dinamika konflik revitalisasi dan relokasi...
Post on 17-Dec-2020
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DINAMIKA KONFLIK REVITALISASI DAN RELOKASI PEDAGANG
PASAR TRADISIONAL DINOYO KOTA MALANG
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik Pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dengan Peminatan Metode Ilmu Politik
Oleh :
MOCH. SYAHRUL ALAMSYAH
NIM : 135120501111015
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan skripsi dengan judul “Dinamika Konflik
Revitalisasi Dan Relokasi Pedagang Pasar Tradisional Dinoyo Kota
Malang”. Adapun tujuan dari skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun
dalam upaya untuk menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua
bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak secara langsung
selama penyusunan laporan skripsi hingga selesai. Secara khusus rasa termakasih
tersebut penulis sampaikan kepada :
1. Allah Subhanahu Wata’ala.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberi Doa dan dukungan
penuh serta nasehat yang diberikan kepada penulis.
3. Bapak Dr. Sholih Mu’adi., SH.,M.Si selaku ketua Program Studi Ilmu
Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
Malang. Serta selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
ilmu, saran, dan arahan selama proses penyusunan laporan penelitian
skripsi ini.
4. Bapak Wimmy Haliim., S.IP., M.Sos selaku dosen pembimbing II
yang telah memberikan ilmu, saran, dan arahan selama proses
penyusunan laporan penelitian skripsi ini.
ii
5. Bapak Mohammad Fajar Shodiq Ramadlan, S.IP., M.IP, dan Ibu Resya
Famelasari, S.Sos., M.Soc.Sc selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan ilmu, masukan, saran, dan arahan dalam skripsi ini.
6. Para Pedagang Pasar Tradisional Dinoyo yang telah bersedia
membantu meluangkan waktu untuk di wawancarai.
7. Teman-teman mahasiswa Ilmu Politik angkatan 2013 yang senantiasa
memberikan dukungan kepada penulis dalam penyusunan laporan
penelitian skripsi ini.
8. Bagian administrasi Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya yang telah membantu
memperlancar proses administrasi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan penelitian skripsi ini masih
jauh dari sempurna. Keterbatasan waktu dan pengetahuan serta pengalaman
penulis menjadikan laporan ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu penulis
menerima kritik dan saran yang berguna serta membangun sangat penulis
harapkan demi penulisan karya yang lebih baik di masa yang akan datang. Akhir
kata, penulis memohon maaf yang sebanyak-banyaknya atas segala kekurangan
dalam penulisan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Malang, 10 November 2017
Penulis
iii
ABSTRAK
Moch. Syahrul Alamsyah, Program Sarjana, Jurusan Ilmu Politik, Fakultas
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya Malang, 2017. Dinamika
Konflik Revitalisasi Dan Relokasi Pedagang Pasar Tradisional Dinoyo Kota
Malang. Tim Pembimbing: Dr. Sholih Mu’adi, SH., M.si dan Wimmy
Haliim, S.IP., M.Sos
Penelitian ini membahas tentang berbagai konflik yang terjadi dalam kebijakan
revitalisasi dan relokasi Pasar Dinoyo Kota Malang. Konflik revitalisasi
disebabkan karena Pemerintah Kota Malang dalam membuat kebijakan secara
sepihak tanpa mengkomunikasikan kepada pedagang Pasar Dinoyo. Dalam
perencanaan kebijakan revitalisasi Pasar Dinoyo ini Pemerintah Kota Malang
membuat Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Investor PT. Citra Gading
Asritama. Konflik terjadi karena tata letak pasar tradisional yang akan di
tempatkan di belakang pasar modern dan biaya ganti rugi bedak yang sangat
mahal. Konflik berkelanjutan juga terjadi ketika pedagang Pasar Dinoyo
menempati Pasar Penampungan Merjosari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menjelaskan konflik revitalisasi dan permasalahan yang terjadi ketika berada di
Pasar Penampungan Merjosari.
Penelitian ini menggunakan teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf
untuk menganalisis konflik yang muncul dalam revitalisasi dan relokasi Pasar
Dinoyo. Ralf Dahrendorf menekankan bahwa setiap masyarakat setiap saat tunduk
pada proses-proses perubahan dan teori resolusi konflik melalui cara mediasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Subjek penelitian menggunakan purposive. Subjek penelitian ini terdiri
dari Sekretaris Persatuan Pedagang Pasar Dinoyo Kota Malang (P3DKM), Kepala
Bidang Hubungan Masyarakat P3DKM, dan pedagang Pasar Dinoyo. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan
dokumentasi.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah konflik revitalisasi Pasar Dinoyo terjadi
karena Pemerintah Kota Malang tidak memihak kepada pedagang tradisional
melainkan lebih memihak kepada Investor. Konflik berkelanjutan juga terjadi di
Pasar Penampungan Merjosari, Pemerintah Kota Malang dalam membuat
kebijakan relokasi tidak melakukan pengawasan sehingga muncul pedagang-
pedagang liar. Perubahan kebijakan mengenai penetapan Pasar Merjosari
disebabkan setelah pergantian Walikota Malang.
Kata Kunci: Konflik, Pasar Dinoyo, Kebijakan, Revitalisasi.
iv
ABSTRACT
Moch. Syahrul Alamsyah, Bachelor Degree, Department of Political Science,
Fakulty of Social Science and Political Science, Universitas Brawijaya
Malang, 2017. Dynamics Of Conflict Revitalization And Trader Relocation
Of Traditional Market Dinoyo In Malang City. Supervisor: Dr. Sholih
Mu’adi, SH., M.si and Wimmy Haliim, S.IP., M.Sos
This study discusses the various conflicts that occur in the revitalization policy
and relocation of Dinoyo Market of Malang City. The revitalization conflict is
caused by Malang City Government make policy unilaterally without
communicate with Dinoyo Market traders. In planning of this Dinoyo Market
revitalization policy The Government of Malang City makes a Cooperation
Agreement or Perjanjian Kerja Sama (PKS) with Investor PT. Citra Gading
Asritama. Conflict occurs because of the traditional market placement that will be
placed behind the modern market and very expensive store indemnity costs.
Ongoing conflict also occurs when traders Dinoyo Market occupies Merjosari
Shelter Market. The purpose of this study is to explain the revitalization conflict
and problems that occur in Merjosari Shelter Market.
This research uses conflict theory which is proposed by Ralf Dahrendorf to
analyze conflict which appears in revitalization and Dinoyo Market relocation.
Ralf Dahrendorf emphasizes that society at all times abides by the processes of
change and conflict resolution theory through mediation. The method that is used
in this research is descriptive with qualitative approach. Research subjects use
purposive. The subjects of this study consist of Sekretaris Persatuan Pedagang
Pasar Dinoyo Kota Malang (P3DKM), Kepala Bidang Hubungan Masyarakat
P3DKM, and trader of Dinoyo Market. Techniques of collecting data use
interviews, observation, and documentation.
The result of this research is revitalization conflict of Dinoyo Market happened
because The Government of Malang City is more favorable to investors than
traditional traders. Ongoing conflict also occurs in the Merjosari Shelter Market,
The Government of Malang City in making the relocation policy does not
supervise then resulting in wild traders. Policy changes concerning Merjosari
Market determination is caused the alteration of the Walikota Malang.
Keywords: Conflict, Dinoyo Market, Policy, Revitalization.
v
DAFTAR ISTILAH
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
PEMKOT : Pemerintah Kota
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
P3DKM : Persatuan Pedagang Pasar Dinoyo Kota Malang
PKS : Perjanjian Kerja Sama
KOMNAS HAM : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
PKL : Pedagang Kaki Lima
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PT : Perseroan Terbatas
SK : Surat Keputusan
PERPRES : Peraturan Presiden
PTD : Pasar Terpadu Dinoyo
MCW : Malang Corruption Watch
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
SITB : Surat Ijin Tempat Berjualan
PP : Peraturan Pemerintah
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................................... iii
ABSTRACT .................................................................................................................... iv
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................................ v
DAFTAR ISI ................................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xi
BAB I ................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 10
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 11
BAB II ............................................................................................................................ 12
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 12
2.1 Tinjauan Teoritis ....................................................................................................... 12
2.1.1 Konflik ............................................................................................................... 12
2.1.1.1 Konflik Dalam Perspektif Ralf Dahrendorf ............................................ 13
2.1.1.2 Otoritas Menurut Ralf Dahrendorf .......................................................... 14
2.1.1.3 Kelompok Semu dan Kelompok Kepentingan ........................................ 18
2.1.2 Resolusi Konflik ................................................................................................ 20
2.2 Kerangka Konseptual ................................................................................................ 21
2.2.1 Pasar Tradisional ............................................................................................... 21
2.2.2 Pasar Modern ..................................................................................................... 23
2.2.3 Definisi Pedagang .............................................................................................. 23
2.2.4 Revitalisasi dan Relokasi ................................................................................... 24
2.3 Penelitian Terdahulu ................................................................................................. 25
2.4 Kerangka Berpikir ..................................................................................................... 34
BAB III ........................................................................................................................... 35
METODE PENELITIAN ............................................................................................. 35
vii
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................................... 35
3.2 Lokasi Penelitian ....................................................................................................... 36
3.3 Fokus Penelitian ........................................................................................................ 36
3.4 Teknik Penentuan Informan ...................................................................................... 37
3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................ 38
3.6 Teknik Analisis Data ................................................................................................. 40
3.7 Keabsahan Data ......................................................................................................... 41
BAB IV ........................................................................................................................... 43
GAMBARAN UMUM .................................................................................................. 43
4.1 Gambaran Umum Kota Malang ................................................................................ 43
4.1.1 Sejarah Singkat Pasar Dinoyo ........................................................................... 44
4.1.2 Organisasi Pedagang ......................................................................................... 49
4.2 Sumber Konflik ......................................................................................................... 50
BAB V ............................................................................................................................. 52
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................... 52
5.1 Pemetaan Permasalahan ............................................................................................ 52
5.2 Kronologi Konflik ..................................................................................................... 56
5.3 Dinamika Konflik Revitalisasi Pasar Dinoyo ........................................................... 59
5.3.1 Resolusi Konflik ................................................................................................ 65
5.3.2 Relokasi Pedagang Pasar Dinoyo ...................................................................... 69
5.4 Kepentingan Dalam Konflik ..................................................................................... 77
5.4.1 Dampak Kebijakan Revitalisasi Pasar Dinoyo .................................................. 80
BAB VI ........................................................................................................................... 83
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 83
6.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 83
6.2 Saran .......................................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 85
Lampiran ....................................................................................................................... 89
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ....................................................................................... 32
Tabel 3.1 Fokus Penelitian .............................................................................................. 37
Tabel 5.1 Pemetaan Permasalahan .................................................................................. 52
Tabel 5.2 Penggantian Nilai kios, bedak, dan los Pasar Dinoyo..................................... 53
ix
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ......................................................................... 34
Bagan 4.1 Kepengurusan P3DKM .................................................................................. 50
Bagan 5.1 Kondisi Pasar Merjosari ................................................................................. 69
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Pasar Dinoyo Sebelum Revitalisasi ............................................................ 46
Gambar 4.2 Pasar Penampungan Merjosari .................................................................... 48
Gambar 4.3 Pasar Terpadu Dinoyo ................................................................................. 49
Gambar Lampiran 1 ........................................................................................................ 89
Gambar Lampiran 2 ........................................................................................................ 89
Gambar Lampiran 3 ........................................................................................................ 90
Gambar Lampiran 4 ........................................................................................................ 90
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar adalah kelembagaan yang mewujud dalam prinsip-prinsip
pertukaran, sistem pasar digerakkan oleh interaksi mutual dalam bentuk transaksi
barang dan jasa antar pelaku-pelakunya. Komunikasi pasar berlangsung melalui
transaksi dengan harga sebagai message-nya. Di luar lembaga pasar sebagaimana
karakternya tersebut, terdapat dua kelembagaan lain yakni pemerintah dan
komunitas (masyarakat), yang ketiganya satu sama lain saling mempengaruhi dan
ikut menentukan setiap bentuk sistem sosial, termasuk ekonomi.1
Jika pasar mewakili kelembagaan ekonomi, maka pemerintah mewakili
politik sedangkan komunitas (masyarakat) mewakili sosial, masing-masing perlu
menjalankan peran yang ideal. Ini juga berarti bahwa kinerja perkembangan
maupun kemunduran pasar dipengaruhi dan mempengaruhi kekuatan pemerintah
maupun komunitas (masyarakat).2 Maka disini fungsi pemerintah sebagai
kelembagaan berhak mengatur, mengelola dan memfasilitasi pasar tradisional
untuk terciptanya kondisi sosial ekonomi yang semakin baik.
Untuk membantu kinerja pemerintah pusat di tingkatan daerah maka
dibentuklah suatu daerah otonom sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Otonomi daerah pada dasarnya
merupakan upaya untuk mewujudkan tercapainya salah satu tujuan Negara, yaitu
peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan pelaksanaan
pembangunan dan hasil-hasilnya. Daerah memiliki kewenangan membuat
1 Sonny Leksono. 2009. “Runtuhnya Modal Sosial, Pasar Tradisional: Perspektif Emic
Kualitatif“. Malang: Citra, hlm. 35-36 2 Ibid
2
kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat.3
Ruang sebagai produk politik mengakibatkan praktik tata ruang tidak
pernah bebas dari keberpihakan aktor yang membuat regulasi tata ruang.
Keberpihakan atau ketidaknetralan aktor-aktor dalam menjalankan kuasanya
tercermin dari kebijakan yang dibuat oleh regulator (pemerintah). Sikap
pemerintah yang tidak netral atau berpihak kepada kapitalis merupakan suatu
kebutuhan dari pemerintah untuk merangkul kapitalis, selain itu kapitalis juga
membutuhkan pemerintah termasuk dukungan dan kemauan politiknya untuk
bekerjasama. Pemerintah sebagai aktor penata ruang memiliki kekuasaan yang
beroperasi dibidang perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan.4
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah
pusat, pemerintah daerah, swata, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat
usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang
kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil,
modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.
Sedangkan Pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern,
umumnya terdapat di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa
3 http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/download/8280/, dalam “Analisis Dampak
Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Ketimpangan Perkembangan Wilayah Di Kawasan
Ciayumajakuning”, diakses pada tanggal 1 November 2017 pukul 22.05 WIB 4 Siti Aminah. 2015. Jurnal: “Konflik dan Kontestasi Penataan Ruang Kota Surabaya”,
journal.ui.ac.id/index.php/mjs/article/download/4751/pdf, diakses pada tanggal 23 April 2017
pukul 11.07 WIB
3
dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen. Dan pada umumnya
konsumen tersebut anggota masyarakat kelas menengah ke atas.5
Masalah infrastruktur yang hingga kini masih menjadi masalah serius di
pasar tradisional adalah kondisi bangunan, kebersihan dan tempat pembuangan
sampah yang kurang diperhatikan, kurangnya lahan parkir dan buruknya sirkulasi
udara. Belum lagi menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL) sehingga merugikan
pedagang yang berjualan di dalam lingkungan pasar yang harus membayar penuh
sewa dan retribusi. Selain hal tersebut yang juga menjadi penyebab kurang
berkembangya pasar tradisional adalah minimnya daya dukung karakteristik
pedagang pasar tradisional, yakni strategi perencanaan yang kurang baik,
terbatasnya akses permodalan, tidak ada jalinan kerjasama dengan pemasok besar
dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan dengan keinginan konsumen.6
Berbagai macam kekurangan pasar tradisional mulai dari infrastruktur yang
kurang nyaman dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan dengan keinginan
konsumen sehingga menyebabkan konsumen lebih memilih pasar modern
daripada pasar tradisional.
Seiring bertambahnya waktu kondisi bangunan yang sudah mulai rapuh
dengan kondisi yang kumuh dan ketidaktertiban pedagang, maka Pemerintah Kota
Malang membuat kebijakan mengenai revitalisasi di Pasar Dinoyo. Pemerintah
Kota Malang dalam membuat kebijakan revitalisasi Pasar Dinoyo dinilai secara
sepihak tanpa mengikutsertakan pedagang Pasar Dinoyo. Pemerintah Kota
Malang dalam proses pembangunan revitalisasi Pasar Dinoyo memutuskan untuk
5 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang “Penataan Dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern” 6 Endi Sarwoko. Jurnal: “Dampak Keberadaan Pasar Modern Terhadap Kinerja Pedagang Pasar
Tradisional Di Wilayah Kabupaten Malang”, http://ejournal.ukanjuruhan.ac.id, diakses pada
tanggal 9 Mei 2017 pukul 15.30 WIB
4
bekerjasama dengan pihak ketiga atau Investor PT. Citra Gading Asritama.
Kerjasama tersebut dibuat dengan adanya kesepakatan yang tertuang didalam Draf
Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang sudah disepakati oleh Pemerintah Kota
Malang dengan PT. Citra Gading Asritama. Kebijakan revitalisasi Pasar Dinoyo
yang dibuat didalam Draf PKS juga disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kota Malang ketika sidang paripurna DPRD Kota Malang.
Berdasarkan Draf PKS yang dibuat oleh Pemerintah Kota Malang dengan PT.
Citra Gading Asritama penempatan pasar tradisional akan di tempatkan di
belakang pasar modern.7 Dalam hal ini pedagang selaku subyek dan obyek
pembangunan, tidak memperoleh hak dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan umum maupun teknis.
Konflik revitalisasi berawal dari Pemerintah Kota Malang dalam membuat
kebijakan revitalisasi Pasar Dinoyo sama sekali tidak melibatkan pedagang.
Pedagang Pasar Dinoyo menolak isi Draf PKS yang dibuat oleh Pemerintah Kota
Malang dengan Investor. Pedagang Pasar Dinoyo sangat dirugikan dengan adanya
kebijakan revitalisasi ini karena penempatan pasar tradisional yang akan di
tempatkan di belakang pasar modern dan adanya penggantian nilai kios, bedak,
dan los setelah revitalisasi yang dinilai pedagang sangat mahal.8 Penempatan
pasar tradisional yang berada di belakang pasar modern serta adanya ganti rugi
bedak yang sangat mahal bagi pedagang, merupakan ketidakadilan dan
pengambilan kebijakan secara semena-mena dari Pemerintah Kota Malang, karena
posisi pasar tradisional akan tergusur oleh posisi pasar modern. Penggabungan
7 Draf Perjanjian Kerja Sama (PKS) Antara Pemerintah Kota Malang Dengan PT. Citra Gading
Asritama tentang “Pengelolaan Pasar Dinoyo” 8 Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB
5
pasar tradisional dengan pasar modern maka akan berdampak pada munculnya
masalah persaingan yang tidak seimbang antara pasar tradisional dengan pasar
modern.
Program pembenahan pasar tradisional merupakan kebijakan pemerintah
untuk meningkatkan kualitas serta kelayakan pasar tradisional sebagai salah satu
penggerak perekonomian masyarakat dari berbagai kalangan di suatu daerah.
Koordinasi dan kerjasama antar stakeholder pasar tradisional menjadi langkah
yang harus ditempuh dengan baik supaya program tersebut memberikan hasil dan
manfaat yang maksimal bagi semua pihak yang menjadi bagian dari pasar
tradisional. Namun dalam faktanya program pembenahan pasar tradisional yang
dibuat pemerintah tidak jarang menimbulkan konflik. Konflik ini terjadi karena
keberpihakan Pemerintah Kota Malang kepada Investor dalam pembangunan yang
menggabungkan pasar tradisional dengan pasar modern.9
Dalam penataan pasar, pemerintah sebagai pembuat kebijakan sebenarnya
sudah membuat peraturan yang tegas dan implementatif. Sebagai contoh
mengenai lokasi pembangunan pasar modern, sudah ditentukan dalam Peraturan
Presiden (PERPRES) Nomor 112 Tahun 2007 Pasal 4 Ayat 1 bahwa lokasi
pendirian harus memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan
pasar tradisional, usaha kecil dan menengah di sekitarnya dan mengacu pada tata
ruang kota, termasuk zonasinya dan mempertimbangkan jarak keberadaan pasar
tradisional yang telah ada sebelumnya.10
Tetapi dalam kenyataanya, masih banyak
lokasi pendirian pasar modern yang justru berada bersebelahan atau berdekatan
9 Draf Perjanjian Kerja Sama (PKS) Antara Pemerintah Kota Malang Dengan PT. Citra Gading
Asritama tentang “Pengelolaan Pasar Dinoyo” 10
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 Pasal 4 Ayat 1 tentang
“Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern”
6
dengan pasar tradisional. Penerbitan PERPRES ini sebagai upaya untuk
meminimalisasi dampak negatif dari maraknya hipermarket atau pasar modern
yang semakin cepat berkembang.
Untuk menghadapi kebijakan revitalisasi yang merugikan pedagang
tersebut, organisasi Pasar Dinoyo yaitu Persatuan Pedagang Pasar Dinoyo Kota
Malang (P3DKM) mencari dukungan dengan mengirimkan surat kepada pihak-
pihak luar atau eksternal yaitu, Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi-akademisi, Ombudsman RI,
dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM). Dari sekian itu yang
menindaklanjuti untuk mengakhiri konflik tersebut KOMNAS HAM. Arah
penyelesaian konflik rencana revitalisasi Pasar Dinoyo mulai menunjukkan titik
terang setelah KOMNAS HAM merespon surat yang dikirim oleh P3DKM
tersebut dan telah berkunjung langsung ke Pasar Dinoyo untuk menyampaikan
rencana mempertemukan pedagang Pasar Dinoyo dengan Pemerintah Kota
Malang yang akan dimediasi oleh KOMNAS HAM. Semua pihak akhirnya
sepakat dengan adanya perundingan yang akan dimediasi oleh KOMNAS HAM.11
Setelah melangsungkan perundingan yang digagas dan dimediasi oleh
KOMNAS HAM tersebut, tim perwakilan pedagang Pasar Dinoyo P3DKM
sepakat revitalisasi Pasar Dinoyo dilanjutkan dengan syarat merubah posisi pasar
tradisional yang semula akan di tempatkan di belakang pasar modern berpindah
ke posisi timur yang bersebelahan dengan pasar modern. Selain itu pedagang
Pasar Dinoyo juga meminta keringanan biaya ketika revitalisasi tersebut selesai.
Permintaan P3DKM tersebut disepakati oleh pihak Pemerintah Kota Malang dan
11
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB
7
pada tanggal 5 Mei 2011 KOMNAS HAM membuat nota Kesepakatan
Perdamaian Antara Pedagang Pasar Dinoyo Dengan Pemerintah Kota Malang
Terkait Rencana Pembangunan Pasar Terpadu Dinoyo Kota Malang.12
Setelah
kebijakan revitalisasi disetujui oleh pedagang dengan merubah Draf PKS yang
sudah dibuat oleh Pemerintah Kota Malang dengan Investor, maka revitalisasi
dilaksanakan dan pedagang harus direloksai ke Pasar Penampungan Merjosari.
Ketika pedagang Pasar Dinoyo berada di Pasar Penampungan Merjosari,
terjadi permasalahan-permasalahan berkelanjutan yang melanggar kesepakatan.
Kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat oleh semua pihak nyatanya dalam
proses pembangunan tidak sesuai dengan PKS yang sudah disepakati bersama. Di
dalam Draf PKS pembangunan revitalisasi Pasar Dinoyo beserta fasilitasnya
selambat-lambatnya 2 tahun terhitung sejak pedagang Pasar Dinoyo menempati
Pasar Penampungan Merjosari. Namun dalam faktanya proses pembangunan
revitalisasi Pasar Dinoyo berlangsung selama 5 tahun. Ini terbukti dari pedagang
Pasar Dinoyo mulai resmi menempati Pasar Penampungan Merjosari pada tahun
2012 dan pedagang mulai pindah dari Pasar Penampungan Merjosari ke Pasar
Dinoyo yang sudah direvitalisasi pada tahun 2017.13
Selain itu permasalahan yang terjadi di Pasar Penampungan Merjosari
Pemerintah Kota Malang sebagai pembuat kebijakan revitalisasi tidak melakukan
pengawasan ketika berada di Pasar Penampungan Merjosari. Karena tidak adanya
pengawasan dari Pemerintah Kota Malang maka muncullah pedagang liar yang
memenuhi fasilitas-fasilitas umum di Pasar Penampungan Merjosari. Namun
12
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia tentang “Kesepakatan Perdamaian Antara
Pedagang Pasar Dinoyo Dengan Pemerintah Kota Malang Terkait Rencana Pembangunan Pasar
Terpadu Dinoyo Kota Malang” 13
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB
8
adanya pedagang liar tersebut juga dimanfaatkan oleh oknum dari Dinas Pasar
yang berada di lapangan untuk melakukan penarikan retribusi pasar kepada
pedagang liar. Didalam Draf PKS yang sudah disepakati, seharusnya Pasar
Penampungan Merjosari diperuntukkan bagi pedagang resmi Pasar Dinoyo yang
sedang dalam proses pembangunan revitalisasi.14
Konflik yang terjadi saat ini berawal dari Pemerintah Kota Malang yang
akan mengembalikan lokasi berjualan pedagang di Pasar Penampungan Merjosari
ke Pasar Dinoyo yang sudah direvitalisasi. Pedagang menolak untuk pindah ke
Pasar Dinoyo, karena diera Walikota Malang Bapak Peni menjanjikan kepada
pedagang Pasar Dinoyo bahwa pedagang Pasar Dinoyo dapat menikmati konsep
beli 1 pasar dapat 2 pasar. Artinya pedagang dapat membeli tempat di Pasar
Dinoyo yang sudah direvitalisasi dan mendapatkan tempat gratis di Pasar
Merjosari.15
Untuk menindaklanjuti konsep beli 1 pasar dapat 2 pasar tersebut
Walikota Bapak Peni membuat Surat Keputusan Walikota Malang No.
188.45/204/ 35.73.112/2013 tentang Penetapan Tempat Penampungan Sementara
Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional Merjosari.
Dalam keputusan tersebut menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan meningkatkan perkembangan kegiatan
perekonomian Kota Malang maka perlu menetapkan Pasar Penampungan
Merjosari sebagai Pasar Tradisional Merjosari.16
14
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB 15
Hasil wawancara dengan Sekretaris P3DKM Bapak Kusyono pada 26 Juli 2017 pukul 08.00
WIB 16
Keputusan Walikota Malang Nomor : 188.45/204/ 35.73.112/2013 tentang “Penetapan Tempat
Penampungan Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional
Merjosari”
9
Adanya perubahan kebijakan mengenai status penetapan Pasar Merjosari
terjadi setelah adanya pergantian Walikota Malang. Walikota Malang saat ini
Abah Anton membuat keputusan pencabutan mengenai ketetapan Pasar
Tradisional Merjosari. Keputusan itu terjadi karena kondisi Pasar Dinoyo yang
sudah selesai direvitalisasi serta akan mengembalikan fungsi semula lahan di
Merjosari yang selama ini dipakai berjualan pedagang Pasar Dinoyo. Perintah
pindah tersebut dibuktikan dengan membuat Keputusan Walikota Malang No.
188.45/263/35.73.112/2016 Tentang Pencabutan Atas Keputusan Walikota
Malang No.188.45/204/35.73.112/2013 Tentang Penetapan Tempat Penampungan
Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional
Merjosari.17
Perubahan kebijakan mengenai status Pasar Merjosari ini pada
dasarnya tergantung oleh Walikotanya. Dengan adanya surat keputusan Walikota
Malang mengenai pencabutan ketetapan Pasar Tradisional Merjosari tersebut,
membuat pedagang merasa tidak memilliki kepastian tempat untuk mereka
berjualan. Berbagai tekanan dari Pemerintah Kota Malang dan Investor yang
dialami pedagang Pasar Dinoyo, karena tidak adanya kepastian di Dinoyo maupun
di Merjosari, mereka harus bersedia kembali ke Pasar Dinoyo yang sudah
direvitalisasi dan harus rela bahwa konsep beli 1 pasar dapat 2 pasar yang
dicanangkan Walikota Bapak Peni untuk pedagang ditiadakan. Pedagang Pasar
Dinoyo juga harus melakukan pembayaran terlebih dahulu ketika menempati
Pasar Dinoyo yang sudah direvitalisasi.
17
Keputusan Walikota Malang No. 188.45/263/35.73.112/2016 tentang “Pencabutan Atas
Keputusan Walikota Malang No.188.45/204/35.73.112/2013 Tentang Penetapan Tempat
Penampungan Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional
Merjosari”
10
Berbagai permasalahan yang dialami pedagang Pasar Dinoyo pada
dasarnya adanya kepentingan-kepentingan dari pihak Pemerintah Kota Malang
maupun kepentingan Investor. Kepentingan menjadi faktor yang menentukan
terhadap hukum, peraturan akan mengikut oleh kepentingan yang membuat
kebijakan. Kepentingan yang muncul dalam revitalisasi Pasar Dinoyo ini karena
adanya kepentingan ekonomi dari pihak Investor dan kepentingan politik dari
Pemerintah Kota Malang. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Dinamika Konflik Revitalisasi dan Relokasi
Pedagang Pasar Tradisional Dinoyo Kota Malang”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa permasalahan-permasalahan yang terjadi ketika proses revitalisasi dan
relokasi Pasar Dinoyo?
2. Bagaimana dinamika konflik yang terjadi terhadap pedagang dalam proses
revitalisasi dan relokasi Pasar Dinoyo?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa permasalahan-permasalahan yang terjadi ketika
pedagang Pasar Dinoyo berada di Pasar Merjosari.
2. Mendeskripsikan bagaimana dinamika konflik revitalisasi yang terjadi
terhadap pedagang Pasar Dinoyo Kota Malang.
11
1.4 Manfaat Penelitian
Setiap proses penyusunan penelitian yang ditempuh oleh mahasiswa
Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Brawijaya diharapkan dapat membawa manfaat bagi pihak-pihak terkait. Manfaat
dari penelitian ini antara lain :
1. Memberikan wawasan kepada pembaca tentang masalah yang terjadi pada
pedagang Pasar Dinoyo dengan adanya revitalisasi dan memperoleh
deskripsi yang jelas mengenai Dinamika Konflik Revitalisasi dan Relokasi
Pedagang Pasar Tradisional Dinoyo Kota Malang.
2. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kota Malang untuk
mempertimbangkan dalam membuat keputusan dan kebijakan khususnya
dalam hal revitalisasi pasar tradisional dan relokasi pedagang pasar.
3. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih
lanjut, serta sebagai referensi terhadap penelitian yang sejenis.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
Dalam penyelesaian suatu penelitian diperlukanya teori yang berfungsi
sebagai memperkuat argumentasi pembahasan dengan teori yang sudah ada
sebelumnya. Teori yang sudah ada tersebut kemudian dikaitkan dengan fenomena
yang hendak diangkat dalam penelitian tersebut, sehingga adanya kesinambungan
antara teori dengan pembahasan penelitian tersebut. Teori-teori yang digunakan
hendaknya berkaitan dengan penelitian yang akan dibahas mengenai “Dinamika
Konflik Revitalisasi dan Relokasi Pedagang Pasar Tradisional Dinoyo Kota
Malang”.
2.1.1 Konflik
Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang
berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan. Dengan
demikian, “konflik” dalam kehidupan sosial berarti benturan kepentingan,
keinginan, pendapat, dan lain-lain yang paling tidak melibatkan dua pihak atau
lebih.1
Para sosiolog berpendapat bahwa akar dari timbulnya konflik yaitu adanya
hubungan sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah perebutan atas sumber-
sumber kepemilikan, status sosial, dan kekuasaan (power) yang jumlah
ketersediaanya sangat terbatas dengan pembagian aset-aset sosial di dalam
masyarakat tersebut dianggap sebagai bentuk ketimpangan. Ketimpangan
pembagian ini menimbulkan pihak-pihak tertentu berjuang untuk mendapatkanya
1 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip. 2011. “Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya”. Jakarta: Prenada Media Group, hlm.
347
13
atau menambahinya bagi yang perolehan aset sosialnya relatif sedikit atau kecil.
Sementara pihak yang telah mendapatkan pembagian aset sosial tersebut berusaha
untuk mempertahankan dan bisa juga menambahinya. Pihak yang cenderung
mempertahankan atau menambahinya disebut sebagai status quo dan pihak yang
berusaha mendapatkanya disebut sebagai status need.2
Pada hakikatnya teori konflik muncul sebagai bentuk reaksi atas tumbuh
suburnya teori fungsionalisme struktural yang dianggap kurang memerhatikan
fenomena konflik sebagai salah satu gejala dimasyarakat yang perlu mendapatkan
perhatian. Teori konflik adalah salah satu perspektif didalam sosiologi yang
memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian atau
komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda di mana komponen
yang satu berusaha menaklukkan kepentingan yang lain guna memenuhi
kepentinganya atau memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.3
2.1.1.1 Konflik Dalam Perspektif Ralf Dahrendorf
Dahrendorf mula-mula melihat teori konflik sebagai teori parsial,
menganggap teori itu merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisa
fenomena sosial.4 Dalam karya Dahrendorf, pendirian teori konflik dan teori
fungsional disejajarkan. Menurut para fungsionalis, masyarakat adalah statis atau
masyarakat berada dalam keadaan berubah secara seimbang. Tetapi menurut
Dahrendorf dan para teoritisi konflik lainya, setiap masyarakat setiap saat tunduk
pada proses-proses perubahan. Fungsionalis menekankan keteraturan masyarakat,
sedangkan teoritisi konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial.
Fungsionalis menyatakan bahwa setiap elemen masyarakat berperan dalam
2 Ibid, hlm. 360
3 Ibid, hlm. 364
4 Margaret M. Poloma. 1987. “Sosiologi Kontemporer”. Jakarta: CV. Rajawali, hlm. 131
14
menjaga stabilitas. Teoritisi konflik melihat berbagai elemen kemasyarakatan
menyumbang terhadap disintegrasi dan perubahan.
Dahrendorf adalah tokoh utama yang berpendirian bahwa masyarakat
mempunyai dua wajah (konflik dan konsensus) dan karena itu teori sosiologi
harus dibagi dua bagian yaitu teori konflik dan teori konsensus. Teoritisi
konsensus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat dan teoritisi konflik
harus menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat
masyarakat bersama dihadapaan tekanan itu. Dahrendorf mengakui bahwa
masyarakat takkan ada tanpa konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan
satu sama lain.5
Dahrendorf mengawali pembahasanya dengan, dan banyak dipengaruhi
oleh, fungsionalisme struktural. Ia mencatat bahwa bagi para fungsionalis, sistem
sosial disatukan oleh kerja sama sukarela atau konsensus umum atau keduanya.
Namun, bagi para teoritisi konflik (atau koersi), masyarakat dipersatukan oleh
“kekangan yang dilakukan dengan paksaan”, sehingga beberapa posisi di dalam
masyarakat adalah kekuasaan yang didelegasikan dan otoritas atas pihak lain.
Fakta kehidupan sosial ini membawa Dahrendorf pada tesis sentralnya bahwa
perbedaan distribusi otoritas “selalu menjadi faktor penentu konflik sosial
sistematis”.6
2.1.1.2 Otoritas Menurut Ralf Dahrendorf
Dahrendorf memusatkan perhatian pada struktur sosial yang lebih luas. Inti
tesisnya adalah gagasan bahwa berbagai posisi didalam masyarakat mempunyai
5 George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2004. “Teori Sosiologi Modern”. Terj. Alimandan.
Jakarta: Prenada Media, hlm. 154 6 George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2010. “Teori Sosiologi Dari Teori Sosiologi Klasik
Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern”. Terj. Nurhadi. Bantul: Kreasi
Wacana, hlm. 282 - 283
15
kualitas otoritas yang berbeda. Otoritas tidak terletak didalam diri individu, tetapi
didalam posisi. Dahrendorf tak hanya tertarik pada struktur posisi, tetapi juga
pada konflik antara berbagai struktur posisi itu: “sumber struktur konflik harus
dicari di dalam tatanan peran sosial yang berpotensi untuk mendominasi atau
ditundukkan”. Menurut Dahrendorf, tugas yang pertama analisis konflik adalah
mengidentifikasi berbagai peran otoritas didalam masyarakat. Karena
memusatkan perhatian kepada struktur berskala luas seperti peran otoritas itu.7
Otoritas yang melekat pada posisi adalah unsur kunci dalam analisis
Dahrendorf. Otoritas secara tersirat menyatakan superordinasi dan subordinasi.
Mereka yang menduduki posisi otoritas diharapkan mengendalihan bawahan.
Artinya, mereka berkuasa karena harapan dari orang yang berada di sekitar
mereka, bukan karena ciri-ciri psikologis mereka sendiri. Seperti otoritas, harapan
ini pun melekat pada posisi, bukan pada orangnya. Otoritas bukanlah fenomena
sosial yang umum, mereka yang tunduk pada kontrol dan mereka yang dibebaskan
dari kontrol, ditentukan dalam masyarakat. Terakhir karena otoritas adalah absah,
sanksi dapat dijatuhkan pada pihak yang menentang.
Menurut Dahrendorf, otoritas tidak konstan karena ia terletak dalam posisi,
bukan didalam diri orangnya. Karena itu seseorang yang berwenang dalam satu
lingkungan tertentu tak harus memegang posisi otoritas didalam lingkungan yang
lain. Begitu pula seseorang yang berada dalam posisi subordinat dalam satu
kelompok, mungkin menempati posisi superordinat dalam kelompok lain. Ini
berasal dari argumen Dahrendorf yang menyatakan bahwa masyarakat tersusun
dari sejumlah unit yang ia sebut asosiasi yang dikoordinasikan secara imperatif.
7 George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2004. “Teori Sosiologi Modern”. Op.Cit, hlm. 154
16
Masyarakat terlihat sebagai asosiasi individu yang dikontrol oleh hierarki posisi
otoritas. Karena masyarakat terdiri dari berbagai posisi, seorang individu dapat
menempati posisi otoritas disatu unit dan menempati posisi yang subordinat diunit
lain.
Otoritas dalam setiap asosiasi bersifat dikotomi, karena itu hanya ada dua,
kelompok konflik yang dapat terbentuk di dalam setiap asosiasi. Kelompok yang
memegang posisi otoritas dan kelompok subordinat yang mempunyai kepentingan
tertentu “yang arah dan substasinya saling bertentangan”. Di sini kita berhadapan
dengan konsep kunci lain dalam teori konflik Dahrendorf, yakni kepentingan.
Kelompok yang berada di atas dan yang berada di bawah didefinisikan
berdasarkan kepentingan bersama. Dahrendorf tetap menyatakan bahwa
kepentingan itu, yang sepertinya tampak sebagai fenomena psikologi, pada
dasarnya fenomena berskala luas.8
Dalam setiap asosiasi, mereka yang berada pada posisi dominan berusaha
mempertahankan status quo sementara yang berada pada posisi subordinat
berusaha melakukan perubahan. Konflik kepentingan dalam asosiasi apapun
bersifat laten sepanjang waktu, dan ini sekaligus berarti legitimasi otoritas selalu
berada pada posisi rawan. Konflik kepentingan ini tidak harus berlangsung secara
sadar sebelum mampu menggerakkan superordinat atau subordinat. Kepentingan
superordinat dan subordinat bersifat objektif dalam pengertian tercermin pada
harapan-harapan (peran) yang melekat pada posisi-posisi tersebut. Individu tidak
harus menginternalisasikan harapan itu atau tak perlu menyadarinya dalam rangka
bertindak sesuai dengan harapan itu. Jika mereka menduduki posisi tertentu,
8 Ibid, hlm. 155
17
diharapkan mereka akan bertindak sebagaimana yang diharapkan. Individu
disesuaikan atau menyesuaikan pada peran mereka ketika menyumbang konflik
antara superordinat dengan subordinat. Dahrendorf menyebut harapan-harapan tak
sadar ini disebut dengan kepentingan laten. Kepentingan manifes adalah
kepentingan laten yang telah disadari. Dahrendorf melihat analisis hubungan
antara kepentingan laten dengan kepentingan manifes sebagai tugas utama teori
konflik. Namun, aktor tidak perlu menyadari kepentingan mereka agar bertindak
sesuai kepentingan kepentingan tersebut.9
Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi
atas dan posisi bawah dalam setiap struktur. Karena wewenang itu adalah sah,
maka setiap individu yang tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan
terkena sanksi. Dengan demikian, masyarakat disebut sebagai persekutuan yang
terkoordinasi secara paksa. Oleh karena itu kekuasaan selalu memisah dengan
tegas antara penguasa dan yang dikuasai, maka dalam masyarakat selalu terdapat
dua golongan yang saling bertentangan. Masing-masing golongan dipersatukan
oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan secara
langsung diantara golongan-golongan itu. Pertentangan itu terjadi dalam situasi
dimana golongan yang berkuasa berusaha mempertahankan status quo sedang
golongan yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan.
Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap struktur.
Karena itu kekuasaan yang sah selalu berada dalam keadaan terancam bahaya dari
golongan anti status quo. Kepentingan yang terdapat dalam satu golongan tertentu
selalu dinilai objektif oleh golongan yang bersangkutan dan selalu berdempetan
9 George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2010. “Teori Sosiologi Dari Teori Sosiologi Klasik
Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern”. Op.Cit, hlm. 284
18
(cohorence) dengan posisi individu yang termasuk kedalam golongan itu. Seorang
individu akan bersikap dan bertindak sesuai dengan cara-cara yang berlaku dan
diharapkan oleh golongannya. Dalam situasi konflik seorang individu akan
menyesuaikan diri dengan peran yang diharapkan oleh golonganya itu,yang
disebut sebagai peranan laten.10
2.1.1.3 Kelompok Semu dan Kelompok Kepentingan
Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu atas dua tipe.
Pertama kelompok semu (quasi group) dan kelompok kepentingan (interst group).
Kelompok semu merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau
jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya
kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok kepentingan terbentuk dari
kelompok semu yang lebih luas. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur,
organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan
inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat.11
Dahrendorf berpendapat bahwa disetiap asosiasi yang ditandai oleh
pertentangan terdapat ketegangan diantara mereka yang ikut dalam struktur
kekuasaan yang tunduk pada struktur itu. Menurut Dahrendorf secara empiris,
pertentangan kelompok mungkin paling mudah dianalisa bila dilihat sebagai
pertentangan mengenai legitimasi hubungan-hubungan kekuasaan. Dalam setiap
asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai-nilai yang merupakan
ideologi keabsahan kekuasaanya, sementara kepentingan-kepentingan kelompok
10
Farida Hanum. Jurnal: “Konsep, Materi Dan Pembelajaran Sosiologi”,
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Konsep,%20Materi,%20dan%20Pembelajaran%20Sosiolog
i.pdf, diakses pada tanggal 22 April 2017 pukul 14.00 WIB 11
George Ritzer. 2010. “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda”. Jakarta: PT Raja
GrafindoPersada, hlm. 153
19
bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan-hubungan sosial
yang terkandung didalamnya.
Kepentingan yang dimaksudkan Dahrendorf mungkin bersifat manifes
(disadari) atau laten (kepentingan potensial). Kepentingan laten adalah tingkah
laku potensil yang telah ditentukan bagi seseorang karena dia menduduki peranan
tertentu, tetapi masih belum disadari. Jadi orang dapat menjadi anggota suatu
kelas yang tidak memiliki kekuasaan, tetapi sebagai kelompok mungkin mereka
tidak menyadari kekuranganya. Kepentingan kepentingan yang tidak disadari atau
laten itu tampil kepermukaan dalam bentuk tujuan-tujuan yang disadari
(persamaan gaji, persamaan kesempatan kerja), berkembanglah organisasi-
organsasi yang disebut Dahrendorf sebagai kelompok-kelompok manifes.12
Dibawah kondisi yang ideal tak ada lagi variabel lain yang diperlukan.
Tetapi, karena kondisi tak pernah ideal, maka banyak faktor lain ikut berpengaruh
dalam proses konflik sosial. Dahrendorf menyebut kondisi-kondisi teknis seperti
personil yang cukup, kondisi politik seperti situasi politik secara keseluruhan, dan
kondisi sosial seperti keberadaan hubungan komunikasi. Cara orang direkrut ke
dalam kelompok semu adalah kondisi sosial yang penting bagi Dahrendorf.
Dia menganggap bahwa jika rekrutmen berlangsung secara acak dan
ditentukan oleh peluang, maka kelompok kepentingan, dan akhirnya kelompok
konflik tak mungkin muncul. Tetapi, bila perekrutan ke dalam kelompok semu
ditentukan secara struktural, maka kelompok ini menyediakan basis perekrutan
yang subur untuk kelompok-kelompok kepentingan dan dalam kasus tertentu,
kelompok konflik.13
12
Margaret M. Poloma Opcit, hlm. 136 13
George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2004. “Teori Sosiologi Modern”. Op.Cit, hlm. 157
20
2.1.2 Resolusi Konflik
Resolusi konflik merupakan upaya untuk menangani berbagai sebab
konflik yang berkaitan dengan mencari jalan keluar dari suatu perilaku konflik.
Proses resolusi konflik ditujukan supaya mencapai kesepakatan bersama antara
pihak yang berkonflik. Menurut Johan Galtung ada tiga tahap dalam penyelesaian
konflik yaitu :14
1. Teori Peace Keeping
Proses menghentikan atau mengurangi aksi kekerasan melalui intervensi
militer yang menjalankan peran sebagai penjaga perdamaian yang netral. Peace
keeping terbatas untuk menjamin adanya kesepakatan damai dalam suatu konflik
dan mengatur hubungan natar negara dengan tetap mendukung otonomi dan
kedaulatan. Pengertian lain dari konsep peace keeping ini adalah intervensi pihak
ketiga.
2. Teori Peace Making
Proses yang tujuannya mempertemukan atau merekonsiliasi sikap politik
dan stategi dari pihak yang bertikai melalui mediasi, negosiasi, arbitrasi terutama
pada level elit atau pimpinan. Negosiasi cenderung sulit dicapai karena rentan
terhadap perbedaan pendapat, namun negosiasi biasanya memberikan
kemungkinan alternatif. Mediasi kemudian menjadi pilihan lain untuk mencapai
resolusi, khususnya ketika konflik sudah merambat ke wilayah lain, sehingga
perlu pihak ketiga sebagai penengah hingga resolusi tercapai. Peacemaking
merupakan suatu proses untuk menenangkan pihak yang bersengketa. Meskipun
sebuah konflik dapat diselesaikan lewat negosiasi langsung antara kedua belah
14
Hermawan. 2007. “Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu, dan
Metodologi”. Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm. 93-95
21
pihak, alangkah lebih baiknya lagi jika dibantu oleh pihak ketiga dalam hal ini
pihak yang netral yang dapat menjadi mediator dalam membantu proses ataupun
masalah kesalah pahaman antara pihak yang bersengketa dan membantu kedua
belah pihak tersebut untuk bekerja lebih cepat agar perdamaian cepat terjadi.
3. Teori Peace Building
Proses implementasi perubahan atau rekonstruksi sosial, politik, dan
ekonomi demi terciptanya perdamaian yang langgeng. Melalui proses peace
building diharapkan negative peace (the absence of violence) berubah menjadi
positive peace dimana masyarakat merasakan adanya keadilan social,
kesejahteraan ekonomi dan keterwakilan politik yang efektif. Galtung
mengembangkan konsep ini dari analisis kekerasan. Sementara perdamaian
negatif mencapai adanya perdamaian melalui kekerasan fisik, hanya perdamaian
positif dapat mencapai perdamaian dan pembangunan perdamaian.
2.2 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan hubungan konsep-konsep yang akan
diamati dalam penelitian untuk menjelaskan dalam analisis penelitian. Peneliti
menggunakan beberapa konsep yang relevan dengan permasalahan yang sedang
dibahas dalam penelitian ini.
2.2.1 Pasar Tradisional
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah
pusat, pemerintah daerah, swata, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat
usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang
kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil,
22
modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar
menawar.15
Pasar tradisional salah satu fasilitas umum yang keberadaanya sangat
dibutuhkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok. Ciri-ciri pasar
tradisional adalah sebagai berikut :16
1. Pasar Tradisional dimiliki, dibangun dan atau dikelola oleh pemerintah
daerah.
2. Adanya sistem tawar menawar antara penjual dan pembeli. Tawar
menawar ini adalah salah satu budaya yang terbentuk di dalam pasar.
hal ini yang dapat menjalin hubungan sosial antara pedagang dan
pembeli yang lebih dekat.
3. Tempat usaha beragam dan menyatu dalam lokasi yang sama.
Meskipun semua berada pada lokasi yang sama, barang dagangan setiap
penjual menjual barang yang berbeda-beda. Selain itu juga terdapat
pengelompokan dagangan sesuai dengan jenis daganganya seperti
kelompok pedagang ikan, sayur, buah, bumbu, dan daging.
4. Sebagian besar barang dan jasa yang ditawarkan berbahan lokal. Barang
dagangan yang dijual di pasar tradisional ini adalah hasil bumi yang
dihasilkan oleh daerah tersebut. Meskipun ada beberapa dagangan yang
diambil dari hasil bumi dari daerah lain yang berada tidak jauh dari
daerah tersebut namun tidak sampai mengimport hingga keluar pulau
atau Negara.
15
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang “Penataan Dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern” 16
Ni Made Winda Roosdiana Devi. Jurnal: “Pasar Umum Gubug Di Kabupaten Grobogan
Dengan Pengolahan Tata Ruang Luar Dan Dalam Melalui Pendekatan Ideologi Fungsionalisme
Utilitarian”, http://e-journal.uajy.ac.id/3402/3/2TA13285.pdf, diakses pada tanggal 21 November
2017 pukul 14.00 WIB
23
2.2.2 Pasar Modern
Pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern,
umumnya terdapat di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa
dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota
masyarakat kelas menengah ke atas). Pasar modern antara lain mall, supermarket,
minimarket, swalayan, departement store, dan sebagainya. Pasar modern menjual
berbagai macam kebutuhan konsumen, sehingga konsumen hanya dengan satu
tempat sudah bisa membeli berbagai kebutuhanya. Selain menyediakan barang-
barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor. Barang yang dijual
mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui penyeleksian
terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang tidak memenuhi persyaratan
klasifikasi akan ditolak. Dari segi infrastruktur pasar modern lebih nyaman, bersih
dan dilengkapi fasilitas-fasilitas penunjang seperti Ac, kulkas, dan cctv untuk
keamanan konsumen.
Batasan luas lantai penjualan toko modern adalah sebagai berikut :17
a. Minimarket, kurang dari 400 m2.
b. Supermarket, 400 m2 sampai dengan 5.000 m2.
c. Hypermarket, diatas 5.000 m2.
d. Departement Store, diatas 400 m2
2.2.3 Definisi Pedagang
Pedagang adalah orang atau institusi yang memperjualbelikan produk atau
barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
17
Agung Pramudyo. Jurnal: “Menjaga Eksistensi Pasar Tradisional Di Yogyakarta”,
http://amaypk.ac.id/?wpfb_dl=22, diakses pada 4 Desember 2017 pukul 16.00 WIB
24
Dalam ekonomi pedagang dibedakan menurut jalur distribusi yang dilakukan,
yaitu :18
a. Pedagang distributor (tunggal) yaitu pedagang yang memegang hak
distribusi atau produk dari perusahaan tertentu.
b. Pedagang besar yaitu pedagang yang membeli suatu produk dalam
jumlah besar yang dimaksudkan untuk dijual kepada pedagang lain.
c. Pedagang eceran yaitu pedagang yang menjual produk langsung
kepada konsumen.
2.2.4 Revitalisasi dan Relokasi
Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau
bagian kota. Proses revitalisasi sebuah kawasan atau bagian kota mencakup
perbaikan aspek fisik dan aspek ekonomi dari bangunan maupun ruang kota.
Revitalisasi fisik merupakan strategi jangka pendek yang dimaksudkan untuk
mendorong terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi jangka panjang. Melihat
fungsi dan peran pasar tradisional yang strategis dalam peningkatan pendapatan
dan penyerapan tenaga kerja, maka dalam pembangunan sektor perdagangan
merupakan salah satu program prioritas yang harus ditingkatkan. Pasar tradisional
yang identik dengan sebuah lokasi perdagangan yang kumuh, semrawut, dan kotor
sudah semestinya mendapat perhatian yang cukup besar karena didalamnya terkait
hajat hidup orang banyak. Pembenahan pasar tradisional tentu saja bukan hanya
tugas pemerintah tetapi juga masyarakat, pengelola pasar dan para pedagang
18
http://eprints.uny.ac.id/13795/3/BAB%20II.PDF, diakses pada 4 Desember 2017 pukul 16.15
WIB
25
tradisional untuk bersinergi menghapus kesan negatif tersebut sehingga pasar
tradisional masih tetap eksis di tengah persaingan.19
Sedangkan relokasi adalah pemindahan tempat rencana industri pada suatu
daerah segera diwujudkan.20
Relokasi adalah salah satu wujud dari kebijakan
pemerintah daerah yang termasuk dalam kegiatan revitalisasi. Relokasi pedagang
pasar tradisional ini bersifat sementara dan terjadi karena adanya proses
revitalisasi yang sedang dikerjakan.
2.3 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian mengenai Dinamika Konflik Revitalisasi dan Relokasi
Pedagang Pasar Tradisional Dinoyo Kota Malang, difokuskan pada konflik
revitalisasi dan adanya permasalahan ketika berada di Pasar Merjosari. Penelitian
ini tidak terlepas dari berbagai ide, masukan, serta pemikiran dari penelitian
sebelumnya, yang digunakan sebagai acuan ataupun perbandingan dalam
melakukan penelitian.
Pada penelitian sebelumnya terdapat beberapa perbedaan seperti tujuan
penelitian, teori yang digunakan, serta permasalahan yang akan diambil maupun
hasil studi yang hendak dicapai. Berikut ini merupakan penelitian terdahulu
mengenai penelitian tentang konflik yang terjadi di pasar tradisional yang akan
digunakan sebagai perbandingan penelitian sebagai berikut:
a. Vildan Cresanda Hutama Putera (2013), Skripsi: “Strategi Negosiasi
Dalam Menghadapi Konflik (Studi Pada Strategi Negosiasi Pedagang
Pasar Dinoyo Terhadap Pemerintah Kota Malang Mengenai Rencana
19
Mahfuzi Irwan dan Didik Kurniawan. Paper: “Teori Perubahan Sosial: Revitalisasi
PasarTradisional Di Tengah Arus Pasar Modern”,
https://www.researchgate.net/publication/310831494_Revitalisasi_Pasar_Tradisional_Di_Tengah_
Arus_Pasar_Modern, diakses pada tanggal 21 November 2017 pukul 14.15 WIB 20
https://kbbi.web.id/relokasi, diakses pada tanggal 22 November 2017 pukul 08.00 WIB
26
Revitalisasi Pasa Dinoyo Kota Malang)”21
, Malang: Universitas
Brawijaya.
Penelitian yang dilakukan Vildan Cresanda Hutama Putera dari
Universitas Brawijaya mengenai bagaimana strategi negosiasi yang dilakukan
pedagang Pasar Dinoyo terhadap Pemerintah Kota Malang dalam upaya mencapai
kesepakatan mengenai rencana revitalisasi Pasar Dinoyo. Pada penelitian ini jenis
penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Penelitian ini difokuskan
pada pembentukan kekuatan pedagang Pasar Dinoyo melalui koordinasi internal
maupun koordinasi dengan pihak eksternal dan bagaimana taktik dalam
bernegosiasi serta peran mediator dan strategi yang digunakan pedagang Pasar
Dinoyo untuk tercapainya arah menuju kesepakatan dengan Pemerintah Kota
Malang.
Persamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan terletak pada
konflik revitalisasi Pasar Dinoyo yang dilakukan Pemerintah Kota Malang.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan adalah
terletak pada hasil penelitian, hasil penelitian tersebut berupa proses negosiasi dan
strategi yang dilakukan perwakilan pedagang pasar terhadap Pemerintah Kota
Malang. Perwakilan pedagang pasar dalam proses negosiasi menggunakan strategi
negosiasi distributive (persaingan), dan dalam perundingan tersebut sebagai
penengah atau mediator yakni KOMNAS HAM. Adanya perbedaan pandangan
antara perwakilan pedagang pasar dengan Pemerintah Kota Malang mengenai
revitalisasi membuat perundingan sangat sulit untuk mencapai kesepakatan.
21
Vildan Cresanda Hutama Putera. Skripsi: ”Strategi Negosiasi Dalam Menghadapi Konflik
(Studi Pada Strategi Negosiasi Pedagang Pasar Dinoyo Terhadap Pemerintah Kota Malang
Mengenai Rencana Revitalisasi Pasa Dinoyo Kota Malang)”. Jurusan Ilmu Komunikasi 2008,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Malang.
27
Sedangkan hasil penelitian yang penulis harapkan adalah dapat mengetahui
konflik yang terus terjadi mulai dari revitalisasi Pasar Dinoyo sampai adanya
permasalahan-permasalahan ketika berada di Pasar Merjosari.
b. Rudi Laksono (2013), Skripsi: “Analisis Relokasi Pedagang Pasar
Ngarsopuro Di Kota Surakarta”22
, Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Penelitian yang dilakukan oleh Rudi Laksono dari Universitas Sebelas
Maret berdasarkan dari permasalahan yang dihadapi tentang dampak relokasi bagi
pendapatan pedagang Pasar Ngarsopuro Kota Surakarta. Pada penelitian ini jenis
penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Penelitian ini difokuskan pada
pendapatan pedagang yang berada di Pasar Ngarsopuro sebelum dan sesudah
direlokasi.
Persamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan terletak pada
relokasi pedagang pasar yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dan
revitalisasi yang dilakukan menggabungkan pasar tradisional dengan pasar
modern. Perbedaan dari penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh
Rudi Laksono hanya memfokuskan pada pendapatan para pedagang Pasar
Ngarsopuro mulai sebelum direlokasi dan sesudah direlokasi, sedangkan penulis
berusaha menjelaskan konflik yang terus terjadi mulai dari revitalisasi Pasar
Dinoyo sampai permasalahan-permasalahan yang dialami pedagang ketika berada
di Pasar Merjosari.
c. Rayinda Prashatya Kencana (2013), Skripsi: “Konflik Pedagang
Rombengan Dengan PKL Rombengan Liar Pasar Merjosari Malang
22
Rudi Laksono. Skripsi: “Analisis Relokasi Pedagang Pasar Ngarsopuro Di Kota Surakarta”.
Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
28
Akibat Relokasi Pasar Dinoyo (Studi Kasus Pasar Merjosari Kota
Malang)”23
, Malang: Universitas Brawijaya.
Penelitian ini membahas tentang konflik pedagang rombengan Pasar
Dinoyo ketika berada di Pasar Merjosari dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) liar.
Pedagang rombengan menganggap mereka tidak mendapat kompensasi atas
relokasi Pasar Dinoyo. Konflik yang terjadi adalah antara sesama pedagang
rombengan. Konflik yang terjadi karena masalah tempat berdagang yang tidak
sesuai dengan keinginan pedagang rombengan. Pada penelitian ini jenis penelitian
yang digunakan adalah kualitatif.
Persamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan terletak pada
dampak revitalisasi dan relokasi Pasar Dinoyo sehingga menyebabkan konflik.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan adalah
terletak pada konflik yang dibahas, penelitian ini membahas konflik pedagang
rombengan dengan PKL rombengan liar, sedangkan penulis membahas konflik
yang terus terjadi mulai dari revitalisasi Pasar Dinoyo sampai permasalahan-
permasalahan yang dialami pedagang Pasar Dinoyo ketika berada di Pasar
Merjosari.
d. Ella Alfianita (2015), Skripsi: “Revitalisasi Pasar Tradisional Dalam
Perspektif Good Governance (Studi di Pasar Tumpang Kabupaten
Malang)”24
, Malang: Universitas Brawijaya.
23
Rayinda Prashatya Kencana. Skripsi: “Konflik Pedagang Rombengan Dengan PKL Rombengan
Liar Pasar Merjosari Malang Akibat Relokasi Pasar Dinoyo (Studi Kasus Pasar Merjosari Kota
Malang)”. Jurusan Sosiologi 2008, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya,
Malang. 24
Ella Alfianita. Skripsi: “Revitalisasi Pasar Tradisional Dalam Perspektif Good Governance
(Studi di Pasar Tumpang Kabupaten Malang)”. Jurusan Ilmu Administrasi Publik 2011, Fakultas
Ilmu Administrasi, Universitas brawijaya, Malang.
29
Penelitian yang dilakukan Ella Alfianita di latar belakangi oleh banyaknya
pasar modern yang bermunculan di area Pasar Tradisional Tumpang, sehingga
Pasar Tumpang kalah bersaing. Dengan banyaknya pasar modern yang
bermunculan disekitar Pasar Tumpang dan sudah tidak layaknya kondisi
bangunan pasar, maka Pemerintah Kabupaten Malang merevitalisasi Pasar
Tumpang tersebut dengan konsep pasar semi modern. Pasar semi modern
merupakan jenis pasar yang tetap dilakukan secara tradisional namun memiliki
standar tertentu layaknya pasar modern.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis,
mengidentifikasi upaya apa saja yang ditempuh dalam pelaksanaan revitalisasi
pasar tradisional di Pasar Tumpang Kabupaten Malang, dan bagaimana pola
kerjasama antar aktor dalam revitalisasi pasar tradisional di Pasar Tumpang
Kabupaten Malang dalam Perspektif Good Governance. Pemerintah Kabupaten
Malang melibatkan pedagang pasar dalam mengambil keputusan mengenai
revitalisasi tersebut.
e. Moch. Irfan Fanani (2015), Jurnal: “Perlawanan Pedagang Pasar
Tradisional Terhadap revitalisasi Pasar (Studi Deskriptif Pasar
Babat, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur)”25
,
Surabaya: Universitas Airlangga.
Penelitian yang dilakukan oleh Moch. Irfan Fanani berdasarkan dari
permasalahan harga bedak yang sangat mahal setelah di revitalisasi Pasar Babat,
sehingga pedagang Pasar Babat merasa keberatan dan hampir semua pedagang tak
mampu untuk membeli bedak tersebut.
25
Moch. Irfan Fanani. Jurnal: “Perlawanan Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Revitalisasi
Pasar (Studi Deskriptif Pasar Babat, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur)”.
Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya.
30
Persamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan terletak pada
revitalisasi yang menggandeng Investor, dijadikanya pasar modern dan mahalnya
harga bedak setelah direvitalisasi sehingga menimbulkan perlawanan dari
pedagang. Perbedaan dari penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan
Moch. Irfan Fanani membahas mengenai perlawanan pedagang Pasar Babat yang
menolak untuk membeli bedak pasar yang sudah di revitalisasi sehingga
menyebabkan pedagang berjualan di pinggir-pinggir jalan depan pasar sehingga
menimbulkan kemacetan. Sedangkan penulis berusaha menjelaskan konflik yang
terus terjadi mulai dari revitalisasi Pasar Dinoyo sampai permasalahan-
permasalahan yang dialami pedagang Pasar Dinoyo ketika berada di Pasar
Merjosari.
f. Susilo Endrawanti, Jurnal: “Dampak Relokasi Pasar Studi Kasus Di
Pasar Sampangan Kota Semarang”26
, Semarang: Universitas 17
Agustus 1945.
Penelitian ini membahas dampak relokasi dilihat dari individu pedagang,
dilihat dari kelompok pedagang (Paguyuban Pedagang), dilihat dari kelompok
masyarakat sekitar pasar dan dilihat dari institusi pengelola Pasar Sampangan.
Hasil dari penelitian ini pedagang mengalami penurunan pendapatan akibat
relokasi.
Persamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan terletak pada
relokasi pedagang pasar, namun relokasi di pasar sampangan ini disebabkan
lokasi pasar yang dekat dengan sungai Banjirkanal Barat, dan tujuan di relokasi
pasar untuk memperlebar sungai supaya tidak terjadi banjir disaat musim hujan.
26
Susilo Endrawanti. Jurnal: “Dampak Relokasi pasar Studi Kasus Di Pasar Sampangan Kota
Semarang”. Universitas 17 Agustus 1945, Semarang.
31
Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh
Susilo Endrawanti memfokuskan dampak ekonomi bagi pedagang dengan adanya
relokasi, sedangkan penulis berusaha menjelaskan konflik yang terus terjadi mulai
dari revitalisasi Pasar Dinoyo sampai permasalahan-permasalahan yang dialami
pedagang Pasar Dinoyo ketika berada di Pasar Merjosari.
g. Rahmadina Fitria Ristanti, Hermawan, Abdullah Said, Jurnal: “Scenario
Planning Proses Relokasi Terkait Pembangunan Pasar Tradisional
Menjadi Pasar Modern (Studi Kasus di Pasar Dinoyo dan Pasar
Blimbing Kota Malang)”27
, Malang: Universitas Brawijaya.
Penelitian ini berfokus mengenai skenario dalam proses relokasi di Pasar
Dinoyo dan Pasar Blimbing yang menjelaskan faktor pendorong dan faktor
penghambat proses relokasi di Pasar Dinoyo dan Pasar Blimbing Kota Malang.
Faktor pendorong tersebut adalah adanya kerjasama dengan pihak Investor yang
membuat Pemerintah tidak perlu mengkhawatirkan anggaran, sedangkan faktor
penghambatnya adalah munculnya penolakan dan tuntutan-tuntutan dari pedagang
yang sulit untuk mencapai kesepakatan.
Persamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan terletak pada
kebijakan Pemerintah Kota Malang mengenai revitalisasi di Pasar Dinoyo.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan terletak
pada pembahasanya, fokus penelitian tersebut mengenai skenario revitalisasi
Pasar Dinoyo dan Pasar Blimbing. Sedangkan pembahasan yang penulis lakukan
mengenai konflik yang terus terjadi mulai dari revitalisasi Pasar Dinoyo sampai
27
Rahmadina Fitria Ristanti, Hermawan, Abdullah Said. Jurnal: “Scenario Planning Proses
Relokasi Terkait Pembangunan Pasar Tradisional Menjadi Pasar Modern (Studi Kasus di Pasar
Dinoyo dan Pasar Blimbing Kota Malang)”. Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu
Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang.
32
permasalahan yang dialami pedagang Pasar Dinoyo ketika berada di Pasar
Merjosari.
Melalui penelitian-penelitian tersebut, diharapkan dapat memberikan
gambaran serta acuan bagi peneliti untuk mengadakan penelitian tentang
Dinamika Konflik Revitalisasi dan Relokasi Pedagang Pasar Tradisional Dinoyo
Kota Malang.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Nama Jenis Judul Deskripsi
1 Vildan
Cresanda
Hutama
Skripsi
(2013)
Strategi Negosiasi
Dalam Menghadapi
Konflik (Studi Pada
Strategi Negosiasi
Pedagang Pasar
Dinoyo Terhadap
Pemerintah Kota
Malang Mengenai
Rencana Revitalisasi
Pasar Dinoyo Kota
Malang)
Hasil penelitian ini berupa
proses negosiasi dan
strategi yang dilakukan
P3DKM terhadap
Pemerintah Kota Malang.
P3DKM dalam proses
negosiasi menggunakan
strategi negosiasi
distributive (persaingan),
dan dalam perundingan
tersebut sebagai mediator
yakni KOMNAS HAM.
2 Rudi
Laksono
Skripsi
(2013)
Analisis Relokasi
Pedagang Pasar
Ngarsopuro Di Kota
Surakarta
Penelitian ini didasarkan
dari permasalahan yang
dihadapi tentang dampak
relokasi bagi pendapatan
pedagang Pasar
Ngarsopuro Kota
Surakarta.
3 Rayinda
Prashatya
Skripsi
(2013)
Konflik Pedagang
Rombengan Dengan
PKL Rombengan Liar
Pasar Merjosari
Malang Akibat
Relokasi Pasar
Dinoyo (Studi Kasus
Pasar Merjosari Kota
Malang)
Konflik ini terjadi karena
adanya ketidaksesuaian
tempat berdagang bagi
pedagang rombengan dan
munculnya PKL
rombengan liar, sehingga
menyebabkan konflik
sesama pedagang
rombengan.
33
Sumber: Diolah oleh peneliti, 2017
4 Ella
Alfianita
Skripsi (2015)
Revitalisasi Pasar
Tradisional Dalam
Perspektif Good
Governance (Studi di
Pasar Tumpang
Kabupaten malang)
Revitalisasi Pasar
Tumpang telah mengacu
pada prinsip-prinsip good
governance, perundang-
undangan dan Pemerintah
Kabupaten Malang
merevitalisasi Pasar
Tradisional Tumpang
tersebut dengan konsep
pasar semi modern
5 Moch.
Irfan
Fanani
Jurnal (2015)
Perlawanan Pedagang
Pasar Tradisional
Terhadap Revitalisasi
Pasar (Studi
Deskriptif Pasar
Babat, Kecamatan
Babat, Kabupaten
Lamongan, Jawa
Timur)
Penelitian ini didasarkan
dari permasalahan harga
bedak yang sangat mahal
setelah direvitalisasi Pasar
Babat, sehingga pedagang
merasa keberatan dan
hampir semua pedagang
tak mampu untuk membeli
bedak tersebut.
6 Susilo
Endrawanti
Jurnal Dampak Relokasi
Pasar Studi Kasus Di
Pasar Sampangan
Kota Semarang
Hasil dari penelitian ini
pedagang mengalami
penurunan pendapatan
akibat adanya relokasi.
7 Rahmadina
Fitria
Ristanti,
Hermawan,
Abdullah
Said
Jurnal Scenario Planning
Proses Relokasi
Terkait Pembangunan
Pasar Tradisional
Menjadi Pasar
Modern (Studi Kasus
di Pasar Dinoyo dan
Pasar Blimbing Kota
Malang)
Penelitian ini menjelaskan
faktor pendorong dan
faktor penghambat proses
relokasi di Pasar Dinoyo
dan Pasar Blimbing.
34
2.4 Kerangka Berpikir Bagan 2.1
Sumber: Hasil olahan peneliti, 2017
Revitalisasi Pasar Tradisional Dinoyo
Kota Malang
Resolusi Konflik
Konflik Mengenai Draf
Perjanjian Kerja Sama
(PKS) Revitalisasi
Kepentingan
PEMKOT dan
Kepentingan
Investor
Kepentingan
Pedagang Pasar
Dinoyo
Dinamika Konflik Relokasi
di Pasar Penampungan
Merjosari
Tidak sesuai kesepakatan
dan tidak adanya
pengawasan di Pasar
Penampungan Merjosari
Pencabutan SK Walikota
Malang tentang penetapan
Pasar Penampungan
Merjosari sebagai Pasar
Tradisional Merjosari
Dampak Kebijakan
Revitalisasi terhadap
pedagang PasarTradisional
Dinoyo
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut
terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan,
dan kegunaan.1 Metode penelitian yang akan digunakan dalam skripsi ini
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati.2
Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk
memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan
mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti
dengan fenomena yang diteliti.3 Esensi dari penelitian kualitatif adalah memahami
yang diartikan sebagai memahami apa yang dirasakan orang lain, memahami pola
pikir dan sudut pandang orang lain, memahami sebuah fenomena berdasarkan
sudut pandang sekelompok orang atau komunitas tertentu dalam latar alamiah.4
Penelitian ini diajukan untuk menganalisis konflik revitalisasi antara
Pemerintah Kota Malang sebagai pembuat kebijakan dengan pedagang Pasar
Dinoyo dan permasalahan-permasalahan yang terjadi ketika berada di Pasar
1 Sugiyono. 2008. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D”. Bandung: Alfabeta, hlm.
2 2 Lexy J. Moleong. 2011. “Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi)”. Bandung: Remaja
Rosdakarya, hlm. 4 3 Haris Herdiansyah. 2010. “Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial”. Jakarta:
Salemba Humanika, hlm. 9 4 Ibid, hlm. 17
36
Merjosari. Dalam proses mengungkapkan berbagai masalah yang terjadi serta
tujuan yang akan dicapai, maka penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
deskriptif analisis. Dalam penelitian ini peneliti sebagai instrrumen kunci, dimana
saat melakukan penelitian pada kondisi objektif yang alamiah. Proses penelitian
ini dilaksanakan secara langsung dengan turun ke lapangan, mewawancarai, dan
mengumpulkan berbagai materi yang berkaitan dengan konflik revitalisasi antara
Pemerintah Kota Malang sebagai pembuat kebijakan dengan pedagang Pasar
Dinoyo dan permasalahan-permasalahan yang terjadi ketika berada di Pasar
Merjosari.
3.2 Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan sebuah penelitian di Pasar
Terpadu Dinoyo (PTD). Alasan mengapa analisisnya menggunakan lokasi ini
untuk dijadikan bahan penelitian karena PTD merupakan tempat yang sudah
direvitalisasi dan pedagang yang berada di PTD pada masa itu terlibat konflik
rencana revitalisasi dan mengetahui permasalahan-permasalahan ketika berada di
Pasar Merjosari. Selain itu PTD juga menjadi tempat observasi penelitian dan
dalam mengambil data. Dalam hal ini mempermudah peneliti melakukan
wawancara langsung terhadap pihak yang terkait.
3.3 Fokus Penelitian
Fokus penelitian ditujukan agar peneliti bisa lebih terarah, sitematis dan
terperinci, sehingga tidak menyimpang dari rumusan masalah yang sudah
ditetapkan pada penelitian ini. Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan mengenai dinamika konflik revitalisasi, resolusi konflik,
37
permasalahan yang terjadi di Pasar Merjosari, dan dampak dari revitalisasi Pasar
Dinoyo.
Tabel 3.1 Fokus Penelitian
NO. Permasalahan Fokus Indikator Metode
1 Revitalisasi Bagaimana
awal mula
terjadinya
konflik
revitalisasi
Pasar Dinoyo
dan bagaimana
resolusi konflik
dalam
menangani
permasalahan
revitalisasi
Pasar Dinoyo.
Menganalisis apa
penyebab
terjadinya konflik
revitalisasi Pasar
Dinoyo, dan
bagaimana
perlawanan
pedagang dalam
menghadapi
konflik serta
dampak revitalisasi
bagi pedagang.
Wawancara
dengan pengurus
P3DKM dan
kepada pedagang
yang mengalami
konflik
revitalisasi.
2 Relokasi Bagaimana
fenomena atau
permasalahan
yang terjadi
ketika
pedagang Pasar
Dinoyo berada
di Pasar
Merjosari.
Menganalisis faktor
apa sajakah yang
menjadi
permasalahan
ketika berada di
Pasar Merjosari.
Wawancara
dengan pengurus
P3DKM dan
kepada pedagang
yang mengetahui
penyebab
permasalahan
ketika berada di
Pasar Merjosari.
Sumber: Hasil olahan peneliti, 2017
3.4 Teknik Penentuan Informan
Dalam penelitian kualitatif, informan adalah narasumber yang memberikan
informasi untuk mendapatkan tujuan dari penelitian tersebut. Teknik penentuan
informan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive yaitu
informan yang dipilih dengan dasar pertimbangan dan tujuan tertentu yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu informan yang diwawancarai. Terdapat
dua informan dalam penelitian ini yaitu informan kunci dan informan pendukung.
Informan kunci pihak yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
38
1. Bapak Kusyono selaku sekretaris Persatuan Pedagang Pasar Dinoyo Kota
Malang
2. Bapak Khuzaini selaku Kepala bidang organisasi dan hubungan
masyarakat Persatuan Pedagang Pasar Dinoyo Kota Malang
Sedangkan, informan pendukung dalam penelitian ini adalah Mas Saiful
dan Abah Rofiudin selaku pedagang asli Pasar Dinoyo yang mengetahui konflik
ketika revitalisasi dan dampak dari adanya revitalisasi.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data primer dan
sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara mendalam kepada narasumber
kunci, utama maupun pendukung, dan kegiatanya langsung berhubungan dengan
penelitian serta mampu memberikan informasi yang relevan dan berkompeten
bagi penelitian. Sedangkan data sekunder berasal dari sumber tertulis untuk
mendukung data primer. Data sekunder dapat berupa dokumen-dokumen, buku,
jurnal, website dan lain-lainya. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh
penulis melalui 3 cara yaitu, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Berikut
uraian cara penulis dalam melakukan pengumpulan data penelitian ini :
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviwee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu.5 Tujuan dari wawancara ini adalah untuk
memperoleh validitas data dengan menggali informasi dari informan
5 Lexy J. Moleong Opcit, hlm. 186
39
secara mendalam dan lebih detail. Untuk memperoleh data primer, peneliti
melakukan wawancara langsung dengan informan dengan sistem semi-
terstruktur, dimana sebuah wawancara tidak hanya terpaku pada pedoman
wawancara saja, tetapi informan juga memberikan ide dan gagasannya
terkait permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
2. Observasi
Peneliti mengumpulkan data dengan mengamati secara langsung ditempat
penelitian. Susan Stainback berpendapat dalam observasi partisipatif,
peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang
mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka. Bentuk
observasi ini diantaranya partisipasi pasif adalah peneliti datang di tempat
kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan
tersebut.6 Peneliti dalam hal observasi ini menggunakan teknik observasi
partisipasi pasif sebagai penunjang terkumpulnya data secara lengkap.
Observasi yang dilakukan peneliti hanya mengamati kondisi pasar
tradisional Dinoyo setelah revitalisasi dan tidak terlibat konflik secara
langsung.
3. Dokumentasi
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data sekunder. Metode ini dipilih
untuk menunjang fakta-fakta lapangan yang ditemui dalam proses
penelitian. Selain itu, bentuk dari metode kajian dokumen dalam penelitian
ini adalah arsip atau dokumen dari P3DKM. Penelitian ini juga akan
didukung oleh gambar atau foto yang dilakukan oleh peneliti.
6 Sugiyono Opcit, hlm. 227
40
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kualitatif Miles, Huberman, dan Saldana.7 Analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus samapai tuntas. Upaya
analisis tersebut dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data dan memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat diceritakan kepada orang
lain. Peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
berdasarkan hasil wawancara secara terfokus dan sistematis, observasi secara
langsung dan dokumentasi. Aktivitas data tersebut meliputi proses kondensasi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
1. Kondensasi data dilakukan dengan pemilihan data, penyerdehanaan,
mengabstrakan, dan mentransformasikan data dengan tujuan supaya data
yang diperoleh lebih siap untuk diakses, dapat dimengerti dan
menggambarkan berbagai macam tema pola. Kondensasi data secara
langsung memberikan perhatian pada pemusatan, penyerdehanaan dan
perubahan data mentah yang diperoleh dari hasil catatan-catatan lapangan
secara tertulis, wawancara terfokus dan terstruktur, observasi secara
langsung dan dokumentasi. Kondensasi data ini berlangsung selama
penelitian dilaksanakan.
2. Penyajian data dilaksanakan untuk dapat menyampaikan gagasan yang
terdapat dalam data yang telah dikelompokkan dan memberikan gambaran
pada kesimpulan dari kumpulan informasi yang didapat dari kondensasi
data. Yang sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
7 Mathew B. Miles, Michael Huberman, dan Johnny Saldana. 2014. “Qualitative Data Analysis-
Third Edition”. London: Sage Publication, hlm. 31-33
41
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan penyajian data
maka akan memudahkan dan memahami pola tertentu dari data atau
menentukan analisis tambahan maupun tindakan lain yang harus dilakukan
pada penelitian ini.
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah tahapan pengumpulan data
hasil penelitian, baik berupa data primer maupun data sekunder untuk
menguji kebenaran penelitian. Setelah data selesai dikumpulkan
dikondensasi, disajikan serta dianalisis, kesimpulanya akan muncul dan
ditetapkan secara lebih jelas dan pasti. Kemudian verifikasi dilakukan untuk
melakukan pertimbangan. Pertimbangan tersebut berupa gambaran
kesimpulan dari data yang harus ditetapkan untuk meyakinkan bahwa data
tersebut benar dan tidak ada proses bias yang dilakukan peneliti. Hal ini
dilakukan peneliti secara seksama dengan memeriksa arah menuju
kesimpulan.
3.7 Keabsahan Data
Dalam sebuah penelitian, terdapat metode yang dikenal dengan keabsahan
data. Hal ini bertujuan untuk menentukan keabsahan data yang diperoleh, melalui
teknik pemeriksaan. Teknik pemeriksaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik triangulasi sumber.
Triangulasi sumber adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan cara
membandingkan dan mengecek ulang kebenaran suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda.8 Keabsahan data ini pada akhirnya akan
berkaitan dengan valid tidaknya suatu data, yang bertujuan untuk mendapatkan
8 Lexy J. Moleong Opcit, hlm. 330
42
data yang benar-benar mendukung dan sesuai dengan fokus permasalahan dan
tujuan dari penelitian ini. Keabsahan data dengan triangulasi sumber dengan cara
sebagai berikut:9
a. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi.
b. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
Peneliti melakukan perbandingan hasil wawancara dengan aktor dengan
situasi dan kondisi di lapangan.
9 Ibid, hlm. 331
43
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1 Gambaran Umum Kota Malang
Secara geografis, Kota Malang terletak pada posisi 112,06 – 112,070
Bujur
Timur dan 7,060 – 8,02
0 Lintang selatan sehingga membentuk wilayah dengan
luas sebesar 11.006 ha atau 110,06 km2. Meskipun hanya memiliki wilayah yang
relatif kecil, namun Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur
setelah Surabaya. Kota Malang berada ditengah-tengah wilayah administrasi
Kabupaten Malang dengan wilayah batas administrasi sebagai berikut :
1. Sebelah utara : berbatasan dengan Kecamatan Singosari dan
Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang
2. Sebelah selatan : berbatasan dengan Kecamatan Tajinan dan
Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang
3. Sebelah barat : berbatasan dengan Kecamatan Wagir dan Kecamatan
Dau Kabupaten Malang
4. Sebelah timur : berbatasan dengan Kecamatan Pakis dan Kecamatan
Tumpang Kabupaten Malang
Dalam ketetapan tentang pembagian wilayah, Kota Malang terbagi
menjadi 5 Kecamatan yaitu, Kecamatan Blimbing, Kecamatan Kedungkandang,
Kecamatan Lowokwaru, Kecamatan Klojen, dan Kecamatan Sukun, dengan
jumlah kelurahan sebanyak 57 kelurahan.1
Pembangunan Kota Malang perlu diarahkan pada pemanfaatan ruang
secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada
1 Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Malang Tahun 2016, hlm. 1
44
kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang dapat terjaga keberlanjutanya demi
terwujudnya kesejahteraan umum, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan.2
Kebijakan penetapan kawasan strategis wilayah Kota Malang diarahkan
pada aspek pertumbuhan ekonomi (kawasan perdagangan dan jasa, pariwisata,
industri), dan sosial budaya (kawasan cagar budaya dan bangunan bersejarah).
Rencana pengembangan kawasan perdagangan dan jasa berupa Pasar Tradisional
sebagai berikut : 3
a. Kegiatan perdagangan skala besar untuk jenis sayuran, ikan dan sejenisnya
(pasar basah) tetap menggunakan Pasar Induk Gadang dan dikembangkan
ke arah area bekas terminal Gadang
b. Perdagangan kebutuhan sehari-hari untuk skala kecil dan menengah dilayani
oleh pasar yang tersebar di wilayah, antara lain : Pasar Gadang, Pasar
Kebalen, Pasar Madyopuro, Pasar Klojen, Pasar Tawangmangu, Pasar
Blimbing, Pasar Oro-oro Dowo, Pasar Dinoyo, Pasar Bunul, Pasar Bareng,
Pasar Kasin, dan Pasar Sukun.
4.1.1 Sejarah Singkat Pasar Dinoyo
Pasar Dinoyo merupakan pasar yang dibangun sejak tahun 1980
berdasarkan Surat Keputusan Walikota Malang Nomor 14 Tahun 1982 melalui
Proyek Bantuan Presiden RI. Pasar Dinoyo merupakan pasar tradisional pindahan
dari pasar lama yang terletak disebelah timur yang saat ini dibangun Swalayan
Persada kemudian pindah di sebelah Universitas Islam Malang yang sama-sama
berada di Kelurahan Dinoyo Kecamatan Lowokwaru.
2 Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang “Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Malang Tahun 2010-2030”, hlm. 01 3 Ibid, hlm. 41
45
Pasar Dinoyo adalah barang milik daerah yang terletak di kawasan Pasar
Dinoyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang seluas 9.980 m2. Kondisi Bangunan
Pasar Dinoyo yang sudah mulai rapuh, serta kebersihan dan ketertiban yang tidak
terjaga maka memerlukan pembangunan untuk meningkatkan kelayakan pasar
tradisional. Hal ini disebabkan oleh realitas yang umum terjadi pada pasar-pasar
yang dikelola Pemerintah Daerah, yaitu pengelolaan yang hanya berorientasi pada
faktor ekonomi saja dengan penarikan retribusi.4
Berdasarkan pelayananya Pasar Dinoyo merupakan salah satu jenis pasar
tradisional yang berada di Kecamatan Lowokwaru dimana penjual berasal dari
sekitar daerah setempat. Selain itu Pasar Dinoyo dapat di identifikasi sebagai
pasar harian, dimana proses kegiatan jual beli terjadi setiap hari.
Pasar Dinoyo sejak tahun 1982 terdiri dari 2 blok, yaitu blok barat dan
blok timur dan diantara 2 blok tersebut terdapat jalan masuk sekaligus
dipergunakan sebagai area parkir mobil, parkir motor, parkir becak dan area
turunya barang dagangan. Secara fisik, blok barat terdiri dari 2 lantai bangunan
permanen dimana lantai dasar berupa los dan meja, sedangkan lantai 2 berupa
bedak atau kios. Sedangkan blok timur dipenuhi dengan los dan meja dengan
sedikit bedak.
Dalam perkembanganya, seiring penambahan kios yang dilakukan oleh
Dinas Pasar, dengan memanfaatkan fasilitas umum (jalan dan halaman parkir) dan
adanya penambahan pedagang baru maupun pedagang pindahan dari lantai 1,
maka perdagangan sembako sebagian besar pindah ke lantai dasar sehingga
pedagang lantai dasar mengalihkan komoditas perdaganganya menjadi
4 Draf Perjanjian Kerja Sama (PKS) Antara Pemerintah Kota malang Dengan PT. Citra Gading
Asritama Tentang “Pengelolaan Pasar Dinoyo”
46
perdagangan sembako. Banyaknya pedagang yang berjualan di fasilitas umum
Pasar Dinoyo mengakibatkan munculnya ketidaktertiban pasar, dan menyebabkan
suasana yang kumuh. Seiring bertambahnya waktu kondisi bangunan yang sudah
mulai rapuh dengan kondisi yang kumuh dan ketidaktertiban pedagang, maka
Pemerintah Kota Malang membuat kebijakan revitalisasi di Pasar Dinoyo.
Gambar 4.1 Pasar Dinoyo Sebelum di Revitalisasi
Sumber : Pasar Tradisional Di Kota Malang: Pasar Dinoyo
Kebijakan revitalisasi di Pasar Dinoyo menggabungkan pasar modern
dengan pasar tradisional. Setelah adanya kebijakan mengenai revitalisasi tersebut,
maka secara otomatis dalam proses pembangunan Pasar Dinoyo pedagang harus
dipindahkan ke Pasar Penampungan Merjosari. Pasar Penampungan Merjosari
terletak di Jalan Mertojoyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Luas Tanah
kawasan Pasar Penampungan Merjosari yaitu 7.980 m2 dengan luas bangunan
4.084 m2. Aktivitas perdagangan di Pasar Penampungan Merjosari sama dengan
aktivitas yang sebelumnya ada di Pasar Dinoyo, yaitu dimulai pada pagi hari
47
sampai sore hari sekitar 12 jam, tetapi untuk aktivitas pedagang pasar berlangsung
24 jam.
Pasar Penampungan Merjosari resmi digunakan pada tahun 2012, Pasar
Penampungan Merjosari ini dalam Draf PKS yang sudah disetujui antara
Pemerintah Kota Malang dengan pedagang hanya berlaku 2 tahun saja pedagang
menempati di Pasar Penampungan Merjosari. Dalam faktanya pedagang
menempati Pasar Penampungan Merjosari selama 5 tahun.
Ketika peresmian Pasar Penampungan Merjosari, Walikota Bapak Peni
membuat program bagi pedagang Pasar Dinoyo mengenai beli 1 pasar dapat 2
pasar. Artinya pedagang Pasar Dinoyo dapat membeli Pasar Dinoyo yang sudah
direvitalisasi kemudian juga mendapatkan di Pasar Merjosari. Adanya konsep beli
1 dapat 2 yang dibuat oleh Walikota Bapak Peni kemudian dibuktikan dengan
status Pasar Penampungan Merjosari dalam rangka meningkatkan PAD dan
meningkatkan perkembangan kegiatan perekonomian Kota Malang, maka
membuat Keputusan Walikota Malang mengenai Penetapan Pasar Penampungan
Merjosari sebagai Pasar Tradisional Merjosari. Namun perubahan status pasar
penampungan sebagai pasar tetap berubah ketika pada tanggal 30 September 2016
Walikota Abah Anton membuat keputusan pencabutan mengenai ketetapan Pasar
Tradisional Merjosari. Setelah adanya pencabutan mengenai status Pasar
Merjosari, maka pedagang Pasar Dinoyo harus kembali ke Pasar Dinoyo yang
sudah direvitalisasi dan tidak mendapatkan pasar yang berada di Merjosari.
48
Gambar 4.2 Pasar Merjosari
Sumber : Malangtoday
Setelah revitalisasi selesai maka pada tahun 2017 pedagang Pasar Dinoyo
kembali lagi ke lokasi awal mula mereka berjualan di Pasar Dinoyo. Namun
kondisi pasar saat ini berbeda dengan sebelum dilakukan revitalisasi. Konsep
yang ada di Pasar Dinoyo saat ini digabungkan dengan pasar modern atau Mall.
Selain itu PTD saat ini dikelola oleh swasta atau Investor. Penggabungan pasar
modern dengan pasar tradisional yang terjadi di Pasar Dinoyo sangat merugikan
pedagang tradisional. Pedagang menganggap adanya penurunan pendapatan
ekonomi ketika berada di Pasar Terpadu Dinoyo. Karena dari sisi persaingan
pasar modern lebih unggul dari berbagai macam fasilitas dan kelengkapan untuk
konsumen.
49
Gambar 4.3 Pasar Dinoyo Setelah Revitalisasi
Sumber : Nusantara.News
4.1.2 Organisasi Pedagang
Untuk melaksanakan program pemberdayaan dan mediasi di Pasar
Dinoyo, telah dibentuk organisasi pedagang di Pasar Dinoyo yang bernama
Persatuan Pedagang Pasar Dinoyo Kota Malang (P3DKM). Seluruh pedagang
pasar Dinoyo telah bergabung menjadi anggota P3DKM dan telah memiliki kartu
anggota sebagai pedagang Pasar Dinoyo. P3DKM merupakan organisasi
kemasyarakatan yang dibentuk secara independen oleh pedagang Pasar Dinoyo,
dengan kegiatan-kegiatan melingkupi penyuluhan, pembinaan, pelatihan, jasa,
sosial, perkoperasian, dan memberikan bimbingan dibidang keagamaan melalui
majelis taklim pedagang Pasar Dinoyo. Melalui organisasi inilah aspirasi dari
pedagang Pasar Dinoyo terkumpul dan bisa tersampaikan kepada Pemerintah
Kota Malang. Organisasi P3DKM ini merupakan akses pedagang untuk
menyalurkan aspirasi politik mereka. Dari organisasi ini juga membentuk
kelompok penggerak pedagang Pasar Dinoyo untuk melakukan perlawanan.
50
Bagan 4.1 Kepengurusan Persatuan Pedagang Pasar Dinoyo Kota Malang
(P3DKM)
Sumber: Diolah Peneliti, 2017.
4.2 Sumber Konflik
Seiring bertambahnya usia membuat kondisi bangunan Pasar Dinoyo
mulai rusak dan kebersihan yang tidak terjaga. Sehingga untuk memperbaiki
kondisi fisik Pasar Dinoyo ini membutuhkan kerjasama dari semua pihak, yakni
Pemerintah Kota Malang dan pedagang Pasar Dinoyo untuk merencanakan
program pembenahan pasar yang tepat, termasuk mengetahui permasalahan yang
sebenarnya sedang terjadi.
Rencana renovasi Pasar Dinoyo telah dikemukakan sejak tahun 2005.
Dimana pemerintah Kota Malang yang diwakili oleh Dinas Pasar Kota Malang
mensosialisasikan kepada para pedagang Pasar Dinoyo terkait program renovasi
Pasar Dinoyo. Sehingga sejak adanya program renovasi Pasar Dinoyo, dilakukan
Ketua
Herwintono
Penasehat H.
Mochammad Ali
Wakil Ketua
Samidi
Sekretaris
Kusyono
Bendahara
Fanu Rofiudin
Kabid Humas
Ahmad Khuzaini
Kabid Sosial
Toni Urifan
51
pertemuan antara Pemerintah Kota Malang, DPRD Kota Malang, Pedagang, dan
masyarakat. Kerjasama dari semua pihak tersebut meliputi kerjasama penertiban
PKL, kebersihan pasar untuk Adipura, koordinasi rencana pembangunan Pasar
Dinoyo, dan pembentukan satuan tugas.5
Namun kerjasama tersebut menjadi polemik bagi pedagang Pasar Dinoyo,
tepatnya pada tanggal 18 Juli 2010 unsur perwakilan pedagang Pasar Dinoyo,
P3DKM diundang DPRD Kota Malang untuk memberitahukan kepada pedagang
mengenai pembangunan Pasar Dinoyo yang sudah melibatkan pihak ketiga yaitu
Investor PT. Citra Gading Asritama dengan konsep menggabungkan pasar
tradisional dan pasar modern. Hal tersebut menjadi polemik, karena perubahan
rencana renovasi ke revitalisasi Pasar Dinoyo tidak dikomunikasikan secara
langsung oleh Pemerintah Kota Malang kepada pedagang Pasar Dinoyo,
khususnya kepada perwakilan pedagang, yaitu P3DKM.
Konflik terjadi ketika Pemerintah Kota Malang dalam melaksanakan
kebijakan revitalisasi Pasar Dinoyo dinilai secara sepihak tanpa mengikutsertakan
pedagang Pasar Dinoyo dalam membuat Draf PKS. Dalam hal ini pedagang
selaku objek proyek atau selaku subyek pembangunan, tidak memperoleh hak
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan umum maupun teknis.
Penempatan pasar tradisional yang akan di tempatkan di belakang pasar modern
serta adanya harga jual dan ganti rugi untuk pedagang, merupakan ketidakadilan
dan perbuatan semena-mena dari Pemerintah Kota Malang. Pasar Dinoyo akan
tergusur dari kedudukan dan posisinya diganti oleh bangunan pasar modern atau
Mall.
5 Data Kronologis Permasalahan Tentang “Rencana Pembangunan Pasar Dinoyo Oleh
Pemerintah Kota Malang”
52
52
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pemetaan Permasalahan
Tabel 5.1 Pemetaan Permasalahan
No. Konflik Permasalahan
1
Revitalisasi
Pasar tradisional akan ditempatkan
berada di belakang pasar modern.
Biaya penggantian harga bedak
setelah revitalisasi.
2
Relokasi
Jangka waktu pedagang ketika berada
di Pasar Penampungan Merjosari.
Banyaknya pedagang liar ketika
berada di Pasar Penampungan
Merjosari.
Status penetapan Pasar Penampungan
Merjosari sebagai Pasar Tetap
Tradisional.
Sumber: Hasil Olahan peneliti, 2017.
Kebijakan Pemerintah Kota Malang mengenai revitalisasi Pasar Dinoyo
mengakibatkan konflik berkelanjutan. Pemerintah Kota Malang secara sepihak
membuat perjanjian kerjasama dengan Investor PT. Citra Gading Asritama tanpa
melibatkan pedagang. Perjanjian kerjasama tersebut diterbitkan dengan adanya
kesepakatan-kesepakatan yang tertuang dalam Draf Perjanjian Kerja Sama (PKS)
yang disepakati oleh Pemerintah Kota Malang dengan Investor. Berbagai
permasalahan peneliti perjelas mengenai kebijakan rencana revitalisasi Pasar
Dinoyo yang dibuat antara Pemerintah Kota Malang dengan PT. Citra Gading.
Kerjasama antara Pemerintah Kota Malang dengan Investor dalam
pembangunan Pasar Dinoyo dengan konsep membangun pasar modern atau Mall
dilokasi Pasar Dinoyo blok depan sebelah barat dan menempatkan pasar
tradisional Dinoyo berada di belakang pasar modern. Selain itu pedagang juga
53
harus membayar biaya ganti rugi kios, bedak, dan los yang sangat mahal setelah
revitalisasi membuat pedagang Pasar Dinoyo merasa keberatan.1
Berikut ini rincian biaya penggantian tempat berjualan yang akan
dikenakan kepada pedagang :
Tabel 5.2 Penggantian Nilai kios, bedak, dan los Pasar Dinoyo.
No. Keterangan SAT Volume Harga Jual Ganti
Rugi/hari/
Unit
(15 THN)
Pendapatan
1 Lantai Dasar
Kios uk. 3x2
Kios uk. 2x2
Kios uk. 1,5x2
Bedak uk. 1,5x2
Unit
Unit
Unit
Unit
10,00
4,00
322,00
62,00
52.500.000
35.000.000
26.000.000
14.250.000
27.000
18.000
13.500
7.500
525.000.000
140.000.000
8.452.000.000
883.000.000
2 Lantai Satu
Kios uk. 3x2
Kios uk. 2x2
Kios uk. 1,5x2
Bedak uk. 1,5x2
Unit
Unit
Unit
Unit
3,00
4,00
384,00
104,00
52.500.000
35.000.000
26.500.000
14.250.000
27.000
18.000
13.500
7.500
157.000.000
140.000.000
10.452.000.000
1.482.000.000
3 Lantai Dua
Kios uk. 3x2
Kios uk. 2x2
Bedak uk. 1,5x2
Los uk. 1,5x2
Unit
Unit
Unit
Unit
3,00
4,00
394,00
104,00
28.500.000
19.000.000
14.250.000
6.750.000
15.000
10.000
7.500
3,500
85.000.000
76.000.000
5.452.000.000
702.000.000
4 Jumlah Unit 1.398
5 Total
Pendapatan
Dari Pedagang
Rp 28.338.500.000
6 Total Investasi Rp 42.901.225.000
7 Subssidi / Rugi Rp 14.562.725.000
Sumber: Diolah oleh peneliti, 2017 dari Draf PKS.
Pemerintah Kota Malang dalam membuat kebijakan revitalisasi Pasar
Dinoyo yang menggabungkan Pasar Modern dengan Pasar Tradisional
bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 Pasal 4 Ayat 1
yang menjelaskan pendirian pasar modern harus memperhitungkan kondisi sosial
1 Draf Perjanjian Kerja Sama (PKS) Antara Pemerintah Kota Malang Dengan PT. Citra Gading
Asritama Tentang “Pengelolaan Pasar Dinoyo”
54
ekonomi masyarakat, keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan menengah
disekitarnya dan mengacu pada tata ruang kota, termasuk zonasinya dan
mempertimbangkan jarak keberadaan pasar tradisional yang telah ada
sebelumnya.2
Berbagai permasalahan juga terjadi ketika pedagang Pasar Dinoyo
direlokasi ke Pasar Penampungan Merjosari. Permasalahan yang terjadi di Pasar
Penampungan Merjosari mengenai jangka waktu pembangunan, banyaknya
pedagang liar ketika berada di Pasar Penampungan Merjosari, dan mengenai
status penetapan Pasar Penampungan Merjosari sebagai Pasar Tetap Tradisional.
Berdasarkan Draf PKS pembangunan revitalisasi Pasar Dinoyo beserta
fasilitasnya selambat-lambatnya 24 bulan atau 2 tahun terhitung sejak pedagang
Pasar Dinoyo menempati Pasar Penampungan Merjosari. Ini terbukti dari
Pedagang Pasar Dinoyo mulai resmi menempati Pasar Penampungan Merjosari
pada tahun 2012 dan pedagang mulai pindah dari penampungan ke Pasar Dinoyo
yang sudah direvitalisasi pada tahun 2017. Artinya pedagang menempati Pasar
Penampungan Merjosari selama 5 tahun.3
Selain itu berdasarkan Draf PKS menjelaskan bahwa Pasar Penampungan
Merjosari diperuntukkan bagi pedagang Pasar Dinoyo saja karena Pasar Dinoyo
masih menjalani proses pembangunan.4 Namun setelah Pemerintah Kota Malang
melaksanakan relokasi pedagang Pasar Dinoyo ke Pasar Penampungan Merjosari
tidak melakukan pengawasan secara menyeluruh di Pasar Penampungan
2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang “Penataan Dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern” 3 Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB 4 Draf Perjanjian Kerja Sama (PKS) Antara Pemerintah Kota Malang Dengan PT. Citra Gading
Asritama Tentang “Pengelolaan Pasar Dinoyo”
55
Merjosari. Sebagai penyebab tidak adanya pengawasan di Pasar Penampungan
Merjosari maka muncullah pedagang-pedagang liar yang secara bebas memenuhi
fasilitas-fasilitas umum di Pasar Penampungan Merjosari.
Permasalahan yang selanjutnya mengenai status Pasar Penampungan
Merjosari. Ketika diera Walikota Bapak Peni menjanjikan kepada pedagang Pasar
Dinoyo dengan konsep beli 1 pasar mendapat 2 pasar, artinya pedagang dapat
membeli tempat di Pasar Dinoyo yang sudah direvitalisasi dan mendapatkan
tempat gratis di Pasar Merjosari. Kemudian Bapak Peni membuat Keputusan
Walikota Malang Nomor 188.45/204/35.73.112/2013 tentang Penetapan Tempat
Penampungan Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar
Tradisional Merjosari. Keputusan tersebut hanya menjelaskan untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan meningkatkan perkembangan
kegiatan perekonomian Kota Malang maka perlu menetapkan Pasar Penampungan
Merjosari sebagai Pasar Tradisional Merjosari. Dalam hal ini Pasar Penampungan
Merjosari sudah bukan menjadi pasar penampungan melainkan menjadi pasar
tetap.5 Namun diera Walikota Abah Anton melakukan pencabutan mengenai
status Pasar Merjosari dengan membuat Keputusan Walikota Nomor
188.45/263/35.73.112/2016 Tentang Pencabutan Atas Keputusan Walikota
Malang No.188.45/204/35.73.112/2013 Tentang Penetapan Tempat Penampungan
Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional
5 Keputusan Walikota Malang Nomor : 188.45/204/ 35.73.112/2013 tentang “Penetapan Tempat
Penampungan Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional
Merjosari”
56
Merjosari pencabutan ketetapan Pasar Tradisional Merjosari. Keputusan tersebut
dibuat karena kondisi Pasar Dinoyo yang sudah selesai direvitalisasi.6
5.2 Kronologi Konflik
Kronologi konflik revitalisasi bermula pada tanggal 8 Juli 2010 unsur
perwakilan pedagang Pasar Dinoyo yaitu P3DKM diundang Komisi A DPRD
Kota Malang.7 Komisi A DPRD Kota Malang menyampaikan kepada P3DKM
bahwa Pemerintah Kota Malang dalam membuat kebijakan pembangunan Pasar
Dinoyo sudah melibatkan Investor PT. Citra Gading Asritama. Pemerintah Kota
Malang secara sepihak membuat kesepakatan dengan Investor tanpa melibatkan
pedagang. Kesepakatan tersebut berupa Draf PKS mengenai revitalisasi Pasar
Dinoyo yang dibuat dan disepakati oleh Pemerintah Kota Malang dengan
Investor. Pada bulan tersebut, P3DKM menolak Draf PKS yang dibuat antara
Pemerintah Kota Malang dengan Investor karena sangat merugikan pedagang.
Selanjutnya pada tanggal 12 Juli - 27 September 2010 P3DKM melakukan
penolakan dan memberikan usulan untuk merubah Draf PKS yang disepakati oleh
Pemerintah Kota Malang dengan Investor.8 P3DKM melakukan pengiriman surat
kepada DPRD, Walikota, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA). Isi surat tersebut P3DKM menolak Draf PKS yang dibuat oleh
Pemerintah Kota Malang dengan Investor, dan memberikan usulan untuk merubah
tata letak Pasar Dinoyo yang akan ditempatkan di belakang pasar modern dan
biaya ganti rugi yang sangat memberatkan pedagang. Selain itu DPRD Kota
6 Keputusan Walikota Malang Nomor 188.45/263/35.73.112/2016 tentang “Pencabutan Atas
Keputusan Walikota Malang No.188.45/204/35.73.112/2013 Tentang Penetapan Tempat
Penampungan Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional
Merjosari” 7 Data Kronologis Permasalahan Tentang “Rencana Pembangunan Pasar Dinoyo Oleh
Pemerintah Kota Malang” 8 Ibid
57
Malang memberikan rekomendasi untuk melakukan pertemuan dialog pedagang
dengan Walikota di Balaikota Malang membahas tentang rencana pembangunan
Pasar Dinoyo. Namun dialog tersebut tidak dihadiri oleh Walikota sehingga pada
pertemuan tersebut tidak menghasilkan perubahan pada Draf PKS.
Pada tanggal 29 September 2010 DPRD Kota Malang melakukan sidang
paripurna yang dihadiri oleh P3DKM.9 Pada sidang paripurna tersebut
memutuskan persetujuan dan pengesahan Draf PKS pembangunan Pasar Dinoyo
dengan tidak merubah usulan dari pedagang Pasar Dinoyo. Sidang paripurna
tersebut membuat P3DKM kecewa dengan keputusan dari Partai Demokrat yang
berbalik arah ketika sidang paripurna. Karena pada awal mulanya sebelum sidang
paripurna Partai Demokrat memihak kepada pedagang Pasar Dinoyo.
Pada tanggal 25 November 2010 pedagang Pasar Dinoyo melakukan
demonstrasi di depan Balai Kota Malang yang juga dihadiri oleh berbagai
pedagang dari pasar tradisional Kota Malang.10
Aksi demontrasi tersebut sebagai
penolakan Draf PKS yang sudah disahkan pada sidang paripurna DPRD Kota
Malang. Namun aksi demonstrasi dari pedagang tersebut tidak ditemui oleh
Walikota Malang.
Berbagai perlawanan terus dilakukan oleh pedagang Pasar Dinoyo yang
diwakili oleh P3DKM. Pada tanggal 26 November 2010 – 24 Februari 2011
P3DKM berkirim surat kepada pihak-pihak eksternal yang bertujuan untuk
membantu usulan dari pedagang Pasar Dinoyo untuk merubah Draf PKS yang
merugikan pedagang.11
P3DKM melakukan pengiriman surat kepada Nahdhatul
9 Data Kronologis Permasalahan Tentang “Rencana Pembangunan Pasar Dinoyo Oleh
Pemerintah Kota Malang” 10
Ibid 11
Ibid
58
Ulama (NU), Muhammadiyah, Lembaga Swadaya Masyarakat, akademisi-
akademisi, Ombudsman RI, dan KOMNAS HAM.
Pada tanggal 24 Februari 2011 perwakilan dari KOMNAS HAM merespon
surat yang dikirim oleh P3DKM dengan melakukan kunjungan ke Pasar Dinoyo.12
Kunjungan tersebut mendengarkan permasalahan yang sedang terjadi dan
penyerahan berkas permasalahan-permasalahan pembangunan Pasar Dinoyo
kepada KOMNAS HAM.
Pada tanggal 5 Mei 2011 penyelesaian konflik revitalisasi selesai ketika
KOMNAS HAM sebagai mediator mempertemukan pihak dari Pemerintah Kota
Malang dengan P3DKM.13
Konflik tersebut selesai setelah ada persetujuan dari
semua pihak untuk melakukan perubahan Draf PKS yang diusulkan pedagang
mengenai tata letak pasar tradisional dan harga ganti rugi yang memberatkan
pedagang. Penyelesaian konflik revitalisasi tersebut dibuat dengan adanya berkas
dari KOMNAS HAM mengenai kesepakatan perdamaian antara pedagang Pasar
Dinoyo dengan Pemerintah Kota Malang.
Pada tahun 2012 pedagang Pasar Dinoyo mulai resmi direlokasi
menempati Pasar Penampungan Merjosari. Selanjutnya pada tanggal 19 April
2013 Walikota Bapak Peni membuat keputusan mengenai Pasar Merjosari sebagai
pasar tetap tradisional.14
Pada awal mulanya Pasar Merjosari hanya sebagai pasar
penampungan dari pedagang Pasar Dinoyo karena kondisi Pasar Dinoyo yang
sedang dalam proses revitalisasi. Konflik berkelanjutan terjadi pada tanggal 30
12
Ibid 13
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia tentang “Kesepakatan Perdamaian Antara
Pedagang Pasar Dinoyo Dengan Pemerintah Kota Malang Terkait Rencana Pembangunan Pasar
Terpadu Dinoyo Kota Malang” 14
Keputusan Walikota Malang Nomor : 188.45/204/ 35.73.112/2013 tentang “Penetapan Tempat
Penampungan Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional
Merjosari”
59
September 2016 ketika Walikota Abah Anton membuat keputusan tentang
pencabutan status Pasar Merjosari sebagai pasar tetap tradisional.
5.3 Dinamika Konflik Revitalisasi Pasar Dinoyo
Dinamika konflik revitalisasi Pasar Dinoyo berawal dari Pemerintah Kota
Malang dalam proses rencana revitalisasi Pasar Dinoyo tidak melibatkan
pedagang Pasar Dinoyo. Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Khuzaini :
“Pada tahun 2010 Pemerintah Daerah Walikota jamanya Pak Peni sudah
memutuskan revitalisasi Pasar Dinoyo itu memakai pihak ketiga
(investor). Disaat itu awalnya kami (perwakilan pedaganag Pasar Dinoyo)
tidak dilibatkan, kami tahunya ketika dipanggil komisi A DPRD Kota
Malang. Disanalah kami tahu, istilahnya Pemerintah Kota Malang sudah
pasti akan mengkerjasamakan pasar ini dengan pihak ketiga”.15
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Mas Saiful, beliau mengatakan :
“Masalah revitalisasi pasar sebetulnya kalo mau mengadakan program,
seharusnya pemerintah itu musyawarah dulu, karena pemerintah sama
pedagang itu pada dasarnya sama. Dalam tanda kutip pemerintah ingin
rapi dan tertib kotanya. Ya kita pedagang ya ingin naik ekonominya, cuma
sebelum melakukan itu musyawarah dulu supaya titik temunya itu enak.
Supaya tidak terjadi perselisihan dibelakangnya lah”.16
Dari hasil pemaparan wawancara di atas, konflik terjadi ketika Pemerintah
Kota Malang membuat kebijakan revitalisasi Pasar Dinoyo secara sepihak
membuat kesepakatan dengan Investor tanpa melibatkan pedagang. Kesepakatan
tersebut berupa Draf PKS mengenai revitalisasi Pasar Dinoyo yang dibuat dan
disepakati oleh Pemerintah Kota Malang dengan Investor PT. Citra Gading
Asritama. Dalam hal ini pedagang Pasar Dinoyo sama sekali tidak memperoleh
hak dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan umum maupun teknis.
15
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB 16
Hasil wawancara dengan Mas Saiful selaku pedagang pada 30 September 2017 pukul 13.45
WIB
60
Sebelum adanya kebijakan revitalisasi Pasar Dinoyo, Pemerintah Kota
Malang pada tahun 2005 membuat program renovasi Pasar Dinoyo yang
melibatkan Pemerintah Kota Malang, DPRD Kota Malang, unsur pedagang, dan
warga masyarakat.17
Rencana renovasi pasar tersebut bertujuan untuk
memperbaiki bangunan Pasar Dinoyo yang sudah rapuh dan kumuh. Program
renovasi Pasar Dinoyo tersebut tidak melibatkan Investor. Namun program
renovasi Pasar Dinoyo tidak ada lanjutan dari Pemerintah Kota Malang.
Pedagang menolak kerjasama yang dibuat oleh Pemerintah Kota Malang
dengan Investor tersebut. Pedagang menganggap kerjasama yang dibuat oleh
Pemerintah Kota Malang dengan Investor tersebut merugikan pedagang
tradisional. Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Khuzaini :
“Yang kami tolak pada waktu itu mengenai caranya bangun dan setelahnya
bagaimana. Ada beberapa poin ketika menerima PKS, yang secara
otomatis merugikan kami pedagang, yang pertama mengenai layout Pasar
Dinoyo yang akan berada di belakang pasar modern, yang kedua tata letak
bedak, yang ketiga jangka waktu pembangunan dan di Pasar Penampungan
berapa lama, yang keempat mengenai pembayaran ganti rugi harga bedak
yang memberatkan pedagang, dan yang kelima pengelolaan setelah
dibangun. Biasanya dimanapun, dibelahan Indonesia ini ketika ada proses
modernisasi atau revitalisasi pedagang lama ini tersingkirkan”.18
Berdasarkan hasil wawancara tersebut penempatan pasar tradisional yang
akan ditempatkan di belakang pasar modern serta adanya harga jual dan ganti rugi
untuk pedagang, merupakan ketidakadilan dan perbuatan semena-mena dari
Pemerintah Kota Malang, dimana Pasar Dinoyo akan tergusur dari kedudukan dan
posisinya diganti oleh bangunan pasar modern atau Mall.
17
Data Kronologis Permasalahan Tentang “Rencana Pembangunan Pasar Dinoyo Oleh
Pemerintah Kota Malang” 18
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB
61
Sementara itu pandangan berbeda mengenai revitalisasi disampaikan
Walikota Malang Bapak Peni melalui media online, beliau mengatakan bahwa :
”Walikota Malang Peni Suparto tak mau disalahkan terkait pembangunan
Pasar Dinoyo. Peni mengatakan, pembangunan Pasar Dinoyo bertujuan
meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan serta kenyamanan para
pedagang. Dari lokasi yang tidak baik dan kumuh menjadi lebih baik dan
bersih. Ia mengatakan, jika pembangunan pasar tradisional tersebut
terealisasi, yang diuntungkan pasti juga pedagang, bukan orang lain.
Sebab, para pedagang lama juga tetap akan mendapatkan prioritas untuk
menempati los atau kios baru yang dibangun investor. Peni mengakui, akar
permasalahanya karena kurangnya sosialisasi. Seharusnya semua elemen
bisa melakukan sosialisasi dengan maksimal kepada para pedagang agar
tidak memunculkan salah persepsi atau komunikasi. Seperti diberitakan,
ribuan pedagang Pasar Dinoyo yang bakal dibangun (dimodernisasi) itu
menolak “site plan” yang ditawarkan investor dan Pemkot setempat karena
tidak sesuai dengan keinginan pedagang yang sudah disampaikan
sebelumnya. Pedagang minta investor dan Pemkot Malang mengubah “site
plan” seperti yang disosialisasikan pertama kali”.19
Dari hasil temuan peneliti di Pasar Terpadu Dinoyo sebenarnya revitalisasi
Pasar Dinoyo tidak terjadi apabila Partai Demokrat tetap pada pendirianya yakni
menolak kebijakan Pemerintah Kota Malang mengenai revitalisasi. Pada awalnya
Partai Demokrat berada pada jalur yang sama dengan pedagang Pasar Dinoyo
menolak revitalisasi, namun berbalik arah ketika berada disidang paripurna.
Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Kusyono :
“Waktu itu awalnya partai yang setuju dengan pembangunan hanya PDIP
dan Golkar. Semisal Partai Demokrat membela pedagang InsyaAllah
revitalisasi tidak berlanjut. Sebelum sidang paripurna, pedagang pernah
menyampaikan kepada Partai Demokrat supaya mengakomodasi aspirasi
pedagang. Mereka mengatakan akan mengakomodir kepentingan kami,
dengan mendukung para pedagang. Detik-detik terakhir Partai Demokrat
yang awalnya tidak menyetujui revitalisasi dari Pemkot, tiba-tiba berbalik
19
Taufiq Zuhdi. “Soal Pasar Dinoyo, Peni Salahkan Dewan”. Surya Senin 29 November 2010
16:09 WIB. http://surabaya.tribunnews.com/2010/11/29/soal-pasar-dinoyo-peni-salahkan-dewan,
diakses pada tanggal 26 November 2017 pukul 06.00 WIB.
62
arah dan menyetujui melanjutkan revitalisasi pasar dan akhirnya pedagang
kalah.”20
Hasil sidang paripurna DPRD Kota Malang mengenai pengesahan
revitalisasi Pasar Dinoyo dilakukan melalui voting dengan 27 anggota dewan
menyetujui revitalisasi Pasar Dinoyo dan 16 anggota dewan menolak revitalisasi
Pasar Dinoyo.21
Fraksi partai yang menyetujui yaitu Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrat (PD),
sedangkan yang menolak revitalisasi dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai
Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai
Karya Peduli Bangsa (PKPB), dan Partai Damai Sejahtera (PDS).
Konflik lahan perkotaan terus menjadi bagian tak terpisahkan dari
dinamika dan perkembangan tata kota itu sendiri. Pemerintah kota memang
memiliki kepentingan dan sekaligus kewajiban menciptakan tata kota di
Indonesia, tampaknya belum terfomulasi sebagai kematangan konsep. Pemerintah
kota dengan wewenang luasnya di era otonomi daerah perlu mematangkan konsep
kebijakan tata kelola. Demokrasi telah menyediakan proses politik yang
menghubungkan konsep keadilan warga dan pemerintah dalam bentuk mekanisme
deliberasi formal. Otonomi daerah secara prosedural telah melembagakan
Musrenbang (musyawarah rencana pembangunan) dari tingkat kota sampai desa
sebagai mekanisme deliberasi tersebut. Sayangnya kualitas dialog dan negosiasi
20
Hasil wawancara dengan Sekretaris P3DKM Bapak Kusyono pada 26 Juli 2017 pukul 08.00
WIB 21
Draf Perjanjian Kerja Sama (PKS) Antara Pemerintah Kota Malang Dengan PT. Citra Gading
Asritama Tentang “Pengelolaan Pasar Dinoyo”
63
formulasi konsep dalam lembaga perumusan kebijakan tersebut masih jauh dari
ideal.22
Dalam menghadapi konflik rencana revitalisasi Pasar Dinoyo, organisasi
P3DKM melakukan koordinasi yang dilakukan secara internal dengan pedagang
Pasar Dinoyo. Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Kusyono :
“Untuk memperkokoh hubungan dengan pedagang, P3DKM waktu itu
juga menggelar istighosah dan pengajian bersama yang dilakukan setiap
satu minggu sekali, untuk konsolidasi dan sosialisasi kepada pedagang.
Konsolidasi dan sosialisasi tersebut bertujuan untuk mempersatukan
pedagang supaya tidak terpecah belah dan untuk menguatkan dalam
perjuangan yang sama”.23
Berdasarkan hasil wawancara tersebut P3DKM mengajak kepada semua
pedagang Pasar Dinoyo untuk lebih mensolidkan dan menyatukan semua
pedagang, untuk menunjukkan bahwa pedagang sebagai stakeholder yang
memiliki hak dalam pengelolaan Pasar Dinoyo. Dalam menghadapi konflik
revitalisasi, pedagang dalam perjuanganya juga melakukan istighosah bersama
dan pengajian bersama untuk sosialisasi dan konsolidasi antara organisasi
P3DKM dengan pedagang-pedagang yang hadir guna tetap dalam visi perjuangan
yang sama.
Setelah Draf PKS disahkan disidang paripurna DPRD pedagang Pasar
Dinoyo dalam memperjuangkan aspirasinya juga melakukan demonstrasi untuk
menolak revitalisasi yang dibuat tanpa melibatkan pedagang. Berikut kutipan
wawancara dengan Bapak Khuzaini :
“Pada waktu itu kami pedagang Pasar Dinoyo melakukan demo di depan
Balai Kota Malang. Demo tersebut demo akbar karena aksi demo itu
22
Novri Susan. 2012. “Negara Gagal Mengelola Konflik (Tata Kelola Konflik di Indonesia)”.
Yogyakarta: KoPi, hlm. 66 - 67 23
Hasil wawancara dengan Sekretaris P3DKM Bapak Kusyono pada 26 Juli 2017 pukul 08.00
WIB
64
diikuti oleh berbagai pedagang pasar di Kota Malang sampai Pasar Batu
dan juga diikuti oleh elemen mahasiswa, elemen masyarakat yang simpati,
Partai Pendukung, dan elemen LSM. Demo tersebut tidak ditemui oleh
Walikota Malang. Kami juga memasang spanduk-spanduk di depan Pasar
Dinoyo yang intinya menolak revitalisasi”.24
Selain itu P3DKM dalam menghadapi konflik rencana revitalisasi Pasar
Dinoyo, pedagang tidak hanya menggerakkan elemen-elemen dari internal
pedagang, namun juga bekerjasama dengan pihak organisasi kemasyarakatan yang
bergerak dibidang hukum, yaitu Malang Corruption Watch (MCW). Berikut
kutipan wawancara dengan Bapak Khuzaini :
“Kami tidak semerta-merta menerima, tapi dari sisi hukum kan kami
memang lemah. Ini kan aset pemerintah, dalam hal ini pedagang hanya
hak guna pakai dan ditentukan dalam jangka waktu 20 atau 25 tahun. Ini
sudah ada produk hukum, mau tidak mau, suka tidak suka pembangunan
pasar dinoyo tetap dilaksanakan dengan segala resiko, tidak mau tahu
bagaimana nanti nasib pedagang. Biasanya dimanapun dibelahan
Indonesia ini ketika ada proses modernisasi atau revitalisasi pedagang
lama ini tersingkirkan, munculah pedagang-pedagang baru, lha kita orang
orang lama ini hanya jadi penonton. Ketika kami berdiskusi di Malang
Corruption Watch (MCW), kami disarankan untuk mengambil jalan
litigasi atau non litigasi. Maksudnya kalo kami mengambil jalur litigasi
secara hukum, sedangkan non litigasi kan musyawarah. Kami disarankan
untuk mengambil jalur non litigasi. Kalo kami memakai jalur hukum atau
litigasi jelas kalah, wes kalah kita tersingkir. Sebagai contoh 3 kasus di
Kota Malang, yaitu Ijen Nirwana, Matos, dan MOG yang secara yuridis
memenangkan pihak masyarakat tapi tetep aja kalah.”25
Berdasarkan hasil wawancara tersebut untuk memperjuangkan gugatan
dan perubahan isi Draf PKS yang sudah disahkan ketika sidang paripurna
tersebut, P3DKM melakukan penggalangan dukungan dengan mengunjungi
organisasi kemasyarakatan yang bergerak dibidang hukum, yaitu Malang
24
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB 25
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB
65
Corruption Watch (MCW). MCW memberikan saran kepada P3DKM dalam
menghadapi konflik revitalisasi Pasar Dinoyo dengan menggunakan jalur non
litigasi. Artinya menyelesaikan perkara di luar pengadilan. Penyelesaian konflik
dengan jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah melalui musyawarah.
Untuk menindaklanjuti saran dari MCW, P3DKM mengirim surat ke
lembaga-lembaga tinggi Negara dan Pemerintahan Provinsi maupun Pusat, untuk
memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kota Malang supaya mendengarkan
aspirasi pedagang terhadap rencana revitalisasi Pasar Dinoyo. Berikut kutipan
wawancara dengan Bapak Khuzaini :
“Sejak waktu itu kami P3DKM berkirim surat kemana-mana mulai
organisasi besar seperti Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah,
Lembaga Swadaya Masyarakat, akademisi-akademisi, Ombudsman RI,
dan KOMNAS HAM. Dari sekian itu yang merespon Ombudsman RI
sama KOMNAS HAM, terus akhirnya yang menjadi mediasi KOMNAS
HAM”.26
Pemerintah Kota Malang sebagai lembaga eksekutif memiliki otoritas
dalam membuat kebijakan revitalisasi Pasar Dinoyo. Otoritas menurut Ralf
Dahrendorf memusatkan perhatian pada struktur sosial yang lebih luas. Inti
tesisnya adalah gagasan bahwa berbagai posisi didalam masyarakat mempunyai
kualitas otoritas yang berbeda. Otoritas tidak terletak didalam diri individu, tetapi
didalam posisi. Otoritas secara tersirat menyatakan superordinasi dan subordinasi.
Mereka yang menduduki posisi otoritas diharapkan mengendalikan bawahan.27
5.3.1 Resolusi Konflik
Resolusi konflik merupakan upaya untuk menangani berbagai sebab
konflik yang berkaitan dengan mencari jalan keluar dari suatu perilaku konflik.
26
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB 27
George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2004. “Teori Sosiologi Modern”. Op.Cit, hlm. 154
66
Proses resolusi konflik ditujukan supaya mencapai kesepakatan bersama antara
pihak yang berkonflik.
Arah penyelesaian konflik revitalisasi Pasar Dinoyo mulai menunjukkan
titik terang setelah KOMNAS HAM merespon surat yang dikirim oleh P3DKM.
Setelah itu KOMNAS HAM berkunjung langsung ke Pasar Dinoyo untuk
menyampaikan rencana mempertemukan pedagang Pasar Dinoyo dengan
Pemerintah Kota Malang yang akan dimediasi oleh KOMNAS HAM. Perwakilan
KOMNAS HAM juga mendorong dan memberikan rekomendasi kepada
Pemerintah Kota Malang untuk melakukan mediasi dengan pedagang Pasar
Dinoyo terkait isi Draf PKS yang dibuat tanpa melibatkan pedagang atau tanpa
persetujuan pedagang Pasar Dinoyo. Hal ini menjadi jawaban dan hasil dari segala
upaya yang dilakukan pedagang Pasar Dinoyo yang diwakili oleh organisasi
P3DKM supaya Draf PKS rencana revitalisasi yang sudah dibuat oleh Pemerintah
Kota Malang dengan Investor ditunda pelaksanaanya sebelum beberapa isi
perjanjian yang belum disepakati pedagang itu dirubah. Semua pihak akhirnya
sepakat dengan adanya perundingan yang akan dimediasi oleh KOMNAS HAM.
Setelah melangsungkan perundingan yang digagas dan dimediasi oleh
KOMNAS HAM tersebut, tim perwakilan pedagang Pasar Dinoyo P3DKM
sepakat revitalisasi Pasar Dinoyo dilanjutkan dengan syarat merubah posisi pasar
tradisional yang semula akan di tempatkan di belakang pasar modern berpindah
ke posisi timur yang bersebelahan dengan pasar modern. Selain itu pedagang
Pasar Dinoyo juga meminta keringanan biaya ketika revitalisasi tersebut selesai.
Permintaan P3DKM tersebut disepakati oleh pihak Pemerintah Kota Malang.
Pada tanggal 5 Mei 2011 KOMNAS HAM membuat nota Kesepakatan
67
Perdamaian Antara Pedagang Pasar Dinoyo Dengan Pemerintah Kota Malang
Terkait Rencana Pembangunan Pasar Terpadu Dinoyo Kota Malang.28
Sesuai dengan teori Ralf Dahrendorf, bahwa konflik yang terjadi dalam
masyarakat akan membawa pada perubahan sosial. Dalam konflik rencana
revitalisasi Pasar Dinoyo, pedagang mampu melakukan perubahan dengan
berbagai perlawanan yang akhirnya dapat merubah Draf PKS melalui mediasi
KOMNAS HAM.
Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Khuzaini :
“Kepastianya sudah ada di KOMNAS HAM tadi, malah KOMNAS HAM
bisa mengalahkan produk dari Pemerintah eksekutif dan legislatif. Setelah
dimediasi oleh KOMNAS HAM dan terjadi kesepakatan dengan semua
pihak, akhirnya perjanjian itu di amandemen”.29
Pemerintah Kota Malang dalam melaksanakan kebijakan revitalisasi Pasar
Dinoyo dinilai secara sepihak tanpa mengikutsertakan pedagang Pasar Dinoyo
dalam membuat Draf PKS antara Pemerintah Kota Malang dengan PT. Citra
Gading Asritama. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Timur Nomor 3 Tahun 2008 pasal 6 ayat 4 Tentang Perlindungan, Pemberdayaan
Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern yang menyebutkan Pemerintah
Daerah berkewajiban memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada pasar
tradisional dan pelaku-pelaku usaha yang ada didalamnya termasuk kejelasan dan
kepastian hukum tentang status hak pakai lahan pasar.30
Serta melanggar
Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
28
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tentang “Kesepakatan Perdamaian Antara
Pedagang Pasar Dinoyo Dengan Pemerintah Kota Malang Terkait Rencana Pembangunan Pasar
Terpadu Dinoyo Kota Malang” 29
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB 30
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2008 tentang “Perlindungan,
Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern”
68
Kejasama Daerah bagian pertama pasal 2 tentang transparansi dan saling
menguntungkan bagi para pihak.31
Pemerintah Kota Malang seharusnya sebagai
kelompok otoritas menurut Ralf Dahrendorf yang merupakan pemegang
kekuasaan atau jabatan berpihak kepada pedagang (rakyat).
Proses penyelesaian konflik revitalisasi di Pasar Dinoyo menggunakan
tahap Peacemaking. Peacemaking merupakan suatu proses untuk menenangkan
pihak yang bersengketa. Meskipun sebuah konflik dapat diselesaikan lewat
negosiasi langsung antara kedua belah pihak, alangkah lebih baiknya lagi jika
dibantu oleh pihak ketiga dalam hal ini pihak yang netral yang dapat menjadi
mediator kepada pihak yang bersengketa dan membantu kedua belah pihak
tersebut untuk bekerja lebih cepat agar perdamaian cepat terjadi.32
Dalam hal ini
sebagai pihak yang netral dan sebagai mediator yaitu KOMNAS HAM.
Penyelesaian konflik revitalisasi Pasar Dinoyo selesai ketika KOMNAS HAM
membuat nota Kesepakatan Perdamaian Antara Pedagang Pasar Dinoyo Dengan
Pemerintah Kota Malang Terkait Rencana Pembangunan Pasar Terpadu Dinoyo
Kota Malang.
31
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2007 Tentang “Tata Cara
Pelaksanaan Kejasama Daerah” 32
Hermawan. 2007. “Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu, dan
Metodologi”. Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm. 95
69
5.3.2 Relokasi Pedagang Pasar Dinoyo
Bagan 5.1 Kondisi Pasar Merjosari
Sumber: Hasil olahan peneliti, 2017
Berdasarkan bagan 5.1 terjadi permasalahan-permasalahan ketika berada
di Pasar Penampungan Merjosari. Setelah kebijakan revitalisasi disetujui oleh
Pedagang Pasar Dinoyo yang dimediasi oleh KOMNAS HAM, maka semua
pedagang harus direlokasi ke Pasar Penampungan Merjosari. Berdasarkan Draf
PKS Pasal 6 mengenai Jangka Waktu Pelaksanaan menyebutkan bahwa :
“Pembangunan Pasar Tradisional Dinoyo beserta fasilitas pendukung
selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak pedagang
Pasar Dinoyo menempati Pasar Penampungan Merjosari”.33
Jangka waktu pelaksanaan mengenai pembangunan Pasar Dinoyo tersebut juga
dibuktikan dengan hasil wawancara dengan Bapak Khuzaini :
“Kalo ada di Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang sudah disepakati oleh
semua pihak termasuk pedagang Pasar Dinoyo yang waktu itu dimediasi
oleh Komnas HAM, di Merjosari itu seharusnya hanya 2 tahun saja,
namun dalam faktanya sampai 5 tahun”.34
Dari data di atas berdasarkan Draf PKS yang sudah disepakatai,
pembangunan revitalisasi Pasar Dinoyo beserta fasilitasnya selambat-lambatnya
33
Draf Perjanjian Kerja Sama (PKS) Antara Pemerintah Kota Malang Dengan PT. Citra Gading
Asritama Tentang “Pengelolaan Pasar Dinoyo” 34
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB
Pasar Penampungan
Merjosari
Ketidaksesuaian dengan
Draft PKS
Konsep beli 1 Pasar
dapat 2 Pasar
Perubahan Kebijakan
70
24 bulan atau 2 tahun terhitung sejak pedagang Pasar Dinoyo menempati Pasar
Penampungan Merjosari. Ini terbukti dari Pedagang Pasar Dinoyo mulai resmi
menempati Pasar Penampungan Merjosari pada tahun 2012 dan pedagang mulai
pindah dari penampungan ke Pasar Dinoyo yang sudah direvitalisasi pada tahun
2017. Artinya pedagang menempati Pasar Penampungan Merjosari selama 5
tahun.
Selain mengenai jangka waktu pembangunan, berdasarkan Draf PKS yang
sudah disepakati oleh semua pihak menjelaskan bahwa Pasar Penampungan
Merjosari diperuntukkan kepada pedagang Pasar Dinoyo saja yang mempunyai
Surat Ijin Tempat Berjualan (SITB) saja. Berikut kutipan dokumen dari Draf PKS
yang menjelaskan bahwa :
“Pemerintah Kota Malang menjamin Surat Ijin Tempat Berjualan (SITB)
bagi pedagang Pasar Tradisional Dinoyo yang sekarang SITB sejumlah
sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Dinas Pasar Kota Malang
setelah dipadukan dengan hasil verifikasi bersama antara Dinas Pasar Kota
Malang dan Persatuan Pedagang Pasar Dinoyo yang selanjutnya akan
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pasar Kota Malang”.35
Data tersebut juga dibuktikan dengan hasil wawancara dengan Bapak Khuzaini :
“Di pasal Perjanjian Kerja Sama (PKS) tidak boleh ada penambahan
pedagang di Pasar Penampungan. Kalo jumlah pedagang itu sudah
diverifikasi jumlahnya segitu, kalo berganti orang kan tidak masalah
karena jumlahnya tidak bertambah. Faktanya yang terjadi adanya
penambahan pedagang-pedagang liar yang tidak ber-SITB yang
menyebabkan pasar semrawut.”36
Penjelasan tersebut juga disampaikan oleh Bapak Kusyono, beliau mengatakan :
“Di dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) itu disebutkan bahwa kewajiban
Investor itu membangun Pasar Penampungan bagi pedagang Pasar Dinoyo
35
Draf Perjanjian Kerja Sama (PKS) Antara Pemerintah Kota Malang Dengan PT. Citra Gading
Asritama Tentang “Pengelolaan Pasar Dinoyo” 36
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB
71
yang ber-SITB. Jadi yang aslinya tidak ada pedagang liar, yang aslinya
hanya pedagang yang ber-SITB”.37
Berdasarkan data dan hasil wawancara di atas menjelaskan bahwa Pasar
Penampungan Merjosari diperuntukkan bagi pedagang Pasar Dinoyo saja karena
Pasar Dinoyo masih menjalani proses pembangunan. Namun faktanya Pemerintah
Kota Malang setelah melaksanakan relokasi pedagang Pasar Dinoyo ke Pasar
Penampungan Merjosari tidak melakukan pengawasan secara menyeluruh di Pasar
Penampungan Merjosari. Sebagai penyebab tidak adanya pengawasan di Pasar
Penampungan Merjosari maka muncullah pedagang-pedagang liar yang secara
otomatis memenuhi fasilitas-fasilitas umum di Pasar Penampungan Merjosari.
Berikut hasil wawancara dengan Bapak Khuzaini, beliau mengatakan :
“Di Pasar Merjosari itu pedagang liar ditarik retribusi, uangnya masuk kan
itu, karena sudah bayar retribusi, mereka menganggap sudah memiliki kan
gitu to, padahal mereka itu bukan pedagang. Pedagang itu yang nakal-
nakal nanti ada kolusi dengan kepala pasar, wastibnya juga lemah. Belum
lagi permainan-permainan yang sudah masuk ke ranah politik dan
sebagainya, mengaku-ngaku iki dulure si A sudah tidak jelas menjadi
semrawut. Belum lagi adanya preman di tata kelola parkir. Yang
mengelola parkir kan Dinas Perhubungan, seng Dishub iku pokok oleh
nerima setoran selesai, lha nanti oknum tukang parkirnya menjual fasum-
fasum (fasilitas umum) itu kepada pedagang, lha kepala pasarnya tidak
bisa bertindak. Belum lagi adanya pemalakan yang dilakukan preman.
Pedagang itu bisa seenaknya berjualan ditempat manapun asal bayar
kepada preman. Lha Dishub atau kepala pasarnya itu lemah, takut dengan
preman. Jadi pedagang seperti kami diamana menempati tempat yang di
legalkan itu kalah mas dengan orang-orang seperti itu, negara tidak hadir
dengan yang seperti itu. Jumlah pedagang liar di Merjosari terakhir itu,
mereka hampir sama dengan jumlah pedagang SITB, hampir 700
pedagang liar ”.38
Hal yang sama juga disampaikan oleh Mas Saiful :
37
Hasil wawancara dengan Sekretaris P3DKM Bapak Kusyono pada 26 Juli 2017 pukul 08.00
WIB 38
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB
72
“Lemahnya pengelolaan dari pemerintah itu adanya oknum yang
memperbolehkan jualan di fasum-fasum (fasilitas umum), kayak tempat
parkir, kayak jalan dan diperbolehkan. Saya bilang seperti itu karena
mereka ditarik retribusi, ditarik karcis, berarti itu kan di ijini, itu bukan
sama pemerintah sebetulnya, melainkan sama oknum yang ada dilapangan,
padahal mereka itu bukan pedagang yang resmi”.39
Penjelasan tersebut juga disampaikan oleh Bapak Kusyono :
“Mengetahui situasi pasar luar biasa ramai, berdatanglah pedagang-
pedagang liar, ini termasuk kelemahan Pemerintah Kota Malang tidak ada
controlling atau pengawasan. Dari pihak dinas pokok ada yang berjualan
ditariki retribusi. Enggak tahu itu masuk kemana, berapa banyak pedagang
liar itu”.40
Berdasarkan hasil wawancara di atas, yang terjadi di Pasar Penampungan
Merjosari adanya pembiaran dari Pemerintah Kota Malang mengenai pedagang
liar. Tidak adanya pengawasan tersebut dimanfaatkan oleh oknum yang berada di
Pasar Penampungan Merjosari untuk melakukan penarikan retribusi pasar.
Penarikan retribusi seharusnya diperuntukkan kepada pedagang yang memiliki
SITB. Retribusi pasar adalah pungutan yang dikenakan kepada pedagang yang
mendapatkan pelayanan perijinan dan atau pemakaian tempat berjualan di
lingkungan pasar atau di tempat-tempat lain yang diijinkan yang berupa toko,
kios, bedak, los dan pelataran serta bangunan lainya yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.41
Banyaknya pedagang liar yang berada di Pasar Penampungan Merjosari
tentunya sangat merugikan pedagang resmi yang mempunyai SITB, karena
39
Hasil wawancara dengan Mas Saiful selaku pedagang pada 30 September 2017 pukul 13.45
WIB 40
Hasil wawancara dengan Sekretaris P3DKM Bapak Kusyono pada 26 Juli 2017 pukul 08.00
WIB 41
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 12 Tahun 2004 Tentang “Pengelolaan Pasar Dan
Tempat Berjualan”
73
pedagang-pedagang liar yang ada menempati fasilitas-fasilitas umum, halaman-
halaman dan jalan umum untuk berjualan dan banyak menarik konsumen karena
letak mereka yang strategis memenuhi fasilitas-fasilitas umum. Pedagang liar
tersebut merasa nyaman berjualan karena mereka sudah merasa memiliki dengan
membayar preman dan adanya penarikan retribusi.
Seharusnya Pemerintah Kota Malang sebagai pembuat kebijakan
revitalisasi dan relokasi harus hadir dan melakukan pengawasan, serta menindak
tegas oknum yang melakukan penarikan retribusi secara ilegal. Karena setoran
retribusi yang masuk kepada Pendapatan Daerah itu hanya pedagang yang ada
sesuai data yaitu pedagang yang sudah mempunyai ijin atau SITB.
Permasalahan yang selanjutnya mengenai status penetapan Pasar
Penampungan Merjosari. Ralf Dahrendorf menjelasakan bahwa setiap masyarakat
setiap saat tunduk pada proses-proses perubahan.42
Kebijakan publik adalah alat
untuk mencapai tujuan publik, bukan tujuan orang-perorangan atau golongan atau
kelompok.43
Perubahan kebijakan mengenai status Pasar Penampungan Merjosari
terjadi ketika pergantian Walikota Malang, maka berganti pula mengenai
kebijakan penetapan Pasar Penampungan Merjosari Kota Malang. Ketika diera
Walikota Bapak Peni pada tanggal 19 April 2013 membuat keputusan bahwa
Pasar Penampungan Merjosari ditetapkan sebagai pasar tetap tradisional. Dalam
hal ini Pasar Penampungan Merjosari sudah bukan menjadi pasar penampungan
melainkan menjadi pasar tetap.
42
George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2004. “Teori Sosiologi Modern”. Op.Cit, hlm. 154. 43
Rusli Budiman. 2013.“Kebijakan Publik: Membangun Pelayanan Publik Yang Responsif”.
Op.Cit, hlm. 9
74
Sebelum Keputusan tersebut dibuat memang ada klarifikasi dari Bapak
Peni yang menyatakan bahwa “Beli 1 pasar dapat 2 pasar”. Berikut kutipan
wawncara dengan Bapak Kusyono :
“Waktu pembukaan di Pasar Merjosari Pak Peni menyampaikan kepada
pedagang. Jadi nanti apabila pedagang resmi Pasar Dinoyo termasuk
Blimbing kalo memang mau pindah maka pedagang bisa menikmati “Beli
Satu Dapat Dua”. Artinya ketika pedagang membeli bedak di Dinoyo
maka juga dapat di Pasar Merjosari”. 44
Hal tersebut juga dipertajam melalui media online yang memuat :
“Walikota Malang Peni Suparto mengunjungi pasar penampungan
Merjosari, Rabu (13/3/2013). Dalam kunjunganya itu, Peni janji pada Juli
nanti pedagang bisa langsung pindah ke pasar semi modern di Dinoyo.
“Investor sendiri yang bilang seperti itu. Juli selesai dan siap menampung
pedagang,” kata Peni. Bahkan Peni berjanji akan memberikan bedak di
pasar penampungan merjosari secara gratis apabila pedagang mau.
“Istilahnya beli satu dapat dua,” janjinya. Peni memberikan tiga pilihan
bagi pedagang. Pertama pedagang tetap di penampungan merjosari. Kedua
pedagang pindah ke pasar Dinoyo dan ketiga pedagang pindah ke Pasar
Dinoyo tetapi tetap memiliki bedak di pasar penampungan merjosari.
“Pilihan itu kami serahkan kepada pedagang saja,” ucap Peni. Saat ini
pembangunan pasar modern Dinoyo sudah selesai 50 persen. Untuk
pondasi sudah 100 persen. Peni optimis Juli pembangunan selesai dan siap
dipindah. Sementara KH. Ahmad Khuzaini koordinator pedagang pasar
Dinoyo mengatakan, kemungkinan pedagang akan memilih opsi ketiga.
“Pinginya seperti itu. Karena dua-duanya sama menguntungkan,” kata
Khuzaini”.45
Konsep beli 1 pasar dapat 2 pasar yang dicanangkan Walikota Bapak Peni
tersebut dibuktikan dengan membuat kebijakan berupa Keputusan Walikota
Malang No. 188.45/204/35.73.112/2013 tentang Penetapan Tempat Penampungan
44
Hasil wawancara dengan Sekretaris P3DKM Bapak Kusyono pada 26 Juli 2017 pukul 08.00
WIB 45
http://surabaya.tribunnews.com/2013/02/13/juli-pedagang-pasar-merjosari-dijanjikan-pindah-ke-
dinoyo-malang, Siti Yuliana, “Juli Pedagang Pasar Merjosari Dijanjikan Pindah Ke Dinoyo
Malang”, Surya Rabu, 13 Februari 2013 12:37 WIB diakses pada tanggal 4 Oktober 2017 pukul
15.30 WIB
75
Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional
Merjosari. Dalam keputusan tersebut menjelaskan bahwa dalam rangka
meningkatkan PAD dan meningkatkan perkembangan kegiatan perekonomian
Kota Malang maka perlu menetapkan Pasar Penampungan Merjosari sebagai
Pasar Tradisional Merjosari.46
Setelah adanya Keputusan Walikota tersebut, dari Dinas Pasar
menindaklanjuti dengan membuat Pengumuman No. 511.2/969/35.73.302/2013
mengenai akan melaksanakan pendataan pedagang Pasar Tradisional Merjosari
dan pedagang segera mengajukan permohonan ijin baru pemakaian bedak, kios,
dan los.47
Setelah pendataan itu selesai, dari pihak pedagang pada tanggal 14 April
2014 mengirimkan surat kepada Walikota Malang mengenai Permohonan
Sosialisasi dan Penerbitan Surat Ijin Pemakaian Tempat Berjualan Pasar
Tradisional Merjosari. Kemudian pada tanggal 10 Maret 2015 Dinas Pasar
membuat Pengumuman No. 511.2/154/35.73.302/2015 mengenai penerbitan buku
pedagang Pasar Tradisonal Merjosari.48
Dalam hal ini artinya pedagang yang
berada di Pasar Merjosari sudah melakukan pendataan yang ada di Dinas Pasar
dan akan segera mempunyai SITB di Pasar Merjosari.
Konflik yang terjadi saat ini berawal dari Pemerintah Kota Malang melalui
Dinas Perdagangan, yang akan mengembalikan lokasi berjualan pedagang dari
Pasar Merjosari menuju ke Pasar Dinoyo yang sudah direvitalisasi. Perubahan
kebijakan tersebut terjadi pada tanggal 30 September 2016 ketika Walikota Abah
46
Keputusan Walikota Malang Nomor : 188.45/204/ 35.73.112/2013 tentang “Penetapan Tempat
Penampungan Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional
Merjosari” 47
Dinas Pasar. Pengumuman No. 511.2/969/35.73.302/2013, pendataan pedagang Pasar
Tradisional Merjosari 48
Dinas Pasar. Pengumuman No. 511.2/154/35.73.302/2015, penerbitan buku pedagang Pasar
Tradisonal Merjosari
76
Anton membuat keputusan pencabutan mengenai ketetapan Pasar Tradisional
Merjosari. Keputusan itu terjadi karena kondisi Pasar Dinoyo yang sudah selesai
dibangun serta akan mengembalikan fungsi semula lahan di Merjosari yang
selama ini dipakai berjualan pedagang pasar. Perintah pindah itu dibarengi dengan
Keputusan Walikota Malang No. 188.45/263/35.73.112/2016 Tentang Pencabutan
Atas Keputusan Walikota Malang No.188.45/204/35.73.112/2013 Tentang
Penetapan Tempat Penampungan Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan
Merjosari Sebagai Pasar Tradisional Merjosari. Perubahan kebijakan mengenai
penetapan Pasar Merjosari terjadi karena pergantian Walikota Malang maka
berubah pula mengenai kebijakan ketetapan Pasar Merjosari.49
Dengan adanya surat keputusan Walikota mengenai pencabutan ketetapan
Pasar Tradisional Merjosari tersebut, membuat pedagang merasa tidak memilliki
kepastian tempat untuk mereka berjualan. Berikut hasil wawancara dengan Bapak
Khuzaini, beliau mengatakan :
“Kami mau, kami menuntut, kami menginginkan kepastian. Daripada kami
di Merjosari tidak jelas, di Dinoyo tidak jelas, karena semisal kemarin itu
kalo kami terlambat mengambil kebijakan, bisa-bisa di Dinoyo
dikerjasamakan dengan orang lain, dan di Merjosari dikeluarkan. Karena
di Dinoyo kan sudah dikelola oleh swasta atau Investor bisa saja
dilemparkan orang lain. Nasib pedagang kayak-kayak kami ini lho
bagaimana. Dengan suka, atau tidak suka dan dengan penuh keterpaksaan
kami kembali kesini, tapi dengan membayar”.50
Berbagai tekanan dari Pemerintah Kota Malang dan Investor yang dialami
pedagang Pasar Dinoyo, karena tidak adanya kepastian di Dinoyo maupun di
49
Keputusan Walikota Malang No. 188.45/263/35.73.112/2016 Tentang “Pencabutan Atas
Keputusan Walikota Malang No.188.45/204/35.73.112/2013 Tentang Penetapan Tempat
Penampungan Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional
Merjosari” 50
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 26 Juli 2017 pukul 12.30
WIB
77
Merjosari, mereka harus bersedia kembali ke Pasar Dinoyo yang sudah
direvitalisasi dan harus rela bahwa konsep beli 1 pasar dapat 2 pasar untuk
pedagang ditiadakan. Selain itu pedagang juga harus melakukan pembayaran
terlebih dahulu ketika menempati Pasar Terpadu Dinoyo.
Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu atas dua tipe.
Pertama kelompok semu (quasi group) dan kelompok kepentingan (interest
group). Kelompok semu merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan
atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya
kelompok kepentingan. Dalam hal ini kelompok semu adalah Dinas Pasar dan
Investor. Dinas Pasar sebagai kelompok semu karena sebagai representasi atau
perwakilan dari Pemerintah Daerah. Pemegang otoritas tertinggi dalam kebijakan
revitalisasi Pasar Dinoyo adalah Pemerintah Daerah. Selain itu Investor sebagai
kelompok semu karena memiliki kepentingan yang sama dengan kelompok
kepentingan. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi,
program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang
menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat. Sedangkan kelompok
kepentingan disini yaitu Pemerintah Kota Malang dalam hal ini Walikota Malang
sebagai pembuat kebijakan revitalisasi.51
5.4 Kepentingan Dalam Konflik
Polemik yang terjadi pada tahap perencanaan revitalisasi Pasar Dinoyo
yang dibuat secara sepihak antara Pemerintah Kota Malang dengan Investor
terdapat kepentingan-kepentingan yang berada dibalik rencana tersebut.
Kepentingan tersebut terlihat pada perubahan rencana renovasi menjadi rencana
51
George Ritzer (2010), “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda”, Jakarta: PT Raja
GrafindoPersada. Hlm. 153.
78
revitalisasi Pasar Dinoyo yang tidak disosialisasikan langsung oleh Pemerintah
Kota Malang kepada pedagang Pasar Dinoyo. Dalam hal ini pedagang hanya
sebagai pihak yang diabaikan atau pihak yang tidak dianggap dan tidak memiliki
kekuatan yang sah terhadap pengelolaan Pasar Dinoyo.
Kepentingan dapat menimbulkan konflik karena adanya persaingan
kepentingan yang secara nyata memang tidak adanya kesesesuaian. Konflik
kepentingan terjadi ketika salah satu pihak atau kelompok meyakini bahwa untuk
memenuhi keinginanya, piihak lain harus bekorban. Berbagai kepentingan terjadi
dalam satu permasalahan konflik yang berkaitan antara pihak satu dengan pihak
lainya. Analisa kepentingan dapat membantu untuk menjelaskan dinamika konflik
yang muncul ketika terjadi benturan kepentingan.
Kebijakan revitalisasi Pasar Dinoyo yang meggabungkan pasar tradisional
dengan pasar modern bukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun
2007 Pasal 4 ayat 1 yang harus mempertimbangkan jarak dengan pasar
tradisional, namun lebih kepada pengambil kebijakan yang mendahulukan
kepentinganya. Dalam posisi ini, kepentingan menjadi faktor yang menentukan
terhadap hukum, peraturan akan mengikut oleh kepentingan yang membuat
kebijakan. Kepentingan yang muncul dalam revitalisasi dan relokasi Pasar Dinoyo
dapat dianalisis menjadi kepentingan Pemerintah Kota Malang, kepentingan
Investor dan kepentingan pedagang Pasar Dinoyo.
1. Kepentingan Ekonomi
Secara garis besar kebijakan Pemerintah Kota Malang mengenai
revitalisasi Pasar Dinoyo karena adanya kepentingan ekonomi. Ini terjadi ketika
Pemerintah Kota Malang membatalkan rencana renovasi Pasar Dinoyo dan
79
membuat kebijakan revitalisasi dengan tidak melibatkan pedagang Pasar Dinoyo.
Kepentingan ekonomi dari Pemerintah Kota Malang mengenai revitalisasi yang
bekerjasama dengan Investor tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Sedangkan kepentingan ekonomi dari pihak Investor
dalam pembangunan revitalisasi mendapatkan lahan untuk dijadikan pasar modern
dan mendapatkan ganti rugi harga bedak dari pedagang tradisional.
Dalam perumusan revitalisasi Pasar Dinoyo pada awalnya sama sekali
tidak melibatkan partisipasi publik. Pedagang seringkali berusaha mengajak
kepada Pemerintah Kota Malang untuk berdiskusi dan merubah tata letak yang
telah dibuat dengan Investor, namun kurang ditanggapi dan tidak merubah
tuntutan dari pedagang.
Sedangkan kepentingan ekonomi dari pedagang adalah untuk
mempertahankan Pasar Dinoyo, dimana yang selama ini telah menjadi lahan mata
pencaharian mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pedagang menganggap
apabila terjadi revitalisasi dengan tidak merubah Draf PKS yang telah dibuat
secara sepihak dengan Investor maka akan mematikan usaha dan penghasilan
mereka.
Keberpihakan Pemerintah Kota Malang terhadap kepentingan Investor
juga diperkuat ketika Pemerintah Kota Malang menyetujui biaya kios baru.
Pedagang masih harus membayar kios baru yang akan mereka tempati dengan
harga yang akan memberatkan terhadap pedagang.
2. Kepentingan Politik
Kepentingan politik adalah kepentingan-kepentingan yang bertujuan
memperoleh ataupun mempertahankan kekuasaan, status ataupun jabatan publik.
80
Kepentingan politik mengenai revitalisai pasar terlihat dalam proses pengesahan
Draf PKS. Terjadinya perubahan perilaku politik dari Partai Demokrat, dimana
sebelum paripurna pengesahan Draf PKS, Partai Demokrat yang awalnya berjanji
akan memperjuangkan aspirasi pedagang Pasar Dinoyo. Namun ketika sidang
paripurna, sikap politik Partai Demokrat tiba-tiba berbalik arah dengan
mengambil sikap politik mendukung penuh revitalisasi Pasar Dinoyo.
Keputusan politik tersebut tentu sangat mengecewakan bagi pedagang
Pasar Dinoyo. Dengan merubah sikap politik yang awalnya akan
memperjuangkan nasib pedagang Pasar Dinoyo, kemudian berubah menjadi
memihak Pemerintah Kota Malang dan Investor dengan menyetujui Draf PKS,
merupakan adanya kepentingan politik yang ada dibalik keputusan tersebut.
Kepentingan politik lainya mengenai perubahan kebijakan status Pasar
Penampungan Merjosari dengan melakukan pencabutan Keputusan Walikota
Malang No. 188.45/204/35.73.112/2013 tentang Penetapan Tempat Penampungan
Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari Sebagai Pasar Tradisional
Merjosari.
5.4.1 Dampak Kebijakan Revitalisasi Pasar Dinoyo
Revitalisasi Pasar Dinoyo yang menggabungkan pasar tradisional dengan
pasar modern, berdampak pada munculnya masalah persaingan yang tidak
seimbang antara pasar tradisional dengan pasar modern. Pasar tradisional jelas
akan kalah, mulai dari penerapan, kenyamanan tempat, dan kelengkapan barang
yang ditawarkan tidak selengkap di pasar modern. Disisi lain pasar modern
semakin meningkatkan diberbagai fasilitas yang memudahkan dan membuat
81
konsumen nyaman. Pedagang Pasar Dinoyo sangat mengeluhkan dengan
kebijakan revitalisasi pasar yang membuat penghasilan mereka menurun.
Berikut kutipan wawancara dengan Mas Saiful :
“Kondisi pedagang setelah revitalisasi, pada dasarnya sekarang ini nilai
ekonomi atau penghasilan memang berkurang, karena keadaan pasar
masih belum seratus persen ramainya, jadi ibarate lek wong pasar iku
ngarani harus babat alas maneh. Pemerintah Kota Malang seharusnya ada
tindak lanjut, supaya bagaimana pedagang ini bisa berdaya lagi, jangan
pemerintah itu meninggalkan program yang masih belum seratus persen
jadi. Memang programnya pemerintah itu sudah jadi, namun kita yang
berada di dalam program ini nilai ekonominya belum kembali”.52
Hal tersebut juga disampaikan oleh Abah Rofiudin :
“Revitalisasi ini yo kurang penak, pemerintah seharusnya harus turun
tangan langsung, bagaimana caranya bisa meramaikan pasar saat ini,
karena dengan kondisi yang sepi penghasilan pedagang juga pasti
menurun”.53
Penjelasan tersebut juga disampaikan oleh Bapak Khuzaini :
“Kami hari ini kalo puas atau tidak puas, kami membuat nyaman-nyaman
sendiri, pemerintah tidak hadir dalam hal ini. Setelah kerjasama
pemerintah mendapat pendapatan, tidak mau tahu nasib kami ini kayak
apa. Seperti yang saat ini terjadi pasar tidak langsung ramai”.54
Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang pasar tradisional tersebut
kondisi Pasar Dinoyo setelah revitalisasi selesai, pedagang pasar tradisional
merasakan sepi oleh pembeli. Pedagang menganggap revitalisasi Pasar Dinoyo ini
berdampak kepada penghasilan terhadap pedagang. Perhatian Pemerintah
terhadap pedagang setelah revitalisasi tidak ada sama sekali. Revitalisasi Pasar
Dinoyo belum sempurna membawa perubahan kesejahteraan bagi pedagang,
52
Hasil wawancara dengan Mas Saiful selaku pedagang pada 30 September 2017 pukul 13.45
WIB 53
Hasil wawancara dengan Abah Rofiudin selaku pedagang pada 30 September pukul 14.00 WIB 54
Hasil wawancara dengan Kabid Humas P3DKM Bapak Khuzaini pada 7 September 2017 pukul
13.30 WIB
82
namun revitalisasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Malang hanya
dimaknai sebagai perubahan secara fisik bangunan saja.
Kesejahteraan pedagang Pasar Dinoyo tidak tercapai sama sekali setelah
adanya revitalisasi yang menggabungkan dengan pasar modern. Dalam persaingan
antara pasar modern dan pasar tradisional yang berada di Dinoyo, pasar
tradisional jelas yang akan dirugikan. Revitalisasi seharusnya mengedepankan
kepentingan para pedagang, karena dengan adanya pemberdayaan di pasar
tradisional maka akan menciptakan usaha yang kondusif. Apabila pemerintah
tidak berpihak kepada pasar tradisional, maka pedagang akan semakin
termaginalkan dan menjadi keberadaan pasar tradisional semakin terpinggirkan
dan mati oleh para pelaku usaha besar atau Investor. Peraturan Presiden Nomor
112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern, pada dasarnya merupakan salah satu kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi persaingan yang tidak seimbang
antara pasar tradisional dengan pasar modern.
83
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Berbagai permasalahan yang terjadi ketika Pemerintah Kota Malang membuat
kebijakan revitalisasi dan relokasi pedagang Pasar Dinoyo. Permasalahan
tersebut terjadi karena Pemerintah Kota Malang dalam membuat kebijakan
revitalisasi tidak memihak pedagang. Terdapat lima permasalahan yang
merugikan pedagang Pasar Dinoyo antara lain : 1. Pasar Tradisional Dinoyo
akan ditempatkan berada di belakang Pasar Modern 2. Pedagang akan
dikenakan biaya ganti rugi setelah revitalisasi 3. Jangka Waktu pedagang
ketika berada di pasar penampungan Merjosari yang tidak sesuai dengan
kesepakatan 4. Banyaknya pedagang liar ketika berada di pasar penampungan
Merjosari 5. Perubahan mengenai status penetapan pasar penampungan. Dari
permasalahan-permasalahan itulah yang menyebabkan terjadinya konflik yang
berkelanjutan. Pihak yang dirugikan dengan adanya konflik ini adalah
pedagang pasar tradisional yang penghasilanya menurun akibat revitalisasi ini.
2. Dinamika konflik revitalisasi Pasar Dinoyo berawal dari Pemerintah Kota
Malang secara sepihak membuat perjanjian kerjasama dengan Investor.
Konflik revitalisasi semakin memanas ketika sidang paripurna DPRD Kota
Malang fraksi Partai Demokrat tiba-tiba berbalik arah dengan mendukung
revitalisasi tetap dilanjutkan. Pedagang melakukan perlawanan dan
bekerjasama dengan pihak-pihak eksternal untuk mengubah Draf PKS yang
dibuat oleh Pemerintah Kota Malang dengan Investor. Pedagang bekerjasama
dengan pihak MCW dan menggunakan jalur non litigasi untuk menghadapi
84
konflik ini. Konflik revitalisasi selesai ketika KOMNAS HAM sebagai
mediator membuat perundingan dan disepakati oleh semua pihak. Konflik
terjadi lagi ketika Pemerintah Kota Malang membuat surat keputusan
mengenai pencabutan status penetapan pasar penampungan. Pedagang merasa
terjepit dengan keputusan tersebut dan pedagang harus rela membayar ganti
rugi setelah revitalisasi selesai.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran
antara lain :
1. Saran Akademis
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menelaah dan membandingkan
mengenai konflik revitalisasi pasar yang menggabungkan pasar tradisional
dengan pasar modern.
2. Pemerintah Kota Malang
Dalam merumuskan kebijakan mengenai revitalisasi Pasar Dinoyo,
Pemerintah Kota Malang tidak boleh secara sepihak membuat kebijakan
dengan Investor tanpa melibatkan pedagang.
3. Pedagang Pasar Dinoyo
Pedagang Pasar Dinoyo harus terus berjuang untuk mempertahankan
eksistensi pasar tradisional, supaya tidak tergusur oleh kepentingan
Investor.
85
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Sonny Leksono (2009). “Runtuhnya Modal Sosial, Pasar Tradisional: Perspektif
Emic Kualitatif“, Malang: Citra.
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2011). “Pengantar Sosiologi Pemahaman
Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, Dan
Pemecahannya”, Jakarta: Prenada Media Group.
Margaret M. Poloma (1987). “Sosiologi Kontemporer”, Jakarta: CV. Rajawali.
George Ritzer dan Douglas J. Goodman (2004). “Teori Sosiologi Modern”, Terj.
Alimandan, Jakarta: Prenada Media.
George Ritzer dan Douglas J. Goodman (2010). “Teori Sosiologi Dari Teori
Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial
Postmodern”, Terj. Nurhadi, Bantul: Kreasi Wacana.
George Ritzer (2010). “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda”.
Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Rusli Budiman (2013). “Kebijakan Publik: Membangun Pelayanan Publik Yang
Responsif”, Bandung: Hakim Publishing.
Hermawan (2007). “Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor,
Isu, dan Metodologi”, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiyono (2008). “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D”,
Bandung: Alfabeta.
Lexy J. Moleong (2011). “Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi)”,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Haris Herdiansyah (2010). “Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu
Sosial”, Jakarta: Salemba Humanika.
Mathew B. Miles, Michael Huberman, dan Johnny Saldana (2014). “Qualitative
Data Analysis-Third Edition”, London: Sage Publication.
Novri Susan (2012). “Negara Gagal Mengelola Konflik (Tata Kelola Konflik di
Indonesia)”, Yogyakarta: KoPi.
86
JURNAL DAN SKRIPSI
Siti Aminah (2015). “Jurnal: Konflik dan Kontestasi Penataan Ruang Kota
Surabaya”.
Endi Sarwoko. “Jurnal: Dampak Keberadaan Pasar Modern Terhadap Kinerja
Pedagang Pasar Tradisional Di Wilayah Kabupaten Malang”.
Farida Hanum. “Jurnal: Konsep, Materi Dan Pembelajaran Sosiologi”.
Agung Pramudyo. “Jurnal: Menjaga Eksistensi Pasar Tradisional Di Yogyakarta”.
Vildan Cresanda Hutama Putera. “Skripsi: Strategi Negosiasi Dalam Menghadapi
Konflik (Studi Pada Strategi Negosiasi Pedagang Pasar Dinoyo Terhadap
Pemerintah Kota Malang Mengenai Rencana Revitalisasi Pasa Dinoyo
Kota Malang)”, Jurusan Ilmu Komunikasi 2008, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Malang
Rudi Laksono. “Skripsi: Analisis Relokasi Pedagang Pasar Ngarsopuro Di Kota
Surakarta”, Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Rayinda Prashatya Kencana. “Skripsi: Konflik Pedagang Rombengan Dengan PKL
Rombengan Liar Pasar Merjosari Malang Akibat Relokasi Pasar Dinoyo (Studi
Kasus Pasar Merjosari Kota Malang)”, Jurusan Sosiologi 2008, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Malang.
Ella Alfianita. “Skripsi: Revitalisasi Pasar Tradisional Dalam Perspektif Good
Governance (Studi di Pasar Tumpang Kabupaten Malang)”, Jurusan Ilmu
Administrasi Publik 2011, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas
brawijaya, Malang.
Moch. Irfan Fanani. “Jurnal: Perlawanan Pedagang Pasar Tradisional Terhadap
Revitalisasi Pasar (Studi Deskriptif Pasar Babat, Kecamatan Babat, Kabupaten
Lamongan, Jawa Timur)”, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Airlangga, Surabaya.
Susilo Endrawanti. “Jurnal: Dampak Relokasi pasar Studi Kasus Di Pasar Sampangan
Kota Semarang”, Universitas 17 Agustus 1945, Semarang.
Rahmadina Fitria Ristanti, Hermawan, Abdullah Said. “Jurnal: Scenario Planning
Proses Relokasi Terkait Pembangunan Pasar Tradisional Menjadi Pasar Modern
(Studi Kasus di Pasar Dinoyo dan Pasar Blimbing Kota Malang)”, Jurusan
Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang.
PERATURAN DAN SUMBER HUKUM
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Thn. 2007
Keputusan Wali Kota Malang No.188.45/204/35.73.112/2013
87
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Malang Tahun 2016.
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030.
Draf Perjanjian Kerja Sama (PKS) Antara Pemerintah Kota malang Dengan PT.
Citra Gading Asritama Tentang Pengelolaan Pasar Dinoyo
Keputusan Walikota Malang Nomor : 188.45/204/ 35.73.112/2013 tentang
Penetapan Tempat Penampungan Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan
Merjosari Sebagai Pasar Tradisional Merjosari
Data Kronologis Permasalahan Tentang Rencana Pembangunan Pasar Dinoyo
Oleh Pemerintah Kota Malang
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2008
Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 12 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Pasar
Dan Tempat Berjualan
Keputusan Walikota Malang No.188.45/204/35.73.112/2013 Tentang Penetapan
Tempat Penampungan Sementara Pasar Dinoyo Di Kelurahan Merjosari
Sebagai Pasar Tradisional Merjosari.
Dinas Pasar No. 511.2/969/35.73.302/2013 Pendataan Pedagang Pasar Tradisional
Merjosari
Dinas Pasar No. 511.2/154/35.73.302/2015 Penerbitan buku pedagang Pasar
Tradisonal Merjosari
INTERNET
Anggun Ciptasari Nurana dan Lutfi Muta’ali. “Analisis Dampak Kebijakan
Otonomi Daerah Terhadap Ketimpangan Perkembangan Wilayah Di
Kawasan Ciayumajakuning”,
http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/download/8280/diakses
pada tanggal 1 November 2017 pukul 22.05 WIB
http://eprints.uny.ac.id/13795/3/BAB%20II.PDF, diakses pada 4 Desember 2017
pukul 16.15 WIB
Kompas.com. “DPRD Kota Malang Didominasi Wajah Baru”,
http://nasional.kompas.com/read/2009/04/17/08305710/dprd.kota.malang.
88
didominasi.wajah.baru, diakses pada tanggal 7 Oktober 2017 pukul 10.00
WIB
Siti Yuliana. “Juli Pedagang Pasar Merjosari Dijanjikan Pindah Ke Dinoyo
Malang”, http://surabaya.tribunnews.com/2013/02/13/juli-pedagang-
pasar-merjosari-dijanjikan-pindah-ke-dinoyo-malang, diakses pada tanggal
4 Oktober 2017 pukul 15.30 WIB
Wawancara
Wawancara Penelitian dengan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat P3DKM
Bapak Khuzaini.
Wawancara Penelitian dengan Sekretaris P3DKM Bapak Kusyono.
Wawancara Penelitian dengan pedagang Pasar Dinoyo Mas Syaiful dan Abah
Rofiudin.
89
LAMPIRAN
Gambar 1 Foto Bersama Informan (Sekretaris P3DKM)
Gambar 2 Foto Bersama Informan ( Kabid Humas P3DKM)
90
Gambar 3 Foto Bersama Informan (Anggota P3DKM)
Gambar 4 Foto Bersama Informan (Pedagang Pasar Dinoyo)
top related