perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perlindungan ... · berlaku di indonesia telah ideal ......
Post on 13-Mar-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM
TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN
ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh:
Vanesa Hesti Rahayu
NIM. E0006243
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM
TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN
ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)
Oleh
Vanesa Hesti Rahayu
NIM. E0006243
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 10 Agustus 2010
Dosen Pembimbing
Pembimbing Utama Co. Pembimbing
Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. Pujiyono, S.H., M.H.
NIP. 196111081987021001 NIP. 197910142003121001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM
TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN
ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)
Oleh:
Vanesa Hesti Rahayu
NIM. E0006243
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 22 September 2010
DEWAN PENGUJI
1. Anjar Sri. C.N, S.H., M.Hum : ……………………………………. Ketua 2. Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum : ……………………………………. Sekretaris 3. Pujiyono, S.H., M.Hum : …………………………………….
Anggota Mengetahui
Dekan,
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum.
NIP. 196109301986011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Vanesa Hesti Rahayu
NIM : E0006243
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM
TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI
MANDIRI (ATM) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya
saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan
dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak
benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum
(skripsi) ini.
Surakarta, 10 Agustus 2010
yang membuat pernyataan
Vanesa Hesti Rahayu
NIM. E0006243
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Vanesa Hesti Rahayu, E 0006243. 2010. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), ditinjau pula apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia telah ideal bagi perlindungan nasabah terkait masalah yang diangkat.
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum normatif bersifat deskriptif, yang memberikan data seteliti mungkin mengenai perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan (library research) dan dari data yang didapat kemudian dianalisis sebagai data penunjang dalam penulisan hukum ini. Analisis data dilakukan dengan menginventarisasi aturan-aturan terkait dengan perlindungan bagi nasabah bank dan menggambarkan hukum tersebut dengan logika hukum analisis kualitatif serta menggunakan metode logika deduktif, dimana menemukan hubungan dari data penelitian terhadap permasalahan yang diangkat. Kemudian menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret untuk menjawab permasalahan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam menghadapi permasalahan hukum yang terjadi akibat penggunaan ATM dalam transaksi transfer dana.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transfer dana diberikan dengan berbagai cara yaitu oleh Arsitektur Perbankan Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari ketiga undang-undang tersebut diatas dapat dikatakan belum ideal dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM, dikarenakan ketentuan yang ada masih mengatur kegiatan perbankan secara umum dan belum menyentuh pada pokok persoalan yang mengatur mengenai transfer dana secara elektronik seperti dalam hal tata cara pelaksanaan transfer dana dan pertanggungjawaban para pihak terkait. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Nasabah Bank, Transfer Dana, ATM.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Vanesa Hesti Rahayu, E 0006243. 2010. LEGAL PROTECTION FOR CUSTOMERS IN BANK FUNDS TRANSFER TRANSACTIONS USING Automated Teller Machine (ATM). Law Faculty in Sebelas Maret University of Surakarta.
This study aims to determine the form of legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the Automated Teller Machine (ATM), also reviewed whether the statutory regulations applicable in Indonesia have been ideal for the protection of customer-related issues raised.
In this study, the research method used is descriptive normative legal research, which provides data as possible about legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the ATM. The data type used are secondary data. Source data used includes primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials. Data collection techniques used in the literature study (library research) and from the data obtained and analyzed as supporting data in the writing of this law. Data analysis was performed with an inventory of rules relating to protection for bank customers and describe the law by legal logic and qualitative analysis using deductive logic method, which found an association of research data on issues raised. Then draw conclusions from a problem that is common to the concrete problem to answer the problem of legal protection for bank customers in dealing with legal issues arising from the use of ATMs in the funds transfer transaction.
Based on the research and discussion, resulting conclusion, that the form of legal protection for bank customers in the transfer of funds provided by a variety of ways, namely by the Indonesian Banking Architecture, UU No. 7 Year 1992 Jo. UU No. 10 Year 1998 About the Banking, UU No. 8 Year 1999 on Consumer Protection, and UU No. 11 Year 2008 About the Information and Electronic Transactions. Of the three laws mentioned above can be said has not been ideal in providing legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the ATM, because the existing regulations still govern the activities of banking in general and have not touched on the issues that define the electronic transfer of funds as in the procedures for transfer of funds and accountability of the parties concerned.
Keywords: Legal Protection, Customer Bank, Transfer Funds, ATM.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
berkat dan hikmatNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum
(skripsi) ini, dengan judul : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH
BANK DALAM TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN
ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM). Penulisan skripsi merupakan tugas
akhir yang dibuat guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Dalam menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan dan dukungan, baik materiil maupun moril dari berbagai
pihak. Untuk segala bantuan dan dukungannya tak lupa penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sangat besar, kepada:
1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dan
kesempatan bagi Penulis untuk mengembangkan pengetahuan penulis tentang
ilmu hukum melalui penulisan hukum ini.
2. Ibu Ambar Budi S, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Sapto Hermawan, S.H., selaku pembimbing akademis, terima kasih
atas bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum UNS.
4. Bapak Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Skripsi
yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, menyediakan waktu bimbingan dan dukungannya.
5. Bapak Pujiyono, S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi, yang telah
membimbing penulis, dengan kesabarannya bersedia menyediakan waktu
bimbingan dan dukungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
6. Bapak Lego Karjoko, Selaku ketua PPH FH UNS, atas kelancaran proses
pengajuan judul dan skripsi sampai ke penunjukan dosen pembimbing.
7. Segenap dosen dan Asisten pada Fakutas Hukum serta staf Pegawai yang
penulis tidak dapat sebutkan satu persatu.
8. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Ayahku Mayor Laut Hastho,
Spd., S.H. dan Ibuku Sri Wahyuni yang selalu mendukung, memotivasi,
membantu dalam segala kekuranganku, terutama doa yang selalu
mendatangkan berkat di hidupku. Terima kasih atas segala kasih sayangnya.
9. Kedua adikku yang tercinta Hastho Wira Siswa dan Dewan Serui Iriantini
yang selalu membantu aku.
10. Pdtm. Arif Indrianto, S.Th yang memberikan aku selalu kekuatan dan cinta
kasihnya, mendampingiku selama menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih
atas kasih, doa dan dukungannya.
11. Keluarga Besarku, Mbah Kakung akan doa dan nasihatnya. Lek, Pakde,
saudara sepupu yang terkasih.
12. Segenap keluarga besar GMAHK CAB. SS. SUMBERLAWANG, terima
kasih untuk doanya dan semangatnya.
13. Sahabatku Elizabeth Y.W, Yuristi Laprimoni, Natalia Permana yang telah
menjadi sahabat selama berkuliah, menjalani suka duka menuntut ilmu di FH
UNS terima kasih untuk semangatnya, teman-teman PMK, Widya, Martha,
Yurista. Kakak-kakak PMK alumni FH UNS dan semua komunitas PMK FH
(yang tidak dapat tersebut satu persatu terima kasih juga dukungannya).
14. Teman-teman Angkatan 2006 Dwi, Tiwi, Hastin, Ghusnie, Kakak-kakak
Angkatan 2005, untuk semuanya rekan-rekan mahasiswa, terima kasih atas
bantuannya dan arahannya.
15. Semua pihak yang yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan
penulisan hukum ini. Atas segala bantuan yang diberikan dengan sukarela,
penulis sampaikan banyak terima kasih, semoga Tuhan yang senantiasa
membalas segala kebaikan hati dan yang akan memberkati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan hukum (skripsi) ini
baik mengenai isinya maupun bobot ilmiahnya masih banyak terdapat kekurangan
dan kekeliruan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan petunjuk, saran dan arahan yang sifatnya membangun, sehingga
penulisan hukum (skripsi) ini dapat terarah kepada sasaran yang akan dibahas.
Surakarta, 10 Agustus 2010
Penulis
VANESA HESTI RAHAYU
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………….... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ……………..………………….. iii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………………. iv
ABSTRAK ………………………………………………………………… v
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………...…………….... xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………. 6
C. Tujuan Penelitian ………………………………………...… 7
D. Manfaat Penelitian …………………………………………. 8
E. Metode Penelitian …………………………………………. 8
F. Sistematika Penulisan Hukum ……………………………… 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori……………………………………………....... 15
1. Tinjauan Umum Tentang Perbankan …….……………….
a. Pengertian Perbankan ....................................................
b. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan ............................
c. Jasa-Jasa Perbankan ......................................................
15
15
17
18
2. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum…………………..
a. Pengertian Hukum …………………………………….
b. Fungsi, Tujuan dan Akibat Hukum …………………...
c. Pengertian Perlindungan Hukum ……………………..
19
19
20
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
3. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum Bagi Nasabah
Bank ...…………………………………………………….
a. Hubungan Bank dengan Nasabah ………………...…..
b. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah…………………..
c. Arsitektur Perbankan Indonesia ……………………. ...
4. Tinjauan Umum Tentang Transaksi ………………….....…
a. Pengertian Transaksi …………………………..……...
b. Asas-Asas Dalam Transaksi ………………….……….
c. Syarat Sahnya Transaksi ……………………..………
d. Transaksi Dalam Perbankan …………………………..
5. Tinjauan Umum Tentang Transfer Dana …………………
a. Pengertian Transfer Dana …………………………….
b. Pelaku Transfer Dana …………………………………
c. Klasifikasi Terhadap Model-Model Pengiriman
Uang...…………………………………………………
d. Alas Hukum Mengenai Transfer Uang Via Bank …….
6. Tinjauan Tentang Anjungan Tunai Mandiri ………...……
a. Pengertian Anjungan Tunai Mandiri (ATM) …………
b. Bank Card …………………………………………….
c. Manfaat dan Pelayanan ATM ...………………………
B. Kerangka Pemikiran………………………………...…………
22
22
25
33
34
34
36
37
38
39
39
41
41
47
49
49
50
51
53
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Terhadap
Penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dalam Transfer
Dana …………………………………………………………
B. Analisis Perlindungan Nasabah Bank dalam Transaksi
Transfer Dana Menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku Di
Indonesia………………………………………………………
56
100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ………………………………………………...
B. Saran ………………………..……………………………
121
122
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ………………………………………………
Gambar 2. Skema Transaksi Transfer Dana Lewat ATM……………………..
53 61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh Bukti Struk Transaksi Transfer Dana Melalui ATM.
Lampiran 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Vanesa Hesti Rahayu, E 0006243. 2010. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), ditinjau pula apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia telah ideal bagi perlindungan nasabah terkait masalah yang diangkat.
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum normatif bersifat deskriptif, yang memberikan data seteliti mungkin mengenai perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan (library research) dan dari data yang didapat kemudian dianalisis sebagai data penunjang dalam penulisan hukum ini. Analisis data dilakukan dengan menginventarisasi aturan-aturan terkait dengan perlindungan bagi nasabah bank dan menggambarkan hukum tersebut dengan logika hukum analisis kualitatif serta menggunakan metode logika deduktif, dimana menemukan hubungan dari data penelitian terhadap permasalahan yang diangkat. Kemudian menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret untuk menjawab permasalahan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam menghadapi permasalahan hukum yang terjadi akibat penggunaan ATM dalam transaksi transfer dana.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transfer dana diberikan dengan berbagai cara yaitu oleh Arsitektur Perbankan Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari ketiga undang-undang tersebut diatas dapat dikatakan belum ideal dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM, dikarenakan ketentuan yang ada masih mengatur kegiatan perbankan secara umum dan belum menyentuh pada pokok persoalan yang mengatur mengenai transfer dana secara elektronik seperti dalam hal tata cara pelaksanaan transfer dana dan pertanggungjawaban para pihak terkait. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Nasabah Bank, Transfer Dana, ATM.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Vanesa Hesti Rahayu, E 0006243. 2010. LEGAL PROTECTION FOR CUSTOMERS IN BANK FUNDS TRANSFER TRANSACTIONS USING Automated Teller Machine (ATM). Law Faculty in Sebelas Maret University of Surakarta.
This study aims to determine the form of legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the Automated Teller Machine (ATM), also reviewed whether the statutory regulations applicable in Indonesia have been ideal for the protection of customer-related issues raised.
In this study, the research method used is descriptive normative legal research, which provides data as possible about legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the ATM. The data type used are secondary data. Source data used includes primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials. Data collection techniques used in the literature study (library research) and from the data obtained and analyzed as supporting data in the writing of this law. Data analysis was performed with an inventory of rules relating to protection for bank customers and describe the law by legal logic and qualitative analysis using deductive logic method, which found an association of research data on issues raised. Then draw conclusions from a problem that is common to the concrete problem to answer the problem of legal protection for bank customers in dealing with legal issues arising from the use of ATMs in the funds transfer transaction.
Based on the research and discussion, resulting conclusion, that the form of legal protection for bank customers in the transfer of funds provided by a variety of ways, namely by the Indonesian Banking Architecture, UU No. 7 Year 1992 Jo. UU No. 10 Year 1998 About the Banking, UU No. 8 Year 1999 on Consumer Protection, and UU No. 11 Year 2008 About the Information and Electronic Transactions. Of the three laws mentioned above can be said has not been ideal in providing legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the ATM, because the existing regulations still govern the activities of banking in general and have not touched on the issues that define the electronic transfer of funds as in the procedures for transfer of funds and accountability of the parties concerned.
Keywords: Legal Protection, Customer Bank, Transfer Funds, ATM.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu adanya Pembangunan Nasional
yang berkelanjutan dan terarah. Pembangunan nasional yang telah berjalan sangat
bergantung pada bidang perekonomian dan bidang keuangan yang ada selama ini.
Mengingat begitu pentingnya hal tersebut, salah satu yang terpenting sebagai roda
penggerak dan pendukung di bidang perekonomian dan keuangan adalah sektor
perbankan (dunia perbankan), maka penting adanya keseragaman dan peningkatan
kebijakan di sektor perbankan di Indonesia. Hal ini penting dikarenakan hampir
setiap dan/atau seluruh aktivitas dan kegiatan masyarakat selalu berhubungan
dengan bank. Dengan hal ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan
perekonomian nasional sehingga pembangunan nasional dan tujuan negara yang
tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dapat tercapai.
Bank sebagai pelaku usaha dalam kegiatannya memiliki fungsi menghimpun
dana dan melayani jasa perbankan. Bank merupakan lembaga kepercayaan.
Sebagai lembaga kepercayaan, bank harus dapat memberikan pelayanan yang
terbaik bagi nasabahnya. Dewasa ini seiring dengan perkembangan teknologi dan
sistem elektronik yang maju, kegiatan perbankan dalam melayani nasabah sebagai
konsumen atas jasanya pun mengalami peningkatan dengan memanfaatkan sarana
sistem elektronik. “Dengan semakin maraknya berbagai produk dan pelayanan
jasa baru dari perbankan di Indonesia dan adanya perkembangan teknologi
komunikasi dan sistem elektronik yang semakin canggih memungkinkan transaksi
dan pelayanan jasa perbankan dapat dilakukan dengan sangat cepat, mudah dan
dapat terjadi diantara orang-orang yang berada pada negara yang berbeda” (H.
Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 155). “TI (teknologi informasi) secara fungsional,
dalam suatu teknologi digital tertentu, memungkinkan penghematan waktu dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
ruang, efisiensi dan kenyamanan (atau bahkan hiburan) bagi penggunanya”
(Assafa Endeshaw, 2007: 11).
Salah satu jasa perbankan yang ditawarkan oleh pihak bank kepada
nasabahnya adalah jasa pelayanan transfer dana. Jasa bank ini sering dikonsumsi
dan digunakan oleh masyarakat luas. Dengan pemanfaatan perkembangan
teknologi dan sistem elektronik, maka bank mengeluarkan alternatif baru dalam
kegiatan transfer dana yang sebelumnya menggunakan sarana warkat (paper
based) yaitu dengan mengeluarkan sebuah kartu atau Bank Card yang disebut
dengan Automatic Teller Machine (ATM) atau dalam Bahasa Indonesia disebut
dengan Anjungan Tunai Mandiri, dimana kartu ini dapat digunakan melalui suatu
mesin yang terprogram khusus untuk kartu ini, sehingga nasabah tidak perlu lagi
melakukan transfer dana melalui bank dan melakukan transaksi dengan sistem
teller, karena dengan penggunaan ATM dapat dilakukan transaksi transfer dana
secara cepat, efisien, dan dapat digunakan kapan saja dan dimana saja tempat
mesin ATM itu berada tanpa ada campur tangan dari pegawai bank. Dengan
menggunakan ATM, transaksi transfer dana ini dapat dimasukkan dalam golongan
Electronic Fund Transfer (Transfer Dana Elektronik).
Dari hal di atas adakalanya suatu jasa yang ditawarkan oleh bank saat ini,
dengan pemanfaatan dan penggunaan jasa perbankan yang telah menggunakan
kemajuan teknologi yang baru, seringkali menimbulkan persoalan dan tidak luput
dari berbagai permasalahan dan ini memberikan konsekuensi hukum bagi para
pihak yang terlibat, yaitu pihak bank dengan nasabah. Biasanya yang banyak
menderita kerugian adalah nasabah bank itu sendiri sehingga perlu adanya payung
hukum (umbrella act) atau suatu perlindungan hukum bagi para nasabah bank
sebagai konsumen jasa bank, jika terjadi persoalan khususnya di sini adalah
transaksi transfer dana dengan menggunakan mesin ATM.
Pada kenyataannya dalam transaksi transfer dana yang banyak dilakukan
melalui perangkat elektronik misalnya dengan penggunaan ATM tidak luput dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
berbagai persoalan dan sering menimbulkan kerugian bagi nasabah bank.
Persoalan tersebut bisa terjadi akibat dari kelalaian dan kesalahan nasabah
maupun persoalan yang bukan diakibatkan oleh nasabah itu sendiri, misalnya
mengenai permasalahan saldo yang sudah terdebet tapi uang yang ditransfer tidak
sampai pada penerima yang menjadi tujuan, transaksinya gagal karena terhambat
oleh sistem bank yaitu jaringan link (jaringan sistem elektronik) antar bank
sehingga menyulitkan proses transaksi, sistem keamanan yang lemah. Selain itu
juga bisa terjadi karena adanya pengendapan dana oleh pihak bank untuk
mendapatkan bunga, belum lagi dengan masih sering terjadinya keterlambatan
dan salah kirim karena human error atau teknologi yang bermasalah, kurangnya
Sumber Daya Manusia (SDM) perbankan yang menguasai teknologi
(www.dannydarussalam.com/.../art.php>) dan lain hal penyebab lainnya.
Jika persoalan timbul akibat kesalahan dan kelalaian nasabah, maka dapat
dibenarkan jika pihak bank tidak mau bertanggung jawab, tetapi jika persoalan
timbul bukan karena diakibatkan oleh diri nasabah dan terjadi hal seperti ini,
seharusnya bank ikut bertanggung jawab karena bank adalah pihak yang lebih
mengetahui seluk-beluk mengenai jasa yang ditawarkan dan di berikan kepada
nasabah. Nasabahpun akan mempertanyakan dan meminta penjelasan atas
kerugian yang diterima, tetapi kebanyakan dari pihak bank tidak pernah serius
menanggapi hal tersebut. Di sinilah letak kelemahan kedudukan nasabah bank
sebagai konsumen, karena pada waktu melakukan transaksi transfer dana dengan
penggunaan ATM, tidak ada pihak bank (pegawai bank) di sana yang
menyaksikan. Dalam menghadapi permasalahan seperti di atas para nasabah bank
pun dihadapkan terhadap persoalan kurangnya pengetahuan nasabah mengenai
dunia perbankan, para nasabah seringkali membiarkan masalah tersebut tanpa
menindaklanjuti usaha mereka untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai
pengguna jasa perbankan, meskipun ada juga beberapa nasabah yang telah sampai
melakukan upaya hukum saat terjadi persoalan transfer dana yang merugikan
nasabah tersebut secara materiil dalam jumlah besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Ada banyak kasus yang terjadi mengenai persoalan ini, salah satu contohnya
adalah beberapa waktu yang lalu, terjadi suatu peristiwa di mana seorang nasabah
bank memiliki pengalaman buruk dengan sebuah bank swasta. Pada tanggal 24
Mei 2009, nasabah tersebut melakukan transfer via ATM suatu bank swasta
cabang Sumber Sari Bandung sebesar Rp. 900.000,00 ke Bank swasta lain
(rekening milik ayahnya). Seperti biasanya nasabah tersebut memasukkan nomor
rekening si penerima berikut kode banknya lalu diikuti dengan jumlah
nominalnya. Dilayar mesin ATM nasabah diminta menunggu. Setelah lama
menunggu transaksi dinyatakan batal. Namun ketika, nasabah tersebut mengecek
saldonya ternyata saldo telah berkurang sebanyak Rp. 900.000,00. Sesampainya
dirumah nasabah tersebut komplain dan menelepon ke 14041. Namun costumer
service bank tersebut menyatakan bahwa transaksi telah berhasil. Nasabah
tersebut diminta menunggu sampai keesokan harinya. Keesokan harinya tanggal
25 Mei 2009 saldo kiriman belum juga diterima oleh rekening penerima. Nasabah
tersebut kemudian komplain ke bank tempat ia membuka rekeningnya. Disana
permintaannya ditanggapi dengan mengisi sebuah formulir. Disana costumer
service sempat berkata transfer via ATM itu waktunya dua hari dan jika transfer
antar bank via ATM harusnya dilakukan pada jam kerja. Sepengetahuan nasabah
transfer via ATM bisa kapan saja dan saldo akan sampai detik itu juga. Terus
terang nasabah ini kecewa dengan kinerja Bank tersebut. Setelah komplain itu,
nasabah diminta menunggu dua minggu lamanya yaitu tanggal 8 sampai dengan
10 Juli 2009. Dengan segala usaha nasabah menyatakan komplain ketempat bank
dimana ia membuka rekening. Terakhir ia komplain pada tanggal 28 Mei 2009
dengan membawa bukti hasil print buku tabungan rekening penerima untuk
membuktikan bahwa pada tanggal 24 Mei 2009 tidak ada transaksi sebesar Rp
900.000,00. Pada komplain yang terakhir nasabah diperlihatkan oleh costumer
service, bahwa pihak bank telah menge-mail kantor pusat Jakarta sebanyak lima
kali. Namun tidak ada tanggapan. Lalu si nasabah menanyakan apakah uangnya
akan kembali dan costumer service bank tersebut menjawab agar nasabah tersebut
menunggu pada proses berikutnya nanti.
(http://suarapembaca.detik.com/read/2009/06/01/142423/1140699/283/transfer-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
atm-lippo-ke-nisp-dinyatakan-batal-namun-saldo-berkurang). Dari kasus dan
permasalahan tersebut, hal ini tentu sangat merugikan nasabah padahal nasabah
adalah pihak pengguna jasa bank yang juga merupakan anggota bank karena telah
memiliki hubungan hukum atau keterikatan dengan bank lewat perjanjian yang
telah disepakati dari awal sebagai nasabah diawal pembukaan rekening. Hal ini
menunjukkan ketika nasabah meminta kejelasan akan permasalahannya, bank
kurang peduli dan kurang bertanggung jawab terhadap kepentingan nasabahnya.
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara.
Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa lainnya, bank melayani kebutuhan
pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor
perekonomian (Hermansyah, 2008: 7). Proses transfer dana itu proses yang
kompleks dan berpotensi memunculkan risiko dan konsekuensi hukum bagi pihak
yang terlibat, apalagi dengan adanya penggunaan sistem (perangkat) elektronik
seperti ATM, yang digunakan pada sebuah mesin yang dalam berfungsinya
memiliki keterbatasan dan kelemahan. Banyak masyarakat yang belum sadar dan
kurang pengetahuan untuk menyelesaikan hak-hak mereka. Kedudukan nasabah
lemah dalam hal transfer dana melalui ATM biasanya ada pada hal pembuktian.
Dalam hal ketidakpuasan dari nasabah terhadap bank biasanya diakibatkan oleh
tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank, ataupun dikarenakan pelayanan yang
buruk dari suatu bank, sehingga dapat menimbulkan kekecewaan dan hilangnya
kepercayaan antara nasabah kepada bank dan ini bisa berpengaruh pada
kelangsungan usaha bank tersebut.
Hubungan hukum antara nasabah dengan bank adalah berdasarkan perjanjian,
maka sangat wajar jika kepentingan dan hak nasabah harus mendapatkan
perlindungan hukum. Salah satu tujuan hukum adalah memberikan perlindungan
kepada masyarakat. Tidak dapat disangkal bahwa memang telah ada political will
dari pemerintah untuk melindungi kepentingan nasabah bank, yaitu dari
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, selain yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Hermansyah, 2008:
133). Karena dalam pelayanan jasanya, bank telah memakai sarana teknologi dan
sistem elektronik yang semakin maju maka hal perlindungan hukum bagi nasabah
juga terkait dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Selain itu telah dibentuknya Lembaga atau Badan
Hukum yang mendukung dalam memberikan perlindungan terhadap nasabah
sebagai konsumen jasa perbankan, seperti Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK), dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
sebagai sarana dalam menyelesaikan persoalan berkaitan dengan perlindungan
nasabah.
Dari uraian fakta dan penjelasan diatas, maka penulis merasa perlu untuk
mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan diatas melalui suatu kajian hukum
terhadap suatu bentuk perlindungan nasabah bank sebagai konsumen jasa
perbankan dalam transaksi transfer dana menggunakan sarana Anjungan Tunai
Mandiri yang dapat juga dikaji dari hukum positif yang berlaku di Indonesia yaitu
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, dan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Maka penulis tertarik dan
memilih suatu judul pada penulisan hukum ini yaitu: “PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM TRANSAKSI TRANSFER
DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, beberapa permasalahan
pokok yang akan diteliti oleh penulis dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank terhadap
penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) pada transaksi transfer dana?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia telah ideal
dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi
transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM)?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai
oleh peneliti, yang mana tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan obyektif
a. Untuk mengetahui suatu bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank
terhadap penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) pada transaksi
transfer dana.
b. Untuk mengetahui apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia telah ideal dalam memberikan perlindungan hukum bagi
nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan
Tunai Mandiri (ATM).
c. Untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai perlindungan hukum
bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan
Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
2. Tujuan Subyektif
a. Menambah, memperluas dan mengaplikasikan pengetahuan dan wawasan
penulis mengenai hukum tentang perlindungan nasabah bank sebagai
konsumen/pengguna jasa perbankan dalam hal ini adalah berkaitan
dengan transaksi transfer dana menggunakan ATM.
b. Menerapkan konsep-konsep ataupun teori-teori hukum yang diperoleh
penulis dalam mendukung penelitian ini.
c. Untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana di bidang
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian itu sangat diharapkan dapat menjadi masukan yang
berguna sehingga dapat mendatangkan suatu manfaat. Manfaat dari penelitian
yang penulis lakukan adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan manfaat pada pengembangan ilmu hukum pada umumnya
dan Hukum Perdata pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi,
masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya yang
berguna bagi para pihak-pihak yang berkepentingan.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemecahan atas
permasalahan yang diteliti.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran dan
informasi tentang penelitian yang sejenis dan masukan bagi masyarakat
luas tentang perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi
transfer dana menggunakan ATM.
b. Memberikan pendalaman, pengetahuan dan pengalaman yang baru
kepada penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji, yang dapat
berguna bagi penulis dikemudian hari.
E. Metode Penelitian
Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian ilmiah
dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan yakni peneliti harus lebih dulu
memahami konsep dasar ilmu pengetahuan (yang berisi sistem dan ilmunya) dan
metodologi penelitian disiplin ilmu tersebut. Lebih jelasnya dalam suatu
penelitian hukum, konsep dasar tentang ilmu hukum menyangkut sistem kerja dan
isi ilmu hukum haruslah sudah dikuasai. Selanjutnya baru penguasaan metodologi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
penelitian sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap komunitas pengembang
ilmu hukum (Johnny Ibrahim, 2006: 25- 26).
Suatu penelitian telah dimulai, apabila seseorang berusaha untuk
memecahkan suatu masalah, secara sistematis dengan metode-metode dan teknik-
teknik tertentu, yakni yang ilmiah. Dengan demikian, maka suatu kegiatan ilmiah
merupakan suatu usaha untuk menganalisa serta mengadakan konstruksi, secara
metodologis, sistematis dan konsisten. Dalam hal ini, penelitian merupakan suatu
sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan baik dari segi teoritis maupun
praktis. Penelitian merupakan suatu bagian pokok dari ilmu pengetahuan, yang
bertujuan untuk lebih mengetahui dan lebih memperdalami segala segi kehidupan
(Soerjono Soekanto, 2006: 3). Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode”
yang berarti “jalan ke”; namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan,
dengan kemungkinan-kemungkinan, sebagai berikut:
1. suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian,
2. suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan,
3. cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur (Soerjono Soekanto, 2006:
5)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metodologi merupakan suatu unsur
yang mutlak harus ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan
konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah
berdasarkan suatu sistem; sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2006: 42).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan
metode penulisan antara lain sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Ditinjau dari sudut tujuan penelitian hukum sendiri, maka pada penelitian
ini, penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka,
dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum
kepustakaan (Soerjono Soekanto, Sri Mamuji, 1990: 15).
Penelitian hukum ini merupakan suatu penelitian hukum yang dikerjakan
dengan tujuan menemukan asas atau doktrin hukum positif yang berlaku.
Penelitian tipe ini lazim disebut sebagai “studi dogmatic” atau yang dikenal
dengan doctrinal research (Bambang Sunggono, 2007: 86).
2. Sifat Penelitian
Dilihat dari sudut sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif. Suatu
penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya
adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di
dalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-
teori baru (Soerjono Soekanto, 2006: 10). Dalam penelitian ini penulis ingin
mendeskripsikan secara khusus suatu bentuk perlindungan hukum bagi nasabah
bank dalam transaksi transfer dana melalui penggunaan Anjungan Tunai
Mandiri (ATM).
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
(secondary data), yaitu data yang tidak diperoleh langsung dari sumbernya
atau yang tidak diperoleh secara langsung dari masyarakat tetapi dari bahan
pustaka. Data sekunder antara lain, mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan
seterusnya (Soerjono Soekanto, 2006: 12).
4. Sumber Data
Didalam penelitian hukum ini, dipergunakan jenis data sekunder, yang dari
sudut kekuatan mengikatnya digolongkan ke dalam beberapa sumber data,
yaitu:
a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan–bahan hukum primer terdiri
dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter
Mahmud Marzuki, 2006: 141). Bahan hukum primer dalam penelitian ini
adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki,
2006: 141). Sebagai pendukung dari data yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu terdiri dari buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum,
internet, sumber lainnya yang memiliki korelasi dengan penelitian ini.
c) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder;
contohnya adalah kamus atau ensiklopedia, indeks kumulatif, dan
seterusnya (Soerjono Soekanto, 2006: 52).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data dengan
jalan membaca literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang
dibahas berdasarkan data sekunder dari peraturan perundang-undangan, buku-
buku, internet, dan jurnal. Dari data tersebut kemudian dianalisis dan
dirumuskan sebagai data penunjang dalam penulisan hukum ini. Bahwa cara
pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan
dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret
yang dihadapi (Jonny Ibrahim, 2006: 393).
6. Metode Analisis Data
“Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data” (Lexy
J. Moleong, 2009: 280). Data yang diperoleh (dikumpulkan) dalam penelitian
ini dianalisis dengan mempergunakan teknik analisa data kualitatif. Analisis
data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah “upaya yang dilakukan
dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain” (Lexy J. Moleong,
2009: 248).
Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data hakikatnya adalah
kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.
Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis
tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi (Soerjono
Soekanto, 2006: 250-251). Dalam penelitian ini bersifat inventarisasi aturan-
aturan hukum yaitu menggambarkan hukum dengan logika hukum analisis
kualitatif menggunakan metode logika deduktif (Hari Purwadi, 2009: 4).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Pengolahan dan analisis data pada dasarnya tergantung pada jenis datanya,
bagi penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak
bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum.
Penafsiran memiliki karakter hermeneutik. Hermeneutik atau penafsiran
diartikan sebagi proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi
mengerti (Amiruddin, H. Zainal Asikin, 2006: 163).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh, dalam bagian ini penulis
mensistematisasikan dalam bagian-bagian yang dibahas menjadi beberapa bab
yang dapat saling terkait secara sistematis, terarah, dan mudah dimengerti,
sehingga saling mendukung dan menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh, guna
memberikan arahan dan gambaran penulisan dalam penelitian hukum ini.
Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan mengenai latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian dan selanjutnya adalah sistematika
penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini membahas mengenai dua hal yaitu :
A. Kerangka Teoritis
Kerangka Teoritis yang mendasari penelitian ini sebagai
pendukung dalam memecahkan permasalahan yang diangkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dan dikaji, yaitu Tinjauan Umum Tentang Perbankan,
Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum Bagi Nasabah
Bank, Tinjauan Umum Tentang Transaksi, Tinjauan Umum
Tentang Transfer Dana, serta Tinjauan Umum Tentang
Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
B. Kerangka Pemikiran
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini merupakan hasil penjelasan dari penelitian
yang berupa bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank
terhadap penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) pada
transaksi transfer dana serta apakah peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia telah ideal dalam
memberikan perlindungan nasabah bank dalam transaksi transfer
dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
BAB IV : PENUTUP
Pada bagian akhir dari penulisan penelitian ini adalah berisi
kesimpulan dari pembahasan permasalahan yang diangkat penulis
dan saran-saran sebagai suatu masukan maupun perbaikan dari
apa yang telah didapatkan selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Perbankan
a. Pengertian Perbankan
Pengertian bank menurut A. Abdurrachman adalah “Bank berasal
dari bahasa Italy “banca” yang berarti bence, yaitu suatu bangku tempat
duduk. Sebab, pada zaman pertengahan, pihak bankir Italy yang
memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan
duduk di bangku-bangku di halaman pasar” (Munir Fuady, 2003: 13).
O.P. Simorangkir memberikan batasan definisi mengenai bank itu sendiri
yaitu “Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang
bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu
dilakukan dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang
dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan
alat-alat pembayaran baru berupa uang giral” (Sentosa Sembiring, 2000:
1).
Sementara itu Dr. B.N. Ajuha sebagaimana telah diterjemahkan oleh
H. Malayu S.P. Hasibuan dari bahasa aslinya menyatakan pengertian
bank yaitu ”Bank provided means by which capital is transferred from
those who cannot use it profitable to those who can use it productively
for the society as whole. Bank provided which channel to invest whithout
any risk and at a good rate of interest” yang berarti bank menyalurkan
modal dari mereka yang tidak dapat menggunakan secara
menguntungkan pada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif
untuk keuntungan masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk
menginvestasikan tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang
menarik (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 1-2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 07 Tahun
1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, didalam Pasal 1 ayat (2) dinyatakan, pengertian
Bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya (Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 Tentang Perbankan). Melihat pada definisi bank dan
perbankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan tersebut,
menurut Abdulkadir Muhammad pengertian perbankan lebih luas
dibandingkan dengan bank. Pengertian perbankan merupakan rumusan
umum yang abstrak mencakup 3 (tiga) aspek utama, yaitu :
1) Kelembagaan bank,
2) Kegiatan usaha bank,
3) Cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha bank (Abdulkadir
Muhammad, Rilda Murniati, 2000: 33).
Sementara itu Munir Fuady mengartikan perbankan adalah yang
mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek
kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu
bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung
jawab para pihak tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain
yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut (Munir Fuady, 2003:
14).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Dalam dunia perbankan yang telah disebutkan oleh Undang-
Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan ada pihak yang disebut dengan nasabah.
Nasabah bank terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
1) Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank (Pasal 1 ayat
(16));
2) Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di
bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan (Pasal 1 ayat (17));
3) Nasabah debitur adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan (Pasal 1 ayat (18)).
b. Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan
Dalam Pasal 2, 3 dan 4 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang perbankan, dinyatakan
asas, fungsi, dan tujuan perbankan, yaitu:
1) Asas
Perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegiatan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian.
2) Fungsi
Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dana dan
penyalur dana masyarakat.
3) Tujuan
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
rakyat banyak.
Sebagai lembaga perantara, falsafah yang mendasari kegiatan
usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, bank
sebagai lembaga kepercayaan masyarakat mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a) Dalam menerima simpanan dari Surplus Spending Unit (SSU),
bank hanya memberikan pernyataan tertulis yang menjelaskan
bahwa bank telah menerima simpanan dalam jumlah dan untuk
jangka waktu tertentu.
b) Dalam menyalurkan dana kepada Defisit Spending Unit (DSU),
bank tidak selalu meminta agunan berupa barang sebagai jaminan
atas pemberian kredit yang diberikan kepada DSU yang memiliki
reputasi baik.
c) Dalam melakukan kegiatannya, bank lebih banyak menggunakan
dana masyarakat yang terkumpul dalam banknya dibandingkan
dengan modal dari pemilik atau pemegang saham bank.
Sebagai lembaga kepercayaan bank selalu dituntut untuk selalu
memperhatikan kepentingan masyarakat disamping kepentingan bank itu
sendiri dalam mengembangkan usahanya (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002:
3-4).
c. Jasa-Jasa Perbankan
Dalam rangka menambah sumber-sumber penerimaan bagi bank
serta untuk memberikan pelayanan kepada nasabahnya, bank menyediakan
berbagai bentuk jasa-jasa. Bentuk jasa-jasa ini mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu, sedangkan bentuk jasa bank yang saat ini ada adalah:
1) Pengiriman uang atau transfer
2) Kliring (Clearing)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3) Inkaso (Collection)
4) Safe Deposit Box (SDB)
5) Bank Card
6) Bank Notes
7) Traveller’s Cheque
8) Letter Of Credit (L/C)
9) Bank Garansi (Johannes Ibrahim, 2004: 123).
2. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum
a. Pengertian Hukum
Di bawah ini adalah beberapa pendapat para ahli hukum tentang
definisi hukum sebagai berikut:
1) Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat yang dengan ini
kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan
kehendak bebas dari orang lain menuruti peraturan hukum tentang
kemerdekaan.
2) E. Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan
larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan
seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang
bersangkutan.
3) Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan yang bersifat memaksa
yang diadakan untuk mengatur dan melindungi kepentingan orang
dalam masyarakat.
4) M. H. Tirtaamidjata, hukum adalah semua aturan yang harus diturut
dalam tingkah laku dan tindakan dalam pergaulan hidup dengan
ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan itu yang
akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan
kehilangan kemerdekaannya, didenda, dan sebagainya.
5) J.T.C. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum ialah
peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku
manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
resmi berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibat
diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman (Ishaq, 2009: 3).
b. Fungsi, Tujuan dan Akibat Hukum
Fungsi hukum terdiri dari:
1) Fungsi hukum sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat.
2) Fungsi hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial
lahir batin.
3) Fungsi hukum sebagai sarana penggerak pembangunan.
4) Fungsi kritis dari hukum, dimana daya kerja hukum meliputi
pengawasan terhadap aparatur pengawasan, aparatur pemerintahan,
dan aparatur penegak hukum termasuk didalamnya (Soedjono
Dirdjosisworo, 1984: 153-155).
Tujuan hukum itu sendiri adalah hukum menghendaki kerukunan
dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Hukum itu mengisi
kehidupan yang jujur dan damai dalam seluruh lapisan masyarakat
(Soedjono Dirdjosisworo, 1984: 17).
Akibat Hukum merupakan suatu akibat yang ditimbulkan oleh
adanya suatu hubungan hukum. Hubungan hukum memberikan hak dan
kewajiban yang ditentukan undang-undang, dan berakibat bahwa orang
yang melanggar dapat diituntut ke pengadilan (Soedjono Dirdjosisworo,
1984: 129).
c. Pengertian Perlindungan Hukum
Dalam pergaulan hidup manusia kepentingan-kepentingan manusia
senantiasa berlanggaran satu sama lain, maka tujuan hukum adalah
melindungi kepentingan-kepentingan tersebut dan menunjukan usahanya
untuk menyelesaikan masalah kepentingan-kepentingan yang hakekatnya
bertentangan dengan cara yang adil (Soedjono Dirdjosisworo, 1984: 11).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, untuk
itu hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung
normal, damai, ataupun terjadi pelanggaran hukum. Jika hukum telah
dilanggar maka perlu ditegakkan, sehingga hukum menjadikan kenyataan.
Tiga unsur penegakkan hukum yang harus diperhatikan yaitu kepastian
hukum, kemanfaatan dan keadilan (Sudikno Mertokusumo, A. Pitlo, 1993:
1).
Perlindungan hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah suatu upaya
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya
tersebut. Kekuasaan itu disebut sebagai hak. Suatu kepentingan merupakan
sasaran dari hak, bukan hanya karena dilindungi hukum tetapi karena
pengakuan terhadapnya. Hak tidak hanya mengandung unsur perlindungan
dan kepentingan, melainkan juga kehendak (Satjipto Rahardjo, 2000: 53-
54). Perlindungan hukum adalah segala upaya atau perbuatan yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan bagi
subjek hukum agar tercipta keteraturan dan ketertiban masyarakat.
Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Perlindungan Hukum Preventif yaitu perlindungan yang diberikan
oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya
pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan
dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan
rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.
2) Perlindungan Hukum Represif yaitu perlindungan akhir berupa sanksi
seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila
sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran
(eprints.undip.ac.id/16220/1/agnes_vira_ardian.pd).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
3. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank
a. Hubungan Bank dengan Nasabah
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dan bank
terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu :
1) Hubungan Kontraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan
nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir
terhadap semua nasabah baik nasabah debitur, nasabah deposan
(termasuk dalam nasabah penyimpan dana), ataupun nasabah
nondebitur-nondeposan. Terhadap nasabah debitur hubungan
kontraktual didasarkan suatu kontrak yang dibuat antara bank
sebagai debitur dan nasabah sebagi pihak kreditur. Hukum kontrak
yang mendasari hubungan bank dan nasabah debitur adalah Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua
belah pihak.
Untuk hubungan kontraktual nasabah deposan atau nasabah
nondebitur-nondeposan tidak terdapat ketentuan yang khusus yang
diatur dalam KUHPerdata. Kontrak nasabah ini hanya tunduk pada
ketentuan umum KUHPerdata tentang kontrak. Kontrak antara bank
dan nasabah deposan atau nasabah nondeposan-nondebitur, lazimnya
hanya diatur dalam bentuk kontrak yang sangat simpel. Dalam hal
ini sama dengan kontrak kredit, diberlakukan kontrak dalam bentuk
kontrak standar (kontrak baku), yang biasanya terdapat ketentuan
yang berat sebelah, dimana pihak bank seringkali diuntungkan.
Oleh karena itu, ada 3 (tiga) tingkatan dari pemberlakuan
hubungan kontraktual pada hubungan antara nasabah penyimpan
dana dan pihak bank yaitu :
a) Sebagai hubungan debitur (bank) dan kreditur (nasabah);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
b) Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari
hanya sekedar hubungan debitur-kreditur;
c) Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak
yang tersirat.
Pada prinsipnya hubungan antara nasabah penyimpan dana dan
bank adalah hubungan kontraktual (hubungan kreditur dan debitur),
tidak mengherankan jika dalam praktek, seringkali pihak nasabah,
terutama nasabah penyimpan dana tidak mendapat perlindungan
yang sewajarnya oleh sektor hukum.
2) Hubungan Nonkontraktual
Ada 6 (enam) jenis hubungan hukum nonkontraktual antara
bank dan nasabah, terutama nasabah deposan dan nasabah
nondeposan-nondebitur, yaitu :
a) Hubungan Fidusia (Fiduciary Relation),
b) Hubungan Konfidensial,
c) Hubungan Bailor-Bailee,
d) Hubungan Principal-Agen,t
e) Hubungan Mortgagor-Mortgagee, dan
f) Hubungan Trustee-Beneficiary.
Akan tetapi, berhubung hukum Indonesia tidak dengan tegas
mengakui hubungan-hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan
tersebut baru dapat dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam
suatu kontrak. Atau setidak-tidaknya ada kebiasaan dalam praktek
perbankan untuk mengakui eksistensi kedua hubungan (hubungan
kontraktual dan nonkontraktual) tersebut (Munir Fuady, 2003: 100-
102).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Hubungan antara nasabah dangan bank juga dapat dikatakan
bahwa nasabah merupakan konsumen dari jasa perbankan dimana
konsumen adalah pihak yang mengkonsumsi dan menggunakan jasa
layanan perbankan dan Bank adalah pelaku usaha yang menyediakan
jasa bagi konsumen. Pengertian pelaku usaha menurut Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
adalah “Pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi” (Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah
“konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK). UUPK menyatakan, konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (Shidarta, 2000:
1).
Michael Leboef menyatakan mengenai pengertian konsumen,
yaitu “Costumer adalah orang yang mempercayakan keinginannya
kepada bank antara lain untuk memecahkan masalah (solution
problem), keinginan untuk mendapatkan pelayanan komitmen, cepat,
bersifat pribadi dan berkualitas” (H. Malayu. S.P. Hasibuan, 2001:
161).
Melihat pada pengertian di atas, pelaku usaha dalam hal ini
adalah Bank. Bank terikat hubungan hukum dengan nasabah sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
konsumen jasa perbankan atas dasar perjanjian keanggotaan diawal
pembukaan rekening pada bank yang bersangkutan. Dasar dari pada
adanya hubungan hukum ini adalah adanya perikatan atau perjanjian
antara kedua belah pihak. Perjanjian yang dibuat oleh Bank yang
mengikat kedua belah pihak didasarkan pada Asas Kebebasan
Berkontrak. Dalam asas kebebasan berkontrak dinyatakan bahwa
setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah
diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Tetapi kebebasan
tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-
undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak
bertentangan dengan kesusilaan (Abdulkadir Muhammad, 2000:
225).
b. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah
Berkaitan dengan Perlindungan Hukum Terhadap nasabah ini,
Marulak Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan
Indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana,
dapat dilakukan dengan 2 (dua ) cara :
1) Perlindungan secara implisit (Implisit deposit protection), yaitu
perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank
yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan
bank. Perlindungan ini dapat di peroleh melalui Peraturan
perundang-undangan di Bidang Perbankan, pengawasan dan
pembinaan yang efektif oleh Bank Indonesia, upaya menjaga
kelangsungan usaha bank pada khususnya dan perlindungan terhadap
sistem perbankan pada umumnya, memelihara tingkat kesehatan
bank, melakukan usaha dengan prinsip kehati-hatian, cara pemberian
kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah serta
menyediakan informasi risiko pada nasabah.
2) Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu
perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
simpanan masyarakat. Perlindungan ini diperoleh melalui
pembentukan lembaga yang menjamin simpanan, sebagaimana
diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang
Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.
Perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana dapat juga
di kategorikan dalam 2 (dua) macam, yaitu:
1) Perlindungan Tidak Langsung
Perlindungan secara tidak langsung oleh dunia perbankan
terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu
perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan
dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul dari suatu
kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh
bank. Hal ini adalah suatu upaya tindakan pencegahan secara
internal melalui :
a) Prinsip Kehati-hatian
b) Batas Minimum Pemberian Kredit (BMPK)
c) Kewajiban Mengumumkan Neraca dan Perhitungan Laba Rugi
d) Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank
2) Perlindungan Langsung
Perlindungan secara langsung oleh dunia perbankan adalah
suatu perlindungan yang diberikan pada nasabah penyimpan dana
secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko kerugian
dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Perlindungan ini
terdiri dari :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
a) Hak Preferen Nasabah Penyimpan Dana
Hak Preferen adalah suatu hak yang diberikan kepada
seorang kreditor untuk didahulukan dari kreditor-kreditor yang
lain. Dalam sistem perbankan Indonesia, nasabah penyimpan
merupakan kreditor yang mempunyai hak preferen dalam arti
bahwa nasabah penyimpan yang harus didahulukan dalam
menerima pembayaran dari bank yang sedang mengalami
kegagalan atau kesulitan dalam memenuhi kewajibannya.
Berkaitan dengan itu, sebagaimana diketahui bahwa dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
telah mengatur pasal-pasal yang bertujuan memberikan
perlindungan hukum kepada nasabah penyimpan dana dan
simpanannya yang ada pada bank. Adapun ketentuan pasal-pasal
tersebut adalah :
(1) Pasal 29 ayat (3) :
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha
lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang
mempercayakan dananya kepada bank.
(2) Pasal 29 ayat (4) :
Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan
informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian
sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan
melalui bank.
b) Lembaga Asuransi Deposito
Misi dari lembaga asuransi deposito adalah memelihara
stabilitas dari sistem keuangan negara dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
mengasuransikan para deposan bank dan mengurangi gangguan-
gangguan terhadap perekonomian nasional yang disebabkan
kegagalan-kegagalan yang dialami oleh perbankan. Mengenai
lembaga asuransi ini, sesungguhnya telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang Jaminan Simpanan
Uang Pada Bank yang ditetapkan pada tanggal 22 Agustus 1973.
Sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, belum
dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Berkaitan dengan jaminan terhadap dana masyarakat, telah
diatur dalam ketentuan Pasal-Pasal dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, yaitu Pasal 37 B ayat (1) yang
menyatakan bahwa “Setiap bank wajib menjamin dana
masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan” serta
Pasal 37 B ayat (2) yang menyatakan bahwa “Untuk menjamin
simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam
Ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan. Pembentukan
Lembaga penjamin Simpanan ini berguna untuk melindungi
kepentingan nasabah dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada bank” (Hermansyah, 2008: 134-145).
Beberapa mekanisme yang dipergunakan dalam rangka perlindungan
nasabah bank adalah sebagai berikut :
1) Pembuatan Peraturan Baru
Lewat pembuatan peraturan baru di bidang perbankan atau
merevisi peraturan yang sudah ada untuk memberikan perlindungan
terhadap nasabah.
2) Pelaksanaan Peraturan Yang Ada
Pelaksanaan peraturan yang ada di bidang perbankan secara
lebih ketat oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang
bertujuan melindungi nasabah sehingga dapat dijamin law
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
enforcement yang baik. Peraturan perbankan harus ditegakkan secara
obyektif tanpa melihat siapa direktur, atau pemegang saham dari
bank yang bersangkutan.
3) Perlindungan Nasabah Deposan Lewat Lembaga Asuransi Deposito
Perlindungan khusus bagi nasabah deposan melalui lembaga
asuransi deposito yang adil dan predictable.
4) Memperketat Perizinan Bank
Memperketat perizinan pendirian suatu bank baru adalah salah
satu cara agar bank tersebut kuat dan qualified sehingga dapat
memberikan keamanan bagi nasabahnya.
5) Memperketat Pengaturan di Bidang Kegiatan Bank
Ketentuan yang menyangkut kegiatan bank banyak juga yang
secara langsung atau tidak langsung bertujuan melindungi nasabah.
Pengaturan–pengaturan tersebut khususnya yang menyangkut
kegiatan bank, adalah sebagai berikut :
a) Ketentuan mengenai permodalan yaitu mengenai kecukupan
modal yang diukur dari presentase tertentu terhadap aktiva
Terimbang Menurut Risiko (ATMR).
b) Ketentuan mengenai manajemen, yang dalam hal ini mengenai
penilaian kualitatif mengenai manajemen.
c) Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif, dalm hal ini di
ukur tingkat kemampuan pengembaliannya dengan kategori
lancar, kurang lancar, diragukan atau macet.
d) Ketentuan mengenai likuiditas, yang diukur dengan Cash Ratio.
e) Ketentuan mengenai Rentabilitas.
f) Ketentuan mengenai Solvabilitas.
g) Ketentuan mengenai kesehatan bank.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
6) Memperketat Pengawasan Bank
Dalam rangka meminimalkan risiko yang ada dalam bisnis bank,
maka pihak otoritas, khususnya Bank Indonesia (juga dalam hal ini
Menteri Keuangan) harus melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap bank-bank yang ada. Dalam fungsi pengawasan ini Bank
Indonesia maupun Menteri Keuangan tidak dapat mencampuri secara
langsung urusan intern bank yang diawasinya itu. Sebab
pengendalian bank tersebut tetap menjadi kewenangan pengurus
bank tersebut (Munir Fuady, 2003: 104-107).
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, karena nasabah adalah
konsumen jasa perbankan maka hal perlindungan hukum nasabah terkait
dengan perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen (Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). “Perlindungan
konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan
keselamatan konsumen, serta kepastian hukum” (Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional,
yaitu :
1) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha unuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
3) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materiil dan spiritual.
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.
Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan
substansinya, dapat dibagi mejadi 3 (tiga) asas, yaitu:
1) Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan
keselamatan konsumen,
2) Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas kesimbangan, dan
3) Asas kepastian hukum (Ahmadi Miru, Sutarman Yudo, 2008: 25-
26).
Perlindungan konsumen bertujuan :
1) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
2) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
3) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha;
6) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen (Pasal 3
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 199 Tentang Perlindungan
Konsumen).
Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen yang
dikemukakan oleh John. F.Kennedy yang juga di akomodasikan didalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:
1) hak untuk mendapatkan keamanan (the right safety);
2) hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);
3) hak untuk memilih ( the right to choose);
4) hak untuk didengar (the right to be heard) ( Shidarta, 2000: 16-17).
Inosentius Samsul menyatakan “Dari hak-hak konsumen yang
dipertentangkan dengan kewajiban produsen atau pelaku usaha, ada tiga
hak konsumen yang menurut penulis (Inosentius Samsul) memiliki
kompleksitas persoalan yang cukup rumit, yaitu hak atas informasi, hak
atas fair agreement dan hak untuk mendapatkan ganti kerugian” (Buletin
Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan, hal 19).
Prinsip tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting
dalam hukum perlindungan konsumen. Prinsip tanggung jawab tersebut
dapat dibedakan menjadi:
1) kesalahan (liability based on fault),
2) praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability),
3) praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of
nonliability),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
4) tanggung jawab mutlak (strict liability),
5) dan pembatasan tanggung jawab (limitation of liability) (Shidarta,
2000: 59).
Di sini nasabah dipandang sebagai konsumen. Namun, nasabah
mungkin tidak menyadari akan haknya untuk mendapatkan ganti rugi.
Ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh nasabah, pada dasarnya
berfungsi (Ari Purwadi: 2001):
1) Memulihkan hak-hak konsumen (nasabah) yang dilanggar;
2) Memulihkan atas kerugian baik materiil maupun immateriil yang
telah diderita oleh nasabah, dan
3) Memulihkan ke dalam keadaan semula (Jurnal
Manajemen Dan Kewirausahaan, hal 132).
a. Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka
dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan
memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang
waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan
(http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Arsitektur+Perbankan+Indonesia).
API sendiri merupakan suatu cetak biru sistem perbankan nasional
yang terdiri dari enam pilar untuk mewujudkan visi sistem perbankan yang
sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan
dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Enam pilar dalam API adalah (i) struktur perbankan yang sehat, (ii) sistem
pengaturan yang efektif, (iii) sistem pengawasan yang independen dan
efektif, (iv) industri perbankan yang kuat, (v) infrastruktur yang
mencukupi, dan (vi) perlindungan nasabah
(http://pkditjenpdn.go.id/.../index/php?PerlindunganKonsumen.pdf).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Perlindungan konsumen sampai saat ini belum mendapatkan tempat
yang baik dalam sistem perbankan nasional. Maka masalah perlindungan
dan pemberdayaan konsumen tersebut mendapat perhatian khusus melalui
Pilar Keenam dalam Arsitektur Perbankan Indonesia . Hal ini menunjukan
besarnya komitmen Bank Indonesia dan perbankan untuk menempatkan
konsumen jasa perbankan agar memiliki posisi yang sejajar dengan bank
(Hermansyah, 2008: 188).
3) Tinjauan Umum Tentang Transaksi
a. Pengertian Transaksi
Transaksi adalah perbuatan hukum antara subjek-subjek di mana
masing-masing subjek saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu
hal. Berdasarkan KUHPerdata Transaksi diatur di dalam Buku III
mengenai Hukum Perikatan. Perikatan adalah terjemahan dari istilah
aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Perikatan artinya hal yang
mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat
itu adalah peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, misalnya jual-
beli, dapat berupa kejadian, misalnya kelahiran, dapat berupa keadaan,
misalnya pekarangan berdampingan. Peristiwa hukum tersebut
menciptakan hubungan hukum. Hukum perikatan ini adalah bagian dari
hukum harta kekayaan dan diatur dalam Buku III KUHPerdata yang
meliputi hubungan antara orang dan benda, hubungan orang dengan orang
(Abulkadir Muhammad, 2000: 198).
Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan “Tiap-tiap perikatan dilahirkan
baik karena persetujuan baik karena undang-undang”. Buku III
KUHPerdata tidak memberikan rumus dari suatu perikatan. Menurut Ilmu
Pengetahuan Hukum, dianut rumus bahwa perikatan adalah hubungan
yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak didalam lapangan
harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak
lainnya wajib memenuhi prestasi tersebut. Unsur perikatan terdiri dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
hubungan hukum, kekayaan, pihak-pihak, dan prestasi (Mariam Darus
Badrulzaman, 1996: 1).
Undang-Undang sebagai sumber perikatan, yang dimaksud disini
adalah dapat lahir perikatan antara orang, pihak yang satu dengan pihak
yang lainnya tanpa orang-orang yang bersangkutan menghendakinya (J.
Satrio, 1999: 40). Perikatan yang lahir dari undang-undang terdiri dari
perikatan yang lahir dari undang-undang saja (perikatan yang timbul
karena hubungan kekeluargaan) dan yang lahir dari undang-undang karena
perbuatan orang yang dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan
(zaakwaarneming) atau yang melanggar hukuman (onrechtmatig),
sedangkan perikatan yang lahir dari perjanjian dimana kedua belah pihak
dalam suatu perjanjian, harus mempunyai kemauan yang bebas untuk
mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan (Subekti, 1995: 132-
134).
Sedangkan Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa “ Tiap-tiap
perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau
untuk tidak berbuat sesuatu”. Dari Pasal 1234 KUHPerdata tersebut
prestasi itu dibedakan atas memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak
berbuat sesuatu. Perikatan untuk memberikan sesuatu contohnya adalah
pemberian sejumlah uang, perikatan untuk melakukan sesuatu contohnya
adalah mebangun rumah, dan perikatan untuk tidak melakukan sesuatu
contohnya adalah A membuat perjanjian dengan B ketika menjual
apotiknya, untuk tidak menjalankan usaha apotik dalam daerah yang sama
(Mariam Darus Badrulzaman, 1996: 11-12).
“Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih lainnya” (Abdulkadir Muhammad, 2000:
224). “Perikatan merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
perjanjian adalah sutau peristiwa hukum yang kongkrit” (Subekti, 1995:
122).
Melihat penjelasan diatas dapat juga disimpulkan pengertian bahwa
transaksi adalah suatu perbuatan hukum yang mengakibatkan adanya
hubungan hukum bagi para pihak yang saling berhubungan. Suatu
transaksi lebih condong pada perjanjian yang melahirkan perikatan. Di
dalam transaksi terdapat unsur-unsur prestasi sesuai keterangan Pasal 1234
KUHPerdata yaitu antara lain unsur untuk memberikan sesuatu, berbuat
sesuatu dan tidak berbuat sesuatu dan didalam transaksi pasti ada pihak-
pihak yang saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih
lainnya untuk menyatakan suatu kemauan.
b. Asas-Asas Dalam Transaksi
Dalam mengkaji hal transaksi yang menimbulkan hubungan hukum
bagi para pihaknya, maka perlu memperhatikan beberapa asas-asas dalam
perjanjian. Didalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas, sebagai
berikut:
1) Asas kebebasan berkontrak, yaitu setiap orang bebas mengadakan
perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur ataupun belum oleh
undang-undang, asalkan tidak dilarang oleh undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum. Asas ini diatur dalam Pasal 1338
KUH Perdata (Abdulkadir Muhammad, 2000: 225).
2) Asas konsensualisme, yaitu dapat ditemukan dalam Pasal 1320
KUHPerdata yang didalamnya terdapat istilah ”semua” yang
menunjukan memiliki kesempatan untuk menyatakan keinginannya
dalam suatu perjanjian.
3) Asas kekuatan mengikat, yaitu di dalam perjanjian terkandung asas
kekuatan mengikat artinya, terikatnya para pihak pada apa yang
diperjanjikan dan terhadap unsur lain sepanjang dikehendaki oleh
kebiasaan, kepatuhan dan kebiasaan akan mengikat para pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
4) Asas kepercayaan, yaitu dalam suatu perjanjian harus dapat
menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu
sama lain akan memenuhi prestasinya dikemudian hari.
5) Asas persamaan hak yaitu, menempatkan para pihak didalam
persamaan derajat, tidak ada perbedaan.
6) Asas keseimbangan, yaitu asas ini menghendaki kedua pihak untuk
memenuhi perjanjian itu.
7) Asas kepastian hukum, yaitu perjanjian sebagai suatu figur hukum
harus mengandung kepastian hukum (Mariam Darus Badrulzaman,
1994: 42-44).
c. Syarat Sahnya Transaksi
Dalam konstruksi hukum perdata, setiap transaksi (perjanjian) harus
memenuhi persyaratan yang telah lazim dan sudah lama dijadikan
pedoman di berbagai negara. Karena transaksi merupakan perikatan yang
berdasar pada perjanjian maka di dalam transaksi perlu memperhatikan
syarat sahnya perjanjian. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata atau
Burgerlijk Wetboek (BW), ada empat syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2) Kecakapan untuk membuat suatu periktatan;
3) Suatu hal tertentu;
4) Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena terkait
dengan subjek atau para pihak dalam transaksi. Sedangkan syarat ketiga
dan keempat disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek
suatu transaksi atau perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi
maka transaksi bisa dimintakan untuk dibatalkan. Pihak yang dapat
meminta pembatalan ialah pihak yang menilai dirinya tidak cakap atau
tidak mampu bertindak atau pihak yang menilai dirinya telah dipaksa
untuk bertransaksi. Berbeda dengan syarat subjektif, apabila syarat objektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
tidak terpenuhi maka transaksi dinyatakan batal demi hukum. Dengan kata
lain, perjanjian atau transaksi bisnis dianggap tidak pernah ada (Jurnal
Manajemen Dan Kewirausahaan, hal 130).
Dalam suatu transaksi terdapat suatu keadaan yang dinamakan
wanprestasi dan overmacht (keadaan memaksa). Wanprestasi artinya tidak
memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam
perikatan. Ada 3 keadaan debitur dikatakan dalam keadaan sengaja atau
lalai tidak memenuhi prestasi, yaitu:
1) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;
2) Debitur memenuhi prestasi tapi tidak baik atau keliru;
3) Debitur memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu.
Akibat dari wanprestasi adalah debitur wajib membayar ganti rugi
yang diderita kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata), risiko beralih pada
debitur sejak terjadi wanprestasi pada perikatan memberikan sesuatu
(Pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata), debitur wajib memenuhi perikatan
(Pasal 1267 KUHPerdata), dalam perikatan timbal balik kreditur dapat
menuntut pembatalan/pemutusan perikatan (Pasal 1266 KUHPerdata).
Selain wanprestasi dalam suatu transaksi dapat timbul keadaan yang
disebut overmacht (keadaan memaksa) ialah keadaan tidak dipenuhinya
prestasi oleh debitur karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui
atau tidak dapat diduga akan terjadi ketika membuat perikatan. Dalam
keadaan memaksa, debitur tidak dapat dipersalahkan, karena keadaan ini
timbul diluar kemampuan dan kemauan debitur (Abdulkadir Muhammad,
2000: 203-205). Tentang overmacht ini diatur didalam Pasal 1244 dan
Pasal 1245 KUHPerdata.
d. Transaksi Dalam Perbankan
Dari pengertian transaksi sebelumnya, dapat disimpulkan pengertian
transaksi perbankan. Transaksi Perbankan adalah suatu perbuatan hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dari hubungan hukum yang tercipta antara subyek-subyek yaitu pihak bank
dengan nasabah yang saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu
hal, dalam hal ini adalah melaksanakan pelayanan jasa yang merupakan
kegiatan usaha bank yang diberikan untuk melayani nasabah mulai dari
jasa Kliring, Inkaso, Letter Of Credit, Bank Garansi, Bank Card hingga
kegiatan transfer dana.
4) Tinjauan Umum Tentang Transfer Dana
a. Pengertian Transfer Dana
Pengertian transfer secara umum adalah pengiriman uang lewat
bank. Transfer dapat pula diartikan pemindahan uang dari rekening yang
satu ke rekening yang lain dengan berbagai tujuan (Kasmir, 2004: 148).
Transfer (remittance) merupakan lalu lintas pembayaran modern yang
dilakukan antarkota atau antar Negara. Transfer antarnegara hanya dapat
dilakukan oleh bank devisa.
Transfer adalah pengiriman uang antarkota atau antar negara yang
dilakukan melalui bank. Transfer ini sangat praktis, ekonomis, dan aman
terutama untuk pengiriman uang yang jumlahnya banyak. Transfer
merupakan jasa pengiriman uang lewat bank baik dalam kota, luar kota,
atau keluar negeri. Lama pengiriman tergantung dari sarana yang
digunakan untuk mengirim, demikian juga dengan besarnya biaya kirim
juga sangat tergantung dari sarana yang digunakan (H. Malayu S.P.
Hasibuan, 2002: 123).
Menurut suatu jurnal internasional, pengertian transfer adalah
sebagai berikut:
“Under the Uniform Fraudulent Transfer Act (“UFTA”), a transfer
is every mode, direct or indirect, absolute or conditional, voluntary or
involuntary, of disposing or parting with an asset or an interest in an
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
asset, including the creation of a lien or other encumbrance”. (The
Banking Law Journal, pg 512).
Terjemahannya adalah sebagai berikut:
Di bawah Undang-Undang Transfer Palsu Uniform ( "UFTA"),
sebuah transfer adalah setiap modus, langsung atau tidak langsung,
mutlak atau bersyarat, sukarela atau keterpaksaan dari penempatan yang
sama atau berpisah dengan aset atau kepentingan dalam aset, termasuk
penciptaan atau beban lain.
Dana bank atau Loanable Fund adalah sejumlah uang yang dimiliki
dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya. Dana bank ini
dari dana sendiri (intern) yaitu dana yang bersumber dari dalam bank dan
bersifat tetap dan dan asing (ekstern) yaitu dana yang bersumber dari pihak
ketiga. Dana bank ini digolongkan atas Loanable Funds, Unloanable
Funds, Equity Funds. Loanable Funds, yaitu dana yang selain digunakan
untuk kredit juga untuk secondary reserves dan surat-surat berharga.
Unloanable Funds, yaitu dana yang semata-mata hanya dapat digunakan
sebagai primary reserve. Equity Funds, yaitu dana yang dapat dialokasikan
terhadap aktiva tetap, inventaris dan penyertaan (H. Malayu. S.P.
Hasibuan, 2002: 56).
Adapun jenis sumber-sumber dan bank antara lain:
1) Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
2) Dana yang berasal dari masyarakat luas
3) Dana yang bersumber dari lembaga lain (Kasmir, 2004 : 62).
Transfer dana menurut penjelasan di atas dapat pula disimpulkan
pemindahan uang dari rekening yang satu ke rekening yang lain dengan
berbagai tujuan dimana dana itu merupakan sejumlah uang yang dimiliki
dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
b. Pelaku Transfer Dana
Pelaku Transfer terdiri dari:
1) pengirim atau remitter adalah nasabah yang mengirimkan uangnya
kepada penerima melalui bank.
2) bank pengirim atau remitting bank yang mengirimkan uang baik atas
permintaan nasabah maupun untuk kepentingan bank sendiri.
3) bank pembayar atau paying bank adalah bank yang membayarkan
transfer kepada penerima.
4) penerima atau payee adalah nasabah yang berhak menerima uang
kiriman.
5) bank pemberi ganti atau reimbursing bank adalah bank yang akan
mengganti uang yang telah dibayarkan oleh bank pembayar. Bank
pengganti bisa kantor cabangnya atau bank-bank lainnya mendapat
permintaan dari bank pengirim.
Pencairan transfer dapat dilakukan dengan cara pencairan secara
tunai, pencairan dengan cara memasukkan kedalam rekening Koran atau
buku tabungan penerimanya (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 123-124).
c. Klasifikasi Terhadap Model-Model Pengiriman Uang
Transfer Masuk adalah kiriman uang yang diterima bank yang
dikirim bank lain, baik bank antarkota dalam negeri maupun antar bank
mancanegara. Transfer Keluar adalah pengiriman uang dari suatu bank
kepada bank lain yang dilakukan antarkota atau antarnegara. Transfer
keluar dilakukan atas permintaan nasabah bank atau untuk kepentingan
bank itu sendiri LLG (Lalu Lintas Giro) antar kantornya. Transfer Keluar
dalam negeri dinyatakan dengan valuta sendiri (rupiah), sedangkan
transfer keluar untuk mancanegara dinyatakan dalam valuta asing.
Nasabah pengirim transfer keluar harus memberikan jati dirinya dan jati
diri penerimanya, uang yang dikirimkan telah disetorkan secara efektif ke
bank, pencairan transfer harus dijelaskan (tunai/masuk rekening), jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
transfer pengirimannya harus ditentukan nasabahnya. Selain itu jenis
transfer dana yang lain adalah:
1) Transfer dengan surat (mail-transfer)
2) Transfer dengan wesel/cek bank
3) Transfer dengan telex-telegram (TT)
4) Transfer dengan faksimili
5) Transfer dengan buku tabungan dan ATM
6) Transfer dengan lalu lintas giro (LLG) (H. Malayu S.P. Hasibuan,
2002: 125-126).
Sarana yang digunakan dalam jasa transfer tergantung dari keinginan
nasabah. Sarana yang dipilih mempengaruhi kecepatan digunakan adalah
surat, telex, telepon, faksimile, online computer dan sarana lainnya.
1) Manfaat jasa kiriman uang atau transfer bagi nasabah
a) pengiriman uang lebih cepat
b) aman sampai tujuan
c) pengiriman dapat dilakukan lewat telepon dengan melalui
pembebanan rekening
d) prosedur mudah dan murah
2) Benefit pemberian jasa kiriman uang atau transfer bagi bank
a) biaya kirim
b) biaya provisi dan komisi
c) pelayanan kepada nasabah (Johannes Ibrahim, 2004: 123-124).
Dalam hubungan dengan sistem pengiriman uang di jaman modern
ini, model pengiriman uang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Jika digunakan sarana pengiriman sebagai kriteria.
Terdiri dari :
a) Pengiriman Via Surat (kantor pos) atau mail transfer/ mail order,
yang antara lain dilakukan dengan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
(1) Cek
(2) Banker’s Draft
(3) International Money Order
(4) International Payment order
b) Pengiriman via telegram/elektronik, yaitu melalui :
(1) Telegraphic Tranfer (TT)
(2) Girobank/ Post Office
(3) SWIFT
2) Jika digunakan keterlibatan bank sebagai kriteria.
Terdiri dari :
a) Credit Transfer
b) Debit Transfer
3) Jika digunakan pemakaian sarana teknologi sebagai kriteria.
Terdiri dari :
a) Paper Based Transfer
b) Electronic Transfer
4) Jika digunakan route instruksi transfer dana sebagai kriteria.
Terdiri dari :
a) Transfer 1 (satu) bank
b) Transfer 2 (dua) bank
c) Transfer 3 (tiga) bank
5) Jika digunakan lokasi pelaku pengiriman.
Terdiri dari Transfer International dan Transfer Domestik (Munir
Fuady, 2004: 89-90).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Dalam penelitian ini transfer dana dilakukan menggunakan sarana
Anjungan Tunai Mandiri dan merupakan jenis klasifikasi transfer dana
berdasarkan Pemakaian Sarana Teknologi sebagai Kriteria. Transfer
menggunakan ATM seperti ini dapat disebut juga dengan transfer dana
elektronik. Karena merupakan transfer dana elektronik penggunaan ATM
ini termasuk di dalam suatu transaksi elektronik dengan pemakaian
sistem elektronik dalam pelaksanaannya. Transaksi Elektronik adalah
“perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,
jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya” (Pasal 1 Ayat (2)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik). Sedangkan Sistem Elektronik adalah “serangkaian
perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi
Elektronik” (Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik)
Menurut suatu jurnal internasional, pengertian transfer dana
elektronik (Electronic Fund Transfer) adalah “Inter-bank EFT uses on-
line transactions carried out on private networks to transfer funds; the
bank plays the role of both payer and payee. Such transfers occur
between a bank and its customers, or a bank and another bank. In
contrast to a check payment, which requires several actual cryptographic
processing days and manual efforts like signature verification, check
sorting, and information capture, EFTs are same-day, almost
instantaneous payments” (Journal of Electronic Commerce Research, pg
17).
Terjemahannya adalah sebagai berikut:
Antar bank Transfer Dana Elektronik menggunakan on-line transaksi
dilakukan pada jaringan swasta untuk mentransfer dana; bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
memainkan peran baik pembayar dan penerima pembayaran. Pengalihan
seperti terjadi antara bank dan pelanggannya, atau sebuah bank dan bank
lain. Berbeda dengan pembayaran cek, yang memerlukan beberapa
pengolahan kriptografi, sebenarnya hari dan upaya manual seperti
verifikasi tanda tangan, cek menyortir, dan informasi menangkap,
Electronic Fund Transfer dilakukan pada hari yang sama, hampir
seketika pembayaran.
Electronic transfer merupakan transfer dana dimana 1 (satu)
atau lebih bagian dalam transfer dana yang dahulu digunakan dengan
memakai warkat (secara fisik) kemudian diganti dengan menggunakan
teknik elektronik. Bagian–bagian dalam Transfer dana yang dahulunya
memakai paper based, tetapi kemudian diganti dengan sistem elektronik
adalah sebagai berikut :
1) Pengiriman pesan elektronik di antara bank pengirim dan bank
penerima dirubah dengan instruksi pembayaran via teleks, SWIFT
(The Society for Worldwide Interbank Financial Telecomunications)
atau hubungan computer to computer.
2) Data–data penting yang dibuat dengan sistem data yang terekam
dengan mesin.
3) Penggunaan data, terminologi dan dokumentasi pengiriman yang
standar.
4) Pembuatan instruksi transfer dengan komputer.
5) Menciptakan sistem elektronik baru yang tidak sekedar
menggantikan sistem lama yang berdasarkan paper based (Munir
Fuady, 2004: 103-104).
Ada beberapa ciri dari transfer elektronik yang membedakannya
dengan sistem konvensional yang memakai warkat (paper based). Ciri-
ciri transfer elektronik tersebut adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
1) Pemakaian Sistem Elektronik Yang Canggih
Pemanfaatan sistem elektronik dan teknologi yang canggih dalm
proses transfer dana berupa telegraph, teleks, telepon, computer to
computer, mesin ATM bahkan internet merupakan teknologi yang
memegang peranan penting saat ini untuk proses transfer dana.
Proses pengiriman uang menjadi lebih cepat, praktis, efisien dan
aman. Pemakaian alat-alat canggih dapat memenuhi kebutuhan
unsur-unsur tersebut jika dilengkapi dengan aturan main dan alat
pengamanan yang jelas.
2) Batch Transmission
Transmisi ramai-ramai (batch transmission) merupakan ciri lain
dari transfer elektronik ini. Batch Transmission adalah beberapa
transfer yang diakumulasikan menjadi 1 (satu) dan dilakukan sekali
transfer untuk keseluruhan transfer tersebut. Batch ini seringnya
diberikan atau dipertukarkan antarsatu bank ke bank lain (interbank).
3) Transfer Yang Lebih Mengaktifkan Nasabah
Sistem dimana nasabah pengirim uang yang lebih berperan
dalam kegiatan yang sebelumnya dilakukan oleh pegawai bank.
Transfer uang hanya dapat dilakukan oleh nasabah pengirim uang
dengan memasukan data ke dalam sistem perbankan dan diproses
langsung oleh sistem komputer perbankan tanpa ada pihak pegawai
bank yang ikut campur. Dalam hal ini disertai dengan kode rahasia
seperti nomor Personal Indentification Number (PIN).
Beberapa perangkat yang digunakan dalam sistem transaksi
yang mengaktifkan nasabah adalah sebagi berikut :
a) Cash Dispenser
b) Point-of Sale Terminal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
c) Mesin ATM
d) Online Computer Terminal
e) Home Banking Terminal, dan lain-lain
4) Pergantian Terhadap Beberapa Langkah Dalam Sistem Warkat
Dalam hal apa yang dulunya digunakan warkat, sekarang ini
digunakan sistem elektronik, diantaranya adalah penggantian
instruksi warkat dengan magnetic tape, peralatan memori komputer,
dan pengiriman instruksi kredit transfer dengan peralatan
telekomunikasi (Munir Fuady, 2004: 119-122).
Dilain pihak dalam transaksi online setiap konsumen bertindak atas
namanya sendiri tanpa berhubungan dengan konsumen lain masing-
masing beroperasi secara terpisah dari yang lain karena konsumen tidak
mengetahui adanya konsumen lain atau tidak dapat berkomunikasi
dengan konsumen lain tersebut (Assafa Endeshaw, 2001: 408).
d. Alas Hukum Mengenai Transfer Uang Via Bank
Dasar hukum transfer uang via bank adalah sebagai berikut :
1) Ketentuan Dibidang Perbankan
Pasal 6 huruf (e) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
berbunyi sebagai berikut :
“Usaha Bank Umum meliputi :
e. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri,
maupun untuk kepentingan nasabah”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Dari ketentuan dalam Pasal 6 huruf (e) tersebut cukup jelas
ditentukan memang suatu bank umum dapat melakukan suatu
transfer uang.
2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Sejauh mana yang menyangkut dengan transfer dana via bank
yang menggunakan surat-surat berharga berlaku ketentuan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, sebagai berikut :
a) Pengaturan tentang surat wesel, dalam Pasal 100 sampai dengan
pasal 173 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
b) Pengaturan tentang surat sanggup, dalam Pasal 174 sampai
dengan 177 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
c) Pengaturan tentang Cek, dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal
229 d Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur tentang
berbagai aspek hukum yang berkenaan dengan transfer uang via
bank, khususnya berkenaan dengan aspek hukum kontrak. Apabila
diterapkan ketentuan tentang kontrak dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata terhadap kontrak antar nasabah pengirim transfer
dengan bank, terdapat 3 (tiga) kemungkinan jawaban sebagai
berikut:
a) Kontrak pengiriman uang merupakan kontrak titipan barang
dalam hal ini bank adalah pihak penitip, vide Pasal 1694 sampai
dengan Pasal 1739 KUHPerdata
b) Kontrak Pengiriman uang merupakan kontrak untuk melakukan
jasa tertentu oleh bank, vide Pasal 1601 KUHPerdata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
c) Yang lebih reasonable adalah memberlakukan kontrak
pengiriman uang sebagai kontrak khusus yang tidak masuk
kedalam kontrak bernama dalam KUHPerdata, sehingga
ketentuan umum saja yang berlaku, mulai dari Pasal 1233
sampai dengan Pasal 1456 KUHPerdata. Selebihnya berlaku
ketentuan dalam kontrak yang dibuat para pihak, dan ketentuan
perbankan, baik syarat-syarat yang diatur oleh Bank itu sendiri
maupun oleh peraturan yang di keluarkan oleh Pemerintah
(Munir Fuady, 2004: 126-129).
5) Tinjauan Umum Tentang Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
a. Pengertian Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
"Electronic Commerce merujuk secara umum kepada semua bentuk
transaksi yang berkaitan dengan aktifitas komersial, baik organisasi
maupun individual, yang berdasarkan pada pemrosesan dan transmisi
data yang digitalisasikan, termasuk teks, suara, dan gambar" (OECD,
1997).(http://blog.politekmalang.ac.id/..../200905158analisis%20data%2
0biaya%20dan%20manfaat%20tentang%20ecommerce). Komputer dan
teknologi yang berkaitan telah mengambil alih dimana-mana mulai dari
pengambilan uang dengan ATM, sistem kendali pesawat, peralatan
rumah sakit, manufaktur sampai komunikasi. Dalam semua bidang
tersebut, komputer nampaknya membawa perubahan radikal dan
fundamental mengubah segala sesuatunya yang dilakukan. Dari
pengertian E-commerce diatas ATM merupakan bagian dari E-
Commerce.
Allen H.Lapis dan Thomas R.Marshal dikutip BTN Pasal 1
menyatakan “Automatic Teller Machine (ATM) atau anjungan tunai
mandiri adalah alat kasir otomatis tanpa orang, ditempatkan di halaman
atau di luar pekarangan bank yang sanggup menyelesaikan pembayaran
uang tunai dan mengenai transaksi-transaksi keuangan yang rutin ” (H.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 167). Sedangkan menurut Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia “Anjungan Tunai Mandiri (ATM) adalah
kegiatan kas yang dilakukan secara elektronis untuk memudahkan
nasabah dalam rangka menarik atau menyetor dana secara tunai,
melakukan pemindahbukuan, dan memperoleh informasi mengenai saldo
rekening nasabah” (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 167).
b. Bank Card
Bank Card merupakan kartu plastik yang dikeluarkan oleh bank
yang diberikan kepada nasabahnya untuk dapat digunakan sebagai alat
pembayaran ditempat-tempat tertentu seperti supermarket atau pasar
swalayan, restoran, tempat hiburan dan tempat lainnya. Di samping itu
dengan kartu ini juga dapat diuangkan diberbagai tempat seperti ATM
(Automatic Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri). ATM
biasanya tersebar diberbagai tempat strategis seperti di pusat
perbelanjaan, hiburan dan perkantoran. Jenis-jenis bank card:
1) charge card; adalah suatu sistem dimana pemegang kartu harus
melunasi semua penagihan yang terjadi secara sekaligus pada saat
jatuh tempo.
2) credit card; adalah suatu sistem dimana pemegang kartu dapat
melunasi penagihan yang terjadi atas dirinya secara angsuran pada
saat jatuh tempo.
3) debet card; pembayaran atas penagihan nasabah melalui pendebetan
atas rekening yang ada dibank dimana pada saat melakukan
transaksi.
4) smart card; merupakan kartu yang berfungsi sebagai rekening
terpadu, kartu ini dapat dihubungkan dengan rekening pribadi dan
dapat menyimpan dan memperbaharui data dalam microchip,
sehingga pemegang kartu dapat mengetahui keadaan semua
rekeningnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
5) private label card; merupakan kartu yang bukan diterbitkan oleh
bank, melainkan oleh suatu badan usaha seperti supermarket, hotel,
dan perusahaan lainnya. Pemakaian kartu ini hanya terbatas pada
perusahaan yang mengeluarkannya (Johannes Ibrahim, 2004: 128-
129).
Kartu ATM yang digunakan dalam transaksi transfer dana termasuk
Debet Card, karena kartu debet dan kartu ATM adalah kartu khusus
yang diberikan oleh bank kepada pemilik rekening yang dapat
digunakan untuk bertransaksi secara elektronis atas rekening tersebut.
Pada saat kartu digunakan bertransaksi, akan langsung mengurangi dana
yang tersedia pada rekening. Apabila digunakan di mesin ATM, maka
kartu itu disebut kartu ATM, jika digunakan untuk bertransaksi
pembayaran dan belanja non tunai dengan mesin EDC maka disebut
Kartu Debet. Kedua kartu ini sebagai alat Bantu untuk melakukan
transaksi dan memperoleh informasi perbankan secara elektronis Jenis
transaksi yang tersedia antara lain penarikan tunai, setoran tunai, transfer
dana, pembiayaan dan pembelanjaan. Jenis informasi yang
tersedia adalah informasi saldo dan
informasi kurs (http://www.bi.go.id/nk/rdonyres/BBE21279-B0594CO4-
BBE8 E2D58360DB06/1465/MengenalKartuDebitdanATM.Pdf).
c. Manfaat dan Pelayanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
ATM Card adalah kartu keanggotaan ATM yang diberikan oleh bank
penerbit kepada nabahnya yang didalamnya terdapat identitas bank dan
pemegangnya serta nomor kartu. Setiap pemegang kartu ATM ini
mempunyai satu Personal Identification Number (PIN) yang harus
dirahasiakan dengan baik sehingga kartu tidak dapat disalahgunakan
orang lain. Keuntungan ATM bagi bank adalah :
1) menarik rekening baru
2) meningkatkan neraca rata-rata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3) mengurangi biaya tenaga kerja
4) menambah pendapatan dari biaya pelayanan ATM
5) fleksibilitas lokasi ATM
6) meningkatkan costumer service (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002:
167-168).
ATM ini merupakan mesin yang dapat melayani kebutuhan nasabah
secara otomatis setiap saat (24 jam) dan 7 hari dalam seminggu termasuk
hari libur. Pelayanan yang diberikan oleh ATM antara lain:
1) penarikan uang tunai
2) tempat untuk memesan buku cek dan builyet giro
3) tempat untuk meminta rekening Koran
4) tempat untuk melihat dan mengecek saldo rekening nasabah
5) pembayaran listrik, telepon dan pembayaran lainnya.
Sedangkan manfaat lainnya yang diberikan oleh ATM adalah:
1) praktis dan mudah dalam pengoperasian ATM
2) melayani keperluan nasabah 24 jam termasuk hari libur
3) menjamin keamanan dan privacy
4) kemungkinan mengambil uang tunai lebih dari 1 kali
5) terdapat di berbagai tempat-tempat yang strategis (Kasmir, 2004:
182).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Aktivitas Perbankan
Nasabah Bank
Transaksi Perbankan
Transfer Dana Via ATM
Masalah Bagi Nasabah
Perlindungan Hukum
Asas Perlindungan Nasabah Bank
Belum ideal
Ideal Harus Disempurnakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Keterangan Bagan :
Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian serta pembangunan
nasional di Indonesia sangat di pengaruhi oleh sektor usaha perbankan. Segala
transaksi kelancaran perekonomian sangat banyak menggunakan jasa dunia
perbankan. Nasabah adalah konsumen pengguna jasa perbankan yang terikat
hubungan hukum dengan bank sebagai pelaku usaha dalam suatu perjanjian
keanggotaan bank yang disepakati diawal pembukaan rekening maupun saat
menggunakan suatu layanan jasa perbankan. Dalam Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 jo. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
disebutkan berbagai aktivitas perbankan, dari kelembagaan hingga kegiatan usaha
yang dijalankan oleh bank. Dengan adanya kemajuan teknologi dan sistem
elektronik, dunia perbankan dalam kegiatan usahanya ingin memberikan
pelayanan yang terbaik pula dengan mengikuti perkembangan teknologi dan
sistem informasi, dalam hal ini dengan menawarkan jasa layanan transfer dana
kepada masyarakat dengan penggunaan ATM yang lebih canggih, cepat, dan
efisien dibandingkan dengan metode sebelumnya yaitu dengan menggunakan
sistem warkat. Transfer dana melalui ATM ini merupakan suatu transaksi
elektronik sehingga disebut dengan Electronic Fund Transfer.
Penggunaan ATM ini sangat menguntungkan karena lebih menghemat
waktu dan biaya. Namun dalam penggunaan alat elektronik dalam suatu transfer
dana (secara elektronik) khususnya ATM memilki kelemahan dan juga rentan
terhadap kesalahan atau penipuan dan permasalahan lainnya dibandingkan dengan
transfer uang dengan warkat (paper based). Keamanan dan perlindungan nasabah
pun menjadi lebih rentan dengan penggunaan sistem elektronik ini.
Dari penggunaan ATM sering banyak menimbulkan risiko bagi nasabah dan
menjadikan suatu konsekuensi hukum bagi pihak yang terlibat. Kebanyakan
penggunaan jasa ini banyak menimbulkan kerugian dan masalah bagi nasabah
bank. Pihak Nasabah sering tidak mendapat perlindungan yang wajar oleh hukum,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
sehingga perlu adanya suatu payung hukum (umbrella act) sebagai suatu bentuk
perlindungan terhadap nasabah.
Di Indonesia telah ada political will yang dikeluarkan oleh pemerintah
untuk menjamin secara hukum perlindungan akan kepentingan nasabah bank.
Diantaranya dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan serta Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta karena
dunia perbankan memberikan pelayanan jasa yang menggunakan suatu perangkat
elektronik maka perlindungan hukum bagi nasabah bank juga terkandung didalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Di dalam peraturan perundang-undangan tersebut
sebenarnya telah dapat diketahui bahwa ada ketentuan secara hukum perlindungan
terhadap nasabah bank. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut memang
tidak secara khusus diatur mengenai transaksi transfer dana secara elektronik,
yang mana dalam permasalahan yang diangkat berkaitan dengan ATM, tetapi saat
ini dalam penggunaan sarana ATM masih berlaku ketentuan tersebut meskipun
belum ideal dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam
transaksi transfer dana menggunakan ATM. Tentunya untuk memberikan
perlindungan yang ideal, ketiga undang-undang tersebut lebih disempurnakan
dengan pencantuman ketentuan yang bermaksud secara khusus untuk mengatur
perlindungan nasabah dalam transaksi perbankan yang dilakukan secara
elektronik dengan tetap berlandaskan pada asas perlindungan nasabah yang telah
disebutkan dalam undang-undang tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
BAB III
PEMBAHASAN
A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Terhadap Penggunaan
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Pada Transaksi Transfer Dana
Bank merupakan lembaga keuangan yang bertujuan untuk memberikan kredit
dan jasa-jasa kepada masyarakat. Dalam melaksanakan usahanya bank berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Sebagai lembaga
kepercayaan bank dituntut untuk selalu memberikan pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat pengguna jasa perbankan dan selalu memperhatikan kepentingan
pengguna jasanya. Dalam pelaksanaan kegiatan bank maka akan ada keterkaitan
berbagai kepentingan hukum yang perlu untuk mendapat perlindungan hukum itu
sendiri. Para pihak yang terkait itu bukan hanya pihak bank akan tetapi juga
pengguna jasa perbankan yang disebut dengan nasabah baik itu nasabah debitur,
nasabah deposan, ataupun nasabah nondebitur-nondeposan. Selain itu perbankan
sebagai suatu badan usaha dan nasabah sebagai konsumen/pengguna jasa
perbankan tidak lepas dari perlindungan hukum nasional karena keterkaitan antara
pihak-pihak tersebut dapat membawa konsekuensi dan akibat hukum bagi
masing-masing pihak.
Bank dan nasabahnya terikat dalam suatu hubungan hukum baik kontraktual
dan nonkontraktual, tetapi di Indonesia yang berlaku dan diakui adalah hubungan
hukum secara kontraktual. Dasar hubungan bank dan nasabah secara kontraktual
terdapat didalam Buku III KUHPerdata Tentang Perikatan, yaitu Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Selain itu
hubungan antara bank dan nasabah juga dapat dikatakan hubungan antara pelaku
usaha dengan konsumennya. Bank adalah pelaku usaha karena merupakan suatu
badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha dibidang ekonomi sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
nasabah adalah konsumen yang menggunakan jasa-jasa dalam kegiatan usaha
yang dijalankan oleh bank. Bank menyediakan pelayanan kepada nasabahnya
dalam bentuk pelayanan jasa perbankan. Bentuk jasa-jasa perbankan selalu
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Jasa yang ditawarkan oleh bank
antara lain adalah jasa kliring, inkaso, safe deposit box, traveller’s cheque,
pengiriman uang (transfer), dan lain-lain.
Perkembangan teknologi membuat segala transaksi menjadi semakin mudah,
cepat dan efisien tidak terhalang oleh ruang, jarak dan waktu bagi para pelaku
transaksi. Tanpa terkecuali dalam kegiatan transaksi perbankan. Saat ini kegiatan
perbankan ini sudah demikian meluas dikalangan masyarakat. Dalam menunjang
peningkatan aktivitas perbankan ke arah yang lebih maju, maka bank dalam
menunjang kegiatannya menggunakan kecanggihan teknologi, maka usaha-usaha
perbankan menjadi semakin modern dengan penggunaan komputer maupun
perangkat elektronik lainnya di bidang perbankan, sehingga semakin memberikan
kenyamanan dan kemudahan dalam pelayanan kepada masyarakat khususnya
kepada para nasabah bank.
Pada penelitian hukum ini transaksi perbankan yang akan dikaji adalah
mengenai Transaksi Transfer Dana dengan menggunakan Anjungan Tunai
Mandiri (ATM). Dahulu orang melakukan transaksi transfer dana menggunakan
sistem warkat (paper based), sedangkan saat ini orang lebih menyukai
menggunakan teknologi transfer dana yang terbaru yaitu menggunakan Anjungan
Tunai Mandiri. Transaksi Transfer Dana menggunakan sarana Anjungan Tunai
Mandiri (ATM) ini termasuk dalam transfer dana elektronik (Electronic Transfer),
karena jenis transfer dana ini merupakan jenis transfer dana berdasarkan
pemakaian sarana teknologi transfer dana yang dahulu dilaksanakan dengan
memakai warkat (secara fisik) kemudian saat ini telah diganti dengan
menggunakan teknik elektronik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Transfer Dana Via ATM ini sangat dirasakan betul manfaatnya oleh
masyarakat (nasabah) pengguna layanan perbankan ini. Penggunaan kecanggihan
teknologi ini sangat membantu nasabah bertransaksi secara cepat, aman, efisien,
praktis dan mudah dalam pengoperasiannya. Nasabah dapat melakukan transaksi
di berbagai tempat dimana ATM itu berada dalam waktu 24 jam termasuk hari
libur. Hal ini sangat memperlancar dan mempermudah transaksi nasabah, karena
nasabah tidak perlu datang mengantri lagi ke bank, karena ATM ini dapat
sewaktu-waktu digunakan.
Namun perlu disadari bahwa penggunaan kecanggihan teknologi tidak
selamanya berjalan dengan baik dan tanpa menimbulkan masalah. Sebagai produk
teknologi yang canggih, dengan semakin canggihnya sistem elektronik dalam
penggunaan ATM itu, ternyata tingkat kehambatannya juga semakin canggih.
Begitu juga dengan penggunaan Transfer Dana via ATM ini. Selain banyak
dirasakan manfaatnya tetapi terkadang ada banyak permasalahan hukum yang
muncul dari penggunaan ATM ini. Masalah yang terjadi seringkali menimbulkan
kerugian bagi pihak nasabah bank pengguna layanan ATM ini. Berbagai kasus
sering terjadi dengan adanya penggunaan ATM dalam transfer dana oleh nasabah
bank. Kedudukan nasabah yang lemah dan terkadang tidak mengetahui seluk-
beluk produk jasa yang dikeluarkan oleh bank membuat hak-hak dan kepentingan
nasabah tidak terjamin. Sering kita mengetahui bahwa pihak bank selalu ada di
posisi yang paling diuntungkan dalam setiap permasalahan yang terjadi.
Pertanggungjawaban pihak bank sebagai penyelenggara layanan ATM ini
dirasakan sangat kurang dan mengesampingkan kepentingan nasabahnya. Banyak
kasus yang terjadi terkait dengan transfer dana menggunakan ATM ini, dan
kebanyakan perlindungan terhadap hak-hak konsumen belum terlalu difokuskan.
Beberapa contoh kasus berkaitan dengan permasalahan transfer dana
menggunakan ATM, yaitu pada tanggal 2 Agustus 2008 pukul 19.07 WIB,
seorang nasabah mengirimkan transfer dana menggunakan ATM sebuah Bank A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
ke rekening Bank B lain yang berbeda atas nama seseorang dengan menggunakan
fasilitas ATM Bersama. Namun, hingga saat ini dana yang ditransfer tidak
diterima oleh pihak yang dituju. Berdasarkan struk ATM dan rekening koran dana
nasabah sudah terkirim. Hal ini sangat merugikan nasabah karena pihak yang
dituju menganggap nasabah wanprestasi dalam pelunasan kredit mobil karena
terlambat. Akibatnya nasabah didenda atas tidak diterimanya transfer tersebut
hingga lewat waktu 23 hari. Persoalan ini sebetulnya sudah nasabah laporkan ke
Bank A UPN Veteran, dan Bank A cabang Pondok Labu pada tanggal 14 Agustus
2008. Selain itu juga telah nasabah juga menyampaikan ke Phone Plus Bank A
tersebut. Sayangnya nasabah diminta untuk menunggu kabar selanjutnya padahal
semakin lama penyelesaian ini nasabah semakin besar membayar denda
keterlambatan. Nasabah terus terang mengharap persoalan ini diselesaikan
secepatnya. Selain itu nasabah mengharap ganti rugi atau siapa pun yang terkait
sebesar denda yang dibebankan pada nasabah oleh pihak yang
dituju(http://suarapembaca.detik.com/read/2008/08/26/180539/995075/283/transf
er-atm-bersama-terkirim-tapi-tidak-diterima.).
Kasus lain yang terjadi baru-baru ini adalah masalah pembobolan ATM.
Kasus pembobolan uang nasabah melalui mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri)
terjadi di Bali. Hingga Rabu 20 Januari 2010, sudah ada laporan hampir 20
nasabah yang tersebar di Denpasar, Kuta, Gianyar, empat di antaranya warga
asing yang tinggal di Bali terkait dengan kehilangan dana di ATM. Kepala
kepolisian kota besar Denpasar Komisaris Besar I Gede Alit Widana
menyarankan kepada nasabah jika terpaksa harus melakukan transaksi melalui
ATM, setelah selesai, kartu dimasukkan lagi dan melakukan acak PIN lalu tekan
pembatalan atau cancel. Ini dilakukan untuk mengelabui pelaku jika mereka
memasang kamera pengintai untuk mereka aktivitas nasabah. Laporan di Polsek
Denpasar Selatan, Kuta, dan Poltabes Denpasar sebanyak 15, Polsek Ubud Ubud
kabupaten Gianyar 1, dan Polda Bali ada tiga laporan
(http://metro.vivanews.com/news/read/123203-belum-ada-korban-pembobolan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
atm-di-jakarta). Modus pembobolan ATM diduga dilakukan dengan
menggunakan alat pencuri data nasabah yang disebut skimmer. Dari kasus
tersebut dapat diketahui bahwa ada permasalahan yang terjadi akibat penggunaan
ATM ini, bank kurang memperhatikan faktor keamanan informasi maupun
kondisi fisik dari perangkat transaksi perbankan, sehingga membuka peluang
kejahatan. Hal ini menyebabkan dana nasabah mengalir kepada orang-orang yang
tidak bertanggung jawab tentu saja ini membawa kerugian bagi nasabah.
Banyak hambatan yang terjadi dalam penegakkan perlindungan nasabah
dalam menghadapi persoalan yang muncul akibat transfer dana menggunakan
ATM. Hal ini dapat disebabkan karena minimnya pengetahuan nasabah tentang
dunia perbankan dan layanan jasa perbankan yang menggunakan sistem
elektronik, nasabah yang enggan ataupun belum menyadari betapa pentingnya
memperjuangkan hak-hak mereka. Ada beberapa kendala yang dialami sehingga
nasabah tidak mempersoalkan kerugian yang dialaminya secara hukum lewat
pengadilan. Pertama, ketidaktahuan nasabah bagaimana menuntut haknya ke
pihak bank. Kedua, kelemahan nasabah dari segi pembuktian karena nasabah
tidak ahli atau tidak menguasai teknologi transaksi di ATM. Ketiga, biaya perkara
di pengadilan tidak sebanding dengan uang nasabah yang hilang ketika
bertransaksi lewat ATM (Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, hal 132-133),
dan faktor penghambat yang lain yang mungkin disebabkan dari pihak bank
sehingga banyak nasabah yang membiarkan kerugian yang dihadapi tidak
mendapat ganti rugi yang sesuai.
Kenyataan yang sering terjadi adalah pihak bank sering tidak memperhatikan
dan tidak menanggapi dengan baik laporan kerugian yang diterima nasabah.
Kurangnya rasa pertanggungjawaban bank untuk menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi nasabah membuat pihak nasabah tidak mendapat perlindungan
yang wajar dari pihak bank. Melihat kondisi banyaknya kasus yang terjadi
mengenai transfer dana menggunakan ATM seperti ini maka perlu adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
perlindungan terhadap kepentingan nasabah sebagai konsumen jasa perbankan
agar tercipta kedudukan yang seimbang antara bank dengan nasabah. Dalam
mengkaji perlindungan hukum bagi nasabah dalam transaksi transfer dana
menggunakan ATM ini, maka perlu melihat pada:
1. Proses Transaksi Transfer Dana Menggunakan Anjungan Tunai Mandiri
Dalam proses pengunaan Transfer Dana menggunakan ATM tidak berbeda
dengan transfer dana secara elektronik lainnya. Dalam transfer dana
menggunakan ATM ini lebih mengaktifkan nasabah dalam proses
pelaksanaannya. Berbeda dengan sistem warkat (paper based) yang
menggunakan sistem teller, transfer dana menggunakan ATM ini dilakukan
sendiri oleh nasabah tanpa ada kehadiran dan campur tangan pihak pegawai
bank. Pihak-pihak yang terkait dalam transaksi transfer dana menggunakan
ATM ini adalah pihak nasabah dan pihak bank (meskipun tidak secara
langsung ikut dalam pelaksanaan transaksi karena tugas bank diwakilkan oleh
Mesin ATM). Berikut ini adalah skema Transaksi Transfer Dana Lewat
Anjungan Tunai Mandiri:
Transaksi
Transfer Dana
Gambar 2. Skema Transaksi Transfer Dana Lewat ATM
Nasabah
(Remitter)
Kartu ATM
· Produk Bank
· Nomor Rahasia untuk mengakses ATM yang disebut dengan PIN (Personal Identification Number)
Mesin ATM
· Produk Bank
· Sarana Alat Transaksi Elektronik Perbankan
Penerima
(payee)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Dari skema tersebut dapat dilihat bahwa dalam transaksi transfer dana
menggunakan ATM pihak yang melaksanakan adalah nasabah itu sendiri.
Transaksi transfer dana dilakukan dengan bantuan mesin ATM dengan cara
memasukkan kartu ATM, kemudian memasukkan kode/nomor rahasia yang
hanya diketahui nasabah yang sering juga disebut dengan nomor PIN (Personal
Identification Number) yang terdiri dari 4 (empat) hingga 6 (enam) angka.
Setelah itu nasabah mengikuti petunjuk mesin ATM selanjutnya lalu memilih
pilihan menu transaksi lainnya yang tersedia di layar mesin tersebut,
dilanjutkan dengan memilih pilihan menu berikutnya yaitu “Transfer“,
kemudian memasukkan nomor kode bank yang dituju dan nomor rekening
penerima transfer lalu memasukkan jumlah uang yang akan di transfer dan
memasukkan nomor referensi jika ada. Setelah semua ketentuan pelaksanaan
transfer berdasarkan petunjuk pada mesin ATM telah selesai dilakukan,
nasabah mengambil kartu ATM miliknya kembali dan mesin ATM pun akan
mengeluarkan secarik kertas sejenis struk sebagai bukti transaksi transfer dana
yang dilakukan oleh nasabah pada saat itu juga.
Hubungan antara nasabah dengan bank terkait dengan transaksi transfer
dana melalui ATM, terjadi secara kontraktual, yaitu untuk mendapatkan
fasilitas ATM, nasabah terikat pada bank melalui perjanjian pembukaan
rekening oleh seseorang untuk menjadi nasabah pada suatu bank. Perjanjian
dibuat secara sepihak oleh bank, dan nasabah tinggal menerima atau menolak
perjanjian tersebut. Sebagai akibat hukum dari perjanjian tersebut, nasabah
harus mengikuti ketentuan dan syarat-syarat yang sudah disepakati. Di dalam
perjanjian permohonan pembukaan rekening, terdapat beberapa ketentuan dan
syarat-syarat umum mengenai tabungan pada suatu bank dan ditambahkan
kepada penabung perorangan dapat diberikan Bank Card yang berfungsi
sebagai Kartu ATM. Beberapa syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh bank
sehubungan dengan kartu ATMnya berkisar pada ketentuan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
a. Segala kerugian atas penyalahgunaan Kartu ATM dalam bentuk apapun
yang disebabkan oleh kelalaian dan kesalahan penabung termasuk akibat
dari hilangnya kartu ATM menjadi tanggung jawab penabung sepenuhnya.
b. Pemegang kartu bertanggung jawab penuh atas transaksi yang dilaksanakan
dengan menggunakan Kartu ATM.
c. Penggunaan kartu tunduk pada syarat-syarat dan ketentuan umum pada
ketentuan penggunaan kartu ATM.
d. Kartu ATM tidak dapat dipindahtangankan dengan cara apapun.
e. Kewajiban untuk mengingat nomor PIN (Personal Identification Number)
dan tidak memberitahukannya kepada orang lain.
Nasabah yang melakukan transaksi transfer dana menggunakan ATM
secara otomatis akan tunduk pada ketentuan bank yang bersangkutan, karena
mesin ATM adalah sarana alat transaksi yang dikeluarkan oleh bank dan
merupakan produk milik bank. Transaksi Elektronik terjadi pada saat
kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data,
identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau
sandi lewat (password). Dalam hal ini, nasabah melakukan transaksi transfer
dana sendiri, sedangkan pihak bank diwakilkan oleh mesin ATM. Meskipun
transaksi dilakukan antara nasabah dan mesin ATM, tetapi transaksi ini sah,
berdasarkan syarat-syarat sahnya transaksi dalam Pasal 1320 KUHPerdata
yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat
suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal. Oleh karena itu
meskipun tidak ada pihak bank yang menyaksikan, maka dalam transaksi
transfer dana via ATM oleh nasabah ini, bank bersangkutan dianggap telah
menerima transaksi transfer tersebut dan dianggap telah mengetahui adanya
perbuatan hukum tersebut, ketika nasabah telah memasukkan nomor PIN
kedalam Mesin ATM dan mengikuti syarat-syarat dan petunjuk dilayar mesin
ATM. Hal itu merupakan tanda telah terjadinya kesepakatan antara bank dan
nasabah untuk melakukan transfer dana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
2. Masalah Bagi Nasabah
Berbagai permasalahan dapat terjadi sehubungan dengan penggunaan
suatu perangkat elektronik dalam transaksi transfer dana. Masalah yang sering
timbul dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM oleh nasabah antara
lain karena:
a. Permasalahan pada ketimpangan saldo atau berkurangnya saldo milik
nasabah, atau masalah transfer yang dinyatakan batal oleh mesin ATM
padahal uang telah terdebet tetapi dana yang ditransfer ke rekening
penerima tidak sampai pada tujuan. Permasalahan tersebut dapat saja
terjadi karena:
1) Kesalahan ataupun kelalaian dari nasabah
Kesalahan ataupun kelalaian dari nasabah ini termasuk faktor
human eror, dari kesalahan ataupun kelalaian ini dapat mengakibatkan
salah kirim artinya transfer yang dikirim tidak akan sampai penerima
yang dituju, tetapi kepada rekening pihak lain. Kesalahan atau kelalaian
ini dapat juga dipengaruhi faktor kurangnya pengetahuan nasabah
terhadap ATM yang digunakan, atau nasabah yang kesulitan mengikuti
petunjuk yang terlihat di mesin ATM.
2) Gagal beroperasinya mesin ATM
Mesin ATM adalah sebuah perangkat yang dalam penggunaannya
memiliki keterbatasan dan seringkali mengalami kerusakan.
3) Terganggunya suatu jaringan link (jaringan sistem elektronik) yang
mengoperasikan jalannya mesin ATM
Terganggunya jaringan link yang menghubungkan perangkat
elektronik yang satu dengan perangkat elektronik yang lain dapat
menyebabkan terjadi keterlambatan pada transaksi transfer dana
ataupun terhambatnya proses transfer dana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
4) Sistem keamanan yang lemah
Kesadaran menjaga keamanan informasi produk perbankan adalah
hal penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan bank terhadap
nasabahnya, karena hal ini menyangkut keamanan dana nasabah dan
transaksi perbankan yang dilakukan nasabah, hal ini juga
mempengaruhi kenyamanan nasabah dalam melakukan transaksi
perbankan tanpa terkecuali transaksi transfer dana secara elektronik
melalui ATM. Namun peningkatan standar keamanan ini belum
disadari betul oleh pihak bank sehingga pengawasan keamanan
informasi ini masih rendah. Misalnya, mesin ATM terletak di tempat-
tempat yang strategis maupun terletak diluar lingkungan bank dan
kadang keamanan dari letak mesin ATM itu ditempatkan kurang
terjamin (kurang aman), sehingga dapat membuka peluang bagi pihak-
pihak yang memiliki motif-motif tidak baik, dengan cara-cara tertentu
yang bertujuan mengambil keuntungan dari keberadaan ATM dan
menimbulkan kerugian bagi nasabah. Di dalam ruang ATM belum ada
pelindung tertentu sehingga membuat celah pihak lain menempatkan
alat-alat tertentu, untuk mencuri data/bisa mengetahui PIN (Personal
Identification Number) orang lain.
Akhir-akhir ini marak adanya penggunaan alat yang disebut
Skimmer dan Spycam dalam permasalahan penggunaan ATM.
Skimmer atau ATM Skimmer, adalah alat pencuri data nasabah yang
dipasang di mulut ATM, alat ini akan menyalin data si korban jika ia
memasukan kartu ATM melalui skimmer ini, setelah itu maka si
penjahat yang menempatkan skimmer pada lobang ATM akan memiliki
data nasabah pemilik ATM. Alat lain yang di gunakan penjahat untuk
sepenuhnya menguasai kartu ATM anda, selain Skimmer, ialah
Spycam. Alat ini berguna untuk merekam nomor PIN ATM, saat anda
mengetiknya di tombol keyboard. Spycam di tempatkan sangat
tersembunyi, tidak tampak oleh mata secara sekilas, dan di letakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
sebaik mungkin agar dapat menyorot tombol keyboard ATM, sehingga
saat anda ketik PIN ia dapat merekamnya
(http//:melodanta.com/skimmer-dan-spycam-sebuah-alat-pembobol-
atm.html). Selain spycam dan skimmer alat lain yang digunakan pelaku
kejahatan adalah menggunakan Keylogger yang berbentuk seperti
keypad yang ada di ATM. Keypad palsu tersebut ditumpangkan diatas
keypad asli sehingga dapat digunakan untuk mengintip PIN nasabah.
Setelah semua informasi data nasabah terkumpul, informasi tersebut di
masukkan dalam kartu ATM blank yang kemudian dapat digunakan
untuk mencuri dana nasabah (http://pesona-
it.net/2010/01/23/bagaimana-penjahat-mengintip-atm-anda/).
5) Kurangnya sumber daya manusia (SDM) perbankan yang menguasai
teknologi
Perubahan sistem layanan jasa perbankan, dari secara manual dan
belum menggunakan kecanggihan teknologi, hingga saat ini
menggunakan teknologi terbaru, mengharuskan para pegawai bank
untuk menguasai teknologi tersebut dalam menunjang pelayanan jasa
perbankan. Dalam hal ini khususnya dalam hal transfer dana
menggunakan ATM yang dulunya menggunakan sistem warkat. Mesin
ATM adalah produk perbankan dan pegawai bank seharusnya
mengetahui seluk-beluk mengenai kartu ATM dan mesin ATM bank
bersangkutan. Minimnya kemampuan sumber daya manusia
menjadikan kurangnya penguasaan teknologi (gagap teknologi) akan
berdampak pada penyelesaian masalah yang terjadi dalam transfer dana
menggunakan mesin ATM jika terjadi permasalahan yang berkaitan
dengan teknologi yang digunakan dalam ATM tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
6) Ataupun hal-hal yang berkaitan dengan:
a) Penipuan (fraud)
Penipuan sering dilakukan dengan modus operandi sebagai
berikut:
(1) Penipuan oleh pegawai bank yang tidak jujur.
(2) Penipuan oleh pegawai dari nasabah pelaku transfer.
(3) Penyalahgunaan Customer-Activated Terminals.
(4) Penipuan dalam penggunaan mechine-readable instruction
yang disediakan oleh nasabah pengirim transfer.
(5) Penipuan karena adanya intersepsi, alterasi atau diberikannya
pesan palsu (false message) (Munir Fuady, 2004: 123).
Jika dikaitkan dengan transfer dana menggunakan ATM, hal
yang biasanya terjadi yaitu pengendapan dana oleh pihak bank
untuk mendapatkan bunga, penipuan/pencurian nasabah bank oleh
pegawai bank untuk kepentingan pribadi. Pihak pegawai bank
dapat berperan menimbulkan kerugian bagi nasabah, karena
biasanya pegawai bank lebih mengetahui data-data pribadi nasabah.
Penipuan ini tidak hanya dilakukan oleh pihak bank tetapi juga bisa
dilakukan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab selain
pegawai bank.
b) Kesalahan (errors)
Kesalahan sehubungan dengan transfer dana secara elektronik,
antara lain sebagai berikut:
(1) Kesalahan dalam penggunaan komputer.
(2) Belum adanya standar baku mengenai pengiriman messages.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
(3) Prosedur transfer yang belum ada standarnya.
(4) Pesan-pesan yang telah dilakukan recreasi kembali.
(5) Kegagalan komputer dan kesalahan dari Software (Munir
Fuady, 2004: 123).
Kesalahan ini bisa juga disebut dengan teknologi yang eror
yang menyebabkan keterlambatan, salah kirim dari transfer dana
menggunakan ATM. Mesin ATM menggunakan teknologi, dimana
kelemahan teknologi yang digunakan kadang membuat mesin tidak
beroperasi dengan baik. Teknologi yang bermasalah dapat
membuat mesin ATM mengalami kerusakan dan mempengaruhi
kelancaran transaksi transfer dana. Selain karena kesalahan
teknologi, permasalahan dapat juga terjadi karena diakibatkan
kesalahan pengunaan komputer (mesin ATM) oleh nasabah.
b. Munculnya masalah yang berkaitan dengan hak-hak nasabah sebagai
konsumen jasa perbankan untuk mewujudkan kewajiban bank sebagai
pelaku usaha atau dapat dikatakan merupakan permasalahan kesenjangan
antara cita-cita (Ius Constituendum) dengan kenyataan (Ius Constitutum),
yaitu antara lain:
1) Pelaku usaha sering tidak memperdulikan hak nasabah sebagai
konsumen, namun lebih mengutamakan keuntungan.
2) Pelaku usaha lebih dilindungi pemerintah karena dianggap memiliki
jasa besar dalam menopang perekonomian negara.
3) Pihak pelaku usaha mudah membeli kekuasaan untuk melindungi
kepentingannya terhadap tuntutan nasabah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
4) Konsumen merasa rugi jika harus menuntut pelaku usaha karena antara
biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada ganti rugi yang didapatkan
(M. Ali Mansyur, 2007: 151).
Hal diatas merupakan beberapa hambatan dalam penegakkan
perlindungan hukum bagi para nasabah bank yang memperjuangkan
haknya, karena posisi bank lebih kuat dibandingkan nasabahnya. Hak yang
diperjuangkan dan yang sering dituntut oleh nasabah jika terjadi masalah
dalam hal transfer dana via ATM ini adalah hak atas informasi dan hak
atas ganti kerugian yang diderita.
c. Salah satu masalah hukum yang utama dalam transfer dana secara
elektronik adalah masalah pembuktian. Hukum secara tradisional tidak
dapat memfasilitasi data komputer sebagai alat bukti. Akan tetapi
perkembangan sekarang baik di negara dengan sistem Civil Law maupun
Common Law sampai batas-batas tertentu telah mengakui Admisibility
dari data komputer sebagai alat bukti (Munir Fuady, 2004: 138).
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait
dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara
elektronik, khususnya dalam hal pembuktian. Dalam transfer dana
menggunakan ATM perihal “pembuktian” sedikit sulit bagi nasabah yang
mengalami masalah. Jika kerugian yang terjadi bukan karena kesalahan
nasabah, terkadang susah untuk membuktikan hal tersebut, karena dalam
penggunaan ATM dalam transfer dana tidak ada pihak lain yang
menyaksikan selain nasabah sendiri, nasabah tidak cukup pengetahuan
mengenai ATM, bukti transaksi berupa struk belum menjamin sepenuhnya
kepentingan nasabah akan terlindungi.
3. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam Transfer Dana Menggunakan ATM
Di Indonesia dalam suatu negara hukum, supremasi hukum seharusnya
memberikan perlindungan pada masyarakat dan memperlakukan tiap-tiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan dan memberikan persamaan kedudukan hukum setiap orang
(Pasal 27 UUD 1945) (M. Ali Mansyur, 2007: 93).
Perlindungan hukum bagi nasabah di Indonesia sejak awal telah
diamanatkan didalam Undang-Undang Dasar 1945, selain Pasal 27 UUD 1945
didalam ketentuan yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia juga
memberikan perlindungan hukum bagi Warga Negara Indonesia yaitu Pasal 28
dan Bab XA Pasal 28 D Ayat (1) yang menyatakan “ Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum”. UUD 1945 merupakan pedoman
awal yang memberikan perlindungan hukum bagi warga Negara Indonesia.
Maka dari itu, perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transfer dana
menggunakan ATM, dapat dilihat dan dikaji dari beberapa hal sebagai berikut:
a. Bentuk Perlindungan Bagi Nasabah Bank Dalam Transfer Dana
Menggunakan ATM.
Bentuk perlindungan ini, antara lain dapat dilihat menurut pendapat:
1) Marulak Pardede, menyatakan bahwa dalam sistem perbankan
Indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana,
dapat dilakukan dengan 2 (dua ) cara :
a) Perlindungan secara implisit (Implisit deposit protection), yaitu
perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan
bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya
kebangkrutan bank. Perlindungan ini dapat di peroleh melalui
Peraturan perundang-undangan di Bidang Perbankan, pengawasan
dan pembinaan yang efektif oleh Bank Indonesia, upaya menjaga
kelangsungan usaha bank pada khususnya dan perlindungan
terhadap sistem perbankan pada umumnya, memelihara tingkat
kesehatan bank, melakukan usaha dengan prinsip kehati-hatian,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah serta menyediakan informasi risiko pada nasabah
(Hermansyah: 2008:133).
Perlindungan ini merupakan usaha dari perbankan sebagai
awal untuk mengantisipasi serta melindungi kepentingan nasabah
terkait juga dengan transfer dana melalui ATM. Perlindungan
implisit bagi transfer dana via ATM ini dapat dilakukan dengan
prinsip kehati-hatian serta menyediakan informasi risiko pada
nasabah.
b) Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu
perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin
simpanan masyarakat. Perlindungan ini diperoleh melalui
pembentukan lembaga yang menjamin simpanan, sebagaimana
diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang
Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum (Hermansyah, 2008:
133). Saat ini Lembaga Penjamin Simpanan telah ada di Indonesia
dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang
Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin Simpanan
diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah dan
sekaligus meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap bank.
Perlindungan ini sangat diperlukan mengingat jika terjadi kerugian
transfer dana dalam hal ini menggunakan ATM terjadi dalam
jumlah besar.
2) Menurut Hermansyah, perlindungan bagi nasabah bank adalah terdiri
dari :
a) Perlindungan Langsung
Perlindungan secara langsung oleh dunia perbankan adalah
suatu perlindungan yang diberikan pada nasabah penyimpan dana
secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko kerugian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Perlindungan ini
terdiri atas Hak Preferen Nasabah Penyimpan Dana dan
pembentukan Lembaga Asuransi Deposito.
Perlindungan kepada kepentingan nasabah penyimpan dana
yang lebih diutamakan dibandingkan dengan nasabah non debitur
dan non deposan. Karena nasabah penyimpan dana menyimpankan
dananya di bank, sehingga bank berkewajiban untuk menjaga
keamanan simpanan tersebut. Hal ini berlaku juga untuk
perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana suatu bank jika
terjadi permasalahan dari transfe dana yang dilakukan melalui
ATM. Indonesia tidak memiliki Lembaga Asuransi Deposito untuk
menjamin simpanan nasabah tetapi Indonesia memiliki Lembaga
Penjamin Simpanan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah
dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank
(Hermansyah, 2008: 145).
b) Perlindungan Tidak Langsung
Perlindungan secara tidak langsung oleh dunia perbankan
terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu
perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan
dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul dari suatu
kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh
bank. Hal ini adalah suatu upaya tindakan pencegahan secara
internal melalui Prinsip Kehati-hatian, Batas Maksimum Pemberian
Kredit (BMPK), Mengumumkan Neraca Dan Perhitungan Laba
Rugi, Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank (Hermansyah,
2008: 134-142).
Terkait dengan transfer dana via ATM, perlindungan tidak
langsung dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
hatian, hal ini diperlukan dalam menjalankan usaha bank untuk
memberikan kenyamanan dan keamanan dalam pelayanan kepada
nasabah dan dapat menjaga serta melindungi nasabah jika terjadi
permasalahan dalam menggunakan produk perbankan.
b. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Dalam Transfer Dana
Menggunakan ATM.
Perlindungan yang diberikan oleh hukum bagi nasabah dapat dilihat dari:
1) Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
API sendiri merupakan suatu cetak biru sistem perbankan nasional
yang terdiri dari enam pilar untuk mewujudkan visi sistem perbankan
yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem
keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional. Dalam enam pilar API, perlindungan konsumen
terakomodasi didalam pilar yang ke enam yaitu perlindungan dan
pemberdayaan nasabah. Seringkali nasabah berada diposisi yang lemah
dan kurang diuntungkan. Untuk mengatasi masalah tersebut perbankan
dan masyarakat didalam API memiliki agenda untuk meningkatkan
perlindungan konsumen yaitu nasabah dengan cara menyusun
mekanisme pengaduan nasabah, membentuk mediasi perbankan,
meningkatkan transparasi informasi produk dan melakukan edukasi
produk-produk dan jasa bank, termasuk risiko yang dihadapi nasabah
kepada masyarakat luas. Dari beberapa program tersebut pendirian
ombudsman untuk konsumen jasa perbankan merupakan suatu hal baru
karena kita belum memiliki lembaga khusus yang menangani sengketa
antara nasabah dengan bank (Hermansyah, 2008: 188-190).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
2) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Didalam Pasal-Pasal Undang-Undang Perbankan ini, dapat
diketahui bahwa terdapat ketentuan yang memberikan perlindungan
hukum bagi nasabah bank, terkait juga dengan perlindungan dalam hal
transfer dana melalui penggunaan ATM. Ketentuan pasal-pasal
tersebut dalam Undang- Undang ini antara lain:
a) Perlindungan hukum diberikan dengan memperhatikan prinsip
kehati-hatian yang didasarkan pada Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Pasal 2 berbunyi “Perbankan Indonesia dalam melaksanakan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian”.
b) Pasal 29 ayat (2) berbunyi “ Bank wajib memelihara tingkat
kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas
asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan
aspek lain yang behubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.
c) Pasal 29 Ayat (3) berbunyi “Dalam memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan
usaha lainnya bank wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan
dananya kepada bank”.
d) Pasal 29 Ayat (4) berbunyi “Untuk kepentingan nasabah, bank
wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya
risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang
dilakukan melalui bank”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
e) Pasal 37 B Ayat (1) berbunyi “Setiap bank wajib menjamin dana
masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan”.
f) Pasal 37 B Ayat (2) berbunyi “Untuk menjamin simpanan
masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)
dibetuk Lembaga Penjamin Simpanan” (Undang- Undang Nomor
7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan).
3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen sering disebut dengan
UUPK. Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan
merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur Perlindungan
Konsumen, sebab sebelumnya telah ada peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang perlindungan konsumen terkait dalam
permasalahan ini adalah Undang-Undang Perbankan (M. Ali Mansyur,
2007: 95). Perlindungan bagi nasabah tidak hanya diatur didalam
hukum perbankan tetapi juga telah diakomodir didalam ketentuan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hubungan perlindungan
nasabah dengan perlindungan didalam Undang-Undang ini adalah
karena nasabah merupakan konsumen jasa perbankan. Dalam penelitian
ini dimana dikhususkan bahwa nasabah sebagai konsumen jasa
perbankan dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dibentuk untuk
mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan
pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat. Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen (Pasal 1 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Konsumen. Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
menyatakan bahwa Perlindungan konsumen berasaskan manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta
kepastian hukum.
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional,
yaitu :
a) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha unuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
c) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.
d) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila
diperhatikan substansinya, dapat dibagi mejadi 3 (tiga) asas, yaitu:
a) Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan
keselamatan konsumen,
b) Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas kesimbangan, dan
c) Asas kepastian hukum (Ahmadi Miru, Sutarman Yudo, 2008: 25-
26).
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur mengenai
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen
khususnya dalam hal perlindungan nasabah bank dari jasa yang
dibeli/didapatkan dari pelaku usaha. Ketentuan UUPK yang melindungi
nasabah sebagai konsumen jasa perbankan yang terkait dengan
transfer dana melalui ATM, antara lain sebagai berikut:
a) BAB III tentang Hak dan Kewajiban Bagian Pertama, Pasal 4
Tentang Hak Konsumen, yaitu:
(1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa (Pasal 4 huruf (a));
(2) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa Ayat (Pasal 4 huruf
(c));
(3) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan (Pasal 4 huruf (d));
(4) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
(Pasal 4 huruf (e));
(5) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
(Pasal 4 huruf (f));
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
(6) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif (Pasal 4 huruf (g));
(7) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
(Pasal 4 huruf (h));
(8) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya (Pasal 4 huruf (i)) (Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).
Hak nasabah sebagai konsumen jasa perbankan dalam hal
transaksi transfer dana menggunakan ATM, juga merupakan hak
konsumen yang tersebut didalam pasal-pasal Undang-Undang
Perlindungan Konsumen diatas.
b) BAB III tentang Hak dan Kewajiban Bagian Kedua Pasal 7
Tentang Kewajiban Pelaku Usaha, yaitu :
(1) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya (Pasal 7
huruf (a));
(2) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan (Pasal 7
huruf (b));
(3) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif (Pasal 7 huruf (c));
(4) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku (Pasal 7 huruf (d));
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
(5) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan (Pasal 7 huruf (f))
(Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen).
Pasal tersebut merupakan kewajiban yang harus dipenuhi bank
sebagai pelaku usaha dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta
kegiatan usahanya yang ditawarkan kepada masyarakat.
c) BAB IV tentang Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha,
dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf (a) yang menyatakan bahwa pelaku
usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pasal ini jika dikaitkan dengan produk bank yaitu
transfer dana melalui ATM, pihak bank wajib menyediakan sarana
transfer dana dan perangkat yang digunakan sesuai dengan standar
kelayakan transfer dana.
d) BAB V tentang Ketentuan Pencantuman Klausula Baku. Dalam
Pasal 18 yang menyatakan Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen
dan/atau perjanjian apabila:
(1) menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha (Pasal
18 Ayat (1) huruf (a));
(2) mengaturperihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang
atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen (Pasal 18 Ayat
(1) huruf (e))
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
(3) menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang
berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan
lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa
konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya (Pasal 18 Ayat
(1) huruf (g)) (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen).
Antara nasabah dan bank terikat suatu perjanjian. Perjanjian
yang disepakati merupakan perjanjian yang dibuat secara sepihak
oleh pihak bank, sehingga didalam perjanjian tersebut terdapat
beberapa klausula baku. Nasabah terkait dengan klausula baku
yang ditawarkan bank, hanya dapat bersikap menerima atau
menolak, karena dalam pembuatan perjanjian yang mengikat antara
bank dan nasabah dan segala ketentuan didalam perjanjian itu
dibuat secara sepihak oleh bank, tanpa keikutsertaan nasabah. Dari
klausula baku yang ada nasabah hanya memiliki pilihan menerima
atau menolak untuk mengikatkan dirinya dengan bank.
e) BAB VI tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha.
(1) Pasal 19, menyatakan:
(a) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi
atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan (Pasal 19 Ayat (1)).
(b) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa pengembalian uang atau penggantian barang
dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Pasal 19 Ayat (2)).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
(c) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu
7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi (Pasal 19 Ayat (3)).
(d) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya
tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut
mengenai adanya unsur kesalahan (Pasal 19 Ayat (4)).
(e) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2
tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan
bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen
(Pasal 19 Ayat (5)) (Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Pasal ini
merupakan pengecualian dalam hal tanggung jawab
Pelaku usaha dalam hal ini yaitu bank.
(2) Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen mengatur mengenai “Pelaku usaha
yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau
tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian
sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di
tempat kedudukan konsumen”.
(3) Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen mengatur “Pembuktian terhadap ada
tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23
merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha”. Pasal ini
mengamanatkan bahwa beban pembuktian jika terdapat
permasalahan merupakan tanggung jawab bank.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
f) BAB IX Pasal 44 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen mengatur tentang Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat. Pasal 44 Ayat (3) menyatakan
Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
meliputi kegiatan:
(1) menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran
atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa (Pasal 44 huruf (a));
(2) memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya
(Pasal 44 huruf (b));
(3) bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen (Pasal 44 huruf (c));
(4) membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya,
termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen (Pasal
44 huruf (d));.
(5) melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat
terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen (Pasal 44 huruf
(e)) (Pasal 44 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen).
g) BAB X tentang Penyelesaian Sengketa Konsumen
(1) Bagian Pertama, yaitu:
(a) Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen menyatakan “setiap
konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha
melalui lembaga yang bertugas menyelesaikansengketa
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan
yang berada dilingkungan peradilan umum”.
(b) Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen menyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
“penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui
Pengadilan atau diluar Pengadilan berdasarkan pilihan
sukarela para pihak yang bersengketa”.
(2) Bagian Kedua yaitu Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen, mengatur
Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan. “Penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk
mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti
rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin
tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali
kerugian yang diderita oleh konsumen”.
h) BAB XI yaitu Pasal 49 Ayat (1) mengatur mengenai Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yaitu “Pemerintah
membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah
Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan”.
4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, merupakan ketentuan baru yang
memberikan perlindungan baru terhadap perlindungan hukum bagi
nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM.
Transfer dana menggunakan ATM merupakan salah satu bentuk dari
transaksi elektronik di bidang perbankan. Maka dengan hadirnya
Undang-Undang ini semakin melengkapi Peraturan perundang-
undangan terdahulu yang memberikan perlindungan hukum bagi
nasabah yaitu Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Undang Perbankan. Adanya Undang-Undang ini merupakan usaha
pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat pengguna
teknologi, yang sering bertransaksi melalui suatu perangkat elektronik.
Hal ini tentunya juga sangat terkait dengan kegiatan usaha perbankan
dalam memberikan jasa pelayanan transfer dana menggunakan ATM.
Sehingga hadirnya Undang-Undang ini dapat juga melindungi nasabah
bank, dikarenakan Undang-Undang Perbankan yang ada belum
mengatur tentang perlindungan nasabah bank dalam transaksi
perbankan secara elektronik, jika dikaitkan dalam permasalahan ini
khususnya mengenai transfer dana menggunakan ATM.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-
hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral
teknologi (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik). Penjabaran Asas tersebut antara
lain:
a) “Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum bagi pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu
yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan
pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
b) “Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses
berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
c) “Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan
harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi
mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain
dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
d) “Asas iktikad baik” berarti asas yang digunakan para pihak dalam
melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan
kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
e) “Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi” berarti
asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat
mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a) mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat
informasi dunia (Pasal 4 huruf (a));
b) mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Pasal 4 huruf
(b));
c) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik (Pasal 4
huruf (c));
d) membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk
memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan
dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan
bertanggung jawab (Pasal 4 huruf (d));
e) memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi
pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi (Pasal 4 huruf
(e)) (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Didalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ini
yang mengatur perlindungan nasabah bank sebagai pengguna transaksi
elektronik dalam hal transfer dana via ATM, adalah ketentuan pasal
sebagai berikut:
a) BAB III tentang Informasi, dokumen, dan tanda tangan elektronik.
(1) Pasal 5, berbunyi:
(a) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau
hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan
Hukum Acara yang berlaku di Indonesia (Pasal 5 Ayat (2)).
(b) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
ini (Pasal 5 Ayat (3)).
Hasil cetak dari transaksi transfer dana melalui ATM
yang dilakukan nasabah berupa struk adalah sah sebagai alat
bukti. Jika ada ATM yang tidak mengeluarkan bukti struk,
maka data transfer yang ada pada sistem elektronik yang
digunakan di ATM milik Bank, dapat menjadi alat bukti yang
sah pula. Didalam struk ini terdapat informasi elektronik,
misalnya tanggal dan waktu pengiriman, nomor kartu, nama
pengirim, nama bank asal, nama bank tujuan, nomor rekening
bank tujuan, nama penerima dan jumlah dana yang ditransfer.
(2) Pasal 7, menyatakan:
“Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang
telah ada, atau menolak hak orang lain berdasarkan adanya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang
memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan”.
Pasal ini mengisyaratkan mengenai “pembuktian” jika
nasabah atau bank dalam hal transfer dana via ATM mengalami
masalah yang menyebabkan kerugian, maka para pihak berhak
untuk menyatakan hak-haknya, asalkan permasalahan tersebut
memang berasal dari ATM resmi milik bank yang sudah sesuai
dengan standar kelayakan.
(3) Pasal 9, menyatakan:
“Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem
Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang
ditawarkan”. Hal ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi
bank sebagai pelaku usaha dalam menawarkan produk transfer
dana melalui ATM.
b) BAB IV tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik dan Sistem
Elektronik, Bagian Kedua, terdiri dari:
(1) Pasal 15 menyatakan:
(a) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus
menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan
aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya
Sistem Elektronik sebagaimana mestinya (Pasal 15 Ayat
(1)).
(b) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab
terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya (Pasal 15
Ayat (2)).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
(c) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan
memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
Sistem Elektronik (Pasal 15 Ayat (3)).
Dalam Pasal tersebut ada kewajiban bank sebagai
penyelenggara sistem elektronik untuk menyelenggarakan
sistem elektronik secara andal, aman, beroperasi sebagaimana
mestinya dan bertanggung jawab. Andal artinya sistem
elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
penggunaannya, aman artinya sistem elektronik terlindungi
secara fisik dan nonfisik, beroperasi sebagaimana mestinya
artinya sistem elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan
spesifikasinya. Bertanggung jawab artinya ada subjek hukum
yang bertanggung jawab secara hukum terhadap
penyelenggaraan sistem elektronik tersebut.
Bank wajib bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
sistem elektroniknya terkait dengan sistem elektronik yang
digunakan dalam transfer dana yaitu ATM. Bank bebas dari
pertanggungjawaban jika risiko muncul akibat keadaan
memaksa (overmacht), kesalahan maupun kelalaian dari pihak
lain.
(2) Pasal 16, menyatakan:
(a) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang
tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi
persyaratan minimum sebagai berikut (Pasal 16 Ayat (1):
(i) Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan
Perundang-undangan (Pasal 16 Ayat (1) huruf (a));
(ii) Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan,
kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik
dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut
(Pasal 16 Ayat (1) huruf (b));
(iii) Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk
dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut
(Pasal 16 Ayat (1) huruf (c));
(iv) Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang
diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol
yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut
(Pasal 16 Ayat (1) huruf (d));
(v) Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk
menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk (Pasal
16 Ayat (1) huruf (e)).
Dalam penyelenggaraan Produk layanan transfer dana
menggunakan ATM, bank harus memperhatikan hal didalam
pasal diatas dan dalam sistem elektronik yang digunakan
didalam ATM harus memenuhi persyaratan tersebut.
c) BAB V tentang Transaksi Elektronik, Pasal 21, menyatakan
(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik
sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui
Agen Elektronik (Pasal 21 Ayat (1)).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur sebagai berikut:
(a) jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab
para pihak yang bertransaksi (Pasal 21 Ayat 2 huruf (a));
(b) jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat
hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik (Pasal 21
Ayat (2) huruf c));
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga
secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat
hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik
(Pasal 21 Ayat (3)).
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pengguna jasa
layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab
pengguna jasa layanan (Pasal 21 Ayat (4)).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak berlaku
dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,
kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik
(Pasal 21 Ayat (5)).
Penyelenggara sistem elektronik (bank) sebagai penyedia Agen
Elektronik yaitu mesin ATM tidak akan bertanggungjawab jika
dapat dibuktikan bahwa permasalahan yang terjadi dalam transfer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
dana via ATM bukan disebabkan oleh kesalahannya dan adanya
keadaan memaksa.
d) Bab VI Tentang Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual, dan
Perlindungan Hak Pribadi, Pasal 26, yaitu:
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan,
penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas
persetujuan orang yang bersangkutan (Pasal 26 Ayat (1));
(2) Setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang
ditimbulkan berdasarkan undang-undang ini (Pasal 26 Ayat (2)).
Pasal diatas menunjukkan adanya perlindungan bagi data
pribadi nasabah pengguna layanan ATM, dimana orang lain
yang tanpa persetujuan dari pemilik data sebenarnya dilarang
menggunakan informasi/ data tersebut untuk mengakses sistem
informasi data elektronik milik orang lain.
e) Bab VII Tentang Perbuatan Yang Dilarang, terdiri dari Pasal 28 Ayat
(1), Pasal 30 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 32 Ayat (2),
Pasal 34 Ayat (1), Pasal 35, serta Pasal 36, dimana dari Pasal-pasal
tersebut melarang setiap orang yang tidak memiliki hak, memasuki/
menggunakan informasi elektronik milik orang lain untuk
kepentingan mendapatkan keuntungan dari informasi elektronik
orang lain sehingga membuat kerugian bagi pemilik asli dari
informasi yang digunakan. Perlindungan yang diberikan Undang-
undang ini terkait dengan transfer dana secara elektronik dalam hal
ini adalah melalui ATM, jika hal-hal dalam pasal tersebut dilanggar
dan dapat merugikan nasabah yang melakukan transfer dana melalui
ATM, maka bagi pelanggaranya akan dikenakan sanksi pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
sebagaimana yang di atur dalam Ketentuan Pidana pada BAB XI
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
f) Bab VIII tentang Penyelesaian Sengketa, terdiri dari:
(1) Pasal 38, menyatakan:
(a) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan
Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian (Pasal 38
Ayat (1)).
(b) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan
terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik
dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat
merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan (Pasal 38 Ayat (2)).
(2) Pasal 39, mengenai penyelesaian sengketa, yaitu
(a) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan (Pasal 39 Ayat (1)).
(b) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa
melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan (Pasal 39 Ayat (2)).
c. Perlindungan Diluar Hukum
Perlindungan bagi nasabah diluar hukum merupakan bagian dari usaha
yang terkait dengan perlindungan kepada nasabah bank yang diberikan
oleh hukum untuk mewujudkan sistem dan kegiatan usaha perbankan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
baik. Hal tersebut terkait dengan perlindungan bagi nasabah bank dalam
transaksi transfer dana menggunakan ATM dilakukan dalam bentuk:
1) Usaha Dari Bank Yang Bersangkutan
Langkah pengamanan yang dilakukan oleh bank adalah sebagai
berikut:
a) Penempatan pegawai yang capable dan jujur.
b) Penempatan dan pengawasan hardware dan software dari komputer
atau alat komunikasi lainnya secara rutin.
c) Pemakaian test key yang baik.
d) Standarisasi terhadap dokumentasi dan istilah yang dipakai.
e) Melakukan perbaikan jika ada kekeliruan yang diberitahukan oleh
pihak nasabah (Munir Fuady, 2004: 124).
Usaha yang terpenting yang perlu dilakukan bank adalah
meningkatkan dan memperbaiki sistem pengamanan baik dari segi
sumber daya maupun perangkat yang digunakan dalam transfer dana
guna kelancaran dan keamanan transaksi perbankan, melindungi dana
nasabah serta dapat meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap pihak
bank.
2) Usaha Secara Internasional
Usaha secara internasional pengamanan transfer dana secara
elektronik ini diprakarsai oleh organisasi atau komunitas perbankan
internasional yaitu Banking Committee (TC 68) dari International
Standard Organization (ISO) sehingga disebut ISO TC 68. Usaha
tersebut antara lain menyediakan:
a) Format yang digunakan dalam International Funds Transfer.
b) Penyediaan Test Key.
c) Penentuan technical characteristic dari kartu dengan strip
magnet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
d) Penentuan spesifikasi dari pertukaran messages untuk kartu kredit
atau kartu debit.
e) Standar untuk format teleks dalam instruksi transfer uang
interbank, dengan menggunakan SWIFT sebagai dasarnya (Munir
Fuady, 2004: 124-125).
3) Keterlibatan Pihak Nasabah Pengirim Transfer
Pihak nasabah dapat terlibat untuk mengetahui apakah terjadi
penipuan atau kekeliruan yang berhubungan dengan transfer dana,
misalnya yang ada hubungannya dengan rekeningnya di bank tersebut
(Munir Fuady, 2004: 125). Usaha dari nasabah ini setidaknya dapat
membantu nasabah mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan akibat
transfer dana melalui ATM, nasabah diharapkan juga lebih aktif dalam
memperjuangkan haknya, ditambah pula dengan menerapkan kehati-
hatian dan memperhatikan langkah aman bertransaksi melalui ATM.
d. Perlindungan Berdasarkan Teori Tanggung Jawab
Hal pertanggungjawaban sangat penting dalam menyelesaikan suatu
permasalahan yang terjadi. Pertanggungjawaban ini dapat memberikan
perlindungan hukum bagi pihak yang merasa dirugikan dalam penggunaan
sesuatu dan perjanjian dengan pihak lain. Pihak terkait dengan transfer
dana melalui ATM adalah nasabah bank sebagai konsumen dan bank
sebagai pelaku usaha. Hubungan hukum yang terjadi antara pihak
penyedia barang dan/atau jasa dengan konsumen melahirkan suatu hak dan
kewajiban yang mendasari terciptanya suatu tanggung jawab. Tanggung
jawab merupakan bagian dari konsep kewajiban hukum (Abdul Halim
Barkatullah, 2009: 158).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Untuk menentukan siapa yang harus bertanggung jawab dalam
permasalahan transfer dana melalui ATM dapat dilihat dari beberapa teori
pertanggungjawaban sebagai berikut:
1) Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan.
Dalam hukum Product Liability, tanggung jawab perdata pelaku
usaha atas kerugian yang dialami konsumen adalah akibat
menggunakan produk yang dihasilkan. Sistem tanggung jawab produk
di Indonesia masih menggunakan prinsip tanggung jawab berdasarkan
kesalahan dengan pembuktian terbalik dan belum menerapkan sistem
tanggung jawab mutlak (Abdul Halim Barkatullah, 2009: 233).
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault
liability) dipegang teguh dalam KUHPerdata, khususnya Pasal 1365,
Pasal 1366, dan Pasal 1367. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru
dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada
unsur kesalahan yang dilakukannya. Mengenai beban pembuktian,
asas tanggung jawab ini mengikuti Pasal 163 Herziene Indonesische
Reglement (HIR) atau Pasal 283 Rechtsreglement Buitengewesten
(RBG) dan Pasal 1865 KUHPerdata yang menyatakan barangsiapa
yang mengaku mempunyai suatu hak, harus membuktikan adanya hak
atau peristiwa itu (actorie incumbit probation) (Shidarta, 2000: 59).
Penulis berpendapat dengan pernyataan bahwa Indonesia
menggunakan sistem pembuktian terbalik, meskipun pembuktian
terbalik dalam permasalahan yang diangkat diatur didalam Pasal 28
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, tetapi jika melihat pada ketentuan Pasal 1865
KUHPerdata bahwa setiap orang yang menyatakan “Setiap orang yang
mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain,
menunjuk pada sutau peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak
atau peristiwa tersebut”. Jika melihat ketentuan KUHPerdata diatas
maka pihak bank maupun nasabah hendaknya sama-sama memiliki
kesempatan untuk membuktikan hak keduanya. Karena jika hanya
satu pihak saja dalam hal ini pelaku usaha yaitu bank yang dibebani
pembuktian maka hal ini dapat merugikan konsumen karena bank
sebagai pihak yang paling mengerti produk jasanya yang dikeluarkan
dapat menggunakan segala cara untuk menghindari
pertanggungjawabannya kepada konsumen dan membuktikan bahwa
kesalahan dan kerugian bukan berasal dari pihaknya.
2) Ada beberapa teori hukum untuk menentukan siapakah yang
bertanggung jawab secara hukum terhadap kekeliruan/ penipuan
dalam transaksi transfer dana, yaitu sebagai berikut :
a) Dalam hal melakukan transfer dana, termasuk memilih alat kirim
yang cocok, selaku lembaga bisnis, bank memiliki kewajiban
untuk berhati-hati (reasonable care). Jika secara hukum dianggap
lengah, bank tersebut harus bertanggung jawab.
b) Kemungkinan pembebasan tanggung jawab bank jika terjadi
penipuan/kekeliruan dalam harus dengan tegas ditentukan dalam
kontrak yang tertulis (Munir Fuady, 2004: 126).
3) Selanjutnya, diantara pihak yang terlibat dalam proses transfer dana,
maka pihak bank yang lebih mungkin dimintai tanggung jawab,
dengan alasan yuridis sebagai berikut:
a) Sebab pihak bank pengirim yang menentukan dengan sistem apa
dana ditransfer, dengan siapa dia berurusan, dan kurir mana
yang dipilih untuk mengirim dana tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
b) Pihak bank pengirim akan lebih bertanggung jawab jika ada
ketentuan (understanding) baik tersurat maupun tersirat bahwa
bank pengirim bertanggung jawab terhadap pelaksanaan transfer
yang patut untuk seluruh proses pengiriman tersebut.
c) Apalagi di negara yang menganut ajaran bahwa pengiriman
uang adalah semacam “titipan” oleh pihak pengirim kepada
bank pengirim agar dana tersebut dikirim, dimana untuk jasa
tersebut, bank mendapat imbalan tertentu (Munir Fuady, 2004:
142).
Dalam Hukum Perdata risiko adalah “kewajiban untuk memikul
kerugian jikalau ada suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak yang
menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian” (Subekti, 1995:
144). Jika kesalahan dapat dibuktikan bahwa nasabah yang menyebabkan
kerugian akibat kesalahan dan kelalaiannya maka bank dapat lepas dari
pertanggungjawabannya. Ukuran pertama siapa yang mesti memikul risiko
jika terjadi keterlambatan, kehilangan atau kerugian lainnya sementara
tidak ada satu pihak pun yang terlibat dalam mengkontribusi kesalahan,
maka adalah reasonable jika yang harus memikul risiko adalah pihak
pengirim, karena pada prinsipnya pihak pengirimlah yang berinisiatif
melakukan transfer dana dan untuk kepentingan dirinyalah transfer dana
itu dilakukan (Munir Fuady, 2004: 142).
Penulis kurang setuju dengan pernyataan diatas, karena jika kerugian
atau risiko timbul bukan atas kesalahan nasabah, misalnya karena faktor-
faktor pada mesin ATM yang menyebabkan kerugian dalam hal transfer
dana bagi nasabah, maka pihak bank seharusnya ikut bertanggung jawab.
ATM yang bermasalah terkadang bukan karena kesalahan yang dilakukan
pihak bank dan juga karena pihak nasabah. Tetapi pertanggungjawabannya
bisa diserahkan kepada pemilik ATM tersebut, yaitu pihak bank. Karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
pihak bank yang lebih mengetahui mengenai produk jasa yang
dikeluarkannya sedangkan nasabah tidak tahu banyak mengenai jasa yang
digunakan.
Pandangan bahwa bank dibebaskan tanggung jawabnya dalam hal
kesalahan atau kegagalan komputer adalah kurang tepat. Biasanya
kegagalan komputer diakibatkan oleh hal-hal yang dapat dihindari.
Misalnya karena peralatan yang tidak bagus, pemakaian yang tidak tepat,
man power yang tidak baik, dan lain-lain, yang kesemuanya dapat
dielakkan. Sehingga pelepasan bank dari tanggung jawabnya hanya bisa
dilakukan jika bank dalam kasus tersebut tidak dapat diharapkan untuk
dapat mencegah jenis kesalahan komputer tersebut (Munir Fuady, 2004:
143-144). Hal ini juga berlaku bagi permasalahan yang terkait dengan
mesin ATM saat transfer dana dilakukan.
Penggantian kerugian bisa saja terjadi jika terbukti dalam pembuktian
bahwa pihak nasabah tidak melakukan kesalahan. Penggantian kerugian,
dapat dituntut menurut undang-undang berupa “kosten, schaden en
interessen” (Pasal 1234 KUHPerdata). Kerugian yang dapat dimintakan
penggantian itu tidak hanya yang berupa biaya-biaya yang sungguh-
sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh
menimpa harta benda, tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (Subekti,
1995: 148). Nasabah yang dirugikan yang bukan karena kesalahannya
berhak atas penggantian kerugian yang diterima akibat transfer dana
menggunakan ATM.
Dalam hal terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan transfer dana
melalui ATM, misalnya dikarenakan debitur (bank yang diwakili mesin
ATM miliknya) terlambat dalam memenuhi prestasi dikarenakan adanya
kegagalan jaringan telekomunikasi ataupun kesalahan dan kerusakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
mesin ATM yang menyebabkan dana nasabah yang ditransfer melalui
ATM gagal atau terlambat, maka pihak yang bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita kreditur (nasabah bank) adalah bank (debitur).
Wanprestasi yang dilakukan debitur tersebut menimbulkan hak bagi
kreditur untuk menuntut kerugian.
Jika dalam hal transaksi terjadi overmacht, yang menyebabkan
transfer dana gagal (tidak berjalan sebagaimana dikehendaki nasabah),
misalnya dikarenakan adanya pencurian atau karena bencana alam, maka
dalam keadaan memaksa baik debitur maupun kreditur tidak dapat
dipersalahkan dan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban sepenuhnya.
Hal ini tentu dapat membebaskan kreditur melepaskan tanggungjwabnya,
namun jika melihat kembali pada hubungan kontraktual yang mengikat
bank dan nasabahnya, dalam keadaan memaksa yang terjadi, bank tetap
ikut bertanggung jawab dan membantu menyelesaikan masalah yang
timbul akibat jasa yang dihasilkan, karena bank sebagai debitur adalah
pihak penyelenggara jasa transfer dana melalui ATM, dimana jasa yang
dihasilkan di konsumsi oleh nasabah selaku kreditur. Bank dianggap lebih
mengerti mengenai risiko akibat penggunaan ATM miliknya, demikian
pula dengan risiko yang tidak dapat diperkirakan sebelum perjanjian
dibuat.
Berdasarkan pula pada asas keseimbangan dan keadilan, untuk
memberikan kesempatan yang sama antara debitur dan kreditur
memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya secara adil serta
memberikan keseimbangan kepentingan masing-masing pihak dalam
transfer dana ini, maka risiko jika terjadi overmacht menjadi tanggung
jawab berdua antara nasabah dan bank.. Meski bank tidak dapat dimintai
pertanggung jawaban namun lebih adil jika bank bertanggung jawab
karena bank adalah pemilik ATM.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana
menggunakan ATM memang sangat sulit diterapkan jika harus mencari
dan menentukan siapa yang harus bertanggung jawab atas suatu risiko
yang terjadi. Hal ini sangat tergantung pada “Pembuktian” para pihak baik
nasabah maupun bank dalam menghadapi kasus yang terjadi dalam
transfer dana via ATM ini. Masing-masing pihak harus membuktikan
penyebab daripada kerugian yang terjadi, sehingga dapat di tentukan siapa
yang harus bertanggung jawab dalam permasalahan yang timbul.
Dari uraian teori pertanggungjawaban tersebut diatas, penulis
berpendapat bahwa bank banyak dituntut pertanggungjawabannya karena
bank adalah penyelenggara jasa transfer dana menggunakan ATM. Jika
terdapat permasalahan yang terjadi pihak bank akan tetap ikut bertanggung
jawab karena dianggap lebih mengetahui tentang produk yang
dikeluarkannya. Meskipun tidak bertanggung jawab sepenuhnya jika
permasalahan terjadi akibat keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau
kelalaian pihak nasabah, setidaknya bank harus ikut membantu dalam
pemecahan masalah yang ada.
B. Analisis Perlindungan Nasabah Bank Dalam Transaksi Transfer Dana
Menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan Yang Berlaku Di Indonesia
Indonesia adalah negara hukum, maka segala kegiatan yang berkaitan
dengan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara diatur berdasarkan hukum.
Hukum memiliki peran yaitu khususnya dalam penentuan hak dan kewajiban dan
perlindungan kepentingan sosial dan para individu. Hukum bekerja ditengah
kehidupan masyarakat, sehingga tercipta hubungan antar individu yang satu
dengan yang lain, agar berlangsung tertib dan teratur. Karena hukum secara tegas
akan menentukan hak dan kewajiban antar individu yang saling berhubungan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
serta tugas dan wewenang dihubungkan kesatuan (pemerintah) dengan
kepentingan individu. Sehingga tidak terjadi ketegangan dan ketidakteraturan
(Soedjono Dirdjosisworo, 1984: 126-127).
Lembaga perbankan adalah lembaga kepercayaan, dan untuk menjaga
kepercayaan dan menghindari kekurangpercayaan itu sepantasnyalah bank serta
pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan nasabah yang
bersangkutan. Berawal dari adanya hubungan hukum antara bank dan nasabah
yang berdasarkan oleh perjanjian. Maka sewajarnyalah apabila kepentingan
nasabah memperoleh perlindungan hukum. Dalam permasalahan ini kepentingan
nasabah yang perlu dilindungi adalah yang berkaitan dengan transaksi transfer
dana menggunakan ATM.
Transfer dana butuh perhatian khusus karena sangat sering digunakan oleh
masyarakat negara ini untuk memperlancar proses pengiriman uang. Transfer
dana ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat, apalagi dengan cara-cara
transfer dana yang ditawarkan bank semakin maju dan mempermudah serta
mempercepat pelayanan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya terdapat berbagai
masalah yang dihadapi nasabah terkait transfer dana yang dilakukan melalui
ATM. Permasalahan bisa terjadi karena faktor kesalahan dari nasabah, faktor
kesalahan dari pihak bank, maupun kesalahan dari teknologi yang digunakan
dalam hal ini sistem elektronik (perangkat elektronik) yang digunakan oleh ATM,
maupun permasalahan yang diakibatkan adanya motif menguntungkan diri sendiri
oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Selain adanya berbagai
permasalahan, banyak hambatan yang dihadapi terkait dengan penegakan
perlindungan hukum ini. Misalnya dalam hal kurangnya pengetahuan nasabah
tentang transaksi dan produk perbankan yang menggunakan sistem elektronik. Hal
ini tentunya sangat merugikan nasabah sebagai konsumen jasa perbankan dan
menambah lemah kedudukan nasabah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Perlindungan hukum bagi tiap-tiap individu adalah hal yang sangat penting.
Karena menyangkut hak asasi manusia, sehingga kepentingan dari tiap-tiap
individu perlu dilindungi dan mendapat jaminan hukum. Perlindungan hukum ini
telah diamanatkan oleh UUD 1945, untuk kemudian dijalankan dan diperluas
dalam berbagai ketentuan undang-undang untuk diatur sesuai dengan kepentingan
yang memerlukan perlindungan hukum. Sama halnya dengan perlindungan
hukum terkait dengan transfer dana, juga telah diatur dalam beberapa peraturan
perundang-undangan di Indonesia.
Dalam penelitian ini, perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam
transfer dana melalui penggunaan ATM ini perlu dikaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan di Indonesia, apakah undang-undang yang ada telah ideal
dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transfer dana
melalui ATM. Seperti kita ketahui bahwa sampai saat ini jaminan perlindungan
hukum bagi nasabah bank dirasakan masih lemah, apalagi terkait masalah
transaksi perbankan secara elektronik yaitu transfer dana melalui ATM, padahal
transaksi tersebut merupakan transaksi yang banyak dilakukan oleh masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari.
Dasar hukum bagi bank untuk menjalankan kegiatan usahanya sehubungan
dengan kegiatan memindahkan uang (transfer uang) Via Bank terdapat didalam
Pasal 6 huruf (e) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang menyatakan bahwa usaha bank
umum adalah memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri, maupun untuk
kepentingan nasabah. Dahulu bank dalam kegiatan transfer menggunakan sistem
warkat (paper based) yang seiring dengan perkembangan teknologi, bank
mengeluarkan alat transaksi transfer dengan menggunakan ATM yang lebih
canggih karena menggunakan sistem elektronik dan kecanggihan teknologi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Upaya dari pemerintah dan perbankan dalam mengatasi permasalahan
perlindungan terhadap nasabah bank ini diimplementasikan dengan menjalankan
amanat UUD Tahun 1945, yaitu diatur dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun
1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Maka dari itu kita mengkaji perlindungan hukum bagi nasabah bank terkait
dengan transfer dana melalui ATM dari ketiga undang-undang tersebut, apakah
undang-undang tersebut telah ideal dalam memberikan perlindungan bagi
nasabah bank terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian hukum
ini. Penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 Tentang Perbankan
Bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank, menurut Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tersebut adalah:
a. Bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan segala
aspek usahanya, termasuk dalam penyelenggaraan kegiatan usaha dengan
mengeluarkan ATM sebagai produk terbaru dalam transaksi transfer dana
secara elektronik.
b. Berdasarkan Pasal 29 Ayat (3), bank dalam kegiatan usahanya wajib
menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank juga kepentingan
nasabah yang mempercayakan dananya pada bank. Bank dalam
permasalahan juga harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi
nasabah pengguna ATM dalam hal transfer dana, dan menjalankan cara-
cara dalam ketentuan ATM Card agar tidak merugikan nasabah jika
terjadi suatu permasalahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
c. Berdasarkan Pasal 29 Ayat (4), diawal perjanjian antara bank dan
nasabah, bank wajib memberikan penjelasan mengenai produk yang
dikeluarkan dalam hal ini adalah ATM, sehingga nasabah dalam
menggunakan ATM ini dalam transfer dana dapat mengerti ketentuan
dan risiko yang timbul, sehingga dengan adanya keterbukaan informasi
perihal kegiatan usaha dan kondisi bank, nasabah memiliki pengetahuan
mengenai produk yang digunakan, tetap dapat berhati-hati dalam
bertransaksi, dan dapat menanggulangi serta memperkecil risiko yang
akan terjadi.
d. Berdasarkan Pasal 37, jika terjadi permasalahan dengan transaksi
perbankan yang menyebabkan berkurang, hilangnya dana nasabah yang
disimpan di bank maka bank wajib menjamin dana nasabah yang
dipercayakan kepada bank. Undang-undang perbankan ini juga
mengamanatkan Lembaga Penjamin Simpanan untuk menjamin
simpanan nasabah bank. Lembaga Penjamin Simpanan diperlukan ketika
dana nasabah yang hilang, atau berkurang dalam jumlah besar. Hal ini
juga berlaku dalam hal transfer dana menggunakan ATM jika terjadi
masalah dengan dana nasabah bank saat melakukan transaksi transfer
dana.
Ketentuan Undang-Undang Perbankan didalam pasal-pasal diatas
mengisyaratkan adanya perlindungan hukum bagi nasabah bank secara
umum. Dimana bank dalam menjalankan usahanya harus mengutamakan
prinsip kehati-hatian, menggunakan cara-cara yang tidak merugikan nasabah
dan menjamin dana nasabah lewat adanya Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS). Undang-Undang Perbankan memang tidak secara khusus mengatur
perlindungan hukum bagi nasabah bank pengguna ATM dalam transfer dana.
Belum ada pasal yang mengatur secara khusus mengenai transfer dana,
karena didalam undang-undang ini hanya mengatur usaha bank yang belum
tersentuh teknologi, seperti halnya ATM. Akan tetapi bentuk perlindungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
hukum yang telah disebutkan dapat menjadi prinsip awal bagi bank dalam
melindungi nasabahnya.
Undang-Undang Perbankan belum mampu mengatasi perkembangan
teknologi dan informasi sehingga belum dapat memberikan perlindungan
yang sesuai. Meski begitu karena ATM merupakan produk perbankan untuk
menjalankan transaksi perbankan, maka bank juga harus memperhatikan
aspek perlindungan yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Dalam hal
nasabah mengunakan ATM sebagai sarana transaksi perbankan yaitu transfer
dana, maka peraturan terkait dengan perlindungan nasabah dalam perundang-
undangan tersebut juga berlaku bagi perlindungan nasabah bank dalam
transaksi transfer dana menggunakan ATM. Meskipun Undang-Undang
Perbankan belum menyebutkan dan mengatur secara khusus bentuk
perlindungan hukum dalam transaksi transfer dana secara elektronik ini.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Pasal-pasal dalam undang-undang ini memberikan perlindungan kepada
konsumen barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan oleh
pelaku usaha. Seperti kita ketahui nasabah merupakan konsumen jasa
perbankan dan bank merupakan pelaku usaha sehingga hal-hal yang terkait
dengan perlindungan konsumen dalam undang-undang ini terkait juga dalam
hubungan antara bank dan nasabahnya.
Undang-undang ini mengatur dan menjaga agar pelaku usaha dalam hal
ini bank untuk memperhatikan jasa yang diberikan, perangkat yang
digunakan dalam pelayanan jasa perbankan serta mengatur hak dan kewajiban
baik pelaku usaha maupun konsumen, sehingga dapat membatasi ruang gerak
pelaku usaha untuk bersikap menguntungkan pihaknya sendiri tanpa
memperdulikan kepentingan konsumen sebagai penikmat barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan. Selain Undang-Undang Perbankan, Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Undang Perlindungan Konsumen ini juga memberikan perlindungan bagi
nasabah bank selaku konsumen jasa perbankan.
Sehubungan dengan pencantuman klausula baku, dalam perjanjian yang
dibuat antara bank dan nasabah, ketika nasabah akan menggunakan layanan
jasa perbankan pastilah ada yang disebut dengan klausula baku. Klausula
baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara pihak oleh pelaku usaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat
dan wajib dipenuhi oleh konsumen (Pasal 1 angka (10) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Sebagai contoh
beberapa klausula baku dalam syarat dan ketentuan transfer dana pada slip
transfer bank yang menyatakan sebagai berikut:
a. Transfer akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
bank.
b. Pengiriman transfer yang dilakukan bank tunduk pada hukum Negara
Republik Indonesia termasuk ketentuan dan kebiasaan yang berlaku di
bank.
c. Segala kerugian yang timbul karena:
1) Keterlambatan/ tidak dapat diteruskannya transfer oleh bank
koresponden/bank lain;
2) Tidak terlaksananya transfer karena peraturan yang berlaku;
3) Hilang tidak lengkap atau cacatnya pesan transfer yang disebabkan
hal-hal diluar kewenangan Bank;
Tidak dapat dimintakan pertangungjawabannya kepada bank.
Meskipun Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah melarang
pencantuman klausula baku seperti yang disebutkan dalam Pasal 18,
tetapi hal ini belum sepenuhnya diperhatikan oleh pihak bank dalam
pembuatan perjanjian secara sepihak. Masih ada ketentuan dalam syarat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
transfer dana yang menyatakan pengalihan tanggungjawab bank dan
menyatakan bahwa konsumen/nasabah tunduk kepada ketentuan yang
berlaku di Bank. Selain itu bank kurang terbuka masalah informasi dan
kurang menjelaskan risiko dari transfer serta tidak menjelaskan mengenai
ketentuan dan syarat yang berlaku di bank sehingga pengetahuan nasabah
kurang dalam hal ini.
Bank tidak wajib membuat kontrak tertulis dengan nasabahnya
dalam hal transfer dana secara elektronik, kecuali dalam hal menerbitkan
debit card atau credit card memang kontrak tertulis dengan nasabah perlu
dibuat terutama karena pihak nasabah ikut berpartisipasi dalam program
cash management, atau transfer dana dalam jumlah besar. Sebab
masalah-masalah tersebut belum diakomodir pengaturannya dalam
hukum/aturan perbankan konvensional (Munir Fuady, 2004: 140).
Karena bank tidak wajib membuat kontrak tertulis dalam transfer
dana elektronik, maka beberapa aturan dalam syarat dan ketentuan
transfer dana secara paper based, berlaku dalam transfer dana secara
elektronik (dalam hal ini menggunakan ATM) karena prosedur dari
kedua transfer tersebut sama, hanya ada beberapa perbedaan dalam
pelaksanaanya (Munir Fuady, 2004: 135). Begitu juga dengan beberapa
klausula baku yang ditetapkan bank. Yang menjadi permasalahan adalah
dalam ketentuan transfer dana yang diberlakukan oleh bank, banyak
nasabah yang kurang mengetahui, dan pihak bank pun jarang dan kurang
terbuka dalam memberikan informasi mengenai ketentuan transfer dana
yang menggunakan ATM Card dan informasi mengenai risiko dan hal-
hal yang berkaitan dengan ATM Card lainnya. Hal ini yang membuat
kedudukan nasabah semakin lemah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
“Perlindungan hukum bagi konsumen bermaksud memberikan
perlindungan bagi konsumen, yang meliputi hukum dalam pemberian
informasi tentang produk bagi konsumen dan hukum yang mengatur
tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk yang diproduksinya” (Abdul
Halim Barkatullah, 2009: 233). Perlindungan nasabah bank dalam
pennggunaan ATM dalam transaksi transfer dana yang diberikan oleh
Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini berupa ketentuan mengenai hak
konsumen dalam hal ini nasabah, kewajiban bank sebagai pelaku usaha,
tanggung jawab bank, hal pencatuman klausula baku, dan penyelesaian
sengketa. Perlindungan konsumen harus memperhatikan asas manfaat, asas
kepastian hukum, dan asas keadilan sesuai yang di atur didalam undang-
undang ini.
Undang-undang ini mengatur kepentingan konsumen secara umum,
belum mampu mengakomodir sepenuhnya kepentingan nasabah sebagai
konsumen pengguna layanan transfer dana melalui ATM (hal-hal terkait
dengan pemakaian produk ATM oleh nasabah), hanya pembatasan saja dalam
hal pertanggungjawaban, dan aktivitas pelaku usaha dalam menjalankan
usahanya termasuk didalamnya adalah bank dan cara menyelesaikan sengketa
yang terjadi.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Seiring dengan berkembangnya zaman, bank juga menggunakan
kemajuan teknologi dalam segala transaksi perbankan. Penggunaan ATM
sebagai sarana transfer dana juga menggunakan sistem dan perangkat
elektronik. Undang-undang ini mengatur dan mencakup mengenai
penggunaan jasa elektronik, termasuk dalam transfer dana menggunakan
mesin ATM dan kartu ATM. Didalam undang-undang ini diatur mengenai
informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik, kewajiban bank sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
penyelenggara sistem elektronik, pertanggungjawaban dalam transaksi
elektronik, perbuatan yang dilarang serta penyelesaian sengketa dalam
transaksi elektronik.
Undang-undang ini dirasa dapat lebih memberikan perlindungan hukum
yang lebih baik dibandingkan dengan undang-undang yang ada sebelumnya
yang juga mengatur mengenai perlindungan hukum bagi nasabah bank.
Undang-undang ini lebih mengantisipasi akibat dari transaksi secara
elektronik, mengatur mengenai kerahasiaan informasi, mengatur mengenai
hal atau perbuatan yang dilarang dalam penggunaan transaksi elektronik/
mencegah bentuk kejahatan yang menimbulkan kerugian penggunanya,
masalah pembuktian dan sanksi pidana bagi pelanggarnya.
Didalam undang-undang ini masih menyebutkan perlindungan pengguna
layanan jasa elektronik secara umum, belum mengatur secara khusus
mengenai transaksi elektronik transfer dana menggunakan ATM, sehingga
perlindungan hukum yang diberikan hanya sebatas apa yang tertuang dan
diatur dalam undang-undang ini terkait dengan suatu transaksi elektronik,
meski begitu kehadiran undang-undang ini dirasa dapat memberikan angin
segar bagi pengguna layanan elektronik yaitu nasabah bank jika ada
permasalahan dengan transaksi transfer dana melalui ATM, karena undang-
undang sebelumnya belum mengatur mengenai suatu transaksi elektronik.
Sehingga undang-undang ini semakin membantu dalam memberikan
perlindungan hukum bagi nasabah bank terkait dengan permasalahan yang
diangkat.
Jika ditinjau dari ketiga peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia tersebut, perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi
transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dapat disimpulkan,
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
1. Asas Perlindungan Nasabah
Dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah harus
diperhatikan mengenai Asas Perlindungan Nasabah, yang terdiri dari:
a. Asas Kepastian Hukum
Asas ini dimaksudkan agar pelaku usaha yaitu bank dan konsumen
yaitu nasabah, untuk menaati hukum dan memperoleh jaminan kepastian
hukum (segala penyelengaraan transaksi dan hubungan antara bank dan
nasabah mendapat pengakuan hukum didalam dan diluar pengadilan).
b. Asas Manfaat
Asas ini juga mencakup asas keamanan dan asas keselamatan
konsumen. Perlindungan nasabah bank harus dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi nasabah bank sebagai konsumen.
c. Asas Kehati-hatian
Asas ini sebagai landasan bagi pihak bank dan nasabah untuk
memperhatikan aspek-aspek yang mendatangkan kerugian. Pihak bank
sebagi pelaku usaha dituntut lebih memperhatikan asas ini dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Menurut asas ini pelaku usaha diwajibkan
beritikad baik dalam menjalankan usahanya, dan bagi konsumen untuk
beritikad baik dalam bertransaksi. Asas ini juga disebut dengan prinsip
kehati-hatian.
d. Asas Keadilan
Asas ini mengutamakan keseimbangan untuk memperoleh hak dan
pelaksanaan kewajiban baik oleh bank maupun nasabah.
Dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank khususnya
terkait dengan transfer dana melalui ATM, ketiga peraturan tersebut telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
menganut asas perlindungan nasabah, yang juga harus diterapkan oleh bank
dalam menjalankan usahanya sehingga ada keseimbangan antara kepentingan
nasabah dan bank. Jika asas perlindungan terhadap nasabah ini dapat di
implementasikan dengan baik, maka dalam setiap hubungan yang terjadi
antara nasabah dan bank akan berjalan dengan baik dan dapat saling menjaga
kepentingan para pihak, sehingga dalam setiap permasalahan yang terjadi
dapat diselesaikan dengan baik pula dan menguntungkan bagi masing-masing
pihak.
2. Ketentuan Mengenai Pelepasan Pertanggungjawaban
Menurut peraturan perundang-undangan diatas, bank dapat melepaskan
diri dari pertanggungjawaban jika:
a. Tanggung jawab pelaku usaha dalam hal ini adalah bank sebagaimana
dimaksud didalam Pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen tidak berlaku jika dapat dibuktikan bahwa
masalah yang terjadi karena kesalahan nasabah sebagai konsumen.
Pelepasan tanggung jawab bank jika terjadi keadaan memaksa
(overmacht) tidak berlaku dalam pasal ini, karena pelepasan tanggung
jawab bank untuk memberikan ganti rugi berdasarkan keadaan memaksa
tidak disebutkan. Pasal 19 ini menyatakan bahwa “Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen” (Pasal 19 Ayat (5)) (Pasal 19 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).
b. Penyelenggara elektronik yaitu ATM disini adalah pihak bank. Bank
bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan elektroniknya (ATM nya).
Pertanggungjawaban bank tidak berlaku jika dapat dibuktikan adanya
keadaan memaksa, kesalahan atau kelalaian dari nasabah. “Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
pihak pengguna Sistem Elektronik” (Pasal 15 Ayat (3) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik).
Perlindungan bagi pelaku usaha dalam pasal tersebut jika hal dapat
dibuktikan adanya kerugian bukan atas kesalahnya, bisa saja karena
kelalaian nasabah maupun adanya keadaan memaksa..
Sedangkan nasabah dapat menghindari diri dari pertanggungajawaban
jika:
a. Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur sebagai berikut:
“jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang
bertransaksi” (Pasal 21 Ayat 2 huruf (a) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik)
b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak berlaku dalam hal
dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau
kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik (Pasal 21 Ayat (5) Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi
Elektronik).
Dari pasal tersebut para pihak yang terlibat dalam suatu proses transaksi
dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban jika terjadi permasalahan dengan
transaksi elektronik yang dilakukan bila dapat dibuktikan adanya keadaan
memaksa, kesalahan yang bukan berasal dari kesalahan dan kelalaian nasabah
ataupun dari pihak bank.
3. Alat Bukti Dalam Transaksi Elektronik
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia (Pasal
5 angka (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan
Informasi Elektronik).
Karena transfer dana menggunakan ATM merupakan transaksi elektronik
maka, bukti atau dokumen elektronik sebagai bukti dari adanya transaksi
elektronik adalah sah dan telah diakui sebagai alat bukti yang sah dimata
hukum. Bukti struk transaksi yang dikeluarkan mesin ATM setelah transaksi
adalah sah sebagai alat bukti, dan dapat digunakan untuk menguatkan
kedudukan nasabah dalam memperjuangkan haknya jika terjadi permasalahan
yang merugikan.
4. Pembuktian
Dalam hal ini pembuktian diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan
“Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan
beban dan tanggung jawab pelaku usaha”. Pasal ini menyatakan yang
dibebani tanggung jawab pembuktian jika terdapat permasalahan merupakan
tanggung jawab bank sebagai pelaku usaha karena bank dianggap lebih
mengerti mengenai produk yang dikeluarkan, terkait dengan masalah ini
adalah transfer dana melalui ATM.
Rumusan Pasal 28 ini kemudian dikenal dengan sistem pembuktian
terbalik. Beban pembuktian terbalik, dalam praktik belum dilaksanakan
secara konsisten, meski telah diatur dalam Undang-undang ini, beberapa
kasus yang sampai di Pengadilan masih menggunakan prinsip lama dengan
beban pembuktian pada konsumen. Pembalikan beban pembuktian dalam
UUPK dapat menjadi “boomerang” bagi konsumen, karena pelaku usaha
memiliki kemampuan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
sehingga konsumen kewalahan menghadapi kemampuan pelaku usaha ini.
(Abdullah Halim Barkatullah, 2009: 234-235).
5. Hak Konsumen/ Nasabah bank
Dalam hal ini adalah hak dari nasabah bank terhadap jasa layanan
transfer dana via ATM yang digunakan atas hubungannya dengan Bank,
seperti yang telah disebutkan dan diatur dalam Pasal 4 huruf (a), (c), (d), (e),
(f), (g), (h) dan huruf (i) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
6. Kewajiban dan Tanggung Jawab Bank
Kewajiban Pelaku Usaha, dalam hal ini adalah kewajiban bank sebagai
pelaku usaha untuk mengutamakan kepentingan nasabahnya dan juga
merupakan bentuk pertanggungjawaban bank kepada nasabahnya, seperti
yang telah disebut dan diatur dalam Pasal 7 huruf (a), (b), (c), (d), dan huruf
(f) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Pasal 9, Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Tanggung jawab bank dalam memberikan perlindungan nasabah,
menurut ketiga undang-undang tersebut adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, yaitu terdapat didalam ketentuan Pasal 2, Pasal 29 Ayat (2),
Pasal 29 Ayat (3), Pasal 29 Ayat (4), dan Pasal 37 B Ayat (1) dan (2).
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
yaitu terdapat didalam ketentuan Pasal 18 Ayat (1) huruf (a) dan huruf (g),
Pasal 19 Ayat (1), (2), (3), (4), dan Ayat (5), Pasal 28. Prinsip tanggung
jawab yang dianut Undang-undang ini adalah prinsip praduga untuk selalu
bertanggung jawab (presumption of liability). Prinsip ini merupakan
modifikasi dari prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
beban pembuktian terbalik (Abdul Halim Barkatullah, 2009: 234). Artinya
dalam prinsip ini pihak banklah yang dikenai beban pembuktian.
c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yaitu terdapat dalam ketentuan Pasal 15 Ayat (1) dan (2), Pasal
21 Ayat 2 huruf (a) dan (c), Pasal 21 Ayat (3).
7. Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah Dengan Bank
Stephen Mason menyatakan bahwa “The ATM and plastic card have
become central to our lives, yet the technology is not perfect. Should the bank
refuse to accept withdrawals were the result of the actions of a thief, the
customer’s only option may be to take legal action to recover their money”
(New Law Journal, hal 976). Terjemahannya adalah ATM dan kartu plastik
telah menjadi pusat kehidupan kita, namun teknologi ini tidak sempurna. Jika
bank menolak untuk menerima penarikan adalah hasil dari tindakan pencuri,
satu-satunya pilihan pelanggan mungkin untuk mengambil tindakan hukum
untuk mendapatkan kembali uang mereka. Ketika terjadi permasalahan yang
menimbulkan kerugian bagi nasabah, yang disebabkan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, jika bank tidak mau memberikan ganti rugi, maka
nasabah dapat mengambil tindakan hukum untuk menyelesaikan perkaranya
lewat pengadilan maupun diluar pengadilan. Undang-undang yang ada juga
menyatakan didalam pasal-pasalnya mengenai cara meneyelesaikan sengketa
antara bank dan nasabah yang terjadi akibat transfer dana menggunakan
ATM, yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
yaitu terdapat didalam ketentuan Pasal 45, Pasal 47, Pasal 49 Ayat (1).
Undang-Undang ini mengamanatkan pembentukan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat untuk membantu nasabah (konsumen) dalam
memperjuangkan haknya. Lembaga Perlindungan Swadaya Masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
yang ada saat ini adalah Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen
(YLKI). Dan dalam penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi Undang-
Undang ini menjelaskan bahwa penyelesaian Sengketa dapat dilakukan
secara litigasi dan non litigasi. Untuk penyelesaian diluar Pengadilan atau
yang juga disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) dapat
berupa arbitrase, mediasi, konsiliasi, minitrial, negosiasi, dan lain-lain.
Dari sekian banyaknya cara penyelesaian sengketa diluar Pengadilan,
Undang-Undang Perlindungan Konsumen hanya memperkenalkan
arbitrase, mediasi, konsiliasi sebagai cara yang dibebankan kepada BPSK
(Ahmadi Miru, Sutarman Yudo, 2008: 233).
b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yaitu terdapat dalam ketentuan Pasal 38 dan Pasal 39.
Gugatan perdata dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan, dimana penyelesaian sengketa dapat melalui arbitrase atau
lembaga penyelesaian sengketa lainnya.
Perlindungan hukum bagi nasabah menjadi perhatian khusus di negara ini,
karena melihat banyaknya ketimpangan kedudukan antara bank dengan nasabah
yang seringkali kedudukan nasabah lebih lemah dari kedudukan bank. Sejauh ini
memang belum ada perlindungan hukum bagi nasabah secara khusus dalam hal
transfer dana menggunakan sistem elektronik misalnya dengan menggunakan
ATM. Perlindungan hukum bagi nasabah bank menurut Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebenarnya telah diatur
tapi terbatas pada perlindungan nasabah bank dalam kegiatan bank secara umum,
hanya bagi perlindungan nasabah bank dalam transaksi transfer dana
menggunakan ATM belum terakomodir secara khusus. Perlindungan nasabah
bank oleh ketiga undang-undang tersebut didasarkan pada asas perlindungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
terhadap nasabah yaitu asas kepastian hukum, asas manfaat, asas kehati-hatian
dan asas keadilan.
Negara kita belum memiliki ketentuan perundang-undangan tentang
Transfer Dana, perlindungan hukum yang tertuang didalam Undang-Undang
Perbankan belum mampu memberikan perlindungan hukum bagi nasabah yang
lebih baik. Perlindungan hukum bagi nasabah kemudian terbantu dengan adanya
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan dengan adanya perkembangan
teknologi yang digunakan bank, Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik pun ikut berperan.
Transfer dana via ATM merupakan bagian dari kegiatan usaha bank.
Transfer dana merupakan transaksi yang banyak dilakukan oleh masyarakat dan
banyak juga menimbulkan kerugian akibat penggunaanya. Maka segala aturan
yang mengatur mengenai bank dan usaha perbankan serta perlindungan bagi
nasabah bank tetap melekat dan berlaku bagi transfer dana via ATM. Dalam hal
ini perlindungan yang diberikan oleh ketiga peraturan perundang-undangan
tersebut belum sepenuhnya menjamin secara ideal perlindungan hukum bagi
nasabah pengguna layanan transfer dana secara elektronik yaitu via ATM
dikarenakan permasalahan yang terjadi dengan transaksi elektronik ini bisa
semakin canggih dan kompleks seiring dengan berkembangnya zaman. Sehingga
hal transfer dana ini perlu diatur didalam undang-undang tersendiri agar dapat
memberikan kelancaran dan keamanan, kepastian hukum serta perlindungan
hukum terkait dengan proses transfer dana.
Belum idealnya ketiga undang-undang tersebut diatas dikarenakan dalam
ketentuannya belum menyentuh pada pokok persoalan yang mengatur mengenai
transfer dana yang didalamnya diatur mengenai transfer dana secara elektronik,
belum mampu mengakomodir secara khusus mengenai hal transfer dana, misalnya
mengenai transfer dana secara elektronik (baik dari segi perlindungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
informasi/data ataupun usaha pengamanan), tata cara pelaksanaan transfer dana
maupun pertanggungjawaban dalam hal transfer dana. Tentunya untuk
memberikan perlindungan yang ideal, ketiga undang-undang tersebut lebih
disempurnakan dengan pencantuman ketentuan yang bermaksud secara khusus
untuk mengatur perlindungan nasabah dalam transaksi perbankan yang dilakukan
secara elektronik dengan tetap berlandaskan pada asas perlindungan nasabah yang
telah di sebutkan dalam ketiga undang-undang tersebut. Tetapi paling tidak upaya
untuk memberikan perlindungan hukum bagi nasabah dari ketiga peraturan
perundang-undangan tersebut telah ada.
Saat ini perlindungan hukum yang lebih baik bagi nasabah bank dalam
transfer dana melalui ATM diberikan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, karena undang-undang ini
lebih terkait dengan transaksi elektronik perbankan sebab Undang-Undang
Perbankan belum mengatur tentang transaksi perbankan secara elektronik.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik ini mengatur pertanggungjawaban antara bank sebagai penyelenggara
sistem elektronik dan penyedia Agen Elektronik dengan nasabah yang lebih
terkait transaksi elektronik diantaranya di dalam Pasal 15 Ayat (1), (2) dan (3),
Pasal 21 Ayat (2) huruf (a) dan (c), Ayat (3), (4) dan (5). Undang-undang ini
juga mengatur mengenai ketentuan bagi bank dalam menyediakan jasa transaksi
perbankan secara elektronik diantaranya terdapat dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal
14, Pasal 16, serta mengatur mengenai pembuktian elekronik pada Pasal 5, yang
mengakui bahwa struk bukti ATM sebagai hasil cetak dari informasi elektronik
pada mesin ATM adalah alat bukti yang sah sesuai Hukum Acara yang berlaku di
Indonesia.
Maka dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa ketiga undang-undang
tersebut yang memberikan perlindungan bagi nasabah, dalam hal transfer dana
melalui ATM belum ideal dalam memberikan perlindungan bagi nasabah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
sehingga kedudukan nasabah masih lemah. Namun ketiga peraturan tersebut
dalam beberapa hal tetap dapat digunakan dan berlaku dalam memberikan
perlindungan hukum bagi nasabah dalam transfer dana via ATM sampai ada
peraturan baru yang secara khusus mengatur mengenai transfer dana baik secara
elektronik maupun non elektronik yang saat ini sedang di bahas oleh pemerintah
dalam RUU Transfer Dana, karena transfer dana melalui ATM ini banyak
digunakan di masyarakat dan merupakan bagian dari transaksi perbankan yang
menggunakan sistem dan perangkat elektronik yang dilakukan oleh nasabah
sebagai konsumen jasa perbankan yang juga sering menimbulkan permasalahan
hukum.
Melihat seluruh hasil pembahasan sebelumnya, maka perlindungan nasabah
bank di Indonesia diatur didalam Ketentuan Perbankan yaitu Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik karena transfer dana yang digunakan menggunakan sarana
elektronik yaitu ATM. Didukung pula mengenai langkah dan usaha perlindungan
pemerintah bagi nasabah, yaitu usaha perlindungan dan pemberdayaan nasabah
yang diagendakan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API), langkah
pengamanan transfer dana secara elektronik dan pertanggungjawaban pihak bank
terhadap permasalahan tersebut. Usaha memberikan perlindungan hukum bagi
nasabah tersebut sangat diharapkan dapat meningkatkan perlindungan terhadap
nasabah dalam transfer dana menggunakan ATM. Meskipun usaha-usaha tersebut
belum secara khusus mengatur tentang perlindungan dalam transfer dana
menggunakan ATM, tetapi dapat diterapkan juga dalam melindungi kepentingan
nasabah dalam permasalahan ini. Karena nasabah adalah pengguna jasa
perbankan, dalam setiap transaksi yang dilakukan dengan menggunakan produk
perbankan, tak terkecuali dengan transfer dana melalui ATM maka usaha
perlindungan hukum bagi nasabah tersebut termasuk didalamnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Demikianlah hasil dari penelitian dan pembahasan atas bentuk perlindungan
hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan
Tunai Mandiri (ATM) yang juga ditinjau dari segi perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank terhadap penggunaan
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) pada transaksi transfer dana dapat
diberikan dengan berbagai cara, yakni melalui Pilar ke enam Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) tentang perlindungan dan pemberdayaan
nasabah, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
dimana perlindungan hukum diberikan dengan menerapkan prinsip kehati-
hatian, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen dimana perlindungan hukum diberikan kepada nasabah bank
sebagai konsumen jasa perbankan, serta didalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dimana
perlindungan hukum diberikan kepada nasabah dalam penggunaan ATM
karena transfer dana dengan sarana ATM merupakan bentuk transaksi
elektronik.
Perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana
menggunakan ATM berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku di Indonesia dapat dikatakan belum ideal. Belum idealnya ketiga
Undang-Undang tersebut disebabkan yang Pertama, Undang-Undang
tersebut masih mengatur ketentuan mengenai perlindungan hukum bagi
nasabah bank dalam kegiatan perbankan secara umum belum secara khusus
mengatur mengenai transfer dana secara elektronik. Kedua, peraturan
perundang-undangan tersebut belum menyentuh pada pokok persoalan yang
mengatur mengenai transfer dana secara elektronik, seperti dalam hal tata
cara pelaksanaan transfer dana dan hal pertanggungjawaban masing-masing
pihak dalam hal transfer dana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
B. Saran
1. Sebaiknya ketentuan Pasal 15 Ayat (3) maupun Pasal 21 Ayat (5) Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
diperjelas mengenai “pihak pengguna sistem elektronik”, agar tidak terjadi
multitafsir sehingga dapat memperjelas pihak yang bertanggung jawab
terhadap segala akibat hukum dalam suatu transaksi elektronik, apakah itu
pihak pengguna yang memiliki hak, pihak ketiga atau orang lain yang tidak
bertanggungjawab.
2. Sebaiknya didalam ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan diatur secara
khusus mengenai hal yang terkait dengan kegiatan usaha bank yang
menggunakan perangkat elektronik untuk lebih dapat memberikan
perlindungan maksimal bagi nasabah bank. Hal ini penting mengingat seiring
perkembangan teknologi, saat ini dalam kegiatan perbankan banyak transaksi
yang dilakukan secara elektronik.
3. Sebaiknya Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, dalam gugatan ganti rugi demi mewujudkan asas
keadilan dan kepastian hukum hendaknya ditambahkan aturan yang
memberikan kesempatan yang sama pula bagi nasabah selaku konsumen untuk
membuktikan adanya unsur kesalahan, agar nasabah diberi kesempatan
membuktikan dan memperjuangkan haknya.
4. Perlu segera disusun dan disahkannya Undang-Undang Transfer Dana, dalam
mewujudkan langkah antisipasi terhadap persoalan penggunaan perangkat
elektronik dalam pelaksanaan transfer dana baik dari segi keamanan informasi
dan perangkatnya, dalam hal ini khususnya yaitu penggunaan Anjungan Tunai
Mandiri (ATM). Salah satunya dengan adanya ketentuan yang mewajibkan
meletakkan perangkat keamanan misalnya kamera Closed Circuit Television
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
(CCTV) disetiap ruangan ATM, untuk mengetahui setiap aktivitas yang ada di
ruangan ATM.
top related