perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id uji dosis …/uji... · perpustakaan.uns.ac.id...
Post on 12-Feb-2018
246 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
UJI DOSIS EKSTRAK ETANOL KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus
sabdariffa L.) SEBAGAI DIURETIK PADA TIKUS PUTIH JANTAN
(Rattus norvegicus)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
ADRIAN ARNASAPUTRA
G0008191
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia.
Komplikasi hipertensi antara lain penyakit jantung koroner, stroke, serta gagal
ginjal (Bustan, 1997). Pada tahun 2000, sebanyak 972 juta (26 %) orang dewasa
di dunia baik negara maju maupun negara berkembang mengalami hipertensi.
Prevalensi hipertensi terus meningkat sejalan dengan perubahaan gaya hidup tidak
sehat (Darmojo, 2001). Di Indonesia, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
tahun 2001 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi yaitu dari 96 per 1000
penduduk pada tahun 1995 menjadi 110 per 1000 penduduk pada tahun 2001.
Prevalensi hipertensi pada penduduk golongan usia di atas 25 tahun ke atas
meningkat dari 8 % pada tahun 1995 menjadi 28 % pada tahun 2001 (Hapsara,
2004). Masalah utama pada hipertensi adalah 90 % lebih dari penderita hipertensi
merupakan hipertensi esensial yang tidak diketahui penyebabnya (Darmojo, 2001).
Salah satu cara mengatasi masalah pada hipertensi adalah dengan diuretik.
Diuretik adalah suatu zat yang meningkatkan laju pengeluaran volume
urin. Secara klinis, diuretik bekerja dengan menurunkan laju reabsorbsi
natrium dari tubulus sehingga menyebabkan natriuresis (peningkatan keluaran
natrium) dan kemudian menimbulkan diuresis (peningkatan pengeluaran air)
(Guyton dan Hall, 2008a). Penggunaan obat diuretik terutama hidroklorotiazid
dapat menimbulkan berbagai macam efek samping seperti gangguan elektrolit
(hipokalemia, hiponatremia, dan hiperkalsemia) serta insufisiensi ginjal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
(Nafrialdi, 2007). Oleh sebab itu, penggunaan bahan-bahan dari alam yang
mempunyai fungsi diuretik sebagai pengobatan tradisional pada kasus
hipertensi perlu dipertimbangkan.
Di Indonesia, pengobatan tradisional sudah dilakukan sejak ratusan
tahun yang lalu. Hal ini disebabkan Indonesia mempunyai banyak tanaman
obat dan keanekaragaman hayati lain yang dapat digunakan sebagai alternatif
pengobatan. Adapun pengertian pengobatan tradisional adalah suatu upaya
kesehatan dengan alternatif lain dari ilmu kedokteran dan berdasarkan
pengetahuan yang diturunkan secara lisan maupun tulisan yang berasal dari
Indonesia atau mancanegara, sedangkan pengertian tanaman obat adalah obat
yang dibuat dari bahan atau perpaduan bahan-bahan yang diperoleh dari
tanaman yang belum berupa zat murni dan digunakan secara turun-temurun
(Suprapto, 1992). Tanaman obat relatif mudah didapat, murah, dan efek
sampingnya relatif rendah. Satu tanaman obat bisa memiliki efek farmakologi
lebih dari satu. Namun, tanaman obat memiliki beberapa kelemahan, antara
lain sebagian besar efek farmakologisnya yang lemah, belum ada bahan baku
standar, belum dilakukan uji klinik, dan mudah tercemar berbagai jenis
mikroorganisme (Katno, 2004).
Salah satu tanaman yang telah digunakan sebagai obat tradisional
adalah bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Kelopak bunga rosela yang telah
digunakan dalam pengobatan tradisional diyakini bermanfaat sebagai diuretik,
antiseptik, antimikroba, antihelmintik, sebagai obat untuk pireksia (demam),
sariawan, serta hipertensi (Perry, 1980; Olalelye, 2007; Okasha et al., 2008;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Mardiah et al., 2009). Kelopak bunga rosela memiliki kandungan senyawa
kimia seperti antosianin, flavonoid, dan polifenol yang dapat memberikan
manfaat terutama untuk pengobatan alternatif (Oppel, 2007). Flavonoid adalah
salah satu dari sekian banyak zat kimia yang telah terbukti secara
eksperimental dapat berfungsi sebagai diuretik alami (Xiao et al., 2005).
Flavonoid menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit seperti Na+ dan Cl-
pada tubulus sehingga menimbulkan efek diuresis (Chodera et al., 1991;
Juniora et al., 2010).
Saat ini, penelitian mengenai berapa dosis kelopak bunga rosela yang
efektif sebagai diuretik masih jarang ditemukan. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk melakukan uji dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebagai
diuretik pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
B. Rumusan Masalah
Berapakah dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus
sabdariffa L.) yang paling efektif sebagai diuretik pada tikus putih jantan
(Rattus norvegicus) pada penelitian ini?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis ekstrak etanol kelopak
bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang paling efektif sebagai diuretik pada
tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoretis
Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai dosis
ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang paling
efektif sebagai diuretik pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
2. Aspek Aplikatif
Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya
mengenai uji dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa
L.) sebagai diuretik pada hewan yang tingkatannya lebih tinggi dengan dosis
yang lebih besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ginjal
a. Anatomi Makroskopis dan Mikroskopis
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang,
terletak setinggi vertebra torakalis XII-vertebra lumbalis III pada rongga
retroperitoneal. Bagian lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan
bagian medialnya berbentuk cekung. Pada bagian medial ginjal terdapat
hilus yang merupakan tempat keluar masuknya pembuluh darah, saraf,
dan ureter (Mutschler, 1991).
Ginjal terdiri dari dua bagian utama yaitu korteks dan medulla.
Medulla ginjal tersusun atas beberapa massa jaringan berbentuk kerucut
disebut piramid. Apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris
Bellini. Setiap duktus papilaris Bellini masuk ke dalam kantong disebut
kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor
dan selanjutnya membentuk pelvis ginjal (Price and Wilson, 2006).
Ginjal tersusun oleh sekitar 1 juta nefron yang bertanggung jawab
dalam mekanisme pembentukan urin. Tiap nefron terdiri dari korpus dan
tubulus. Korpus ginjal terdiri atas satu kapsul Bowman dan kumpulan
kapiler glomerolus. Tubulus terdiri atas tubulus proksimal dengan bagian
pars konvulata dan pars rekta, bagian penghantar, tubulus distal dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
bagian pars konvulata dan pars rekta, serta tubulus penampung. Bagian
yang lurus dari tubulus proksimal, distal, serta penghantar dinamakan
ansa Henle (Mutschler, 1991).
b. Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah membuang bahan-bahan sisa metabolisme
serta mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh (Sherwood, 2001;
Guyton and Hall, 2008b). Menurut Mutschler (1991), ginjal juga
menjalankan beberapa fungsi antara lain:
1) Ekskresi zat-zat metabolisme melalui urin, misalnya urea dan
kreatinin.
2) Pengaturan kebutuhan air dan elektrolit serta keseimbangan asam
basa.
3) Pengaturan (hormonal) volume cairan ekstra sel dan tekanan darah
arteri.
4) Sintesis eritropoetin dan dengan demikian mempengaruhi
pembentukan eritrosit.
5) Hidroksilasi 25-hidroksi-kolekalsiferol menjadi 1,25-dihidroksi-
kolekalsiferol yang berperan pada metabolisme kalsium dan fosfat.
c. Proses Pembentukan Urin
Pembentukan urin terdiri dari filtrasi glomerulus, reabsorpsi
tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi glomerulus dimulai ketika sejumlah
besar cairan dari kapiler glomerulus menuju ke kapsula Bowman
(Sherwood, 2001, Guyton and Hall, 2008b). Di glomerulus, dinding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
glomerulus bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat
dilintasi air, garam-garam, dan glukosa (Tjay dan Rahardja, 2002).
Cairan yang telah difiltrasi meninggalkan kapsula Bowman dan
melewati tubulus. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif air dan
komponen seperti glukosa dan garam-garam (reabsorbsi tubulus)
sehingga terbentuk filtrat (Sherwood, 2001; Tjay dan Rahardja, 2002).
Selain itu, pada tubulus terjadi penambahan zat-zat tertentu seperti H+
dan K+ ke dalam filtrat melalui proses sekresi tubulus (Sherwood, 2001).
Akhirnya, filtrat dari tubulus ditampung di suatu saluran pengumpul
(ductus coligentes) serta disalurkan dan ditampung ke kandung kemih
sebagai urin (Tjay dan Rahardja, 2002).
Pembentukan urin pada orang dewasa normal rata-rata sebanyak 1
ml per menit atau 1,5 liter per hari (Sherwood, 2001). Rata-rata di daerah
tropis volume urin dalam sehari antara 800-1300 ml untuk orang dewasa
Beberapa faktor dapat mempengaruhi volume urin seperti umur, berat
badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan
aktivitas orang yang bersangkutan (Wirawan et al., 1995).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Gambar 1. Proses Pembentukan Urin (Filtrasi, Reabsorsi, dan Sekresi)
(Sherwood, 2001)
2. Diuretik
Diuretik adalah zat-zat yang dapat menyebabkan bertambahnya
pengeluaran urin melalui mekanisme kerja langsung terhadap ginjal.
Diuresis memiliki dua pengertian yaitu menunjukkan adanya penambahan
volume urin serta menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat
terlarut dan air (Tjay dan Rahardja, 2002). Secara umum diuretik dibagi
menjadi dua golongan besar, yaitu penghambat mekanisme transpor
elektrolit (benzotiazid, diuretik kuat, diuretik hemat kalium, dan
penghambat karbonik anhidrase) dan diuretik osmotik (manitol, gliserin,
dan isosorbid) (Nafrialdi, 2007). Jenis-jenis diuretik serta tempat kerja dan
cara kerja terangkum dalam tabel di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Tabel 1. Obat, Tempat, dan Cara Kerja Diuretik (Nafrialdi, 2007)
Obat Tempat kerja utama Cara kerja
Diuretik
osmotik
(1) Tubuli proksimal
Penghambatan reabsorbsi natrium
dan air melalui daya osmotiknya.
(2) Ansa henle
Penghambatan reabsorbsi natrium
dan air oleh karena hipertonis
daerah medula menurun.
(3) Duktus koligentes Penghambatan reabsorbsi natrium
dan air akibat adanya kecepatan
aliran filtrate yang tinggi.
Penghambat
enzim karbonik
anhidrase
Tubuli proksimal Penghambatan terhadap reabsorbsi
bikarbonat
Tiazid Hulu tubuli distal Penghambatan terhadap reabsorbsi
natrium klorida
Diuretik hemat
kalium
Hilir tubuli distal dan
duktus koligentes
daerah korteks
Penghambatan reabsorbsi natrium
dan sekresi kalium dengan jalan
antagonisme kompetitif
(spironolakton) atau secara
langsung (triamteren dan amilorid)
Diuretik kuat Ansa henle bagian
asenden pada bagian
dengan epitel tebal
Penghambatan terhadap transport
elektrolit natrium, kalium dan
klorida.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik. Pertama,
tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah dengan
reabsorbsi natrium sedikit akan lebih kecil memberikan efek dibandingkan
diuretik yang bekerja pada daerah dengan reabsorbsi natrium banyak.
Kedua, status fisiologi dari organ seperti dekompensasi jantung, sirosis hati,
gagal ginjal sehingga memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik.
Ketiga, interaksi antara obat dengan reseptor (Siregar, 1987).
3. Hidroklorotiazid (HCT)
Hidroklorotiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem
akibat payah jantung ringan sampai sedang. Karena daya hipotensinya lebih
kuat, hidroklorotiazid banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk
hipertensi ringan sampai sedang (Tjay dan Rahardja, 2002).
a. Farmakodinamik
Efek farmakodinamik dari tiazid adalah meningkatkan ekskresi
Na+, Cl- dan sejumlah air. Peningkatan ekskresi ini disebabkan oleh
mekanisme tiazid dalam menghambat reabsorbsi Na+ dan Cl- pada hulu
tubulus distal (Anderson et al., 2002; Nafrialdi, 2007).
b. Farmakokinetik
Tiazid diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna dan
diekskresi melalui filtrasi glomerolus maupun sekresi aktif dalam tubulus
proksimal. Hidroklorotiazid bekerja mulai dari 2 jam setelah pemberian
secara oral, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 4-6 jam, dengan masa
kerja 6-12 jam (Mutschler, 1991; Nafrialdi, 2007). Hidroklorotiazid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
hampir tidak dimetabolisme oleh tubuh. Kurang lebih 95% dari
hidroklorotiazid yang masuk dalam tubuh manusia diekskresikan dalam
bentuk asalnya (Anderson et al., 2002).
c. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi utama tiazid adalah hipertensi, gagal jantung kongestif,
nefrolitiasis yang disebabkan hiperkalsiuria idiopatik, diabetes insipidus
nefrogenik, toksisitas, alkalosis metabolik hipokalemi dan hiperurisemia,
penurunan toleransi glukosa, hiperlipidemia, serta hiponatremi.
Sedangkan kontraindikasi tiazid adalah anuria, kehamilan, edema yang
sangat berat, serta alergi terhadap derivat sulfonamid (Anderson et al.,
2002; Nafrialdi, 2007).
d. Efek Samping
1) Gangguan Toleransi Karbohidrat
Dapat terjadi hiperglikemia baik pada pasien diabetes atau bahkan
pada uji toleransi glukosa tidak normal yang ringan. Efek tersebut
berkaitan dengan hambatan pelepasan insulin pakreatik dan penurunan
penggunaan glukosa oleh jaringan (Katzung, 2001).
2) Hiperlipidemia
Tiazid menyebabkan peningkatan 5-15 % kolesterol serum dan
menurunkan Low Density Lipoprotein (LDL) (Katzung, 2001).
3) Hiponatremia
Disebabkan kombinasi antara peningkatan antidiuretik hormon (ADH)
yang mengiduksi hipovolemia, penurunan kapasitas pelarutan ginjal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
dan menyebabkan haus (Katzung, 2001).
4) Reaksi Alergi
Tiazid adalah sulfonamid dan mempunyai reaktivitas silang dengan
anggota lain dari kelompoknya (Katzung, 2001).
5) Lain-lain
Kelemahan, kelelahan, dan parestesia dapat menyerupai penghambat
karboanhidrase lain (Katzung, 2001).
e. Dosis
Hidroklorotiazid tersedia dalam sediaan tablet 25 dan 50 mg.
Dosis yang biasa digunakan untuk hipertensi adalah 12,5-25 mg per hari
dan untuk gagal jantung kongestif 25-100 mg per hari (Katzung, 2001).
Dosis yang dianjurkan untuk diuretik adalah 25 mg per hari (Nafrialdi,
2007).
4. Bunga Rosela
Bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki lebih dari 300
spesies yang tersebar di daerah tropis dan nontropis. Nama lain bunga rosela
antara rozelle, red sorrel, sour-sour, lemon bush, florida cranberry, oseille
rouge (Perancis), quimbombo chino (Spanyol), karkad (Afrika Utara), bisap
(Senegal) (Hutapea, 2001).
a. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospremae
Kelas : Dicotyledoneae
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Bangsa : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus sabdariffa L. (Hutapea, 2001)
b. Ciri Morfologi
Tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) berbentuk semak, tegak,
dan tingginya 0,5-5 m. Batangnya bulat, tegak, berkayu, dan berwarna
merah. Daunnya tunggal, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi
beringgit, penampang bulat, dan berwarna hijau. Bunganya tunggal,
terletak di ketiak daun, kelopak bunga dibentuk dari lima helai daun
kelopak, pangkal berlekatan, berwarna merah, serta mahkota bunga
berbentuk corong. Buahnya bebentuk kotak, berambut, dan berwarna
merah. Akarnya tunggang dan berwarna putih (Hutapea, 2001).
Gambar 2. Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) (Yan and Wong,
2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
c. Kandungan Senyawa
Kandungan senyawa yang terdapat pada kelopak bunga rosela adalah
flavonoid. Flavonoid kelopak bunga rosela terdiri dari flavonol dan pigmen
antosianin. Antosianin pada kelopak bunga rosela berada dalam bentuk
glukosida yang terdiri dari cyanidin-3-sambubioside, delphinidin-3-glucose,
dan delphinidin-3-sambubioside. Flavonol terdiri dari gossypectin, hibiscin,
dan quercetia (Mardiah et al., 2009). Kelopak bunga rosela juga
mengandung alkaloid, L-ascorbic acid, anisaldehid, antosianin, beta karoten,
protocathecuic acid, beta sitosterol, asam sitrat, galaktosa, polifenol,
cyaniding-3-rutinoside, mukopolisakarida, pektin, polisakarida, asam
stearat, dan lilin (Hirunpanich, 2005). Zat gizi lain yang tak kalah penting
terkandung dalam kelopak bunga rosela adalah kalsium, niasin, riboflavin,
dan besi yang cukup tinggi. Kandungan besi pada kelopak segar bunga
rosela dapat mencapai 8,98 mg/100 gr. Selain itu, kelopak bunga rosela
mengandung 1,12 % protein, 12 % serat kasar, 21,89 mg sodium, vitamin C,
dan vitamin A (Mardiah et al., 2009).
d. Manfaat
Kelopak bunga rosela yang telah digunakan dalam pengobatan
tradisional diyakini bermanfaat sebagai diuretik, antiseptik, antimikroba,
antihelmintik, sebagai obat untuk pireksia (demam), sariawan, serta
hipertensi (Perry, 1980; Olalelye, 2007; Okasha et al., 2008; Mardiah et
al., 2009). Di Thailand, bunga rosela digunakan sebagai terapi
pengobatan dan pencegahan batu ginjal (Prasongwatana et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Pemberian ekstrak rosela juga dapat menurunkan kadar Low Dencity
Lipoprotein (LDL) (Fasoyiro et al., 2005).
e. Cara Pemakaian
Kelopak bunga rosela yang sudah dikeringkan direbus hingga
warna bunga memudar. Setelah itu, air rebusan disaring dan siap
dikonsumsi (Widyanto, 2008). Referensi lain menyebutkan, seduh atau
rebus 5-10 gr kelopak kering bunga rosela dengan 300 cc air hingga
mendidih, saring, lalu minum airnya hangat-hangat sebagai teh dua kali
sehari (Wijayakusuma, 2008).
f. Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) sebagai Diuretik
Peran kelopak bunga rosela sebagai diuretik dipengaruhi oleh
senyawa flavonoid yang dikandungnya. Flavonoid adalah salah satu dari
sekian banyak zat kimia yang telah terbukti secara eksperimental dapat
berfungsi sebagai diuretik alami (Xiao et al., 2005). Flavonoid
menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit seperti Na+ dan Cl- pada
tubulus sehingga menimbulkan efek diuresis (Chodera et al., 1991;
Juniora et al., 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
B. Kerangka Pikir
Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosela (Flavonoid)
Variabel Pengganggu
Tak Terkendali (Genetika, Keadaan
Ginjal, Stres)
Penghambatan Reabsorbsi Na+
dan Cl-
Ginjal
Diuretik Golongan Tiazid
(Hidroklorotiazid) Volume Urin Meningkat
Variabel Pengganggu Terkendali
(Makanan dan Mnimuman)
Glomeruli
Filtrasi
Filtrat
Tubulus
Tikus Putih
Keterangan: : berlangsung proses
: menuju ke
: menghambat
: menyebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
C. Hipotesis
Dosis tertinggi ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus
sabdariffa L.) pada penelitian ini merupakan dosis yang paling efektif sebagai
diuretik pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium
dengan rancangan penelitian the post test only with control group design.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan dan
Penelitian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi : Tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
2. Sampel : Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) di Laboratorium
Pengembangan dan Penelitian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada
(UGM) Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi:
1) Galur Wistar
2) Umur ± 3 bulan
3) Berat badan ± 200 gram (toleransi 10 %)
b. Kriteria eksklusi yaitu cacat fisik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu
pemilihan subyek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang
berkaitan dengan karakteristik populasi hewan uji (Taufiqurahman, 2009).
E. Besar Sampel
Menurut Maryanto dan Fatimah (2004), besar sampel dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus Federer.
Rumus Federer :
Keterangan:
n = besar sampel tiap kelompok
t = banyaknya kelompok
Pada penelitian ini banyaknya kelompok adalah 5 kelompok, maka
besarnya sampel tiap kelompok adalah:
(n-1) x (5-1) > 15
(n-1) x 4 > 15
n - 1 > 3,75
n > 4,75
Dengan demikian, setiap kelompok penelitian minimal memerlukan
sampel sebanyak 5 ekor tikus putih jantan. Pada penelitian ini digunakan 5 ekor
tikus putih jantan per kelompok sehingga besar sampel total sebanyak 25 ekor
tikus putih jantan.
(n-1) x (t-1) > 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak etanol kelopak
bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dan hidroklorotiazid (HCT).
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah volume urin tikus putih
(Rattus norvegicus).
3. Variabel Pengganggu
a. Variabel pengganggu yang terkendali
Makanan dan minuman
b. Variabel pengganggu yang tidak terkendali
1) Variasi kepekaan (genetik) tikus putih terhadap zat dan obat yang
digunakan
2) Keadaan ginjal dari tikus putih
3) Stres
G. Definisi Operasional Variabel
1. Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)
Ekstrak etanol kelopak bunga rosela adalah hasil ekstraksi kelopak
bunga rosela dengan metode sokhletasi menggunakan pelarut etanol 70%.
Kelopak bunga rosela yang memiliki karakteristik antara lain terdiri dari
lima helai daun kelopak, pangkalnya saling berlekatan, berwarna merah, dan
mahkota bunga berbentuk corong didapatkan serta dikeringkan, kemudian
diekstraksi di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Terpadu (LPPT)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Ekstraksi dilakukan dengan
metode sokhletasi karena beberapa keuntungan yang dimilikinya, yaitu
bahan pelarut yang digunakan tidak banyak dan pelarut yang
digunakan selalu baru (Voight, 1994). Skala pengukuran yang digunakan
adalah ordinal.
2. Hidroklorotiazid (HCT)
Hidroklorotiazid adalah obat diuretik derivat dari tiazid yang bekerja
dengan meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan sejumlah air dengan
mekanisme menghambat reasorbsi aktif natrium, klorida, dan air pada tubuli
distal. Hidroklorotiazid mempunyai lama kerja 6-12 jam (Nafrialdi, 2007).
Hidroklorotiazid digunakan sebagai pilihan pertama untuk pengobatan
hipertensi ringan sampai sedang karena daya hipotensinya (Tjay dan
Rahardja, 2002). Skala pengukuran yang digunakan adalah nominal.
3. Volume Urin
Volume urin adalah jumlah urin tampung yang dihitung dari nilai
rata-rata pengeluaran urin tikus putih selama 16 jam dimana pengamatan
dilakukan setiap 4 jam sampai 4 kali setelah pemberian perlakuan. Jika
volume urin yang dihasilkan lebih besar dari volume urin kontrol negatif
atau sama besar dengan volume urin pada kontrol positif, efek diuresis dapat
diasumsikan. Pengukuran volume urin menggunakan injection spuit dan
penghitungan waktu menggunakan stopwatch. Skala pengukuran yang
digunakan adalah rasio.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
H. Rancangan Penelitian
Tikus putih jantan (25 ekor)
Analisis data dengan uji statistik
+ Aquadest
2,5 ml
+ HCT
0,3 mg/200 gr BB tikus
putih/2,5 ml
+ Ekstrak
kelopak bunga rosela dosis 1 (65 mg/200 gr
BB tikus putih/2,5 ml)
+ Ekstrak kelopak
bunga rosela dosis 2
(130 mg/200 gr BB tikus
putih/2,5 ml)
Penampungan urin selama 4 jam
Diadaptasikan selama 7 hari
Dipuasakan dari makanan selama 6 jam, tetap diberikan air minum
Kelompok I (5 ekor)
Kelompok IV (5 ekor)
Kelompok III (5 ekor)
Kelompok II (5 ekor)
Kelompok V (5 ekor)
+ Ekstrak kelopak
bunga rosela dosis 3
(260 mg/200 gr BB tikus
putih/2,5 ml)
Pengukuran volume urin tiap 4 jam dan pengukuran intake cairan selama 16 jam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
I. Instrumen Penelitian
1. Metabolic cage complete set for rats: tempat uji diuretik untuk masing-
masing tikus putih.
2. Kandang tikus: tempat untuk mengadaptasikan tikus putih pada tempat
percobaan.
3. Timbangan hewan: timbangan duduk dan timbangan neraca untuk
menimbang berat badan tikus putih.
4. Spuit pencekok: alat untuk memasukkan bahan uji pada tikus putih secara
peroral.
5. Bekker glass: alat untuk membuat ekstrak etanol kelopak bunga rosela.
6. Stop watch: alat untuk mengetahui waktu pengukuran volume urin tikus.
7. Injection spuit: alat untuk mengukur volume urin hasil uji diuretik.
J. Bahan Penelitian
1. Pelet sebagai bahan makanan untuk tikus putih
2. Ekstrak kelopak bunga rosela sebagai bahan uji
3. Aquadest sebagai kontrol negatif
4. Hidroklorotiazid sebagai kontrol positif
K. Cara Kerja
1. Membuat ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.)
Ekstrak pada percobaan ini dibuat di Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada (UGM)
Yogyakarta. Ekstrak dibuat dengan metode sokhletasi dengan pelarut etanol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
70% dan hasilnya berupa ekstrak kering. Ekstrak kering kemudian
dilarutkan dengan aquadest dan diberikan secara per oral pada tikus.
2. Penentuan dosis
a. Dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela
Volume cairan maksimal yang dapat diberikan secara per oral
pada tikus adalah 5 ml/100 gr (Ngatidjan, 1991). Disarankan takaran
dosis tidak sampai melebihi setengah kali volume maksimalnya (Imono
dan Nurlaila, 1986). Pada orang Indonesia, dosis kelopak bunga rosela
yang digunakan adalah dosis yang biasa dipakai di masyarakat, yaitu 3-4
kuntum kelopak bunga rosela, jika dikonversi menjadi ± 10 gr atau ±
10000 mg (Wijayakusuma, 2008).
Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai
spesies dan manusia, konversi dosis manusia dengan berat badan 70 kg
pada tikus dengan berat 200 gr adalah 0,018 (Ngatidjan, 1991). Pada
orang Indonesia dengan berat rata-rata 50 kg, maka dosis kelopak bunga
rosela untuk tikus yaitu:
= (10000 mg x 0,018 x 50/70)/200 gr BB tikus putih
= 128,571 mg/200 gr BB tikus putih
= 128,6 mg/200 gr BB tikus putih » 130 mg/200 gr BB tikus putih
Dalam percobaan ini, dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela
dibuat bertingkat:
Kelompok I: Dosis rendah/dosis 1 = 0,5 x 130 mg/200 gr BB = 65
mg/200 gr BB tikus putih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Ekstrak etanol kelopak bunga rosela 65 mg kemudian dilarutkan dengan
2,5 ml aquadest sehingga dalam 2,5 ml larutan terdapat konsentrasi
ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebanyak 65 mg.
Kelompok II: Dosis sedang/dosis 2 = 1 x 130 mg/200 gr BB = 130
mg/200 gr BB tikus putih
Ekstrak etanol kelopak bunga rosela 130 mg kemudian dilarutkan dengan
2,5 ml aquadest sehingga dalam 2,5 ml larutan terdapat konsentrasi
ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebanyak 130 mg.
Kelompok III: Dosis tinggi/dosis 3 = 2 x 130 mg/200 g BB = 260 mg/200
g BB tikus putih
Ekstrak etanol kelopak bunga rosela 260 mg kemudian dilarutkan dengan
2,5 ml aquadest sehingga dalam 2,5 ml larutan terdapat konsentrasi
ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebanyak 260 mg.
b. Dosis hidroklorotiazid
Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai
spesies dan manusia, konversi dosis manusia dengan berat badan 70 kg
pada tikus dengan berat 200 g adalah 0,018. Volume cairan maksimal
yang dapat diberikan per oral pada tikus adalah 5 ml/ 100 g BB
(Ngatidjan, 1991). Disarankan takaran dosis tidak sampai melebihi
setengah kali volume maksimalnya (Imono dan Nurlaila, 1986). Menurut
Nafrialdi (2007), dosis hidroklorotiazid yang dianjurkan sebagai diuretik
adalah 25 mg/ hari. Dengan demikian, dosis hidroklorotiazid untuk tikus
putih yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
= (25 mg x 0,018 x 50/70)/200 g BB tikus putih
= 0,32 mg/200 g BB tikus putih » 0,3 mg/200 g BB tikus putih
Hidroklorotiazid 0,3 mg kemudian dilarutkan dengan 2,5 ml
aquadest sehingga dalam 2,5 ml larutan terdapat konsentrasi
hidroklorotiazid sebanyak 0,3 mg.
3. Langkah Penelitian
a. Sebelum Perlakuan
Hewan diadaptasi selama kurang lebih 1 minggu di tempat
percobaan dan dipuasakan dari makanan selama 6 jam sebelum
perlakuan. Hewan uji kemudian dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok
masing-masing terdiri atas 5 ekor tikus putih. Kemudian tikus putih
ditimbang dengan menggunakan timbangan hewan dan diberi perlakuan.
b. Pemberian Perlakuan
1) Kelompok I: tikus putih diberi aquadest 2,5 ml sebagai kontrol
negatif.
2) Kelompok II: tikus putih diberi hidroklorotiazid dosis 0,3 mg/200 g
BB tikus putih/2,5 ml.
3) Kelompok III: tikus putih diberi ekstrak etanol kelopak bunga rosela
65 mg/200 g BB tikus putih/2,5 ml.
4) Kelompok IV: tikus putih diberi ekstrak etanol kelopak bunga rosela 130
mg/200 g BB tikus putih/2,5 ml.
5) Kelompok V: tikus putih diberi ekstrak etanol kelopak bunga rosela
260 mg/200 g BB tikus putih/2,5 ml.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
c. Sesudah Perlakuan
Setiap tikus putih langsung dimasukkan ke dalam kandang khusus
untuk uji diuretik (metabolic cage complete set for rats). Penampungan
dan pengukuran urin tikus putih dilakukan setiap 4 jam, selama 16 jam.
L. Teknik Analisis Data
Data (volume urin dan intake cairan) yang diperoleh ditabulasi dalam
tabel dan grafik. Selanjutnya data (volume urin dan intake cairan) dianalisis
apakah memenuhi syarat uji parametrik yaitu dengan diuji normalitas dan
homogenitas variansinya. Uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk
karena jumlah sampel yang kecil (< 50). Uji homogenitas varians antar
kelompok menggunakan uji Levene.
Bila didapatkan p > 0,05 pada kedua uji tersebut, berari distribusi data
nominal dan varians antar kelompok homogen. Selanjutnya, data diuji dengan
dengan uji one-way Anova. Bila didapat hasil yang signifikan (p < 0,05), data
diuji lebih lanjut dengan uji post-hoc untuk mengetahui manakah di antara
kelompok percobaan yang berbeda secara signifikan.
Bila syarat uji parametrik tidak terpenuhi (distribusi data tidak normal
dan varians antar kelompok tidak homogen), data dianalisis dengan uji statistik
non-parametrik yang sebanding dengan uji one-way Anova, yaitu uji Kruskal-
Wallis. Bila terdapat perbedaan signifikan, data selanjutnya diuji dengan uji
Mann-Whitney. Analisis statistik dilakukan dengan SPSS v.17.0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Penelitian uji dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus
sabdariffa L.) sebagai diuretik pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) ini
menggunakan 25 ekor tikus putih jantan, galur Wistar, dan berat badan ± 200
gram. Tikus-tikus tersebut dibagi dalam lima kelompok, masing-masing
kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih. Kelompok I sebagai kontrol negatif
diberikan aquadest (2,5 ml). Kelompok II sebagai kontrol positif diberikan
hidroklorotiazid (0,3 mg/200 gr BB/2,5 ml). Kelompok III, IV, dan V berturut-
turut diberi perlakuan dengan ekstrak etanol kelopak bunga rosela dosis 1 (65
mg/200 gr BB/2,5 ml), dosis 2 (130 mg/200 gr BB/2,5 ml), dosis 3 (260
mg/200 gr BB/2,5 ml). Pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan cara
menampung volume urin setiap 4 jam beserta intake cairan selama 16 jam.
Hasil pengamatan pada penelitian uji dosis ekstrak etanol kelopak
bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) sebagai diuretik pada tikus putih jantan
(Rattus norvegicus) dirangkum dalam Tabel 2 dan Tabel 3 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Tabel 2. Pengukuran Volume Urin (ml) Tiap 4 Jam
Kelompok
Rerata ± Standar Deviasi Volume Urin (ml)
4 jam I 4 jam II 4 jam III 4 jam IV
Kontrol Negatif 2,72 ± 1,17 6,06 ± 1,88 4,36 ± 2,38 2,62 ± 2,20
Kontrol Positif 5,48 ± 1,54 6,44 ± 2,56 5,36 ± 2,09 2,72 ± 1,77
Dosis 1 Rosela 1,96 ± 0,86 1,12 ± 1,15 1,98 ± 1,08 2,46 ± 1,51
Dosis 2 Rosela 2,36 ± 0,83 2,92 ± 2,27 2,48 ± 1,17 1,98 ± 1,96
Dosis 3 Rosela 2,36 ± 0,77 6,72 ± 5,63 7,76 ± 4,42 1,56 ± 0,92
Pada tabel di atas diketahui saat pengukuran 4 jam I rerata volume urin
kelompok kontrol positif paling banyak dibandingkan kelompok lainnya. Saat
pengukuran 4 Jam II, rerata volume urin kelompok kontrol negatif dan dosis 3
ekstrak etanol kelopak bunga rosela meningkat hampir sama dengan kelompok
kontrol positif. Pada saat yang sama, rerata volume urin kelompok dosis 1
ekstrak etanol kelopak bunga rosela justru menurun. Saat pengukuran 4 jam III,
rerata volume urin kelompok dosis 3 ekstrak kelopak bunga rosela meningkat
melebihi kelompok kontrol positif. Saat pengukuran 4 jam IV, rerata volume
urin sebagian besar kelompok mengalami penuruan kecuali pada kelompok
dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela yang terjadi sedikit peningkatan.
Penurunan drastis terlihat jelas pada kelompok dosis 3 ekstrak etanol kelopak
bunga rosela. Penjelasan di atas terlihat jelas pada Gambar 3 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 3. Grafik Volume Urin Tiap Kelompok pada Berbagai Waktu dan
Status Perlakuan
Secara garis besar, gambar di atas menunjukkan bahwa kelompok
kontrol negatif dan dosis 3 ekstrak kelopak bunga rosela mampu menghasilkan
volume urin yang sebanding dengan kelompok kontrol positif sedangkan
kelompok dosis 1 dan 2 ekstrak kelopak bunga rosela tidak. Volume urin
kelompok kontrol negatif dan dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela
meningkat drastis pada saat 4 jam II. Pada saat yang sama, volume urin
kelompok dosis 1 ekstrak kelopak bunga rosela
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Tabel 3. Perbandingan Rerata Volume Urin (ml) dan Intake Cairan (ml) Tiap
Kelompok selama 16 Jam
Kelompok
Rerata (ml)
Intake Cairan Volume Urin
Kontrol Negatif 32,00 15,76
Kontrol Positif 27,40 20,00
Dosis 1 Rosela 17,60 7,52
Dosis 2 Rosela 27,60 9,74
Dosis 3 Rosela 33,40 18,4
Tabel di atas menunjukkan perbandingan antara rerata volume urin
dengan rerata jumlah intake cairan pada tiap-tiap kelompok. Secara garis besar,
peningkatan intake cairan akan mempengaruhi peningkatan volume urin yang
dihasilkan.
B. Analisis Data
Data (jumlah volume urin dan intake cairan) yang diperoleh selama 16
jam kemudian dianalisis dengan SPSS v.17.0 apakah memenuhi syarat uji
parametrik yaitu diuji homogenitas varians dan normalitasnya. Uji
homogenitas varians antar kelompok dilakukan dengan uji Levene sedangkan
uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk.
1. Intake Cairan
a) Uji Normalitas
Hasil uji normalitas data intake cairan disajikan pada tabel 3
berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Tabel 4. Uji Normalitas Intake Cairan
Kelompok Nilai p
Kontrol Negatif 0,758
Kontrol Positif 0,153
Dosis 1 Ekstrak Rosela 0,795
Dosis 2 Ekstrak Rosela 0,402
Dosis 3 Ekstrak Rosela 0,533
Intepretasi dari uji normalitas data di atas adalah distribusi data
dari tiap-tiap kelompok adalah normal karena semua kelompok
mempunyai nilai p > 0,05.
b) Uji Homogenitas
Hasil uji homogenitas data intake cairan didapatkan nilai p =
0,709 (lampiran 4). Intepretasi dari uji homogenitas varians dimana p >
0,05 adalah berarti tidak ada perbedaan varians data yang bermakna antar
kelompok. Dengan kata lain, varians data intake cairan homogen.
Kedua uji statistik di awal menunjukkan bahwa distribusi data
normal dan varians data homogen sehingga syarat uji parametrik (uji
Anova) terpenuhi.
c) Uji Anova
Hasil uji anova menunjukkan nilai p = 0,081 (lampiran 4).
Intepretasi dari uji anova dimana p > 0,05 adalah tidak terdapat
perbedaan intake cairan yang bermakna antara kelompok perlakuan.
Dengan kata lain, intake cairan antar kelompok sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2. Volume Urin
a) Uji Normalitas
Hasil uji normalitas data volume urin dirangkum pada tabel 5
berikut ini.
Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Volume Urin
Kelompok
Nilai p
4 Jam I 4 Jam II 4 Jam III 4 Jam IV
Kontrol Negatif 0,845 0,157 0,301 0,264
Kontrol Positif 0,096 0,414 0,468 0,351
Dosis 1 Rosela 0,730 0,397 0,121 0,141
Dosis 2 Rosela 0,557 0,497 0,821 0,127
Dosis 3 Rosela 0,415 0,875 0,820 0,145
Interpretasi hasil uji normalitas adalah jika p > 0.05 berarti
distribusi data normal. Tabel 5 menunjukkan bahwa data volume urin 4
jam I, II, III dan IV mempunyai distribusi data normal.
b) Uji Homogenitas
Hasil uji homogenitas terhadap data volume urin dirangkum
dalam Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Volume Urin
Nilai p
Volume Urin 4 Jam I 0,756
Volume Urin 4 Jam II 0,027
Volume Urin 4 Jam III 0,025
Volume Urin 4 Jam IV 0,290
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Interpretasi uji homogenitas adalah jika p > 0,05 berarti varians
data antar kelompok homogen. Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa volume
urin 4 jam I dan IV antar kelompok tidak terdapat perbedaan yang
bermakna (varians datanya homogen) sedangkan volume urin 4 jam II
dan III terdapat perbedaan (varians data tidak homogen).
Data volume urin 4 jam I dan IV mempunyai varians data
homogen dan distribusi data normal sehingga data tersebut diuji statistik
dengan uji Anova sedangan data volume urin 4 jam II dan III mempunyai
varians data tidak homogen dan distribusi data normal sehingga data
tersebut diuji statistik dengan uji Kruskal-Wallis.
c) Uji Anova
Uji Anova digunakan untuk melihat adakah terdapat perbedaan
volume urin 4 jam I dan IV yang bermakna antar kelompok perlakuan.
Adapun hasil uji Anova dirangkum dalam tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Anova Volume Urin
Nilai p
Volume Urin 4 Jam I 0,000
Volume Urin 4 Jam IV 0,809
Intepretasi dari uji Anova dimana p < 0,05 adalah terdapat
perbedaan total volume urin yang bermakna antar kelompok perlakuan.
Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa volume urin 4 jam I terdapat
perbedaan yang bermakna sedangkan volume urin 4 jam IV tidak. Data
volume urin 4 jam I selanjutnya diuji statistik dengan uji post-hoc untuk
mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan bermakna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
d) Uji Post-Hoc
Hasil uji post-hoc volume urin 4 jam I dirangkum dalam tabel 8
berikut ini.
Tabel 8. Rangkuman Uji Post-Hoc Volume Urin 4 Jam I
Perbandingan Kelompok Nilai p
Negatif vs Positif 0,001
Negatif vs Dosis 1 0,277
Negatif vs Dosis 2 0,602
Negatif vs Dosis 3 0,602
Positif vs Dosis 1 0,000
Positif vs Dosis 2 0,000
Positif vs Dosis 3 0,000
Dosis 1 vs Dosis 2 0,563
Dosis 1 vs Dosis 3 0,563
Dosis 2 vs Dosis 3 1,000
Intepretasi uji post-hoc menunjukkan volume urin yang
dihasilkan oleh kelompok kontrol positif (hidroklorotiazid) paling banyak
dibandingkan kelompok perlakuan lainnya saat pengukuran 4 jam I.
e) Uji Kruskal-Wallis
Uji Kruskall-Wallis digunakan untuk melihat adakah terdapat
perbedaan volume urin yang bermakna antar kelompok perlakuan saat
pengukuran 4 jam II dan III. Adapun hasil uji Kruskal-Wallis dirangkum
dalam tabel 9 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Kruskal-Wallis
Nilai p
Volume Urin 4 Jam II 0,030
Volume Urin 4 Jam III 0,015
Intepretasi dari uji Anova dimana p < 0,05 adalah terdapat
perbedaan total volume urin yang bermakna antar kelompok perlakuan.
Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa volume urin 4 jam II dan III terdapat
perbedaan yang bermakna. Data volume urin 4 jam II dan III selanjutnya
diuji statistik dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui kelompok
mana yang memiliki perbedaan bermakna.
f) Uji Mann-Whitney
Hasil uji Mann-Whitney volume urin 4 jam II dan III dirangkum
dalam tabel 10 berikut ini.
Tabel 10. Rangkuman Uji Mann-Whitney
Perbandingan Kelompok
Nilai p
4 Jam II 4 Jam III
Negatif vs Positif 0,751 0,600
Negatif vs Dosis 1 0,009 0,075
Negatif vs Dosis 2 0,076 0,169
Negatif vs Dosis 3 0,754 0,116
Positif vs Dosis 1 0,009 0,016
Positif vs Dosis 2 0,075 0,028
Positif vs Dosis 3 0,917 0,465
Dosis 1 vs Dosis 2 0,172 0,530
Dosis 1 vs Dosis 3 0,076 0,021
Dosis 2 vs Dosis 3 0,295 0,021
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Intepretasi uji Mann-Whitney 4 jam II menunjukkan bahwa
volume urin yang dihasilkan oleh kelompok dosis 2 dan 3 ekstrak etanol
kelopak bunga rosela sebanding dengan kelompok kontrol positif
(hidroklorotiazid) yaitu nilai p > 0,05. Intepretasi uji Mann-Whitney 4
jam III menunjukkan bahwa volume urin yang dihasilkan oleh kelompok
dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebanding dengan kelompok
kontrol positif (hidroklorotiazid) yaitu nilai p > 0,05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB V
PEMBAHASAN
Volume urin selama 16 jam antara kelompok I (kontrol negatif), II (kontrol
positif), III (dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela), IV (dosis 2 ekstrak
etanol kelopak bunga rosela), dan V (dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela)
terlihat pada Tabel 2 dan Gambar 3. Pengukuran 4 jam I menunjukkan bahwa
kelompok kontrol positif menghasilkan volume urin yang paling banyak
dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Hasil ini sesuai dengan
pendapat Nafrildi (2007) yang menyatakan bahwa hidroklorotiazid bekerja mulai
dari 2 jam setelah pemberian secara oral. Pengukuran 4 jam I ini juga
menunjukkan bahwa kelompok dengan pemberian ekstrak etanol kelopak bunga
rosela belum memperlihatkan adanya efek diuresis.
Pengukuran 4 jam II menunjukkan bahwa volume urin kelompok kontrol
negatif, kontrol positif, dosis 2 dan 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela
mengalami peningkatan. Volume urin kelompok kontrol negatif meningkat
hampir menyamai volume urin kelompok kontrol positif sedangkan volume urin
kelomppk dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela meningkat sedikit melebihi
kelompok kontrol positif. Peningkatan volume urin pada kelompok kontrol negatif
terjadi karena aquades memiliki sifat sebagai diuretik fisiologis. Aquades akan
meningkatkan volume cairan intravaskular. Efek hemodinamik dari peningkatan
tersebut selanjutnya meningkatkan filtrasi glomerulus. Filtrasi glomerulus yang
meningkat akan mengakibatkan peningkatan volume urin (Sherwood, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Peningkatan volume urin kelompok dosis 2 dan 3 ekstrak etanol kelopak bunga
rosela kemungkinan bisa terjadi karena kandungan flavonoidnya. Flavonoid
menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit seperti Na+ dan Cl- pada tubulus
sehingga menimbulkan efek diuresis (Chodera et al., 1991; Juniora et al., 2010).
Peningkatan volume urin pada kelompok dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga
rosela lebih tinggi dibandingkan kelompok dosis 2 kemungkinan disebabkan
kandungan flavonoidnya yang lebih banyak sehingga efek diuresis yang
dihasilkan juga lebih kuat. Saat pengukuran 4 jam II, volume urin kelompok dosis
1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela justru menurun. Hal ini kemungkinan
disebabkan intake cairan selama 4 jam II lebih sedikit dibandingkan intake cairan
selama 4 jam I sehingga urin yang dihasilkan berkurang. Pengukuran 4 jam II ini
juga menunjukkan bahwa kelompok dosis 2 dan 3 ekstrak etanol kelopak bunga
rosela memperlihatkan adanya efek diuresis sedangkan kelompok dosis 1 tidak..
Pengukuran 4 jam III menunjukkan bahwa volume urin kelompok kontrol
negatif, kontrol positif dan dosis 2 ekstrak etanol kelopak bunga rosela mengalami
penurunan sedangkan kelompok dosis 1 dan 3 meningkat. Penurunan volume urin
pada kelompok kontrol positif disebabkan masa kerja hidroklorotiazid sudah
mendekati akhir yaitu 12 jam (Nafrialdi, 2007). Penurunan volume urin pada
dosis 2 ekstrak etanol kelopak bunga rosela kemungkinan disebabkan kandungan
flavonoidnya sudah berkurang sehingga efek diuresis yang dihasilkan juga
menurun. Peningkatan volume urin kelompok dosis 3 ekstrak kelopak bunga
rosela kemungkinan menunjukkan bahwa kandungan flavonoid dalam dosis
tersebut masih banyak sehingga masih mampu menghasilkan efek diuresis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Peningkatan volume urin kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela
kemungkinan disebabkan intake cairannya bertambah. Pengukuran 4 jam III
menunjukkan bahwa kelompok dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela masih
mampu menghasilkan efek diuresis dibandingkan dengan dosis 1 dan 2.
Pengukuran 4 jam IV terlihat volume urin sebagian besar kelompok
perlakuan mengalami penurunan kecuali kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak
bunga rosela. Hal ini terjadi karena efek dari pemberian perlakuan pada tiap-tiap
kelompok sudah berkurang. Penurunan tajam terjadi pada kelompok dosis 3
ekstrak etanol kelopak bunga rosela. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh dua
hal yaitu kandungan flavonoid yang berkurang dan intake cairan pada saat
tersebut juga berkurang. Peningkatan volume urin kelompok dosis 1 ekstrak
etanol kelopak bunga rosela kemungkinan disebabkan intake cairan pada saat 4
jam IV sedikit bertambah.
Pada penelitian ini, intake cairan dapat berpengaruh terhadap volume urin
yang dihasilkan. Tabel 3 menunjukkan perbandingan rerata volume urin dengan
rerata intake cairan selama 16 jam tiap-tiap kelompok perlakuan. Tabel 3
menunjukkan bahwa intake cairan pada kelompok kontrol negatif dan dosis 3
ekstrak etanol kelopak bunga rosela lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol
positif. Hal ini kemungkinan besar menyebabkan pengeluaran urin pada kedua
kelompok tersebut meningkat sehingga menyamai kelompok kontrol positif.
Perbandingan rerata volume urin dengan intake cairan antara kelompok dosis 2
ekstrak kelopak bunga rosela dengan kelompok kontrol positif menunjukkan
bahwa dosis 2 ekstrak etanol kelopak bunga rosela belum efektif dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
menghasilkan efek diuresis sebab volume urin yang dihasilkan lebih sedikit
padahal intake cairannya hampir sama. Perbandingan rerata volume urin dengan
rerata intake cairan antara kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela
dengan kelompok kontrol positif menunjukkan pengaruh intake cairan terhadap
volume urin yang dihasilkan.
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan adanya efek diuretik
pada tikus putih jantan saat 4 jam II setelah pemberian dosis 2 dan dosis 3 ekstrak
etanol kelopak bunga rosela. Hal ini terlihat dari dosis 2 dan 3 ekstrak kelopak
bunga rosela yang mempunyai rerata volume urin sebanding dengan kontrol
positif. Selanjutnya, efek diuretik dosis 3 ekstrak kelopak bunga rosela mampu
bertahan hingga 4 jam III sedangkan dosis 2 tidak. Pada penelitian ini, peneliti
membuat hipotesis yaitu dosis tertinggi ekstrak etanol kelopak bunga rosela
merupakan dosis yang paling efektif sebagai diuretik pada tikus putih jantan.
Hipotesis ini diterima sebab selama 16 jam, volume urin kelompok dosis 3 ekstrak
etanol kelopak bunga rosela sebanding dengan kelompok kontrol positif
(hidroklorotiazid) pada 4 jam II dan III sehingga dapat diasumsikan bahwa efek
diuresisnya lebih efektif dan bertahan lebih lama dibandingkan dosis lainnya.
Hasil penelitian ini mendukung pendapat Chodera (1991) yang menyatakan
bahwa flavonoid adalah salah satu dari sekian banyak zat kimia yang telah
terbukti secara eksperimental dapat berfungsi sebagai diuretik alami. Namun, hasil
penelitian ini masih perlu dibuktikan lagi kebenarannya sebab masih sedikit sekali
bukti-bukti dari penelitian sebelumnya mengenai efek diuretik dari kelopak bunga
rosela.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Kelemahan pada penelitian ini adalah data intake cairan hanya diukur pada
akhir penelitian (16 jam) padahal setiap 4 jam pengukuran intake cairan pada tiap-
tiap kelompok bisa saja berbeda. Oleh karena itu, hasil pengukuran total volume
urin tiap 4 jam tidak bisa dikaji ulang untuk dihubungkan dengan berapa banyak
intake cairan yang masuk pada tiap kelompok untuk tiap 4 jamnya. Selain itu,
penelitian ini terdapat data yang tidak akurat pada kelompok kontrol negatif
(aquades) dan dosis 2 ekstrak etanol kelopak bunga rosela. Pada uji statistik 4 jam
II dan III, perbandingan volume urin kelompok kontrol negatif tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna dengan kontrol positif. Hal ini menyebabkan aquades
yang bersifat fisiologis tidak bisa dijadikan kontrol negatif sebagai pembanding
dengan kelompok lainnya. Pengukuran 4 jam II juga terlihat bahwa volume urin
pada kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela terjadi penurunan.
Setelah dikaji ulang dengan hasil penelitian, tikus dalam kelompok tersebut ada
yang tidak menghasilkan volume urin sehingga hal ini akan mempengaruhi
jumlah rata-rata volume urin. Hasil ini kemungkinan bisa disebabkan faktor-faktor
seperti kesalahan dalam pengamatan, kondisi alat, atau karena intake cairan yang
berkurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Simpulan penelitian ini adalah dosis 260 mg/200 gr BB/2,5 ml ekstrak
etanol kelopak bunga rosela pada penelitian ini merupakan dosis yang paling
efektif sebagai diuretik terhadap tikus putih jantan.
B. Saran
Dengan mempertimbangkan hasil penelitian ini, peneliti memberi saran
sebagai berikut:
1. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi zat-zat yang
terkandung dalam kelopak bunga rosela yang berfungsi sebagai diuretik.
2. Dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai ekstrak kelopak bunga rosela
sebagai diuretik pada hewan uji yang sama atau lebih tinggi dengan metode
yang berbeda dan dosis yang lebih besar.
3. Sebaiknya intake cairan tiap pengukuran juga diukur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
DAFTAR PUSTAKA
Anderson P., Knoben J., Troutman W. 2002. Handbook of Clinical Drug Data.
10th ed. Newyork: Mc Graw Hill Company, pp: 722-723.
Bustan N.M. 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT Rineka
Cipta, pp: 31-9.
Chodera A., Dabrowska K., Sloderbach A., Skrzypazak L., Budzianawski J. 1991.
Effect of Flavonoid Fraction of Solidago virgaurea L. on Diuresis and
Levels of Electrolytes. http://www.sv.sbm.com/abstracts/solidago-AB.text
(7 Desember 2011)
Darmojo B. 2001. Mengamati Perjalanan Epidemiologi Hpertensi di Indonesia.
Jakarta: Medika, pp: (7) 442-448.
Fasoyiro S.B., Ashaye O.A., Adeola A., Samuel F.O. 2005. Chemical and
storability of fruit-flavoured (Hibiscus sabdariffa L.) drinks. World J. Agri.
Sci. 1(2): 165-168.
Guyton A.C., dan Hall J.E. 2008a. Penyakit ginjal dan diuretik. In: Luqman Y.R.,
Huriawati H., Andita N., Nanda W. (eds). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 421-429.
Guyton A.C., dan Hall J.E. 2008b. Pembentukan urin oleh ginjal. In: Luqman
Y.R., Huriawati H., Andita N., Nanda W. (eds). Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 324-
335.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Hapsara H. 2004. Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Prinsip Dasar,
Kebijakan, Perencanaan dan Kajian Masa Depannya. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Hirunpanich V., Utaipat A., Noppawan P.M., Nuntavan B., Hitoshi S., Angkana
H., Chuthamanee S. 2005. Antioxidant effect of aqueous extracts from dried
calyx of Hibiscus sabdariffa linn (roselle) in vitro using rat low density
lipoprotein (LDL). Bio. Pharm. Bull. 28(3): 481-484.
Hutapea JR (ed). 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid 2. Jakarta:
Bakti Husada. pp: 124-125.
Imono A.D., dan Nurlaila, 1986. Obat Tradisional dan Fitoterapi Uji Toksikologi.
Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, pp: 4-11.
Juniora A.G., Gasparottoa F.M., Boffoa M.A., Lourencoa E.L.B., Stefanellod
M.E.A., Salvadore M.J., Silva-Santosc J.E., et al. 2010. Diuretic and
potassium-sparing effect of isoquercitrin-an active flavonoid of Tropaeolum
majus L. Journal of Ethnopharmacology. 134 (2): 210-215.
Katno. 2004. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional. http://cintaialam.tripod.com/keamanan_obat%20tradisional.p-
df. (15 Januari 2011).
Katzung B.G. 2001. Tiazid. In: Agoes H.A (ed). Farmakologi Dasar dan Klinik.
Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 255-256.
Mardiah, Sawarni H., Ashadi R.W., Rahayu A. 2009. Budi Daya dan Pengolahan
Rosela si Merah Segudang Manfaat. Jakarta: Agromedia Pustaka, pp: 5-29.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Maryanto dan Fatimah. 2004. Pengaruh pemberian jambu biji (Psidium guajava
L.) pada lipidemia serum tikus (Sprague Dawley) hiperkolesterolemia.
Media Medika Indonesia. 39: 105-111
Mutschler E. 1991. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi
Edisi 5. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung, pp: 552-
553,566,570,571.
Nafrialdi. 2007. Diuretik dan Antidiuretik dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi
V. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp:
392-96.
Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium Metode Laboratorium dalam
Toksikologi. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Universitas
Gadjah Mada, pp: 94-152.
Okasha M.A.M., Abubakar M.S., Bako I.G. 2008. Study of the effect of aqueous
Hibiscus sabdariffa Linn seed extract on serum prolactin level of lactating
female albino rats. European Journal of Scientific Research. 22(4): 575-
583.
Olaleye M.T. 2007. Cytotoxicity and antibacterial activity of methanolic extract of
Hibiscus sabdariffa. J Med Plants Research. 1(1): 009-013.
Oppel M. 2007. Hibiscus tea may have cholesterol-lowering effects. Herbclip.
http://www.herbalgram.org (11 Januari 2011)
Perry J.M. 1980. Medicinal Plants of East and Southeast Asia: Attributed
Properties and Uses. Cambridge: MIT Press, pp: 334-360.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Prasongwatana V., Woottisin S., Sriboonlue P., Kukongviriyapan V. 2008.
Uricosuric effect of roselle (Hibiscus sabdariffa) in normal and renal-stone
former subjects. J Ethnopharmacol. 117(3): 491-495.
Price S.A., and Wilson L.M. 2006. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran
kemih. In: Hartanto H., Susi N., Wulansari P., Mahanani D.A. (eds).
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 868-869.
Sherwood L. 2001. Sistem kemih. In: Santoso B.I. (eds). Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 462-
502.
Siregar P., Wiguno P., Oesman R., Sidabutar R.P. 1987. Masalah penggunaan
diuretika. Cermin Dunia Kedokteran No. 47 Tahun 1987, pp: 25-27.
Suprapto. 1992. Bertanam Kedelai. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya, pp: 1-16.
Taufiqurohman M.A. 2009. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu
Kesehatan. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT
Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press) Universitas Sebelas Maret, p:
63.
Tjay T.H., dan Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting, Khasiat dan
Penggunaannya. Edisi V. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, pp: 661-
663.
Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Penerbit UGM
Press, pp: 561-564.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Widodo U. 1993. Kumpulan Data Klinik Farmakologik. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada Pess, pp: 561-567.
Wijayakusuma H. 2008. Ramuan Herbal Penurun Kolesterol. Jakarta: Pustaka
Bunda, pp: 15-16.
Wirawan.1995. Penilaian Hasil Pemeriksaan Urin. Cermin Dunia Kedokteran No.
30 Tahun 1995, pp: 35-38. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/file-
s/12_PenilaianHasilPemeriksaanUrin.pdf/12_PenilaianHasilPemeriksaanUri
n.html (15-5-2011)
Xiao J., Jiang X., Chen X. 2005. Antibacterial, anti-inflammatory, and diuretic
effect of flavonoids from Marchantia convoluta. African Journal.
Traditional, Complementary and Alternative Medicines. 2 (3): 244-252.
Yan K., and Wong J. 2009. Malvaceae – Fruit of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.).
http://www.flickr.com/photos/33623636@N08/4036311973/ (diakses tang-
gal 25 Maret 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Berat Badan (gram) Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)
Tiap Kelompok
Tikus
Kelompok
Kontrol
Positif
Kontrol
Negatif
Dosis 1
Rosela
Dosis 2
Rosela
Dosis 3
Rosela
1 223,0 204,2 211,2 213,1 214,7
2 215,9 206,0 216,4 203,0 196,6
3 224,2 214,4 202,9 202,4 207,9
4 223,5 206,2 200,0 197,4 192,9
5 216,9 217,0 216,3 212,8 201,9
Rerata 220,7 209,6 209,4 205,7 202,8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 2. Tabel Intake Cairan (ml) Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)
Selama 16 jam
Tikus
Kelompok
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
Dosis 1
Rosela
Dosis 2
Rosela
Dosis 3
Rosela
1 45 36 16 25 33
2 20 35 20 25 25
3 35 20 12 15 41
4 25 26 25 28 45
5 35 20 15 45 23
Rerata 32 28,6 17,6 27,6 33,4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 3. Pengukuran Volume Urin (ml) Tikus Putih Jantan (Rattus
norvegicus) Tiap 4 Jam
4 jam I
Tikus
Kelompok
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
Dosis 1
Rosela
Dosis 2
Rosela
Dosis 3
Rosela
1 1,1 5,1 1,0 2,1 3,1
2 3,1 5,0 3,2 1,3 1,4
3 3,1 4,0 1,3 2,0 3,2
4 2,1 5,2 2,2 3,1 2,1
5 4,2 8,1 2,1 3,3 2,0
Rerata 2,72 5,48 1,96 2,36 2,36
4 jam II
Tikus Jantan
Kelompok
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
Dosis 1
Rosela
Dosis 2
Rosela
Dosis 3
Rosela
1 7,0 8,0 0,4 3,0 5,2
2 4,0 6,0 1,2 5,3 4,2
3 7,1 4,1 0 1,2 15,0
4 4,1 4,1 1,0 5,0 9,1
5 8,1 10,0 3,0 0,1 0,1
Rerata 6,06 6,44 1,12 2,92 6,72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4 jam III
Tikus Jantan
Kelompok
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
Dosis 1
Rosela
Dosis 2
Rosela
Dosis 3
Rosela
1 4,0 6,0 1,0 4,2 7,4
2 2,1 6,2 1,4 3,0 3,0
3 7,3 3,1 1,2 1,1 14,0
4 2,1 3,4 3,3 2,0 10,0
5 6,3 8,1 3,0 2,1 4,4
Rerata 4,36 5,36 1,98 2,48 7,76
4 jam IV
Tikus Jantan
Kelompok
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
Dosis 1
Rosela
Dosis 2
Rosela
Dosis 3
Rosela
1 5,0 5,1 4,0 1,1 2,2
2 0,2 2,2 1,0 2,1 0,2
3 4,2 1,1 2,1 0,3 2,1
4 0,4 1,0 4,1 1,1 1,0
5 3,3 1,2 1,1 5,3 2,3
Rerata 2,62 2,72 2,46 1,98 1,56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 4. Uji Statistik Intake Cairan Selama 16 Jam
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
IntakeCairan Kontrol Negatif .221 5 .200* .953 5 .758
Kontrol Positif .235 5 .200* .836 5 .153
Dosis 1 Rosela .225 5 .200* .958 5 .795
Dosis 2 Rosela .285 5 .200* .899 5 .402
Dosis 3 Rosela .208 5 .200* .920 5 .533
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances
IntakeCairan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.539 4 20 .709
ANOVA
IntakeCairan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 765.200 4 191.300 2.436 .081
Within Groups 1570.800 20 78.540
Total 2336.000 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 5. Uji Statistik Volume Urin 4 Jam I
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Urin Kontrol Negatif .227 5 .200* .965 5 .845
Kontrol Positif .372 5 .023 .809 5 .096
Dosis 1 Rosela .190 5 .200* .949 5 .730
Dosis 2 Rosela .223 5 .200* .924 5 .557
Dosis 3 Rosela .232 5 .200* .901 5 .415
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances
Urin
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.471 4 20 .756
ANOVA
Urin
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 40.634 4 10.158 8.798 .000
Within Groups 23.092 20 1.155
Total 63.726 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Multiple Comparisons
Urin
LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol Negatif Kontrol Positif -2.76000* .67959 .001 -4.1776 -1.3424
Dosis 1 Rosela .76000 .67959 .277 -.6576 2.1776
Dosis 2 Rosela .36000 .67959 .602 -1.0576 1.7776
Dosis 3 Rosela .36000 .67959 .602 -1.0576 1.7776
Kontrol Positif Kontrol Negatif 2.76000* .67959 .001 1.3424 4.1776
Dosis 1 Rosela 3.52000* .67959 .000 2.1024 4.9376
Dosis 2 Rosela 3.12000* .67959 .000 1.7024 4.5376
Dosis 3 Rosela 3.12000* .67959 .000 1.7024 4.5376
Dosis 1 Rosela Kontrol Negatif -.76000 .67959 .277 -2.1776 .6576
Kontrol Positif -3.52000* .67959 .000 -4.9376 -2.1024
Dosis 2 Rosela -.40000 .67959 .563 -1.8176 1.0176
Dosis 3 Rosela -.40000 .67959 .563 -1.8176 1.0176
Dosis 2 Rosela Kontrol Negatif -.36000 .67959 .602 -1.7776 1.0576
Kontrol Positif -3.12000* .67959 .000 -4.5376 -1.7024
Dosis 1 Rosela .40000 .67959 .563 -1.0176 1.8176
Dosis 3 Rosela .00000 .67959 1.000 -1.4176 1.4176
Dosis 3 Rosela Kontrol Negatif -.36000 .67959 .602 -1.7776 1.0576
Kontrol Positif -3.12000* .67959 .000 -4.5376 -1.7024
Dosis 1 Rosela .40000 .67959 .563 -1.0176 1.8176
Dosis 2 Rosela .00000 .67959 1.000 -1.4176 1.4176
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 6. Uji Statistik Volume Urin 4 Jam II
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Urin Kontrol Negatif .291 5 .193 .837 5 .157
Kontrol Positif .219 5 .200* .901 5 .414
Dosis 1 Rosela .272 5 .200* .898 5 .397
Dosis 2 Rosela .219 5 .200* .915 5 .497
Dosis 3 Rosela .206 5 .200* .970 5 .875
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances
Urin
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.436 4 20 .027
Test Statisticsa,b
Urin
Chi-Square 10.694
df 4
Asymp. Sig. .030
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Test Statistics
Uji Mann-Whitney 4 Jam II Asymp. Sig (2-tailed)
(p)
Kontrol Negatif vs Kontrol Positif 0,751
Kontrol Negatif vs Dosis 1 Rosela 0,009
Kontrol Negatif vs Dosis 2 Rosela 0,076
Kontrol Negatif vs Dosis 3 Rosela 0,754
Kontrol Positif vs Dosis 1 Rosela 0,009
Kontrol Positif vs Dosis 2 Rosela 0,075
Kontrol Positif vs Dosis 3 Rosela 0,917
Dosis 1 Rosela vs Dosis 2 Rosela 0,172
Dosis 1 Rosela vs Dosis 3 Rosela 0,076
Dosis 2 Rosela vs Dosis 3 Rosela 0,295
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 7. Uji Statistik Volume Urin 4 Jam III
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Urin Kontrol Negatif .228 5 .200* .878 5 .301
Kontrol Positif .225 5 .200* .910 5 .468
Dosis 1 Rosela .304 5 .147 .822 5 .121
Dosis 2 Rosela .227 5 .200* .962 5 .821
Dosis 3 Rosela .177 5 .200* .962 5 .820
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances
Urin
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.520 4 20 .025
Test Statisticsa,b
Urin
Chi-Square 12.356
df 4
Asymp. Sig. .015
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Test Statistics
Uji Mann-Whitney 4 Jam III Asymp. Sig (2-tailed)
(p)
Kontrol Negatif vs Kontrol Positif 0,600
Kontrol Negatif vs Dosis 1 Rosela 0,075
Kontrol Negatif vs Dosis 2 Rosela 0,169
Kontrol Negatif vs Dosis 3 Rosela 0,116
Kontrol Positif vs Dosis 1 Rosela 0,016
Kontrol Positif vs Dosis 2 Rosela 0,028
Kontrol Positif vs Dosis 3 Rosela 0,465
Dosis 1 Rosela vs Dosis 2 Rosela 0,530
Dosis 1 Rosela vs Dosis 3 Rosela 0,021
Dosis 2 Rosela vs Dosis 3 Rosela 0,021
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 8. Uji Statistik Volume Urin 4 Jam IV
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Urin Kontrol Negatif .243 5 .200* .869 5 .264
Kontrol Positif .216 5 .200* .889 5 .351
Dosis 1 Rosela .245 5 .200* .831 5 .141
Dosis 2 Rosela .276 5 .200* .825 5 .127
Dosis 3 Rosela .321 5 .102 .832 5 .145
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances
Urin
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.340 4 20 .290
ANOVA
Urin
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4.746 4 1.187 .396 .809
Within Groups 59.908 20 2.995
Total 64.654 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 9. Tabel Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan
Mencit
20 g
Tikus
200 g
Marmot
400 g
Kelinci
1,5 kg
Kucing
2 kg
Kera
4 kg
Anjing
12 kg
Manusia
70 kg
Mencit
20 g
1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
Tikus
200 g
0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
Marmot
400 g
0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
Kelinci
1,5 kg
0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
Kucing
2 kg
0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
Kera
4 kg
0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
Anjing
12 kg
0,008 0,06 0,1 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
Manusia
70 kg
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
(Ngatidjan, 1991)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 10. Tabel Volume Maksimal Larutan Obat yang Dapat Diberikan pada
Berbagai Hewan
Hewan
Volume maksimal (ml) sesuai jalur pemberian
Intravena Intra
Muskular
Intra
Parenteral
Subkutan Per Oral
Mencit
(20-30 mg)
0,5 0,01 1,0 0,5-1,0 1,0
Tikus
(100 g)
1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0
Hamster
(50 g)
- 0,1 1,0-2,0 2,5 2,5
Marmot
(250 g)
- 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0
Merpati
(300 g)
2,0 0,5 2,0 2,0 10,0
Kelinci
(2,5 kg)
5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0
Kucing
(3 kg)
5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0
Anjing
(5 kg)
10,0-20,0 5,0 20,0-50,0 10,0 100,0
(Imuno dan Nurlaila, 1986)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 11. Foto-Foto Penelitian
Ekstrak Dosis 1 Rosela Ekstrak Dosis 2 Rosela
Ekstrak Dosis 3 Rosela Larutan Hidroklorotiazid
Metabolic Cage Rats
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 12. Surat Keterangan Kelaikan Etik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 13. Surat Keterangan Penelitian
top related