apa pun
motifnya, penyidik harus mencek ulang setiap detil informasi yang diberikan
informan sebelum melakukan tindakan apa pun.
d) Modus Operandi.
Metode operasi pelaku kejahatan, pemahaman tentang cara kejahatan
berlangsung, memungkinkan penyidik mengidentifikasi sebuah kejahatan sebagai
hasil kerja seorang pelaku kejahatan atau sebagai serangkaian kejahatan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
dilakukan oleh seorang pelaku kejahatan yang belum teridentifikasi. Hal itu juga
memungkinkan penyidik menggunakan berkas modus operandi (MO) yang
disimpan oleh lembaga penegakan yang lain. Berkas MO disimpan berdasarkan
alasan bahwa orang cenderung melakukan sesuatu dengan cara yang unik bagi
tiap orang. Aspek dari perilaku semacam itu cenderung berulang. Cara sebuah
kejahatan berlangsung sering dapat menunjukkan identitas pelakunya. Perilaku itu
adalah karakteristik dari si pelaku tersebut.
e) Pengawasan.
Pengawasan adalah proses menempatkan orang, alasan, dan kendaraan di
bawah pengamatan tanpa diketahui. Tujuan pengawasan adalah untuk
mempelajari sebanyak mungkin aktivitas subjek, ke mana ia pergi, dengan siapa
ia berhubungan, dan hal serta orang seperti apa yang menarik perhatiannya.
Penyidik berupaya untuk tetap tak terlihat. Pengawasan dapat dilaksanakan
dengan berjalan kaki, mengendarai kendaraan, melalui udara, atau dari posisi
tetap.
f) Pekerjaan Tersembunyi.
Agen yang menyamar dapat menjadi sumber informasi. Agen semacam itu
dapat merupakan anggota dari lembaga penegak hukum. Agen tersebut, bekerja
dalam samaran, harus menghilangkan identitasnya sendiri dan memposisikan diri
sebagai orang lain untuk menempatkan diri dalam situasi yang ia selidiki.
Perubahan identitas menuntut agen tersebut untuk menjadi aktor yang sangat
handal, sering untuk mempertahankan nyawa dan anggota tubuhnya.
g) Ahli.
Penyidik harus mengumpulkan dan mengaplikasikan pengetahuan seorang
ahli dari kasus itu dan harus waspada terhadap banyaknya bidang tempat para ahli
dapat menguji bukti dan menyediakan informasi yang sulit diperoleh. Beberapa
bidang yang umum adalah ahli kimia forensik, penguji dokumen, ahli balistik, ahli
sidik jari, ahli penyakit, dan penguji kesehatan. Penting bagi penyidik untuk
melengkapi para ahli tersebut dengan bahan-bahan yang diperoleh selama masa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
penyidikan. Dalam melakukannya, penyidik harus paham bagaimana melindungi
dan menjaga bukti-bukti yang disampaikan kepada para ahli. Penyidik harus
mengetahui apa yang diharapkan dan yang tidak diharapkan dari ahli tersebut.
Jika kasus itu maju ke pengadilan, ahli tersebut akan bersaksi di pengadilan atas
temuannya.
h) Laporan Tertulis.
Laporan penyidikan, yang mempertalikan secara rinci tentang apa yang
terjadi, bagaimana terjadinya, apa yang ditemukan, merupakan pernyataan resmi
dari penyidikan dan menjadi dasar pengajuan kasus ke pengadilan. Laporan
tersebut memungkinkan jaksa penuntut umum untuk memutuskan apakah telah
tersedia bukti yang cukup untuk membenarkan penuntutan. Orang yang diselidiki
seharusnya ditempatkan sebagai subjek dalam laporan. Menyebut orang tersebut
sebagai tersangka dapat dianggap membuat penilaian yang dapat digunakan untuk
menuduh bahwa penyidik bias.
i) Kesaksian Pengadilan.
Penyidik harus mengembangkan kemampuan bersaksi di pengadilan dengan
cara yang tidak memihak, objektif, dan tidak mengandung bias. Sikap pribadi
dalam pendirian saksi akan mempengaruhi hasil kasus itu. Penyidik tidak boleh
terlihat “mengejar” terdakwa, tampak bersemangat, atau memperlihatkan
keinginan khusus untuk mempertahankan tuduhan. Penyidik harus menceritakan
fakta-fakta yang diperoleh selama penyidikan dan harus mengingat bahwa dia
membatasi kesaksiannya pada fakta-fakta dalam lingkup pengetahuan pribadi.
Penyidik tak dapat menawarkan pilihan atau kesaksian seperti temuan para ahli.
j) Batasan Hukum.
Penyidik harus mematuhi batasan hukum dalam hal penahanan, pencarian,
dan penyitaan. Kegagalan mengikuti persyaratan hukum berakibat penolakan
terhadap bukti-bukti yang diperoleh dan kemudian hilangnya dasar tuntutan.
Penghargaan terhadap penegakan hukum bergantung pada besarnya tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
ketaatan terhadap hak warga negara untuk merasa aman baik bagi dirinya sendiri,
rumah, surat penting, dan efek dari penahanan, pencarian, dan penyitaan ilegal.
Jadi dapat di simpulkan Penyidikan itu adalah pencarian fakta yang
mengarah pada ditemukannya seseorang atau sekelompok orang yang telah
melakukan suatu tindakan yang dinyatakan ilegal oleh hukum di lingkungan itu.
Fakta yang mendukung kasus kejahatan disediakan melalui penyidikan. Jika fakta
itu dianggap memadai oleh lembaga penuntut, kasus akan dikembangkan untuk
menjadi dasar persidangan. Persidangan dapat berakhir dengan penghukuman,
hilangnya tuntutan karena bukti yang tidak mencukupi, atau dibebaskan karena
penyidikan tidak memberikan fakta yang diperlukan untuk menghukum
(http://www.reskrimum.metro.polri.go.id/news.php?id=5247).
3. Tinjauan Tentang Sidik Jari
a. Pengertian Sidik Jari
Untuk mengungkap suatu perkara tindak pidana, diperlukan bukti dan
sarana untuk pengungkapannya. Bisa dengan keterangan saksi, pengakuan korban
maupun tersangka, bisa juga dengan barang bukti kejahatan. Ada satu lagi alat
bukti yang dipakai oleh polisi untuk mengungkap pelaku kejahatan. Yakni dengan
sidik jari adalah suatu hasil reproduksi tapak-tapak jari, yang menempel pada
barang-barang di sekitar tempat kejadian perkara (TKP).
Sidik jari juga merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam
mengidentifikasi seseorang. Bahkan sidik jari menjadi teknologi yang dirasa
cukup handal, karena terbukti relatif, akurat, aman, mudah dan nyaman untuk
dipakai sebagai identifikasi bila dibandingkan dengan sistem biometric yang
lainnya seperti retina mata atau DNA (Andika budi pratama, 2005:20).
Penerapan sistem sidik jari ini tidak hanya pada sistem absensi pegawai
perusahaan, tetapi berkembang juga dalam bidang kedokteran forensik, yaitu pada
proses Visum et repertum (VER). VER merupakan laporan tertulis dokter untuk
memberikan keterangan untuk kepentingan peradilan. Salah satu tahap VER
adalah sidik jari. Verifikasi ini dilakukan untuk mengetahui identitas seseorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
terhadap suatu masalah tindak pidana atau perdata, contohnya korban kecelakaan,
korban tenggelam, korban pembunuhan dan lain-lain.
Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak-tapak jari, baik yang sengaja di
ambil atau dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda
karena pernah terpegang atau tersentuh dengan kulit telapak (friction skin) tangan
atau kaki (A.Gumilang 1991: 82). Penyidikan merupakan kegiatan untuk
mengumpulkan barang bukti guna membuat terang/jelas tindak pidana yang
terjadi. Penemuan barang bukti yang paling baik dan efektif adalah berupa sidik
jari, karena sidik jari merupakan barang bukti yang pertama kali ditemukan oleh
penyidik pada tempat kejadian.
Sidik jari diproduksi oleh kulit friksi yaitu telapak tangan dan tapak kaki
yang membentuk suatu pola. Kelenjar keringat pada kulit menghasilkan keringat
dan sebum. Ketika kulit menyentuh suatu permukaan akan meninggalkan suatu
kesan berminyak (sidik jari). Sidik jari tersebut dapat dilihat baik dengan
menaburkan suatu bedak. Sidik jari tersebut dapat diangkat setelah
pengembangan. Sidik jari dapat tersisa selama bertahun-tahun bila tidak
dibersikan. FBI (Federal Bureau of Investigation) mempunyai lebih dari 100 juta
arsip sidik jari tetapi tidak ada satupun yang sama. Pola sidik jari dari suatu
individu tidak akan berubah sepanjang hidupnya.
Keuntungan dari metode ini mudah dilakukan secara massal dan biaya
yang murah. Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari
antemortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang
diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan
demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan
jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan
kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.
Daktiloskopi adalah suatu sarana dan upaya pengenalan identitas diri
seseorang melalui suatu proses pengamatan dan penelitian sidik jari, yang
dipergunakan untuk berbagai keperluan/kebutuhan, tanda bukti, tanda pengenal
ataupun sebagai pengganti tanda tangan (cap Jempol).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Sidik jari adalah suatu impresi dari alur-alur lekukan yang menonjol dari
epidermis pada telapak tangan dan jari-jari tangan atau telapak kaki dan jari-jari
kaki, yang juga dikenal sebagai “dermal ridges” atau “dermal papillae”, yang
terbentuk dari satu atau lebih alur-alur yang saling berhubungan. Dari bayi pun,
kita semua sudah mempunyai sidik jari yang sangat identik dan tidak dimiliki
orang lain. Alur-alur kulit di ujung jari dan telapak tangan dan kaki mulai
tumbuh di ujung jari sejak janin berusia empat minggu hingga sempurna saat
enam bulan di dalam kandungan (http://en.wikipedia.org/wiki/Fingerprint Diakses
pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 02:11:10 GMT).
Detail anatomi ini memperkasar permukaan telapak tangan dan kaki
hingga memperkuat cengkeraman kala memegang atau berjalan. Benda yang
dipegang tidak mudah lepas. Secara resmi, istilah sidik jari digunakan pertama
kali oleh Dr. Nehemiah Grew yang memperkenalkan pada Royal Collage of
Physicians, London. JCA Mayer menyatakan bahwa tak ada 2 orang, kembar
sekalipun yang memiliki sidik jari sama persis walaupun masing-masing
mempunyai kemiripan individu. Tahun 1823, John E Purkinje dari University of
Breslau membuat klasifikasi sidik jari dalam sembilan golongan utama, walau
kemudian Francis Galton berpendapat bahwa hanya ada 3 golongan utama,
selebihnya adalah variasi.
Rumus sidik jari merupakan salah satu cara identifikasi. Dalam dunia
kepolisian, rumus jari digunakan sebagai cara untuk mengidentifikasi seseorang.
Karena sidik jari merupakan bentuk yang unik dan berbeda pada setiap orang,
maka rumus sidik jari pun akan berbeda pada tiap orang. Perumusan sidik jari
(classification formula ) merupakan pembubuhan tanda pada tiap-tiap kolom
kartu sidik jari yang menunjukkan interpretasi mengenai bentuk pokok, jumlah
bilangan garis, bentuk loop, dan jalannya garis (http://santai2008.wordpress.com/
2010/04/23/daktiloskopi-ilmu-sidik-jari/#more-827 Diakses pada tanggal 30
Oktober 2010 pukul 08:33:22 GMT).
Kesan peristiwa tindak pidana dibuat melalui keringat atau adanya zat
pencemar. Sidik jari itu biasanya tidak terlihat mata telanjang sehingga disebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
sidik jari laten. Sidik jari menjadi cara paling teliti sebagai bagian dari identifikasi
karena memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Sidik jari bersifat unik. Kemungkinan adanya dua pola sidik jari yang
identik pada anggota populasi dunia termasuk jari yang berbeda dari
tangan seseorang dan bahkan jari yang sama dari orang kembar sangat
kecil sekali. Keunikan ini didukung dengan perbandingan jutaan sidik
jari selama 80 tahun terakhir dan berdasarkan perhitungan statistik.
2. Sidik jari bersifat tidak varian. Kecuali perubahan ukuran besarnya
yang mengikuti pertumbuhan individu, rincian pola sidik jari tidak
berubah sepanjang hidup seseorang. Luka-luka hanya meninggalkan
bekas luka permanen jika sampai masuk jaringan kulit dalam. Bekas
luka permanen dapat digunakan juga untuk identifikasi. Pola garis pada
telapak tangan dan tapak kaki juga dapat berfungsi untuk identifikasi.
3. Tipe pola umum memungkinkan sidik jari diklasifikasikan secara
sistematis. Hal ini memungkinkan untuk menyusun arsip yang dapat
digunakan untuk menunjang identifikasi.
Karakteristik garis yang paling umum adalah ujung garis dan bifurkasi
(garis bercabang dua seperti sungai yang bercabang menjadi dua anak sungai).
Karakteristik umum lainnya adalah punggung bukit jari yang pendek, lampiran
(atau pengelompokan), dan noktah. Pola sidik jari dibagi menjadi bagian yang
melengkung, sangkutan, dan lingkar tergantung pada tidak adanya delta, satu atau
dua delta, jika delta itu tidak menyatu (bergabung) dengan inti sidik jari. Bentuk
delta merupakan bifurkasi tempat dua garis cabang saling menjauh dan bukannya
sejajar atau sepasang garis lekat yang memisah. Bentuk sangkutan memiliki satu
garis atau lebih yang melengkung balik, yaitu bagian garis permulaan dan bagian
akhir berkedudukan sejajar. Bentuk busur tidak berlengkung balik (Waluyadi,
2000 : 45).
b. Macam-macam sidik jari
Dari penjelasan yang ada di bukunya A. Gumilang membagi sidik jari
menjadi beberapa macam, antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
1. Latent prints (Sidik jari Laten).
Walaupun kata “laten” berarti tersembunyi atau tak tampak, pada
penggunaan modern di ilmu forensik istilah sidik laten berarti kemungkinan
adanya atau impressi secara tak sengaja yang ditinggalkan dari alur-alur tonjolan
kulit jari pada sebuah permukaan, tanpa melihat apakah sidik tersebut terlihat
atau tak terlihat pada waktu tersentuh. Teknik memproses secara elektronik,
kimiawi, dan fisik dapat digunakan untuk melihat residu sidik laten yang tak
terlihat yang ditimbulkan dari sekresi kelenjar ekrin yang berada di alur-alur
tonjolan kulit (yang memproduksi keringat, sebum, dan berbagai macam lipid)
walaupun impressi tersebut terkontaminasi dengan oli, darah, cat, tinta, dll.
Penemuan sidik jari laten pada barang bukti merupakan salah satu aspek
yang paling penting dalam identifikasi tindak pidana, karena secara umum sidik
jari merupakan bukti fisik yang paling kuat yang dapat dipaparkan di pengadilan.
Penemuan sidik jari laten ini umumnya tergantung pada penyertaan bahan pada
deposit sidik jari (keringat) laten atau pada reaksi kimia dengan sisa sidik jari
laten. Lapisan tipe sidik jari terdiri atas 98% samapi 99% air yang segera
menguap meninggalkan kira-kira 10-6 g residu yang hampir setara dengan
komposisi komponen inorganik (seperti garam) dan organik (misalnya asam
amino). Yang menjadi masalah besar dalam deteksi residu ini adalah kerumitan
kimianya serta amat beragamnya tekstur dan komposisi permukaan yang
dibutuhkan untuk mendeteksi sidik laten (http://metro.polri.web.id/perpus/390-
sidik-jari Diakses pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 00:21:34 GMT).
Dari sekian banyak cara kimia dan fisika untuk olah sidik jari, hanya cara
pendebuan (penempelan secara fisik bubuk halus pada residu sidik jari) dan
perlakuan ninhydrin (reaksi ninhydrin dengan asam amino residu sidik jari untuk
membentuk produk bercitra biru lembayung) yang masih digunakan sampai saat
ini. Prosedur lain, seperti pengasapan dengan uap yodium atau cara nitrat perak
digunakan hanya dalam situasi tertentu (Pusat Identifikasi Polri, 2002 : 2).
2. Patent prints (Sidik jari Paten).
Sidik ini ialah impressi dari alur-alur tonjolan kulit dari sumber yang tak
jelas yang dapat langsung terlihat mata manusia dan disababkan dari transfer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
materi asing pada kulit jari ke sebuah permukaan. Karena sudah dapat langsung
dilihat sidik ini tidak butuh teknik-teknik enhancement, dan diambil bukan dengan
diangkat, tetapi hanya dengan difoto.
3. Plastic prints (Sidik jari Plastik).
Sidik plastik adalah impressi dari sentuhan alur- alur tonjolan kulit jari tau
telapak yang tersimpan di material yang mempertahankan bentuk dari alur-alut
tersebut secara detail. Contoh umum: pada lilin cair, deposit lemak pada
permukaan mobil. Sidik-sidik seperti ini dapat langsung dilihat, tapi penyidik
juga tak boleh mengenyampingkan kemungkinan bahwa sidik-sidik laten yang tak
tampak dari sekongkolan pelaku mungkin juga terdapat pada permukaan tersebut.
Usaha untuk melihat immpressi-impressi non plastik pun harus dilaksanakan
(A.Guminlang 1991: 84).
Metode yang lebih spesifik, seperti pembubuhan dengan bahan radioaktif,
dan metode yang lebih berorientasi instrumental, sebagaimana deposisi lapisan
logam dalam ruang hampa, otoradiografi (metode sinar X), dan aktivasi netron,
juga telah diselidiki. Metode ini jarang digunakan dalam tindakan polisi karena
penerapan yang sangat terbatas, mahal, dan terlalu rumit. Prosedur yang
dikembangkan di Jepang pada akhir tahun 1970-an, yakni dengan menggunakan
uap methyl atau ethyl-cyanoacrilate ester. Senyawa itu berubah menjadi polimer
pada residu sidik jari laten untuk membentuk produk putih. Prosedur ini kini
banyak dimanfaatkan untuk olah sidik jari pada permukaan yang licin (M.Karjadi
2006 : 67).
Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak-tapak jari, baik yang sengaja
diambil atau dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda
karena pernah terpegang atau tersentuh dengan kulit telapak (friction skin) tangan
atau kaki (Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1993:1).
Sidik jari dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan besar, yaitu:
1. ARCH (Busur) adalah bentuk pokok sidik jari yang semua garis-garisnya
datang dari satu sisi lukisan, mengalir atau cenderung mengalir ke sisi yang
lain dari lukisan itu, dengan bergelombang naik di tengah-tengah, kecuali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Tented Arch (tiang busur). 50% dari seluruh sidik jari terdiri dari bentuk
Arch. Arch dibagi menjadi: Plain Arch dan Tented Arch
2. LOOP (Sangkutan) adalah bentuk pokok sidik jari dimana satu garis atau
lebih datang dari salah satu sisi lukisan, melengkung menyentuh suatu garis
bayangan (imaginary line) yang ditark antara DELTA dan CORE dan berhenti
atau cenderung kembali ke sisi datangnya semula. 60-65% dari seluruh sidik
jari terdiri dari bentuk LOOP. LOOP terdiri dari: Ulnar Loop dan Radial
Loop.
3. WHORL (Lingkaran) adalah bentuk pokok sidik jari yang mempunyai paling
sedikitnya dua buah Delta, dengan satu atau lebih garis melengkung atau
melingkar di hadapan kedua Delta. 30-35% dari seluruh sidik jari terdiri dari
bentuk Whorl (Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1993:3).
Mengenai sidik jari didasarkan atas 3 dalil yang nyata yaitu:
1) Setiap jari mempunyai ciri-ciri tersendiri ditinjau dari segi detailnya, dan
tidak sama dengan yang lain;
2) Ciri-ciri garis itu sudah membentuk sejak janin berumur kira-kira 120 hari
di dalam kandungan ibu, sampai hancur (decompostition) setelah
meninggal dunia;
3) Seperangkat sidik jari dapat dirumus, sehingga dapat diadministrasikan
(Markas Besar Kepolisian Negara Inonesia, 1993:3-4).
4. Tinjauan Tentang Metode Daktiloskopi
a. Pengertian Daktiloskopi
Untuk menetapkan identitas seseorang (personal identification) dapat
dilakukan melalui berbagai cara, antara lain, dengan cara mempelajari,
mengamati, dan meneliti profil wajah seseorang, pasfoto, bentuk kepala, bentuk
badan, gigi, sidik jari, atau suara. Identifikasi seseorang yang sering digunakan
dan dapat dijamin kepastian hukumnya adalah dengan cara memepelajari sidik jari
disebut sebagai Daktiloskapi. Daktiloskopi dilaksanakan atas dasar prinsip bahwa
sidik jari tidak sama pada setiap orang dan sidik jari tidak berubah selama hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Daktiloskopi dalam perkembangnnya tidak saja diaplikasikan di bidang
kriminal, tetapi juga di bidang nonkriminal, misalnya, identifikasi bayi yang baru
lahir, administrasi personal, pemegang kartu pengenal/keterangan, penderita
amnesia, mayat yang tidak dikenal, dan untuk kepentingan yang lain seperti untuk
pengurusan klaim asuransi, pensiun, perbankan, ijazah, Kartu Tanda Penduduk,
Surat Izin Mengemudi, dan paspor.
Daktiloskopi berasal dari dua kata Yunani yaitu dactylos yang berarti jari
jemari atau garis jari dan scopein yang artinya mengamati atau meneliti. Dari
pengertian itu timbul istilah dalam bahasa Inggris yang kita kenal menjadi “Ilmu
Sidik Jari”. Kedua ilmu itu ditetapkan pada objek yang sama, garis papil, tetapi
tujuan Daktiloskopi tersebut lebih dititikberatkan untuk keperluan personal
identifikasi. Daktiloskopi berarti mengamati sidik jari, khususnya garis yang
terdapat pada ruas ujung jari, baik tangan dan kaki. Jadi, daktiloskopi berarti ilmu
yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali atau untuk
proses identifikasi orang (Materi ajar Departemen Daktiloskopi Umum. Mabes
Polri).
Haryadi Sigit mengemukakan suatu teori tentang perumusan sidik yang
menjadi titik dasar tata cara perumusan sidik jari yaitu:
“Perumusan sidik jari (classification formula) merupakan penentuan
rumus sidik jari yaitu pembubuhan tanda pada tiap-tiap kolom kartu sidik jari
yang menunjukkan interprestasi mengenai bentuk pokok, jumlah bilangan garis,
bentuk loop, dan jalannya garis yang diikuti pada bentuk whorl. Bentuk whorl
adalah bentuk pokok sidik jari yang mempunyai paling sedikitnya 2 buah delta,
dengan satu atau lebih garis melengkung atau melingkar di hadapan kedua delta.
Dan sampai sekarang ini proses identifikasi dan penentuan rumus sidik jari dari
sebagian besar pihak kepolisian masih dilakukan dengan cara konvensional.
Perangkat lunak yang direalisasikan ini digunakan untuk menghitung rumus sidik
jari pada jenis whorl” (Aryo Mahardiko,2007:34).
Penghitungan rumusnya berdasarkan beberapa parameter yaitu, letak core
(titik pusat), letak delta, bilangan garis antara delta dan core (ridge counting), dan
mengikuti jalannya garis pada bentuk whorl (ridge tracing). Perangkat lunak yang
direlisasikan telah mampu menentukan core, delta, ridge counting, ridge tracing,
dan menghasilkan rumus sidik jari pada bentuk pokok jenis whorl. Dengan tingkat
keberhasilan 100% untuk penentuan titik core, 80% untuk penentuan delta kiri,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
40% untuk penentuan delta kanan, 80% untuk penentuan ridge counting dan ridge
tracing , dan 60% untuk penentuan rumus sidik jari (Aryo Mahardiko,2007 : 46).
Daktiloskopi atau yang lebih dikenal dengan sebutan ilmu sidik jari ini
telah mampu mendesak metode identifikasi lainnya karena keunikan dan
karakteristik fisik sidik jari yang berbeda pada tiap individunya, serta sangat
praktis dan akurat. Ilmu sidik jari didasarkan pada 3 dalil atau aksioma, yaitu :
1. Setiap jari mempunyai ciri-ciri garis tersendiri ditinjau dari segi
detailnya, dan tidak sama dengan yang lain.
2. Ciri-ciri garis itu sudah membentuk sejak janin berumur kira-kira 120
hari di dalam kandungan ibu, dan tidak berubah selama hidup, sampai
hancur (decomposition) setelah meninggal dunia.
3. Seperangkat sidik jari dapat dirumuskan, sehingga dapat
diadministrasikan (disimpan dan dicari kembali).
Sampai sekarang ini, sistem penghitungan rumus sidik jari yang dilakukan
oleh pihak kepolisian masih menggunakan cara konvensional, yang meliputi :
a) Pengambilan sidik jari menggunakan peralatan tinta daktiloskopi, plat
kaca, roller, penjepit kartu sidik jari dan kartu sidik jari itu sendiri.
Sidik jari direkam pada sehelai kartu sidik jari dimana terdapat kolom-
kolom untuk sidik jari yang digulingkan (rolled impression), kolom
sidik jari yang tidak digulingkan (plain impression) dan kolom
informasi beserta identitas orang yang diambil sidik jarinya.
b) Perumusan sidik jari (classification formula) merupakan penentuan
rumus sidik jari yaitu pembubuhan tanda pada tiap-tiap kolom kartu
sidik jari yang menunjukkan interprestasi mengenai bentuk pokok,
jumlah bilangan garis, bentuk loop, dan jalannya garis yang diikuti pada
bentuk whorl. Semua kegiatan diatas menggunakan bantuan kaca
pembesar dan diperiksa satu persatu oleh petugas.
c) Penyimpanan (filling) kartu sidik jari pada hakikatnya adalah
menempatkan suatu kartu sidik jari pada file menurut rumus sidik jari
yang tertera pada kartu sidik jari tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak jari baik yang sengaja diambil,
dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena
pernah tersentuh dengan kulit telapak tangan/kaki. Kulit telapak adalah kulit pada
bagian telapak tangan mulai dari pangkal pergelangan sampai kesemua ujung jari
dan kulit bagian dari telapak kaki mulai dari tumit sampai ke ujung jari yang mana
pada daerah tersebut terdapat garis halus menonjol yang keluar satu sama lain
yang dipisahkan oleh celah/alur yang membentuk lukisan tertentu. (A.M. Iqbal
Dkk, 2005 : 56) Kulit tapak terdiri dari dua lapisan:
(a) Lapisan dermal adalah kulit jangat/kulit yang sebenarnya, Kulit inilah yang
menentukan garis yang ada pada permukaan kulit telapak.
(b) Lapisan epidermal adalah lapisan kulit luar/garis papilar, Garis inilah yang
menjadi perhatian kita untuk menentukan bentuk pokok perumusan dan
perbandingan sidik jari.
Sedangkan untuk sidik jari yang mengalami kerusakan atau cacat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Cacat sementara adalah cacat pada bagian kulit luar (epidermal) dan garis
yang cacat/rusak tersebut dapat sembuh kembali seperti semula.
2. Cacat tetap adalah cacat yang disebabkan ikut rusaknya garis sampai
lapisan dermal. Sidik jari yang cacat tetap atau sementara biasanya tidak
akan mempengaruhi identifikasi terhadap jari kecuali apabila sidik jari
rusak sama sekali. Ada tiga dalil atau aksioma yang melandasi
daktiloskopi (ilmu sidik jari), yaitu:
a) Sidik jari setiap orang tidak sama.
b) Sidik jari manusia tidak berubah selama hidup.
c) Sidik jari dapat dirumuskan dan diklasifikasikan secara matematis.
Ketiga dalil itu dicetuskan oleh Sir Francois Galton (1822-1916)
didasarkan pada hasil penelitian terhadap beribu-ribu sidik jari manusia yang telah
diteliti(http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?view=article&catid=15%3Ap
emrosesan-sinyal&id=529%3Adaktiloskopi-ilmu-sidik-jari&option=com_content
&Itemid=15 Diakses pada tanggal 06 Desember 2010 pukul 23:20:10 GMT).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Skematik kerangka pemikiran
Keterangan Skematik Kerangka pemikiran:
Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana, dalam proses penanganan perkara pidana meliputi
beberapa proses yang salah satunya adalah penyidikan. Persoalan yang terjadi
dalam penerapan KUHAP pada tingkat proses penyidikan adalah sadar atau tidak
sadar bahwa penyidikan ini sangat penting bagi seseorang yang diduga melakukan
tindak pidana, apakah dugaan itu benar atau tidak, karena hal ini memerlukan
kepastian hukum dan masa waktu yang dilakukan oleh penyidik dalam
memberikan status hukum bagi seseorang, ini dimulai dari tingkat penyidikan,
sebelum adanya proses hukum lain dan sampai pada pengadilan menjatuhi
putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisdje).
Penyidikan perkara pidana dilakukan oleh Pejabat Polisi Negara Indonesia
dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu menurut undang-undang khusus.
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) butir f KUHAP, penyidik Polri karena
KUHP KUHAP
Perbuatan tindak
pidana pencurian
dan pembunuhan
proses penyidikan
dilakukan oleh POLRI
pengambilan
sidik jari
Daktiloskopi
Hambatan
Alat Bukti
Tempat kejadian
Perkara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
kewajibannya mempunyai wewenang yang salah satunya adalah mengambil sidik
jari. Yang nantinya dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan
dalam tindak pidana pencurian maupun pembunuhan dimana pengungkapan
pelakunya dilakukan melalui pencarian sidik jari yang tertinggal di tempat
kejadian perkara. Untuk mengetahui sidik jari seseorang tersebut diperlukan ilmu
bantu yang nantinya dapat berperan dan membantu didalam proses penyidikan.
Ilmu bantu tersebut adalah daktiloskopi yaitu ilmu yang mempelajari sidik jari
untuk keperluan pengenalan kembali atau untuk proses identifikasi orang. Dengan
diketahuinya jati diri korban, pihak penyidik dapat melakukan penyidikan untuk
mengungkap kasus menjadi lebih terarah, oleh karena secara kriminologis
umumnya ada hubungan antara pelaku dengan korbannya. Bukti-bukti yang
diperoleh dari korban akan digunakan pihak Kepolisian untuk mengungkap
pelaku dalam puzzel kejahatan yang Sidik Jari sendiri merupakan Mozaik dari
pecahan Puzzel yang kemudian disusun guna mengungkap pelaku kejahatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Kewenangan Penyidik untuk Melakukan Pengambilan
Sidik Jari dengan Teknik Daktiloskopi dalam Pengungkapan Perkara
Pidana.
Guna mengetahui implementasi Kewenangan Penyidik untuk Melakukan
Pengambilan Sidik Jari dengan Teknik Daktiloskopi dalam Pengungkapan Perkara
Pidana, dalam hal ini penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian digunakan untuk
memperkuat pembuktian maupun kepastian mengenai diri seseorang yang diduga
terlibat dalam tindak pidana sehingga penyidikan dapat membuat terang suatu
tindak pidana yang terjadi. Implementasinya kewenangan penyidik untuk
melakukan pengambilan sidik jari dalam pelaksanaannya harus memenuhi
tahapan demi tahapan. Dalam Pengambilan Sidik Jari dengan Teknik
Daktiloskopi, menurut IPDA mariman tahapan-tahapan yang harus dilakukan itu
antara lain adalah:
1. Tahap Pengamanan Tempat Kejadian Perkara
Langkah pertama yang dilakukan penyidik dalam kegiatan pengambilan
sidik jari adalah mengamankan TKP. Menutup tempat kejadian perkara dengan
menggunakan Police Line agar masyarakat yang tidak berkepentingan jangan
sampai masuk. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar sebisa mungkin TKP jangan
sampai berubah atau rusak yang dapat mengacaukan penyidikan.
Setelah tiba di tempat kejadian perkara, maka yang harus dilakukan
penyidik adalah :
a. Menutup seluas-luasnya (seluas mungkin) tempat atau area dengan
Police Line/Tali/Alat lain, sesuai dengan situasi dan kondisi,
b. Segera memberitahukan kepada kepala atau atasannya,
c. Larangan siapapun masuk TKP kecuali petugas TKP,
d. Apabila korban luka bantu dengan Pertolongan Pertama Gawat Darurat
(PPGD), Apabila korban meninggal biarkan di posisi semula,
e. Menjaga keadaan tempat itu tidak berubah dari apa saja yang berada di
TKP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2. Tahap Pelaksanaan Olah TKP
Tahap selanjutnya setelah mengamankan TKP adalah petugas harus segera
melakukan olah TKP. Langkah-langkah dalam melakukan olah TKP adalah :
a. Foto lokasi secara umum dari depan, samping kaki, belakang jika
TKP kebakaran foto lokasi dari arah ketinggian,
b. Beri nomor TKP secara berurutan terhadap tempat/benda/bekas lain
yang diduga berhubungan dengan kejadian tersebut,
c. Foto satu persatu secara berurutan sesuai dengan penomeran terhadap
tempat/benda/bekas lain yang diduga berhubungan dengan kejadian
tersebut baik secara umum maupun Close up,
d. Apabila ada korban manusia, pastikan apakah sudah meninggal atau
belum dengan meraba nadi atau dekatkan kaca dihidung atau mulut
korban,
e. Gambar atau beri tanda dengan kapur atau alat lain posisi mayat di
TKP sebelum diangkat,
f. Khusus mayat, difoto secara umum, Close up muka dan tempat lain
ditubuh mayat yang diduga ada bekas-bekas yang mencurigakan
(memar/luka),
g. Ambil dan amankan BB di TKP masukkan kedalam kantong plastik
beri nomor sesuai dengan nomor TKP (foto&catat), ikat dengan tali
dan diberi LAK dan distempel.
3. Tahap Pengumpulan Barang-Barang Bukti
Dalam tahapan ini, para penyidik mengumpulkan barang-barang bukti
yang diduga terkait dengan tindak kejahatan. Selain itu juga menemukan bekas-
bekas yang tertinggal di TKP, misalnya sidik jari laten, dan mencegah jangan
sampai bekas-bekas itu rusak dan juga mencegah jangan sampai timbul atau
adanya penambahan bekas-bekas baru karena akan mempersulit proses
pengambilan sidik jari laten di tempat kejadian perkara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
4. Tahap Pemilahan Terhadap Benda-Benda Dimana Bekas Jari Menempel
Langkah-langkah dalam melakukan pencarian :
1. Menggunakan sarung tangan atau sapu tangan atau dengan cara lain waktu
sedang melakukan pencarian/ketika akan memegang benda, sehingga tidak
meninggalkan sidik jari sendiri pada benda tersebut,
2. Melakukan pencarian setelah pemotretan TKP selesai, dengan meneliti
tempat-tempat atau benda-benda yang diduga telah dipegang atau disentuh
oleh tersangka/pelaku, misalnya :
Dalam kasus pencurian dengan merusak/membongkar, pencarian dilakukan
pada:
a) Tempat tersangka masuk,
a. Obyek yang dirusak,
b. Benda-benda yang dipindahkan/diduga telah disentuh/dipegang
oleh tersangka,
c. Alat yang digunakan untuk pembongkaran/perusakan tersebut
(baik yang terrtinggal di TKP atau ditemukan kemudian),
d. Tempat tersangka keluar,
e. Harta milik yang ditemukan kemudian.
b) Dalam peristiwa pencurian mobil, yang kemudian ditemukan kembali,
pencarian dilakukan pada:
a. Pegangan pintu mobil,
b. Tempat duduk pengemudi termasuk jendela samping, kerangka
pintu dan jendela,
c. Pegangan versneling,
d. Kaca spion (dalam dan luar), dengan perhatian utama pada bagian
belakang kaca spion tersebut,
e. Kepala sabuk pengaman,
f. Benda-benda lain didalam mobil yang mungkin telah dipegang
tersangka (puntung rokok dalam asbak mobil, sobekan kertas,
tempat tissue, dan lain-lain)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
3. Memastikan letak sidik jari laten pada permukaan guna dikembangkan dan
diangkat/dipindahkan ke dalam lifter, dengan cara:
a) Dengan sorotan senter dari sudut tertentu, sidik jari laten pada permukaan
benda terlihat jelas,
b) Dengan mendekatkan kepala (petugas) pada permukaan benda yang
dilihatnya dari berbagai sudut,
c) Meniup permukaan benda sehingga memberi kelembaban yang
memungkinkan sidik jari laten dapat terlihat,
d) Langsung menaburi permukaan tersebut dengan serbuk.
4. Setelah pemberian serbuk, sidik jari laten tersebut dipotret terlebih dahulu
sebelum diangkat dengan lifter,
5. Benda-benda yang diduga mengandung sidik jari laten, yang dapat diangkat,
dapat dibawa ke kator untuk diproses dengan lebih teliti,
6. Orang-orang yang diduga ada kaitan dengan TKP jari mereka untuk
mempersempit pencarian tersangka atau pelaku,
7. Bila tersangka atau pelaku telah diketahui, tetapi tidak berada di TKP atau
belum tertangkap, catatlah namanya serta keterangan lainnya guna pencarian
di file sidik jari.
5. Tahap Pengembangan dan Pengangkatan Sidik Jari Laten
Langkah-langkah pengembangan dan pemindahan/pengangkatan:
1. Pengembangan
a) Dengan serbuk biasa
a. Jangan sekali-kali menghadap arah angin pada waktu
menggunakan serbuk,
b. Pilihlah serbuk yang warnanya kontras dengan permukaan
benda (serbuk warna gelap dengan permukaan terang dan
serbuk warna terang untuk permukaan gelap). Pada umumnya
digunakan serbuk warna hitam dan abu-abu serta digunakan
pada permukaan benda yang tidak menyerap keringat seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
kaca, porselin permukaan yang divernis/diplitur/dicat dan lain-
lain,
c. Lakukanlah percobaan terhadap semua jenis serbuk sebelum
digunakan,
d. Tuangkan sejumlah kecil serbuk di atas helai kertas,
e. Dengan hati-hati kuas dicelupkan ke dalam serbuk tersebut.
Kuas diketuk perlahan-lahan dengan jari untuk mengurangi
serbuk yang berlebihan,
f. Serbuk pada kuas tersebut kemudian dibubuhkan dengan hati-
hati pada permukaan yang dicurigai,
g. Bila sidik jari sudah terlihat, gerakkanlah kuas hati-hati sesuai
dengan arah garis-garis papiler. Semua serbuk yang berlebihan
harus disapu dari sidik jari laten tersebut,
h. Potretlah sidik jari laten tersebut sebelum diangkat atau
dipindahkan ke dalam lifter/selotip,
i. Sidik jari laten yang bercampur darah, debu atau yang terdapat
pada permukaan mentega, permukaan yang dilapisi debu,
jangan sekali-kali ditaburi / dikembangkan dengan serbuk.
Pemberian serbuk akan merusak sidik jari laten tersebut, karena
itu sidik jari laten yang demikian harus langsung dipotret.
b) Dengan serbuk magnet
a. Serbuk yang digunakan adalah serbuk yang mengandung
magnet (magnetic powder) dengan warna hitam, abu-abu dan
putih,
b. Cara pengembangan sidik jari dengan serbuk manet sama
dengan pengembangan sidik jari dengan serbuk biasa,
c. Jangan menggunakan serbuk magnet untuk mengembangkan
sidik jari laten yang terdapat pada benda-benda logam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
2. Pemindahan / Pengangkatan
a) Dengan lifter tembus pandang
a. Setiap sidik jari laten yang telah diberi serbuk, sebelum
diangkat / dipindahkan, sebaiknya dipotret terlebih dahulu,
b. Cara / teknik yang baik hanya dapat diperoleh melalui praktek
dan pengalaman, namun langkah-langkah yang perlu
diperhatikan :
c. Pengangkatan dengan lifter transparan pengangkat tembus
pandang yang berbentuk roll (selotip/isolasi) :
i. Dengan sekali tarik, lifter transparan ditarik dari
gulungannya dengan panjang secukupnya (ada petugas
yang lebih suka membiarkan pita tersebut dalam
gulungannya, tetapi ada yang lebih suka memotangnya
setelah ditarik dari gulungannya),
ii. Letakkan bagian lifter transparan yang berperekat tepat di
atas sidik jari laten yang telah diberi serbuk, kemudian
ditekan lurus dan kuat dengan jari,
iii. Urutlah lifter transparan tersebut tepat di atas sidik jari
laten dengan gerakan yang rata. Kini sidik jari laten telah
beralih ke dalam pita tersebut. Urut terus pita dengan
telunjuk agar sidik jari laten melekat dengan baik pada pita
tersebut,
iv. Tempatkan kartu alas (tempat menempelkan pita) dekat
lokasi yang didinginkan,
v. Angkat lifter transparan dari permukaan dengan sekali
tarik, kemudian tempelkan lifter transparan tersebut pada
kartu alas sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
gelembung udara. Sidik jari laten yang telah berpindah ke
dalam pitra (lifter) tersebut mempunyai posisi yang sama
seperti ketika sidik jari laten tersebut masih di permukaan
asal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
b) Dengan Rubber Lifter / Lifter Karet
a. Pilihan jenis rubber lifter tergantung dari warna serbuk yang
digunakan untuk mengembangkan sidik jari laten tersebut
(serbuk putih-rubber lifter hitam; serbuk hitam-rubber lifter
putih),
b. Guntinglah rubber lifter tersebut sesuai dengan ukuran yang
diinginkan, kemudian penutup plastik bening dibuka,
c. Permukaan rubber lifter yang berperekat ditempelkan pada
sidik jari laten yang telah diberi serbuk tersebut, ditekan rata,
kemudian diurut dengan jari. Kini sidik jari laten telah
berpindah ke permukaan rubber lifter yang berperekat tersebut.
d. Angkatlah rubber lifter tersebut dari permukaan dan penutup
plastik bening tadi ditempelkan kembali pada rubber lifter
(tempat semula). Sidik jari laten yang telah berpindah ke dalam
rubber lifter tersebut, posisinya terbalik atau berlawanan
dengan posisi benda asal.
6. Tahap Pengambilan Sidik Jari di Tempat Kejadian Perkara
Langkah pengambilan sidik jari pada fomulir AK-23:
1. Pengambilan/perekaman sidik jari pada formulir AK-23 dilakukan dengan
cara menggulingkan dan dengan cara ditekan rata. Kolom 1 jempol kanan
sampai dengan kolom 10 kelingking kiri digunaka untuk pengambilan
sidik jari dengan digulingkan, sedangkan kolom tangan kiri empat bersama
dan sampai dengan kolom tangan kanan empat bersama digunakan untuk
pengambilan sidik jari dengan cara tekan rata,
2. Pengambilan sidik jari harus benar/baik (tidak terlalu tebal dan tidak
terlalu tipis, core dan delta harus terlihat/terekam, posisi sidik jari harus
berada pada tengah-tengah kolom) agar kartu sidik jari dapat diolah
dengan baik secara manual maupun secara komputer,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
3. Formulir AK-23 yang baku/standar adalah formulir yang terbuat dari
kertas tebal berwarna putih berukuran 20 x 20 cm, oleh karena itu tidak
dibenarkan menggunakan formulir yang berukuran dan berwarana lain,
4. Selalu menggunakan tinta daktiloskopi. Jika tidak ada, maka bias
menggunakan tinta stensil hitam. Jangan menggunakan tinta stempel atau
sejenisnya.
Langkah-langkah pengambilan sidik jari adalah sebagai berikut :
1. Menuangkan sejumlah tetes tinta daktiloskopi di plat kaca. Dengan
menggunakan roller, tinta daktiloskopi diratakan. Usahakan tinta agar
tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis,
2. Formulir AK-23 supaya diisi oleh yang akan diambil sidik jarinya dan
petugas,
3. Menempatkan formulir/kartu sidik jari tersebut pada penjepit sedemikian
rupa sehingga kolom untuk jari-jari tangan kanan siap untuk dipakai,
4. Memegang tangan kanan yang bersangkutan dan minta kepadanya untuk
berdiri di sebelah kanan anda sedikit ke belakang. Periksa jari-jari tangan
yang bersangkutan. Keringkan dan bersihkan jari-jari tersebut jika basah
atau kotor. Jika garis-garis pepilernya halus, anda hanya memerlukan
tekanan sedikit saja pada saat mengambil/merekam sidik jari yang
bersangkutan, tetapi apabila garis-garis papiler itu kasar/besar, anda harus
menekannya cukup kuat,
5. Meminta orang tersebut bersikap santai. Dengan tangan kanan anda,
peganglah ibu jari kanan orang tersebut (tangan kiri anda mengontrol
tekanan), gulingkan jari tersebut pada tepi plat kaca bertinta (jari diguling
dari sisi kuku satu ke sisi kuku yang lainnya). Buatlah sedemikian juga
untuk jari-jari tangan kanan yang lain, jari telunjuk dan akhirnya jari
kelingking,
6. Menggulingkan jari-jari itu satu kali kpada formulir atau kartu sidik jari
sesuai kolomnya masing-masing (1/3 ruas kedua dari ujung jari juga
terekam),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
7. Menggeser formulir/kartu sidik jari sedemikian rupa sehingga kolom
untuk jari-jari kiri siap untuk digunakan. Berilah lagi tinta pada plat kaca
atau ratakan kembali tinta dengan roller jika perlu,
8. Meminta orang tersebut berdiri di sebelah kiri anda, peganglah tangan
kirinya dan lakukan prosedur seperti pada tangan kanan,
9. Menggeser formulir/kartu sidik jari sedemikian rupa sehingga kolom
“tangan kiri empat bersama” dan lainnya siap untuk digunakan. Ratakan
tinta kembali,
10. Meminta orang tersebut untuk meluruskan keempat jari tangan kirinya
berdampingan (telunjuk, jari tengah, jari manis, kelingking). Pegang jari-
jari tersebut dan tekan rata dengan tinta. Angkat dan ulangi pada kolom-
kolom yang tersedia. Lakukan prosedur ini pada ibu jari tangan kiri yang
bersangkutan,
11. Lakukan prosedur seperti pada butir (10) di atas untuk keempat jari tangan
kanan,
12. Teliti hasil pengambilan sidik jari tersebut. Jika hasilnya kurang baik
(terlalu tebal atau terlalu tipis), supaya diulangi pengambilannya dengan
formulir AKL-23 yang baru,
13. Menyuruh orang tersebut untuk membersihkan jari-jarinya dengan alat
pembersih yang tersedia (bensin, sabun dan lap),
14. Angkatlah / keluarkanlah kartu sidik jari tersebut dari penjepitnya dan
catatlah jika ada jari-jari yang buntung,
15. Merumus sidik jari tersebut dan mencatat rumus tersebut pada kolom yang
tersedia.
Langkah-langkah pengambilan sidik telapak tangan:
1. Menggulingkan roller bertinta pada telapak tangan yang bersangkutan dan
tekanlah pada plat kaca yang bertinta,
2. Tekan rata jangan terlalu kuat dan jangan sampai bergeser telapak tangan
yang bersangkutan pada kertas HVS khusus yang telah disediakan.
Lakukan untuk tangan kanan dan kiri,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
3. Jika hasilnya kurang baik (garis-garis papil kurang jelas/kabur), maka
ulangi prosedur tersebut sampai diperoleh hasil yang baik,
4. Catatlah : kasus, tanggal kejadian, nama tersangka atau korban mayat (jika
diketahui), tanggal pengambilan, nama dan paraf petugas yang
mengambil,
5. Buatlah berita acara sehubungan dengan kegiatan tersebut.
7. Tahap Pengakhiran Olah TKP
Apabila tahapan-tahapan dalam pelaksanaan olah TKP telah dirasa cukup
maka penyidik dapat segera melakukan pengakhiran Olah TKP, Langkah-langkah
dalam pengakhiran olah TKP antara lain:
a. Buat BAP olah TKP lengkapi dengan lampiran foto TKP dan Sket
TKP
b. Setelah semua barang bukti di foto di TKP lalu satu persatu secara
beruntun BB diambil dan dimasukkan kedalam kantong plastik
transparan, kemudian diberi nomor secara berurutan sesuai dengan
nomor di TKP, kemudian diikat dan diberi label selanjutnya di
bawa ke Mapolres/Mapolsek.
c. Ambil keterangan singkat saksi di TKP.
d. Apabila ada tersangka amankan segera ke satuan terdekat.
e. Kirim mayat ke Rumah Sakit untuk otopsi, beri label mayat di
jempol kaki.
f. Lakukan konsilidasi dengan anggota untuk mengecek alat TKP
maupun langkah-langkah selanjutnya.
Secara umum, Petunjuk teknis di Bidang Identifikasi didasarkan pada
beberapa hal, yaitu :
1. Penyelenggaraan daktiloskopi dalam mendukung tugas-tugas
kepolisian, terutama dalam proses penyidikan tindak pidana,
memegang peranan yang cukup penting,
2. Melalui penyelenggaraan daktiloskopi yang baik, identifikasi
tersangka dan/atau korban dalam proses penyidikan tindak pidana,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
atau dalam proses penyelesaian kasus-kasus nonpidana, dapat
dilakukan secara cepat dan akurat,
3. Agar identifikasi tersangka dan/atau korban melalui sidik jari
(daktiloskopi) dapat dilakukan dengan baik, cepat dan akurat, maka
diperlukan suatu petunjuk teknis tentang pencarian sidik jari laten di
TKP.
Penyelenggaraan daktiloskopi dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas
kepolisian, terutama dalam proses penyidikan tindak pidana, memegang peranan
yang cukup penting. Melalui penyelenggaraan daktiloskopi yang baik, identifikasi
tersangka dan atau korban dalam proses penyidikan tindak pidana, atau dalam
proses penyelesain kasus-kasus non pidana, dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat. Agar identifikasi tersangka dan atau korban melalui sidik jari
(daktiloskopi) dapat dilakukan dengan baik, cepat dan akurat, diperlukan suatu
petunjuk teknis tentang pencarian sidik jari laten di TKP.
proses pengungkapan suatu tindak pidana yang telah terjadi tidak semudah
dan secepat seperti saat mengetahui informasi tentang adanya tindak pidana yang
dilakukan tersebut. oleh karena itu perlu dilakukan penyidikan terlebih dahulu
untuk memecahkan tindak pidana yang telah terjadi tersebut. ada kalanya dan
tidak sedikit suatu kasus tindak pidana yang tidak dapat dipecahkan akibat
keterbatasan bukti-bukti yang mengarahkan pada kebenaran kejadian tindak
pidana yang bersangkutan. Dan pada akhirnya kasus-kasus tersebut lenyap begitu
saja atau dalam bahasa hukumnya hal ini disebut sebagai “Dark number” atau
angka gelap dalam lenyapnya kasus yang tidak terselesaikan atau tidak dapat
diselesaiakan.
Bukti yang tertinggal dapat digunakan untuk mengungkap rahasia suatu
tindak pidana. Sidik jari atau finger prints dapat digunakan untuk menentukan
identitas seseorang secara pasti, karena sifat kekhususannya yang ada padanya dan
tidak akan berubah ataupun bisa diubah seumur hidup. Pengetahuan tentang sidik
jari atau daktiloskopi bagi setiap polisi sebenarnya merupakan keharusan yang
wajib dimengerti. Sudah banyak kasus-kasus tindak pidana yang dapat diungkap
pelaku tindak pidana dengan menggunakan sidik jari. Berdasarkan fakta yang ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
maka, harus hati-hati terhadap sidik jari yang ditemukan di tempat kejadian
perkara.
Petugas pengambilan sidik jari harus memiliki keahlian khusus karena
apabila tanpa suatu keahlian khusus yang dipelajari maka pelaksanaan
pengambilan sidik jari tidak akan berjalan sempurna dan pelaksanaannya bisa
berakibat buruk bagi seseorang. Mengenai keahlian khusus tersebut diperoleh
melalui pendidikan kejuruan pertama (dikjur) yang dulu diberikan pada waktu
masih melakukan pendidikan sekolah kepolisian dan juga pelatihan-pelatihan
yang diadakan oleh Polda selama kurang lebih tiga bulan.
Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak jari baik yang sengaja diambil,
dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena
pernah tersentuh dengan kulit telapak (Friction skin) tangan atau kaki. Kulit
telapak adalah kulit pada bagian telapak tangan mulai dari pangkal pergelangan
sampai kesemua ujung jari dan kulit bagian dari telapak kaki mulai dari tumit
sampai ujung jari yang mana pada daerah tersebut terdapat garis halus menonjol
yang keluar satu sama lain yang dipisahkan oleh celah atau alur yang membentuk
lukisan tertentu (Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia,1993:1). Kulit
telapak terdiri dari dua lapisan :
1. Lapisan dermal adalah kulit jangat/kulit yang sebenarnya karena lapisan
inilah yang menentukan bentuk dari garis-garis yang terdapat pada
permukaan kulit telapak.
2. Lapisan epidermal adalah lapisan kulit luar dimana terdapat garis-garis
halus menonjol keluar (yang selanjutnya disebut sebagai garis-garis
papilair).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Gambar 3. Penampang Kulit Jari
Ada 3 (tiga) jenis sidik jari, yaitu:
1. VISIBLE IMPRESSION, yaitu sidik jari yang langsung dapat terlihat tanpa
mempergunakan alat-alat tambahan, seperti sidik jari yang diambil dengan
tinta, demikian pula sidik jari bekas darah, bekas cat yang masih basah dan
sebagainya, yang sering tertinggal di tempat kejadian perkara (TKP),
2. LATENT IMPRESSION, yaitu sidik jari latent yang biasanya tidak dapat
langsung telihat, dan memerlukan beberapa cara pengembangan terlebih
dahulu untuk membuatnya tampak jelas, seperti sidik jari yang selalu ada
kemungkinannya untuk tertinggal di TKP,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3. PLASTIC IMPRESSION, yaitu sidik jari yang berbekas pada benda-benda
yang lunak seperti sabun, gemuk, lilin, permen coklat dan sebagainya
(Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1993:4).
Mengenai sidik jari didasarkan atas 3 dalil yang nyata yaitu:
4) Setiap jari mempunyai ciri-ciri tersendiri ditinjau dari segi detailnya, dan
tidak sama dengan yang lain;
5) Ciri-ciri garis itu sudah membentuk sejak janin berumur kira-kira 120 hari
di dalam kandungan ibu, sampai hancur (decompostition) setelah
meninggal dunia;
6) Seperangkat sidik jari dapat dirumus, sehingga dapat diadministrasikan
(Markas Besar Kepolisian Negara Inonesia, 1993:3-4).
Sidik jari di bagi menjadi tiga golongan besar yaitu :
1. ARCH (busur) adalah bentuk pokok sidik jari yang semua garis-garisnya
datang dari satu sisi lukisan, mengalir atau cenderung mengalir ke satu sisi
lukisan, mengalir atau cenderung mengalir ke sisi yang lain dari lukisan
itu, dengan bergelombang naik ditengah-tengah.
2. LOOP (sangkutan) adalah bentuk pokok sidik jari dimana satu garis atau
lebih datang dari salah satu sisi lukisan, melengkung menyentuh suatu
garis bayangan (imaginary line) yang ditarik antara DELTA dan CORE
dan berhenti atau cenderung kembali kesisi datang semula.
3. WHORL (lingkaran) adalh bentuk pokok sidik jari yang mempunyai
paling sedikit 2 buah Delta, dengan satu atau lebih garis melengkung atau
melingkar dihadapan kedua Delta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Gambar 4. pola golongan sidik jari
Bentuk pokok tersebut terbagi lagi menjadi beberapa sub-group yaitu
bentuk busur terbagi menjadi plain arch dan tented arch, bentuk sangkutan
terbagi menjadi Ulnar loop dan Radial loop, sedangkan bentuk lingkaran terbagi
menjadi Plain whorl, Central pocket loop whorl, Doubel loop whorl dan
Accidental whorl. Menurut IPDA Mariman yang merujuk pada istilah teknis dan
bentuk pokok sidik jari Perbedaan utama dari ketiga bentuk pokok tersebut
terletak pada keberadaan core dan delta pada lukisan sidik jarinya (Markas Besar
Kepolisian Republik Indonesia,1993:3-4).
8. Tahap Pengambilan Sidik Jari Pada Mayat
Setelah pemeriksaan TKP biasanya korban adalah sudah meninggal atau
menjadi mayat, untuk itu dalam pemeriksaan sidik jari mayat harus di periksa
terlebih dahulu sebelum mayat itu di kirim kan ke Rumah sakit untuk di lakukan
otopsi, pemeriksaan mayat berguna untuk mengidentifikasi identitas dari mayat
tersebut guna pemeriksaan yang lebih lanjut yang nantinya di gunakan untuk
bukti-bukti dan pembuatan BAP. Pada hakekatnya, teknik pengambilan sidik jari
mayat tergantung pada keadaan mayat tersebut. masing-masing keadaan
membutuhkan cara/teknik penanganan yang berbeda seperti berikut ini :
a. Mayat masih baru
Bila jari-jari mayat masih dapat digerakkan, maka mayat tersebut
ditelungkupkan lalu pengambilan sidik jari dilakukan seperti biasa. Bila jari-jari
mayat sulit digerakkan, cara pengambilan bisa tidak dapat digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Pengambilan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sendok mayat, yang
cara penggunaannya sebagai berikut :
1. Gunting formulir kartu sidik jari pada batas kolom tangan kiri dan
kanan.
2. Jepit potongan formulir tersebut pada kedua sisi sendok mayat
bagian yang cekung dengan kolom sidik jari menghadap ke luar
(dapat juga pada bagian cembung).
3. Bersihkan jari mayat dengan hati-hati, kemudian bubuhkan tinta
dengan alat pembubuh tinta atau dengan roller setelah tintanya
diratakan.
4. Capkan jari mayat tersebut dengan menekankannya pada kolom
sidik jari dari formulir yang terjepit disendok mayat. Geser formulir
menurut kolom sidik jarinya sehingga semua jari terekam.
5. Rekatkan hasil pengambilan tersebut pada sehelai formulir kartu
sidik jari dan rumuskanlah sidk jari tersebut.
b. Mayat telah kaku dan mulai membusuk
Bila jari-jari mayat menggenggam, maka jari-jari tersebut ditarik sehingga
menjadi lurus lalu dilakukan pengambilan dengan sendok mayat. Jika jari–jari
tersebut sulit diluruskan, sayatlah bagian dalam jari pada ruas kedua sehingga jari
dapat diluruskan, lalu pengambilan dilakukan dengan sendok mayat. Untuk ibu
jari, sayatan dilakukan antara ibu jari dan telunjuk. Jika mayat sudah mulai
membusuk (awal dekomposisi), biasanya kulit ari mulai terlepas. Bila keadaanya
demikian langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1. Periksa kulit jari tersebut apakah masih baik atau ada bagian yang
rusak. Bersihkan kulit jari tersebut dengan hati-hati.
2. Kulit dipasang kembali pada jari mayat atau dimasukkan dalam jari
petugas sehingga pengambilannya dapat dilakukan.
3. Jika kulit jari tersebut sudah terlepas sama sekali, kulit jari dioleskan
tinta kemudian dijepit diantara dua kaca dan dipotret (reproduksi). Hasil
potret kemudian ditempelkan pada kartu sidik jari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
c. Mayat yang sudah membusuk, mengering dan yang terendam air.
Mayat yang telah membusuk (dekomposisi) biasanya menyangkut mayat
yang ditemukan disemak-semak atau dikubur/ditimbun dengan tanah. Mayat yang
telah mengering (mumifikasi) biasanya ditemukan di tempat-tempat terbuka, garis
papilar jari mayat tidak langsung terkena tanah. Mayat terendam air (medok)
biasanya menyangkut mayat yang sudah lama terendam didalam air. Langkah
untuk pengambilan sidk jarinya adalah :
1. Periksa, apakah jari mayat masih lengkap. Jika tidak lengkap,
apakah jari tersebut hilang ketika masih hidup atau jari tersebut
dimakan binatang atau yang lainnya.
2. Bersihkan kotoran yang menempel pada kulit jari dengan hati-hati
3. Kulit jari diolesi tinta lalu dijepit diantara dua kaca dan dipotret,
kemudian hasilnya ditempelkan pada kartu sudik jari.
Perlu diingat bahwa pengambilan sidik jari mayat dimaksudkan sebagai
salah satu upaya untuk dapat mengidentifikasikan mayat tersebut. Oleh karena itu
segeralah mencari bahan pembandingnya di file atau sumber lain : KTP, ijasah,
SIM, benda milik korban yang dipegang, dll.
9. Tahap Pemeriksaan Perbandingan Sidik Jari Laten
Langkah-langkah dalam membandingkan sidik jari :
1. Sebelum sidik jari laten dibandingkan dengan sidik jari tersangka atau sidik
jari yang tersimpan dalam file atas nama orang tertentu, terlebih dahulu sidik
jari laten tersebut dibandingkan dengan sidik jari orang-orang yang secara sah
telah memegang sesuatu di TKP (elimination prints);
2. Menentukan asal jari :
a) Pada umumnya sidik jari laten berdampingan satu sama lain (letaknya
berdampingan / kombinasi). Untuk lebih memudahkan pemeriksaan, perlu
ditentukan terlebih dahulu dari jari / tangan manakah jari laten tersebut
berasal,
b) Beberapa hal berikut ini dapat menentukan asal jari / tangan dari suatu
sidik jari laten:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
a. Umumnya orang selalu memegang benda dengan tangan kanan,
b. Jari telunjuk, tengah, manis dan kelingking umumnya berada
berdampingan dan umumnya ibu jari berdiri sendiri
(bayangkan selalu bagaimana orang memegang benda),
c. Ukuran besar dan panjangnya jari serta hubungannya satu
dengan yang lain.
3. Menetukan persamaan / keidentikan dua sidik jari :
Ada 4 (empat) faktor yang harus dinilai :
a) Bentuk pokok lukisan :
a. Harus sama antara kedua sidik jari tersebut,
b. Walau sama, keidentikan belum dapat ditentukan jika faktor
lainnya belum / tidak terpenuhi.
b) Karakteristik garis-garis papiler sidik jari ( Galton Detail) :
a. Jenis dan bentuk galton detail pada kedua sidik jari tersebut harus
sama (sama-sama garis membelah, garis berhenti, pulau, dan lain-
lain),
b. Arah galton detail harus sama pula (garis membelah sama-sama
membelah ke atas atau ke bawah, dan sebagainya).
c) Jumlah titik persamaan (galton detail sama jenis, bentuk, arah dan posisi):
a. 12 (dua belas) atau lebih titik persamaan, keidentikannya pasti,
b. 8 (delapan) s/d 11 (sebelas) titik persamaan, keidentikannya masih
harus dikuatkan dengan hal-hal seperti : kejelasan sidik jari, adanya
core (titik pusat) dan delta, bentuk pokok lukisan yang jarang
dijumpai, dan lain-lain.
d) Hubungan antara titik-titik persamaan.
Jumlah interval garis papiler antara titik-titik persamaan di kedua sidik jari
tersebut harus sama.
4. Cara / teknik pemeriksaan perbandingan sidik jari
a) Sidik jari laten atau sidik jari yang dicurigai diletakkan berdampingan
dengan sidik jari yang diketahui dalam finger print comparator kemudian
dengan menggunakan peralatan tersebut di atas segeralah membandingkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
kedua sidik jari tersebut. Pemerikasaan pebandingan harus selalu dimulai
dari sidik jari laten (sidik jari yang dicurigai) ke sidik jari yang diketahui,
jangan sebaliknya.
b) Menentukan apakah kedua sidik jari tersebut mempunyai bentuk pokok
lukisan yang sama. Bila bentuk pokok tidak utuh, perhatikan apakah aliran
garis-garis papiler antara kedua sidik jari itu sama.
c) Bila bentuk pokok lukisan kedua sidik jari tersebut berbeda, sudah pasti
kedua sidik jari tersebut tidak identik, karena itu pemeriksaan lebih lanjut
tidak perlu dilakukan
d) Bila bentuk pokok lukisan atau garis papiler kedua sidik jari tersebut sama,
pemeriksaan yang rinci harus dilakukan lebih lanjut. Langkah-langkah
berikut dapat diikuti :
a. Menentukan salah satu galton detail pada sidik jari laten sebagai titik
awal. Kemudian periksalah galton detail yang sama pada sidik jari
yang diketahui dan tentukan pula sebagai titik awal,
b. Menentukan galton detail kedua, yang dekat titik awal, pada sidik jari
laten. Tentukan pula galton detail kedua yang kedua yang ini pada
sidik jari yang diketahui. Perhatikan posisi serta hubungan galton
detail kedua ini dengan titik awal baik pada sidik jari laten maupun
sidik jari yang diketahui. Ingat, interval garis papiler harus sama.
10. Tahap Perumusan Sidik Jari
Setelah melakukan pemeriksaan dan pengambilan sidik jari biasanya
penyidik menentukan dan mencari rumus dari sidik jari dari orang ataupun korban
guna kepentingan identifikasi lebih lanjut. Rumus sidik jari merupakan salah satu
cara identifikasi. Dalam dunia kepolisian, rumus sidik jari digunakan sebagai cara
untuk mengidentifikasi seseorang. Karena sidik jari merupakan bentuk yang unik
dan berbeda pada setiap orang, maka rumus sidik jari pun akan berbeda pada tiap
orang. Perumusan sidik jari (classification formula) merupakan pembubuhan
tanda pada tiap-tiap kolom kartu sidik jari yang menunjukkan interpretasi
mengenai bentuk pokok, jumlah bilangan garis, bentuk loop, dan jalannya garis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Langkah-langkah perumusan sidik jari,yaitu:
1. Membubuhi blocking out yaitu pembubuhan tanda pada tiap-tiap kolom
sidik jari yang menunjukkan interpretasi mengenai bentuk pokok lukisan,
sesuai bentuk pokok lukisan yang ada.
2. Blocking Out
a) Bentuk pokok lukisan Whorl pada semua jari dinyatakan dengan huruf
besar W,
b) Khusus pada jari telunjuk baik kanan atau kiri, semua bentuk pokok
lukisan ditulis dengan huruf besar (A.T.R.U.W.),
c) Pada jari-jari yang lain ditulis dengan huruf kecil a,t,dan r dan
berbentuk garis diagonal (V) menghadap/berhadapan dengan delta.
Perhitungan garis pada loop ditulis pada kolom sudut kiri atas
(dinyatakan dengan angka) dan dengan salah satun huruf besar I dan O
untuk ke 6 dari jari telunjuk sampai jari manis. Sedangkan untuk
jempol dengan huruf SML sesuai dengan tabel perhitungan garis dan
huruf-huruf tersebut ditulis pada kolom sudut kanan atas,
d) Untuk bentuk pokok lukisan W penentuan I.M.O. mengikuti garis
(ridge tracing). Dimulai dari delta kiri dan bukan type lines. Delta
biasanya terdiri dari garis pendek maka tracing lines pindah pada baris
yang segera berada di luarnya, bila garis itu terputus juga maka tracing
dilanjutkan lagi ke garis yang segera berada di luarnya sampai
mencapai suatu titik / tempat yang sejajar dengan delta kanan.
Bilamana ridge tracing menuju ke dalam dengan jumlah hitungan
garis mencapai 3 ke atas dengan lambang I, bila menuju ke
dalam/keluar berjumlah kurang dari 3 atau tepat pada delta kanan
maka dilambangkan M. Bilamana ridge tracing menuju keluar dengan
jumlah 3 garis ke atas maka dilambangkan O.
Rumusan sidik jari terdiri dari :
1. PRIMARY
Perumusan primary sebagai pembilang diambil dari nomor genap, sedangkan
penyebut diambil dari nomor ganjil. Bila pembilang dan penyebut harus ditambah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
1, perumusan primary pembilang penyebut paling besar adalah 32 dan paling
kecil adalah 1/1.
2. SECONDARY
Adalah rumus yang diperuntukkan bagi telunjuk kanan dan kiri, dinyatakan /
ditulis menurut bentuk pokok sidik jarinya.
Telunjuk kanan sebagai pembilang, ditulis di atas garis rumus dan telunjuk kiri
sebagai penyebut, ditulis di bawah garis rumus.
3. SUB SECONDARY
Dinyatakan dengan huruf besar setelah diketahui hitungan garis dari loop dan
mengikuti jalannya garis tengah dan jari manis kanan dan kiri (I.O.M.) serta
ditulis di sebelah kanan dari secondary dalam deretan rumus.
4. FINAL
Adalah bilangan garis diutamakan bentuk loop pada kelingking kanan yang
dinyatakan dengan angka (jumlah garis) dan ditulis sebelah kanan atas secondary,
sebelah kanan bawah sub secondary bila kelingking kiri berbentuk loop, dengan
catatan kelingking kanan bukan bentuk loop.
5. KEY
Adalah jumlah bilangan garis dari loop pertama yang terdapat pada rangkaian 8
sidik jari mulai dari jempol s/d jari manis kanan dan kiri. Key selalu dituliskan di
atas garis rumus (pembilang) dan ditempatkan pada paling kiri dari major.
Bilamana tidak terdapat bentuk loop dari ke-8 jari tersebut, maka rumus key
dihapus dan diganti dengan tanda dash (-) ditempatklan / ditulis seperti seperti key
bentuk loop pertama dari ke-8 jari.
6. MAJOR
Major dinyatakan dengan huruf tertentu bagi bentuk-bentuk lukisan yang terdapat
pada jempol kanan dan kiri, ditulis pada pembilang dan penyebut / di sebelah kiri
rumusan primary.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
7. SMALL LETTER (HURUF KECIL)
Digunakan untuk bentuk pokok lukisan Arch, Tented Arch dan Radial Loop (a,t
dan r) yang terdapat pada jari selain jari telunjuk kanan dan kiri.
Penempatan/peenulisan rumusnya ditulis sesuai dengan letaknya dilihat dari letak
rumus subsecondary.
a. Bentuk Arch dan Tented Arch pada jempol kanan dan kiri ditulis diantara
rumus primary dan secondary. Rumus major, karena ada Small Letter maka
diganti dengan tanda dash (-)
b. Bentuk Radial Loop pada jempol kanan dan kiri tidak menghapus rumus
major tetapi Radial Loop ditulis sebagaimana penulisan a dan t tersebut diatas.
c. Dengan demikian apabila Small Letter terdapat pada sub secondary, maka
rumusannya tidak lagi ditulis dengan huruf I.M.O. akan tetapi ditulis dengan
huruf kecil a,t,r.
d. Bilamana terdapat a,t,r maka perumusan sub secondary dimulai dari jari
tengah s/d kelingking.
11. Tahap Penyimpanan Kartu Sidik Jari dan Kartu Pembantunya
Tahap penyimpanan kartu sidik jari dan kartu pembantunya di gunakan
untuk memudahkan pencarian data-data mengenai seseorang dimana setiap orang
sesuai dengan sidik jarinya juga diklasifikasi tersendiri sehingga dapat
memudahkan untuk pencarian yang diperlukan untuk identifikasi lebih lanjut
terhadap informasi seseorang tersebut apabila terlibat dalam kejahatan dan hanya
meninggalkan sidik jari sebagai bukti utama dalam kejahatannya.
Langkah-langkah penyimpanan dan pencarian kembali :
1. Perumusan dan pembuatan kartu nama
Setiap kartu sidik jari (AK-23) harus dibubuhi rumus lengkap untuk kemudian
dibuatkan kartu nama (AK-24)
2. Penyimpanan, meliputi kegiatan :
a) Penyortiran:
a. Jenis kelamin (laki-laki/perempuan)
b. Golongan (tersangka/bukan tersangka)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
c. Rumus pertama (primary clasification).
d. Penyortiran kartu nama menurut abjad awal
b) Penyimpanan:
a. Kartu sidik jari:
1) Tersangka
2) Bukan tersangka.
b. Kartu nama:
1) Tempat penyimpanan harus diadakan pemisahan antara
tersangka/bukan tersangka,
2) Apabila nama sama tetapi rumus sidik jari berbeda, disusun
menurut rumus pertama (penyebut yang lebih kecil di depan),
3) Pada waktu penyimpanan kartu nama yang baru harus
diperhatikan kemungkinan identiknya dengan karu nama yang
telah disimpan
4) Identik :
a. Kartu sidik jari dan karu nama yang identik harus dicabut
dari tempatnya masing-masing untuk diteliti. Pada tempat
kartu yang dicabut, diletakkan karu pengganti (AK-25 dan
AK-26)
b. AK-25 diisi dengan data seperti pada AK-23,
c. AK-26 diisi dengan data yang tedapat pada AK-24.
d. Kepastian mengenai identik atau tidaknya senantiasa
ditentukan dari sidik jari dengan melakukan pemeriksaan
secara seksama terhadap bentuk pokok lukisan serta detail
garisnya (galton detail),
e. Yang identik harus dibuatkan daftar riwayat (khusus untuk
tersangka) dengan mengisi formulir AK-27
c. Penyimpanan (filing) kartu sidik jari berikut kartu pembantunya secara
teratur pada setiap kesatuan mulai tingkat Polres.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
3. Urutan penyimpanan kartu sidik jari (filing sequence)
Penyimpanan kartu sidik jari pada hakekatnya adalah menempatkan kartu
sidik jari di file-nya menurut rumus sidik jari yang tertera pada kartu sidik jari
tersebut. Dalam penyimpanan kartu sidik jari, digunakan juga file pembantu
berupa kartu nama yang memuat data, antara lain nama serta rumus sidik jari
yang tertera pada kartu sidik jari yang bersangkutan dan kartu nama ini
disimpan menurut abjad file-nya. Urutannya adalah sebagai berikut :
a) Rumus Primary
Selalu berpedoman pada urutan penyebut 1 sampai 32, urutan
penyimpanan dalam masing-masing kelompok penyebut dilakukan
menurut urutan pembilang sebagai berikut :
1
1 -
1
2-
1
3-
1
10 dan seterusnya hingga
1
32
2
1-
2
2-
2
3-
2
10 dan seterusnya hingga
2
32
Dan seterusnya sampai:
32
1-
32
2-
32
3-
32
10 dan seterusnya hingga
32
32
b) Rumus Secondary
Urutan penyimpanan dimulai dari A
A hingga
W
W
Ututannya sebagai berikut:
A
A
A
T
A
R
A
U
A
W
T
A
T
T
T
R
T
U
T
W
R
A
R
T
R
R
R
U
R
W
U
A
U
T
U
R
U
U
U
W
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
W
A
W
T
W
R
W
U
W
W
c) Rumus Subsecondary (IMO):
III
III-
III
IIM-
III
IIO-
III
IMI-
III
IMM-
III
IMO-
III
IOI-
III
IOM-
III
IOO
III
MII-
III
MIM-
III
MIO-
III
MMI-
III
MMM-
III
MMO-
III
MOI-
III
MOM-
III
MOO
III
OII-
III
OIM-
III
OIO-
III
OMI-
III
OMM-
III
OMO-
III
OOI-
III
OOM-
III
OOO
d) Rumus Final
Urutan penyimpanannya didasarkan atas angka bilangan
garisnya. Angka bilangan garis yang terkecil di depan.
e) Rumus Key
Urutan penyimpanannya didasarkan atas angka bilangan garis
seperti pada rumus final.
f) Rumus Major
Urutan penyimpanannya didasarkan atas urutan SML untuk Loop,
dan IMO untuk Whorl.
Apabila Loop terdapat pada kedua jempol, urutan penyimpanannya
sebagai berikut:
S
S
S
M
S
L
M
S
M
M
M
L
L
S
L
M
L
L
Apabila Whorl terdapat pada kedua jempol, urutan penyimpannya
sebagai berikut:
I
I
I
M
I
O
M
I
M
M
M
O
O
I
O
M
O
O
Apabila Whorl terdapat pada jempol kanan dan Loop terdapat pada
jempol kiri, maka urutan penyimpanannya sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
S
I
S
M
S
O
M
I
M
M
M
O
L
I
L
M
L
O
Apabila Loop terdapat pada jempol kanan dan Whorl terdapat pada
jempol kiri, maka urutan penyimpanannya sebagai berikut:
I
S
I
M
I
L
M
S
M
M
M
L
O
S
O
M
O
L
g) Rumus Second Susecondary
Urutan penyimpanannya dimulai dari SSS
SSS hingga
LLL
LLL
Urutannya adalah sebagai berikut:
SSS
SSS
SSS
SSS
SSS
SSL
SSS
SMS
SSS
SMM
SSS
SML
SSS
SLS
SSS
SLM
SSS
SLL
SSS
MSS
SSS
MSM
SSS
MSL
SSS
MMS
SSS
MMM
SSS
MML
SSS
MLS
SSS
MLM
SSS
MLL
SSS
LSS
SSS
LSM
SSS
LSL
SSS
LMS
SSS
LMM
SSS
LML
SSS
LLS
SSS
LLM
SSS
LLL
Dan seterusnya hingga LLL
LLL : urutan penyebut adalah sama
seperti urutan pembilang diatas.
Kartu sidik jari biasanya disimpan dalam kelompok kartu sidik jari
kriminal (file sidik jari kriminal) dan kelompok sidik jari nonkriminal (file sidik
jari non kriminal). Masing-masing kelompok dapat dibagi lagi menurut jenis
kelamin, jenis kejahatan atau tujuan pengambil, dll.
Sidik jari merupakan alat bukti yang efektif, dan apabila semuanya itu
dilaksanakan dengan benar-benar maka akan sangat berguna. Mengingat akan
pentingnya sidik jari dalam membuat suatu perkara menjadi jelas, maka petugas
identifikasi Polres Sukoharjo dalam melakukan penyidikan harus menerapkan
teknik daktiloskopi yang tertuang dalam Petunjuk Teknis di Bidang Identifikasi
sesuai prosedur dan harus dilakukan secara urut berdasarkan tahapan-tahapan
diatas. Semua pelaksanaan kegiatan pengambilan sidik jari harus dilakukan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
hati-hati, urut dan tersistematis untuk menghindarkan akan hilang atau rusaknya
barang bukti yang ditemukan.
Instansi yang paling banyak menyimpan rekaman sidik jari masyarakat
tentu adalah pihak kepolisian, terutama melalui Surat Keterangan Kelakuan Baik
(SKKB) yang kita buat. Sidik jari menjadi alat utama identifikasi karena
merupakan ciri unik yang selalu ada pada setiap individu. Dibandingkan garis
tangan atau tulisan tangan yang bisa berubah-ubah sesuai kondisi psikologis
seseorang. Sidik jari terdiri dari sulur-sulur yang membentuk pola tertentu. Pola
itulah, termasuk jumlah sulur pada tiap pola, yang menjadi bahan kajian. Namun,
karena lokasinya lebih mudah dicapai, sidik jari pada jari tanganlah yang selalu
lebih diperhatikan.
Karena keunikan tersebut sidik jari dipakai oleh kepolisian dalam
penyidikan sebuah kasus kejahatan (forensik). Maka pada saat terjadi sebuah
kejahatan, TKP akan di clear up dan dilarang bagi siapa saja untuk masuk karena
dikhawatirkan akan merusak sidik jari penjahat yang mungkin tertinggal dibarang
bukti yang ada di TKP. Tugas pokok Identifikasi Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah menyelenggarakan pengenalan kembali ciri-ciri manusia dan
barang. Selain itu berfungsi sebagai tanaga bantuan teknik kepolisian dibidang
daktiloskopi kriminal dan daktiloskopi umum, serta photografi kepolisian yang
melayani fungsi-fungsi, polsek, instansi dan masyarakat yang membutuhkan
terutama mendatangai Tempat Kejadian Perkara (TKP). Untuk mengetahui
seberapa besar peran sidik jari pada penyidikan dalam mengungkap suatu
tindakan pidana maka tentulah harus mengkaji berbagai kasus tindak pidana yang
melibatkan sidik jari sebagai alat bukti di dalamnya. Menurut kaur identifikasi
Polres Sukoharjo IPDA Mariman, kasus yang paling mudah untuk dibuktikan
kebenarannya dengan bantuan sidik jari salah satunya adalah pemalsuan ijazah.
Hal ini dikarenakan dalam ijazah tertera dengan jelas sidik jari pemilik ijazah
yang asli sehingga pemalsu pun tanpa disadari dengan mudah dapat terbukti
kesalahannya.
Contoh pada kasus lain yang memerlukan peranan sidik jari dalam
pengungkapannya adalah kasus pembunuhan yang tidak meninggalkan barang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
bukti lain selain korban (mayat) yang sudah tidak bernyawa bahkan wajahnya pun
sudah tidak dapat dikenali lagi. Pada kasus seperti ini polisi hanya dapat
memeriksa identitas korbanseperti KTP (kartu tanda penduduk) yang seperti kita
ketahui bahwa KTP sekarang ini sudah tidak menyertakan lagi sidik jari (cap
jempol) pemilik identitas. Dengan adanya hal seperti ini maka akan sulit ditelusuri
siapa sebenarnya jati diri korban dan siapa kemungkinan tersangkanya. Namun
bila identitas yang didapat adalah SIM (Surat Izin Mengemudi) maka akan sedikit
membuka jalan bagi penyidik karena pada SIM masih terdapat sidik jari (cap
jempol) pemilik identitas.
Pemeriksaan sidik jari tidak hanya dilakukan pada orang yang masih hidup
saja, mayat pun jika jaringan kulitnya belum rusak maka dapat dilakukan
pengambilan sidik jari. Pada mayat hendaknya dilakukan pengambilan sidik jari
dengan segera sebelum jaringan kulit mayat rusak. Mayat yang tidak dikenalipun
dianggap perlu untuk segera dilakukan identifikasi sidik jari dimaksudkan agar
mayat tersebut dapat diidentifikasi dalam upaya mencari tahu tersangkanya atau
demi kejelasan peristiwa tindak pidana tersebut.
Pengambilan sidik jari mayat lebih sulit dari pada pengambilan sidik jari
orang hidup. Disamping ketelitian, ketekunan, dan kesabaran dan keberanian.
Peralatan yang diperlukan untuk pengambilan sidik jari mayat adalah formulir
kartu sudik jari, sendok mayat, alat pembubuh tinta (plat kaca), roller dan tinta
daktiloskopi serta alat suntik, cairan pengembang jari mayat, cairan pembersih jari
mayat, cairan pembersih alat suntik dan jangan lupa menggunakan masker serta
sarung tangan karet.
Salah satu contoh kasus lain adalah pembunuhan yang terjadi di sebuah
hutan yang tertinggal di TKP hanya mayat, sandal dan baju. Dengan begitu sidik
jari pelaku yang tertinggal atau dalam istilah identifikasi disebut sidik jari latent
akan sangat penting untuk dianalisa sebagai data yang akan dihadirkan di
persidangan dengan bantuan lain misalnya bantuan saksi yang melihat korban
bersama tersangka sebelum kejadian sempat dilihat oleh saksi berjalan bersama
menuju hutan yang dimaksud. Dengan demikian maka sidik jari menjadi bukti
yang sangat kuat untuk meyakinkan kebenaran dari tindak pidana yang terjadi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
dapat digunakan untuk mengidentifikasi atau mencurigai orang-orang yang
sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka.
Cara pengambilan sidik jari adalah dengan cara sidik jari direkam pada
sehelai kartu sidik jari (AK-23). Dimana pada kartu tersebut terdapat kolom-
kolom untuk sidik jari yang akan direkam dan kolom untuk informasi beserta
identitas orang yang diambil sidik jarinya. Hasil pengambilan harus bagus dan
bersih, karena rekaman sidik jari akan menjadi rekaman yang permanen dari
orang yang bersangkutan. Tidak semua penyidikan terhadap kasus kejahatan
menggunakan teknik daktiloskopi. Ada kasus-kasus tertentu yang dalam
penyidikannya tidak diperlukan teknik daktiloskopi, yaitu dalam hal suatu
kejahatan tersebut tertangkap tangan (pelaku sudah jelas-jelas tertangkap tangan
melakukan tindak kejahatan), pengakuan disertai dengan saksi-saksi yang
lengkap.
Berdasarkan laporan polisi No. Pol: LP/B/256/X/2004/OPS tanggal 8
oktober 2004 tentang terjadinya tindak pidana pencurian uang di SMPN 4
Sukoharjo telah dilakukan pemeriksaan perbandingan persamaan sidik jari di TKP
lebih tepatnya diperiksa pada tempat yang diragukan yakni pada meja kerja
karyawan bagian tata usaha SMPN 4 Sukoharjo. Maksud pemeriksaan sidik jari
tersebut adalah untuk mengetahui dan menentukan apakah sidik jari orang yang
tertinggal di TKP identik/sama atau non identik/tidak sama dengan sidik jari
orang yang disangka sebagai tersangka dalam kasus ini adalah Mulyo Widodo bin
Sumadi. Dan berdasarkan kesimpulan pemeriksaan yang didasarkan pada dalil-
dalil dalam Ilmu pengetahuan Daktiloskopi maka dapat disimpulkan bahwa antara
sidik jari latent yang terdapat pada meja karyawan bagian tata usaha SMPN 4
Sukoharjo yang pada waktu itu diangkat oleh IPTU Mariman pada tanggal 8
Oktober 2004 dinyatakan identik/sama dengan sidik jari telunjuk tangan kanan
atas nama Mulyo Widodo bin Sumadi, Sukoharjo 7 April 1984, swasta, Alamat
karangan RT 02 Rw 04 Desa Kepuh Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.
(Berita Acara Pemeriksaan Sidik Jari No. Pol: LP/B/256/X/2004/OPS).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Dengan demikian dapat disimpulkan dari kasus tersebut sidik jari
merupakan salah satu bukti yang dibutuhkan dalam mencari petunjuk untuk
mengetahui kebenaran siapa pelaku sebenarnya tindak pidana pencurian tersebut.
Berikut ini adalah contoh kasus lain yang juga menggunakan pemeriksaan sidik
jari guna menentukan kebenaran pelakunya:
Berdasarkan laporan polisi No. Pol: LP/B/76/IV/2007/OPS tentang
terjadinya tindak pidana penggelapan atau penipuan sertifikat tanah HM No. 1404
luas 578 M dilakukan pemeriksaan perbandingan persamaan cap jempol yang
terdapat pada surat kuasa jaminan kredit di kantor BKK polokarto dengan sidik
jari orang yang disangka sebagai pelaku penggelapan atau penipuan sertifikat
tanah yakni atas nama Pawiro Wiyono (Berita Acara Pemeriksaan Sidik Jari No.
Pol: LP/B/76/IV/2007/OPS). Namun pada hasil pemeriksaan sidik jari ternyata
menyatakan bahwa sidik jari non identik/tidak sama. Dengan demikian dapat
dipastikan bahwa pelaku bukanlah orang yang dituduhkan tersebut. dalam hal ini
pemilik sidik jari latent dapat dikatakan bukanlah orang yang dituduhkan.
Pada kasus yang lain misalnya pada kasus tindak pidana yang dilaporkan
pada tahun lalu dengan No. Pol: LP/B/302/V/2009/Sek.Grogol, mengenai tindak
pidana penganiayaan di Desa Pangkalan Rt 02 Rw 09, Kelurahan Telukan,
Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo yang juga dilakukan pemeriksaan
perbandingan sidik jari. Pada kasus ini yang menjadi tersangka atas hasil olah
TKP adalah orang yang bernama Wito Diharjo (Berita Acara Pemeriksaan Sidik
Jari No. Pol: LP/B/302/V/2009/Sek.Grogol). Dalam kasus ini telah dilakukan
pemeriksaan sidik jari kepada tersangka dan diperbandingkan dengan sidik jari
yang terdapat di TKP, hasilnya adalah identik atau sama. Maka dengan itu dapat
disimpulkan bahwa tersangka benar-benar merupakan pelaku penganiayaan yang
telah terjadi. Dengan adanya kebenaran mengenai kesamaan dari identifikasi sidik
jari maka tidak akan dapat disangkal oleh tersangka bahwa dirinya bukanlah
pelaku penganiayaan kerena tidak ada satupun yang memiliki sidik jari yang sama
dengan orang lain.
Masih ada lagi kasus yang menggunakan sidik jari dalam proses
penyidikannya seperti kasus yang tertera dalam BAP sidik jari dengan No. Pol:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
BA/1654/XII/2002/IDENT tentang Pencurian uang Brangkas di kantor Oriental
Grup Solo Baru C I,Grogol, Sukoharjo. Dalam kasus ini juga telah ditemukan
tersangkanya berdasarkan kecurigaan dan kesimpulan atas olah TKP yaitu Faizal
Kurniawan, Sukoharjo 17 Maret 1984, swasta, islam, alamat Gedangan Rt. 01
Rw. 01,Grogol, Sukoharjo (Berita Acara Pemeriksaan sidik jari dengan No. Pol:
BA/1654/XII/2002/IDENT). Berdasarkan pemeriksaan perbandingan sidik jari
yang telah dilakukan kesimpulannya adalah sidik jari tersangka identik atau sama
dengan sidik jari latent yang tertinggal di TKP.
Masih banyak lagi kasus-kasus yang serupa yang menggunakan
identifikasi sidik jari dalam penentuan benar atau tidaknya tersangka yang
melakukan perbuatan yang dituduhkan terhadapnya. Dalam keadaan seperti ini
sidik jari memanglah memiliki peranan yang sangat penting dalam mengungkap
kasus kusut yang mungkin susah untuk ditemukan kebenaran pelakunya. Dalam
keadaan yang mendesak sidik jari memang merupakan jalan terbaik untuk
dijadikan pilihan sebagai salah satu cara guna menambah bukti-bukti yang
mungkin kurang cukup untuk mencari kebenaran tindak pidana yang telah terjadi.
Fingerprint is one of the most mature biometric traits and considered
legitimate proof of evidence in courts of law all over worldwide. Fingerprints are,
therefore, used in forensic divisions worldwide for criminal investigations. More
recently, an increasing number of civilian and commercial applications are either
using or actively considering using fingerprint-based identification because of a
better understanding of fingerprints as well as demonstrated matching
performance than any other existing biometric technology.(terjemahan bebas:
Sidik Jari merupakan salah satu ciri-ciri biometrik paling sempurna dan bukti
yang sah dalam pengadilan hukum di seluruh dunia. Sidik jari, oleh karena itu,
digunakan dalam forensik di seluruh dunia untuk investigasi kriminal. Baru-baru
ini, peningkatan jumlah aplikasi sipil dan komersial baik menggunakan atau aktif
mempertimbangkan untuk menggunakan identifikasi sidik jari berdasar karena
pemahamannya lebih baik tentang sidik jari serta menunjukkan kinerja yang
sesuai dari pada teknologi biometrik lain yang ada). (Reducing Process-Time for
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Fingerprint Identification System International Journal of Biometrics and
Bioinformatics (IJBB) Volume 3, Issue , Febuary 2009).
Penyelesaian kasus tindak pidana saat ini lebih mengacu pada cara-cara
praktis yang lebih simpel misalnya dengan identifikasi pencarian petunjuk
mengenai ciri-ciri khusus seperti ciri-ciri perawakan ataupun wajah pelaku tindak
pidana guna mencari tau pelaku tindak pidananya. Namun dalam hal ini tidak
menutup kemungkinan untuk mencapai jalan buntu pula dan akhirnya harus
melibatkan ilmu sidik jari kembali guna memastikan ciri-ciri pelaku dengan lebih
akurat. Dari penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan pada contoh-contoh kasus
sebelumnya yang jangka waktu dari tahun ke tahun cukup jauh maka dapat
dipahami bahwa tidak semua kasus memerlukan ilmu sidik jari dalam proses
pembuktiannya. Di negara ini masih kurang sekali pemakaian alat bukti sidik jari
dalam proses penyidikan maupun sebagai bahan pertimbangan hakim dalam
pengadilan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Polres Sukoharjo
khususnya dibidang identifikasi sidik jari, maka peranan sidik jari lebih jelasnya
peranan ilmu sidik jari (daktiloskopi) bagi penyidik dalam melaksanakan
penyidikan guna mengungkap suatu tindak pidana merupakan langkah penting
dalam penentuan kejelasan tindak pidana yang terjadi. Hal ini nantinya akan
mengarahkan tindakan-tindakan atau pemeriksaan selanjutnya, siapa orang yang
perlu dicurigai dan alat atau senjata apa yang digunakan dalam melakukan tindak
pidana.
Tahap penyidikan merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh
petugas penyidik dalam melakukan tugasnya. Yang pertama dilakukan adalah
melakukan pengamanan Tempat Kejadian Perkara (TKP), dengan cara melarang
orang yang berkepentingan untuk mendekati TKP dalam jarak tertentu. Setelah itu
petugas melakukan pemeriksaan TKP dengan mencari dan mengumpulkan bukti-
bukti yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang telah terjadi. Bukti-bukti
yang berada di TKP, korban, tersangka, ataupun saksi serta menguji kebenaran
alat-alat bukti yang diperoleh. Untuk kepentingan identifikasi, maka petugas
melakukan pencarian terlebih dahulu terhadap sidik jari latent yang mungkin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
ditinggalkan tersangka di TKP yakni dengan cara menggunakan senter dan
mencari pada permukaan benda yang diduga telah dipegang tersangka.
Benda yang telah ditemukan kemudian dibersihkan dengan cara meniup
permukaan benda sehingga memberi kelembaban yang memungkinkan agar sidik
jari latent dapat terlihat. Kemudian menaburi permukaan benda dengan serbuk
sidik jari. Sebelum sidik jari latent dikembangkan maka terlebih dahulu diadakan
pemotretan sidik jari yang telah terlihat dengan jelas untuk menghindari kalau
sidik jari itu rusak sebelum dikembangkan. Untuk pemotretan sidik jari diperlukan
kamera khusus yang memiliki sumber cahaya sendiridan fokus yang tetap dan
tentunya dilengkapi dengan baterai (Markas Besar Kepolisian Republik
Indonesia,1993:85). Kamera ini dapat memotret obyek sesuai dengan keadaan
sesungguhnya. Kemudian setelah pemotretan selesai, petugas penyidik
mengembangkan sidik jari latent tersebut dengan serbuk sidik jari.
Penggunaan serbuk itu adalah dengan menuangkan serbuk diatas
permukaan benda yang terdapat sidik jari latent, dan setelah sidik jari latent
tampak maka kuas digerakkan dengan hati-hati sesuai dengan garis papilar sidik
jari kemudian selanjutnya sidik jari dipindahkan pada lifter. Kemudian langkah
selanjutnya adalah dilakukan pengangkatan sidik jari latent. Cara pengangkatan
sidik jari latent adalah pengangkatan dengan menggunakan selotip (pita bening
yang satu sisinya berperekat). Cara lain adalah dengan menngunakan “rubber
filter” (lembaran karet berperekat pada salah satu sisinya yang ditutupi plastik
bening). Cara pengangkatan sidik jari latent dengan selotip dilakukan dengan cara
pertama-tama selotip diletakkan diatas sidik jari latent yang telah ditaburi serbuk
kemudian ditekan lurus dengan jari secara kuat, kemudian selotip diangkat dari
permukaan dengan sekali tarik dan ditempelkan pada kartu alas dan hindarkan
dari kemungkinan terjadi gelembung udara.
Langkah yang terakhir yakni dengan melakukan perbandingan sidik jari
latent dengan sidik jari tersangka. Jika hasilnya identik atau sama maka akan
dibuatkan berita acara perbandingan sidik jari, yang kemudian akan digunakan
sebagai dasar untuk penyidik guna melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap
tersangka dan dilakukan penangkapan terhadap tersangka. Sidik jari akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
dipergunakan untuk memperkuat pembuktian di persidangan dan membantu
penyidik sebagai saksi ahli, dalam hal pelaku tindak pidana yang dilakukan. Sidik
jari juga mendukung penyidik dalam memberikan informasi awal terhadap
peristiwa pidana yang terjadi, memberikan gambaran tentang bentuk kejadiannya
untuk penyidikan, mendukung penyidik dalam menentukan keterlibatan seseorang
kepada peristiwa tersebut, memberikan gambaran kepada pengadilan tentang
kasus tindak pidananya.
Setiap kegiatan pengambilan sidik jari laten di TKP maupun pemotretan
harus dibuatkan berita acara oleh petugas identfikasi. Hal itu harus dilakukan guna
kepentingan penyidikan. Apabila kegiatan tersebut menjadi satu dengan
pengolahan TKP, maka hasil kegiatan tersebut harus dituangkan dalam Berita
Acara Pengambilan Sidik Jari.
Sidik jari mempuyai peranan penting dalam usaha mengungkap para
pelaku atau membuat suatu perkara menjadi jelas, karena sidik jari merupakan
salah satu alat bukti yang sah yaitu sebagai alat bukti keterangan ahli. Sidik jari
dalam pembuktian perkara pidana merupakan alat bukti keterangan ahli, karena
keidentikan sidik jari dapat digunakan dalam menemukan pelaku tindak pidana.
Keterangan Ahli ini dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pengambilan Sidik
Jari dengan dilampirkan Rumusan Sidik Jari seperti dalam Formulir AK-23 dan
Berita Acara Pemotretan untuk selanjutnya diserahkan kepada penyidik.
Bersamaan dengan Berita Acara Pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP)
untuk selanjutnya dapat sebagai alat bukti di persidangan.
Pemeriksaan pendahuluan yang baik tanpa mengorbankan hak-hak
tersangka, jelas tidak lepas dari ilmu bantu didalam proses pemeriksaan.
Pemeriksaan perkara pidana dengan menggunakan daktiloskopi atau ilmu sidik
jari juga dapat mengurangi atau menghindarkan pemeriksaan perkara dengan
menggunakan kekerasan atau paksaan.. pemeriksaan perkara dengan
menggunakan kekerasan maupun paksaan menunjukkan ketidak mampuan
penyidik dalam melaksanakan tugasnya, selain itu juga merupakan pelanggaran
hak asasi manusaia sebagai tersangka apabila masih menerima perlakuan yang
tidak sepantasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
B. Hambatan-Hambatan yang Ditemukan dalam Pengambilan Sidik Jari
dengan Menerapkan Teknik Daktiloskopi yang Merupakan Serangkaian
Tindakan Penyidikan dalam Pengungkapan Perkara Pidana.
Dalam melakukan kegiatan penyidikan terhadap suatu kasus, para
penyidik terkadang dihadapkan pada suatu kasus yang sulit dan rumit. Maka
dengan itu, para penyidik dituntut untuk mempunyai keahlian khusus dan
ketrampilan. Selain itu juga diperlukan pengalaman dengan cara belajar dari
seniornya di lapangan. Dalam melakukan penyidikan pastilah tidak selalu berjalan
lancar dan kadang menemui berbagai hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang
membuat penyidik kesulitan dalam mengungkap suatu kasus atau membuat jelas
suatu perkara pidana. Hambatan-hambatan itu bisa datang dari luar (ekstern)
maupun dari dalam (intern):
1. Hambatan dari luar
a. Jejak yang ditinggalkan ditempat kejadian sering menunjukkan bentuk
yang tidak sempurna, hampir semuanya memiliki kekaburan atau noda.
Hal ini mungkin diakibatkan karena suhu lokasi kejadian yang kurang baik
sehingga dapat mempermudah kerusakan sidik jari latent yang tertinggal.
Membandingkan sidik jari yang direkam dan didapatkan di tempat
kejadian belum merupakan ilmu khusus, tetapi tergantung pada keahlian
dan pengalaman ahli tersebut. jika memiliki sifat-sifat antara kedua jejak
(yang direkam dan didapatkan) maka identifikasi sudah dapat
dilaksanakan. Bahkan kaur identifikasi Polres Sukoharjo IPDA Mariman
mengatakan bahwa petugas yang sudah ahli dibidangnya pun harus
membuka catatannya ketika harus mencocokkan jenis sidk jari yang
diidentifikasi. Hal ini dikarenakan sidik jari tidak terlalu sering digunakan
dalam proses penyidikan.
b. Tidak sedikit ditemukannya sidik jari yang tertinggal merupakan sidik jari
orang yang mungkin tidak bersangkutan sama sekali dengan korban
maupun tersangka, sehingga ditakutkan akan adanya salah tangkap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
c. Penggunaan sidik jari pada proses penyidikan untuk mengungkap suatu
tindak pidana terkadang dapat menemukan jalan buntu karena terkadang
tidak ditemukan sama sekali jejak-jejak sidik jari dari pelaku tindak pidana
sehingga untuk mengusut kasut lebih lanjut akan membutuhkan alat bantu
lain sehingga akan lebih menyulitkan.
d. Kesadaran masyarakat tentang pengamanan Tempat Kejadian Perkara
(TKP) masih kurang. Banyaknya masyarakat yang ingin melihat TKP
mengakibatkan TKP rusak, sehingga dengan begitu menyulitkan para
petugas dalam melakukan pemeriksaan. Hal ini terbukti secara fakta
seperti yang tampak akhir-akhir ini di layar televisi khususnya dalam
program berita. Progaram berita televisi yang menyajikan berita bencana
maupun berita kriminal yang menampakkan vidio rekamannya dapat
dilihat bahwa banyak penduduk sekitar bahkan penduduk yang sengaja
datang dari kampung halaman yang rumahnya jauh dari TKP sengaja
datang hanya untuk melihat keadaan TKP setelah kejadian yang
diberitakan. Mereka seolah-olah mendapatkan tempat rekreasi baru,
dengan keadaan seperti ini tidak menutup kemungkinan akan merusak dan
mengganggu proses penyidikan yang dilakukan oleh petugas.
2. Hambatan dari dalam
1. Perbedaan pendapat para ahli terjadi jika sifat-sifat jejak yang dianggap
secara minimum, terkadang ada yang berpendapat data tersebut kurang
lengkap.
2. Kurangnya bekal pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki petugas,
hanya sedikit petugas yang memiliki keahlian dalam ilmu tentang sidik jari
(dactiloscopy).
3. Faktor-faktor penghambat yang timbul dari obyek yang bersangkutan
yakni pada benda yang tertinggal di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
ataupun pada korban yang meninggal (mayat). Pada benda misalnya tidak
ditemukan sidik jari sama sekali pada benda-benda disekitar TKP atau
benda yang ditinggalkan tersangka. Dapat pula pada benda-benda tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
ditemukan sidik jari namun bentuknya tidak atau kurang sempurna
sehingga menyulitkan petugas dalam mengidentifikasinya. Sementara itu
pada mayat yang mungkin ditemukan di TKP terkadang tidak selalu
berkondisi baik, misalnya korban mutilasi yang tubuhnya terpisah-pisah
sehingga menyulitkan proses identifikasi atau korban yang kondisi
mayatnya sudah membusuk bahkan rusak. Kondisi seperti inilah yang
dapat menghambat pengambilan sidik jari guna identifikasi lebih lanjut.
Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor-faktor yang dapat menghambat
pelaksanaan pengambilan sidik jari yang dilakukan oleh petugas dilapangan.
Demikian merupakan gambaran nyata yang dapat menceritakan bahwa
pelaksanaan pengambilan sidik jari tidak selalu mudah seperti yang dibayangkan.
Dalam pengambilan sidik jari yang merupakan serangkaian penyidikan untuk
mengungkap suatu tindak pidana dapat dilakukan dengan mudah apabila tiada
penghambat dalam pelaksanaanya. Hambatan-hambatan tersebut kemungkinan
dapat dikurangi dengan cara meningkatkan ketrampilan petugas penyidik yang
ahli dibidangnya, tentunya juga dengan menambah petugas yang ahli untuk
diterjunkan dalam penyidikan khususnya dibidang identifikasi sidik jari karena
orang-orang yang dikatakan ahli dibidang identifikasi sidik jari ini dapat
dikatakan masih sangat kurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis
seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka telah diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Polres Sukoharjo
khususnya dibidang identifikasi sidik jari, maka peranan ilmu sidik jari
khususnya daktiloskopi bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikan
guna mengungkap suatu tindak pidana merupakan langkah penting dalam
penentuan kejelasan tindak pidana yang terjadi. Hal ini nantinya akan
mengarahkan tindakan-tindakan atau pemeriksaan selanjutnya, siapa orang
yang perlu dicurigai dan alat atau senjata apa yang digunakan dalam
melakukan tindak pidana. Sidik jari mempuyai peranan penting dalam
usaha mengungkap para pelaku atau membuat suatu perkara menjadi jelas,
karena sidik jari merupakan salah satu alat bukti yang sah yaitu sebagai
alat bukti keterangan ahli. Sidik jari dalam pembuktian perkara pidana
merupakan alat bukti keterangan ahli, karena keidentikan sidik jari dapat
digunakan dalam menemukan pelaku tindak pidana. Keterangan Ahli ini
dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pengambilan Sidik Jari dengan
dilampirkan Rumusan Sidik Jari seperti dalam Formulir AK-23 dan Berita
Acara Pemotretan untuk selanjutnya diserahkan kepada penyidik.
Bersamaan dengan Berita Acara Pengolahan Tempat Kejadian Perkara
(TKP) untuk selanjutnya dapat sebagai alat bukti di persidangan.
2. Penyidik terkadang dihadapkan pada suatu kasus yang sulit dan rumit.
Maka dengan itu, para penyidik dituntut untuk mempunyai keahlian
khusus dan ketrampilan. Dalam melakukan penyidikan tidak selalu
berjalan lancar dan kadang menemui berbagai hambatan. Hambatan-
hambatan inilah yang membuat penyidik kesulitan dalam mengungkap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
suatu kasus atau membuat jelas suatu perkara pidana. Hambatan-hambatan
itu bisa datang dari luar (ekstern), maupun dari dalam (intern):
a. Hambatan dari luar misalnya Jejak yang ditinggalkan ditempat
kejadian sering menunjukkan bentuk yang tidak sempurna, Tidak
sedikit ditemukannya sidik jari yang tertinggal merupakan sidik
jari orang yang mungkin tidak bersangkutan sama sekali dengan
korban maupun tersangka, Penggunaan sidik jari pada proses
penyidikan untuk mengungkap suatu tindak pidana terkadang
menemukan jalan buntu karena tidak ditemukan sama sekali jejak-
jejak sidik jari dari pelaku tindak pidana, Banyaknya masyarakat
yang ingin melihat TKP mengakibatkan TKP rusak, sehingga
dengan begitu menyulitkan para petugas dalam melakukan
pemeriksaan.
b. Hambatan dari dalam misalnya Perbedaan pendapat para ahli
terjadi jika sifat-sifat jejak yang dianggap secara minimum,
Kurangnya bekal pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki
petugas, Faktor-faktor penghambat yang timbul dari obyek yang
bersangkutan yakni pada benda yang tertinggal di Tempat Kejadian
Perkara (TKP) ataupun pada korban yang meninggal (mayat) tidak
ditemukan sidik jari sama sekali, apabila ditemukan sidik jari
namun bentuknya tidak atau kurang sempurna sehingga
menyulitkan petugas dalam mengidentifikasinya
B. Saran
Setelah mendalami apa yang telah penulis teliti dan uraikan, maka penulis
dapat mengemukakan beberapa saran yakni sebagai berikut:
1. Perlu adanya pembaharuan dibidang teknologi pemeriksaan atau
analisis sidik jari diharapkan dengan berkembangnya ilmu sidik
jari dapat memberikan sumbangan besar pada proses penyidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
guna memperoleh alat bukti baru yang dapat menguatkan serta
dapat mengungkap tabir tindak pidana yang terjadi.
2. Pemerintah/aparat penegak hukum perlu adanya pembaharuan
dibidang penyimpanan data mengenai sidik jari Warga Negaranya,
sehingga diharapkan sidik jari setiap Warga Negara sejak lahir
dimiliki dan disimpan pada dokumen Negara yang secara otomatis
dan dapat diakses secara on line oleh pihak-pihak tertentu (aparat
penegak hukum dalam hal ini kepolisian). Hal tersebut
dimaksudkan agar mempermudah proses pencarian tersangka yang
belum diketemukan sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu guna
membantu proses membuat terang tindak pidana yang terjadi.
3. Diperlukan adanya kegiatan penyuluhan hukum kepada masyarakat
yang dilakukan oleh petugas kepolisian mengenai arti pentingnya
tempat kejadian perkara sehingga kerusakan TKP bisa
diminimalisasi karena TKP merupakan titik awal pengungkapan
peristiwa tindak pidana.
4. Perlu ditingkatkannya pengetahuan tentang identifikasi dan juga
penambahan ahli identifikasi di setiap jajaran Polres di seluruh
Indonesia, sehingga apabila terdapat kasus yang terjadi secara
bersamaan maka dapat diidentifikasi dengan cepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
DAFTAR PUSTAKA
LITERATUR
A.Gumilang, 1991. Kriminalistik Pengetahuan Tentang Teknik Dan Taktik
Penyidikan. Bandung : angkasa.
A.M. Iqbal dan Haryadi Sigit, 2005. Implementasi dan Analisis Performansi
Autentikasi Sistem Biometrik Sidik Jari. Bandung : Institut Teknologi
Bandung
Andi Hamzah, 1986. Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik
Dan Sarana Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia
____________, 2002. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika
____________, 2009. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika
Andika budi pratama, 2005. Verifikasi citra sidik jari Poin Minutiae dalam Visum
et repertum juklak perkuliahan
Aryo Mahardiko, 2007. Perancangan Perangkat Lunak Penghitung Rumus Sidik
jari Standar Kepolisisan Republik Indonesia.
International Journal of Biometrics and Bioinformatics (IJBB) Volume 3 Febuary
2009, Reducing Process-Time for Fingerprint Identification System CSC
Journals, Kuala Lumpur, Malaysia,
Koentjoroningrat, 1993 Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta:
Gramedia Jakarta.
Lexy J. Moleong, 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Mabes Polri, 1993. Penuntun Daktiloscopy, Jakarta: Pusat Identifikasi POLRI
Mabes Polri, 2001. Bujuklak dan Bujuklap Proses Penyidikan Tindak Pidana,
Jakarta.
M.Karjadi, 2006. Tindakan Kewajiban dan Pengutusan Pertama di Tempat
Kejadian Perkara, Bogor : Politeia.
M.Yahya Harahap, 2002 pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP
Edisi Kedua. Jakarta:sinar Grafika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Nico Ngani., I Nyoman Budi Jaya dan Hasan Madani. 1984. Mengenal Hukum
Acara Pidana Seri Satu Bagian Umum Dan Penyidikan .Yogjakarta :
Liberty.
Pusat Identifikasi Polri. 1993. Penuntun Daktiloskopi. Mabes Polri
Soerjono soekanto, 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.
Soesilo R, 1980. Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminal. Bogor :
Politeia.
Sutopo, H.B. 1990. Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta : UNS Press
Sutrisno Hadi.1994 Metodologi research jilid 2 Sutrisno Hadi. Yogyakarta: Andi
Offset.
Waluyadi, 2000 Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan Dan
Aspek Hukum Praktik Kedokteran, Jakarta : Djambatan.
Winarno Surakhmat,1982. Pengantar Penelitian Ilmu Dasar Teknik, Bandung :
PT. Transito.P
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana(KUHAP).
WEBSIDE
Djulianto susantio. Panduan Praktis: Sidik Jari http://santai2008.wordpress.com/
2010/04/23/daktiloskopi-ilmu-sidik-jari/#more-827 Diakses pada tanggal
30 Oktober 2010 pukul 08:33:22 GMT
Dwiasi Wiyatputera. Mengenal Satuan Penyidikan di Direktorat Kriminal Umum
Polda Metro Jaya http://www.reskrimum.metro.polri.go.id/news.php?id=
5247. Diakses pada tanggal 17 Desember 2010 pukul 03:41:55 GMT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Mujiarto Karuk. Sidik Jari http://metro.polri.web.id/perpus/390-sidik-jari Diakses
pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 00:21:34 GMT.
M.Ridwan. Mencoba menetapkan genotip dirinya sendiri berdasarkan ukuran
jari Telunjuknya http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?view=article
&catid=15%3Apemrosesan-sinyal&id=529%3Adaktiloskopi-ilmu-sidik-ja
ri&option=comcontent&Itemid=15. Diakses pada tanggal 06 Desember
2010 pukul 23:20:10 GMT.
Wikipedia. Fingerprint http://en.wikipedia.org/wiki/Fingerprint. Diakses pada
tanggal 7 Desember 2010 pukul 02:11:10 GMT.
top related